Anda di halaman 1dari 9

Tembung Camboran

Tembung camboran yaiku tembung loro kang digandeng dadi siji

a. Camboran Wutuh

b. Camboran tugel

c. Camboran tunggal

d. Camboran wudhar

Daftar Isi

 Pengertian Tembung Camboran


 Jenis-Jenis Tembung Camboran dan Contohnya
o 1. Tembung Camboran Wutuh (Utuh)
o 2. Tembung Camboran Tugel
o 3. Tembung Camboran Tunggal
o 4. Tembung Camboran Wudhar
 Memahami Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)
o Jenis-Jenis Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)
 1) Dwilingga
 2) Dwipurwa
 c) Dwiwasana
 Memahami Afiksasi Dalam Bahasa Jawa
o a) Ater-Ater (Prefiks atau Awalan)
 Contoh Ater-Ater Anuswara
 Contoh Ater-Ater Swara Irung
o b) Seselan (Infiks)
o c) Panambang (Sufiks atau Akhiran)
o d) Imbuhan Bebarengan (Konfiks)
 Contoh Imbuhan Bebarengan

Pengertian Tembung Camboran


Jika dalam Bahasa Indonesia terdapat kata majemuk, maka Bahasa Jawa juga memiliki hal demikian yang
disebut dengan tembung camboran. Menurut Sasangka (2008), menyatakan bahwa tembung camboran atau kata
majemuk ini adalah tembung loro utawa luwih sing digandheng dadi siji lan tembung mau dadi tembung anyar
kang tegese uga melu anyar (dua kata atau lebih yang disambung menjadi satu dan kata tersebut nantinya
menjadi kata baru yang memiliki makna baru).

Yap, pemajemukan ini adalah proses pembentukan kata baru melalui penggabungan morfem dasar yang mana
merupakan hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang memiliki pola fonologis, gramatikal, dan semantik.
Proses pemajemukan juga dapat diartikan sebagai dua kata atau lebih yang menjadi satu secara erat dan
menimbulkan penggantian makna baru.

Tidak hanya itu saja, Setiyanto (2007) juga berpendapat bahwa tembung camboran ini adalah dua kata atau
lebih yang disambung menjadi satu. Nah, dalam tembung camboran tersebut terdiri atas tembung camboran
wutuh (utuh) dan tembung camboran tugel (patahan). Maksud dari tembung camboran wutuh adalah kata
majemuk yang mana dibentuk dari bentuk dasar yang memang masih utuh. Sementara tembung camboran tugel
adalah kata majemuk yang dibentuk dari bentuk dasar dan masih disingkat lagi.
Jenis-Jenis Tembung Camboran dan Contohnya
1. Tembung Camboran Wutuh (Utuh)

Perlu diketahui ya Grameds bahwa kata “wutuh” itu dalam Bahasa Indonesia berarti “utuh”. Nah, tembung
camboran wutuh adalah jenis tembung camboran yang berasal dari gabungan dua kata dan masing-masingnya
masih utuh, tanpa dikurangi maupun dipotong jumlah suku katanya. Contoh:

 Bala pecah: barang-barang yang mudah pecah


 Gotong mayit: keluarga yang memiliki tiga anak perempuan
 Juru kunci: seseorang yang merawat tempat tertentu atau makam
 Kacamata: alat bantu untuk melihat
 Kala menjing: jakun di leher laki-laki
 Maratuwa: mertua
 Semar mendem: nama makanan
 Parang rusak: jenis batik
 Gilir kacang: keluarga yang memiliki anak laki-laki dan perempuan secara bergiliran atau bergantian

Nah, tembung camboran wutuh ini juga dapat menjadi beberapa hal, yakni:

a) Rerangkep Determinatif

Contoh: meja tulis, pitik walik, buku gambar, omah gedhong, ketan ireng, dan lainnya.

