WIDYA TEMBUNG
Bahasa Daerah
Dosen Pengampu :
Erika Puspitasari, M. Pd
FAKULTAS TARBIYAH
2023/2024
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PEMBAHASAN
1
Testi Prasetia, U., Sukirno, “Distribusi Fonem Bahasa Jawa Kebumen dalam Video Kompilasi
Bocah Ngapak ya?”, Metafora: Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Satra, Vol. 9 (April, 2022), hlm.
72.
2
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD,
(Karanganyar: Surya Pustaka Ilmu, 2020), h. 71.
1
2. Tembung Andhahan (kata turunan)
Tembung andhahan (kata turunan) adalah kata yang telah berubah
dari kata dasarnya karena telah mendapat imbuhan. Perubahan kata
tesebut dengan menambahkan imbuhan pada awal (ater-ater), akhir
(panambang), atau tengah kata (seselan).3
Contoh ater-ater : macul, dijupuk, nyambel, nguli, dll.
Contoh panambang : parani, jiwiti, ngaliha, dll.
Contoh seselan : tumindak, kelelep, dll.
3. Tembung Rangkep (kata ulang)
Tembung rangkep (kata ulang) adalah proses pembentukan kata
dengan mengulang bentuk dasar baik secara utuh maupun sebagian.
Macam-macam tembung rangkep :
a. Tembung rangkep dwilinga (kata ulang utuh)
Tembung rangkep dwilinga (kata ulang utuh) adalah tembung
rangkep yang diulang pada bagian kata dasar. Contoh : ibu-ibu,
bapak-bapak, bocah-bocah, dll. 4
b. Tembung rangkep dwipurwa
Tembung rangkep dwipurwa adalah tembung rangkep yang
pegulangan suku kata pada bagian depan / suku kata pertama dan
dapat juga dtambahi akhiran.
Contoh : jejamu, leluhur, jejupuk, dll.
c. Tembung rangkep dwilingga salin suara (berubah bunyi)
Tembung rangkep dwilingga salin suara (berubah bunyi)
adalah tembung rangkep yang tembung lingganya diualang seacar
keseluruhan namun ada huruf vokal yang diganti. Contoh : mloya-
mlayu, bola-bali, mloka-mlaku, dll. 5
d. Tembung rangkep dwiwasana
3
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”, Caraka:
Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, Vol. 2 (2016), hlm. 90.
4
Purbo, A. J.,Bambang, S., & Yuli, K. W. “Diksi dan gaya bahasa janturan wayang kulit purwa
lakon Parta Krama oleh dalang Ki Anom Suroto: kajian stilistika”, JISABDA: Jurnal Ilmiah Sastra
dan Bahasa Daerah, Serta Pengajarannya, Vol. 5 (Desember, 2023), hlm 45.
5
Ria, A. P., “Analisis Kontrastif Reduplikasi Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia”, Arkhais-
Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra Indonesia, Vol. 8 (Desember,2017), hlm. 127-128.
2
Tembung rangkep dwiwasana adalah tembung rangkep yang
pengulangan katanya pada bagian akhir. Contoh :
cengenges,cekikik, cekakak, dll. 6
4. Tembung Camboran (kata majemuk)
Tembung camboran (kata majemuk) adalah penggabungan dua kata
yang menimbulkan suatu kata baru. Dalam bahasa Jawa pemajemukan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tembung camboran wutuh
tembung camboran wutuh adalah kata majemuk yang dibentuk dari
bentuk dasar yang masih utuh
Contoh : uwong ala, uwong apik, juru kunci, dll.
b. Tembung camboran tugel
tembung camboran tugel adalah kata majemuk yang dibentuk dari
kata dasar yang disingkat.
Contoh : pakdhe (bapak + gedhe), bangjo (abang + ijo), bulik (ibu +
cilik), kosik (mengko + disik), dll. 7
C. Jenis-Jenis Widya Tembung
Jenis tembung bahasa Jawa dibagi menjadi sepuluh yaitu tembung aran,
kriya, kahanan, katrangan, sesulih, wilangan, panggandheng, ancer-ancer,
panyilah dan panyeru (Sasangka, 2008:115). Sepuluh jenis tembung
tersebut, diurakan sebagai berikut.
