Anda di halaman 1dari 17

MODUL

WIDYA TEMBUNG

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Bahasa Daerah

Dosen Pengampu :

Erika Puspitasari, M. Pd

Disususn oleh kelompok 5 :

1. Fatikha Nabila Aktsil (23206064)


2. Siti Zunnun Fatimatuzzahroh (23206063)
3. Sulistyoningrum Arifah Utami (23206071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISAM NEGERI KEDIRI

2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN...................................................................................... 1
A. Pengertian Widya Tembung ...................................................................... 1
B. Bentuk-Bentuk Widya Tembung ............................................................... 1
1. Tembung Lingga (kata dasar)................................................................. 1
2. Tembung Andhahan (kata turunan) ........................................................ 2
3. Tembung Rangkep (kata ulang) ............................................................. 2
4. Tembung Camboran (kata majemuk) ..................................................... 3
C. Jenis-Jenis Widya Tembung ...................................................................... 3
1. Tembung Aran .......................................................................................... 4
2. Tembung Kriya atau Kata Kerja ............................................................. 6
3. Tembung kahanan atau Kata Sifat .......................................................... 7
4. Tembung Katrangan atau Kata Keterangan ............................................ 8
5. Tembung Sesulih atau Kata Ganti ........................................................ 10
6. Tembung Wilangan atau Kata Bilangan ............................................... 11
7. Tembung penyambung atau Kata Sambung.......................................... 12
8. Tembung ancer-ancer........................................................................... 13
9. Tembung penyilah ............................................................................... 13
10. Tembung penyeru............................................................................. 14
BAB II PENUTUP ........................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 14
B. SARAN ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

ii
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Widya Tembung


Widya berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “ilmu”.1
Tembung atau kata adalah rangkaian suara yang keluar dari mulut, dan
memiliki arti yang diketahui maksudnya. Apabila ada rangkaian suara yang
keluar dari mulut tanpa memiiki arti, bukan dinamakan kata. Dari definisi
tersebut dapat kita simpulkan bahwa pengertian widya tembung adalah ilmu
yang mempelajari tentang kata dalam bahasa Jawa.

B. Bentuk-Bentuk Widya Tembung


1. Tembung Lingga (kata dasar)
Tembung lingga (kata dasar) adalah kata yang masih utuh, dan
belum mendapatkan imbuhan atau mengalami perubahan dari bentu
aslinya. Menurut susunan kata (wanda) tembung lingga dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu:
a. Tembun lingga sakwanda
Tembung lingga sakwanda adalah tembung lingga yang hanya
memiliki satu kata saja. Contohnya : jam, lem, cet, dll.
b. Tembung lingga rong wanda
Tembung lingga rong wanda adalah tembung lingga yang memiliki
dua suku kata. Contohnya : omah, pari, driji, dll.
c. Tembung lingga telung wanda
Tembung lingga telung wanda adalah tembung lingga yang meiliki
tiga suku kata. Contohnya : rembulan, dolanan, kulina, srengenge,
dll. 2

1
Testi Prasetia, U., Sukirno, “Distribusi Fonem Bahasa Jawa Kebumen dalam Video Kompilasi
Bocah Ngapak ya?”, Metafora: Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Satra, Vol. 9 (April, 2022), hlm.
72.
2
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD,
(Karanganyar: Surya Pustaka Ilmu, 2020), h. 71.

