Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Persediaan


Persediaan adalah bagian yang sangat penting dalam suatu bisnis.
Alasannya adalah persediaan cenderung menyembunyikan persoalan dengan
memecahkan masalah persediaan membuat permasalahan menjadi sederhana,
namun demikian permasalahan yang sering muncul adalah persediaan sangat
mahal dikelola. Akhirnya terjadi kebijakan operasi yang bijaksana sangat
diperlukan dalam mengelola persediaan, sehingga tingkat persediaan dapat
dikelola sekecil mungkin. (Rangkuti, 2019)
Persediaan (inventory) ditujukan untuk menganstisipasi kebutuhan
permintaan. Permintaan ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam
proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan
komponen-komponen lain yang menjadi keluaran produk perusahaan. Jenis
persediaan ini sering disebut dengan istilah persediaan keluaran produk.
Pengelolaan persediaan biasanya sebagai pengelolaan persediaan
permintaan yang bersifat independen. Perusahaan dalam pengelolaan
persediaannya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu yang utama adalah
permintaan yang bersifat acak dari pelanggan. Permintaan pelanggan yang bersifat
acak diantisipasi oleh perusahaan dalam bentuk perekaman data menjadi
sekumpulan data historis permintaan dari suatu produk. Data historis perusahaan
ini akan membentuk suatu pola data yang bermanfaat bagi perusahaan dalam
melakukan forecasting untuk permintaan produk kedepannya.
Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting adalah pengendaliaan
persediaan. Apabila perusahaan menanamkan terlalu banyak dana dalam
persediaan, hal ini akan memnyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan dan
mungkin mempunyai opportunity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak
II-2

mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan biaya-biaya dari


terjadinya kekurangan bahan (stockout cost).
Begitu pula Inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang
berupa bahan mentah, barang setengah jadi dan barang jadi. Maka pandangan
persediaan menurut perusahaan adalah sebuah penanaman modal dalam bentuk
tertentu.
Persediaan (inventory) diartikan sebagai sumber daya ekonomi fisik yang
perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi
bahan baku (raw material), produk jadi (finish product),komponen
rakitan(component), bahan pembantu (substance material), dan barang sedang
dalam proses pengerjaan (working in process inventory). Secara umum alasan
untuk memiliki persediaan adalah untuk:

1. Menyeimbangkan biaya pemesanan atau persiapan dan biaya


penyimpanan
2. Memenuhi permintaan pelanggan, misalnya menepati tanggal
pengiriman.
3. Menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat:
4. Kerusakan mesin
5. Kerusakan komponen
6. Tidak tersedianya komponen
7. Pengiriman komponen yang terlambat
8. Menyanggah proses produksi yang tidak dapat diandalkan
9. Memanfaatkan diskon
10. Menghadapi kenaikan harga dimasa yang akan datang
Pada dasarnya jenis persediaan kalau dilihat dari sifat operasi perusahaan
dapat dibedakan atas:
1. Persediaan pada perusahaan dagang
Perusahaan dagang merupakan perusahaan yang kegiatanya membeli
barang untuk kemudian menjualnya kembali tanpa melakukan
perubahan yang principal terhadap barang itu. Persediaan yang ada
dalam perusahaan dagang lazim dinamakan dengan persediaan barang
II-3

dagangan atau merchandiseinventory yang dimaksud merchandise


inventory adalah persediaan barang yang selalu dalam perputaran,
yang selalu dibeli dan dijual, yang tidak mengalami proses lebih lanjut
didalam perusahaan tersebut yang mengakibatkan bentuk dari barang
dari barang yang bersangkutan.
2. Perusahaan pada perusahaan industry
Perusahaan industri merupakan perusahaan yang kegiatanya
menambah atau mengubah daya guna bahan baku menjadi bahan baku
atau barang jadi.
3. Persediaan bahan mentah (raw materials)
Merupakan persediaan yang akan diproses menjadi barang jadi atau
setengah jadi. Bahan mentah merupakan produk langsung dari
kekayaan alam.
4. Persediaan komponen-komponen rakitan (components)
Merupakan persediaan barang-barang dari perusahaan lain yang terdiri
dari beberapa again secara terurai untuk kemudian dirakit menjadi
suatu produk.
5. Persediaan bahan pembantu (supplies)
Merupakan persediaan bahan yang digunakan untuk membantu proses
produksi dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari produk
akhir perusahaan.
6. Persediaan barang dalam proses (work in process)
Merupakan persediaan barang yang telah selesai dalam suatu tahapan
proses tetapi masih memerlukan proses lanjutan sebelum menjadi
produk akhir dan perusahaan.
b. Perusahaan barang jadi (finished goods)
Merupakan barang yang sudah siap diproses untuk siap dijual.
II-4

2.1.2 Fungsi Persediaan


1. Batch atau lot size inventory
yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat
bahan-bahan / barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dan
jumlah yang dibutuhkan pada saat itu
2. Fluctuation stock
adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation stock
yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi yang
dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam
satu tahun dan pola untuk menghadapi penggunaan atau penjualan /
permintaan yang meningkat.

4. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi
perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan”
(independence). Persediaan decoupling ini memungkinkan perusahaan
dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada
supplier.
5. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan “penghematan-
penghematan” (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit
lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian
dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya
yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang,
investasi, risiko dan sebagainya).
6. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu
permintaan musiman. Disamping itu, perusahaan juga sering
II-5

menghadapi ketidak pastian jangka waktu pengiriman dan permintaan


akan barang-barang selama periode pemesanan kembali, sehingga
memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut safety
stock (persediaan pengaman).

2.1.3 Menentukan Jumlah Persediaan


Perusahaan membuat kebijakan mengenai pengadaan persediaan memiliki
tujuan untuk kelancaran dari proses produksi perusahaan dan untuk menjaga
kepercayaan konsumen yang telah dibangun. Namun setiap kebijakan perusahaan
satu dengan yang lain pasti terdapat perbedaan, ini biasanya dipengaruhi oleh
ukuran perusahaan dan bidang usahanya.. Besar kecilnya persediaan perusahaan
dapat dilihat dari kebijakan persediaan besi (safety stock). Kebijakan ini
merupakan kebijakan membuat persedian tambahan untuk menjaga kemungkinan
kekurangan bahan. Kebijakan besi akan dipengaruhi oleh faktor pemakaian atau
penjualan bahan dan waktu. Slamet (2007:51).

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persediaan


Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan bahan baku yang
dimiliki perusahaan berdasarkan adalah :
1. Anggaran produksi
Semakin besar produksi yang dianggarkan semakin besar bahan baku
yang disediakan. Sebaliknya semakin kecil produksi yang dianggarkan
semakin kecil juga bahan baku yang disediakan.
2. Harga beli bahan baku
Semakin tinggi harga beli bahan baku, semakin tinggi persediaan yang
direncanakan. Sebaliknya semakin rendah harga bahan baku yang
dibeli, semakin rendah persediaan bahan baku yang direncanakan.
3. Biaya penyimpanan bahan baku digudang (carrying cost)
Dalam hubunganya dengan biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai
akibat kehabisan persediaan (stockout cost). Apabila biaya
penyimpanan bahan baku digudang lebih kecil disbanding dengan
II-6

biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan,


maka perlu persediaan bahan baku yang besar. Sebaliknya bila biaya
penyimpanan bahan baku di gudang lebih besar disbanding biaya
ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan,
makapersediaan bahan baku yang direncanakan kecil. Biaya kehabisan
persediaan (stockout cost) seperti biaya pesanan darurat, kehilangan
kesempatan mendapatkan keuntungan, karena tidak terpenuhinya
pesanan, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi, dan
lain-lain.
4. Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahn baku
Semakin tepat standar bahan baku dipakai yang dibuat, semakin kecil
persediaan bahan baku yang direncanakan. Sebaliknya bila standar
persediaan bahan baku dipakai yang dibuat sulit untuk mendekati
ketepatan, maka persediaan bahan baku yang direncanakan akan
besar.
5. Ketepatan pemasok (penjual bahan baku).
Ketepatan pemasok dalam menyerahkan bahan baku yang dipesan,
maka persediaan bahan baku yang direncanakan jumlahnya besar.
Sebaliknya bila pemasok biasanya tepat dalam menyerahkan bahan
baku, maka bahan baku yang direncanakan jumlahnya kecil.
6. Jumlah bahan baku setiap kali pesan
Bila bahan baku tiap kali pesan jumlahnya besar, maka persediaan
yang direncanakan juga besar. Sebaliknya bila bahan baku setiap kali
pesan jumlahnya kecil, makan persediaan yang direncakan juga kecil.
Besarnya pembelian bahan baku tiap kali pesan untuk mendapatkan
biaya pembelian minimal dapat dibentuk dengan kuantitas pesanan
ekonomis Economic Order Quantity dan saat pemesanan kembali.