1. Tembung Aran
Tembung aran (kata benda) yaitu kata yang menjelaskan nama
barang atau yang dianggap barang (Sasangka, 2008:115). Bisa juga
diartikan tembung aran adalah jenis tembung yang menerangkan
seluruh barang yang ada wujudnya atau tidak ada wujudnya. Dengan
kata lain, tembung aran sama dengan kata benda. Dalam tatanan
kalimat, tembung aran yakni tembung yang dapat menjadi jejer (subjek)
6
Umi, K., “DWIPURWA DAN POTENSINYA DALAM BAHASA INDONESIA (Dwipurwa and
Its Potentiality in Indonesian Language)”. SAWERIGADING, Vol. 21 (Desember, 2015), hlm. 394.
7
Nur, A., “Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi Bahasa Jawa dalam Cerbung Getih Sri Panggung
karya Kukuh S. Wibowo pada Majalah Panjebar Semangat Edisi 12 Bulan Maret Sampai Edisi 26
Bulan Juni Tahun 2013”, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Vol. 5 (Agustus, 2014), hlm. 9-10.
3
dan lesan (obyek). Artinya, tembung aran termasuk ke dalam jenis
tembung yang dapat berdiri sendiri dalam sebuah kalimat tanpa
bergantung pada jenis tembung lain. Berikut merupakan jenis dari
tembung aran.
a. Tembung Aran Kang Wujud
Tembung aran kang wujud yaitu kata benda yang wujudnya bisa
dilihat oleh mata. Contohnya: meja, kursi, gunung, lintang, lemah,
kali, pot, buku, papan tulis, duit, omah, dan lainnya.
b. Tembung Aran Kang Ora Ono Wujude
Tembung aran kang ora ono wujude, yaitu kata benda yang
wujudnya tidak bisa dilihat oleh mata. Contoh: ilmu, kecerdikan,
ketekunan, kebaikan, cinta, dan sebagainya.
c. Tembung Aran Saka Barang Kang Nduweni Nyawa
Jenis kata ini dalam bahasa Indonesia termasuk ke dalam kata
benda persona, yaitu:
4
2) Nama daerah: Surabaya, Mojokerto, Madiun, Flores,
Papua,Kalimantan, dan sebagainya.
3) Nama ukuran: liter, gram, kilo, dan sejenisnya.
8
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h. 80.
5
(predikat) dalam struktur kalimat (Padmosoekotjo, 1956:45). Secara
umum, kata kerja bersifat aktif (tanduk/berciri nasal) dan pasif
(tanggap/berciri penambahan prefiks pronomina persona/tripurusa).
Tembung kriya bisa dibagi menjadi dua yaitu tembung kriya tanduk dan
tanggap. Berikut pembahasannya.
a. Tembung Kriya Tanduk
Tembung kriya tanduk (kata kerja aktif) yaitu tembung kriya yang
jejer (subjek) menjadi pelaku (Sasangka, 2008:119). Tembung
kriya tanduk diberi imbuhan ater-ater anuswara (N) yaitu m-, n-,
ng- dan ny-. Tembung kriya tanduk dibagi menjadi dua yaitu kriya
tanduk mawa lesan dan tanpa lesan. Tembung kriya tanduk mawa
lesan (kata kerja transitif) yaitu tembung kriya yang membutuhkan
kata lain dibelakang atau lesan (objek). Sasangka (2008:120)
mengatakan ciri-ciri tembung kriya tanduk mawa lesan yaitu
tembung kriya yang menggunakakan ater-ater anuswara (m-, n-,
ng-, dan ny-), ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) dan
panambang -i atau panambang – ake. Contoh kata kerja yang
menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) yaitu
mangan, nulis, ngarang, ngaji dan sebagainya. Contoh kata kerja
yang menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-, ng-, dan ny-) dan
panambang -i atau panambang –ake yaitu mbalangi, nunggoni,
ngajeni, nyurungi, dan sebagainya. Tembung kriya tanduk tanpa
lesan (kata kerja intransitif) yaitu tembung kriya yang tidak
membutuhkan kata lain dibelakang atau lesan (objek). Sasangka
(2008:121) mengatakan ciri-ciri tembung kriya tanduk mawa lesan
yaitu tembung kriya yang menggunakan ater-ater anuswara (m-, n-
, ng-, dan ny- ), maN- dan mer-. Contoh kata kerja tersebut, yaitu
mbledhos, nangis, ngetan, nyamar dan sebagainya.
b. Tembung Kriya Tanggap
Tembung kriya tanggap (kata kerja pasif) yaitu tembung kriya yang
jejer (subjek) menjadi sasaran (penderita) (Sasangka, 2008:121).