b) Baliswara

Yakni satu kata atau lebih yang digabung menjadi satu, namun kata yang berketerangan ada di depan kata yang
diterangkan. Contoh: mahasiswa, Pancasila, dasa dharma, kusuma bangsa, perdana menteri

c) Tembung Saroja

Yakni dua kata yang hampir sama maknanya kemudian digabungkan menjadi satu. Contoh: andhap asor
(rendah hati), duga prayoga (sopan santun), sayuk rukun (hidup rukun).

d) Yogaswara

Yakni dua kata yang memiliki huruf vokal depan berupa “a” dan vokal belakang berupa “i”. Biasanya
yogaswara ini memiliki makna laki-laki dan perempuan. Contoh: mahasiswa-mahasiswi, dewa-dewi, widara-
widari, pemudha-pemudhi-, siswa-siswi, dan lainnya.

e) Tembung Kosok Balen (Antonim)

Contoh: gedhe cilik (besar kecil), amba ciut (luas sempit), adoh cedhak (jauh dekat), mangkat mulih (berangkat
pulang), dan lainnya.

f) Tembung Nunggal

Yakni dua kata yang beda makna, tetapi sering disebut bersamaan. Contoh: brambang bawang (bawang merah-
bawang putih), mrica pala (merica-pala), salam laos (daun salam-lengkuas), lombok uyah (cabai-garam).

2. Tembung Camboran Tugel

Perlu diketahui ya Grameds bahwa kata “tugel” dalam Bahasa Indonesia artinya adalah “potong” atau
“penggal”. Maka dari itu, jenis tembung camboran ini merupakan dua kata atau lebih yang digabung menjadi
satu, dengan mengurangi atau memenggal jumlah suku katanya. Contoh:

 Bangjo = Abang + Ijo (Merah hijau)


 Kosik = mengko + disik (nanti dulu)
 Pakdhe = bapak + gedhe (Kakak laki-laki dari ayah atau ibu)
 Dhekwur = endhek + duwur (pendek tinggi)
 Bulik = ibu + cilik (adik perempuan dari ayah atau ibu)
 Jiro = siji + loro (satu dua)

Nah, tembung camboran tugel ini juga dapat menjadi beberapa hal. yakni:

a) Tembung Garba

Yakni berasal dari dua kata yang terbentuk dari proses menyingkat supaya penyebutannya lebih mudah dan
ringkas. Contoh: parama + iswara = prameswari (kehidupan yang tenteram dan bahagia).

b) Kerata Basa

Yakni frasa yang dibentuk untuk mengartikan sebuah kata dengan menganggap kata itu sebagai sebuah
akronim. Contoh: lunglit = balung + kulit (tulang kulit, artinya orang itu sangat kurus)

3. Tembung Camboran Tunggal

Tembung camboran tunggal adalah kata yang digunakan sebagai kata ganti yang kemudian digabung menjadi
satu, tetapi antara kata satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena sudah membentuk makna baru.
Contoh:

 Nagasari: nama makanan tradisional


 Dara muluk: tanda keadaan tengah aman dalam sinyal kentongan, digunakan ketika jaga malam di desa

4. Tembung Camboran Wudhar

Tembung Camboran Wudhar adalah dua kata yang digabung menjadi satu, tetapi setiap kata pembentuknya
masih memiliki arti masing-masing. Contoh:

 Wayang kulit: wayang yang terbuat dari bahan kulit hewan


 Buku gambar: buku yang khusus digunakan untuk menggambar
 Pasar malem: pasar yang hanya buka ketika malam hari saja
 Rumah sakit: tempat khusus (rumah) yang digunakan untuk merawat orang sakit
 Kamar mandi: ruangan untuk mandi atau membersihkan diri

Memahami Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)


Sama halnya dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa juga memiliki morfologi berupa pengulangan lho…
Disebut dengan tembung rangkep. Menurut Setiyanto (2007), tembung rangkep ini adalah kata yang diucapkan
dua kali baik itu secara sebagian maupun seluruhnya. Misal: putra-putri, udan-udan (hujan-hujanan). Proses
pengulangannya juga hampir sama dengan kata di Bahasa Indonesia, yakni proses pengulangannya berupa
peristiwa pembentukan kata dengan cara mengulang bentuk dasar, baik itu sebagian maupun seluruhnya, baik
bervariasi fonem maupun tidak.

