Anda di halaman 1dari 10

A.

Padanan Gramatikal

Dalam bukunya In Other Words, Mona Baker mengemukakan bahwa ada lima tingkat

dalam konsep padanan, yaitu: (1) Padanan pada tataran kata, (2) Padanan di atas tataran kata, (3)

Padanan Gramatikal, (4) Padanan Tekstual dan (5) Padanan Pragmatik. Pada pembahasan

sebelumnya, kita sudah membahas tentang padanan pada tataran kata dan padanan di atas tataran

kata. Pada pembahasan ini akan dibahas tentang padanan gramatikal atau grammatical

equivalence.

Setiap bahasa-bahasa di bumi ini memiliki aturan-aturan dalam penyusunan bahasa

masing-masing tersebut. Seperti penyusunan Bahasa Indonesia yang tentu saja berbeda dengan

penyusunan Bahasa Inggris. Perbedaan tersebut menyebabkan adanya kesulitan dalam mencari

one-to-one correspondence dalam menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran (Baker,

2011, p. 82). Perbedaan gramatikal ini dapat mempengaruhi perubahan pesan saat proses

penerjemahan berlangsung.

Mona Baker membagi dimensi dan kategori pada tataran gramatikal yang biasa menjadi

permasalahan dalam proses penerjemahan menjadi 2, yaitu morfologi dan sintaksis. Lalu, dalam

dimensi sintaksis Baker membagi 5 kategori lagi yaitu number, gender, person, tenses and aspect,

and voice.

1. Morfologi

Morfologi berkaitan dengan struktur kata yang menandakan perbedaan sistem

gramatikal suatu bahasa. Contoh kasus yang biasa terjadi adalah penjamakan kata

benda. Kata ‘student’ apabila dijamakkan akan menjadi ‘students’; kata ‘woman’ akan

berubah menjadi ‘women’ bila menjadi kata jamak. Namun hal yang berbeda terjadi
pada bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia, apabila suatu kata benda berubah

menjadi jamak maka wujud dari kata benda tersebut akan tetap, hanya saja terjadi

pengulangan atau bisa juga mendapat kata depan. Contoh: ‘murid’ apabila terdapat

perubahan jumlah akan menjadi ‘murid-murid’ atau ‘para murid’.

2. Sintaksis

Sintaksis berkaitan dengan struktur gramatikal kelompok kata, klausa, dan kalimat.

Padanan gramatikal yang mencakup sintaksis dapat dibedakan menjadi 5, yaitu:

a. Number

Konsep keterhitungan merupakan suatu konsep yang universal. Dalam bahasa

Inggris, secara gramatikal konsep jamak diungkapkan dengan morfologi

(struktur kata) sedangkan di dalam bahasa Indonesia tidak memiliki konsep ini.

Hal ini telah dicontohkan pada dimensi morfologi sebelumnya.

b. Gender

Gender menyandangkan feminis dan maskulin pada kata ganti dan kata

benda baik kata benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Bahasa

Inggris tidak membedakan benda tidak bergerak ke dalam gender, seperti

bahasa Perancis. Namun, bahasa Inggris membedakan berdasarkan sex untuk

spesies atau kategori sejenis. Contoh: cow/bull; sow/boar;

steward/stewardess; actor/actress. Untuk kata ganti, Bahasa Inggris hanya

memiliki kata ganti orang ketiga tunggal (he/she/it) yang memiliki pembeda

gender.

Bahasa Indonesia tidak memiliki kategori ini. Di dalam bahasa Indonesia

akan mendapat kata sifat setelah kata benda untuk menerangkan gender dari
sebuah benda. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan kata ganti, bahasa

Indonesia hanya memiliki ‘dia’ sebagai kata ganti orang ketiga tunggal.

c. Person

Dalam kategori kata ganti orang, pada umumnya setiap bahasa memiliki 3

sudut pandang, yaitu: sudut pandang orang pertama (I, we; saya, kami/kita),

sudut pandang orang kedua (you;kamu) dan sudut pandang orang ketiga

(he,she,it,they; dia).

