Anda di halaman 1dari 18

 

 
BAB II

  TINJAUAN PUSTAKA
 

 
II.1 Pengertian Persediaan
 
Persediaan adalah komponen paling penting untuk perusahaan industri, adanya
 
persediaan akan akan memperlancar proses produksi. Persediaan merupakan aktiva
lancar
  yang dimiliki perusahaan dalam bentuk barang-barang yang siap dimaksud

  untuk dijual kembali ataupun material yang berupa bahan-bahan mentah, barang
setengah jadi, maupun barang jadi, yang disediakan dan disimpan yang selanjutnya
melewati proses produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan dimasa akan
datang. Adapun pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Persediaan menurut Mulyawan (2015:216) [1] adalah aktiva yang tersedia untuk
dijual dalam kegiatan usaha normal; dalam proses produksi dan atau dalam
perjalanan; atau dalam bentuk bagan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa. Nasution dan Prasetyawan
(2008:113)[2] berpendapat bahwa “Persediaan adalah sumber daya menganggur
(idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses
lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur,
kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada
sistem rumah tangga” .

Sedangkan Setiawan (2015)[3] berpendapat bahwa persediaan merupakan


terjemahan dari kata “inventory” yang merupakan pengumpulan barang (bahan
baku, komponen, produk setengah jadi, atau produk akhir) yang secara sengaja
disimpan (safety atau buffer-stock) agar tidak terjadi kekurangan untuk menghadapi
kelangkaan pada proses produksi sedang berlangsung atau kelangkkan barang jadi
untuk dijual. Dengan demikian, persediaan yang baik adalah persediaan yang tidak
“kekurangan” dan “tidak berlebihan”.

  II-1
  II-2

 
II.1.1 Jenis-Jenis Persediaan
 
Suatu perusahaan bisa mempunyai jenis persediaan yang berbeda, tergantung
 
jenis perusahaan yang bersangkutan, apakah itu perusahaan manufaktur ataupun
 
perusahaan dagang. Pada perusahaan manufaktur, persediaan berupa barang
 
mentah, barang setengah jadi dan barang jadi.
 
Menurut Syamsuddin (2009:281)[4] ada tiga bentuk utama dari persediaan
 
perusahaan yaitu persediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses dan
persediaan
  barang jadi. Sekalipun ketiga jenis persediaan ini biaya tidak

  diperlihatkan secara terpisah dalam neraca perusahaan, tetapi pemahaman atas ciri
dari masing-masing jenis persediaan tersebut adalah merupakan suatu faktor yang
sangat penting. Berikut pengertian dari jenis-jenis persediaan :

1. Persediaan Bahan Mentah


Bahan mentah adalah merupakan persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk
diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk
akhir dari perusahaan. Semua perusahaan industri harus mempunyai persediaan
bahan (dalam bentuk apapun) karena hal tersebut mutlak diperlukan dalam
produksi yang dilakukan. Adapun jumlah bahan mentah yang harus
dipertahankan oleh perusahaan akan sangat tergantung pada:
- Leadtime (waktu yang dibutuhkan sejak saat pemesanan sampai bahan
diterima.
- Jumlah pemakaian
- Jumlah investasi dalam persediaan, dan
- Karakteristik fisik dari bahan mentah yang dibutuhkan.

Apabila perusahaan ingin berproduksi secara lancar maka faktor “leadtime”


harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya mengingat adanya tenggang
waktu antara pemesanan dengan saat penerimaan barang, sehingga dengan
adanya pengaturan yang baik maka jumlah persediaan yang ada akan selalu
cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi. Dengan kata lain perusahaan
harus menetapkan suatu jumlah minimum untuk saat pemesanan bahan

 
  II-3

 
sehingga pada saat bahan tersebut diterima jumlah persediaan masih tetap
 
berada pada titik yang memungkinkan perusahaan produksi secara normal.
 
Frekuensi atau jumlah pemakaian bahan baku bahan mentah juga
 
mempengaruhi tingkat persediaan. Semakin sering atau semakin banyal suatu
 
bahan digunakan dalam proses produksi maka akan semakin besar jumlah
  persediaan bahan tersebut yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selanjutnya

  sebagai tambahan atas faktor leadtime dan frekuensi atau jumlah pemakaian,
maka jumlah investasi yang dibutuhkan dalam persediaan juga memegang
 
peranan yang penting dalam menentukan tingkat persediaan.
 
2. Persediaan Barang Dalam Proses
Persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan barang yang
digunakan dalam proses produksi tetapi masih membutuhkan proses lebih
lanjut untuk menjadi barang yang siap dijual (barang jadi). Tingkat
penyelesaian suatu barang dalam proses sangat tergantung pada panjang serta
kompleksnya proses produksi yang dilaksanakan. Misalnya untuk sampai pada
barang jadi dibutuhkan sebnyak 50 macam proses dalam dari bahan-bahan
mentah dan barang dalam proses dimana masing-masing proses membutkan
waktu dua hari, maka hal ini berarti barang tersebut akan berada dalam proses
produksi untuk jangka waktu yang cukup lama (100 hari). Dermikian pula
halnya apabila proses produksi sangat kompleks sekalipun hanya beberapa
macam proses saja yang dibutkan tetapi penyelesaiannya pun akan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan demikian dapat dilihat adanya
hubungan yang langsung antara junlah barang yang ada dalam proses dengan
panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk memproses bahan mentah sampai
jadi.
3. Persediaan Barang Jadi
Persediaan barang jadi merupakan persediaan barang-barang yang telah
selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual. Perusahaan-
perusahaan industri yang beroprasi berdasarkan pesanan mempunyai
persediaan barang jadi relatif kecil. Skedul produksi diarahkan untuk dapat

 
  II-4

 
menyediaakan barang jadi yang dapat memenuhi forecasting atau ramalan
 
penjualan yang disampaikan oleh bagian pemasaran.
 
Pertimbangan terakhir sehubungan dengan jumlah persediaan barang jadi
  dalam perusahaan adalah tingkat likuiditasnya. Semakin likuid dan tidak cepat

  rusak keadaan suatu barang jadi, maka semakin besar jumlah persediaan barang
jadi yang dapat dipertahankan dalam perusahaan. Untuk produk-produk khusus
 
yang membutuhkan biaya penyimpanan yang cukup besar haruslah
 
diperhatikan secara teliti agar jumlahnya tidak terlalu besar.
 
Sedangkan menurut Nasution dan Prasetyawan (2008:113)[2] secara umum
 
persediaan dikelompokan menjadi 4 macam yaitu :

1. Bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok
(supplier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan
dihasilkan oleh perusahaan,
2. Bahan setengah jadi (work in process) adalah bahan baku yang sudah diolah
atau dirakit menjadi komponen namun masih membutukan langkah-langkah
lanjutan agar menjadi produk jadi.
3. Barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap
untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-
lokasi pemasaran.
4. Bahan-bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkan
untuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk
akhir yang dihasilkan perusahaan.

II.1.2 Fungsi Persediaan

Fungsi Utama persediaan yaitu penyangga, penghubung antar proses produksi


dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu sebagai
stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Lebih spesifikasi, fungsi
persediaan menurut Assauri dalam Eyverson (2011)[5] dapat dikategorikan sebagai
berikut:

 
  II-5

 
a. Persediaan dalam Lot Size
 
Persediaan muncul karena adanya persyaratan ekonomis untuk penyediaan
 
(replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan kecepatan
  sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor penentu

  persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau
pembelian dan biaya transport.
 
b. Persediaan Cadangan
 
Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan
  permintaan konsumen biasanya disertai kesalahan peramalan. Waktu siklus

  produksi (leadtime) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah


produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan
cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau
memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.
c. Persediaan Antisipasi
Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penurunan persediaan
(supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk
menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahaan dapat
memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi
terjadinya pemogokan tenaga kerja.
d. Persediaan Pipeline
Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point)
dengan aliran diantara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan
terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan
terakumulasiditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik
produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan
dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu
produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat
penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut persediaan
transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan transportasi
disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi
perubahan dan harus dikendalikan.

