Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nur Laila Sari

NIM : 220212600536

Off : G

Meringkas Artikel KATA SERAPAN BAHASA JAWA DI DALAM BAHASA


INDONESIA

➢ Penyerapan Bahada Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia


Pengamatan menunjukkan bahwa penyerapan kata BJ ke dalam BI dapat dibagi
menjadi 2 kategori. Kategori pertama adalah penyerapan kata-kata yang ada
padanannya di dalam bahasa Indonesia seperti gampang, rampung, ngomong, anyar,
gawe, doyan, dhengkul, edan, dulang, gamblang, gosong, irit, gede, budek. Kategori
kedua adalah penyerapan kata-kata yang tidak ada padanannya di dalam BI seperti
besan, bindheng, sungkan, pamrih, rikuh, legowo, pakem.
✓ Kategori Pertama: Penyerapan kata-kata yang ada padanannya di dalam
bahasa Indonesia
Masuknya sejumlah kata BJ untuk memenuhi kebutuhan penggunaan praktis,
untuk percakapan seharai-hari yang santai, dan untuk keperluan komunikasi
informal dan formal tersebut sesuai dengan penjelasan Anderson (1966)
tentang perkembangan bahasa Indonesia ke dalam dua kecenderungan, yaitu
ke arah kromonisasi dan ke arah ngokonisasi. Selain untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi formal dan informal, sejumlah unsur BJ diserap untuk
memberikan kecukupan arti semantis. Kemampuan kata mengungkap,
menjelaskan, menggambarkan, memerikan, melukiskan, atau menyatakan
gagasan atau obyek secara utuh merupakan properti tersendiri bagi kata itu
(Marcellino, 1994).
Selain untuk memenuhi penggunaan kata secara praktis, sejumlah kata-kata
yang berasal dari bahasa Jawa (terutama bahasa Jawa Kuno) juga berperan
sebagai sumber untuk memenuhi keperluan komunikasi formal, misalnya
dasa, warsa, pemirsa, pamong praja, swasembada, tunanetra.
✓ Kategori Kedua: Penyerapan kata-kata yang tidak ada padanannya di dalam
Bahasa Indonesia
Sejumlah kata di dalam BI berasal dari onomatope BJ. Contohnya antara lain
tokcer ‘langsung hidup (untuk mesin)’, cespleng ‘manjur (mujarab) sekali (tt
obat-obatan)’, byarpet ‘menyala dan padam secara berulang-ulang (tt lampu
atau listrik), gebrak ‘memukul meja, daun pintu dsb serempak dan keras-keras
dengan pemukul berbidang lebar (misalnya dengan telapak tangan)’, cemplung
‘masuk (terjun) ke air)’. Di dalam BJ, kata gebrak atau lengkapnya mak
gebrak merupakan tiruan bunyi suara memukul meja, amben dsb. Demikian
pula kata cemplung atau lengkapnya mak cemplung adalah tiruan suara benda
jatuh ke air.
Sejumlah kosakata dan ungkapan khusus juga terserap beserta konsep yang
mencerminkan budaya Jawa. Contohnya adalah sebagai berikut.
1. Ati-ati : Di dalam KBBI ati-ati diberi arti ‘berhati-hati’. Kata ini
berasal dari BJ ngati-ati. Arti kata ini tidak dapat disamakan begitu
saja dengan kata berhati-hati. Dalam budaya Jawa, sikap ngati-ati
adalah keputusan pikiran dan perasaan yang berusaha untuk
menghindari risiko terburuk baik bagi diri sendiri maupun bagi orang
lain.
2. Lengser : Kata lengser yang menyatakan arti ‘turun dari jabatan’ atau
ungkapan lengser keprabon menjadi populer saat Suharto turun dari
jabatannya sebagai presiden Indonesia. Di dalam BJ ungkapan
lengkapnya adalah lengser keprabon madeg pandhita menggambarkan
jiwa besar seorang raja yang mengundurkan diri dari tahtanya, lalu
menjadi seorang pendeta yang bijaksana.
3. Tata krama : Di dalam KBBI kata tata krama diterjemahkan ’adat
sopan santun; basa-basi’. Di dalam budaya Jawa kata tata krama
berkaitan dengan cara mengerjakan sesuatu agar pantas dan tidak
menyinggung perasaan orang lain.
4. Unggah-ungguh : Di dalam KBBI kata unggah-ungguh diberi arti
’tata krama; sopan santun’. Konsep yang terkandung di dalam kata ini
berkaitan dengan hubungan antar manusia yang memperhatikan empan
papan ‘waktu dan tempat’, posisi, status, jabatan, dan kedudukan
seseorang.
5. aji mumpung : Secara harfiah aji mumpung berarti ‘ilmu mumpung’.
Di dalam KBBI aji mumpung diartikan ‘penggunaan “senyampang;
selagi” sebagai senajta andalan; ‘pemanfaatan situasi dan kondisi untuk
keperluan yang menguntungkan diri sendiri selagi memegang jabatan
yang memungkinkan adanya peluang untuk hal itu’.
➢ Perubahan makna pada proses penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia
✓ Perubahan makna yang menyempit
1. Angker : di dalam KBBI arti kata angker adalah ‘1. Tampak seram dan
tidak semua orang dapat menjamahnya karena dianggap berhantu; 2.
Tampak menyeramkan (menakutkan)’, sedangkan di dalam kamus
bahasa Jawa kata angker berarti ‘1. Tidak boleh dimasuki/dilewati
manusia karena ada makhluk halusnya (utk tempat, pohon); 2. Mudah
marah’. Arti kedua yaitu ‘mudah marah’ tidak terdapat di dalam BI.
2. Ancar-ancar : kata ancar-ancar berarti ‘perkiraan (waktu, tempat)
untuk melakukan sesuatu’. Kata ini berasal dari bahasa Jawa ancer-
ancer yang artinya ‘1. Tanda penunjuk jalan dsb; 2. Segala sesuatu
yang digunakan sebagai petunjuk; 3. Perkiraan yang akan terjadi’.
Hanya arti ketiga yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.
3. Apes : di dalam bahasa Indonesia, kata apes diartikan ‘celaka; sial;
tidak beruntung’, sedangkan di dalam bahasa Jawa, selain menyatakan
arti ketidakberuntungan atau kesialan, kata apes juga berarti ‘ringkih
(tidak kuat menanggung sesuatu)’. Arti ini tidak ada di dalam bahasa
Indonesia
4. Arisan : di dalam bahasa Jawa, kata arisan juga menyatakan arti
‘tolong menolong atau gotong royong (saat pernikahan atau
membangun rumah dsb)’. Arti ini tidak diserap ke dalam bahasa
Indonesia.
5. Cespleng : di dalam bahasa Indonesia kata cespleng berarti ‘manjur
(mujarab) sekali ( tentang obat-obatan dsb)’. Arti kata ini mengalami
penyempitan karena di dalam bahasa Jawa kata cespleng juga
enyatakan arti ‘sangat nikmat (untuk rasa)’. Arti ini tidak diserap ke
dalam bahasa Indonesia.
✓ Perubahan makna yang meluas
1. Ampuh : di dalam bahasa Jawa, kata ampuh hanya mempunyai satu
arti yaitu ‘punya kekuatan lebih (untuk orang, senjata, doa dsb)’,
sedangkan di dalam bahasa Indonesia, kata ampuh mempunyai tiga arti
yaitu ‘1 mempunyai kekuatan gaib yang luar biasa; bertuah; sakti; 2
manjur; mujarab; 3 mempunyai daya pengaruh yang luar biasa’.
2. Anjlok : di dalam bahasa Jawa, kata anjlok mempunyai dua arti yaitu
‘1. Meloncat turun; 2. Turun banyak (utk harga)’, sedangkan di dalam
bahasa Indonesia ada 4 arti yaitu ‘1. Meloncat ke bawah dari tempat
ketinggian (dengan posisi kedua kaki sebagai tumpuan; 2. Turun dari
posisi semula (tentang jembatan, bangunan, dsb); 3. Keluar dari rel
(tentang kereta api); 4. Turun banyak dalam waktu yg sangat singkat (tt
harga, berat badan, kesehatan orang, dsb)’. Hanya arti kedua dan
keempat yang terdapat di dalam bahasa Jawa.
3. Ancang-ancang : Di dalam bahasa Jawa, kata ancang-ancang
berkategori verba. Kata ini menyatakan arti ‘bersiap sebelum
melakukan tindakan’. Di dalam bahasa Indonesia, kata ancang-ancang
berkategori nomina. Arti kata ancang-ancang adalah ‘1. Persiapan
hendak berbuat sesuatu; langkah akan melompat dsb; 2. Gerakan
permulaan untuk mendapat kecepatan pada waktu akan melakukan
suatu bentuk gerakan (lompat jauh, tolak peluru, lempar lembing, dsb).
Arti kedua tidak ada di dalam BJ. Dengan afiks ber- kata ini berubah
menjadi verba yang menyatakan arti ‘bersiap-siap mengambil langkah
awal’.
✓ Pergeseran makna
Kata apek di dalam bahasa Indonesia dihubungkan dengan bau benda lapuk
yang sudah tersimpan lama. Di dalam BJ kata apek menyatakan arti ‘bau tidak
sedap yang berasal dari keringat, baju kotor, dsb.’
✓ Perubahan makna menjadi bersifat metaforik
1. Ambruk : makna asal kata ambruk adalah ‘1. Rubuh (untuk pohon dsb
); 2. Bangkrut’. Kata ini mendapat penambahan makna metaforik
‘jatuh sakit’.
2. Bejat : kata ini berasal dari kata bejad yang berarti ’rusak dan lepas
dari sambungannya (tt bakul, kurungan dsb)’. Makna metaforik kata
bejat yaitu ‘rusak (tentang akhlak budi pekerti); buruk (kelakuan)’
lebih sering digunakan di dalam bahasa Indonesia.
➢ Perubahan bentuk kata pada proses penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia
Ada unsur BJ yang diserap secara tidak utuh, misalnya tedeng aling-aling. Di dalam
KBBI, tedeng aling-aling diartikan ‘sesuatu yang di pakai untuk menutupi rahasia
(perbuatan buruk dsb)’. Bentuk ini tidak lazim digunakan di dalam BJ. Ungkapan
yang biasa dipakai di dalam BJ secara lengkapnya adalah tanpa tedheng aling-aling
yang secara harfiah berarti ‘tanpa perisai penutup’. Ungkapan ini menyatakan arti
‘mengutarakan isi hatinya dengan terbuka; mengemukakan pemikirannya dengan
terus terang tanpa ada yang ditutup-tutupi’.
➢ Komentar
Serapan bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya adalah memperkaya dan menambah variasi dalam bahasa
Indonesia, serta mempermudah komunikasi bagi masyarakat yang menggunakan
bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Namun, kekurangannya adalah mempengaruhi
kemurnian bahasa Indonesia dan dapat menimbulkan masalah dalam pemahaman dan
standardisasi bahasa. Oleh karena itu, serapan bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia
perlu dikontrol dan dilakukan dengan cermat dan bijak.

Anda mungkin juga menyukai