Anda di halaman 1dari 35

BAB II

GEOMETRIK JALAN
2.1 Penentuan Trase Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang
dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen horizontal terdiri
dari garis garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari
busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran
saja. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen
horizontal.

1. Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi.Hal
ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam
dan biaya yang murah.
2. Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada
jalan yang relative lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai
kesempatan memperlambat kecepatannya.
3. Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga
jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan
fungsi jalan.
4. Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan searah
dengan jari-jari berlainan.
5. Hindari lengkungan berbalik yang mendadak. Pada keadaan ini pengemudi
kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga
kessukarannya dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan.
6. Pada tikungan gabungan harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang ± 20m.
Dalam tugas ini diberikan suatu peta yang akan dibuat suatu trase alinyemen
horizontal dengan skala horizontal dan skala vertikal tertentu. Trase atau alur jalan
didesain berawal dan berakhir pada titik-titik ujung yang telah ditentukan dengan
membentuk 2 (dua tikungan dan saling berlawanan arah titik pusat jari-jarinya. Trase
jalan digambarkan langsung pada peta yang diberikan.

Dalam tugas ini diberikan suatu peta yang akan dibuat suatu trase alinyemen
horizontal dengan skala horizontal 1:1000 dan skala vertikal 1:100. Trase ditarik dari

1
ujung kiri peta sampai ujung kanan peta dengan membentuk dua tikungan yang saling
berlawanan arah titik pusat jari-jarinya.

Dalam pembuatan trase diusahakan agar jalan tersebut cukup landai dan tidak terlalu
menanjak untuk dilewati. Pertimbangan lainnya yaitu bahwa titik bagi tikungan berada
di daerah yang relatif datar. Trase jalan digambarkan langsung pada peta yang
diberikan. Pengambilan lokasi trase juga memperhitsungkan situasi sekitar seperti
sungai, pemukiman, pesaahan, perbukitan dan lain lain.
2.2 Perhitungan Koordinat, Jarak, Azimuth, dan Sudut Tikungan

Gambar 2. 1 Trase pada Kontur Permukaan Tanah

Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

Langkah awal adalah kita perlu menetukan jarak antar grid dan titik acuan. Titik
acuan yang diambil adalah titik (7350,388;4696,419) disebelah kiri dan jarak antar grid
di peta adalah 9,6 cm. selanjutnya adalah menentukan koordinat, jarak, azimuth dan
sudut tikungan
7677,112 5608,596
B
7506,112 5458,549
P-2
7342,064 4926,046
P-1
7350,388 4696,419
A

2
Gambar 2. 2 Sketsa Kontur Permukaan Tanah

Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

2.2.1 Perhitungan Koordinat


Untuk menghitung koordinat ada tiga alternatif hitungan, yaitu :
1. Pengukuran lapangan langsung.
2. Perhitungan pada peta topografi. Yaitu dengan cara menginterpolasi koordinat
yang telah ada pada peta topografi yaitu dengan adanya perpotongan sumbu X
dan sumbu Y. Bila diketahui koordinat titik A (XA, YA), jarak AB (DAB) dan
sudut jurusan dari titik A ketitik B (α AB) maka koordinat titik B (XB, YB)
dapat dihutung :
XB− XA
Sin α AB = Sehingga XB = XA + DAB Sin α AB
DAB
YB−YA
Cos α AB = Sehingga YB = YA + DAB Cos α AB
DAB
3. Perhitungan cara matematis.
Untuk kemudahan perhitungan maka digambarkan garis-garis grid, kemudian
titik yang akan dicari koordinatnya dicari dengan acuan dari grid terdekat.
Koordinat titik-titik utama pada trase alinyemen horizontal :

Koordinat
No Titik
X Y
1 A 7350,388 4696,419
2 PI-1 7342,064 4926,046
3 PI-2 7506,112 5458,549
4 B 7677,112 5608,596
Tabel 2. 1 Koordinat Titik-Titik Utama Pada Trase Alinyemen Horizontal

Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

2.2.2 Perhitungan Jarak


Jarak adalah rentangan terpendek antara dua titik. Jauh rentangan antara dua
titik dinyatakan dalan satuan ukuran panjang.
Jarak AB adalah
XB− XA
DAB1 =
sin α AB
YB−YA
DAB2 =
cos α AB
DAB 1+ DAB 2
DAB3 =
2
Perhitungan jarak dilakukan dengan menggunakan persamaan :
3
da-b = √ ( Xb− Xa )2+(Yb−Ya)²
Dengan :
d a-b = Jarak antara titik a dan titik b, (m)
xa = Koordinat x titik a,
xb = Koordinat x titik b,
ya = Koordinat y titik a,
yb = Koordinat y titik b,
Dengan rumus tersebut dihitung jarak antar titik-titik A, C, D, dan B

dA – PI-1 =

√ ( 7342,064−7350,388 ) + ( 4926,046−4696,419 ) =229,778 m


2 2

PI-1 – PI-2 =
√¿¿¿
PI-3 - dB =

√ ( 7677,112−7506,112 ) + (5608,596−5458,549 ) =227,497 m


2 2

2.2.3 Perhitungan Azimuth


Azimuth adalah besar sudut yang dimulai dari utara berputar searah jarum jam
ketitik yang dituju. Besarnya azimuth adalah 0˚ – 360˚. Jika azimut awal diketahui
dan sudut horisontal titik-titik poligon diukur, maka azimut sisi poligon yang lain
bisa dihitung dengan rumus berikut:

αn; n+1 = αn + βn – 180 ˚           jika βn adalah sudut kanan

αn; n+1 = αn – βn + 180 ˚            jika βn adalah sudut kiri

Jika diketahui koordinat A (XA,YA) dan koordinat B (XB,YB), maka azimut


dari titik A ke titik B adalah:

(XB −XA)
Tg αAB = 
(YB−YA)

Dasar untuk menentukan letak kuadran azimut:

¿
Jika ∆ X + ∆ Y + ¿ ¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 1.

¿
Jika ∆ X + ∆ Y −¿ ¿ ¿ maka azimut (α) terletak di kuadran 2.

4
¿
Jika ∆ X− ∆ Y −¿¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 3.

¿
Jika ∆ X− ∆ Y +¿ ¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 4.

