Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)

UMI PUJIYANTI/ S130907016

LATAR BELAKANG
SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)1

Abstract
This paper will focus on the historical
development of interpreting based on some
scholars. This paper will also portray the fact
that the interpreting happen far before the
written culture, which is in the context of
translation, emerges.

1. Pendahuluan

Suatu fenomena yang manarik tentang manusia adalah bahwa

keberadaannya dibedakan dari makhluk lain karena dia dianggap sebagai animal

rationale (makhluk yang dilengkapi oleh tutur bahasa). Wilhem von Humboldt

secara lebih jauh mengatakan bahwa manusia baru menjadi manusia sepenuhnya

karena bahasanya. (dalam Van Peursen, 1980: 4). Dengan kemampuan berbahasa

ini pulalah manusia di belahan dunia tertentu bisa berkomunikasi secara

internal—dengan sesama yang berasal dari wilayah yang sama.

Seiring dengan tuntutan global, kebutuhan untuk berkomunikasi antar

daerahpun—baca antar bangsa—semakin bertambah. Dengan adanya

keberagaman budaya dan bahasa, maka dibutuhkan sebuah media yang

menjembatani perbedaan tesebut sehingga perbedaan budaya dan bahasa tidak

menjadi penghalang bagi berkembangnya peradaban manusia.

1
Makalah ini disajikan dalam perkuliahan Teori Penerjemahan Lisan pada Selasa, 18 Maret 2008

Linguistik Penerjemahan 1
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Setelah ditemunkan tradisi tulis, masyarakat mulai meyakini pula bahwa

dengan tulisan mereka bisa menuangkan berbagai ide dan pemikiran yang

nantinya akan bisa disebarkan ke penjuru dunia lainnya—setelah tentu saja

dialihkan ke bahasa sasaran. Namun, satu hal yang perlu dipahami bersama bahwa

kemunculan tradisi tulis dengan translation tidak mendahului keberadaan tradisi

lisan. Dengan demikian, penerjemahan tulispun muncul setelah masa

penerjemahan lisan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Gentile,

Ozolin, dan Vasilakakos (1996:5) dalam buku Liaisons Interpreting: A Handbook

yang menyatakan bahwa “interpreting-the oral transfer of messages between the

speakers of different languages-is thus one of the oldest of human activities, and

the role of the interpreter is arguably one of the oldest professions.” Shuttleworth

dan Cowie juga mengatakan bahwa “....it is generally agreed tat as an activity—

read interpreting—is older than written translation.” (Shuttleworth dan Cowie,

1997: 84)

Kedua profesi tersebut—penerjemah tulis dan lisan—sebenarnya adalah

dua buah profesi yang cukup berbeda. Perbedaan ini pada dasarnya dikarenakan

adanya perbedaan pada waktu pelaksanaan (time), lingkungan (environment),

budaya (culture), jenis teks (texts), dan subyek penerjemahan (subject). (Riccardi,

2002: 85-88). Penilaian kualitas penerjemahannyapun berbeda. Penerjemahan

tulis biasanya menggunakan parameter keakuratan (accuracy), keberterimaan

(acceptability), dan keterbacaan (readability), sedangkan penerjemahan lisan

(interpreting) lebih menggunakan keakuratan (accuracy), keberterimaan

(acceptability), dan kelancaran (fluency).

Linguistik Penerjemahan 2
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

2. Translation, Interpretation or Interpreting

Setelah mengetahui ada dua jenis penerjemahan: lisan dan penerjemahan

tulis, adalah penting untuk mebedakan keduanya, mengingat dalam masyarakat

sering muncul kesalahpahaman tentang konsep keduanya. Secara sederhana,

masyarakat manganalogikan bahwa jika penerjemahan tulis disebut dengan

translation, maka penerjemahan lisan bisa dinamai interpretation.