1
2. Tembung Andhahan (kata turunan)
Tembung andhahan (kata turunan) adalah kata yang telah berubah
dari kata dasarnya karena telah mendapat imbuhan. Perubahan kata
tesebut dengan menambahkan imbuhan pada awal (ater-ater), akhir
(panambang), atau tengah kata (seselan).3
Contoh ater-ater : macul, dijupuk, nyambel, nguli, dll.
Contoh panambang : parani, jiwiti, ngaliha, dll.
Contoh seselan : tumindak, kelelep, dll.
3. Tembung Rangkep (kata ulang)
Tembung rangkep (kata ulang) adalah proses pembentukan kata
dengan mengulang bentuk dasar baik secara utuh maupun sebagian.
Macam-macam tembung rangkep :
a. Tembung rangkep dwilinga (kata ulang utuh)
Tembung rangkep dwilinga (kata ulang utuh) adalah tembung
rangkep yang diulang pada bagian kata dasar. Contoh : ibu-ibu,
bapak-bapak, bocah-bocah, dll. 4
b. Tembung rangkep dwipurwa
Tembung rangkep dwipurwa adalah tembung rangkep yang
pegulangan suku kata pada bagian depan / suku kata pertama dan
dapat juga dtambahi akhiran.
Contoh : jejamu, leluhur, jejupuk, dll.
c. Tembung rangkep dwilingga salin suara (berubah bunyi)
Tembung rangkep dwilingga salin suara (berubah bunyi)
adalah tembung rangkep yang tembung lingganya diualang seacar
keseluruhan namun ada huruf vokal yang diganti. Contoh : mloya-
mlayu, bola-bali, mloka-mlaku, dll. 5
d. Tembung rangkep dwiwasana

3
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”, Caraka:
Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, Vol. 2 (2016), hlm. 90.
4
Purbo, A. J.,Bambang, S., & Yuli, K. W. “Diksi dan gaya bahasa janturan wayang kulit purwa
lakon Parta Krama oleh dalang Ki Anom Suroto: kajian stilistika”, JISABDA: Jurnal Ilmiah Sastra
dan Bahasa Daerah, Serta Pengajarannya, Vol. 5 (Desember, 2023), hlm 45.
5
Ria, A. P., “Analisis Kontrastif Reduplikasi Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia”, Arkhais-
Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra Indonesia, Vol. 8 (Desember,2017), hlm. 127-128.

2
Tembung rangkep dwiwasana adalah tembung rangkep yang
pengulangan katanya pada bagian akhir. Contoh :
cengenges,cekikik, cekakak, dll. 6
4. Tembung Camboran (kata majemuk)
Tembung camboran (kata majemuk) adalah penggabungan dua kata
yang menimbulkan suatu kata baru. Dalam bahasa Jawa pemajemukan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tembung camboran wutuh
tembung camboran wutuh adalah kata majemuk yang dibentuk dari
bentuk dasar yang masih utuh
Contoh : uwong ala, uwong apik, juru kunci, dll.
b. Tembung camboran tugel
tembung camboran tugel adalah kata majemuk yang dibentuk dari
kata dasar yang disingkat.
Contoh : pakdhe (bapak + gedhe), bangjo (abang + ijo), bulik (ibu +
cilik), kosik (mengko + disik), dll. 7
C. Jenis-Jenis Widya Tembung
Jenis tembung bahasa Jawa dibagi menjadi sepuluh yaitu tembung aran,
kriya, kahanan, katrangan, sesulih, wilangan, panggandheng, ancer-ancer,
panyilah dan panyeru (Sasangka, 2008:115). Sepuluh jenis tembung
tersebut, diurakan sebagai berikut.
1. Tembung Aran
Tembung aran (kata benda) yaitu kata yang menjelaskan nama
barang atau yang dianggap barang (Sasangka, 2008:115). Bisa juga
diartikan tembung aran adalah jenis tembung yang menerangkan
seluruh barang yang ada wujudnya atau tidak ada wujudnya. Dengan
kata lain, tembung aran sama dengan kata benda. Dalam tatanan
kalimat, tembung aran yakni tembung yang dapat menjadi jejer (subjek)

6
Umi, K., “DWIPURWA DAN POTENSINYA DALAM BAHASA INDONESIA (Dwipurwa and
Its Potentiality in Indonesian Language)”. SAWERIGADING, Vol. 21 (Desember, 2015), hlm. 394.
7
Nur, A., “Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi Bahasa Jawa dalam Cerbung Getih Sri Panggung
karya Kukuh S. Wibowo pada Majalah Panjebar Semangat Edisi 12 Bulan Maret Sampai Edisi 26
Bulan Juni Tahun 2013”, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Vol. 5 (Agustus, 2014), hlm. 9-10.

3
dan lesan (obyek). Artinya, tembung aran termasuk ke dalam jenis
tembung yang dapat berdiri sendiri dalam sebuah kalimat tanpa
bergantung pada jenis tembung lain. Berikut merupakan jenis dari
tembung aran.
a. Tembung Aran Kang Wujud
Tembung aran kang wujud yaitu kata benda yang wujudnya bisa
dilihat oleh mata. Contohnya: meja, kursi, gunung, lintang, lemah,
kali, pot, buku, papan tulis, duit, omah, dan lainnya.
b. Tembung Aran Kang Ora Ono Wujude
Tembung aran kang ora ono wujude, yaitu kata benda yang
wujudnya tidak bisa dilihat oleh mata. Contoh: ilmu, kecerdikan,
ketekunan, kebaikan, cinta, dan sebagainya.
c. Tembung Aran Saka Barang Kang Nduweni Nyawa
Jenis kata ini dalam bahasa Indonesia termasuk ke dalam kata
benda persona, yaitu:

1) Kata yang menunjukkan nama orang, misalnya: Sunarti,

Winarsih, Partana, Parjo, Dani, Sasa, Fauzan, Arka, Maya,


Dina, dan lain-lain.
2) Kata yang menunjukkan persahabatan, misalnya: kakek, kakek,

ayah, bibi, saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara laki-


laki, keponakan, keponakan, dan sebagainya.
3) Katayang menggambarkan apa yang orang pikirkan, misalnya:

hantu, raksasa, malaikat, setan, dan lainnya.


4) Kata yang menggambarkan sekelompok orang, misalnya: orang

Belanda, suku India, dan lain sebagainya.

d. Tembung Aran Gawe Barang Tanpa Nyawa


Tembung aran gawe barang tanpa nyawa adalah kata benda yang
digunakan untuk sesuatu yang tidak bernyawa, yaitu:

1) Nama lembaga: DPR, MPR, KPK, KPU, MK, dan lain-lain.

4
2) Nama daerah: Surabaya, Mojokerto, Madiun, Flores,
Papua,Kalimantan, dan sebagainya.
3) Nama ukuran: liter, gram, kilo, dan sejenisnya.

e. Tembung Aran Gawe Barang Kang Bisa Dietung


Tembung aran gawe barang kang bisa dietung, yaitu kata yang
menunjukkan bahwa benda itu bisa dihitung jumlahnya. Contoh:
Desa, kota, desa, meja, kursi, buku, pensil, setip, garis, kantor,
sekolah air, kedelai, kacang tanah, dan sebagainya.
Tembung aran yang menjelaskan nama barang yaitu manggis,
bocah, dan sebagainya. Tembung aran yang dianggap barang yaitu
kata kapinteran, kalurahan, dan sebagainya. Tembung aran bisa
ditandai dengan tambahan kata dudu (bukan) atau ana (ada) di
depan tembung aran. Perhatikan contoh berikut.

Manggis = dudu/ ana manggis

Bocah = dudu / ana bocah

Tembung aran tersebut, bisa ditandai jika di belakang katanya


diberi kata sing. Seperti contoh berikut.

Manggis = manggis sing larang

Bocah = bocah sing ayu

Tembung aran tidak bisa disambung dengan kata ora. Seperti


contoh berikut.8

Manggis = ora manggis sing larang

Bocah = ora bocah sing ayu

2. Tembung Kriya atau Kata Kerja


Kata kerja (verba, kriya) adalah kata yang menerangkan suatu
pekerjaan atau aktivitas. Biasanya kata kerja menduduki fungsi wasesa

8
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h. 80.