Catatan:

Jika hasil hitungan azimut αn; n+1 > 360˚   maka    αn;n+1 – 36 ˚

Jika hasil hitungan azimut αn; n+1< 0˚ maka αn; n+1 + 360˚

Besarnya azimuth ini ditentukan dengan besar tangen sudut yang dibentuk oleh
kedua garis tersebut. Perhitungan azimuth ini dirumuskan dengan :

Jika diketahui koordinat A (XA,YA) dan koordinat B (XB, YB), maka azimuth
dari titik A ke titik B adalah :

(XB −XA)
αAB =  Arc Tg
(YB−YA )
dimana :
αAB= Azimuth dari titik awal
xa = koordinat x titik awal
ya = koordinat y titik awal
xb = koordinat x titik akhir
yb = koordinat y titik akhir
Dasar untuk menentukan letak kuadran azimut:

¿
Jika ∆ X + ∆ Y + ¿ ¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 1 = 0˚

¿
Jika ∆ X + ∆ Y −¿ ¿ ¿ maka azimut (α) terletak di kuadran 2 = 180˚ - α˚

¿
Jika ∆ X− ∆ Y −¿¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 3 = 180˚ + α˚

¿
Jika ∆ X− ∆ Y +¿ ¿ ¿maka azimut (α) terletak di kuadran 4 = 360˚ - α˚

Dengan rumus tersebut dicari azimuth pada trase jalan :

7342,064−7350,388
αA= tanˉ ˡ =177,924 ˚
4926,046−4696,419

5
7506,112−7342,064
α PI1= tanˉ ˡ =17,1225˚
5458,549−4926,046
7677,112−7506,112
α PI2 = tanˉ ˡ =48,7341˚
5608,596−5458,549
Berdasarkan sketsa gambar, maka penghitungan sudut tikungan adalah sebagai
berikut :
∆ PI1 = α PI1 - αA = 160,801˚

∆ PI2 = α PI2 - α PI1= 31,612˚

2.2.4 Perhitungan Sudut Tikungan


1. Menggunakan Tikungan Full-Circle (FC)
1
T =R tan ∆
2

Lc= 2 πR
260
R
Ec= −R

cos
2
1
Ec=Tc tan ∆
4
2. Menggunakan Tikungan Spiral-Spiral (SS)
Ls 260
∅ s= K= Xc−R sin ∅ s ∆ c =∆−2 ∅ s p=Yc−R ¿
2R 2π
∆c ∆
Lc= 2 πR Ts=( R+ p ) tan + k
260 2
(R+ p)
Ls2 Es= −R
Yc= ∆
6R cos
2

3. Menggunakan Tikungan Spiral-Circle-Spiral (SCS)


1
Øs = ∆ K = Xc – R sin Øs
2
∆c = 0 p = Yc – R ( 1- Cos Øs )
∆.
Lc = 0 Ts = (R + p ) Tan +k
2
( R+ p)
Ls ²
Yc = Es = ∆ -R
6R cos
2
Ls ³
Xc = Ls - Ltotal = 2 Ls
40 R ²

6
2.3 Klasifikasi Medan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan
yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan
harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan
dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan
tersebut. Klasifikasi jenis medan perlu diketahui sebagai salah satu parameter untuk
menentukan kecepatan rencana. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan
geometrik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


Datar D <10
Perbukitan B 10-25
Pegunungan G >25
Jenis medan ditentukan dengan cara membagi trase jalan tersebut tiap jarak 50 m
antara 2 -0titik pada tiap titik awal segmen tersebut, kemudian dilihat ketinggian kontur
di sisi kiri dan kanannya dengan menarik garis tegak lurus trase sepanjang 50 m dengan
garis trase sebagai sumbunya. Kemiringan medan didapat dengan membagi selisish
ketinggian kontur di kedua ujung garis tegak lurus tersebut dengan 50 m. kemiringan
medan dicari untuk tiap segmen, kemudian shasilnya dirata-ratakan untuk mendapatkan
kemiringan medan yang dipakai. Untuk segmen yang disalah satu atau kedua sisinya
tidak terdapat ketinggian kontur (bagian peta kosong tanpa garis kontur), maka
digambar kontur sendiri sesuai asumsi berdasarkan pola garis kontur yang ada didaerah
tersebut. Untuk mencari nilai kemiringan medan digunakan rumus :
selisih tinggi
×100 % [2.1]
50

Elevation Elevation Kemiringan


Station
LEFT RIGHT Medan
0+000.0
87,028 87,023
0 0,01%
0+050.0
87,173 87,186
0 0,03%
0+100.0
87,327 87,356
0 0,06%
0+150.0
87,534 87,536
0 0,00%
0+200.0
87,701 87,7
0 0,00%
0+250.0
87,97 87,979
0 0,02%
0+300.0
88,049 88,055
0 0,01%
0+350.0
88,244 88,26
0 0,03%
7
0+400.0
88,59 88,606
0 0,03%
0+450.0
88,914 88,907
0 0,01%
0+500.0
89,058 89,058
0 0,00%
0+550.0
89,058 89,058
0 0,00%
0+600.0
89,301 89,287
0 0,03%
0+650.0
89,643 89,664
0 0,04%
0+700.0
89,934 89,957
0 0,05%
0+750.0
90,062 90,065
0 0,01%
0+800.0
90,211 90,192
0 0,04%
0+850.0
90,542 90,56
0 0,04%
0+900.0
91,03 91,059
0 0,06%
0+950.0
91,178 91,208
0 0,06%
1+000.0
91,448 91,5
0 0,10%
1+017.6
91,59 91,588
4 0,00%
Rata-Rata 0,03%
Tabel 2. 3 Nilai Kemiringan Medan

Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil


Dari data diatas telah dihitung kemiringan rata-ratanya yaitu 0,03%. Maka jenis
medan jalan yang digunakan adalah Datar.
2.4 Fungsi Jalan, Kelas Jalan, dan Kecepatan Rencana
2.4.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan
Pengelompokan/ciri-ciri jalan menurut fungsi/peranan :
1. Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama, perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi, perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan lokal, perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan

8
Jalan yang melayani angkutan lingkungan, perjalanan jarak pendek, kecepatan
rata-rata rendah.
2.4.2 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang diizinkan di sepanjang
bagian tertentu pada jalan raya tersebut, jika kondisi yang beragam tersebut
menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan, dalam arti tidak
menimbulkan bahaya, inilah yang digunakan untuk perencanaan geometrik.
Kecepatan rencana dibutuhkan untuk menentukan jenis tabel perhitungan
komponen tikungan yang digunakan untuk menentukan kriteria tikungan yang
akan dipakai. Tabel yang berasal dari AASHTO atau Bina Marga ini berisi
sejumlah nilai R, e dan Ls untuk menghitung komponen tikungan dan dapat
dipilih sesuai kecepatan rencana yang diinginkan. Selain itu kecepatan rencana
juga dapat dipakai untuk menentukan jarak pandang henti dan menyusul
minimum dengan perhitungan rumus atau melihat pada tabel.
Persyaratan kecepatan rencana diambil angka paling rendah dengan maksud
untuk memberikan kebebasan bagi perencana jalan dalam menetapkan kecepatan
rencana yang paling tepat, disesuaikan dengan kondisi lingkunganya, sama atau
lebih besar dari persyaratan tersebut, agar dicapai kapasitas jalan yang paling
tinggi.

Semakin tinggi kecepatan rencana ditetapkan semakin mahal biaya untuk


pembangunan jalannya karena dibutuhkan radius tikung yang semakin besar dan
tanjakan/turunan yang semakin kecil, jalan tol biasanya direncanakan pada
kecepatan rencana yang tinggi yaitu 100 km/jam. Untuk menyampaikan informasi
kecepatan rencana kepada pengguna jalan digunakan rambu lalu lintas batas
kecepatan.

VR untuk masing-masing fungsi jalan dan jenis medan dapat ditetapkan dari
tabel di bawah ini.
Tabel 2. 4 Kecepatan Rencana

Kecepatan Rencana, VR, km/jam


Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30

9
2.4.3 Klasifikasi Menurut Kecepatan Rencana
Jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi
sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya
tersebut dengan aman disebut Jarak Pandang.
Fungsi umum jarak pandang:
1. Menghindari terjadinya kecelakaan antar kendaraan.
2. Memberi kemungkinan kendaraan mendahului kendaraan lain.
3. Menambah efisiensi jalan sehingga tingkat pelayanan dapat dicapai secara
maksimal.
4. Sebagai pedoman untuk mengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu.
a. Jarak Pandang Henti (JH)
Jarak pandang henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan mata. Setiap titik di sepanjang jalan harus harus
memenuhi Jh. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh
terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem.
2) Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus :
V2
Jh = 0,278 Vt + [2.2]
254 xfm
Keterangan;

Jh : jarak pandang henti ( m )


V : kecepatan rencana ( km/jam )
t : waktu persepsi & reaksi = 2.5 detik ( detik)
fm : koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35–0,55.

10
Tabel di bawah ini berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel 2. 5 Jarak Pandang Henti (JH) Minimum

VR
120 100 80 60 50 40 30 20
(Km/jam)
Jh
250 175 120 75 55 40 27 16
minimum(m)
Berdasarkan tabel diatas jarak pandang henti minimum untuk kecepatan
rencana
2
v
JH ¿ 0,278 ×V ×t +
254 × Fm
802
¿ 0,278 ×70 ×2,5+
254 × 0,55
¿
Berdasarkan tabel diatas jarak pandang henti minimum untuk kecepatan
rencana
v2
JH ¿ 0,278 ×V ×t +
254 × Fm
802
¿ 0,278 ××+
254 ×
¿
b. Jarak Pandang Mendahului (JD)
Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali
ke lajur semula. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Jd = d1 + d2 + d3 + d4 [2.3]

Jd, dalam satuan meter, ditentukan sebagai berikut :

d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur


semula (m)

d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang


dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)

11
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,
yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d2 (m)

Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari tabel di bawah ini.

Tabel 2. 6 Jarak Pandang Mendahului (JD) Minimum

VR
120 100 80 60 50 40 30 20
(Km/jam)
Jd
800 670 550 350 250 200 150 100
minimum(m)
Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang
minimum 30% dari panjang total ruas jalan tersebut.
Berdasarkan tabel diatas jarak pandang mendahului minimum untuk
kecepatan rencana
a ¿ 2,052+0,0036 V
¿ 2,052+0,0036( )
¿
t1 ¿ 2,12+0,026 V
¿ 2,12+0,026( )
¿
Tt2 ¿ 6,56+0,048 V
¿ 6,65+6,56+ 0,048( )
¿
M ¿ 15

(
D1 ¿ 0,278 ×t 1 V −m
a× t 1
2 )
( )
¿ 0,278 ×t 1
−×
2
¿
D2 ¿ 0,278 V ×t 2
¿ 0,278()×
¿
D3 ¿ 100 m
2
D4 ¿ D 2
3
2
¿ ()
3
¿
2.4.4 Klasifikasi Menurut Jarak Pandang
2.5 Alinyemen Horizontal
2.5.1 Perhitungan Tikungan
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang
kertas/bidang horizontal yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung. Garis
12
lengkung horizontal adalah bagian lengkung dari jalan yang ditempatkan diantara
dua garis lurus untuk mendapatkan perubahan jurusan yang bertahap. Perencanaan
geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk membagi gaya sentrifugal
yang diterima kendaraan. Bentuk lengkung (tikungan) dapat berupa :
a. Jalan Lurus - Lengkung Lingkaran - Jalan Lurus
Lengkung lingkaran yang menghubungkan dua jalan lurus, disebut juga
tikungan lingkaran penuh (FC (Full Circle)). Bentuk tikungan ini digunakan
pada tikungan yang mempunyai jari-jari tikungan besar dan sudut tangen kecil.
Pada tikungan yang tajam, dimana jari-jari tikungan kecil dan superelevasi
yang diperlukan besar, tikungan berbentuk lingkaran akan menyebabkan
perubahan kemiringan melintang yang besar, sehingga akan menimbulkan
kesan patah pada tepi perkerasan sebelah luar.
1
T =R tan ∆
2

Lc= 2 πR
360°
R
Ec= −R

cos
2
1
Ec=Tc tan ∆
4
b. Jalan Lurus – Lengkung Peralihan – Lengkung Lingkaran – Lengkung
Peralihan – Jalan Lurus
Lengkung yang menghubungkan 2 (dua) jalan lurus berupa lengkungan transisi
dan lengkung lingkaran, disebut sebagai tikungan transisi dengan lingkaran (S-
C-S).
1
θs= ∆ K= Xc−R sinθs
2
∆ c=0 p=Yc−R (1−cos θs)

Lc=0 Ts=( R+ p ) tan + K
2
2 (R+ p)
Ls Es= −R
Yc= ∆
6R cos
2
2
Ls
Xc=Ls= 2
Ltotal=2 Ls
40 R
c. Jalan Lurus – Lengkung Peralihan – Lengkung Peralihan – Jalan Lurus
Menghubungkan 2 (dua) jalan lurus berupa lengkungan-lengkungan peralihan,
disebut dengan lengkung spiral-spiral (S-S). sebaiknya lengkung peralihan
dipasang pada bagian awal, diujung dan ditiitk balik pada lengkungan untuk
menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari lengkung, superelevasi dan
pelebarab. Lengkung peralihan juga membantu penampilan alinyemen. Jika
lengkung peralihan dipasang, alinyemen horiontal bergeser dari garis singgung
kessatu lingkaran. Besarnya nilai pergeseran ini tergantung dari panjang
lengkung peralihan dan jari-jari lengkung.