Tidak hanya itu saja, menurut Sasangka (2010), keberadaan tembung rangkep ini dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yakni 1) Dwilingga, yang berupa pengulangan secara keseluruhan; 2) Dwipurwa, yang berupa
pengulangan dengan hanya suku kata awal saja; 3) Dwiwasana, yang berupa pengulangan dengan hanya suku
kata akhiran saja.

Jenis-Jenis Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)

1) Dwilingga

Yakni bentuk pengulangan yang menggunakan keseluruhan katanya dan diucapkan dua kali. Bentuk dari
dwilingga berupa lingga + lingga (bentuk dasar + bentuk dasar). Menurut Sasangka yang juga menjelaskan
bahwa jenis tembung rangkep yang satu ini artinya adalah tembung lingga kang dirangkep (kata dasar yang
diulang).
Dwilingga terbagi menjadi tiga bentuk yakni dwilingga wutuh, dwilingga salin swara, dan dwilingga yang
mengalami imbuhan. Berikut uraiannya.

a) Dwilingga Wutuh, yakni bentuk pengulangan yang berupa kata dasar diulang secara keseluruhan tanpa
adanya perubahan sama sekali. Contoh:

 udan-udan = hujan-hujan
 celuk-celuk = memanggil-manggil
 takon-takon = bertanya-tanya

b) Dwilingga Salin Swara, yakni bentuk pengulangan yang berupa kata dasar diulang dengan mengalami
perubahan bunyi. Contoh:

 tokan-takon = berkali-kali tanya


 celak-celuk = memanggil-manggil
 wolak-walik = bolak-balik

c) Dwilingga Semu, sebenarnya jenis ini tidak termasuk dalam tembung dwilingga sebab tidak dapat ditemukan
tembung lingga (kata dasarnya). Contoh: ondhe-ondhe (nama makanan), anting-anting.

d) Dwilingga yang mengalami imbuhan, yakni bentuk pengulangan yang diberi imbuhan berupa ater-ater,
seselan, atau panambang. Contoh:

 ciwit-ciwitan: cubit-cubitan
 dialon-alonake: dipelan-pelankan

2) Dwipurwa

Yakni bentuk pengulangan yang berasal dari suku kata awalnya. Menurut Sasangka (2008), dwipurwa ini
adalah tembung kang dumadi saka pangrangkepe purwane tembung lingga utawa pangrangkepe wanda
kawitaning tembung (kata yang berasal dari pengulangan dua suku kata atau lebih yang berada di depan).
Sementara itu, Setiyanto (2007) juga turut menjelaskan bahwa dwipurwa ini adalah tembung yang diulang
purwaning linggane (kata yang diulang berdasarkan pada suku kata depan dari bentuk dasarnya).

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa jenis dwipurwa ini adalah proses pengulangan sebagian atau seluruh
suku kata awal pada sebuah kata, disebut juga dengan pengulangan bagian belakang leksem. Contoh:

 bungah – bubungah – bebungah: senang hati


 gaman – gagaman – gegaman: senjata
 lara – lalara – lelara: sakit

c) Dwiwasana

Yakni bentuk pengulangan yang berasal dari suku kata akhir pada sebuah kata dasarnya. Menurut Sasangka
(2008) berpendapat mengenai definisi dari dwiwasana ini yakni tembung kang ngrangkep wanda wekasan
utama ngrangkep wasanane tembung (kata yang diulang di akhir atau pengulangan pada akhir kata). Maka dari
itu, dwiwasana ini adalah kata ulang yang pengulangannya diulang pada bagian akhir dari suku kata bentuk
dasar.

