BAB I
PENDAHULUAN
I-1
banyak dan beragam ini PT. XYZ harus selalu mempunyai persediaan material
penyusun mobil yang cukup untuk melakukan aktivitas manufakturnya maka dari
itu diperlukanlah pengendalian persediaan material yang baik guna menghindari
terjadinya stockout maupun overstock. PT. XYZ menggunakan MRP untuk
membantu perencanan pembelian dan mengendalikan persediaan barang-barang
yang terdapat di gudang. Dalam penerapan MRP, PT. XYZ melakukan suatu
prosedur sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses
pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang
saling bergantungan.
Pada kenyataannya kegiatan pengendalian persediaan tidak mudah untuk
dilakukan. Masalah kehabisan bahan baku dan kelebihan bahan baku masih
bermunculan dikarenakan permintaan yang tidak statis sehingga dapat dikatakan
pengendalian material kurang baik. Oleh karena itu, PT. XYZ menggunakan
metode min-max dalam mengendalikan jumlah material yang ada di gudang.
Metode min-max mengasumsikan persediaan ke dalam dua tingkat yaitu minimum
dan maksimum. Jika persediaan berada dalam tingkat minimum maka perusahaan
melakukan pemesanan kembali hingga persediaan mencapai tingkat persediaan
maksimum. Semakin tepat metode atau suatu konsep yang digunakan dalam
perencanaan kebutuhan bahan, maka semakin optimal kegiatan pembelian suatu
barang (material). Adapun tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan yaitu
mengatur konsumsi material pembuat mobil secara periodik, mengatur ulang
jumlah minimum dan maksimum persediaan material di gudang.
I-2
Batasan masalah pada penilitian ini adalah mengendalikan persediaan
material penyusun mobil di PT.XYZ dengan menentukan beberapa variable antara
lain, Safety Stock, Minimum Inventory, dan Maximum Inventory.
Asumsi pada penilitian ini adalah permintaan akan mobil yang tidak menentu
menjadikan perencanaan persediaan material untuk produksi menjadi terhambat
sehingga memungkinkan terjadinya stockout ataupun overstock saat akan dilakukan
proses produksi.
BAB II
LANDASAN TEORI
I-3
yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam
suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu
penggunaannya dalam proses produksi. Beberapa pendapat para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa persediaan barang dagang adalah suatu aset lancar yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan dagang dengan cara dibeli dengan tujuan
untuk dijual kembali tanpa mengubah bentuk barang dagangan tersebut.
Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses
produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Fungsi-fungsi persediaan
antara lain :
1. Fungsi Decoupling
Fungsi ini memungkinkan bahwa perusahaan akan dapat memenuhi
kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada suplier
barang.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan
dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam
jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat mengurangi biaya perunit
produk. Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah
penghematan yang dapat terjadi pembelian dalam jumlah banyak yang dapat
memberikan potongan harga, serta biaya pengangkutan yang lebih murah
dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan terjadi, karena banyaknya
persediaan yang dipunyai.
3. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering mengalami suatu ketidakpastian dalam jangka waktu
pengiriman barang dari usaha lain, sehingga memerlukan persediaan
pengamanan (safety stock), atau mengalami fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan sebelumnya yang didasarkan pengalaman masa lalu akibat
pengaruh musim, sehubungan dengan hal tersebut sebaiknya mengadakan
persediaan musiman.
I-4
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah
tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Menurut Agus Ristono (2008), tujuan
pengelolaan persediaan adalah :
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat (memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya
proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:
a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka
sehingga sulit untuk diperoleh.
b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan
laba perusahaan.
4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena
dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan emplacement tidak besar-besaran, karena
akan mengakibatkan biaya menjadi besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan, terjadi oleh adanya faktor
eksternal dan faktor internal (Heizer & Render, 2005). Faktor-faktor yang
mempengaruhi persediaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh eksternal
Supplier (pemasok).
Proses pengiriman barang (lead time).
Cuaca.
Kondisi atau kapasitas gudang.