Penggeneralisasian ini, penulis rasa, kurang tepat mengingat bahwa sebenarnya

dalam penerjemahan lisan dan tulis sama-sama menandung unsur interpretation—

yang dalam bahasa Indoensia lebih tepat disebut interpretasi. Hal ini sesuai

dengan apa yang disampaikan oleh Alex Buhler (dalam Riccardi, 2002: 56) bahwa

...to say that every translation is an interpretation is completely trivial:


interpreting is any activity aiming at bringing about comprehension, and
translating has the same aim, but normally involves a different language
in which comprehension is to take place.

Pendapat ini diperkuat oleh Koller (dalam Riccardi, 2002: 56) yang

menyatakan bahwa “...every translation is a certain type of interpretation”.

Dengan fenomena diatas, pendapat Suryawinata dan Sugeng Hariyanto (2003: 25)

yang menyebut penerjemahan lsian dengan istilah ‘interpretasi’ kurang bisa

dibenarkan. Istilah yang mungkin tepat untuk mengartikan interpreting dalam

bahasa Indonesia adalah ‘pengalihbahasaan’ (Nababan, 2004: 3) sehingga

‘alihbahasawan’ bisa dengan tepat mengacu pada interpreter.

Dengan demikian, definisi penerjemahan (translation) yang tepat adalah

pendapat Newmark (1981: 7) yakni “ translation is a craft consisting in the

attempt to replace a written message and/ or statement in one language by the

same message and/ or statement in another language.”

Linguistik Penerjemahan 3
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Kemudian, pengalih bahasaan (interpreting) oleh Pöchhacher (2004: 10)

didefinisikan sebagai “...a form of translation in which a first and final rendition

in another language is produced on the basis of a one-time presentation of an

utterance in a source language.” Shuttelworth dan Cowie (1997: 83) secara lebih

sederhana menerjemahkan interpreting sebagai “a term to refer to oral translation

of a spoken message or text.”

3. Sejarah Perkembangan Interpreting

Ada beberapa ahli yang secara teliti menjelaskan sejarah perkembangan

pengalihbahasaan (interpreting). Diantara para pakar tersebut adalah:

a. Sejarah Penerjemahan Lisan menurut Daniel Gile

Gile dalam artikelnya yang berjudul Opening up in Interpretation Studies,

secara spesifik menunjukkan perkemabangan penerjemahan lisan pada

dunia Barat—dia menyebutnya West. (dalam Hornby, Pöchhacker, dan

Kaindl, 1992: 149-152). Menurt Gile, penerjemahan lisan melewati empat

masa, yakni:

1) The fifties: The first steps

Pada era ini, beberapa tulisan tentang interpreting yang berdasar

pada pengalaman pribadi; topik-topik yang pada masa ini muncul

ternyata merupakan isu-isu fundamental pengalihbahasaaan yang

hingga masa sekarang masih didiskusikan. Kelemahan pada masa ini

adalah tulisan-tulisan tersebut tidak divalidasi secara ilmiah.

Linguistik Penerjemahan 4
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Peneltian akademis pertama pada masa ini dilakukan oleh Paneth

pada tahun 1957.

2) The experimental psychology period

Pada masa ini—sesuai dengan namanya—adalah masa penelitian

yang dilakukan oleh psikolog dan psikolinguis. Mereka telah

menghsilkan sejumlah hipotesis terkait dengan proses

pengalihbahasaan dan pengaruh serta reaksi terhadap beberapa

variabel dalam proses penerjemahan lisan, seperti faktor bahasa

sumber, kecepatan penyamapian, suara bising (noise), dan

sebagainya. Karena jumlah penelitiannya yang sedikit, maka hasil

penelitian pada masa ini masih belum bisa dibilang representative

atau valid.

3) From the early seventies to the mid-eighties: The practicioners

come in

Pada masa ini, semakin banyak interpreter yang tertarik melakukan

penelitian. Ingrid Pinter (Kurz) dari Vienna adalah conference

interpreter pertama (dan juga seorang psikolog) yang memperoleh

gelar doktornya (Ph. D) di bidang interpreting.

Linguistik Penerjemahan 5
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Beberapa karakteristik periode ini adalah:

 Penelitian kebanyakan dilakukan oleh practicing interpreters. .