2.1.5 Biaya Dalam Pengadaan Persediaan


Biaya bagi perusahaan adalah satu hal utama untuk dimiliki. Hal yang
mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran biaya adalah tingkat kebutuhan yang
II-7

diperlukan perusahaan untuk pencapaian tujuan. biaya persediaan adalah semua


pengeluaran dan kerugian yang disebabkan adanya persediaan. Biaya-biaya
persediaan menurut Rangkuti (2016) adalah sebagai berikut:
1. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement costs),
Biaya ini meliputi :
a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
b. Upah
c. Biaya telepon
d. Penegluaran surat menyurat
e. Biaya pengepakan dan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
h. Biaya utang lancar dan sebagainya
Pada umumnya, biaya persediaan (diluar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik biala kuantitas bertambah besar. Tetapi, apabila
semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan
per periode turun. Maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti,
biaya pemesanan total per periode (tahunan) adalah sama dengan jumlah
pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus
dikeluarkan setiap kali pesan.
2. Biaya Penyimpanan (holding costs atau carrying costs) yaitu terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.
Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas
bahan yag dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin
tinggi. Biaya-biaya yang temasuk biaya penyimpanan adalah:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (temasuk penerangan, pendingin
ruangan dan sebagainya)
b. Biaya modal (opportunity costs of capital) yaitu alternatif pendapatan
dana yang diinvestasikan dalam persediaan
c. Biaya keusangan\biaya perhitungan fisik
d. Biaya asuransi persediaan
II-8

e. Biaya pajak persediaan


f. Biaya pencurian, pengrusakan dan perampokan
g. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya
3. Biaya Penyiapan (manufacturing) ataun set-up costs. Hal ini terjadi apabila
bahan-bahan tidk dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik”
perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya ini terdiri dari:
a. Biaya mesin-mesin menganggur
b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
c. Biaya penjadwalan
d. Biaya ekspedisi dan sebagainya
Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyimpanan total per periode
sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs), adalah biaya
yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan
bahan, biaya-biaya yang temasuk biaya keurangan bahan adalah sebagai
berikut:
a. kehilangan penjualan
b. kehilangan langganan
c. biaya pemesanan khusus
d. biaya ekspedisi
e. selisih harga
f. terganggunya operasi
g. tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya
Biaya kekurangan bahan, sulit diukur dalam praktek, terutama karena
kenyataanya biaya ini sering merupakan opportunity costs, yang sulit
diperkirakan secara obyektif.
II-9

2.1.6 Metode-Metode Pengendalian persediaan

1. Metode Economic Order mengontrol Quantity (EOQ)


Salah satu model untuk model persediaan adalah dengan Economic Order
Quantity (EOQ). EOQ merupakan sebuah teknik kontrol persediaan yang
meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan atau sering dikatakan
sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Metode EOQ atau pembelian bahan baku dan suku cadang yang optimal
yang dapat diartikan diartikan sebagai kuantitas bahan baku dan suku cadangnya
yang dapat diperoleh melalui pembelian jumlah pembelian dengan mengeluarkan
biaya minimal tetapi tidak berakibat pada kekurangan dan kelebihan bahan baku.
2. Metode Just In Time
Untuk mengantisipasi permasalahan terkait bagaimana cara
mengendalikan persediaan yang berdampak pada efisiensi biaya persediaan,
olehnya itu perlu adanya metode persediaan yang benar dan tepat. Dalam sistem
akuntansi persediaan, dikenal dengan istilah Just in time method, yakni Suatu
proses produksi yang hanya akan memproduksi apabila sesuai permintaan atau
order saja. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar,
yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal
tersebut menjadikan perusahaan lebih bisa kompetitif. Tujuan utama Just In Time
sebenarnya adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan
yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta
perbaikan kinerja dalam proses pengiriman.
3. Metode ABC
Metode ABC sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala
besar yang memiliki jumlah persediaan banyak dan dengan nilai yang berbeda-
beda. Pengendalian bahan baku yang nilainya tinggi berbeda dengan persediaan
yang nilainya rendah. Metode ABC membagi persediaan menjadi tiga kelompok.
Pengelompokan tersebut berdasarkan nilainya. Adapun pembagian kelompoknya
sebagai berikut:
1. Kelompok A
II-10