Tembung kriya tanggap diimbuhi ater-ater di-, ka-, ke-, seselan –
6
in-, dan klitik dak- dan ko-. Perhatikan contoh berikut; Disapu,
kasapu (disapu), Kesapu (tersapu), Tinulis, Dakgawa, Kogawa.9
3. Tembung kahanan atau Kata Sifat
Kata sifat adalah kata yang dapat menyatakan keadaan atau watak
suatu benda atau benda serta memberikan keterangan tentang sifat atau
keadaan suatu kata benda. Bisa juga diartikan Tembung kahanan (kata
sifat) yaitu kata yang menjelaskan sifat atau watak suatu barang
(Sasangka, 2008:122). Contoh tembung kahanan yaitu tembung pinter,
sugih dan sebagainya. Tembung kahanan ditandai dengan kata luwih,
rada, paling dan banget.
Karakteristik tembung Kahanan, yaitu;, dapat dibentuk dengan
akhiran -/-en yang mempunyai arti berlebih-lebihan, dan dapat dibentuk
a. vokal tinggi di akhir dari kata, b. diftongisasi pada bagian depan atau
akhir kata, c. di atas vokal pada akhir kata dan diftongisasi pada kata
depan yang mempunyai arti keagungan, dapat dibentuk dengan unda
usuk yaitu dapat membentuk kata agak, lebih, paling, dan sangat,
kemudian maksud semantiknya adalah kondisi kata tersebut dapat
dibedakan berdasarkan kategori makna semantiknya.
Jenis dari tembung kahanan, yaitu; tembung kahanan berupa lingga,
dan tembung kahanan berupa andahan. Kondisi kata yang berbentuk
kata terbagi menjadi 6, yaitu 1) ke-/-an, 2) ke-/-en, 3) dwi lingga, 4) dwi
lingga salin suara 5) dwi lingga parsiallan 6) pengubah. 10
Salah satu contoh tembung kahanan atau kata sifat dalam bahasa
Jawa adalah "ayu" yang berarti "cantik". Tembung "ayu" dapat
digunakan untuk mendeksripsikan kecantikan manusia atau keindahan
benda. Contoh dari kalimat yang mengandung tembung kahanan, yaitu;
Adikku nesu amarga mobil-mobilane rusak (Adikku marah karena
mobil-mobilannya rusak.)
9
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h. 81-
82.
10
Pendidikan Bahasa Daerah, “No Title,” no. 1 (1986): 1–13.
7
4. Tembung Katrangan atau Kata Keterangan
8
Menurut Sasangka (1989 : 88) kata keterangan/tembung katrangan
juga menerangkan kata bilangan/tembung wilangan dan kata kete-
rangan/tembung katrangan. Jadi, selain empat ciri keterangan yang
disebutkan di atas masih ada dua lagi ciri kata keterangan sebagai
berikut.
11
Mulyana, “Morfologi Bahasa Jawa (Bentuk Dan Struktur Bahasa Jawa).”
12
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”, Caraka:
Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, hlm. 84-96.
9
Tembung sesulih dibagi menjadi empat yaitu sesulih purusa, pandarbe,
panuduh, dan pitakon.
a. Sesulih Purusa Tembung sesulih purusa (kata ganti orang) yaitu kata
yang digunakan untuk menggantikan orang. Tembung sesulih
purusa dibagi menjadi tiga yaitu utama purusa, madyama purusa dan
pratama purusa. Utama purusa yaitu kata ganti orang pertama. Kata
tersebut, yaitu aku, kula, kawula, ingsung, abdi, dan dalem.
Madyama purusa yaitu kata ganti orang kedua. Kata tersebut, yaitu
kowe, sampeyan, panjenengan, dan sira. Pratama purusa yaitu kata
ganti orang ketiga. Kata tersebut, yaitu dheweke, dheke,
piyambakane, dan panjenengane.
b. Sesulih Pandarbe Tembung sesulih panderbe (kata ganti
milik/empunya) yaitu kata yang digunakan untuk menggantikan
milik. Tembung sesulih pandarbe dibagi menjadi dua, yaitu proklitik
dan enklitik. Proklitik yaitu tembung sesulih pandarbe yang terletak
di awal kata. Bentuk proklitik yaitu dak-/tak- dan ko-. Contoh
proklitik, kata ‘daktuku’ dari kata dak- (tembung sesulih pandarbe)
dan tuku (tembung kriya). Enklitik yaitu tembung sesulih pandarbe
yang terletak di akhir kata. Bentuk enklitik yaitu –ku, dan –mu.
