Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PEMBIASAN DARI LENSA KE UDARA DAN PEMANTULAN


SEMPURNA

Hari/Tanggal Percobaan : Senin/30 Mei 2022


Nama Asisten : Desy Shafira Siahaan
Tujuan Percobaan : Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa
diharapkan dapat memahami pembiasan cahaya
dari benda ke udara.

A. Latar Belakang
Pembiasan dan pemantulan sempurna bukan suatu fenomena yang
asing lagi bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kita yang tidak
menyadari akan hal tersebut, seperti dapat kita temukan pada pembiasan
sinar bintang karena cahaya bintang merambat dari ruang hampa menuju
atmosfer yang kerapatannya berbeda-beda, maka cahaya tersebut dibiaskan
mendekati garis normal, sehingga bintang yang kita lihat dari jarak jauh
tidak tepat pada posisi aslinya. Selain itu, peristiwa di siang hari yang sangat
panas kita bahkan sering sekali melihat adanya banyangan air di jalanan.
Hal ini disebabkan oleh cahaya dari matahari yang mengalami sebuah
pemantulan sempurnya karena perbedaan kerapatan udaranya diatas jalan
tersebut.
B. Dasar Teori
Menurut Tipler (2001 : 446) menyatakan bahwa, ketika seberkas
cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua
medium berbeda, misalnya udara-kaca. Pada kaca, cahaya tersebut
dipantulkan dan sebagiannya lagi memasuki medium kedua, sinar yang
ditransmisikan atau diteruskan disebut sinar bias. Peristiwa yang terjadi ini
disebut dengan pembiasan. Untuk cahaya yang memasuki kaca dari udara,
ada sebuah ketertinggalan fase (phase lag) antara gelombang yang
diradiasikan kembali dan gelombang datang. Ketertinggalan fase ini bearti
bahwa posisi puncak gelombang dari gelombang yang dilewatkan
diperlambat relatif terhadap posisi puncak gelombang datang di dalam
medium tersebut.

Menurut Merry (2022 : 17) menyatakan bahwa, hukum snellius tentang


pembiasan cahaya yakni : n1 sin i = n2 sin r, berikut penjelasannya

Pada gambar di atas berlaku :

sin i n2 v 1 λ 1
= = =
sin r n1 v 2 λ 2

Keterangan :
n1 = indek bias medium 1
n2 = indek bias medium 2
i = sudut sinar datang
r = sudut sinar bias
v1 = kecepatan cahaya di medium 1
v2 = kecepatan cahaya di medium 2

Menurut Yusrizal (2022 : 5) menyatakan bahwa, hukum snell dapat


digunakan untuk menghitung sudut datang atau dinamakan dengan sudut bias, dan
dalam eksperimen yang sering digunakan untuk menghitung indeks bias suatu
bahan. Hukum snell pada umumnya berlaku untuk medium isotropik atau medium
berupa spekular (seperti kaca). Dalam medium anistoropi seperti beberapa kristal
yang dapat membagi sinar menjadi dua sinar yaitu sinar biasa (ordinary) yang
mengikuti hukum snell, dan satu lagi sinar luar biasa (extraordinary) yang tidak
c0-planar dengan sinar datang. Ketika cahaya atau dua gelombang yang
monokromatik yaitu dari frekuensi tunggal, hukum snell juga dapat digunakan
dalam bentuk perbandingan panjang gelombang di dalam dua medium λ 1dan λ 2 :

sin θ1 v 1 λ 1
= =
sin θ2 v 2 λ 2

Untuk memahami konsep hukum snell, mari kita bayangkan cahaya yang
panjang gelombangnya 600 nm yang bergerak dari air ke udara. Adapun indeks
bias dari air adalah 1,33 sedangkan yang indeks bias untuk udaranya adalah
1,00029. Untuk dapat menghitung sudut yang dibuat oleh sinar yang keluar, kita
dapat menerapkan angka dalam rumus tersebut.