 Penelitian-penelitian tersebut lebih bersifat theoritis, bukan

empiris.

 Penelitian tersbut kebanyakan merupakan penelitian yang terbagi-

bagi (compartmentalized) dimana para peneliti bekerja secara

terisolir dan tidak perduli pada penelitian orang lain. Hal ini

disebabkan oleh: masalah linguistik, keterbatasan politis, perilaku

personal, dan keterbatasan pelatihan metodologi penelitian ilmiah.

4) The ‘Renaisance’

Pada tahun 1986 diselenggarakanlah sebuah konferensi akbar yang

secara khusus membahas tentang aspek-aspek teoritis dan praktis

pada pengajaran penerjemahan. konferen tersebut merupakan

tonggak perkembangan baru dalam era penerjemahan lisan dengan

karakteristik sebagai berikut:

 Hampir sebagian besar penelitian pada masa ini masih dilakukan

oleh praktisi penerjemahan, namun mereka sudah menggunakan

ide dan penemuan dari penerjemahan tulis dan dari bidang ilmu

lainnya. Beberapa penelitian telah dilakukan oleh beberapa ahli

bidang ilmu.

 Pada masa ini, penelitian empiris semakin menjadi sorotan. Hal

ini terlihat dari peningkatan penelitian empiris secara dramatis

Linguistik Penerjemahan 6
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

pada era ini (lihat Gran & Tylor, 1990; dan isu N. 2 to 4 pada The

Interpreters’ Newsletter Trieste).

 Komunikasi antara peneliti penerjemahan semakin meningkat.

The Trieste School telah memiliki jurnal penerjemahan, The

Interpreters’ Newsletter. Disamping itu, muncul pula asosiasi

internasonal dengan nama International Assosiaciation of

Conference Interpreters (AIIA). Asosiasi ini memiliki sebuah

badan yang bernama Research Commitee yang bertugas untuk

menyusun bibliografi pengalihbahasaan.

 Era ini juga ditandai dengan keterbukaan pikiran para peneliti

sekaligus praktisi penerjemahan lisan.

b. Sejarah Penerjemahan Lisan menurut Helen M dan John F. Szablya

Secara jelas, Helen dan Szablya menuangkan idenya tentang sejarah

penerjemahan lisan pada buku yang diedit oleh Deanna L. Hammond

dengan judul Professional Issues for Translators and Interpreters, 1994.

Pada artikelnya—dengan judul Events Create Opportunities And

Challenges For Translatios And Interpreters: Translating Words Is But a

Part, mereka menjelaskan bahwa kejadian dunia yang merupakan cikal

bakal muculnya penerjemahan lisan dimulai pada tahun 1945, pada saat

Perang Dunia II usai. Secara khusus, penerjemahan lisan waktu itu

dibutuhkan untuk kepentingan pengadilan. Secara jelas pengadilan

Linguistik Penerjemahan 7
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Nuremberg menyatakan bahwa untuk mengadili tawanan perang,

dibutuhkanlah seorang penerjemah lisan simultan.

Perkembangan penerjemahan lisan pada era ini semakin terlihat ketika

pada tahun 1948, komunis hancur. Kehancuran komunis memungkinkan

adanya perubahan sistem ekonomi yang dengan sendirinya

mengembangkan profesi penerjemah lisan dan tulis. Dalam konteks

ekonomi global, sebernarny yang dibutuhkan bukan hanya penerjemah

yang mengerti dan pintar menerjemhakan kata, namun lebih dari itu, dunia

ekonomi saat itu lebih membutuhkan penerjemah yang pandai melakukan

negosiasi perdagangan.

c. Sejarah Penerjemahan Lisan menurut Margareta Bowen

Margareta Bowen, dalam artikelnya yang berjudul Negotiations to End

The Spanish-American War, juga memberikan ilustrasi tentang

perkembangan penerjemahan lisan (dalam Hornby, et al., 1994: 73-81).

