Meringkas Artikel KATA SERAPAN BAHASA JAWA DI DALAM BAHASA
INDONESIA
➢ Penyerapan Bahada Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia
Pengamatan menunjukkan bahwa penyerapan kata BJ ke dalam BI dapat dibagi menjadi 2 kategori. Kategori pertama adalah penyerapan kata-kata yang ada padanannya di dalam bahasa Indonesia seperti gampang, rampung, ngomong, anyar, gawe, doyan, dhengkul, edan, dulang, gamblang, gosong, irit, gede, budek. Kategori kedua adalah penyerapan kata-kata yang tidak ada padanannya di dalam BI seperti besan, bindheng, sungkan, pamrih, rikuh, legowo, pakem. ✓ Kategori Pertama: Penyerapan kata-kata yang ada padanannya di dalam bahasa Indonesia Masuknya sejumlah kata BJ untuk memenuhi kebutuhan penggunaan praktis, untuk percakapan seharai-hari yang santai, dan untuk keperluan komunikasi informal dan formal tersebut sesuai dengan penjelasan Anderson (1966) tentang perkembangan bahasa Indonesia ke dalam dua kecenderungan, yaitu ke arah kromonisasi dan ke arah ngokonisasi. Selain untuk memenuhi kebutuhan komunikasi formal dan informal, sejumlah unsur BJ diserap untuk memberikan kecukupan arti semantis. Kemampuan kata mengungkap, menjelaskan, menggambarkan, memerikan, melukiskan, atau menyatakan gagasan atau obyek secara utuh merupakan properti tersendiri bagi kata itu (Marcellino, 1994). Selain untuk memenuhi penggunaan kata secara praktis, sejumlah kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa (terutama bahasa Jawa Kuno) juga berperan sebagai sumber untuk memenuhi keperluan komunikasi formal, misalnya dasa, warsa, pemirsa, pamong praja, swasembada, tunanetra. ✓ Kategori Kedua: Penyerapan kata-kata yang tidak ada padanannya di dalam Bahasa Indonesia Sejumlah kata di dalam BI berasal dari onomatope BJ. Contohnya antara lain tokcer ‘langsung hidup (untuk mesin)’, cespleng ‘manjur (mujarab) sekali (tt obat-obatan)’, byarpet ‘menyala dan padam secara berulang-ulang (tt lampu atau listrik), gebrak ‘memukul meja, daun pintu dsb serempak dan keras-keras dengan pemukul berbidang lebar (misalnya dengan telapak tangan)’, cemplung ‘masuk (terjun) ke air)’. Di dalam BJ, kata gebrak atau lengkapnya mak gebrak merupakan tiruan bunyi suara memukul meja, amben dsb. Demikian pula kata cemplung atau lengkapnya mak cemplung adalah tiruan suara benda jatuh ke air. Sejumlah kosakata dan ungkapan khusus juga terserap beserta konsep yang mencerminkan budaya Jawa. Contohnya adalah sebagai berikut. 1. Ati-ati : Di dalam KBBI ati-ati diberi arti ‘berhati-hati’. Kata ini berasal dari BJ ngati-ati. Arti kata ini tidak dapat disamakan begitu saja dengan kata berhati-hati. Dalam budaya Jawa, sikap ngati-ati adalah keputusan pikiran dan perasaan yang berusaha untuk menghindari risiko terburuk baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. 2. Lengser : Kata lengser yang menyatakan arti ‘turun dari jabatan’ atau ungkapan lengser keprabon menjadi populer saat Suharto turun dari jabatannya sebagai presiden Indonesia. Di dalam BJ ungkapan lengkapnya adalah lengser keprabon madeg pandhita menggambarkan jiwa besar seorang raja yang mengundurkan diri dari tahtanya, lalu menjadi seorang pendeta yang bijaksana. 3. Tata krama : Di dalam KBBI kata tata krama diterjemahkan ’adat sopan santun; basa-basi’. Di dalam budaya Jawa kata tata krama berkaitan dengan cara mengerjakan sesuatu agar pantas dan tidak menyinggung perasaan orang lain. 4. Unggah-ungguh : Di dalam KBBI kata unggah-ungguh diberi arti ’tata krama; sopan santun’. Konsep yang terkandung di dalam kata ini berkaitan dengan hubungan antar manusia yang memperhatikan empan papan ‘waktu dan tempat’, posisi, status, jabatan, dan kedudukan seseorang. 5. aji mumpung : Secara harfiah aji mumpung berarti ‘ilmu mumpung’. Di dalam KBBI aji mumpung diartikan ‘penggunaan “senyampang; selagi” sebagai senajta andalan; ‘pemanfaatan situasi dan kondisi untuk keperluan yang menguntungkan diri sendiri selagi memegang jabatan yang memungkinkan adanya peluang untuk hal itu’. ➢ Perubahan makna pada proses penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia ✓ Perubahan makna yang menyempit 1. Angker : di dalam KBBI arti kata angker adalah ‘1. Tampak seram dan tidak semua orang dapat menjamahnya karena dianggap berhantu; 2. Tampak menyeramkan (menakutkan)’, sedangkan di dalam kamus bahasa Jawa kata angker berarti ‘1. Tidak boleh dimasuki/dilewati manusia karena ada makhluk halusnya (utk tempat, pohon); 2. Mudah marah’. Arti kedua yaitu ‘mudah marah’ tidak terdapat di dalam BI. 2. Ancar-ancar : kata ancar-ancar berarti ‘perkiraan (waktu, tempat) untuk melakukan sesuatu’. Kata ini berasal dari bahasa Jawa ancer- ancer yang artinya ‘1. Tanda penunjuk jalan dsb; 2. Segala sesuatu yang digunakan sebagai petunjuk; 3. Perkiraan yang akan terjadi’. Hanya arti ketiga yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. 