Persediaan yang memiliki nilai tinggi. Karakteristik pengendaliannya


sebagai berikut:
a. Jumlah persediaan minimal kecil
b. Tingkat review tinggi (sering)
c. Tingkat pemesanan tinggi
d. Dibutuhkan pencatatan yang rinci
e. Tingkat pengawasan tinggi
2. Kelompok C
Persediaan yang memiliki nilai rendah, karakteristik pengendaliannya
sebagai berikut:
a. Jumlah persediaan minimal besar
b. Tingkat review rendah
c. Tingkat pemesanan rendah
d. Tidak membutuhkan pencatatan perpetual
e. Tingkat pengawasan rendah
3. Kelompok B
Persediaan yang memiliki nilai sedang. Karakteristik pengendaliannya
diantara kelompok A dan kelompok C

4. Metode MRP (Material Requirement Planning)


Material Requirement planning adalah suatu sistem perencanaan dan
penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memrlukan tahapan proses
atau fase dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk
jadi yang diterjemahkan kebahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan
menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa
banyak yang dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang dapat
dibuat.
MRP dapat mengatasi masalah-masalah kompleks yang timbul dalam
persediaan yang memproduksi banyak produk, masalah itu antara lain
kebingungan, inefisiensi, pelayanan yang tidak memuaskan para konsumen.
Berberapa tahun terakhir ini MRP menggantikan sistem inventori reaktif pada
II-11

berbagai organisasi, hal ini dikarenakan sistem reaktif lebih sederhana dalam
mengelola tapi timbul hal yang tidak menguntungkan seperti biaya persediaan
yang tinggi dan pengiriman barang yang tidak tepat waktu.
1. Tujuan MRP
Adapun tujuan MRP adalah sebagai berikut:
a. Menjadwalkan produksi untuk menghasilkan produk pada saat
dibutuhkan. Tidak sampai terjadi keterlambatan, namun juga tidak
perlu lebih awal, dimulai sejak komponen dan bahan baku.
Material yang diperlukan datangpada saat tepat akan diperlukan
b. Meningkatkan layanan konsumen dengan memnuhi tanggal tenggat
pegiriman dan memperpendek waktu pengiriman
c. Menekan biaya persediaan dengan melakukan pemesanan bahan
baku saat kedatangannya sesuai dengan saat yang diperlukan
d. Meningkatkan efisiensi operasional dengan mengurangi jumlah
stockout dan memperpendek waktu tunggu (delay) pengiriman
material, mengurangi kejadian material cacat serta menambah
kapasitas produksi dengan mengurangi waktu menganggur serta
meningkatkan efisiensi perpindahan fisik material.

2. Input MRP
a. Master Production Schedule (MPS)
MPS merupakan suatu perencanaan defenitif tentang jenis produk
akhir yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, yang menyatakan
berapa banyak dari tiap item yang direncanakan, waktu yang dibutuhkan
untuk produksi dan waktu produk itu selesai diproduksi dalam horizon
perencanaan tertentu. MPS menunjukkan jumlah yang harus diproduksi
bukan yang dapat diproduksi (kapasitas) dan yang mungkin diproduksi
(peramalan). MPS diolah dengan input perencanaan aggregat yang
mempertimbangkan kombinasi peramalan permintaan dan pesanan
permintaan konsumen yang telah diterima.
b. Product Structure Records (PSR)
II-12

PSR merupakan daftar dari semua material, komponen dan sub-


rakitan, serta jumlahnya dari masing-masing yang diperlukan untuk
menghasilkan satu unit produk akhir. PSR ditunjukkan dalam format
struktur pohon produk (bill of material), gambar rakitan produk (explode
diagram), dan matriks kebutuhan atau tabel bertabulasi (indented table).
MRP menggunakan PSR sebagai basis untuk perhitungan banyaknya
setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu.
c. Inventory Status Records
Merupakan catatan lengkap masing-masing material mulai bahan baku
hingga produk yang disimpan dalam persediaan. Data persediaan meliputi
jumlah stok, persediaan yang telah terelokasi, pengadaan yang telah
direncanakan sebelumnya, ukuran pengadaan (lot size) dan lead time,
tingkat stok pengaman (safety stock level), tingkat kerusakan saat diterima
(acceptance quality) dan saat disimpan (scrap rate).
d. Output MRP
Kebutuhan material untuk masing-masing produk akhir dibuat
bertahap dari waktu ke waktu dalam suatu pola yang ditentukan oleh
parent requirements dan lead time. MRP plans order (planned order
releases) untuk pembelian dan pembelajaan terjadwal untuk kuantitas
material yang harus tersedia pada setiap periode waktu untuk
menghasilkan produk akhir. Planned Order Release menyediakan periode
waktu dan kuantitas dengan keputusan melakukan produksi (work orders)
komponen/item, atau melakukan pembeliaan komponen atau item
(purchase orders) atau melakukan penjadwalan ulang suatu komponen
atau item.
Dalam melakukan prosedur MRP, terlebih dahulu harus memahami hal-hal
yang berada pada matriks MRP. Pada bagian Header matriks MRP terdapat item,
lot size, lead time dan past due, sedangkan bagian dari isi matriks MRP adalah
gross requrements, schedule receipts, project on hand, net requirements, planned
order receipts.
II-13