5
(predikat) dalam struktur kalimat (Padmosoekotjo, 1956:45). Secara
umum, kata kerja bersifat aktif (tanduk/berciri nasal) dan pasif
(tanggap/berciri penambahan prefiks pronomina persona/tripurusa).
Tembung kriya bisa dibagi menjadi dua yaitu tembung kriya tanduk dan
tanggap. Berikut pembahasannya.
a. Tembung Kriya Tanduk
Tembung kriya tanduk (kata kerja aktif) yaitu tembung kriya yang
jejer (subjek) menjadi pelaku (Sasangka, 2008:119). Tembung
kriya tanduk diberi imbuhan ater-ater anuswara (N) yaitu m-, n-,
ng- dan ny-. Tembung kriya tanduk dibagi menjadi dua yaitu kriya
tanduk mawa lesan dan tanpa lesan. Tembung kriya tanduk mawa
lesan (kata kerja transitif) yaitu tembung kriya yang membutuhkan
kata lain dibelakang atau lesan (objek). Sasangka (2008:120)
mengatakan ciri-ciri tembung kriya tanduk mawa lesan yaitu
tembung kriya yang menggunakakan ater-ater anuswara (m-, n-,
ng-, dan ny-), ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) dan
panambang -i atau panambang – ake. Contoh kata kerja yang
menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) yaitu
mangan, nulis, ngarang, ngaji dan sebagainya. Contoh kata kerja
yang menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) dan
panambang -i atau panambang –ake yaitu mbalangi, nunggoni,
ngajeni, nyurungi, dan sebagainya. Tembung kriya tanduk tanpa
lesan (kata kerja intransitif) yaitu tembung kriya yang tidak
membutuhkan kata lain dibelakang atau lesan (objek). Sasangka
(2008:121) mengatakan ciri-ciri tembung kriya tanduk mawa lesan
yaitu tembung kriya yang menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-
, ng-, dan ny- ), maN- dan mer-. Contoh kata kerja tersebut, yaitu
mbledhos, nangis, ngetan, nyamar dan sebagainya.
b. Tembung Kriya Tanggap
Tembung kriya tanggap (kata kerja pasif) yaitu tembung kriya yang
jejer (subjek) menjadi sasaran (penderita) (Sasangka, 2008:121).
Tembung kriya tanggap diimbuhi ater-ater di-, ka-, ke-, seselan –

6
in-, dan klitik dak- dan ko-. Perhatikan contoh berikut; Disapu,
kasapu (disapu), Kesapu (tersapu), Tinulis, Dakgawa, Kogawa.9
3. Tembung kahanan atau Kata Sifat
Kata sifat adalah kata yang dapat menyatakan keadaan atau watak
suatu benda atau benda serta memberikan keterangan tentang sifat atau
keadaan suatu kata benda. Bisa juga diartikan Tembung kahanan (kata
sifat) yaitu kata yang menjelaskan sifat atau watak suatu barang
(Sasangka, 2008:122). Contoh tembung kahanan yaitu tembung pinter,
sugih dan sebagainya. Tembung kahanan ditandai dengan kata luwih,
rada, paling dan banget.
Karakteristik tembung Kahanan, yaitu;, dapat dibentuk dengan
akhiran -/-en yang mempunyai arti berlebih-lebihan, dan dapat dibentuk
a. vokal tinggi di akhir dari kata, b. diftongisasi pada bagian depan atau
akhir kata, c. di atas vokal pada akhir kata dan diftongisasi pada kata
depan yang mempunyai arti keagungan, dapat dibentuk dengan unda
usuk yaitu dapat membentuk kata agak, lebih, paling, dan sangat,
kemudian maksud semantiknya adalah kondisi kata tersebut dapat
dibedakan berdasarkan kategori makna semantiknya.
Jenis dari tembung kahanan, yaitu; tembung kahanan berupa lingga,
dan tembung kahanan berupa andahan. Kondisi kata yang berbentuk
kata terbagi menjadi 6, yaitu 1) ke-/-an, 2) ke-/-en, 3) dwi lingga, 4) dwi
lingga salin suara 5) dwi lingga parsiallan 6) pengubah. 10
Salah satu contoh tembung kahanan atau kata sifat dalam bahasa
Jawa adalah "ayu" yang berarti "cantik". Tembung "ayu" dapat
digunakan untuk mendeksripsikan kecantikan manusia atau keindahan
benda. Contoh dari kalimat yang mengandung tembung kahanan, yaitu;
Adikku nesu amarga mobil-mobilane rusak (Adikku marah karena
mobil-mobilannya rusak.)

9
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h. 81-
82.
10
Pendidikan Bahasa Daerah, “No Title,” no. 1 (1986): 1–13.

7
4. Tembung Katrangan atau Kata Keterangan

Tembung katrangan (kata keterangan) yaitu kata yang memberi


keterangan pada kata lain, selain kata benda. Tembung katrangan
kebalikan dari tembung kahanan, jika tembung kahanan menjelaskan
tembung aran, sedangkan tembung katrangan menjelaskan kata selain
tembung aran atau kata yang memberi keterangan pada kata kerja,
keadaan, bilangan, dan menjelaskan kata keterangan juga. tembung
katrangan adalah sebuh jenis kata yang berfungsi untuk menerangkan
kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Dengan kata lain, tembung
katrangan disebut juga dengan kata keterangan. Untuk mengetahui
secara jelas tentang ciri-ciri kata keterangan (tembung katrangan) dapat
dilihat pada contoh kata keterangan yang memberi keterangan pada
verba, adjektiva, nomina predikatif, dan kalimat di bawah ini.

a. Kata keterangan yang memberi keterangan pada verba/kata kerja.


Misalnya, Dheweke kepengin ndang mulih ‘Dia ingin segera
pulang’. Kata ndang adalah adverbia yang menerangkan verba/kata
kerja mulih.
b. Kata keterangan yang memberi keterangan pada adjektiva/kata
sifat. Misalnya, Wonge rada dhuwur ‘orangnya agak tinggi’. Kata
rada merupakan kata keterangan yang menerangkan kata sifat
dhuwur.
c. Kata keterangan yang memberi keterangan pada nomina predi-
katif atau nomina yang menempati P (Predikatif). Misalnya Bojone
mung pegawe rendhahan ‘Suaminya hanya pegawai rendahan’.
Kata mung merupakan kata keterangan yang menerangkan nomi-
na predikatif pegawe rendhahan yang mengisi atau menempati
fungsi predikat.
d. Kata keterangan yang memberi keterangan pada kalimat. Misal-
nya Apike kandhanana adhimu kuwi ‘Sebaiknya adikmu engkau
beritahu’. Kata apike adalah adverbia yang menerangkan kalimat
perintah atau saran kandhanana adhimu kuwi.

8
Menurut Sasangka (1989 : 88) kata keterangan/tembung katrangan
juga menerangkan kata bilangan/tembung wilangan dan kata kete-
rangan/tembung katrangan. Jadi, selain empat ciri keterangan yang
disebutkan di atas masih ada dua lagi ciri kata keterangan sebagai
berikut.

1) Kata keterangan yang memberi keterangan pada kata bilangan.


Contoh Parine Lik Sastra kari rong bagor ‘Padi Paman Sastra
tinggal dua karung’. Kata kari adalah kata keterangan yang
memberi ke- terangan pada kata bilangan rong bagor.
2) Kata keterangan yang memberi keterangan pada kata kata kete-
rangan. Kata keterangan yang memberi keterangan pada kata ke-
terangan sebenarnya merupakan kata keterangan yang dicambor
yaitu penggabungan dua kata keterangan yang menimbulkan arti
baru. Contoh: Adhiku durung tau dolanan sepur-sepuran ‘Adikku
belum pernah main kereta api-kereta apian’. Kata durung tau
merupakan kata keterangan yang dicambor yaitu berasal dari kata
keterangan durung dan tau.11

5. Tembung Sesulih atau Kata Ganti

Kata ganti atau pronomina (tembung sesulih) yaitu kata yang


menggantikan kedudukan orang, barang, tempat, waktu seperti terlihat
pada contoh berikut. Kata /e/ pada kata omahe ‘rumahnya merupakan
pronomina benda karena kata /e/menyatakan milik, kata Kaya ngapa
‘seperti apa’ dan kata kepriwe ‘bagaimana’ menyatakan pronomina
introgatif dan kata /ne/ pada kata janjine merupakan kata ganti atau
pronimina yang menggantikan varian pronomina persona ia/dia. 12

11
Mulyana, “Morfologi Bahasa Jawa (Bentuk Dan Struktur Bahasa Jawa).”
12
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”, Caraka:
Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, hlm. 84-96.