Secara jelas Bowen menunjukkan bahwa perjanjian damai antara Amerika

dan Spanyol pada abad ke-19 tidak bisa terlaksa tanpa bantuan Arthur

Fergusson, seorang interpreter.

Secara rinci, sebuah buku harian yang ditulis oleh Whitelaw Paris

menunjukkan bahwa telah terjadi perundingan yang sangat panjang antar

kedua negara yang berawal dari meledaknya kapal perang Maine di

Linguistik Penerjemahan 8
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

pelabuhan Havana. Karena hal itulah Amerika menyatakan perang

terhadap Spanyol pada 25 April 1898. Pada tanggal 25 April 1898

terjadilah negosiasi pertama dengan antar kedua negara dengan

menggunakan jasa interpreter.

Pada proses negosiasi selanjutnya, Reid juga menyebutkan bahwa

konferensi perjanjian damai tersebut menggunakan jasa interpreter. Reid

juga menjelaskan kondisi yang melatarbelakangi dibutuhkannya

interprter:

None of American commissioners spoke Spanish, while two or three


Spanish commissioners were said to speak English, and only a few of
the commissioners on each side were known to speak French. Under
the circumstances it seemed to the Commissioners best that the
American proceedings should be conducted in English, having their
interpreter present to repeat whatever might be necessary in
Spanish, leaving the Spanish commissioners to adopt their own
course.” (1994: 75-76)

Dalam artikelnya, Bowen meihat interpreting sebagai profesi. Meskipun

demikian, penerjemahan lisan tidak diakui dalam pasport. Bahkan, hingga

akhir tahun 1917, ketika Menteri Keuangan Perancis dan Gubernur Bank

Perancis membawa seorang interpreter ke London untuk membantu

bernegosiasi masalah pinjaman, interpreter tersebut tidak dinyatakan

sebagai orang yang berprofesi sebagai penerjemah lisan, tetapi sekertaris.

(1994: 77).

Linguistik Penerjemahan 9
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

d. Sejarah Penerjemahan Lisan menurut Bernard Bierman

Dalam tulisannya yang diedit oleh Hammond (1994), Bierman

menceritakan perkembangan penerjemahan tulis dan lisan pada artikelnya

yang berjudul translation and Interpreting in the 90s: major economics

and legal issues confronting the community. Pada periode ini, peran

penerjemah cukup penting dalam kehidupan sehari-hari sehingga

diperlukan perubahan dan kebijakan baru berkaitan dengan profesi para

penerjemah ini. Pada masa ini, penerjemah sudah dikategorikan sebagai

profesi, namun masih pada katefori bisnis ‘kecil’. Kemudian pada tahun

1991, diberlakukan prosedur baru yang menangani masalah perpajakan,

pengendalian hubungan antara atasan dan bawahan, order komersil,

pelayanan, serta hal-hal lain yang dianggap perlu demi melindungi

konsumen dan produsen.

e. Sejarah Penerjemahan Lisan menurut Nababan

Pada draft bukunya yang berjudul Pengantar Pengalihbahasaan

(Interpreting), Nababan memaparkan perkembangan penerjemahan lisan,

atau yang sering dia sebut sebagai pengalihbahasaan.(2004: 11-16) Secara

sistematis, dia membagi perkembangan penerjemahan lisan menjadi tiga

(3) tahapan :

 Perkembangan Awal Pengalihbahasaan

Telah diketahui bersama bahwa kegiatan menerjemahkan secara

lisan telah ada sebelum penerjemahan tulis muncul. Namun, bukti

Linguistik Penerjemahan 10
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

atau dokumentasinya tidak dapat diketemukan. Menurut Nababan,

satu-satunya bukti yang ada terdapat pada relief batu mesir kuno.

Relief batu itu merupakan prasasti pangeran Elephantine pada abad

ke-3 sebelum Masehi. Elephantine dipercaya sebagai tokoh

alihbahasaan yang merupakan pegawai negara dan bertugas untuk

mengalihbahasakan dalam bidang administrasi umu, perdaganga,

kehidupan beragama dan angkatan senjata.