2. Pengaruh internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi antara lain adanya
kerusakan pada pengepakan barang, adanya persediaan yang cacat akibat
kelalaian sumber daya manusianya dan lain-lain. Perusahaan
memerlukan adanya suatu pengawasan terhadap produknya dalam
menjaga kualitas serta kuantitasnya, untuk dapat selalu memenuhi
permintaan dan kebutuhan konsumen. Kegiatan pengawasan terhadap
I-5
produk sangat diperlukan, seperti melakukan pengecekan terhadap
pengepakan, menjaga kualitas barang, dan pengecekan kuantitas
persediaan dalam gudang.
Dalam sistem manufaktur, persediaan dapat ditemui sedikitnya dalam tiga
bentuk sesuai dengan keberadaannya, yaitu :
1. Bahan Baku (raw material)
Merupakan masukan awal proses transformasi produksi yang
selanjutnya akan diolah menjadi produk jadi. Ketersediaan bahan baku
akan sangat menentukan kelancaran proses produksi sehingga perlu
dikelola secara seksama. Inventori jenis ini didatangkan dari luar sistem
dan keberadaannya secara fisik biasanya disimpan di gudang
penerimaan
2. Barang Setengah Jadi (work in process)
Merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi produk jadi.
Dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, adanya inventori
barang setengah jadi ini biasanya tidak dapat dihindari sebab proses
transformasi produksinya memerlukan waktu yang cukup lama.
Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat produksi massa
adanya inventori barang setengah jadi dapat terjadi karena karakteristik
prosesnya yang memang demikian (misal industri semen dan industri
pupuk) atau terjadi karena lintasan produksinya yang tidak seimbang.
3. Barang Jadi (finished good)
Merupakan hasil akhir proses transformasi produksi yang siap
dipasarkan kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada pemakai yang
membutuhkan, barang jadi ini disimpan di gudang barang jadi. Dalam
sistem manufaktur yang bersifat produksi massa, biasanya barang jadi
disimpan untuk beberapa waktu sampai dengan datangnya pembeli,
sedangkan dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, begitu
barang tersebut selesai diproduksi akan segera diambil oleh pemakai
yang memesannya. Dengan demikian, dalam sistem manufaktur
berdasarkan pesanan sangat jarang ditemui inventori barang jadi di
gudang.
I-6
2.2 Service Level dan Lead Time
Service level persediaan menurut Lutz (2001) adalah ukuran dalam bentuk
presentase dari permintaan produk oleh konsumen yang dapat terpenuhi tepat waktu
dalam periode waktu tertentu setelah menerima pesanan dari konsumen. Service
level terhadap konsumen merupakan salah satu KPI yang harus dicapai distributor
dalam pendistribusian produk dan kepuasan pelanggan.
Pencapaian service level yang baik dilakukan dengan menentukan jumlah
persediaan yang optimal untuk mencegah adanya stockout maupun overstock.
Konsumen, dalam hal ini adalah end user, memiliki eskpektasi tinggi supaya
permintaan selalu dipenuhi. Namun, persediaan yang tinggi juga akan memberikan
beban yang tinggi untuk distributor dan dapat mempengaruhi cash flow. Pada rantai
pasok, distributor terdapat di bagian akhir dari alur proses. Permintaan yang tidak
menentu dari distributor akan cukup signifikan berpengaruh terhadap produsen.
Permintaan yang fluktuatif disebabkan oleh distributor yang memiliki keterbatasan
dalam hal manajemen stock dan fluktuasi permintaan produk dari konsumen.
Distributor memiliki keterbatasan dalam hal menentukan level stock. Permasalahan
muncul ketika terlalu banyak stock akan terjadi overstock dan ketika stock kosong
akan kehilangan pelanggan. Pengetahuan berapa jumlah stock yang ideal
dibandingkan dengan permintaan pasar belum terlalu di perhatikan di level
distributor. Karena yang menjadi target distributor adalah bagaimana produk habis
dan melakukan pembelian ke produsen tanpa pertimbangan lead time dan periode
produksi.