9
Tembung sesulih dibagi menjadi empat yaitu sesulih purusa, pandarbe,
panuduh, dan pitakon.

a. Sesulih Purusa Tembung sesulih purusa (kata ganti orang) yaitu kata
yang digunakan untuk menggantikan orang. Tembung sesulih
purusa dibagi menjadi tiga yaitu utama purusa, madyama purusa dan
pratama purusa. Utama purusa yaitu kata ganti orang pertama. Kata
tersebut, yaitu aku, kula, kawula, ingsung, abdi, dan dalem.
Madyama purusa yaitu kata ganti orang kedua. Kata tersebut, yaitu
kowe, sampeyan, panjenengan, dan sira. Pratama purusa yaitu kata
ganti orang ketiga. Kata tersebut, yaitu dheweke, dheke,
piyambakane, dan panjenengane.
b. Sesulih Pandarbe Tembung sesulih panderbe (kata ganti
milik/empunya) yaitu kata yang digunakan untuk menggantikan
milik. Tembung sesulih pandarbe dibagi menjadi dua, yaitu proklitik
dan enklitik. Proklitik yaitu tembung sesulih pandarbe yang terletak
di awal kata. Bentuk proklitik yaitu dak-/tak- dan ko-. Contoh
proklitik, kata ‘daktuku’ dari kata dak- (tembung sesulih pandarbe)
dan tuku (tembung kriya). Enklitik yaitu tembung sesulih pandarbe
yang terletak di akhir kata. Bentuk enklitik yaitu –ku, dan –mu.
Contoh enklitik, kata ‘tasku’ dari kata ‘tas’ (tembung aran) dan –ku
(tembung sesulih pandarbe).
c. Sesulih Panuduh Tembung sesulih panuduh (kata ganti penunjuk)
yaitu kata yang menunjukan tempat abarang atau suatu bab
(Sasangka, 2008:134). Tembung sesulih panuduh dibagi menjadi
tiga yaitu panuduh lumrah, papan dan sawijining bab. Tembung
sesulih panuduh lumrah yaitu iki, iku, kae, niki, niku, dan punika.
Tembung panuduh papan yaitu kene, kono, kana, ngriki, ngriku dan
ngrika. Tembung panuduh sawijining bab yaitu ngene, ngono, ngana
dan ngoten.
d. Sesulih Pitakon Sesulih pitakon (kata ganti penanya) yaitu kata yang
digunakanuntuk bertanya. Kata tersebut, yaitu apa, sapa, kapan,
endi, ngapa, pira dan kepriye. Kata ‘apa’ tersebut, digunakan untuk

10
menanyakan jenis suatu barang. Kata ‘sapa’ digunakan untuk
menanyakan nama orang. Kata ’kapan’ digunakan untuk
menanyakan wektu terjadinya kegiatan. Kata ‘endi’ digunakan untuk
menanyakan tempat terjadinya kegiatan. Kata ‘ngapa’ dan ‘kepriye’
digunakan untuk menanyakan asal muasal suatu kegiatan. Kata
‘pira’ digunakan untuk menanyakan jumlah sesuatu.13