 
  II-6

 
e. Persediaan Lebih
 
Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan
 
fisik yang terjadi.
 
II.1.3 Tujuan Persediaan
 
Tujuan utama dari perusahaan menyiapkan persediaan adalah untuk
 
mempermudah atau memperlancar operasional perusahaan baik produksi maupun
 
penjualan. Sehingga apa uang direncanakan dan ditargetkan dapat tercapai tanpa
kendala
  yang disebabkan oleh kurangnya suatu barang. Disamping itu tujuan dari

  persediaan adalah:

1. Ketepatan Waktu Pemenuhan Permintaan


Dengan adanya persediaan, memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan internal maupun eksternal tanpa tergantung pada supplier. Dalam
hal ini perencanaan untuk persediaan sangat diperlukan agar tidak terjadi
permasalahan yang disebabkan kuantitas dan waktu pengiriman barang.
Disamping itu penggunaan barang juga dapat dibatasi sehingga penggunaan
barang yang berlebihan dapat dihindari. Persediaan ini juga diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan dan untuk
menghadapi fluktuasi permintaan pelanggan yang tidak dapat diperkirakan
atau diramalkan dan tidak terduga.
2. Ekonomis
Persediaan juga dilakukan dengan pertimbangan sisi ekonomis. Pertimbangan
dari sisi ekonomis tersebut meliputi; penghematan biaya dengan adanya
potongan pembelian apabila dilakukan pembelian dalam jumlah banyak
sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi biaya pengangkutan per unit
dan akhirnya harga per unitnya akan menjadi lebih murah dan sebagainya.
3. Antisipasi Permintaan Tidak Terduga
Permintaan yang tidak terduga perlu diantisipasi agar kebutuhan barang dapat
dipenuhi dan tidak mengganggu kelancaran operasional. Antisipasi tersebut
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pada data masa lalu, tren
permintaan atau penjualan.

 
  II-7

 
II.1.4 Biaya-Biaya Persediaan
 

 
Biaya persediaan adalah biaya yang timbil sebagai akibat dari proses
persediaan. Biaya persediaan yang perlu dipertimbangkan menurut Setiawan
 
(2015)[3] adalah :
 
1. Biaya pembelian (Purchasing Cost)
 
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau
  mendapatkan barang. Biaya tersebut diperhitungkan mulai dari perencanaan

  pemasok sampai dengan barang tersebut berada ditempat.

  2. Biaya penyimpanan (Storage Cost)


Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan
barang. Biaya ini meliputi:
a. Biaya Modal
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu
bunga bank. Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki
persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu
tertentu.
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya
gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai
gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai
persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena penurunan
kualitas akibat penyimpanan sehingga pada saat dijual harga akan menjadi

 
  II-8

 
turun atau perlu diberikan diskon dengan kata lain terjadi penurunan nilai
 
jual terhadap barang tersebut.
 
e. Biaya Asuransi
  Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang
  tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang
yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
 
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
 
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang
  ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun
  penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di
dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan
handling.

II.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan

Dalam perusahaan manufaktur, bahan (material) dibedakan menjadi bahan


baku dan bahan baku penolong. Bahan baku (direct material) merupakan bahan
yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Bahan baku ini dapat
diidentifikasikan dengan produk atau pesanan terntentu dengan nilainya yang relatif
besar. Misalnya dalam perusahaan percetakan, bahan baku utamanya adalah kertas.
Biaya yang timbul akibat pemakaian bahan baku disebut biaya bahan baku.

Bahan baku penolong (indirect material) merupakan bahan yang dipakai dalam
proses produksi yang tidak dapat diidentifikasikan dengan produk jadi dan nilainya
relatif kecil. Misalnya dalam perusahaan percetakan, bahan baku penolong adalah
tinta. Biaya yang ditimbulkan karena pemakaian bahan baku penolong disebut
biaya bahan baku penolong. Biaya bahan baku penolong merupakan bagian dari
unsur biaya overhead pabrik. (Dewi dan Kristanto, 2013:19)[6].