Table 1English Pronouns by Quirk and Greenbaum (1973)

Table 2Bahasa Indonesia Pronouns by Moeliono (1988)


Namun dalam proses penerjemahan, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

tidak sesederhana itu dalam menentukan padanan kata ganti orang. Sudartini

(2009) menemukan beberapa masalah dalam proses penerjemahan bahasa

Inggris ke bahasa Indonesia. Salah satu contohnya adalah penerjemahan kata

ganti ‘we’ yang bisa diterjemahkan menjadi kita atau kami sesuai dengan jenis

konteks dari teks bahasa sumber.

Contoh:

1. We saw that work on the relations between language and society has given

the title sociolinguistics (General Linguistic: An Introductory Survey)

Kita telah melihat bahwa kajian tentang kaitan antara bahasa dan

masyarakat dinamakan sosiolinguistik

2. We shall try to illustrate ‘elaborative and ‘evaluative’ inferences in the

discussion of extract (61) later in this chapter (Discourse Analysis)

Akan kami coba menggambarkan inferensi-inferensi ‘elaboratif’ dan

‘evaluatif’ dalam membicarakan kutipan (61) pada bab ini

Dari kedua contoh di atas, bisa kita lihat dua hasil penerjemahan yang

berebeda dari dua jenis teks yang berbeda. Teks yang pertama berasal dari

sebuah buku panduan linguistik sedangkan teks kedua berasal dari sebuah

discourse analysis sebuah penelitian.

d. Tense dan aspect

Banyak bahasa dimana tense (kala) dan aspect (aspek) merupakan

kategori gramatikalnya. Dalam bahasa Inggris, kata kerja (misal: cry, cried,
is crying, will be crying, have been crying) memiliki dua informasi, yaitu

hubungan waktu dan perbedaan aspek. Waktu berkaitan dengan kapan

terjadinya suatu keadaan (kala lalu, kala ini, atau kala yang akan datang).

Sedangkan aspek berhubungan dengan periode suatu kata kerja (sementara,

sedang berlangsung, sudah berlangsung). Sementara itu pada bahasa

Indonesia tidak ada kata kerja yang menandakan kala maupun aspek. Kala

ataupun aspek dapat diketahui dari kata keterangan yang menyertai kata

kerjanya.

Contoh (Sudartini, 2009):

1. The nature of linguistic abstractions has already been discussed,…

(General Linguistic: An Introductory Survey)

Kita telah membahas hakikat abstraksi linguistic,…

2. They called this dependence on external, non-literary assumptions

‘motivation’ (A Reader’s Guide to Contemporary Literary Theory)

Mereka menyebutnya ketergantungan pada keadaan luar, pada

asumsi-asumsi ‘motivasi’ yang non kesusastraan.

Contoh nomor 1 menunjukkan jika sesuatu yang sudah terjadi hanya

dapat diterjemahkan menggunakan kata ‘telah’. Sedangkan nomor 2

menunjukkan kata kerja bentuk kedua dalam bahasa Inggris hanya dapat

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk asli tanpa ada

penanda apakah hal itu terjadi sekarang atau lampau.


e. Voice

Bahasa Inggris dan Indonesia sama-sama memiliki kategori Voice.

Akan tetapi keduanya tidak menggunakannya dalam waktu bersamaan.

Sudartini (2009) mengemukakan sebuah fakta bahwa tidak semua klausa aktif

bahasa Inggris akan diterjemahkan menjadi klausa aktif bahasa Indonesia dan

tidak semua klausa pasif bahasa Inggris akan diterjemahkan menjadi klausa

pasif bahasa Indonesia.

Contoh:

1. … each can occupy a place after the and before a collocationally

compatible member of the class of words… (General Linguistic: An

Introductory Survey)

…Setiap kata tadi bisa ditempatkan dibelakang kata the dan di depan

anggota kelas kata…

2. The nature of linguistic abstraction has already been dicussed…

(General Linguistic: An Introductory Survey)

Kita telah membahas hakikat abstraksi linguistic…

Pada contoh nomor 1bahasa sumber menunjukkan kalimat aktif dalam

bahasa Inggris, sedangkan ketika diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran maka

berubah menjadi kalimat pasif dalam bahasa Indonesia. Contoh nomor 2

menunjukkan bentuk kalimat pasif dalam bahasa Inggris yang kemudian

diterjemahkan ke bahasa sasaran berupa kalimat aktif dalam bahasa Indonesia.

