Anda di halaman 1dari 2

Ini peringatan bagi muslimah agar tidak mudah mengiyakan ketika diajak nikah siri.

Meskipun yang
mengajak kelihatannya shalih dan punya alasan: nanti nikah resmi dan walimah setelah lulus kuliah.

Mawar (nama disamarkan) menjadi salah satu korbannya. Ia masih menjadi mahasiswi di Surabaya
saat ada teman sekampus yang mengajaknya menikah.

Dan Nikah Siri pun Terjadi

Cinta semakin bersemi. Mawar tahu ada yang keliru, tapi ia tak ingin terjerumus dalam dosa pacaran.
Di kampusnya, tak sedikit teman-temannya yang pacaran. Pulang kuliah bergandengan tangan,
boncengan. Bahkan malam-malam mojok berduaan. Mawar tak mau begitu.

Maka ketika Roni mengajaknya menikah, ia segera mengiyakan. “Tapi nikah siri dulu, soalnya kan kita
masih kuliah,” Roni mengaku tak bisa menahan cintanya, tapi juga tak mau terjerumus zina. “Nanti
setelah lulus, kita baru nikah resmi dan walimah.”

Mawar sempat bimbang. Namun karena cintanya terlanjur mendalam, ia pun memberanikan diri
meminta izin pada orang tuanya.

“Lho, laopo kok nikah siri barang, to Nduk? Bapak ngijini tapi yo kudu nikah temenan. Nduwe gawe
koyok umume.” (Lho, kenapa kok pakai nikah siri segala, Nak? Bapak mengizinkan tapi ya harus nikah
beneran. Hajatan seperti adat pada umumnya).

Pelan-pelan Mawar menjelaskan. Tentang kondisinya dan kondisi Roni yang masih sama-sama kuliah.
Apalagi Roni juga belum bekerja. Ia merajuk, di satu sisi dirinya tak mau terjerumus dosa, di sisi yang
lain ia sudah sangat ingin menikah.

Rupanya hati sang ayah luluh juga. Disepakatilah hari akad nikahnya. Di Surabaya. Dari kampung,
hanya ayah dan ibu Mawar, berdua. Sementara Roni telah meminta bantuan seseorang yang
disebutnya Ustadz untuk menikahkan. Ia juga membawa dua temannya sebagai saksi.

Terjadilah pernikahan itu. Nikah siri. Lalu keduanya yang tadinya kos sendiri-sendiri, sekarang ngontrak
dalam satu rumah.

Hari-hari pertama pernikahan, mereka layaknya pengantin lain yang menikmati bulan madu. Segalanya
indah. Tilawah berdua. Sholat tahajud berdua. Makan berdua. Tidur berdua.

Masalah Datang

Satu semester berlalu. Hari-hari pertama yang selalu indah mulai berubah. Dinamika hidup berdua
mulai terasa. Jika pada masa bulan madu tak pernah ada perselisihan, tak pernah menganggap ada
masalah, semuanya beraroma cinta. Kini mulai berbeda.

Roni mulai mempermasalahkan ketika Mawar tak sependapat dengannya. Mawar juga merasa Roni
yang dulu dikenalnya ternyata belum dikenal sepenuhnya. Ada beberapa sisi karakternya yang
ternyata tidak sama dengan yang ia bayangkan.
Apalagi saat itu mereka mulai mengajukan proposal skripsi. Energi terporsir, pikiran terporsir, stres pun
meningkat. Sedikit perbedaan saja memicu perselisihan. Mulai ada marah-marah. Namun mereka
masih bisa mengatasinya hingga wisuda.

Usai wisuda, keduanya pulang ke rumah masing-masing. Roni berjanji akan segera melobi
orangtuanya agar segera melangsungkan pernikahan resmi dan walimah alias resepsi. Namun berhari-
hari tak kunjung ada kabar.

Di kampung, Mawar semakn gelisah. Bagaimana jika terjadi apa-apa. Dan sebuah SMS
mengejutkannya. “Maaf, saya tidak berhasil membujuk orangtuaku. Kita tidak bisa menikah.”

Laksana sambaran petir di siang hari, Mawar tak tahu harus bagaimana. Ia SMS tidak dibalas. Telepon
tidak tersambung.

Berhari-hari Mawar depresi. Bagaimana tidak, suaminya menghilang. Bahkan siapa yang percaya
kalau itu suaminya? Tak ada bukti kecuali kedua orangtuanya dan saksi yang tidak dikenalnya.

Ia juga bingung, bagaimana status dirinya? SMS itu apakah tanda ia diceraikan atau bagaimana? Lalu
bagaimana kalau ia hamil? Memang dengan suami sendiri, tetapi siapa yang tahu kalau dia sudah
menikah?

Jangan Ada Lagi yang Nikah Siri

Masalah itu berlarut-larut hingga hitungan bulan. Roni dikabarkan menghilang dari kotanya. Pergi entah
ke mana. Mawar berhasil bangkit dari depresinya. Bagaimana pun, ia harus tetap melanjutkan
kehidupannya.

Ia menjalin komunikasi dengan teman-teman alumni aktifis dakwah di kampusnya. Dari mereka, Mawar
kembali terkuatkan dan termotivasi. Ia juga menyadari kesalahan terbesarnya. Nikah siri. Padahal
teman dekatnya dulu telah memperingatkannya.

“Jangan sampai ada lagi akhwat yang mau nikah siri. Apapun alasannya. Memang secara agama sah,
tetapi secara hukum sangat lemah,” tutur Mawar. “Mungkin karena itulah banyak ulama yang tidak
memperbolehkan nikah siri seperti yang kulakukan.”

Pada 2014 lalu, KH Ma’ruf Amin yang waktu itu menjabat Wakil Ketua MUI menjelaskan, MUI sudah
sejak lama mengimbau masyarakat agar tidak nikah siri. Meskipin nikah siri sah secara agama, namun
tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan tak adanya kekuatan hukum, maka baik istri maupun anak
berpotensi menderita kerugian akibat pernikahan itu.

https://keluargacinta.com/kisah-nikah-siri/

Anda mungkin juga menyukai