Contoh enklitik, kata ‘tasku’ dari kata ‘tas’ (tembung aran) dan –ku
(tembung sesulih pandarbe).
c. Sesulih Panuduh Tembung sesulih panuduh (kata ganti penunjuk)
yaitu kata yang menunjukan tempat abarang atau suatu bab
(Sasangka, 2008:134). Tembung sesulih panuduh dibagi menjadi
tiga yaitu panuduh lumrah, papan dan sawijining bab. Tembung
sesulih panuduh lumrah yaitu iki, iku, kae, niki, niku, dan punika.
Tembung panuduh papan yaitu kene, kono, kana, ngriki, ngriku dan
ngrika. Tembung panuduh sawijining bab yaitu ngene, ngono, ngana
dan ngoten.
d. Sesulih Pitakon Sesulih pitakon (kata ganti penanya) yaitu kata yang
digunakanuntuk bertanya. Kata tersebut, yaitu apa, sapa, kapan,
endi, ngapa, pira dan kepriye. Kata ‘apa’ tersebut, digunakan untuk
10
menanyakan jenis suatu barang. Kata ‘sapa’ digunakan untuk
menanyakan nama orang. Kata ’kapan’ digunakan untuk
menanyakan wektu terjadinya kegiatan. Kata ‘endi’ digunakan untuk
menanyakan tempat terjadinya kegiatan. Kata ‘ngapa’ dan ‘kepriye’
digunakan untuk menanyakan asal muasal suatu kegiatan. Kata
‘pira’ digunakan untuk menanyakan jumlah sesuatu.13
13
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
84-87.
14
Ratna Khoirun, N., Nusarini, “PENGGUNAAN KATA BAHASA JAWA DALAM PARIKAN
YANG TERDAPAT PADA PENTAS WAYANG KULIT DI KABUPATEN CILACAP”,
Caraka: Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya, hlm. 94.
15
Mulyana, “Morfologi Bahasa Jawa (Bentuk Dan Struktur Bahasa Jawa).”
11
yutan. Kata yang termasuk dalam sadhengah yaitu kata yang belum
diketahui jumlah pastinya. Contoh kata kabeh, akeh, sethithik,
sacuwil, saipit, dan sebagainya.
b. Tembung Wilangan Susun Tembung wilangan susun yaitu tembung
wilangan yang memiliki tingkatan. Kata tersebut, digunakan untuk
mengetahui suatu urutan. Contohnya, kata kapisan, kapindho,
katelu, kaping siji, kaping loro dan sebagainya.
c. Tembung pecahan yaitu kata yang jumlahnya tidak sampai satu.
Contohnya, kata setengah, saprotelon, seprapat, dan sebagainya. 16
8. Tembung ancer-ancer
16
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
87-88.
12
Tembung ancer-ancer (kata depan) yaitu kata yang gunanya untuk
ngancer-nanceri tembung aran/ sesulih/ kahanan (Sasangka, 2008:147).
Ciri-ciri tembung ancer- ancer ada disebelah kiri tembung aran/
sesulih/kahanan dan menunjukan tempat, tujuan dan cara. Tembung
ancer- ancere seperti kata amrih, dening, supaya, saka, karo, marang,
kanthi dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.
9. Tembung penyilah
17
Rian Damariswara, Belajar Bahasa Daerah Jawa Untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD, h.
88-90
13
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Widya tembung adalah ilmu yang mempelajari tentang tembung (kata).
Tembung (kata) yaitu rangkaian suara yang keluar dari mulur tanpa
memiliki arti, bukan dinamakan kata. Dalam makalah ini, tembung dibagi
menjadi dua pokok bahasan, berdasarkan bentuk dan jenisnya.
Berdasarkan bentuk, tembung terbagi menjadi empat yaitu tembung lingga
(dasar) dan andhahan (turunan), tembung rangkep (ulang), dan tembung
camboran (majemuk). Tembung andhahan (kata turunan) terbentuk dari
proses imbuhan. Imbuhan tersebut, ada yang berupa ater-ater (awalan),
seselan (sisipan), panambang (akhiran) dan gabungan. Berdasarkan
jenisnya, tembung terbagi menjadi sepuluh, yaitu tembung aran (benda),
kriya (kerja), panyilah (sandang), kahanan (sifat), ancer-ancer (depan),
sesulih (ganti), katrangan (katerangan), wilangan (bilangan), panyambung
(sambung), dan panyeru (seru).
B. SARAN
Demikian modul ini kami susun, semoga modul ini dapat menjadi
manfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa dalam penulisan
modul ini masih banyak sekali kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu
kami meminta kritik dan saran yang membangun kepada para pembaca,
karena kritik yang menbangun dapat menyempurnakan modul ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
15