Sementara itu menurut Setiyanto (2007), dwiwasana adalah kata yang dilekati oleh suku kata belakang dari
sebuah kata dasar. Contoh:

 cekik – kik = cekikik ‘tertawa terbahak-bahak’


 cenges – cengesnges – cengenges ‘tertawa-tawa’

Memahami Afiksasi Dalam Bahasa Jawa


Grameds pasti sudah tahu dong akan afiksasi jika dalam Bahasa Indonesia? Nah, dalam Bahasa Jawa juga ada
afiksasi seperti itu, tetapi memiliki nama dan penjabaran yang berbeda. Misalnya pada prefiks atau awalan
disebut dengan ater-ater, pada infiks disebut dengan seselan, pada sufiks disebut dengan panambang, dan
konfiks disebut dengan imbuhan bebarengan. Nah, berikut adalah uraiannya!

a) Ater-Ater (Prefiks atau Awalan)

Ater-ater atau yang sama saja disebut dengan prefiks ini adalah imbuhan yang terdapat pada sebelah kiri atau di
depan awalan dari sebuah kata dasar. Nah, jika di dalam bahasa Jawa maka ater-ater terdiri atas:

 ater-ater anuswara, yakni berupa -m, -n, ng-, ny-


 ater-ater swara irung (suara sengau), yakni berupa dak-, ko-, di-, ka-, ke-, sa-, pa-, pi-, pra-, tar-, kuma-,
kapi-, a-, ma, pan-, pam-, pang-, dan lain sebagainya.

Contoh Ater-Ater Anuswara

 m- + waca = maca ‘membaca’


 n- + jaluk = njaluk ‘meminta’
 ng- + ombe = ngombe ‘meminum’
 ny- + cekel = nyekel ‘memegang’

Contoh Ater-Ater Swara Irung

 dak- + pangan = dakpangan ‘saya makan’


 ko- + jupuk = kojupuk ‘kamu ambil’
 di- + balang = dibalang ‘dilempar’
 ka- + utus = kautus ‘diutus’
 ke- + siram = kesiram ‘tidak sengaja menyiram’
 sa- + iji = saiji ‘hanya satu’
 pa- + warta = pawarta ‘berita’
 pi- + wulang = piwulang ‘yang diajarkan’
 pra- + lambang = pralambang ‘merupakan, adalah’
 tar- + tamtu = tartamtu ‘tertentu’
 kuma- + ayu = kumayu ‘centil’
 kapi- + lare = kapilare ‘terlalu kekanak-kanakan’
 a- + wujud = awujud ‘punya wujud’

b) Seselan (Infiks)

Seselan atau infiks ini adalah afiks yang terletak di tengah dalam bentuk dasar. Seselan menjadi proses
pengimbuhan afiks atau imbuhan yang disisipkan di tengah morfem. Dalam Bahasa Jawa, seselan ini terdiri atas
-um, -in, -er, dan -el-. Contoh:

 singkir + -um- = sumingkir ‘menyingkir’


 tulis + -in- = tinulis ‘ditulis’
 gandhul + -er- = gerandhul ‘menggantung dalam jumlah banyak’
 titi + -el- = teliti ‘teliti’

c) Panambang (Sufiks atau Akhiran)

Dalam Bahasa Jawa, sufiks atau akhiran ini disebut dengan panambang. Panambang adalah proses
pengimbuhan afiks atau imbuhan yang diletakkan di akhir morfem. Beberapa jenis panambang dalam Bahasa
Jawa ada: -i, -a, -e, -en, -an, -na, -ana, -ane, -ake, -ne, -ku, dan -mu.