Orang-orang Romawi dan Yunani juga menggunakan jasa

interpreter. Buku katya Julius Caesar, De Bello Gallico merupakan

pedoman bagi para alihbahasawan. Pada saat ini, penerjemahan

lisan bisa dikatakan telah merambah dunia politis karena pada era

ini kaisar Roma telah mengunakan jasa penerjemah lisan untuk

beruding dengan kepala suku yang wilayahnya akan ditaklukkan.

Secara terpisah, perkembangan penerjemahan—dalam hal ini

terkhusus penerjemahan lisan—tidak dapat dipisahkan dari bangsa

Romawi dan Yunani. Hal ini berlatarbelakang kepercayaan mereka

pada Hermes sebagai penyampai pesan para dewa untuk manusia.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bleicher (2003: 5):

.... bahwa Hermeslah yang menyampaikan pesan para dewa


kepada manusia, sehingga dapat dikatakan, ia tidak hanya
mengumumkan kepada mereka kata demi kata saja, melaikan
juga bertindak sebagai seorang penerjemah yang membuat
kata-kata para dewa dapat dimengerti dengan jelas—dan

Linguistik Penerjemahan 11
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

bermakna—yang dapat memunculkan beberapa penjelasan


atasnya atau hal-hal lainnya sebagai tambahan; yang bisa
disebut tafsiran.

Bukti lain sejarah pengalihbahasaan adalah kongres yang

diselenggararkan di Vienna pada tahun 1815. dalam bukunya

Gentile, Ozolins (1996), bahasa resmi yang dipakai saat itu adalah

bahasa Perancis namun tidak semua bangsa Eropa saat itu

menggunakan bahasa Perancis, beberapa lebih memilih untuk

menggunakan bahasa Italia atau Latin. Oleh karena itualah

dibutuhkan pengalihbahasa untuk menjembatani masalah

komunikasi, seperti pada kongres selanjutnya yang diadakan di

Paris.

 Perkembangan Pengalihbahasaan Pada Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, profesi alihbahasawan mengalami

kemajuan pesat. Para ahlibahasawan dikagumi karena keahliannya.

Mereka memainkan peran yang sangat penting dalam misi

perdamaian dan berbagai perundingan pada saat perang terjadi.

Para penerjemah lisan juga membantu dalam dunia perdagangan.

Mereka juga berperan dalam penyebaran agama Kristen dan

penghentian perang Salib. Mereka juga bergabung dengan para

biarawan/ biarawati, misionaris, dna pengkhotbah dalam ekspedisi-

ekspedisi ke tempat-tempat terpencil di seluruh dunia.

Linguistik Penerjemahan 12
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

 Perkembangan Pengalihbahasaan Modern

Pengalihbahasaan modern dideklarasikan pada pertemuan para

alihbahasawan di Versailles di thaun 1918-1919. Amerika dan

Inggris yang kala itu menghadiri pertemuan tersebut tidak mamapu

berbahasa Perancis, untuk itulah mereka membutuhkan

alihbahasawan.

Setelah Perang Dunia II, badan internasional seperti The Leage

Nation dan ILO juga memerlukan alihbahasawan untuk

kepentingan komunikasi tingkat internasional. Catatan sejarah

menunjukkan pada awalnya para ahlibahasawan pada konferensi

internasional menggunkana metode pengalihbahasaan konsekutif.

Pada saat menjalankan tugasnya, mereka menggunakan catatan-

catatan selama pembicara menyampaikan pesannya. Dari catatan-

catatan tersebutlah pesan dialihkan pada bahasa sasaran.

Seiring perkembangan zaman, para alihbahasawan menemukan

metode yang lebih menghemat waktu dan lebih efektif. Metode

tersbut adalah metode pengalihbahasaan simultan. Metode

inimenghubungkan antara pembicara dan alihbahasawan dan

alihbahasawan dengan pendengar memalui bantuan alat berupa

kabel, mikrofon, dan headphone. Metode ini kemudian

dikembangkan di Amerika dan Uni Soviet.