6. Tembung Wilangan atau Kata Bilangan

Tembung Wilangan Tembung wilangan (kata bilangan) yaitu kata


yang menjelaskan jumlah suatu barang (Sasangka, 2008:`39). Kata
bilangan atau numeralia (tembung wilangan) yaitu kata yang
menjelaskan bilangan, kata bilangan tampak pada contoh: pitik blorok,
manak siji ‘ayam blorok beranak satu’ kata siji ‘satu’ merupakan kata
bilangan karena menyatakan suatu jumlah, menunjukan urutan suatu
benda. 14 Kata bilangan (numeralia, wilangan) yaitu kata berarti jumlah
atau bilangan. Beberapa contoh menunjukkan bahwa jenis kata
bilangan dapat dibagi menjadi dua macam: yang pertama berarti
jumlah/angka, dan yang kedua berarti urutan/tingkatan. Yang berarti
jumlah, contohnya: siji, loro, telu, dst. Sementara yang bermakna
urutan/tingkatan adalah: pisan, pindho, rong ‘dua kali’, kaping telu, dan
seterusnya. 15 Jenis tembung wilangan ada tiga, yaitu wilangan babon,
susun dan pecahan. Pembahasannya sebagai berikut.

a. Tembung Wilangan Babon Tembung wilangan babon yaitu tembung


wilangan utuh (numeralia pokok). Tembung wilangan babon dibagi
menjadi dua, yaitu wilangan kumpulan dan sadhengah (Sasangka,
2008:139). Kata yang termasuk wilangan kumpulan yaitu siji nganti
sepuluh, lalu kata las-lasan, kur-kuran, dasan, atusan, ewon dan

13
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
84-87.
14
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”,
Caraka: Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, hlm. 94.
15
Mulyana, “Morfologi Bahasa Jawa (Bentuk Dan Struktur Bahasa Jawa).”

11
yutan. Kata yang termasuk dalam sadhengah yaitu kata yang belum
diketahui jumlah pastinya. Contoh kata kabeh, akeh, sethithik,
sacuwil, saipit, dan sebagainya.
b. Tembung Wilangan Susun Tembung wilangan susun yaitu tembung
wilangan yang memiliki tingkatan. Kata tersebut, digunakan untuk
mengetahui suatu urutan. Contohnya, kata kapisan, kapindho,
katelu, kaping siji, kaping loro dan sebagainya.
c. Tembung pecahan yaitu kata yang jumlahnya tidak sampai satu.
Contohnya, kata setengah, saprotelon, seprapat, dan sebagainya. 16

7. Tembung penyambung atau Kata Sambung

Tembung panyambung (kata sambung) yaitu kata yang digunakan


untuk menyambung kata satu dengan kata lainnya menajdi frasa atau
kalimat. Tembung panyambung dibagi menjadi dua, yaitu tembung
panyambung wujud lingga dan andhahan.

Tembung panyambung wujud lingga yaitu kata lan, saha, tuwin,


utawa, amarga, nadyan, dan sebagainya. Tembung panyambung wujud
andhahan yaitu kata luwih- luwih, apa maneh (Purwadi, 2012:221).
Ciri-ciri tembung panyambung yaitu ada di tengah-tengah kalimat atau
sebelah kiri dan kanan ada kata lain. Jika sebelah kiri tembung
panyambung adalah tembung aran, maka sebelah kananya juga
tembung aran. Demikian dengan kata-kata yang lain. Perhatikan contoh
berikut.

a. Rudi lan Tono sinau basa Jawa


b. Aku utowo kowe kudu isa rangking siji
c. Susah serta sening dilakoni kanthi lillah

8. Tembung ancer-ancer

16
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
87-88.

12
Tembung ancer-ancer (kata depan) yaitu kata yang gunanya untuk
ngancer-nanceri tembung aran/ sesulih/ kahanan (Sasangka, 2008:147).
Ciri-ciri tembung ancer- ancer ada disebelah kiri tembung aran/
sesulih/kahanan dan menunjukan tempat, tujuan dan cara. Tembung
ancer- ancere seperti kata amrih, dening, supaya, saka, karo, marang,
kanthi dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.

a. Mbak nana lunga menyang Pati


b. Akeh maca buku amrih pinter

9. Tembung penyilah

Tembung panyilah (kata sandang) yaitu kata yang digunakan untuk


memberi sandang/pangkat kepada barang atau sesuatu (Sasangka,
2008:148). Tembung panyilah terletak pada sebelah kiri tembung aran.
Kata yang termasuk dalam tembung panyilah seperti Si, Sri, Sang, dan
Para. Perhatikan contoh berikut

a. Sri Sultan manggon ing propinsi Yogyakarta


b. Sang prabu kawentar wicaksana

10. Tembung penyeru

Tembung panyeru (kata seru) yaitu kata yang digunakan untuk


menggambarkan isi hati. Tembung panyeru seperti kata 'hore', 'wah',
'tho', dan sebagainya. 17 Perhatikan contoh berikut.