13
Ls 360
θs= K= Xc−Rsin ∅ s
2R 2π
∆ c=∆−2θs p=Yc−R (1−cos ∅ s)
∆c ∆
Lc= 2 πR Ts=( R+ p ) tan + K
360 2
(R+ p)
Ls2 Es= −R
Yc= ∆
6R cos
2
Panjang tikungan didesain dengan batasan :
1. Jumlah panjang Ts dari dua tikungan yang berurutan tidak lebih besar dari
jarak antar dua titik tikungan tersebut. Agar kedua tikungan berurutan dapat
melakukan panjang pencapaian superelevasi tanpa saling berimpit, maka
jarak antara station TS dari tikungan berurutan diberi selang minimal sejauh
kurang lebih 20 m. Dengan demikian pengemudi akan merasa nyaman
karena setelah tikungan pertama, superelevasi akan menjadi normal kembali
sebelum mulai berubah lagi di tikungan kedua.
2. Panjang Ts untuk tikungan pertama tidak lebih panjang dari dA-PI1.
3. Panjang Ts tikungan kedua tidak lebih panjang dari PI2-B
2.5.2 Stationing
Untuk menentukan panjang lokasi jalan atau jarak dari suatu tempat ketempat
lain stationing adalah titik penting hasil perancangan sumbu jalan, dimana angka
yang tercantum menunjukan jarak atau lokasi titik tersebut terhadap titik acuan.
Stationing ini penting untuk ditentukan saat perencanaan jalan dibawa kelapangan
untuk dikerjalan, titik-titik acuan ini akan memudahkan pekerja lapangan untuk
dikerjakan, titik-titik acuan ini akan memudahkan pekerja lapangan mewujudkan
jarak yang sesuai dengan perencanaan. Format umum stationing adalah
X +YYY , ZZZ dimana X menujukan besaran kilometer, Y adalah besaran meter
dan Z adalah besaran per-seribuan meter. Stationing dilakukan dengan
memberikan tanda setiap 25 meter sepanjang garis jalan pada alinyemen
horizontal dengan titik awal 0+000,000. Titik-titik penting juga perlu untuk
diberikan stationingnya seperti titik Ts, puncak tikungan dan titik-titik lain yang
dianggap perlu. Contoh perhitungan stationing pada tikungan S-C-S dengan titik
A sebagai titik acuan.
STA A = 0+000,000
STA TS = STA A +d1-Ts
STA SC = STA TS + Ls
STA CS = STA SC + Lc
STA ST = STA CS + Ls
STA B = STA ST + d1 – Ts
Tabel 2. 7 Stationing

STATIONIN
TITIK PERHITUNGAN
G
A STA.A 0+000,000
Tikunga TS Sta.A+d1-TS1 -3+210,805
n1 SC Sta.TS+LS -3+113,805
14
CS Sta.SC+LC -1+602,672
(SCS) ST Sta.CS+LS -1+505,672
Tikunga TC Sta.ST + d2 -TS1 - TC2 -5+238,297
n 2 (FC) CT Sta.TC+LC -3+583,117
B Sta.CT + d3 - TC -4+204,862
Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil
2.5.3 Pelebaran Samping
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi
geometrik jalan agar kondisi operasional lalulintas di tikungan sama dengan di
bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan :
1. Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada jalurnya.
2. Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi
gerak peputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan
tetap pada lajurnya.
3. Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan encana.
4. Pelebaran yang lebih kecil dari 0,6 dapat diabaikan.
2.5.4 Diagram Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser kesamping dan
menjadikan mengemudi pada tikungan lebih nyaman. Ketika bergerak perlahan
mengitari suatu tikungan dangan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negative
kesamping dan kendaraan diperthankan pada lintasan yang tepat hanya jika
pengemudi mengemudikannya kesebelah atas lereng atau berlawanan dengan arah
lengkung mendatar. Diagram superelevasi dibuat untuk menggambarkan
perubahan kemiringan potongan melintang atau terjadi akibat adanya tikungan.
Kemiringan normal di kiri dan kanan jalan terhadap sumbu jalan pada desain
potongan melintang sebenarnya adalah 0%, namun dibuat 2% untuk kepentingan
drainase agar air dapat mengalir. Untuk desain tikungan, superelevasi didesain
sesuai tabel untuk tiap jari-jari tertentu dan kecepatan tertentu. Nilai superelevasi
yang diperkirakan untuk jari0jari minimum adalah 10% untuk kecepatan rencana
40-80 km/jam dan 8% untuk keepatan rencana 20-30 km/jam.
Tabel 2. 8 Diagram Superelevasi

TITIK STATIONING E LUAR E DALAM


A 0+000,000 -2 -2
Ltr 1 -3+316,687 -2 -2
TS -3+210,805 0 -2
Interpolasi 0+945,006 2 -2
Tikunga
SC -3+113,805 3,4 -3,4
n1
(SCS) CS -1+602,672 3,4 -3,4
Interpolasi 1+584,780 2 -2
ST -1+505,672 0 -2
Ltr 2 -1+399,789 -2 -2
TC' -5+388,297 -2 -2
Tikunga
TC -5+238,297 2 -2
n 2 (FC)
CT -3+583,117 2 -2

15
CT' -3+433,117 -2 -2
B -4+204,862 -2 -2
Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

Diagram Superelevasi
4
3
Superelevasi (%)

2
1
0
-6+000.000 -5+000.000 -4+000.000 -3+000.000 -2+000.000 -1+000.000 0+000.000
-1 1+000.000 2+000.000
-2
-3
-4
Stationing