Pada dasarnya perubahan voice dari bahasa sumber menuju bahasa

sasaran didasarkan pada bentuk alamiah dari bahasa sasaran. Dua contoh di atas
nampak adanya perubahan karena akan lebih berterima pada bahasa sasaran jika

bentuk klausa diubah. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan tidak terjadi

perubahan pada kasus-kasus penerjemahan lainnya.

Contoh:

Bsu: Lucy is cleaning the floor

Bsa: Lucy sedang membersihkan lantai

Contoh dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran di atas menggunakan

bentuk kalimat aktif (active voice) dan sama-sama berterima di masing-masing

bahasa.

B. Strategi Struktural

Suryawinata dan Hariyanto (2003) mengemukakan terdapat 3 strategi dasar untuk

mengatasi permasalahan penerjemahan pada tataran gramatikal, yaitu penambahan, pengurangan,

dan transposisi.

1. Penambahan (addition)

Penambahan adalah penambahan satu atau lebih kata pada bahasa sasaran karena

merupakan sebuah aturan.

Contoh:

Bsu: Matahari bersinar terang

Bsa: the sun shines brightly

Pada bahasa sasaran ditambahkan kata ‘the’ karena sebuah keharusan dalam bahasa

Inggris.
Bsu: Crocodile is a reptile

Bsa: Buaya adalah hewan melata

Pada bahasa sasaran ditambahkan kata ‘hewan’ karena dalam bahasa sasaran kata tersebut

dibutuhkan agar tidak mengubah pesan.

2. Pengurangan (subtraction)

Pengurangan artinya adanya pengurangan bagian yang sifatnya structural di dalam

bahasa sasaran.

Contoh:

Bsu: “man, you’re lucky to be getting in.”

Bsa: “kau beruntung bisa masuk”

Contoh di atas terjadi pengurangan pada kata ‘man’. Pengurangan tersebut tidak mengubah

arti dari kalimat tersebut, hanya saja mengurangi ekspresi kalimat (Sukmarini, 2015).

Bsu: I want to get back home

Bsa: Saya ingin pulang

Pada contoh di atas, harus dilakukan pengurangan ketika proses penerjemahan terjadi,

karena apabila tetap menggunakan prinsip one-to-one correspondence maka makna akan

hilang.

3. Transposisi (transposition)

Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan klausa atau kalimat.

Strategi ini bisa menjadi suatu pilihan atau bisa juga menjadi sebuah keharusan. Strategi

ini akan menjadi sebuah keharusan ketika sebuah klausa akan kehilangan maknanya ketika

tidak terjadi perubahan, maka dari itu strategi ini menjadi sebuah keharusan.
Contoh:

Bsu: my dad bought me a new foam mattress.

Bsa: ayahku membelikanku sebuah kasur busa baru.

Contoh di atas akan memiliki makna yang berbeda ketika penerjemah tetap

mempertahankan struktur dari bahasa sumber. Bahasa Inggris memiliki hukum

menerangkan-diterangkan (MD) sedangkan bahasa Indonesia memiliki hukum

diterangkan-menerangkan (DM).

Strategi transposisi akan menjadi sebuah strategi pilihan ketika pengubahan

tersebut hanya untuk pertimbangan gaya bahasa.

Contoh:

Bsu: I find it more difficult to translate a poem than an article

Bsa: Bagi saya menerjemahkan puisi lebih sulit daripada menerjemahkan artikel

Hasil terjemahan dari contoh diatas bukan merupakan bentuk paten, bisa saja penerjemah

juga mempertahankan struktur dari bahasa sumber, yang membuat strategi ini menjadi

strategi pilihan.
Bibliography
Baker, M. (2011). In Other Words. New York: Routledge.

Moeliono, Anton. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Quirk, Randolf and Sidney Greenbaum. (1973). A University Grammar of English. England: Longman
Group Limited.

Sudartini, S. (2009, June). The Question of Grammatical Equivalence in Translation. Journal of English
and Education, Vol. 3 No. 1, 96-108. http://media.neliti.com/media/publications/221956-the-
question-of-grammatical-equivalence.pdf

Sukmarini, F. (2015). Additions, Subtractions, and Alterations in Indonesian Subtitles of THE RUNDOWN.
Yogyakarta State University Journal Quill vol. 4 no. 4, 265-271.

Suryawinata, Zuchridin and Sugeng Hariyanto. (2003). Translation Bahasa Teori & Penuntun Praktis
Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai