Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH

TATA TULIS DAN KOMUNIKASI ILMIAH


Oleh :
Jeehad Muhammad Syaf (I0315046)
Kartiko Alfa Kusriandi (I0317098)

PENGGUNAAN METODE LEVEL STOCK MINIMAL-


MAKSIMAL SEBAGAI PEDOMAN PENGENDALIAN
PERSEDIAAN MATERIAL DI PT. XYZ

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada perkembangan jaman seperti sekarang ini, permintaan konsumen pada
bidang otomotif selalu meningkat, terutama permintaan terhadap kebutuhan
kendaraan bermotor. Semakin banyaknya produk baru dengan model dan desain
baru membuat kebutuhan konsumen bersifat fluktuatif. Belum lama ini penjualan
mobil nasional yang menanjak naik tercatat penjualan dari bulan Juli ke Agustus
2019 meningkat. Data ini diambil dari data Gaikindo penjualan dari pabrikan ke
diler (wholesales) yang diolah Astra. Dari data penjualan wholesales Juli 2019
mencapai 89.105 unit sedangkan pada periode Agustus 2019 naik menjadi 90.403
unit. Adapun, penjualan Januari-Agustus 2019 sebesar 660.286 unit, atau turun
dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 763.444 unit. Sehingga sebuah
perusahaan harus memiliki persediaan barang yang cukup untuk mengantisipasi
adanya fluktuasi permintaan. (Husaini, 2019)
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan
penjualan motor dan mobil, serta produk general lainnya. Dalam melaksanakan
bisnisnya PT. XYZ memiliki banyak pelanggan dari berbagai belahan dunia
terutama pada penjualan mobilnya, pemesanan yang dilakukan oleh pelanggan
berukuran lot yang besar serta berbagai jenis mobil. Dengan jumlah yang sangat

I-1
banyak dan beragam ini PT. XYZ harus selalu mempunyai persediaan material
penyusun mobil yang cukup untuk melakukan aktivitas manufakturnya maka dari
itu diperlukanlah pengendalian persediaan material yang baik guna menghindari
terjadinya stockout maupun overstock. PT. XYZ menggunakan MRP untuk
membantu perencanan pembelian dan mengendalikan persediaan barang-barang
yang terdapat di gudang. Dalam penerapan MRP, PT. XYZ melakukan suatu
prosedur sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses
pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang
saling bergantungan.
Pada kenyataannya kegiatan pengendalian persediaan tidak mudah untuk
dilakukan. Masalah kehabisan bahan baku dan kelebihan bahan baku masih
bermunculan dikarenakan permintaan yang tidak statis sehingga dapat dikatakan
pengendalian material kurang baik. Oleh karena itu, PT. XYZ menggunakan
metode min-max dalam mengendalikan jumlah material yang ada di gudang.
Metode min-max mengasumsikan persediaan ke dalam dua tingkat yaitu minimum
dan maksimum. Jika persediaan berada dalam tingkat minimum maka perusahaan
melakukan pemesanan kembali hingga persediaan mencapai tingkat persediaan
maksimum. Semakin tepat metode atau suatu konsep yang digunakan dalam
perencanaan kebutuhan bahan, maka semakin optimal kegiatan pembelian suatu
barang (material). Adapun tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan yaitu
mengatur konsumsi material pembuat mobil secara periodik, mengatur ulang
jumlah minimum dan maksimum persediaan material di gudang.

1.2 Identifikasi Masalah


Beberapa permasalahan yang ditemukan pada PT.XYZ antara lain :
a. Persediaan material yang kurang ataupun berlebih
b. Permintaan akan mobil yang tidak sesuai trend dari data historis
c. Persediaan yang harus mengikuti permintaan yang naik dan turun
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana persediaan material penyusun mobil yang ada pada PT.XYZ?
b. Bagaimana mengoptimalkan persediaan yang ada pada PT.XYZ?

1.4 Batasan dan Asumsi

I-2
Batasan masalah pada penilitian ini adalah mengendalikan persediaan
material penyusun mobil di PT.XYZ dengan menentukan beberapa variable antara
lain, Safety Stock, Minimum Inventory, dan Maximum Inventory.
Asumsi pada penilitian ini adalah permintaan akan mobil yang tidak menentu
menjadikan perencanaan persediaan material untuk produksi menjadi terhambat
sehingga memungkinkan terjadinya stockout ataupun overstock saat akan dilakukan
proses produksi.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Persediaan


Pada umumnya, persediaan (inventory) merupakan barang dagangan yang
utama dalam perusahaan dagang. Persediaan termasuk dalam golongan aset lancar
perusahaan yang berperan penting dalam menghasilkan laba perusahaan. Secara
umum istilah persediaan dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki
untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan
dijual. Dalam perusahaan dagang, persediaan merupakan barang-barang yang
diperoleh atau dibeli dengan tujuan untuk dijual kembali tanpa mengubah barang
itu sendiri.
Menurut Herjanto (2007), persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk
suku cadang dari peralatan atau mesin.
Menurut Assauri (2008), persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha normal atau persediaan barang yang masih dalam pekerjaan proses
produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam
suatu proses produksi.
Sartono (2010) mengatakan bahwa Persediaan umumnya merupakan salah
satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan.
Sedangkan Alexandri (2009) mengemukakan: Persediaan merupakan suatu aktiva

I-3
yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam
suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu
penggunaannya dalam proses produksi. Beberapa pendapat para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa persediaan barang dagang adalah suatu aset lancar yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan dagang dengan cara dibeli dengan tujuan
untuk dijual kembali tanpa mengubah bentuk barang dagangan tersebut.
Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses
produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Fungsi-fungsi persediaan
antara lain :
1. Fungsi Decoupling
Fungsi ini memungkinkan bahwa perusahaan akan dapat memenuhi
kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada suplier
barang.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan
dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam
jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat mengurangi biaya perunit
produk. Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah
penghematan yang dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang dapat
memberikan potongan harga, serta biaya pengangkutan yang lebih murah
dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan terjadi, karena banyaknya
persediaan yang dipunyai.
3. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka waktu
pengiriman barang dari usaha lain, sehingga memerlukan persediaan
pengamanan (safety stock), atau mengalami fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan sebelumnya yang didasarkan pengalaman masa lalu akibat
pengaruh musim, sehubungan dengan hal tersebut sebaiknya mengadakan
persediaan musiman.

I-4
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah
tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Menurut Agus Ristono (2008), tujuan
pengelolaan persediaan adalah :
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat (memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya
proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:
a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka
sehingga sulit untuk diperoleh.
b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan
laba perusahaan.
4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena
dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan emplacement tidak besar-besaran, karena
akan mengakibatkan biaya menjadi besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan, terjadi oleh adanya faktor
eksternal dan faktor internal (Heizer & Render, 2005). Faktor-faktor yang
mempengaruhi persediaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh eksternal
 Supplier (pemasok).
 Proses pengiriman barang (lead time).
 Cuaca.
 Kondisi atau kapasitas gudang.
2. Pengaruh internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi antara lain adanya
kerusakan pada pengepakan barang, adanya persediaan yang cacat akibat
kelalaian sumber daya manusianya dan lain-lain. Perusahaan
memerlukan adanya suatu pengawasan terhadap produknya dalam
menjaga kualitas serta kuantitasnya, untuk dapat selalu memenuhi
permintaan dan kebutuhan konsumen. Kegiatan pengawasan terhadap

I-5
produk sangat diperlukan, seperti melakukan pengecekan terhadap
pengepakan, menjaga kualitas barang, dan pengecekan kuantitas
persediaan dalam gudang.
Dalam sistem manufaktur, persediaan dapat ditemui sedikitnya dalam tiga
bentuk sesuai dengan keberadaannya, yaitu :
1. Bahan Baku (raw material)
Merupakan masukan awal proses transformasi produksi yang
selanjutnya akan diolah menjadi produk jadi. Ketersediaan bahan baku
akan sangat menentukan kelancaran proses produksi sehingga perlu
dikelola secara seksama. Inventori jenis ini didatangkan dari luar sistem
dan keberadaannya secara fisik biasanya disimpan di gudang
penerimaan
2. Barang Setengah Jadi (work in process)
Merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi produk jadi.
Dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, adanya inventori
barang setengah jadi ini biasanya tidak dapat dihindari sebab proses
transformasi produksinya memerlukan waktu yang cukup lama.
Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat produksi massa
adanya inventori barang setengah jadi dapat terjadi karena karakteristik
prosesnya yang memang demikian (misal industri semen dan industri
pupuk) atau terjadi karena lintasan produksinya yang tidak seimbang.
3. Barang Jadi (finished good)
Merupakan hasil akhir proses transformasi produksi yang siap
dipasarkan kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada pemakai yang
membutuhkan, barang jadi ini disimpan di gudang barang jadi. Dalam
sistem manufaktur yang bersifat produksi massa, biasanya barang jadi
disimpan untuk beberapa waktu sampai dengan datangnya pembeli,
sedangkan dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, begitu
barang tersebut selesai diproduksi akan segera diambil oleh pemakai
yang memesannya. Dengan demikian, dalam sistem manufaktur
berdasarkan pesanan sangat jarang ditemui inventori barang jadi di
gudang.

I-6
2.2 Service Level dan Lead Time
Service level persediaan menurut Lutz (2001) adalah ukuran dalam bentuk
presentase dari permintaan produk oleh konsumen yang dapat terpenuhi tepat waktu
dalam periode waktu tertentu setelah menerima pesanan dari konsumen. Service
level terhadap konsumen merupakan salah satu KPI yang harus dicapai distributor
dalam pendistribusian produk dan kepuasan pelanggan.
Pencapaian service level yang baik dilakukan dengan menentukan jumlah
persediaan yang optimal untuk mencegah adanya stockout maupun overstock.
Konsumen, dalam hal ini adalah end user, memiliki eskpektasi tinggi supaya
permintaan selalu dipenuhi. Namun, persediaan yang tinggi juga akan memberikan
beban yang tinggi untuk distributor dan dapat mempengaruhi cash flow. Pada rantai
pasok, distributor terdapat di bagian akhir dari alur proses. Permintaan yang tidak
menentu dari distributor akan cukup signifikan berpengaruh terhadap produsen.
Permintaan yang fluktuatif disebabkan oleh distributor yang memiliki keterbatasan
dalam hal manajemen stock dan fluktuasi permintaan produk dari konsumen.
Distributor memiliki keterbatasan dalam hal menentukan level stock. Permasalahan
muncul ketika terlalu banyak stock akan terjadi overstock dan ketika stock kosong
akan kehilangan pelanggan. Pengetahuan berapa jumlah stock yang ideal
dibandingkan dengan permintaan pasar belum terlalu di perhatikan di level
distributor. Karena yang menjadi target distributor adalah bagaimana produk habis
dan melakukan pembelian ke produsen tanpa pertimbangan lead time dan periode
produksi.
Service Level menurut Lutz (2001) dapat diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan :
η = Tingkat Pelayanan
N = Kekurangan inventory
DL = Permintaan per tahun

I-7
Waktu tunggu (lead time) adalah tenggang waktu yang diperlukan (yang
terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu
sendiri. Waktu tunggu ini perlu diperhatikan karena sangat erat
hubungannya dengan penentuan saat pemesanan kembali (re-order point). Dengan
waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang
tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan
persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. Lead time ini akan mempengaruhi
besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time. Semakin lama lead
time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama masa lead time.
Lamanya waktu tersebut tidaklah sama antara satu pesanan dengan
pesanan yang lain tetapi bervariasi. Oleh karena itu, untuk suatu pesanan yang
dilakukan harus memperkirakan atau menaksir lama waktunya. Hal tersebut tetap
dilakukan walaupun resiko kesalahan masih tetap ada karena mungkin lebih
besar atau kecil. Biasanya persediaan yang diadakan digunakan untuk menutupi
kebutuhan selama lead time yang diperkirakan. Akan tetapi, apabila kedatangan
bahan tersebut terlambat atau lead time yang terjadi lebih besar dari pada
yang diperkirakan, maka persediaan yang ditetapkan semula tidak dapat
memenuhi kebutuhan penggunaan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
persediaan pengaman untuk menghadapi keterlambatan kedatangan bahan
yang dapat menggakibatkan kemacetan produksi. Perkiraan atau penaksiran
lead time dari suatu pesanan yang melakukan , biasanya dengan
menggunakan rata-rata hitung dari lead time dari beberapa kali pemesanan
sebelumnya.
Kerugian atau kelemahan persediaan jika terlalu besar :
1. Perusahaan akan menghadapi biaya yang tinggi dalam pengeluarannya,
yang nantinya akan mempengaruhi laba perusahaan. Biaya tersebut
adalah biaya penyimpanan atau penggudangan yang akan semakin tinggi.
2. Tingginya biaya investasi serta biaya penyimpanan dalam persediaan
bahan baku, mengakibatkan perusahaan kekurangan dana untuk investasi
di bidang yang lain.
Persediaan yang disimpan tersebut, jika disimpan dalam jumlah yang banyak
dan belum habis dalam kurun waktu yang lama, maka akan mengalami perubahan