Gambar 2. 3 Diagram Superelevasi

Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

2.6 Alinyemen Vertikal


Menurut Sukirman (1999), alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal
dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 jalur 2
arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.
Alinyemen vertikal disebut juga sebagai penampang memanjang jalan, yang terdiri dari
garis-garis lurus dan garis-garis lengkung.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang
tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muta tanah asli akan mengurangi
pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak
mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang
diberikan sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakan sedikit
diatas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya,
terutama di daerah yang datar.
Merencanakan penampang jalan merupakan salah satu bagian dari perencanaan
geometrik jalan. Tentu saja dituntut dengan persyaratan aman dan ekonomis. Selain itu,
perencanaan alinyemen vertikal harus selalu mempertimbangkan kondisi lapisan tanah
dasar, tinggi muka air banjir, muka jalan sebaiknya direncanakan diatas elevasi banjir
(Sukirman, 1997) tujuannya agar jalan tidak terendam air pada saat banjir, sehingga
keawetan jalan dapat terjaga. Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang
direncanakan itu akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen
vertikal yang dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan
lingkungan.
Pada alinyemen vertikal tentu saja terdapat tanjakan dan turunan. Tanjakan dan
turunan ini membentuk lengkung vertikal cekung dan lengkung vertikal cembung.
Lengkung vertikal cekung terbentuk apabila titik lengkung berada di muka jalan,
sedangkan lengkung vertikal cembung terbentuk apabila titik lengkung berada diatas
permukaan jalan rencana. Letak lengkung vertikal baik cekung maupun cembung harus
sangat diperhatikan. Kedua lengkung ini sebaiknya tidak terletak pada tikungan.
16
Alinyemen vertikal menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli
dan juga erat hubungannya dengan pembiayaan dan kecelakaan lalulintas alinyemen
vertikal merupakan proyeksi penampang memanjang sumbu jalan tegak lurus terhadap
bidang horizontal jalan. Alinyemen vertikal terdiri dari jalan lurus dan melengkung.
Jalan lurus ini dapat datar, mendaki atau menurun sesuai kelandaiannya. Keandaian
ialah perbandingan antara beda ketinggian dan panjang suatu garis jalan dari titik awal
ke titik akhirnya yang dinyatakan dalam persen. Jalan melengkung menghubungkan
antar dua jalan lurus. Lengkungan dapat berupa lengkung lembung (kelandaian antar
dua jalan lurus berkurang) atau lengkung cekung (kelandaian antar dua jalan lurus
bertambah).
2.7 Pemotongan Melintang Jalan

2.8 Galian dan Timbunan


2.9 Kelandaian Pada Alinyemen Vertikal Jalan
Berdasarkan kepentingan lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0 %).
Sebaliknya ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal.
Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8 sampai 9
persen tanpa kehilangan kecepatan yang berarti, pengaruh kelandaian pada kecepatan
truk agak nyata. Untuk menentukan kelandaian maksimum, kemampuan menanjak
sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi harus diperhitungkan.
Tabel 2. 9 Kelandaian Maksimum

Kecepatan
Rencana 120 110 100 80 60 50 40 <40
(km/jam)
Kelandaian
Maksimum 3 3 4 5 8 9 10 10
(%)
Pada Vr = 80 dapat diketahui bahwa kelandaian maksimumnya bernilai 5%
2.9.1 Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Harus ada suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum
standar, ditandai bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih
rendah dari separuh kecepatan rencana atau jika gigi “rendah” terpaksa dipakai.
Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama. Panjang kritis yang
diperlihatkan pada tabel berikut ditentukan untuk membatasi waktu tempuh pada
kelandaian-kelandaian yang melebihi maksimum standar hingga satu menit.
Tabel 2. 10 Panjang Kritis Suatu Kelandaian

17
Kecepatan pada Kelandaian (%)
awal tanjakan
(km/jam) 4 5 6 7 8 9 10

80 630 460 360 270 230 230 200


60 320 210 160 120 110 90 80

Dengan landai maksimum untuk kecepatan 80 km/jam sebesar 5%, maka


panjang kritis dengan kecepatan awal tanjakan 80 km/jam adalah 460 m.
2.9.2 Penetuan Trase Alinyemen Vertikal
Alinemen vertikal atau penampang memanjang jalan yang merupakan
perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui
sumbu jalan, digambarkan sebagai garis-garis lurus dan garis-garis lengkung.
Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai.
Landai jalan dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka
landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai
negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang
berarti terhadap gerak kendaraan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan trase alinemen vertikal
diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pekerjaan galian diusahakan seimbang dengan pekerjaan timbunan sehingga


secara keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggungjawabkan.
2. Batas kemiringan atau kelandaian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
3. Koordinasi antara alinemen vertikal dan alinemen horizontal yang akan
dibahas pada bagian selanjutnya.
2.9.3 Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal dipergunakan untuk merubah secara bertahap perubahan
dari dua macam kelandaian. Lengkung vertikal harus sederhana dalam
penggunaannya dan menghasilkan suatu design yang aman, enak dijalani / dilalui,
dan baik dilihat / appearance.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus
(tangen), adalah:
18
a. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.

b. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara


kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan. Panjang
minimum lengkung vertikal cembung yang didasarkan pada jarak pandangan
biasanya memenuhi syarat keamanan, kenyamanan dan penampilan.
Rumus dasar yang dipakai adalah :
1. Untuk Lengkung Vertikal Cekung
2
Vr A
L min= (m)
360
405
Jika, S> L , L=2 S−
A
Jika, S< L … Ok
2. Untuk Lengkung Vertikal Cembung
2
AS
L min= (m)
389
AS2
Jika, S< L , L=
405
Jika, S> L … (Ok)
Dimana :
L = panjang lengkung vertikal (m)
S = jarak pandangan (m)
A = perbedaan aljabar kelandaian dalam persen (%)
Sedangkan panjang lengkung vertikal minimum berdasarkan rumus dari
peraturan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota adalah :
a. L= A × Y
405
b. L=2 S ×
A
Dimana :
L = panjang lengkung vertikal (m)
A = perbedaan grade (%)
S = jarak pandang henti (m)
Y = faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi objek 10 cm dan
tinggi mata 120 cm. Nilai Y dipengaruhi oleh jarak pandang dimalam hari,
19
kenyamanan dan penampilan. Nilai Y diperoleh dari tabel dibawah ini. Tabel
Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan (Y).
Tabel 2. 11 Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan (Y)
Kecepatan Rencana (km/jam) Faktor Penampilan Kenyamanan (Y)
<40 1,5
40-60 3
>60 8
Berdasarkan tabel berikut, nilai Y untuk kecepatan rencana = 80 km/jam adalah .
berdasarkan tabel dibawah ini dari peraturan Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan, dapat juga ditentukan panjang minimum lengkung vertikal.
Tabel 2. 12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian


Panjang Lengkung (m)
(km/jam) Memanjang (%)
<40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
>60 0,4 80-150
Dapat disimpulkan dari tabel tersebut bahwa panjang minimum lengkung vertikal
untuk kecepatan rencana = 80 km/jam adalah 80-150m dengan perbedaan
kelandaian memanjang 0,4%.
2.9.4 Penentuan Panjang Lengkung Vertikal
Untuk meminimalkan besarnya galian dan timbunan yang terjadi pada
alinyemen vertikal, digunakan satu lengkung vertikal cekung dan dua lengkung
vertikal cembung.

Gambar 2. 4 Profil Alinyemen Vertikal (1)

20
Gambar 2. 5 Profil Alinyemen Vertikal (2)

Telah diketahui bahwa besarnya jarak pandang henti (S) adalah 130 m. Maka,
perhitungan untuk masing-masing lengkung vertikal adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 13 Penentuan Panjang Lengkung Vertikal

TITIK STASIONING ELEVASI


A 0+000,000 8,6
PV-1 0+181,000 8,9
PV-2 0+276,000 8,9
PV-3 0+750,000 9
PV-4 0+817,000 9
B 1+009,000 9,2
Sumber : Kelompok 3 Perencanaan Bangunan Sipil

EL PPV 1−EL A
G 1=
STA PPV 1−STA A
8,9−8,6
¿
181−000
¿ 0,16
EL PPV 2−EL PPV 1
G 2=
STA PPV 2−STA PPV 1
8,9−8,9
¿
276−181
¿ 0,00
EL PPV 3−EL PPV 2
G 3=
STA PPV 3−STA PPV 2
9−8,9
¿
750−276
¿ 0,02
EL PPV 4−EL PPV 3
G 4=
STA PPV 4−STA PPV 3
9−9
¿
817−750
¿ 0,00
EL PPV 5−EL PPV 4
G 5=
STA PPV 5−STA PPV 4

21
9,2−9
¿
1009−817
¿ 0,10
A 1=G 1−G 2
¿ 0,1 6−0,0 0
¿ 0,1 6 (cembung)
A 2=G 2−G 3
¿ 0,0−0,02
¿−0,02 (cekung)
A 3=G 3−G 4
¿ 0,02−0.0 0
¿ 0,02 (cembung)
A 4=G 4−G 5
¿ 0,0 0−0,10
¿−0,10 (cekung)

22
1. Lengkung PVI-1 (Lengkung Vertikal Cembung)
Elevasi Elevasi Elevasi
A PV-1 PV-2
8,6 8,9 8,9

0,16% 0,00%

STA 0+000 STA 0+181 STA 0+276

Menentukkan Panjang Lengkung (L) Panjang lengkung vertical :


1. Berdasarkansyaratkeluwesanbentuk Lv =0.6 x VR = 0.6 x 80 = 48 m
2. Berdasarkan syarat drainase Lv= 40 x A = 40 x 0,16 = 6,4 m
3. Berdasarkan syarat kenyamanan pengemudi (Berdasarkan waktu tempuh
maximum(3 detik) untuk melintasi lengkung)
4. Berdasarkan syarat pengurangan guncangan (visual)
A ×Vr 2 0,16 × 802
L= = =2,84 m
360 360
L minimum yang harus disyaratkan :
Lmin = A ×Y =0,16 × 3=0 , 48 m
2 2
S 130
1. Lmin = = =35,5 m
405 405
AS2 0,16 ×1302
2. Lmin = = =6,79 m
398 398
(L yang di ambil harus di atas L min dan memiliki nilai terbesar diantara
perhitungan syarat Lv)
Maka Lv yang diambil adalah 30 m.
Cek syarat Jh > Lv (L yang di ambil harus sesuai syarat
Jh > Lv (L yang diambil harus sesuai dengan syarat Jh > Lv)
130 > 28 … OK
Bentuk Lengkung :

A × Lv 2 0,16 ×28 2
1. Ev= = =0,157 m
800 800
1 1
2. X = × Lv= ×28=7 m
4 4
2 2
A× X 0 ,16 ×7
3. Y = = =0,014 m
200 × L 200 ×2 , 84

23
2. Lengkung PVI-2 (Lengkung Vertikal Cekung)
Elevasi Elevasi Elevasi
PV-1 PV-2 PV-3
8,9 8,9 9

0,00% 0,02%

STA 0+181 STA 0+276 STA 0+750


Menentukkan Panjang Lengkung (L) Panjang lengkung vertical :
1. Berdasarkansyaratkeluwesanbentuk Lv =0.6 x VR = 0.6 x 80 = 48 m
2. Berdasarkan syarat drainase Lv= 40 x A = 40 x 0,02 = 0,8 m
3. Berdasarkan syarat kenyamanan pengemudi (Berdasarkan waktu tempuh
maximum(3 detik) untuk melintasi lengkung)
4. Berdasarkan syarat pengurangan guncangan (visual)
A ×Vr 2 0,02 ×80 2
L= = =0,35 m
360 360
L minimum yang harus disyaratkan :
Lmin = A ×Y =0,02× 3=0,06 m
2 2
S 130
1. Lmin = = =35,5 m
405 405
AS2 0,02 ×1302
2. Lmin = = =0,85 m
398 398
(L yang di ambil harus di atas L min dan memiliki nilai terbesar diantara
perhitungan syarat Lv)
Maka Lv yang diambil adalah 30 m.
Cek syarat Jh > Lv (L yang di ambil harus sesuai syarat
Jh > Lv (L yang diambil harus sesuai dengan syarat Jh > Lv)
130 > 35 … OK
Bentuk Lengkung :

A × Lv 2 0 , 02 ×3 52
1. Ev= = =0,031 m
800 800
1 1
2. X = × Lv= ×3 5=8 , 7 5 m
4 4
2
A× X 0,0 2× 8,7 52
3. Y = = =0,022 m
200 × L 200 ×0,35

24
3. Lengkung PVI-3 (Lengkung Vertikal Cembung)
Elevasi Elevasi Elevasi
PV-2 PV-3 PV-4
8,9 9 9

0,02% 0,00%

STA 0+276 STA 0+750 STA 0+817

Menentukkan Panjang Lengkung (L) Panjang lengkung vertical :


1. Berdasarkansyaratkeluwesanbentuk Lv =0.6 x VR = 0.6 x 80 = 48 m
2. Berdasarkan syarat drainase Lv= 40 x A = 40 x 0,02 = 0,8 m
3. Berdasarkan syarat kenyamanan pengemudi (Berdasarkan waktu tempuh
maximum(3 detik) untuk melintasi lengkung)
4. Berdasarkan syarat pengurangan guncangan (visual)
A ×Vr 2 0,02 ×80 2
L= = =0,35 m
360 360
L minimum yang harus disyaratkan :
Lmin = A ×Y =0,02× 3=0,06 m
2 2
S 130
1. Lmin = = =35,5 m
405 405
AS2 0,02 ×1302
2. Lmin = = =0,85 m
398 398
(L yang di ambil harus di atas L min dan memiliki nilai terbesar diantara
perhitungan syarat Lv)
Maka Lv yang diambil adalah 30 m.
Cek syarat Jh > Lv (L yang di ambil harus sesuai syarat
Jh > Lv (L yang diambil harus sesuai dengan syarat Jh > Lv)
130 > 30 … OK
Bentuk Lengkung :

A × Lv 2 0,02 ×352
1. Ev= = =0,031 m
800 800
1 1
2. X = × Lv= ×35=8,75 m
4 4
2 2
A× X 0,02× 8,75
3. Y = = =0,022 m
200 × L 200 ×0,35

25
4. Lengkung PVI-4 (Lengkung Vertikal Cekung)
Elevasi Elevasi Elevasi
PV-3 PV-4 PV-B
9 9 9,2