Meskipun persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan,


namun perusahaan harus tetap berhati-hati dalam menentukan kebijakan
persediaan. Persediaan membutuhkan biaya investasi yang dan dalam hal ini
menjadi tugas bagi menajemen untuk menentukan investasi yang optimal dalam

 
  II-9

 
persediaan. Masalah persediaan merupakan masalah pembelanjaan aktif, dimana
 
perusahaan menemukan dan yang dimiliki dalam persediaan dengan cara seefektif
 
mungkin.
 
Untuk melangsungkan usahanya dengan lancar maka kebanyakan perusahaan
 
merasakan perlunya persediaan. Menurut Mulyawan (2015:219)[1] besar kecilnya
  persediaan yang dimiliki oleh perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain: 

1.   Volume yang dibutukan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap

  gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu


jalannya produksi;
2. Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang
direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume penjualan yang
direncanakan;
3. Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya
pembelian yang minimal;
4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktu-
waktu yang akan datang;
5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material.
6. Harga pembelian bahan mentah;
7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang;
8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.

Sedangkan menurut Prawirosentono dalam Eyverson (2011)[5] faktor yang


mempengaruhi jumlah persediaan adalah:

1. Perkiraan pemakaian bahan baku


Penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengan
kebutuhan pemakaian bahan baku tersebut dalam satu periode produksi
tertentu.

 
  II-10

 
2. Harga bahan baku
 
Harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang dapat
 
mempengaruhi besarnya persediaan yang harus di adakan.
3.   Biaya persediaan
  Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan
baku, adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) dan biaya
 
penyimpanan bahan di gudang.
 
4. Waktu menunggu pesanan (Lead Time)
  Adalah waktu antara tenggang waktu sejak pesanan dilakukan sampai dengan

  saat pesanan tersebut masuk ke gudang.

II.2 Pengendalian Persediaan

Salah satu alternatif untuk menekan biaya persediaan adalah dengan


melakukan perngendalian disektor persediaan, dengan pengendalian persediaan
semua unsur biaya dalam persediaan akan terkendali dengan baik. Berikut
pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Pengendalian persediaan menurut Atmaja (2003:178)[7] adalah salah satu


kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam
seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah
direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biaya.

Sedangkan menurut Herman (2013:203)[8] pengendalian persediaan adalah


fungsi manajerial yang sangat penting karena persdediaan fisik perusahaan banyak
melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan
terlalu banyak menginvestasikan dananya dalam persediaan, maka mengakibatkan
besarnya biaya penyimpanan, selain itu perputaran modal menjadi tidak lancar
karena dan tertanam pada persediaan. Sebaliknya jika perusahaan tidak mempunyai
persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan terganggunya proses produksi.

Pengendalian persediaan (Inventory Control) pada perusahaan percetakan


sangat diperlukan karena barang yang dipesan dan disimpan sangat berpengaruh

 
  II-11

 
oleh perubahan iklim dan suhu ruangan penyimpanan. Sehingga penentuan suatu
 
kebijakan pemesanan harus mempertimbangkan pada:
 
1. Berapa jumlah bahan yang harus dipesan
 
2. Berapa lama leadtime pembelian
 
3. Kapan pembelian kembali (Reorder) dilakukan
  4. Berapa banyak persediaan pengamanan (Safety Stock)

  Oleh karena itu pengendalian persediaan bertujuan untuk menentukan tingkat

optimal
  persediaan dengan biaya persediaan yang minimum sehingga operasional

  perusahaan dapat berjalan lancar. Penentuan besarnya persediaan merupakan


masalah yang sangat penting bagi perusahaan. Karena persediaan mempunyai
dampak yang langsung terhadap keuntungan perusahaan.