I-8
kimiawi atau mengalami kerusakan hingga tidak dapat digunakan lagi yang tentu
saja kondisi ini akan menyebabkan perusahaan rugi dan pemborosan biaya.

2.3 Konsep Perhitungan Safety Stock (SS)


Persediaan pengaman merupakan suatu persediaan yang dicadangankan
sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan. Persediaan
pengaman diperlukan karena dalam kenyataannya jumlah bahan baku yang
diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan.
Besarnya persediaan pengaman dapat dihitung sebagai berikut:
𝑆𝑆
Z= 𝜎

Keterangan:
𝞼 = Standar deviasi permintaan selama waktu tenggang
SS = Safety Stock
Z = Safety Factor
Cara untuk mengurangi safety stock adalah dengan :
1. Mengurangi deviasi demand (mengurangi variasi).
2. Mempertimbangkan besarnya service level, kalau customer tidak
memerlukan service level yang tinggi, turunkanlah service level-nya.
Setelah safety stock ditetapkan, harus di monitor secara teratur bagaimana
pemakaian safety stock tersebut. Bila yang terpakai hanya setengahnya, evaluasi
kembali nilai service level. Alternatif mengurangi safety stock, antara lain :
1. Bila item yang ditangani cukup ringan, kurangi safety stock, bila demand
mencapai puncak kirim barang tersebut dengan pesawat (air freight).
2. Perbaiki forecast. Forecast yang tidak akurat akan menyebabkan terjadi
deviasi demand yang besar.
3. Untuk lingkungan industri dengan prinsip make to stock, perlu
dipertimbangkan menjadi make to order bagi item-item yang variasi
demand-nya tidak menentu. Selama customer mau menunggu, tidak ada
salahnya mencoba menjadi make to order.
4. Dengan melakukan postponement (penundaan) packaging. Cara ini
adalah dengan mengirim dalam jumlah bulky ke gudang distribusi.
Setelah menerima order dari customer, gudang distribusi akan

I-9
melakukan packaging sesuai permintaan customer. Contoh: biskuit oreo
memiliki beragam jenis isi yaitu 2, 4, 6, dan 12. Dikirim bulky ke gudang
distribusi. Lalu, jika terdapat pesanan dengan isi 12 baru dibuatkan
packaging. Jadi, mengurangi kesalahan forecast dengan menimbun lebih
banyak safety stock.

2.4 Level stock dan Metode Min-Max


Menentukan tingkat inventory yang tepat merupakan pekerjaan yang paling
penting dan menantang bagi operation manager. Jika terlalu banyak inventory,
modal perusahaan akan mati dalam modal kerja. Jika inventory terlalu sedikit, anda
akan mengalami stock out dan customer akan kecewa. Untunglah ada rumus untuk
menentukan safety stock
Stock out disebabkan beberapa faktor antara lain: demand yang fluktuatif,
forecast yang tidak akurat, lead time yang bervariasi (lead time supplier maupun
lead time manufacturing). Banyak juga operation manager yang menetapkan safety
stock berdasarkan estimasi atau juga jumlah stock level. Salah satu upaya
pengendalian tingkat persediaan adalah dengan sistem pengendalian persediaan.
Sistem pengendalian persediaan barang dagang ataupun persediaan bahan
baku harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk
mencegah dan menghindari terjadinya kelebihan maupun kekurangan persediaan.
Menurut Harjanto (2008, h.237) Sistem pengendalian persediaan dapat
didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pemesanan untuk menambah
persediaan harus dilakukan dan berapa pesanan yang harus diadakan.
Pengendalian persediaan merupakan masalah utama yang sering
dihadapi oleh perusahaan dimana pengendalian persediaan sangat berpengaruh
terhadap keuntungan perusahaan itu sendiri. Berdasarkan pengertian persediaan
di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan merupakan
serangkaian kebijakan yang menentukan ukuran dan mengwasi tingkat
persediaan, kapan persediaan harus disiapkan dan berapa jumlah yang harus
disediakan. Dengan demikian sistem ini bertujuan untuk menjamin tersedianya
barang sesuai dengan permintaan dari konsumen. Persediaan juga dapat
memenuhi permintaan yang bertambah sewaktu-waktu.

I-10
Menurut Indrajit & Djokopranoto (2003) untuk menjaga kelangsungan
beroperasinya suatu pabrik atau fasilitas lain, diperlukan beberapa jenis material
tertentu dalam jumlah minimum tersedia di gudang, supaya sewaktu-waktu ada
yang rusak, dapat langsung diganti. Tetapi material yang disimpan dalam
persediaan juga jangan terlalu banyak, harus memiliki batas maksimum agar biaya
yang ditimbulkan tidak terlalu mahal. Inventory control sangat diperlukan disini,
dimana harus ada pengendalian tingkat persediaan sedemikian rupa sehingga setiap
kali barang diperlukan, selalu tersedia dan harus menjaga agar tingkat persediaan
yang seminimal mungkin agar menghindari investasi berupa biaya penyediaan yang
besar.
Konsep nilai persediaan minimun-maksimum ini dikembangkan berdasarkan
pemikiran bahwa untuk menjaga kelangsungan beroperasinya suatu perusahaan
atau fasilitas lain, beberapa jenis barang tertentu dalam jumlah minimum sebaiknya
tersedia di persediaan, supaya sewaktu-waktu dibutuhkan, dapat langsung
digunakan, tetapi barang yang disimpan juga jangan terlalu banyak, maka itu ada
nilai maksimumnya.
Adapun dalam inventory control khususnya pada pengendalian persediaan
bahan baku dengan menggunakan metode min-max stock meliputi beberapa tahapan
yaitu:
1. Menentukan Persediaan Minimum (Minimum stock)
Minimum Stock adalah jumlah pemakaian selama waktu pesanan pembelian
yang dihitung dari perkalian antara waktu pesanan per periode dan pemakaian
rata-rata dalam satu bulan/minggu/hari ditambah dengan persediaan pengaman.
Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah
atau kecil yang harus ada untuk suatu jenis bahan atau barang. Oleh karena
persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan
kekurangan bahan atau persediaan (stock out), maka persediaan minimum ini
merupakan persediaan penyelamat (safety stock). Jadi besarnya persediaan
minimum dalam suatu perusahaan hendaknya sama dengan besarnya persediaan
penyelamat (safety stock).
Rumus Persediaan Minimum (Minimum Inventory) menurut Indrajit dan
Djokopranoto (2011)

I-11
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 = (𝐷 𝑥 𝐿) + 𝑆𝑆
Keterangan:
D = Pemakaian barang rata-rata per periode (ton/meter/liter)
L = Lead Time (bulan)
SS = Safety Stock (ton)

2. Menentukan Persediaan Maksimum (Maximum Inventory)


Maximum Stock adalah jumlah maksimum yang diperbolehkan disimpan dalam
persediaan. Jumlah yang perlu dipesan untuk pengisian persediaan kembali.
Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar
(tertinggi) yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas persediaan
maksimum ini kadang-kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan
keefektifan kegiatan perusahaan. Sehingga persediaan maksimum dalam hal ini
hanya didasarkan atas kemampuan perusahaan saja terutama kemampuan
keuangan perusahaan, kemampuan gudang yang ada dan
pembatasanpembatasan dari sifat-sifat atau kerusakan bahan-bahan tersebut.
Rumus Persediaan Maksimum (Maximum Inventory) menurut Indrajit dan
Djokopranoto (2011)
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 = 2(𝐷 𝑥 𝐿) + 𝑆𝑆
Keterangan:
D = Pemakaian barang rata-rata per periode (ton/meter/liter)
L = Lead Time (bulan)
SS = Safety Stock

Menurut penjelasan di atas, persamaan yang digunakan dalam konsep


persedian minimum-maksimum ini adalah :
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐷𝐿 + 𝑆𝑆
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 2𝐷𝐿 + 𝑆𝑆
Keterangan :
SS = Safety Stock
DL = Rata-rata Pemakaian Selama Leadtime
L = Lead time

I-12
Cara kerja metode Min-Max berdasarkan Fadlillah (2008) yaitu: Apabila
persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati batas Safety Stock,
maka Reorder harus dilakukan. Jadi, batas minimum adalah batas Reorder Point.
Batas maksimum adalah batas kesediaan perusahaan atau manajemen
menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi, batas
maksimum dan batas minimum digunakan untuk dapat menentukan Order Quantity
dan Reorder Point.
𝑄 = 𝑀𝑎𝑥 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 − 𝑀𝑖𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
Keterangan :
Q = Order Quantity
Max Stock = Batas stok maksimum
Min Stock = Batas stok minimum

I-13
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, N. C., Sanusi, & Muh. Wahyu, A. (2018). Analisa Pengendalian


Persediaan Kabel RG 6 Dengan Menggunakan Metode Material
Requirements Planning (MRP) dan Vendor Managed Inventory (VMI) Studi
Kasus PT. Barelang Vision. Jurnal Teknik Ibnu Sina Volume 3 Nomor 1.

Assauri, S. (2008). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: LPFEUI.

Alexandri, Moh. Benny. (2009). Manajemen Keuangan Bisnis Teori dan Soal.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

Djokopranoto, R. (2003). Konsep Persediaan Pengaman (Safety Stock Concept).


Makalah Seminar. Tidak dipublikasikan. 11 hal.

Djokopranoto, R. (2003). Pengisian Kembali Persediaan Untuk Barang Umum


(Stock Replenishment For General Materials). Makalah Seminar. Tidak
dipublikasikan. 11 hal.

Fadhilah, S. N., Andreas, & Zahedi. (2008). Metode Pengendalian Persediaan


Bahan Baku Crude Coconut Oil Yang Optimal Pada PT. PSE. INESEA, Vol.
9 No.2 Universitas Bina Nusantara.

Harjanto. (2008). Pengantar Akuntansi. Edisi ke-12 Jilid 1. Jakarta: Salemba


Empat.

Heizer, Jay dan Barry Render. (2005). Operation Management, 7th edition.
(Manajemen Operasi edisi 7, Buku 1). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Herjanto, E. (2007). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: PT Grasindo.

Indrajit, R., & Djokopranoto. (2003). Konsep Manajemen Supply Chain: Strategi
Mengelola Manajemen Rantai Pasokan Bagi Perusahaan Modern di
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasaranan Indonesia.

Lutz, S., Lodding, H., Wiendahl, H. P. (2001). Logistics-Oriented Inventory


Analysis, Institute of Production Systems, Dept. of Mechanical Engineering,
University of Hanover, Germany.

Ristono, A. (2009). Manajemen Persediaan Edisis I. Yogyakarta: Graha Ilmu.

I-14
Sartono, R. Agus. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE.

Silvia Marcy (2013). Pengendalian Persediaan Bahan Baku Menggunakan Metode


Min-Max Stock Pada PT. Semen Tonasa Di Pangke. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Hasanuddin. Makassar

Putra Denny Satrya (2017). Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Fiber
Untuk Meminimalkan Biaya Persediaan (Study Kasus PT. Djabes Tunas
Utama Di Ngoro, Mojokerto). Fakultas Teknik. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya. Surabaya

Yedida Cyana Kezia & Muh. Ulkhaq Mujiya (2017). Perencanaan Kebutuhan
Persediaan Material Bahan Baku Pada CV Endhigra Prima dengan Metode
Min-Max. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Yogyakarta

Industri.kontan.co.id. (2019, 17 September). Meski Tak Sebaik Periode 2018,


Penjualan Mobil di Agustus Naik Dibanding Juli. Diakses pada 20 November
2019, dari https://industri.kontan.co.id/news/meski-tak-sebaik-periode-2018-
penjualan-mobil-di-agustus-naik-dibanding-juli

I-15

Anda mungkin juga menyukai