Service Level menurut Lutz (2001) dapat diformulasikan sebagai berikut:
Keterangan :
η = Tingkat Pelayanan
N = Kekurangan inventory
DL = Permintaan per tahun
I-7
Waktu tunggu (lead time) adalah tenggang waktu yang diperlukan (yang
terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu
sendiri. Waktu tunggu ini perlu diperhatikan karena sangat erat
hubungannya dengan penentuan saat pemesanan kembali (re-order point). Dengan
waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang
tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan
persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. Lead time ini akan mempengaruhi
besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time. Semakin lama lead
time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama masa lead time.
Lamanya waktu tersebut tidaklah sama antara satu pesanan dengan
pesanan yang lain tetapi bervariasi. Oleh karena itu, untuk suatu pesanan yang
dilakukan harus memperkirakan atau menaksir lama waktunya. Hal tersebut tetap
dilakukan walaupun resiko kesalahan masih tetap ada karena mungkin lebih
besar atau kecil. Biasanya persediaan yang diadakan digunakan untuk menutupi
kebutuhan selama lead time yang diperkirakan. Akan tetapi, apabila kedatangan
bahan tersebut terlambat atau lead time yang terjadi lebih besar dari pada
yang diperkirakan, maka persediaan yang ditetapkan semula tidak dapat
memenuhi kebutuhan penggunaan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
persediaan pengaman untuk menghadapi keterlambatan kedatangan bahan
yang dapat menggakibatkan kemacetan produksi. Perkiraan atau penaksiran
lead time dari suatu pesanan yang melakukan , biasanya dengan
menggunakan rata-rata hitung dari lead time dari beberapa kali pemesanan
sebelumnya.
Kerugian atau kelemahan persediaan jika terlalu besar :
1. Perusahaan akan menghadapi biaya yang tinggi dalam pengeluarannya,
yang nantinya akan mempengaruhi laba perusahaan. Biaya tersebut
adalah biaya penyimpanan atau penggudangan yang akan semakin tinggi.
2. Tingginya biaya investasi serta biaya penyimpanan dalam persediaan
bahan baku, mengakibatkan perusahaan kekurangan dana untuk investasi
di bidang yang lain.
Persediaan yang disimpan tersebut, jika disimpan dalam jumlah yang banyak
dan belum habis dalam kurun waktu yang lama, maka akan mengalami perubahan
I-8
kimiawi atau mengalami kerusakan hingga tidak dapat digunakan lagi yang tentu
saja kondisi ini akan menyebabkan perusahaan rugi dan pemborosan biaya.
Keterangan:
𝞼 = Standar deviasi permintaan selama waktu tenggang
SS = Safety Stock
Z = Safety Factor
Cara untuk mengurangi safety stock adalah dengan :
1. Mengurangi deviasi demand (mengurangi variasi).
2. Mempertimbangkan besarnya service level, kalau customer tidak
memerlukan service level yang tinggi, turunkanlah service level-nya.
Setelah safety stock ditetapkan, harus di monitor secara teratur bagaimana
pemakaian safety stock tersebut. Bila yang terpakai hanya setengahnya, evaluasi
kembali nilai service level. Alternatif mengurangi safety stock, antara lain :
1. Bila item yang ditangani cukup ringan, kurangi safety stock, bila demand
mencapai puncak kirim barang tersebut dengan pesawat (air freight).
2. Perbaiki forecast. Forecast yang tidak akurat akan menyebabkan terjadi
deviasi demand yang besar.
3. Untuk lingkungan industri dengan prinsip make to stock, perlu
dipertimbangkan menjadi make to order bagi item-item yang variasi
demand-nya tidak menentu. Selama customer mau menunggu, tidak ada
salahnya mencoba menjadi make to order.
4. Dengan melakukan postponement (penundaan) packaging. Cara ini
adalah dengan mengirim dalam jumlah bulky ke gudang distribusi.
Setelah menerima order dari customer, gudang distribusi akan
I-9
melakukan packaging sesuai permintaan customer. Contoh: biskuit oreo
memiliki beragam jenis isi yaitu 2, 4, 6, dan 12. Dikirim bulky ke gudang
distribusi. Lalu, jika terdapat pesanan dengan isi 12 baru dibuatkan
packaging. Jadi, mengurangi kesalahan forecast dengan menimbun lebih
banyak safety stock.
I-10
Menurut Indrajit & Djokopranoto (2003) untuk menjaga kelangsungan
beroperasinya suatu pabrik atau fasilitas lain, diperlukan beberapa jenis material
tertentu dalam jumlah minimum tersedia di gudang, supaya sewaktu-waktu ada
yang rusak, dapat langsung diganti. Tetapi material yang disimpan dalam
persediaan juga jangan terlalu banyak, harus memiliki batas maksimum agar biaya
yang ditimbulkan tidak terlalu mahal. Inventory control sangat diperlukan disini,
dimana harus ada pengendalian tingkat persediaan sedemikian rupa sehingga setiap
kali barang diperlukan, selalu tersedia dan harus menjaga agar tingkat persediaan
yang seminimal mungkin agar menghindari investasi berupa biaya penyediaan yang
besar.
Konsep nilai persediaan minimun-maksimum ini dikembangkan berdasarkan
pemikiran bahwa untuk menjaga kelangsungan beroperasinya suatu perusahaan
atau fasilitas lain, beberapa jenis barang tertentu dalam jumlah minimum sebaiknya
tersedia di persediaan, supaya sewaktu-waktu dibutuhkan, dapat langsung
digunakan, tetapi barang yang disimpan juga jangan terlalu banyak, maka itu ada
nilai maksimumnya.
Adapun dalam inventory control khususnya pada pengendalian persediaan
bahan baku dengan menggunakan metode min-max stock meliputi beberapa tahapan
yaitu:
1. Menentukan Persediaan Minimum (Minimum stock)
Minimum Stock adalah jumlah pemakaian selama waktu pesanan pembelian
yang dihitung dari perkalian antara waktu pesanan per periode dan pemakaian
rata-rata dalam satu bulan/minggu/hari ditambah dengan persediaan pengaman.
Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah
atau kecil yang harus ada untuk suatu jenis bahan atau barang. Oleh karena
persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan
kekurangan bahan atau persediaan (stock out), maka persediaan minimum ini
merupakan persediaan penyelamat (safety stock). Jadi besarnya persediaan
minimum dalam suatu perusahaan hendaknya sama dengan besarnya persediaan
penyelamat (safety stock).
Rumus Persediaan Minimum (Minimum Inventory) menurut Indrajit dan
Djokopranoto (2011)
I-11
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 = (𝐷 𝑥 𝐿) + 𝑆𝑆
Keterangan:
D = Pemakaian barang rata-rata per periode (ton/meter/liter)
L = Lead Time (bulan)
SS = Safety Stock (ton)
I-12
Cara kerja metode Min-Max berdasarkan Fadlillah (2008) yaitu: Apabila
persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati batas Safety Stock,
maka Reorder harus dilakukan. Jadi, batas minimum adalah batas Reorder Point.
Batas maksimum adalah batas kesediaan perusahaan atau manajemen
menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi, batas
maksimum dan batas minimum digunakan untuk dapat menentukan Order Quantity
dan Reorder Point.
𝑄 = 𝑀𝑎𝑥 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 − 𝑀𝑖𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
Keterangan :
Q = Order Quantity
Max Stock = Batas stok maksimum
Min Stock = Batas stok minimum
I-13
DAFTAR PUSTAKA
Alexandri, Moh. Benny. (2009). Manajemen Keuangan Bisnis Teori dan Soal.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Heizer, Jay dan Barry Render. (2005). Operation Management, 7th edition.
(Manajemen Operasi edisi 7, Buku 1). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Indrajit, R., & Djokopranoto. (2003). Konsep Manajemen Supply Chain: Strategi
Mengelola Manajemen Rantai Pasokan Bagi Perusahaan Modern di
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasaranan Indonesia.
I-14
Sartono, R. Agus. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE.
Putra Denny Satrya (2017). Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Fiber
Untuk Meminimalkan Biaya Persediaan (Study Kasus PT. Djabes Tunas
Utama Di Ngoro, Mojokerto). Fakultas Teknik. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya. Surabaya
Yedida Cyana Kezia & Muh. Ulkhaq Mujiya (2017). Perencanaan Kebutuhan
Persediaan Material Bahan Baku Pada CV Endhigra Prima dengan Metode
Min-Max. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Yogyakarta
I-15