n1 sin i = n2 sin r
1,33 sin 30 ̊ = 1,00029 sin x
x = 41 ̊

Dalam kasus cahaya merambat dari udara ke air, cahaya akan dibiaskan
menuju garis normal, karena cahaya akan melambat kelajuannya ketika sudah
berada dalam air. Dan hal inilah yang mengakibatkan cahaya tersebut akan
membias jauh dari garis normalnya. Jika sinar masuk dari kaca menuju udara
dengan sudut yang bervariasi mulai dari sudut terkecil sampai sudut 90 ̊, maka
akan ditemui keadaan dimana sudut sinar yang dipantulkan dan sudut sinar yang
dibiaskan membentuk sudut 90 ̊. Sudut yang menghasilkan keadaan ini juga sering
dinamakan dengan sudut Brewster yang pertama ditemukan oleh David Brewtser.
Selain itu, pada peristiwa pembiasan cahaya, cahaya yang datang akan diteruskan
namun mengalami pembiasan atau pembelokan arah. Besarnya sudut yang
dibentuk oleh sinar bias dengan garis normal disebut dengan sudut bias. Besar
kecilnya sudut bias akan dipengaruhi oleh sifat dari dua medium yang disebut
dengan indeks bias. Setiap medium memiliki nilai dari indeks biasnya masing-
masing.
C. Alat dan Bahan
1. Kotak cahaya
2. Pemegang kotak cahaya
3. Diafragma 1 dan 3 celah
4. Model lensa, setengah lingkaran
5. Rel presisi
6. Kaki rel 2 buah
7. Tumpakan berpenjepit 2 buah
8. Cakram optik berporos
9. Catu daya
10. Kabel penghubung 2 buah

D. Prosedur Percobaan
1. Diletakkan cakram optik didepan kotak cahaya pada rel presisi dengan
sumbu 0 ̊ - 0 ̊ sejajar dengan rel (gambar 2.1)

2. Digunakan bagian depan kotak cahaya untuk menghasilkan sinar


sejajar.
3. Dimasukkan diafragma 1 celah ke dalam celah pemegang diafragma
depan kotak cahaya.
4. Diletakkan model lensa setengah lingkaran di atas cakram optik
sedemikian sehingga permukaan yang datar berimpit dengan sumbu 90
̊ - 90 ̊ dan sumbu 0 ̊ - 0 ̊ membagi dua sama panjang permukaan datar
lensa.
5. Dipastikan catu daya dalam keadaan mati. Dihubungkan catu daya ke
sumber tegangan PLN dan diatur keluaran catu daya 12 V DC.
6. Dihubungkan kotak cahaya ke catu daya.
7. Dinyalakan catu daya (sebenarnya sinar dari kotak cahaya terlihat jelas
di atas cakram optik. Jika dibutuhkan diatur posisi lensa kolimator dari
kotak cahaya untuk mendapatkan sinar sejajar yang baik).
8. Diatur posisi kotak cahaya sedemikian sehingga sinar yang keluar
berimpit dengan sumbu 0 ̊ pada cakram optik (gambar 2.1). (sekarang
sinar datang tegak lurus lensa setengah lingkaran)
9. Jika ada, diamati sinar yang dibiaskan lensa dan arah pembiasan sinar
tersebut. Kemanakah arah sinar bias ketika cahaya jatuh tegak lurus
lensa setengah lingkaran ?
10. Diputar cakram optik dengan hati-hati searah atau berlawanan arah
dengan jarum jam sedemikian sehingga sinar datang membentuk sudut
terhadap sumbu seperti gambar 2.2 (lensa setengah lingkaran harus
tetap berada pada kedudukan semula).

