Anda di halaman 1dari 10

BAB III

LANDASAN TEORI

Pada BAB III ini berisi landasan teori yang menjelaskan tentang tinjauan
pustaka terkait penelitian pada saat Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang
dilaksanakan penulis, dan berlangsung selama 1 tahun di PT Ganding Toolsindo.
Terdapat empat sub-bab pada bab ini, yaitu (1) manajemen persediaan, (2)
pelaksanaan kerja, (3) kendala yang dihadapi, (4) cara mengatasi kendala. Pokok
pembahasan BAB III dijelaskan sebagai berikut.

III.1. Persediaan
III.1.1. Definisi Persediaan
Dalam sebuah perusahaan manufaktur bahan baku merupakan barang yang
akan diolah dan diproses menjadi barang jadi (finish goods), dimana proses
perubahan bahan baku menjadi barang jadi adalah proses manufaktur. Pada
perusahaan manufaktur biasanya membagi persediaan menjadi 3 kelompok, yaitu
persediaan bahan mentah/raw material, bahan setengah jadi (work in process), dan
persediaan barang jadi (finish goods).
Definisi persediaan bahan baku menurut Handoko (2000:234), adalah sumber
daya perusahaan berupa bahan mentah dan berwujud seperti kayu, baja dan
komponen-komponen lainnya yang disimpan dan digunakan dalam proses produksi
(dah paraphrase).
Definisi persediaan menurut Assauri (1999:169) adalah aset yang berisi
barang-barang milik perusahaan, barang dalam proses, atau persediaan dalam
proses manufaktur yang dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal,
atau persediaan yang sedang menunggu untuk digunakan dalam proses manufaktur
(dah paraphrase).
Definisi persediaan (inventory) Sumayang (2003:197) adalah simpanan
bahan berupa bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi. Dari perspektif
perusahaan, persediaan adalah investasi modal yang diperlukan untuk menyimpan
material dalam kondisi tertentu (dah paraphrase).

22
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persediaan
merupakan sekumpulan bahan/barang yang disediakan perusahan, baik dalam
bentuk raw material, work in proses, maupun produk jadi (finish goods) yang
disimpan di gudang untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku, tujuannya
untuk menjaga kelancaran kegiatan produksi perusahaan.

III.1.2. Fungsi Persediaan


Fungsi persediaan dalam suatu perusahaan menurut (Heizer, dkk., 2017)
adalah suatu persediaan dapat memberikan beberapa fungsi yang menambah
fleksibilitas untuk operasi perusahaan, dengan empat fungsi persediaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Untuk menjaga tingkat ketersediaan barang dalam mengantisipasi
permintaan pelanggan dari fluktuasi permintaan tersebut, dengan
menyediakan sejumlah bahan mentah, barang setengah jadi atau barang jadi
yang disimpan.
2. Untuk mengelompokan produk dengan fluktuasi permintaan yang tinggi,
sehingga perusahaan dapat mencegah hal tersebut dengan menyimpan
persediaan tambahan untuk proses produksi dari pemasok.
3. Persediaan dapat dimanfaatkan untuk mendapat diskon atas pembelian
bahan baku/material dalam kuantitas besar, karena pembelian jumlah besar
dapat mengurangi biaya pengiriman barang.
4. Persediaan dapat melindungi nilai bahan baku untuk produksi dari inflasi
dan perubahan harga keatas secara tiba-tiba.

Fungsi-fungsi persediaan menurut Handoko (2000:335) dikelompokkan


menjadi tiga yaitu:
1. Fungsi Decoupling
Fungsi persediaan adalah untuk memberikan "kemandirian" pada operasi
internal dan eksternal perusahaan. Konsep decoupling ini memungkinkan
perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan reguler mereka secara
independen tanpa bergantung pada supplier mereka (dah paraphrase).
2. Fungsi “Economic Lot Sizing”

23
Perusahaan yang memiliki persediaan dan pengelolaan persediaan yang baik
dalam penentuan pembelian material pada ukuran lot tertentu perusahaan
akan mendapat penghematan-penghematan seperti potongan pembelian,
biaya pengangkutan yang lebih murah dan sebagainya jika perusahaan
membeli lot material dengan kuantitas banyak, dengan mempertimbangkan
biaya simpan, investasi, dan risiko dari penyimpanan persediaan (dah
paraphrase).
3. Fungsi Antisipasi
Untuk menghadapi dan mengantisipasi fluktuasi permintaan pelanggan
dengan perkiraan dari data-data masa lalu dan peramalan permintaan
musiman, perusahaan juga harus mengantisipasi waktu leadtime pemesanan
bahan baku/material pada waktu re-order, perusahaan memerlukan kuantitas
lebih persediaan untuk upaya antisipasi kekurangan material, hal ini biasa
disebut dalam persediaan pengaman (safety stock) (dah paraphrase).

III.1.3. Jenis Persediaan


Menurut (Heizer, dkk., 2017) persediaan dapat dikelompokan menjadi 4
jenis, yaitu:
1. Raw material inventory/persediaan bahan baku adalah material yang sudah
dibeli namun belum dilakukan proses produksi, pendekatan yang disukai
dalam persediaan raw material adalah dengan menghilangkan variabilitas
pemasok untuk kualitas dan kuantitas, dan waktu pengiriman, sehingga
pemilahan material tidak diperlukan (dah paraphrase).
2. Work-in-process (WIP) inventory/persediaan barang dalam proses adalah
persediaan setengah yaitu bahan baku yang telah mengalami perubahan tapi
belum menjadi produk jadi (finish goods). WIP dibutuhkan untuk
mengurangi waktu siklus persediaan (dah paraphrase).
3. maintenance/repair/operating (MRO) yaitu persediaan untuk barang-barang
pemeliharaan, perbaikan, dan operasi untuk menjaga mesin dan proses
produksi tetap produktif. persediaan MRO diperlukan karena aktu
pemeliharaan dan perbaikan beberapa peralatan yang tidak diketahui dan
harus diantisipasi (dah paraphrase).

24
4. Persediaan barang jadi (finished good inventory) yaitu sebuah produk akhir
yang siap untuk dijual, tetapi tetap merupakan sebuah asset dalam buku
perusahaan.

Jenis persediaan dikelompokkan berdasarkan jenis dan posisi barang tersebut


didalam urutan pengerjaan produk menurut Assauri (1999:171) adalah:
1. Persediaan bahan baku (raw material stock) adalah persediaan barang/bahan
berwujud yang akan digunakan pada proses produksi, bahan baku tersebut
diperoleh dari sumber alam, dibeli melalui pemasok, atau perusahaan yang
menghasilkan bahan baku untuk perusahaan lain yang menggunakannya
(dah paraphrase).
2. Purchased stock/components stock yaitu Persediaan yang terdiri dari
komponen yang diperoleh dari perusahaan lain dan dapat langsung
digabungkan dengan produk WIP produksi lain tanpa melalui proses
manufaktur sebelumnya (dah paraphrase).
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau bahan-bahan perlengkapan
(supplies stock) yaitu Persediaan barang atau bahan yang diperlukan dalam
proses produksi untuk mendukung proses produksi, atau yang berguna
untuk operasional perusahaan, tetapi bukan merupakan bagian atau
komponen dari produk jadi (dah paraphrase).
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in
process/progress stock) yaitu persedian barang yang berasal dari tiap bagian
proses satu pabrik atau produk yang telah diolah menjadi suatu bentuk
namun perlu diproses lagi untuk menjadi barang jadi (finish goods) (dah
paraphrase).
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) adalah persediaan barang
yang telah selesai diproduksi atau diolah dan siap untuk dijual atau
digunakan oleh customer (dah paraphrase).

III.1.4. Alasan Dibutuhkan Persediaan


Dalam perusahaan manufaktur otomotif untuk melakukan proses produksi
dibutuhkan bahan baku atau material yang akan diproses atau diolah. Perusahaan

25
perlu menyelenggarakan persediaan bahan baku/material produksi, untuk
menunjang kelancaran dari proses produksi tersebut. Terdapat alasan mengapa
perlu menyelenggarakan persediaan dari bahan mentah hingga barang jadi, menurut
Assauri (1999:169) yaitu untuk (dah paraphrase awal +poin):
1. Untuk menghilangkan dan mengantisipasi resiko keterlambatan datangnya
material atau bahan yang dibutuhkan perusahaan untuk produksi.
2. Untuk mengantisipasi resiko kualitas material yang dipesan kurang baik dan
harus dikembalikan.
3. Mengumpulkan bahan-bahan untuk produksi pada periode tertentu,
sehingga dapat digunakan bila bahan-bahan itu sulit dipesan pada waktu
tersebut.
4. Mempertahankan stabilitas operasional produksi perusahaan dan menjamin
kelancaran arus produksi barang.
5. Untuk mengoptimalkan penggunaan mesin produksi
6. Untuk alasan pelayanan baik pada pelanggan, yaitu menjamin barang
tersedia barang pada waktu yang ditentukan dan dikirimkan kepada
pelanggan tepat waktu.
7. Menghindari pengadaan atau produksi barang yang tidak perlu, sesuai
dengan penggunaan atau penjualannya.