a. Hore, aku oleh jajan saka bapak


b. Wah, yen ngene terus aku bakal rugi

17
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
88-90

13
BAB II

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Widya tembung adalah ilmu yang mempelajari tentang tembung (kata).
Tembung (kata) yaitu rangkaian suara yang keluar dari mulur tanpa
memiliki arti, bukan dinamakan kata. Dalam makalah ini, tembung dibagi
menjadi dua pokok bahasan, berdasarkan bentuk dan jenisnya.
Berdasarkan bentuk, tembung terbagi menjadi empat yaitu tembung lingga
(dasar) dan andhahan (turunan), tembung rangkep (ulang), dan tembung
camboran (majemuk). Tembung andhahan (kata turunan) terbentuk dari
proses imbuhan. Imbuhan tersebut, ada yang berupa ater-ater (awalan),
seselan (sisipan), panambang (akhiran) dan gabungan. Berdasarkan
jenisnya, tembung terbagi menjadi sepuluh, yaitu tembung aran (benda),
kriya (kerja), panyilah (sandang), kahanan (sifat), ancer-ancer (depan),
sesulih (ganti), katrangan (katerangan), wilangan (bilangan), panyambung
(sambung), dan panyeru (seru).
B. SARAN
Demikian modul ini kami susun, semoga modul ini dapat menjadi
manfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa dalam penulisan
modul ini masih banyak sekali kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu
kami meminta kritik dan saran yang membangun kepada para pembaca,
karena kritik yang menbangun dapat menyempurnakan modul ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. (2014). Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi Bahasa Jawa dalam


Cerbung Getih Sri Panggung karya Kukuh S. Wibowo pada Majalah
Panjebar Semangat Edisi 12 Bulan Maret Sampai Edisi 26 Bulan
Juni Tahun 2013. ADITYA-Pendidikan Bahasa dan Sastra
Jawa, 5(3), 8-14.
Daerah, Pendidikan Bahasa. “No Title,” no. 1 (1986): 1–13.
Damariswara, R. (2020). Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa
PGSD dan Guru SD: Rian Damariswara. Surya Pustaka Ilmu.
Jati, P. A., Sulanjari, B., & Werdiningsih, Y. K. (2023). Diksi dan gaya
bahasa janturan wayang kulit purwa lakon Parta Krama oleh dalang
Ki Anom Suroto: kajian stilistika. JISABDA: Jurnal Ilmiah Sastra
dan Bahasa Daerah, Serta Pengajarannya, 5(1), 42-53.
Kulsum, U. (2015). DWIPURWA DAN POTENSINYA DALAM
BAHASA INDONESIA (Dwipurwa and Its Potentiality in
Indonesian Language). SAWERIGADING, 21(3), 391-403.
Mulyana. “Morfologi Bahasa Jawa (Bentuk Dan Struktur Bahasa Jawa).”
Kanwa Publisher, 2011, 138.
Nisa, R. K., & Nusarini, N. (2016). PENGGUNAAN KATA BAHASA
JAWA DALAM PARIKAN YANG TERDAPAT PADA PENTAS
WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP. Caraka: Jurnal
Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, 2(2), 84-96.
Putri, R. A. (2017). Analisis Kontrastif Reduplikasi Bahasa Jawa dengan
Bahasa Indonesia. Arkhais-Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra
Indonesia, 8(2), 126-135.
Utami, T. P., & Sukirno, S. (2022). Distribusi Fonem Bahasa Jawa
Kebumen dalam Video Kompilasi Bocah Ngapak Ya?. Metafora:
Jurnal Pembelajaran Bahasa Dan Sastra, 9(1), 71-79.

15

Anda mungkin juga menyukai