Sementara itu, menurut Sasangka (2008) menyebutkan bahwa panambang ini adalah imbuhan sing dumunung
ing buri tembung (imbuhan yang terletak di belakang kata). Contoh:

 antem + -i = antemi ‘pukuli’


 tuku + -a = tukua ‘ayo dibeli’
 kembang + -e = kembange ‘bunganya’
 sapu + -en = sapunen ‘perintah untuk menyapu’
 tandur + -an = tanduran ‘tanaman’
 jupuk + -na = jupukna ‘tolong ambilkan’
 gebug + -ana = gebukana ‘permintaan untuk memukul’
 silih + -ake = silihake ‘dipinjamkan’
 lirik + -ne = lirikanne ‘lirikannya’
 klambi + -mu = klambimu ‘baju milikmu’
 umah + -ku = umahku ‘rumah milikku’

d) Imbuhan Bebarengan (Konfiks)

Menurut Sasangka (2008), imbuhan bebarengan ini adalah imbuhan yang berwujudkan ater-ater (prefiks) dan
panambang (sufiks). Imbuhan bebarengan jika dalam Bahasa Indonesia disebut dengan konfiks.

Imbuhan bebarengan ini nantinya akan ditempatkan di antara kata dasar. Pada dasarnya, konfiks adalah
imbuhan tunggal yang terjadi dari adanya perpaduan di awalan dan akhiran sehingga mampu membentuk satu
kesatuan. Imbuhan yang meliputi dalam imbuhan bebarengan ini adalah:

 ka-/-an
 ke-/-en
 pa-/-an
 pra-/-an
 A-/-ake
 di-/-i
 di-/-a
 di-/-ana
 sa-/-e
 dan masih banyak lagi.

Contoh Imbuhan Bebarengan

 ka- + pinter + -an = kapinteran ‘kecerdikan’


 ke- + cilik + -en = kecilikan ‘terlalu kecil’
 pa- + pring + -an = papringan ‘tempat yang ada bambu-bambunya’
 pra- + tapa + -an = pratapaan ‘tempat untuk bertapa’
 m- + lumpat + -i = mlumpati ‘melompati’
 ng- + lamar + -a = nglamara ‘memerintah supaya melamar’
 ny- + silih + -ake = nyilihake ‘meminjamkan’
 m- + laku + -e + mlakune ‘jalannya’
 di- + salin + -ana = disalinana ‘digantikan’

adjar.id – Apakah Adjarian mengerti pengertian dan jenis-jenis tembung camboran?


Dalam bahasa Jawa, tembung camboran yaiku tembung loro utawa luwih digandheng dadi siji lan nduweni
teges anyar. Artinya, tembung camboran merupakan dua kata atau lebih yang digabung menjadi satu dan
mencipatakan satu arti. Nah, secara sederhana, dalam bahasa Indonesia tembung camboran ini disebut dengan
kata majemuk, Adjarian.
Adanya tembung camboran ini berguna unutk mempersingkat pengucapan saat sedang berkomunikasi.
Secara umum, terdapat empat jenis tembung camboran, yaitu tembung camboran wutuh, tembung camboran
tugel, tembung camboran tunggal, dan tembung camboran wudhar.
Setiap jenis tembung camboran ini dibedakan dari bantuk penulisan katanya.
Coba kita bahas satu per satu, yuk!