Linguistik Penerjemahan 13
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

Pada awalnya, metode simultan ini tidak disukai oleh sebagian

besar alihbahasawan karena metode ini dinilai mengasingkan

mereka dan merendahkan mereka. Mereka hanya menirukan kata-

kata dari pembicara semata, sehingga mereka tidak mempunyai

waktu untuk mengevaluasi hasilnya. Mereka juga tidak

menemukan cara yang tepat dan bagus untuk menyampaikan pesan

tersebut kepada pendengar.

Pemerintah Amerika mempercayakan tugas pengembangan

teknologi pengalihbahasaan simultan kepada Kolonel Leon

Dostert, alihbahasawan Presiden Eisenhower. Dunia penerjemahan

lisan semakin berkembang pesat setelah diketemukan peralaan

pengalihbahasaan simultan untuk jaringan radio oleh Kaminker

dan dipergunakan pertama kali pada tahun 1935 oleh Perancis

untuk mengalihbahasakan pidato Hitler. Bersamaan dengan itu,

diperkenalkanlah alat yang disebut simultaneous telephone system

oleh ILO.

Sejak saat itulah, perkembangan penerjemahan lisan semakin pesat

dengan terbentuknya asosiasi-asosiasi pengalihbahasaan di negara-

negara maju seperti Inggris, Amerika, Jerman, Kanada, Autralia,

Selandia Baru, Jepang dan Cina.

Linguistik Penerjemahan 14
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

4. Penutup

Berdasar pada paparan di atas, jelas bahwa penerjemahan lisan muncul

terlebih dahulu jika dibandingkan dengan penerjemahan tulis seiring dengan

adanya tradisi lisan yang mendahului tradisi tulis. Jelas pula bahwa ketika

penerjemahan tulis lazim disebut dengan translation, penerjemahan lisan tidak

serta-merta bisa dinamai interpretation. Hal ini disebabkan karena baik

penerjemahan lisan maupun tulis sama-sama mengandung unsur interpretation—

yang lebih tepat disebut interpretasi. Penerjemahan lebih tepat disebut dengan

‘pengalihbahasaan’ sehingga orang yang melakukan kegiatan tersebut disebut

dengan ‘alihbahasawan’.

Linguistik Penerjemahan 15
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy
LATAR BELAKANG SEJARAH PENERJEMAHAN LISAN (INTERPRETING)
UMI PUJIYANTI/ S130907016

DAFTAR PUSTAKA

Bleicher, J. 2003. Hermeneutika Kontemporer. Hermeneutika sebagai Metode,


Filsafat, dan Kritik. Terjemahan. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Gentile, A., Ozolins, U., Vasilakakos, M. 1996. Liaisons Interpreting: A


Handbook. Victoria: Melbourne University Press.

Hammond, D. L. 1994. Professional Issues for Translator and Interpreters:


American Translators Association Scholarly Monograph Series. Vol VII.
Eds. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.

Hornby, M. S., Pochhacker, F., dan Kaindl, K. 1992. Translation Studies. Vol 2.
Eds. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.

Nababan, M. Rudolf. 2004. Pengantar Pengalihbahasaan (Interpreting). Sebuah


Draft Buku. Surakarta: Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Universitas Sebelas Maret.

Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Pregamon press.

Riccardi, Alessandra. 2002. Translation Studies: Perspectives on an Emerging


Discipline. Cambridge: Cambridge University Press.

Shuttleworth, M and Cowie, M. 1997. Dictionary of Translation Studies.


Manchester: St. Jerome Publishing.

Suryawinata & Sugeng Hariyanto. 2003. Translation: Bahasa Teori & Penuntun
Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Van Peursen, C. A. 1988. Orientasi di Alam Filsafat: Sebuah Pengantar dalam


Permasalahan Filsafat. Terjemahan. Jakarta: Gramedia.

Linguistik Penerjemahan 16
Program Pasca Sarjana Sebelas Maret Univeristy

Anda mungkin juga menyukai