Anda di halaman 1dari 4

Nama : Renna Intan Aghisna

NIM : 11205244039
Kelas : G (2011)
Mata Kuliah : Semantik Bahasa Jawa

1. Alasan mengenai bisa terjadinya perbedaan peniruan bunyi dalam menirukan


bunyi ayam jantan oleh orang Sunda (kongkorongkong) sedangkan orang
Jawa (kukuruyuk) adalah karena kata – kata yang dibentuk itu berdasarkan
tiruan bunyi, sebenarnya juga tidak sama persis hanya mirip saja, itu
disebabkan karena benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak
mempunyai alat fisiologis (indra pengucapan) seperti pada manusia. Selain
itu adanya perbedaan peniruan bunyi tersebut oleh orang Jawa dengan orang
Sunda juga karena sistem fonologi setiap bahasa yang tidak sama. Adapun
kata – kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru
bunyi atau onomatope.

2. Menurut saya gelengan kepala dengan maksud menolak tersebut tidak


merupakan suatu persoalan linguistik, karena menggelengkan kepala juga
merupakan bahasa (bahasa tubuh) yang mempunyai makna yaitu untuk
menolak. Dan bahasa tersebut (menggelengkan kepala) mampu mentransfer
keinginan, gagasan, kehendak, dan emosi dari seorang manusia kepada
manusia lainnya. Bahasa wujudnya juga tidak hanya berupa bunyi – bunyi
ujar dalam suatu pola bersistem akan tetapi dapat berwujud daripada lambang
– lambang konsep dan gagasan yang dipahami dan disepakati bersama
(kesepakatan umum / konvensional) oleh para anggota penuturnya. Hanya
saja muncul persoalan sedikit pada pemaknaan yaitu, bahwa bahasa dapat
bermakna ganda atau memiliki dua makna yang sering disebut ambiguitas.
Begitu juga dengan bahasa isyarat ataupun bahasa tubuh tersebut. Jadi, untuk
menghalangi pemaknaan ganda tersebut bahasa yang disampaikan harus
bahasa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, sehingga bermakna sama
pada satu sama lain sebagai penutur dan penerima.

3. Makna gramatikal dapat disamakan dengan makna kontekstual, makna


situasional, dan makna struktural, karena makna gramatikal adalah makna
yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata didalam kalimat. Jadi
makna gramatikal itu tergantung pada struktur kalimat, sehingga makna
gramatikal dapat disebut dengan makna struktural. Contoh : Kata air
Kalimat 1 : Ani mengambil air di sungai. (menunjuk pada suatu
benda/nomina).
Kalimat 2 : Tanah air harus kita cintai (menunjukkan suatu tanah
kelahiran/negara)
Jadi, makna kata air yang terdapat pada kedua kalimat tersebut berbeda, kata
air pada kedua kalimat tersebut mengandung makna gramatikal yang juga
mengandung makna struktural.
Makna gramatikal juga dapat disamakan dengan makna kontekstual ataupun
makna situasional karena makna gramatikal itu mengandung makna yang
sudah lain dari makna kata itu sendiri, tergantung pada konteks kalimat untuk
menggambarkan situasi.
Contoh : “Pak, kula kupat tahu”
Makna dari kalimat tersebut yaitu bahwa si Kula sedang memesan makanan
yang disebut kupat tahu. Dalam situasi lain dimana sedang tidak berada di
warung kupat tahu atau berada didekat segala sesuatu yang berhubungan
dengan kupat tahu, pada saat si Kula berkata “Pak, kula kupat tahu”, dapat
memberikan arti bahwa si Kula itu yang bernama kupat tahu.

4. Ambiguitas dapat terjadi baik dalam bahasa lisan dan bahasa tulis, karena
ambiguitas memiliki makna ganda atau mendua arti yang biasanya terjadi
dalam suatu kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal
yang berbeda. Dalam bahasa tulis ambiguitas dapat ditunjukkan dengan tanda
baca yang digunakan dalam kalimat tersebut. sedangkan dalam bahasa lisan,
ambiguitas dapat ditunjukkan dengan penekanan, jeda, ataupun intonasi pada
saat pengucapan. Adapun contoh ambiguitas yang terjadi pada bahasa lisan
yaitu Kucing mangan tikus mati, dapat ditafsirkan (1) kucing makan tikus
yang sudah mati (2) kucing makan tikus kemudian mati. Untuk memunculkan
makna yang dimaksud penutur harus mengucapkannya dengan penekanan,
jeda, dan intonasi yang sesuai dengan makna apa yang akan disampaikan.
Contoh ambiguitas yang sering terjadi pada bahasa tulis yaitu “Wong mati
dilumpati kucing urip.” dapat ditafsirkan (1) orang meninggal setelah
dilompati oleh kucing menjadi hidup kembali apabila tanda baca yang
diberikan sebagai berikut “Wong mati dilumpati kucing, urip.” dan (2) kucing
hidup melompati orang yang meninggal apabila tanda baca yang diberikan
sebagai berikut “Wong mati, dilumpati kucing urip.”

5. Paragraf dalam wacana dengan analisis relasi makna:

Tumrap bangsa Indonesia, jeneng transmigrasi wisb dudu barang anyar


maneh. Akeh warga masyarakat kang wis nindaake program transmigrasi.
Pindhah saka dhaerah sing jejel riyel penduduke tumuju menyang dhaerah
kang isih arang-arang pendhudhuke. Pindhahe warga saka panggonan lawas
tumuju ing panggonan anyar iku werna-werna carane. Ana sing nindakake
karana diragadi pamerintah, nanging uga ana sing nindakake kanthi ragad
dhewe.

Ing papan kang dituju, wis kacawisake sawah udakara 2 hektar. Para
transmigran kari nampa, tampa mbayar ing kono uga para transmigran banjur
sengkut nambut kardi, nggarap sawah. Sing maune wis awujud talun, banjur
digarap dadi sawah kang subur.

Akeh calon transmigran kang awang-awangen nalika arep budhal.


Nanging bareng tekan panggonan banjur seneng lan krasan, jalaran wis cocog
karo sing diangen-angen, yaitu ningkatake panguripan kang luwih kepenak.
Wiwitane, ing sajroning setaun utawa sadurunge panen, para transmigran
diparingi jatah beras saubarampene saka pamerintah. Kanthi mangkono
tansaya mempeng lan njalari rancaging tetanen kang nembe diayahi.
Analisis relasi makna yang terdapat pada ketiga paragraf diatas yaitu:

Antonimi : Istilah antonimi dipakai untuk menyatakan lawan makna,


sedangkan kata yang berlawanan disebut antonim. Antonimi adalah relasi
antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan.
Antonimi yang terdapat pada ketiga paragraf diatas yaitu:

 Anyar >< Lawas


 Saka >< menyang
 Nampa >< nolak
 Budhal >< muleh (kondur)
 Seneng >< sedhih
 Kepenak >< susah
 Wiwit >< pungkasan
 Sadurunge >< saksampune
 Akeh >< sethithik

Sinonimi : Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telah
mengenai bermacam – macam kata yang memiliki makna yang sama, atau (2)
keadaan dimana dua kata atau lebih memiliki makna yang hampir sama.
Sinonimi yang terdapat pada ketiga paragraf diatas yaitu:

 Anyar = enggal
 Menyang = tindak
 Lawas = bodhol
 Kono = ngrika
 Arep = badhe
 Luwih = langkung
 Diayahi = ditindakake

Anda mungkin juga menyukai