“Tembung camboran adalah dua kata atau lebih yang digabung menjadi satu dan memiliki satu arti.”
4 Jenis Tembung Camboran
1. Tembung Camboran Wutuh
Kata “wutuh” dalam bahasa Indonesia berarti “utuh”.
Sesuai dengan namanya, tembung camboran wutuh merupakan tembung camboran yang berasal dari dua kata
yang digabung menjadi satu, tanpa pengurangi jumlah suku katanya.
Sehingga, dua kata asli pembentuk tembung camboran tersebut masih utuh.
Contoh:
 Dewa-dewi  Dawa cendhak
 Pemudha-pemudhi  Meja kursi
 Siswa-siswi  Brambang bawang
 Lanang wadon
2. Tembung Camboran Tugel
Berkebalikan dengan camboran wutuh, tembung camboran tugel adalah tembung yang terdiri dari dia kata atau
lebih dengan mengurangi jumlah suku katanya.
Jenis tembung camboran satu ini akan terdengar “tugel” atau “patah” ketika didengarkan.
Contoh:
 Bangjo = Abang + ijo  Guru = Digugu lan ditiru
 Kosik = Mengko + disik  Dhekwur = Endhek + duwur
 Pakdhe = Bapak + gedhe  Dhelik = Gedhe + cilik
"Terdapat empat jenis tembung camboran, yaitu tembung camboran wutuh, tembung camboran tugel,
tembung camboran tunggal, dan tembung camboran wudar.”
3. Tembung Camboran Tunggal
Nah, kalau tembung camboran tunggal adalah dua kata yang digabung menjadi satu dan tidak bisa dipisah lagi
karena sudah membentuk satu kata baru.
Contoh:
 Randha royal  Ganda rukem
 Semar mendhem  Uler kaget
 Naga sari  Endhas borok
 Dara muluk
4. Tembung Camboran Wudhar
Jenis tembung camboran yang terakhir adalah wudhar.
Tembung camboran wudhar adalah dua kata yang digabung menjadi satu, tetapi masing-masing kata
pembentuknya masih memiliki arti masing-masing.
Contoh:
 Wayang kulit = Wayang yang terbuat dari  Buku tulis = Buku yang dipergunakan untuk
kulit menulis
 Pager wesi = Pagar yang terbuat dari besi  Pasar malem = Pasar yang buka di malam
 Buku gambar = Buku yang dipergunakan hari
untuk menggambar  Rumah sakit = Rumah yang digunaakn
untuk merawat orang sakit
“Tembung camboran berfungsi untuk mempersingat pengucapan dalam komunikasi sehari-hari.”
Memahami Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)
Sama halnya dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa juga memiliki morfologi berupa pengulangan
lho… Disebut dengan tembung rangkep. Menurut Setiyanto (2007), tembung rangkep ini adalah kata yang
diucapkan dua kali baik itu secara sebagian maupun seluruhnya. Misal: putra-putri, udan-udan (hujan-hujanan).
Proses pengulangannya juga hampir sama dengan kata di Bahasa Indonesia, yakni proses pengulangannya
berupa peristiwa pembentukan kata dengan cara mengulang bentuk dasar, baik itu sebagian maupun seluruhnya,
baik bervariasi fonem maupun tidak.
Tidak hanya itu saja, menurut Sasangka (2010), keberadaan tembung rangkep ini dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yakni 1) Dwilingga, yang berupa pengulangan secara keseluruhan; 2) Dwipurwa, yang berupa
pengulangan dengan hanya suku kata awal saja; 3) Dwiwasana, yang berupa pengulangan dengan hanya suku
kata akhiran saja.
Jenis-Jenis Tembung Rangkep (Pengulangan Dalam Bahasa Jawa)
1) Dwilingga
Yakni bentuk pengulangan yang menggunakan keseluruhan katanya dan diucapkan dua kali. Bentuk
dari dwilingga berupa lingga + lingga (bentuk dasar + bentuk dasar). Menurut Sasangka yang juga menjelaskan
bahwa jenis tembung rangkep yang satu ini artinya adalah tembung lingga kang dirangkep (kata dasar yang
diulang).
Dwilingga terbagi menjadi tiga bentuk yakni dwilingga wutuh, dwilingga salin swara, dan dwilingga
yang mengalami imbuhan. Berikut uraiannya.
a) Dwilingga Wutuh, yakni bentuk pengulangan yang berupa kata dasar diulang secara keseluruhan tanpa
adanya perubahan sama sekali. Contoh:
 udan-udan = hujan-hujan
 celuk-celuk = memanggil-manggil
 takon-takon = bertanya-tanya
b) Dwilingga Salin Swara, yakni bentuk pengulangan yang berupa kata dasar diulang dengan mengalami
perubahan bunyi. Contoh:
 tokan-takon = berkali-kali tanya
 celak-celuk = memanggil-manggil
 wolak-walik = bolak-balik
c) Dwilingga Semu, sebenarnya jenis ini tidak termasuk dalam tembung dwilingga sebab tidak dapat ditemukan
tembung lingga (kata dasarnya). Contoh: ondhe-ondhe (nama makanan), anting-anting.
d) Dwilingga yang mengalami imbuhan, yakni bentuk pengulangan yang diberi imbuhan berupa ater-ater,
seselan, atau panambang. Contoh:
 ciwit-ciwitan: cubit-cubitan
 dialon-alonake: dipelan-pelankan
2) Dwipurwa
Yakni bentuk pengulangan yang berasal dari suku kata awalnya. Menurut Sasangka (2008), dwipurwa ini
adalah tembung kang dumadi saka pangrangkepe purwane tembung lingga utawa pangrangkepe wanda
kawitaning tembung (kata yang berasal dari pengulangan dua suku kata atau lebih yang berada di depan).
Sementara itu, Setiyanto (2007) juga turut menjelaskan bahwa dwipurwa ini adalah tembung yang diulang
purwaning linggane (kata yang diulang berdasarkan pada suku kata depan dari bentuk dasarnya).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa jenis dwipurwa ini adalah proses pengulangan sebagian atau seluruh
suku kata awal pada sebuah kata, disebut juga dengan pengulangan bagian belakang leksem. Contoh:
 bungah – bubungah – bebungah: senang hati
 gaman – gagaman – gegaman: senjata
 lara – lalara – lelara: sakit
c) Dwiwasana
Yakni bentuk pengulangan yang berasal dari suku kata akhir pada sebuah kata dasarnya. Menurut Sasangka
(2008) berpendapat mengenai definisi dari dwiwasana ini yakni tembung kang ngrangkep wanda wekasan
utama ngrangkep wasanane tembung (kata yang diulang di akhir atau pengulangan pada akhir kata). Maka dari
itu, dwiwasana ini adalah kata ulang yang pengulangannya diulang pada bagian akhir dari suku kata bentuk
dasar.
Sementara itu menurut Setiyanto (2007), dwiwasana adalah kata yang dilekati oleh suku kata belakang dari
sebuah kata dasar. Contoh:
 cekik – kik = cekikik ‘tertawa terbahak-bahak’
 cenges – cengesnges – cengenges ‘tertawa-tawa’
Memahami Afiksasi Dalam Bahasa Jawa
Pemirsa pasti sudah tahu dong akan afiksasi jika dalam Bahasa Indonesia? Nah, dalam Bahasa Jawa juga ada
afiksasi seperti itu, tetapi memiliki nama dan penjabaran yang berbeda. Misalnya pada prefiks atau awalan
disebut dengan ater-ater, pada infiks disebut dengan seselan, pada sufiks disebut dengan panambang, dan
konfiks disebut dengan imbuhan bebarengan. Nah, berikut adalah uraiannya!
a) Ater-Ater (Prefiks atau Awalan)
Ater-ater atau yang sama saja disebut dengan prefiks ini adalah imbuhan yang terdapat pada sebelah kiri atau di
depan awalan dari sebuah kata dasar. Nah, jika di dalam bahasa Jawa maka ater-ater terdiri atas:
 ater-ater anuswara, yakni berupa -m, -n, ng-, ny-
 ater-ater swara irung (suara sengau), yakni berupa dak-, ko-, di-, ka-, ke-, sa-, pa-, pi-, pra-, tar-, kuma-,
kapi-, a-, ma, pan-, pam-, pang-, dan lain sebagainya.
Contoh Ater-Ater Anuswara
 m- + waca = maca ‘membaca’  ng- + ombe = ngombe ‘meminum’
 n- + jaluk = njaluk ‘meminta’  ny- + cekel = nyekel ‘memegang’
Contoh Ater-Ater Swara Irung
 dak- + pangan = dakpangan ‘saya makan’  pi- + wulang = piwulang ‘yang diajarkan’
 ko- + jupuk = kojupuk ‘kamu ambil’  pra- + lambang = pralambang ‘merupakan,
 di- + balang = dibalang ‘dilempar’ adalah’
 ka- + utus = kautus ‘diutus’  tar- + tamtu = tartamtu ‘tertentu’
 ke- + siram = kesiram ‘tidak sengaja menyiram’  kuma- + ayu = kumayu ‘centil’
 sa- + iji = saiji ‘hanya satu’  kapi- + lare = kapilare ‘terlalu kekanak-kanakan’
 pa- + warta = pawarta ‘berita’  a- + wujud = awujud ‘punya wujud’
b) Seselan (Infiks)
Seselan atau infiks ini adalah afiks yang terletak di tengah dalam bentuk dasar. Seselan menjadi proses
pengimbuhan afiks atau imbuhan yang disisipkan di tengah morfem. Dalam Bahasa Jawa, seselan ini terdiri atas
-um, -in, -er, dan -el-. Contoh:
 singkir + -um- = sumingkir ‘menyingkir’  gandhul + -er- = gerandhul ‘menggantung dalam
 tulis + -in- = tinulis ‘ditulis’ jumlah banyak’
 titi + -el- = teliti ‘teliti’
c) Panambang (Sufiks atau Akhiran)
Dalam Bahasa Jawa, sufiks atau akhiran ini disebut dengan panambang. Panambang adalah proses
pengimbuhan afiks atau imbuhan yang diletakkan di akhir morfem. Beberapa jenis panambang dalam Bahasa
Jawa ada: -i, -a, -e, -en, -an, -na, -ana, -ane, -ake, -ne, -ku, dan -mu.
Sementara itu, menurut Sasangka (2008) menyebutkan bahwa panambang ini adalah imbuhan sing dumunung
ing buri tembung (imbuhan yang terletak di belakang kata). Contoh:
 antem + -i = antemi ‘pukuli’  gebug + -ana = gebukana ‘permintaan untuk
 tuku + -a = tukua ‘ayo dibeli’ memukul’
 kembang + -e = kembange ‘bunganya’  silih + -ake = silihake ‘dipinjamkan’
 sapu + -en = sapunen ‘perintah untuk menyapu’  lirik + -ne = lirikanne ‘lirikannya’
 tandur + -an = tanduran ‘tanaman’  klambi + -mu = klambimu ‘baju milikmu’
 jupuk + -na = jupukna ‘tolong ambilkan’  umah + -ku = umahku ‘rumah milikku’
d) Imbuhan Bebarengan (Konfiks)
Menurut Sasangka (2008), imbuhan bebarengan ini adalah imbuhan yang berwujudkan ater-ater (prefiks) dan
panambang (sufiks). Imbuhan bebarengan jika dalam Bahasa Indonesia disebut dengan konfiks.
Imbuhan bebarengan ini nantinya akan ditempatkan di antara kata dasar. Pada dasarnya, konfiks adalah
imbuhan tunggal yang terjadi dari adanya perpaduan di awalan dan akhiran sehingga mampu membentuk satu
kesatuan. Imbuhan yang meliputi dalam imbuhan bebarengan ini adalah:
 ka-/-an  A-/-ake  sa-/-e
 ke-/-en  di-/-i  dan masih banyak lagi.
 pa-/-an  di-/-a
 pra-/-an  di-/-ana
Contoh Imbuhan Bebarengan
 ka- + pinter + -an = kapinteran ‘kecerdikan’  ng- + lamar + -a = nglamara ‘memerintah supaya
 ke- + cilik + -en = kecilikan ‘terlalu kecil’ melamar’
 pa- + pring + -an = papringan ‘tempat yang ada  ny- + silih + -ake = nyilihake ‘meminjamkan’
bambu-bambunya’  m- + laku + -e + mlakune ‘jalannya’
 pra- + tapa + -an = pratapaan ‘tempat untuk  di- + salin + -ana = disalinana ‘digantikan’
bertapa’
 m- + lumpat + -i = mlumpati ‘melompati’

Anda mungkin juga menyukai