II.2.1 Tujuan Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan perlu dilakukan karena persediaan bisa


mengakibatkan perusahaan stop operasi. Sehingga pengendalian persediaan
dimaksudkan untuk mengoptimalisasi biaya dan menjaga barang yang disimpan.
Dengan kata lain tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah kelancaran
proses produksi dan penjualan dengan menggunakan biaya yang sehemat dan
seoptimal mungkin. Berikut tujuan pengendalian menurut Atmaja (2003:183)[7] :

1. Menjaga agar perusahaan jangan sampai kehabisan persediaan sehingga dapat


mengakibatkan proses produksi terhenti.
2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak tidak terlalu
besar sehingga biaya yang timbul tidak besar.
3. Menjaga agar pembelian secara sekecil-kecilnya dapat dihindari karena akan
menyebabkan tingginga biaya pemesanan.

II.2.2 Model Pengendalian Persediaan

Nasution dan Prasetyawan (2008:228)[2] menjelaskan bahwa model EOQ


(Economic Order Quantity) merupakan suatu model dasar yang diturunkan dari
kondisi ideal. Penerapan teknik EOQ dalam suatu perusahaan disebut sebagai suatu

 
  II-12

 
teknik jumlah pesanan dan waktu pemesanan yang tetap. Dalam kondisi aktual,
 
kebijaksanaan ini jarang dapat terlaksana dengan sempurna, karena adanya variasi
 
dalam laju kebutuhan dan variasi dalam penentuan. Kemudian guna memecahkan
masalah
  dalam permintaan yang bervariasai, model EOQ dikembangkan menjadi
  metode berdasarkan pesanan yang tetap (Q) dan berdasarkan Waktu pemesanan
yang tetap (P).
 

  Metode Q adalah model persediaan yanng melakukan monitoring secara


intensif atas status inventori untuk mengetahui kapan saat pemesanan dilakukan dan
 
jumlah pemesanan selalu tetap setiap kali dilakukan. Namun dalam praktik nyata di
 
industri, metode Q sering digunakan dalam mengendalikan pengendalian
persediaan untuk permintaan bebas.

Pemilihan mengenai mana model yang tepat bagi suatu perusahaan adalah tidak
mudah, namun harus disesuaikan dengan bidang usahanya dan jenis bahan
bakunya. Metode P memunyai keunggulan dalam kesederhanaan penjadwalan
pengisian kembali dan pencatatan persediaannya, tetapi metode P memerlukan
persediaan pengamanan yang agak besar, dibandingkan dengan metode Q. Karena
metode Q tidak memerlukan persediaan pengamanan yang besar, maka metode Q
digunakan untuk barang yang nilai satuannya mahal sehingga dapat menurunkan
biaya investasi persediaan pengamanan.

 
  II-13

 
Berikut adalah grafik persediaan menurut metode Q :
 

 
Tingkat Persediaan

  T

 
R
 
SS
 
L L L

Waktu

t1 t2 t3

Gambar 2.II Metode Q

Sumber : Nasution dan Prasetyawan (2008:226)

Rumus yang digunakan dalam motode Q yaitu :

Ukuran Pemesanan (Q)

2𝐷𝑆
𝑞= √
𝐻

Keterangan :
D = Permintaan rata-rata per periode
S = Biaya setiap kali pemesanan
H = Biaya penyimpanan per unit

II.2.3 Persediaan Pengamanan (Safety Stock)


Persediaan Pengamanan merupakan persediaan yang disimpan dalam
mengantisipasi permintaan pelanggan yang sulit diketahui dengan pasti. Hanafi

 
  II-14

 
(2016:86)[9] berpendapat bahwa safety stock adalah persediaan tambahan yang
 
diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
 
bahan (stock out).
  Menurut Atmaja (2003:191)[7], Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

  persediaan pengamanan adalah :


1. Penggunaan bahan baku rata-rata
 
Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode
 
tertentu, khusunya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan
  bahan baku pada masa sebelumnya.