11. Jika dirasakan perlu, diatur cakram optik sedemikian sehingga sudut
datang memiliki nilai yang “baik” sehingga mudah dibaca dan diingat
10 ̊. Dicatat sudut datang i pada tabel 2.1.
12. Dibaca sudut bias r kemudian dicatat pada tabel 2.1
13. Diubah sudut datang sinar untuk nilai yang berbeda dengan memutar
cakram optik perlahan dan hati-hati sehingga lensa tetap berada pada
kedudukan semula.
14. Dibaca kemudian dicatat sudut datang dan sudut bias pada kolom yang
sesuai pada tabel 2.1.
15. Diulangi langkah f dan g untuk nilai i yang lain (misalnya 20 ̊, 30 ̊, 40 ̊,
dan 50 ̊) sampai didapatkan paling tidak lima pasangan nilai i dan r.
16. Diperhatikan nilai i dan r.
Apa yang dapat anda katakan tentang pasangan nilai tersebut (tentang
hubungan antara i dan r) ?
17. Diputar cakram optik kembali pada posisi awal dimana sumbu 0 ̊ - 0 ̊
berimpit dengan sinar.
18. Perlahan-lahan dinaikkan sudut datang pada bagian datar lensa
setengah lingkaran sambil diamati sinar datang dan sinar bias. Diamati
juga jika ada sinar yang dipantulkan permukaan datar.
19. Dicari sudut datang ketika sudut bias sinar mencapai (mendekati) 90 ̊
terhadap normal.
20. Dimasukkan data hasil pengamatan pada tabel.
E. Data Pengamatan
sin i
No I r Sin i Sin r
sin r
1 20 ̊ 10 ̊ 0,34 0,17 2

2 30 ̊ 26 ̊ 0,5 0,44 1,14

3 40 ̊ 32 ̊ 0,64 0,53 1,21

4 50 ̊ 35 ̊ 0,77 0,57 1,35


F. Pengolahan Data
1. Mencari sin i
a. Pada i = 20 ̊
Sin i = sin 20 ̊
= 0,34
b. Pada i = 30 ̊
Sin i = sin 30 ̊
= 0,5
c. Pada i = 40 ̊
Sin i = sin 40 ̊
= 0,64
d. Pada i = 50 ̊
Sin i = sin 50 ̊
= 0,77

2. Mencari sin r
a. Pada r = 10 ̊
Sin r = sin 10 ̊
= 0,17
b. Pada r = 26 ̊
Sin r = sin 26 ̊
= 0,44
c. Pada r = 32 ̊
Sin r = sin 32 ̊
= 0,53
d. Pada r = 35 ̊
Sin r = sin 35 ̊
= 0,57

sin i
3. Mencari sinar sudut bias
sin r
a. Pada i = 20 ̊ dan r = 10 ̊
sin i 0,34
=
sin r 0,17
=2
b. Pada i = 30 ̊ dan r = 26 ̊
sin i 0,5
=
sin r 0,44
= 1,14
c. Pada i = 40 ̊ dan r = 32 ̊
sin i 0,64
=
sin r 0,53
= 1,21
d. Pada i = 50 ̊ dan r = 35 ̊
sin i 0,77
=
sin r 0,5 7
= 1,35
G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa pembiasan merupakan pembelokan arah
rambat cahaya pada saat melewati dua bidang batas medium bening
yang berbeda indeks biasnya. Pada percobaan yang sudah dilakukan
medium bening yang digunakan yaitu model lensa setengah lingkaran
agar dapat melihat peristiwa pembiasan cahaya yang terjadi
2. Saran
Semoga kedepannya alat-alat dan bahan laboratorium fisika akan
lengkap dan dapat dipergunakan sebaiknya sehingga tidak terjadi lagi
saling mengantri kotak cahaya antara kelompok lainnya ketika
praktikum sudah berlangsung.
H. Tugas dan Pertanyaan Akhir
1. Berapakah besar sudut datang yang menghasilkan sudut bias 90 ̊ !
Jawab :
Dari tayangan video laboratorium pendidikan fisika (You Tobe) tentang
percobaan pemantulan sempurna di dalam bahan akrilik, jelas terlihat
tepat di 42 ̊ sudut datang dapat menghasilkan pembiasan sebesar 90 ̊
sehingga sudut 42 ̊ ini termasuk ke dalam sudut kritis. Namun,
berdasarkan data hasil pengamatan praktikum yang sudah dilakukan
belum menunjukkan bahwa sudut 42 ̊ ini sebagai sudut kritis yang
menghasilkan sudut bias 90 ̊, penyebabnya dimungkinkan kurangnya
daya cahaya yang keluar dari kotak cahaya yang kami gunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Thressia, Merry. 2022. Buku Ajar Optika. Yogyakarta : CV Budi Utama.


Tipler, Paul A. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Yusrizal, dan Rahmati. 2022. Fisikawan dan Ilmu Fisika. Banda Aceh : Syiah
Kuala University Press.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai