Anda di halaman 1dari 14

KESADARAN INTRAPERSONAL DALAM HUBUNGAN

INTERPERSONAL

OLEH :

RISMA SESILAWATI (NH0119066)

NURDALIAH (NH0119052)

VIVI DYAH PUTRI NOVIVIYANTI (NH0119077)

ABDUL WAHAB

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas


limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini berjudul “ KESADARAN INTRAPERSONAL
DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ”. Makalah ini disusun agar dapat
bermanfaat sebagai media sumber informasi dan pengetahuan.

Ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Komunikasi Dalam


Keperawatan II, teman-teman dan semua pihak yang telah terlibat
dan memberikan bantuan dalam bentuk moril maupun materil dalam proses
penyusunan makalah ini, sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk


itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna serta bisa digunakan sebagaimana
mestinya.

Makassar, 21 maret 2021

                                                                                         
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………..

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………..
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………..
C. TUJUAN…………………………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KESADARAN DIRI………………………………………………………


B. EKSPLORASI PERASAAN………………………………………………………………….
C. KEMAMPUAN MENJADI MODEL…………………………………………………….
D. ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB……………………………………………………..
E. PANGGILAN JIWA…………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN………………………………………………………………………………….
B. SARAN…………………………………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong
proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lainmengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai
pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolaksaling memberikan pengertian antara
perawat dengan klien.
Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya
saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien,
perawatmembantu dan klien menerima bantuan. Kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
hubungan perawat-klien. Bila perawat tidak memperhatikan hal ini maka
hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang
memberikan dampak terapeutik yang akhirnya mempercepat proses
kesembuhan tetapi lebih kepada hubungan sosial.
Perawat yang menguasai tehnik “ Komunikasi Terapeutik “ akan
lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhn keperawatan. Dampak
selanjutnya adalah memberikan Kepuasan Profesional dalam pelayanan
keperawatan dan akan meningkatkan citra profesi serta rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan kesadaran diri ?
2. apa yang dimaksud dengan eksplorasi perasaan ?
3. apa yang dimaksud dengan kemampuan menjadi model ?
4. apa yang dimaksud dengan panggilan jiwa ?
5. apa yang dimaksud dengan etika dan tanggung jawab ?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui tentang kesadaran diri
2. Agar mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui tentang eksplorasi
perasaan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan mampu
mempraktekkan apa yang dimaksud dengan kemampuan menjadi model
4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang panggilan jiwa
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang etika dan
tanggung jawab
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesadaran Diri
Hubungan interpersonal sangat erat kaitannya dengan komunikasi.
Dua hal ini tak terpisahkan karena hubungan interpersonal terjalin melalui
komunikasi. Dengan kata lain, komunikasi merupakan dasar bagi
pengembangan hubungan interpersonal. Disisi lain keterampilan
komunikasi itu sendiri juga di tentukan oleh keterampilan tertentu yang
merupakan bagian dari keterampilan hubungan interpersonal. Menurut
Miller (Rakhmat, 2005:120) memahami proses komunikasi interpersonal
menuntut pemahaman hubungan simbiosis antara komunikasi dengan
perkembangan relasional: Komunikasi mempengaruhi perkembangan
relasional, dan pada gilirannya perkembangan relasional
mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak pihak yang terlibat dalam
hubungan tersebut.
Kesadaran diri merupakan proses mengenali motivasi, pilihan
dan kepribadian kita lalu menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut
atas penilaian, keputusan dan interaksi kita dengan orang lain. Kesadaran
diri merupakan kunci penampilan perawat psikiatri. tujuannya agar
perawat punya bukti otentik, komunikasi terbuka dan komunikasi diri.
Perawat harus dapat mengerti tentang perasaan diri, tindakan
dan reaksi. Juga dapat menerangkan kemampuan emosional
(MacCulloch, 1998). Yang baik adalah perawat dapat mengerti dan
menerima pasien dengan perbedaan dan keunikannya sesuai dengan
pengetahuannya yang dimiliki.Kita tahu bahwa kesadaran diri penting,
memahami diri bukan hanya salah satu syarat agar kita sukses, tetapi juga
merupakan syarat agar kita dapat bekerja bersama orang lain secara
efektif. Sudah terbukti bahwa seorang pemimpin yang sukses adalah
seorang yang menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya Mereka
mengoptimalkan kekuatan diri dan menggunakan kerjasama tim untuk
menutup kelemahan dirinya. Untuk dapat bekerjasama dengan orang
lain perlu kita ketahui motivasi, kebutuhan, gaya kerja, kemampuan, dan
batas kemampuan orang yang bekerjasama dengan kita.Kesadaran diri
(self awareness) atau pengetahuan diri adalah langkah awal agar kita dapat
bekerja dengan efektif.
Campbell (1980) mendefenisikan kesadaran diri menurut model
keperawatan secara holistik meliputi komponen psikologik, fisik, lingkungan
dan pilosopi :
1. Komponen psikologi ,termasuk pengetahuan, emosi, motivasi,
konsep diri dan personaliti.
2. Komponen fisik adalah pengetahuan tentang fisiologi personal
dan umum, juga termasuk sensasi tubuh, gambaran diri dan
potensial fisik.
3. Komponen lingkungan berisi tentang lingkungan sosiokultural,
hubungan dengan orang lain, dan pengetahuan tentang
hubungan antara manusia dan alam.
4. Komponen pilosopi adalah perasaan tentang makna kehidupan.
Pilosopi diri berupa tentang kehidupan dan kematian baik yang
disadari maupun tidak disadaritermasuk kemampuan superior,
tetapi juga meliputi tanggung jawab terhadap perilaku baik secara
etik dan nyata.
Kesemua komponen merupakan model yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesadaran diri dan perkembangan diri perawat dan
pasien untuk mengerti akan dirinya. Perawat membutuhkan waktu untuk
menggali dan menjelaskan setiap bagian dari dirinya. Jika perawat dapat
mempersepsikan, merasakan dan memikirkan, mahasiswa setiap
waktu diajarkan untuk memperbaiki diri setiap waktu dan
kesempatan yang diperoleh untuk menampilkan perilakunya. Adapun
manfaat kesadaran diri di antaranya adalah:
1. Memahami diri kita dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Mengembangkan dan mengimplementasikan kemampuan diri.
3. Menetapkan pilihan hidup dan karir yang akan dicapai.
4. Mengembangkan hubungan kerja dengan orang lain.
5. Memahami nilai diversity.
6. Meningkatkan produktivitas.
7. Meningkatkan kemampuan peran serta kita pada organisasi, dan
Keluarga.
B. Eksplorasi Perasaan
Penggunaan diri secara teraupeutik memerlukan strategi yang
optimal agar mendapatkan masukan/data dari klien yang akurat dalam
rangka untuk menentukan masalah klien, menentukan intervensi, serta
melaksanakan implementasi yang baik.
Salah satu stategi tersebut adalah membebaskan diri dari rasa
kecemasan saat akan ataui sesudah melaksanakan pertemuan dengan klien
dengan cara mengkaji atau menggali perasaaan-perasaan yang timbul
sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain. Seorang perawat yang
merasa cemas pada saat berinteraksi dengan klien akan tampak pada
ekspresi wajahnya dan perilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat
klien merasa tidak nyaman dan kerena adanya “pemindahan perasaan”
( transfer feeling) mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan
memengaruhi interaksi secara keseluruhan. Saat bertemu dengan klien
orientasi Komunikasi hanya satu yaitu komunikasi teraupeutik, tidak ada
komunikasi lain sehingga pertemuan itu merupakan pertemuan yang
bermutu karena perawat akan mendapatkan masalah keperawatan dari
klien untuk dijadikan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan
keperawatan
Oleh kerena itu diperlukan persiapan yang matang melalui
eksplorasi perasaan dengan perawat lalu menceritakan keluhan dan
perasaan yang mengganggu pikirannya. Seorang yang tidak mampu
mengeksplorasi perasaannya sendiri dan tidak terbuka dengan perasaannya
sendiri kemungkinan akan merusak interaksinya dengan orang lain.
Rusaknya proses interaksi akan mempengaruhi data yang kita poerolrh dari
klien. Data menjadi tidak akurat dan tidak relevan yang pada akhirnya terjadi
kesalahan dalam penentuan diagnosis keperawatan, kesalahan dalam
mentukan rencana keperawatan dan implementasi. Perawat harus sadar
cemas akan perasaannya sendiri agar kehadirannya disisi klien dalam rangka
berinteraksi dan berkomunikasi membawa dampak yang terapeutik yaitu
perawat mendapatkan data dan klien puas karena karena merasakan
diperhatikan. Bagi perawat , eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu
dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga
dia dapat mengontrol perasaannya agar ia dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik. Bagi perawat untuk mengerti akan dikomunikasikan
sesuai dengan standar baku dari dirinya melalui pengukuran yang lebih
rasional.
C. Kemampuan Menjadi Model (Role Model)
Seorang pasien membutuhkan sosok pribadi yg dapat
diteladaninya dalam mengubah perilaku. Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan diharapkan mampu menjadi model bagi klien dalam
menjalani kehidupannya.Perawat yang mempunyai masalah pribadi,
seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang terganggu,
akanmempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan Sundeen,
1987:102).
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan
memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik,
distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta
adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas
perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.Perawat
mungkin menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan
profesional dengan kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada
asuhan kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik
dalam menolong klien.

Ciri perawat yang dapat menjadi role model adalah :


1. Puas akan hidupnya
2. Tidak didominasi oleh stress
3. Mampu kembangkan kemampuan
4. Adaptif

Hasil penelitian menunjukkankekuatan peran perawat merupakan


model sosial dari rentang perilaku adaptif sampai dengan
maladaptif. Perawat menggunakan diri untuk menjadi model yang
adaptif dan perkembangan perilaku. Role model tidak berhubungan
dengan kemampuan total dari norma lokal masyarakat atau
kebahagiaan hidup, isi sepenuhnya dalam kehidupan efektifnya.
peran perawat dapat dilakukan dengan penuh dan kepuasan
kehidupan diri yang tidak didominasi oleh konflik, distres atau
pengingkaran dan juga pendekatan perawat dalam kehidupannya dalam
mengembangkan kemampuan, harapan dan adaptasi.
D. Etik dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan asuhan keperawatanperawat harus
bertanggung jawab terhadap semua tindakan yg dilakukannya. Demikian
pula dalam berkomunikasi, perawat seharusnya bertanggungjawab atas
perilakunya dan mampu mengatasi semua kelemahannya.Keyakinan diri
pada seseorang dan masyarakat dapat memberikan berupa kesadaran
akan petunjuk untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat umumnya
menampilkan penguatan nilai hubungan perawat-klien dan tanggung jawab
dan pemberian pelayanan yang merupakan rujukan untuk semua
perawat dalam memberikan penguatan untuk kesejahteraan pasien dan
tanggung jawab sosial. Pilihan etik bertanggung jawab dalam
menentukan pertanggung jawaban, risiko, komitmen dan keadilan.
Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan akan
tanggung jawab untuk merubah perilaku. Dimana harus diketahui
batasan dan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan
oleh anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk
menggali pengetahuan dan kemampuan dalam menolong orang lain;
sumber-sumber yang digunakan guna dipertanggung jawabkan.

E. Altruisme (panggilan jiwa)


Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan oleh
manusia. Altruisme adalah tindakanberkorban untuk menyejahterakan
orang lain tanpa menghiraukan balasan sosial maupun materi bagi dirinya
sendiri. Altruisme adalah kesedian untuk menolong orang lain secara
sukarela tanpa mengharapkan imbalan. Menurut Arif Ahmad, altruisme
adalah prilaku yang tidak mementingkan diri sendiri yang mempunyai
pengaruh yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup, kenyamanan
serta keadaan mental orang lain. Aspek-aspek altruisme terdiri dari tiga
hal yaitu: Empati yaitu emampuan untuk ikut merasakan perasaan
yangdirasakan orang lain. Sukarela yaitu bahwa apa yang diberikan semata-
mata untuk orang lain dan tidak ada kemungkinan untuk memperoleh
imbalan. Keinginan memberi yaitu untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan
kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk
membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa
memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian
pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi
khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme,
dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban,
sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa
memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme, yaitu:
1. Suasana hati: jika suasana hati sedang nyaman, seseorang akan
terdorong untuk memberikan pertolongan lebih banyak
2. Meyakini keadilan dunia: adanya keyakinan bahwa dalam jangka
panjang yang salah akan dihukum dan yang baik akan mendapat pahala.
3. Empati: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan
atau pengalaman orang lain.
4. Faktor situasional: kondisi dan situasi yang muncul saat
seseorang membutuhkan pertolongan juga mempengaruhi orang
lain untuk memberikan pertolongan.
5. Faktor sosiobiologis: perilaku menolong orang lain dipengaruhi oleh
jenis hubungan dengan orang lain, individu lebih suka menolong
orang yang sudah dikenal atau teman dekat daripada orang asing.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong
proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat
memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar
dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di
antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima
bantuan.
Seorang pasien membutuhkan sosok pribadi yg dapat
diteladaninya dalam mengubah perilaku. Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatandiharapkan mampu menjadi model bagi klien dalam menjalani
kehidupannya.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatanperawat harus
bertanggung jawab terhadap semua tindakan yg dilakukannya. Demikian
pula dalam berkomunikasi, perawatseharusnya bertanggung jawab atas
perilakunya dan mampu mengatasi semua kelemahannya.

B. Saran
Kami sadar bahwa makalah ini tidak dapat dikatakan sempurna,
kami memberikan saran kepada pembaca agar mencari refrensi lain agar
menambahkan ilmu bagi pembaca dan kami meminta kritik dan masukan
untuk membangun makalah ini semoga pembaca dapat mendapatkan ilmu
yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

1. MH. Pribadi Zen (2013). Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal


Keperawatan Profesional. Jogjakarta: D-Medika

2. Stuart dan Sundeen (1998). Keperawatan JiwaEdisi 3. Jakarta

3. Made Windu Segara, dkk. Hubungan Kecerdasan Interpersonal dan Altruisme.


Volume 5 , Nomor 2 , Tahun 2016

4. Muhammad, Arni.1995.Komunikasi organisasi.Jakarta:Bumi Aksara.

5. Depkes RI. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta. 1997.

6. Keliat, Budi Anna (1996).Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Bandung

7. MH. Pribadi Zen (2013). Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal


Keperawatan Profesional. Jogjakarta: D-Medika

8. Keliat, Budi Anna (1996). Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Bandung

Anda mungkin juga menyukai