1. Item, mengidentifikasi nama atau nomor dari item/ material yang


direncanakan
2. Lot size, ukuran lot yang ditetapkan untuk item yang dijadwalkan
3. LT (lead time), waktu tunggu dimulai dari saat memesan item/material
sampai diterima
4. PD (Past due), pesanan yang tenggat waktunya dibelakang jadwal
yang ditetapkan sebelumnya
5. Gross requirements (GR), jumlah bersih material/item yang
diperlukan pada periode tersebut
6. Scheduled receipts (SR), jumlah dan jadwal kedatangan dari
material/item yang dipesan
7. On-hand inventory (OI), jumlah persediaan yang dimiliki pada akhir
periode
8. Net requirements (NR), jumlah bersih material/item yang diperlukan
saat periode tersebut
9. Planned order receipts (PoRec), hasil dari net requirements yang telah
disesuaikan dengan ukuran lot yang ditentukan sebelumnya
10. Planned order releases (PoRel), hasil dari Planned order receipts
yang telah disesuaikan dengan lead time
Dari Penjabaran mengenai metode-metode pengendalian persediaan bahan
baku diatas, penulis memilih menggunakan Metode EOQ, karena data-data yang
ada bisa digunakan dengan menggunakan metode EOQ dan serta tujuan dari
penelitian ini untuk menghemat biaya-biaya persediaan, seperti biaya pemesanan,
biaya penyimpanan, dengan jumlah pemesanan yang optimal, serta memangkas
pemesanan bahan-bahan yang berlebihan didalam laboratorium.

2.2 EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)

2.2.1. Pengertian EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)


Salah satu model untuk mengontrol model persediaan adalah dengan
Economic Order Quantity (EOQ). EOQ merupakan sebuah teknik kontrol
II-14

persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan atau
sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Metode EOQ atau pembelian bahan baku dan suku cadang yang optimal
yang dapat diartikan diartikan sebagai kuantitas bahan baku dan suku cadangnya
yang dapat diperoleh melalui pembelian jumlah pembelian dengan mengeluarkan
biaya minimal tetapi tidak berakibat pada kekurangan dan kelebihan bahan baku.

2.2.2 Asumsi EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)

Beberapa asumsi yang ada dikarenakan metode ini disebut juga sebagai
metode ukuran lot atau size yang digunakan untuk pengelolaan independent
demand inventory adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus.
2. Lead time yaitu waktu antara pemesanan sampai dengan pemesanan
datang harus tetap.
3. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out.
4. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan datang pada waktu
yang bersamaan dan teteap dalam bentuk paket.
5. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun
pembelian dalam jumlah volume besar.
6. Besar carrying cost terantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah
inventory.
7. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan
dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
8. Item produk satu macam dan tidak ada hubungannya dengan produk
lain.

2.2.3 Perhitungan EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)


Pengadaan persediaan oleh perusahan sangat penting guna kelancaran proses
produksi. Untuk mendapatkan besarnya pembelian yang optimal setiap kali pesan dengan
biaya minimal sesuai dengan paparan dapat ditentukan dengan Economic Order Quantity
(EOQ) dan Reorder Point (ROP). Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) dapat
diformulasikan sebagai berikut:

EOQ =
Keterangan :
II-15

R = kuantitas yang diperlukan selama periode tertentu


S = biaya pemesanan setiap kali pesan disebut dengan ordering cost/setup cost
P = harga bahan per unit
I = biaya penyimpanan bahan baku digudang yang dinyatakan dalam persentase dari nilai
persediaan rata-rata dalam satuan mata uang yang disebut dengan carrying cost atau
storage cost atau holding cost.
PxI = besarnya biaya penyimpanan bahan baku per unit

EOQ dapat juga dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

EOQ=
√ 2 RS
H
Keterangan:
R = biaya pemesanan per pesanan
S = pemakaian bahan periode waktu
H = biaya penyimpanan per unit per tahun

2.2.4 Frekuensi Pembelian


Pada dasarnya metode EOQ mengacu pada pembelian dengan jumlah yang
sama dalam setiap kali melakukan pemesanan. Maka dari itu, jumlah pembelian
dapat diketahui dengan cara membagi kebutuhan dalam satu tahun dengan jumlah
pembelian setiap kali melakukan pemesanan. Frekuensi pemesanan sesuai yang
dapat diformulasikan sebagai berikut :
D
I=
EOQ
Dimana :
I = frekuensi pembelian dalam satu tahun
D = jumlah kebutuhan bahan baku selama satu tahun
EOQ = jumlah pembelian bahan sekali pesan
II-16

2.2.5 Persediaan Pengaman (Safety Stock)


Perusahaan dalam melakukan pemesanan suatu barang sampai barang
datang memerlukan jangka waktu yang bisa berbeda-beda setiap bulannya. Hal ini
sering disebut dengan lead time. Lead time yaitu jangka waktu yang diperlukan
sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan.
Untuk mengetahui seberapa lamanya lead time biasanya diketahui dari lead time
pada pemesanan-pemesanan sebelumnya. Kebiasaan para levaransir menyerahkan
bahan baku yang akan dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering
terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat
waktu maka tidak perlu safety stock yang besar.
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan inti dari bahan yang
harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan usaha. Persediaan pengaman
tidak boleh dipakai kecuali dalam keadaan darurat, seperti keadaan bencana alam,
alat pengangkut bahan kecelakaan, bahan dipasaran dalam keadaan kosong karena
huru hara, dan lain-lain. Persediaan pengaman bersifat permanen, karena itu
persediaan bahan baku minimal (persediaan pengaman) termasuk kelompok
aktiva. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock bahan baku,
antara lain sebagai berikut :
a. Kebiasaan para leveransir menyerahkan bahan baku yang dipesan
apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu
safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka
tidak perlu safety stock yang besar.
b. Besar kecilnya bahan baku yang dibeli setiap saat. Bila bahan baku
yang dibeli setiap saat jumlahnya besar, maka tidak perlu safety stock.
c. Kemudahan menduga bahan baku yang diperlukan. Semakin mudah
menduga bahan baku yang diperlukan maka semakin kecil safety
stock.
d. Hubungan biaya penyimpanan (carrying stock) dengan biaya ekstra
kekurangan persediaan (stockout cost). Stockout stock seperti biaya
pesanan darurat, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan karena
tidak terpenuhinya pesanan, kemungkinan kerugian karena adanya
II-17

stagnasi produksi, dan lain-lain. Apabila stockout cost lebih besar dari
carrying cost , maka perlu safety stock yang besar.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahawa safety stock
adalah persediaan bahan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk
menjaga terjadinya keterlambatan agar tidak mengganggu kelancaran produksi.
Didalam paparan untuk menghitung besarnya safety stock dapat
menggunakan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata. Dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-rata) x Lead Time

2.2.6 Titik Pemesanan Kembali atau Reorder Point (ROP)


Reorder Point memperhatikan pada persediaan yang tersisa digudang baru
kemudian dilakukan pemesanan kembali. Hal ini dikarenakan adanya jangka
waktu tunggu diantara pemesanan dengan datangnya pesanan, oleh karena itu
pemakaian bahan selama pemesanan harus diperhitungkan berdasarkan pada
besarnya penggunaan bahan selama bahan dipakai dan besarnya safety stock.
Besarnya penggunaan bahan selama waktu pemesanan merupakan perkalian
antara lamanya waktu pemesanan dan penggunaan rata-rata. Pemesanan dapat
dilakukan dengan cara menunggu sampai persediaan mencapai jumlah tertentu.
Dengan demikian jumlah barang yang dipesan relatif tetapi interval waktu tidak
sama. Atau pemesanan dilakukan dengan waktu yang tetap tetapi jumlah pesanan
berubah-ubah sesuai dengan tingkat persediaan yang ada. Reorder Point
diformulasikan sebagai berikut:
Reorder Point = ( LD x AU ) + SS Dimana :
LD = Lead time atau waktu tunggu
AU = Average unit atau rata-rata pemakaian selama satuan waktu tunggu
SS = Safety stock atau persediaan pengaman
Adapun faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali (reorder
point) adalah sebagai berikut:
a. Lead time, yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan
sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan.
II-18

b. Stock out cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena


keterlambatan datangnya bahan baku dan suku cadangnya.
c. Extra carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena bahan
baku dan suku cadangnya datang terlalu awal.

2.3 Penelitian Terdahulu.


Analisis tentang pengendalian bahan baku telah banyak dilakukan
sebelumnya. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan
optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya persediaan.Hal ini
disebabkan karena perusahaan tidak menggunakan metode EOQ dalam
pengadaan persediaan bahan bakunya. Metode analisis yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah metode Economic Order Quantity (EOQ),frekuensi
pembelian, total biaya persediaan, persediaan pengaman (safety stock), dan
Re Order Point. Bahan baku yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, penelitian terdahulu yang
digunakan penulis adalah sebagai dasar dalam penyusunan penelitian ini.
Tujuannya untuk mengetahui hasil yang telah didapat oleh peneliti terdahulu,
sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan
penelitian berikutnya yang sejenis.
II-19

No Nama Peneliti,
Judul Metode Hasil
Tahun/Sumber

1 Bahari AnalisisPerbandinganKondisi EconomicOrder Pada penelitian ini perusahaan


Syaputra, Existing dengan Metode Quantity (EOQ) dapat menghemat Rp.24.517.276
2018/ Jurnal Economic Order Quantity pada bahan baku WCP2 dan
Kreatif Industri (EOQ) dalam menentukan Rp.23.212.522 pada bahan baku
Jumlah Persedian Bahan 7HF. Perhitungan persediaan
Baku WCP2 dan 7HF safety Stock sebesar 33 cans
untuk WCP2, 17 cans untuk
7HF. Serta titik pemesanan
kembali 149 cans untuk WCP2
dan 74 cans untuk 7HF.
2 Dharma Agista Analisis Peramalan Economic Metode EOQ pada bahan baku
Pratama, 2020/ Permintaan dan Pengendalian Order Quantity pembantu belerang dengan
Jurnal PersediaanBahanBaku (EOQ) frekuensi pemesanan 28 kali per
Universitas Pembantu pada Industri Gula tahun memilikitotal biaya
Lampung (Studi Kasus PT. XYZ persediaan sebesar Rp.
LampungUtara 1.010.908.000 dan biaya
penghematan sebesar Rp.
19.581.365. dan pembantu
causatic soda dengan frekuensi
pemesanan 27 kali per tahun
memiliki total biaya persediaan
sebesar Rp. 922.241.500 dan
biaya penghematan sebesar Rp.
17.840.930.
3 Sarbini,2020/ ANALISIS Economic Berdasarkan kebijakan
SkrisiUPB PENGENDALIAN Order Quantity perusahaan total biaya
PERSEDIAAN BAHAN (EOQ) persediaan bahan baku casting
BAKU PADA PT CIBA cups adalah sebesar Rp.
VISION BATAM 16.459.638.356,4 dengan rata –
rata pembelian sebesar 1.179.458
II-20

pcs. Sedangkan apabila


menggunakan metode Economic
Order Quantity (EOQ) dapat
diketahui total biaya persediaan
bahan baku casting cups adalah
sebesar Rp. 1.986.782.567
dengan jumlah pembelian
ekonomis sebesar 2.954.762,89
pcs. Jumlah Safety stock bahan
baku casting cups yang harus
disimpan oleh PT Ciba Vision
Batam adalah sebesar 347.306,82
pcs dengan titik pemesanan
kembali sebesar 1.535.278,08
pcs. Efisiensi yang dihasilkan
dengan metode Economic Order
Quantity (EOQ) untuk
persediaan bahan baku casting
cups adalah sebesar Rp.
14.472.855.789
4 Elwidho Analisis Pengendalian Economic Perusahaan dapat menghemat
Hanarista Pesediaan Bahan Baku Order Quantity biaya pembelian bahan baku
Fajrin, 2015/ dengan Menggunakan (EOQ) untuk tepung terigu senilai
Skripsi Metode Economic Order Rp.2.200.804 dan untuk bahan
Universitas Quantity (EOQ) pada baku gula pasir sebesar
Negeri Perusahaan Roti Bonansa Rp.1.898.066, dan Reorder point
Semarang untuk tepung terigu dan gula
pasir adalah 1188 Kg dan gula
pasir 578 Kg.
5 Yuliani Analisis Pengendalian Economic Setelah dilakukan pengolahan
Purwandini, Manajemen Atas Persediaan Order Quantity data yaitu perusahaan dapat
2019/ Jurnal Bahan Kimia Dengan (EOQ) menghemat biaya persediaan
Universitas 17 Metode EOQ (Economic bahan baku untuk tawas tahun
Agustus 1945 Order Quantity) Dan ROP 2014 sebesar Rp.2.096.296,
II-21

(Reorder Point) Di PDAM tahun 2015 sebesar Rp.2.518.391


Tirta Kencana Kota dan tahun 2016 Rp.2.095.851
Samarinda dan tahun 2017 sebesar Rp.
1.833.086. lalu untuk bahan
kimia Kaporit tahun 2014
sebesar Rp3.086.691, tahun 2015
sebesar Rp.3.779.634 dan tahun
2016 Rp.2.015.536 serta tahun
2017 sebesar Rp. 2.854.179.
kemudian untuk bahan kimia
Soda Ash tahun 2014 sebesar
Rp.2.182.903, tahun 2015
sebesar Rp.1.885.848 dan tahun
2016 Rp.2.015.536 dan tahun
2017 sebesar Rp.3.078.783.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
II-22

2.4 Kerangka Pikir

INPUT
1. Biaya Pemesanan Methyl Bromide (CH3BR).
2. Biaya penyimpanan Methyl Bromide (CH3BR)
3. Jumlah Kebutuhan bahan baku Methyl Bromide
(CH3BR) dan yang akan dipesan.
4. Lead Time (Waktu Pengiriman)

PROSES
1. Menghitung Biaya Persedian
2. Menghitung dengan Metode
Economic Order Quantity.
3. Penentuan Safety Stock dan
Re Order Point

OUTPUT
1. PT.Sucofindo Cabang Batam dapat
melakukan persedian sesuai yang
diharapkan.
2. Meminimalkan biaya Persedian
bahan baku Methyl Bromide
(CH3BR) dan

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


Dengan adanya keterangan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bahan
baku sebelumya dievaluasi terlebih dahulu dalam data kebutuhan bahan baku
sebelum menerapkan metode yang akan digunakan. Bahan baku merupakan
kebutuhan utama dalam proses produksi karena tanpa adanya bahan baku
perusahaan tidak dapat memproduksi barang (output). Kebutuhan bahan baku
pada suatu perusahaan tidaklah tetap, tetapi akan mengalami naik turun. Jadi
II-23

dibutuhkan manejemen persediaan bahan baku yang baik agar tidak terjadi
kurangnya bahan baku (stockout) sehingga proses pengolahan terhenti, ataupun
terjadi kelebihan bahan baku (overstock) yang akan memacu pengeluaran biaya
simpan yang tinggi. Maka digunakan metode EOQ agar dapat mengoptimalkan
manajemen persediaan yang ada. Setelah itu dapat dilakukan penarikan
kesimpulan tentang total biaya persediaan yang telah diterapkan perusahaan
dengan metode EOQ. Setelah diketahui hasil perbandingannya, maka tahap
terakhir adalah penentuan biaya persediaan yang lebih efisien. Pada umumnya
tujuan perusahaan adalah ingin memperoleh keuntungan yang maksimal meskipun
sumber daya yang terbatas sehingga perusahaan mencari cara alternatif untuk
mengatur sumber daya yang tersedia secara optimal.
Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan.
Persediaan merupakan salah satu asset yang paling utama di banyak perusahaan,
mencerminkan 40% dari total modal yang diinvestasikan. Kerangka pemikiran
merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai skema pemikiran atau dasar-
dasar pemikiran untuk memperkuat indikator yang melatar belakangi penelitian
ini. Dalam kerangka pemikiran ini peneliti akan mencoba menjelaskan masalah
pokok penelitian yang disusun untuk menggabungkan antara teori dengan masalah
yang diangkat dalam penelitian. Dengan metode EOQ (Economic Order
Quantity), perusahaan dapat mengetahui berapa banyak barang yang harus
dipesan. Biaya penyimpanan dapat menjadi lebih minimum jika perusahaan dapat
mengetahui berapa jumlah barang yang tepat untuk dipesan kepada supplier,
sehingga persediaan yang dipesan tidak kurang dan tidak lebih yang dibutuhkan
untuk proses produksi. Penyusunan kerangka berpikir dengan menggunakan
argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan, dan akhirnya
melahirkan suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut yang menjadi rumusan
sebagai jawaban sementara terhadap pemecahan masalah penelitian.

Anda mungkin juga menyukai