0,00% 0,10%

STA 0+750 STA 0+817 STA 0+1009


Menentukkan Panjang Lengkung (L) Panjang lengkung vertical :
1. Berdasarkansyaratkeluwesanbentuk Lv =0.6 x VR = 0.6 x 80 = 48 m
2. Berdasarkan syarat drainase Lv= 40 x A = 40 x 0,10 = 0,4 m
3. Berdasarkan syarat kenyamanan pengemudi (Berdasarkan waktu tempuh
maximum(3 detik) untuk melintasi lengkung)
4. Berdasarkan syarat pengurangan guncangan (visual)
A ×Vr 2 0 , 10 ×80 2
L= = =1,7 m
360 360
L minimum yang harus disyaratkan :
Lmin = A ×Y =0 ,10 × 3=0,3 m
2 2
S 130
1. Lmin = = =35,5 m
405 405
AS2 0 , 10× 1302
2. Lmin = = =4,246 m
398 398
(L yang di ambil harus di atas L min dan memiliki nilai terbesar diantara
perhitungan syarat Lv)
Maka Lv yang diambil adalah 30 m.
Cek syarat Jh > Lv (L yang di ambil harus sesuai syarat
Jh > Lv (L yang diambil harus sesuai dengan syarat Jh > Lv)
130 > 107 … OK
Bentuk Lengkung :

A × Lv 2 0 , 10 ×1072
1. Ev= = =1,431 m
800 800
1 1
2. X = × Lv= ×107=26,75 m
4 4
2
A× X 0 , 10× 26,752
3. Y = = =0,210 m
200 × L 200 ×1,7

26
2.10 Profil Tanah Asli
Profil tanah asli adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri atas
lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk. Adapun solum tanah adalah bagiandari
profil tanah yang terbentuk sebagai akibat proses pembentukan tanah.
Tanah berasal dari batuan atau zat organik yang mengalami pelapukan yang
dipengaruhi oleh matahari, tekanan air, tumbuhan atau binatang. Dari proses itulah
tanah memiliki lapisan-lapisan secara vertikal. Lapisan-lapisan vertikal tersebut disebut
dengan profil tanah. Tanah merupakan tumbuh alam tiga dimensi, yaitu mempunyai
persebaran kearah vertikal dan ke arah horizontal. Persebaran ke arah vertikal adalah
persebaran dari peruntukan sampai pada bantuan induk (bed rock), sedangkan
persebaran ke arah horizontal kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi.
Secara umum, lapisan tanah terbagi menjadi tiga, yaitu lapisan tanah atas, lapisan
tanah bawah dan batuan induk tanah.
1. Lapisan Tanah Atas
Tanah lapisan atas berwarna gelap dan kehitaman, tebalnya antara 10-30 cm. lapisan
ini merupakan lapisan tersubur, karena adanya bunga tanah atau humus. Lapisan
tanah atas (top soil) merupakan bagian yang optimum untuk kehidupan tumbuh-
tumbuhan. Semua komponen-komponen tanah terdapat dilapisan ini, yaitu mineral
45%, bahan organik 5%, air atara 20-30%.
2. Lapisan Tanah Bawah
Tanah lapisan bawah warnanya lebih cerah dan lebih padat daropada tanah lapisan
atas. Lapisan tanah bawah tebalnya antara 50-60 cm lebih tebal dari lapisan tanah
atas, sering disebut tanah cadas atau tanah keras. Dilapisan tanah ini kegiatan jasad
hidup mulai berkurang. Biasanya ditumbuhi tanaham berumur panjang dan berakar
tunggang dalam dan panjang agar mencapai lapisan tanah.
3. Batuan Induk Tanah
Batuan induk merupakan batuan asal dari tanah. Lapisan tanah ini berwarna
kemerah-merahan atau kelapu keptih-putihan. Lapisan ini dapat pecah dan diubah
dengan mudah, tetapi sukar ditembus akar. Dilereng-lereng gunung, lapisan ini
sering terlihat jelas kaena lapisan atasnya sudah hanyut oleh air hujan. Semakin
kedalam lapisan ini merupakan batuan pejal yang belum mengalami proses pemecah.
Pada lapisan ini tumbuhan jarang bisa hidup.
Data profil tanah asli ini didapat setelah alinyemen horizontal yang direncanakan
digambar pada pete kontur. Dengan skala yang sudah ditentukan yaitu skala horizontal
1 : 1000 dan skala vertikal 1 : 100, maka setiap titik-titik pada garis alinemen horizontal
yang memotong kontur diplot.

27
Setelah dihitung stationingnya, data-data stationing ini kemudian diplot dengan jarak
station di sumbu x dan elevasi di sumbu. Pada pengerjaan tugas ini, data-data tersebut
diplot di bawah peta kontur. Setelah didapatkan titik-titiknya, maka diperlukan garis
penghubung untuk menggambarkan profil tanah aslinya. Untuk memudahkan
pengerjaan, maka garis-garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dibuat linier.
Garis-garis antara selang titik-titik tersebut konturnya membentuk cekungan atau
cembung. Dengan begitu profil tanah asli yang kita gambarkan diharapkan dapat
mendekati profil yang sebenarnya.

Gambar 2. 6 Profil Tanah

2.11 Perhitungan Elevasi Titik-Titik Penting


Untuk menggambarkan lengkung vertikal pada trase alinyemen vertikal, mala perlu
diketahui tinggi elevasi pada titik-titik lengkungnya yang dipengaruhi oleh tiga
lengkung, yaitu lengkung PVI-1 (lengkung cembung), PVI-2 (datar), dan PVI-3
(lengkung cekung).
a. Lengkung PVI-1 (Lengkung Cembung)
g2 = 0%

X
g=%

X
LV
Sta PLV = Sta PVI – ½ Lv
1
¿ 181 ,00 0− (30)
2
¿ 166
Sta A = Sta PVI – ¼ Lv

28
1
¿ 181,00 0− (30)
4
¿ 173,5
Sta PPV = Sta PVI
¿ 181,0 0 0
Sta B = Sta PVI + ¼ Lv
1
¿ 181,00 0− ( 30 )
4
¿ 173,5
Sta PTV = Sta PVI + ½ Lv
1
¿ 181,0 0 0− ( 30 )
2
¿ 166
Elevasi lengkung vertical
Elevasi PLV = Elevasi PVI – ½ Lv x g1
1
¿ 8,9− (30)× 0,16
2
¿ 6,5
Elevasi A = Elevasi PVI – ¼ Lv x g1 – y
1
¿ 8,9− (30)× 0,16
4
¿ 7,7
Elevasi PPV = Elevasi PVI – Ev
¿ 8,9−30
¿ -21,1
Elevasi B = Elevasi PVI + ¼ Lv x g2 – y
1
¿ 8,9− (30)× 0,16
4
¿ 7,7
Elevasi PTV = Elevasi PVI + ½ Lv x g2 – y
1
¿ 8,9− (30)× 0,16
2
¿ 6,5
b. Lengkung PVI-2 (Lengkung Cekung)

29
g2 =
0%

X
g=%

X
LV
Sta PLV = Sta PV2 – ½ Lv
1
¿ 276,000− ( 30 )
2
¿ 261
Sta A = Sta PV2 – ¼ Lv
1
¿ 276,000− ( 30 )
4
¿ 268,5
Sta PPV = Sta PV2
¿ 276,000
Sta B = Sta PV2 + ¼ Lv
1
¿ 276,000− ( 30 )
4
¿ 268,5
Sta PTV = Sta PVI + ½ Lv
1
¿ 276,000− ( 30 )
2
¿ 261
Elevasi lengkung vertical
Elevasi PLV = Elevasi PV2 – ½ Lv x g2
1
¿ 8,9− (30 ) × 0,00
2
¿ 8,9
Elevasi A = Elevasi PV2 – ¼ Lv x g2

30
1
¿ 8,9− (30 ) × 0,00
4
¿ 8,9
Elevasi PPV = Elevasi PV2 – Ev
¿ 8,9−0,00
¿ 8,9
Elevasi B = Elevasi PV2 + ¼ Lv x g2
1
¿ 8,9− (30 ) × 0,00
4
¿ 8,9
Elevasi PTV = Elevasi PV2 + ½ Lv x g2
1
¿ 8,9− (30 ) × 0,00
2
¿ 8,9
c. Lengkung PVI-3 (Lengkung Cembung)
g2 =
0%

X
g=%

X
LV
Sta PLV = Sta PV3 – ½ Lv
1
¿ 750,00− ( 30 )
2
¿ 735
Sta A = Sta PV3 – ¼ Lv
1
¿ 750,00− ( 30 )
4
¿ 742,5

31
Sta PPV = Sta PV3
¿ 750,00
Sta B = Sta PV3 + ¼ Lv
1
¿ 750,00− ( 30 )
4
¿ 742,4
Sta PTV = Sta PV3 + ½ Lv
1
¿ 750,00− ( 30 )
2
¿ 735
Elevasi lengkung vertical
Elevasi PLV = Elevasi PV3 – ½ Lv x g3
1
¿ 9− ( 30 ) × 0,02
2
¿ 8,7
Elevasi A = Elevasi PV3 – ¼ Lv x g3
1
¿ 9− ( 30 ) × 0,02
4
¿ 8,85
Elevasi PPV = Elevasi PV3 – Ev
¿ 9−0,02
¿ 8,98
Elevasi B = Elevasi PV3 + ¼ Lv x g3
1
¿ 9− ( 30 ) × 0,02
4
¿ 8,85
Elevasi PTV = Elevasi PV3 + ½ Lv x g3
1
¿ 9− ( 30 ) × 0,02
2
¿ 8,7
d. Lengkung PVI-4 (Lengkung Cekung)

32
g2 = 0%

X
g=%

X
LV
Sta PLV = Sta PV4 – ½ Lv
1
¿ 871,000− (30)
2
¿ 856
Sta A = Sta PV4 – ¼ Lv
1
¿ 871,000− (30)
4
¿ 863,5
Sta PPV = Sta PV4
¿ 871,000
Sta B = Sta PV4 + ¼ Lv
1
¿ 871,000− (30)
4
¿ 863,5
Sta PTV = Sta PV4 + ½ Lv
1
¿ 871,000− (30)
2
¿ 856
Elevasi lengkung vertical
Elevasi PLV = Elevasi PV4 – ½ Lv x g4
1
¿ 9− (30)× 0,00
2
¿9

33
Elevasi A = Elevasi PV4 – ¼ Lv x g4
1
¿ 9− (30)× 0,00
4
¿9
Elevasi PPV = Elevasi PV4 – Ev
¿ 9−0,00
¿9
Elevasi B = Elevasi PV4 + ¼ Lv x g4
1
¿ 9− (30)× 0,00
4
¿9
Elevasi PTV = Elevasi PV4 + ½ Lv x g4
1
¿ 9− (30)× 0,00
2
¿9
2.12 Koordinasi Trase Alinyemen Horizontal dan Vertikal
Desain geometrik jalan merupakan desain bentuk fisik berupa 3D. Untuk
mempermudah dalam menggambarkan bagian-bagian perencanaan, bentuk fisik jalan
tersebut digambarkan dalam bentuk alinyemen horizontal atau trase jalan, alinyemen
vertikal atau penampang memanjang jalan, dan potongan melintang jalan.
Penampilan bentuk fisik jalan yang baik dan menjamin keamanan dari pemakai jalan
merupakan hasil penggabungan bentuk alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal
yang baik pula. Letak tikungan haruslah pada lokasi yang serasi dengan adanya tanjakan
ataupun penurunan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen
horizontal adalah sebagai berikut :
a. Alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal terletak pada satu fase, sehingga
tikungan tampak alami dan pengemudi dapat memperkirakan bentuk alinyemen
berikutnya. Jika tikungan horizontal dan vertikal tidak terletak pada satu fase, maka
pengemudi sukar memperkirakan bentu jalan selanjutnya dan bentuk jalan
perkerasan patah.
b. Tikungan yang tajam sebaiknya tidak diadakan di bagian atas lengkung vertikal
cembung atau di bagian bawah lengkung vertikal cekung. Kombinasi yang seperti ini
akan memberikan kesan terputusnya jalan, yang sangat membahayakan pengemudi.
c. Pada jalan yang lurus dan panjang sebaiknya tidak dibuatkan lengkung vetikal
cekung. Kelandaian yang landai dan pendek sebaiknya tidak diletakkan diantara dua
kelandaian yang curam, sehingga mengurangi jarak pandangan pengemudi.
Desain geometrik jalan merupakan desain bentuk tiga dimensi dari jalan. Penampilan
fisik jalan yang baik dan menjamin keamanan dari pemakai jalan, merupakan hasil
penggabungan dari perencanaan bentuk alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal

34
yang baik pula. Letak tikungan pada alinyemen horizontal, idealnya harus terletak
dalam satu fase dengan lengkung vertikal pada alinyemen vertikal.
Berdasarkan hasil perencanaan, alinyemen horizontal terletak satu fase dengan
alinyemen vertikal. Dan panjang lengkung vertikal (Lv) lebih kecil dari panjang
lengkung horizontal (Lc).

35

Anda mungkin juga menyukai