  2. Faktor waktu atau lead time (Procurement Time)


Didalam pengisian kembali perseduaan terdapat suatu perbedaan waktu yang
cukup lama antara saat mengadakan pesanan (order) untuk menggantikan atau
pengisian kembali persediaan dengan saat penerimaan barang-barang yang
dipesan tersebut.
Menurut Zulfikarijah dalam Eyverson (2011)[4], ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan perusahaan melakukan safety stock, yaitu :
a. Biaya atau kerugian yang disebabkan oleh stock out tinggi. Apabila bahan yang
digunakan untuk proses produksi tidak tersedia, maka aktivitas perusahaan
akan terhenti yang menyebabkan idle tenaga kerja dan fasilitas pabbrik yang
pada akhirnya perusahaan akan kehilangan penjualannya.
b. Variasi atau ketidakpastian permintaan yang meningkat. Adanya jumlah
permintaan yang meningkat atau tidak sesuai dengan peramalan yang ada
diperusahaan menyebabkan tingkat kebutuhan persediaan yang meningkat
pula, oleh karena itu perlu dilakukan antisipasi terhadap safety stock agar
semua permintaan dapat terpenuhi.
c. Resiko stock out meningkat. Keterbatasan jumlah persediaan yang ada di pasar
dan kesulitan yang dihadapi perusahaan mendapatkan persediaan akan
berdampak pada sulitnya terpenuhi persediaan yang ada di perusahaan,
kesulitan ini akan menyebabkan perusahaan mengalami stock out.

 
  II-15

 
d. Biaya penyimpanan safety stock yang murah. Apabila perusahaan memiliki
 
gudang yang memadai dan memungkinkan, maka biaya penyimpanan tidaklah
 
terlalu besar. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya stock out.
 

  Untuk menghitung persediaan pengamanan (Safety Stock) dapay menggunakan


rumus sebagai berikut:
 

 
𝑆𝑠 = 𝑍𝑞
 
𝑍 = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
  (∈𝑥+𝑦)
𝑞= h

Keterangan :
Ss = Safety Stock / persediaan pengamanan
x = Penggunaan bahan baku senyatanya
y = perkiraan penggunaan bahan baku

II.2.4 Pemesanan Kembali (Reorder Point)


Selain memperhitungkan nilai Q dan safety stock, perusahaan juga perlu
memperhitungkan kapan harus dilakukan pemesanan kembali (Reorder Point).
Pengertian Reorder Point (ROP) menurut Rangkuty dalam Eyverson (2011)[5]
adalah strategi operasi persediaan merupakan titik pemesanan yang harus dilakukan
suatu perusahaan sehubungan dengan adanya Lead Time dan Safety Stock.
Ryanto dalam Jurnal Kristanto (2010)[10] yang berjudul Evaluasi Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Kertas CD ADOC dengan Menggunakan Metode EOQ Di
PT Solo Grafika Utama, berpendapat bahwa Reorder Point adalah saat atau titik
dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau
penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat waktu dimana persediaan atas
Safety Stock sama dengan nol. Menurut Heizer dan Render dalam Eyverson
(2011)[4], titik pemesanan ulang (Reorder Point) yaitu tingkat persediaan dimana
ketika persediaan mencapai tingkat tersebut, pemesanan harus dilakukan.

 
  II-16

 
Berikut merupakan grafik titik pemesanan kembali menurut metode Q :
 
Tingkat Persediaan
 
Q
 

 
ROP
 
(unit)

  Waktu (hari)
Waktu tunggu = L
 
Gambar 2.3 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
Sumber : Heizer dan Render (2010)

Keterangan :
Q = kuantitas pesanan Optimum, dan waktu tunggu mempersentasikan waktu
antara penempatan pesanan dan penerimaan pesan.
Berikut rumus untuk menghitung titik pemesanan kembali (Reorder Point) :
𝑅𝑂𝑃 = (𝐿𝐷 𝑥 𝑟) + 𝑠𝑠
Keterangan :
ROP = Titik pemesan kembali
LD = Leadtime / masa tenggang
r = Penggunaan bahan baku rata-rata

 
  II-17

 
  II-18

Anda mungkin juga menyukai