3. Apes : di dalam bahasa Indonesia, kata apes diartikan ‘celaka; sial; tidak beruntung’, sedangkan di dalam bahasa Jawa, selain menyatakan arti ketidakberuntungan atau kesialan, kata apes juga berarti ‘ringkih (tidak kuat menanggung sesuatu)’. Arti ini tidak ada di dalam bahasa Indonesia 4. Arisan : di dalam bahasa Jawa, kata arisan juga menyatakan arti ‘tolong menolong atau gotong royong (saat pernikahan atau membangun rumah dsb)’. Arti ini tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia. 5. Cespleng : di dalam bahasa Indonesia kata cespleng berarti ‘manjur (mujarab) sekali ( tentang obat-obatan dsb)’. Arti kata ini mengalami penyempitan karena di dalam bahasa Jawa kata cespleng juga enyatakan arti ‘sangat nikmat (untuk rasa)’. Arti ini tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia. ✓ Perubahan makna yang meluas 1. Ampuh : di dalam bahasa Jawa, kata ampuh hanya mempunyai satu arti yaitu ‘punya kekuatan lebih (untuk orang, senjata, doa dsb)’, sedangkan di dalam bahasa Indonesia, kata ampuh mempunyai tiga arti yaitu ‘1 mempunyai kekuatan gaib yang luar biasa; bertuah; sakti; 2 manjur; mujarab; 3 mempunyai daya pengaruh yang luar biasa’. 2. Anjlok : di dalam bahasa Jawa, kata anjlok mempunyai dua arti yaitu ‘1. Meloncat turun; 2. Turun banyak (utk harga)’, sedangkan di dalam bahasa Indonesia ada 4 arti yaitu ‘1. Meloncat ke bawah dari tempat ketinggian (dengan posisi kedua kaki sebagai tumpuan; 2. Turun dari posisi semula (tentang jembatan, bangunan, dsb); 3. Keluar dari rel (tentang kereta api); 4. Turun banyak dalam waktu yg sangat singkat (tt harga, berat badan, kesehatan orang, dsb)’. Hanya arti kedua dan keempat yang terdapat di dalam bahasa Jawa. 3. Ancang-ancang : Di dalam bahasa Jawa, kata ancang-ancang berkategori verba. Kata ini menyatakan arti ‘bersiap sebelum melakukan tindakan’. Di dalam bahasa Indonesia, kata ancang-ancang berkategori nomina. Arti kata ancang-ancang adalah ‘1. Persiapan hendak berbuat sesuatu; langkah akan melompat dsb; 2. Gerakan permulaan untuk mendapat kecepatan pada waktu akan melakukan suatu bentuk gerakan (lompat jauh, tolak peluru, lempar lembing, dsb). Arti kedua tidak ada di dalam BJ. Dengan afiks ber- kata ini berubah menjadi verba yang menyatakan arti ‘bersiap-siap mengambil langkah awal’. ✓ Pergeseran makna Kata apek di dalam bahasa Indonesia dihubungkan dengan bau benda lapuk yang sudah tersimpan lama. Di dalam BJ kata apek menyatakan arti ‘bau tidak sedap yang berasal dari keringat, baju kotor, dsb.’ ✓ Perubahan makna menjadi bersifat metaforik 1. Ambruk : makna asal kata ambruk adalah ‘1. Rubuh (untuk pohon dsb ); 2. Bangkrut’. Kata ini mendapat penambahan makna metaforik ‘jatuh sakit’. 2. Bejat : kata ini berasal dari kata bejad yang berarti ’rusak dan lepas dari sambungannya (tt bakul, kurungan dsb)’. Makna metaforik kata bejat yaitu ‘rusak (tentang akhlak budi pekerti); buruk (kelakuan)’ lebih sering digunakan di dalam bahasa Indonesia. ➢ Perubahan bentuk kata pada proses penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia Ada unsur BJ yang diserap secara tidak utuh, misalnya tedeng aling-aling. Di dalam KBBI, tedeng aling-aling diartikan ‘sesuatu yang di pakai untuk menutupi rahasia (perbuatan buruk dsb)’. Bentuk ini tidak lazim digunakan di dalam BJ. Ungkapan yang biasa dipakai di dalam BJ secara lengkapnya adalah tanpa tedheng aling-aling yang secara harfiah berarti ‘tanpa perisai penutup’. Ungkapan ini menyatakan arti ‘mengutarakan isi hatinya dengan terbuka; mengemukakan pemikirannya dengan terus terang tanpa ada yang ditutup-tutupi’. ➢ Komentar Serapan bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah memperkaya dan menambah variasi dalam bahasa Indonesia, serta mempermudah komunikasi bagi masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Namun, kekurangannya adalah mempengaruhi kemurnian bahasa Indonesia dan dapat menimbulkan masalah dalam pemahaman dan standardisasi bahasa. Oleh karena itu, serapan bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia perlu dikontrol dan dilakukan dengan cermat dan bijak.