III.1.5. Biaya-Biaya Dalam Persediaan


Biaya persediaan adalah biaya yang harus perusahaan keluarkan untuk
kegiatan terkait persediaan barang/material perusahaan. Biaya persediaan menurut
Assauri (1999:172) adalah sebagai berikut (dah paraphrase):
1. Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan berkenaan dengan pemesanan barang atau bahan baku dari
supplier, dimulai pesanan dibuat sampai dikirim penjual dan diterima ke
gudang. (dah paraphrase)
2. Out of stock adalah biaya yang muncul sebagai akibat karena persediaan
bahan baku/material lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan pada saat
produksi. (dah paraphrase)

26
3. Biaya pemeliharaan (carrying cost) adalah seluruh biaya yang mencakup
kegiatan pengelolaan persediaan barang/bahan perusahaan. (dah
paraphrase)
4. Biaya-biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated costs)
adalah biaya lembur, biaya training operator, biaya pemutusan hubungan
kerja dan biaya pengangguran. Biaya ini berasal dari kenaikan atau
penurunan kapasitas pada titik waktu tertentu. (dah paraphrase)

III.2. Material Requirement Planning (MRP)


III.2.1. Definisi MRP
Perusahaan manufaktur otomotif yang menyelenggarakan persediaan dari
bahan baku/material hingga barang jadi, perlu melakukan perencanaan kebutuhan
bahan baku. Perencanaan kebutuhan bahan baku secara umum juga dikenal sebagai
Material Requirement Planning (MRP). Menurut Heizer dan Render (2005),
Materials Requirement Planning (MRP) merupakan teknik permintaan yang terikat
dan membutuhkan daftar kebutuhan bahan/material, penerimaan yang
diperkirakan, persediaan, dan jadwal induk produksi dalam menentukan kebutuhan
material. Menurut Surianto, A. (2013), konsep MRP yaitu menyusun jadwal
pemesanan untuk memastikan bahan baku/material datang tepat waktu, sehingga
proses produksi tetap berjalan lancar. Sistem MRP dibuat dengan tujuan untuk
menjawab pertanyaan kapan, berapa banyak dan apa saja material yang dibutuhkan
secara efektif dan efisien.
Menurut Rangkuti, F. (2004), MRP adalah sebuah rencana produksi bagi
sejumlah produk jadi yang dimasukan ke dalam setiap komponen pembentuk yang
dibutuhkan dengan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa
banyak material yang harus dipesan untuk setiap komponen pembentuk produk
yang dibuat. Sedangkan menurut Ruhiyat, dkk. (2022), MRP adalah sistem
pengendalian persediaan terkomputerisasi yang dirancang untuk meningkatkan
produktivitas bisnis.

27
III.2.2. Tujuan MRP
Sebuah perusahaan yang menyelenggarakan MRP memiliki maksud dan
tujuan, Adapun tujuan dari MRP menurut Herjanto (1999), yaitu:
1. Meningkatkan Efisiensi
MRP bertujuan agar mendorong peningkatan efisiensi dari segi jumlah
persediaan produksi, waktu produksi, dan waktu pengiriman bahan
baku/material, hal tersebut dapat direncanakan sesuai dengan Jadwal Induk
Produksi melalui MRP.
2. Meminimumkan Persediaan
MRP dapat menentukan seberapa banyak jumlah barang dan kapan suatu
barang diperlukan untuk produksi, sesuai jadwal induk produksi
3. Mengurangi Risiko Karena Keterlambatan Produksi atas Pengiriman
MRP dapat digunakan untuk mengidentifikasi banyaknya jumlah
barang/material untuk produks dan waktu pemesanan material dan
pengolahan material tersebut karena memperhatikan waktu tenggang
produksi dan pengadaan material.

Menurut Kumar, Anil S & Suresh, N., (2008), tujuan Material Requirement
Planning (MRP) adalah:
1. Inventory reduction atau pengurangan persediaan, MRP dapat menentukan
berapa jumlah komponen yang diperlukan untuk produksi sesuai jadwal
induk produksi. Hal ini dapat membantu untuk mendapatkan komponen
tepat waktu ketika dibutuhkan dan menghindari penumpukan barang
persediaan.
2. Reduction in the manufacturing and delivery lead times atau pengurangan
waktu tunggu dalam manufaktur dan pengiriman, MRP digunakan untuk
mengindentifikasi material yang dibutuhkan untuk produksi beserta
jumlahnya, pengaturan waktu saat dibutuhkan , ketersediaan dan pengadaan
dan tindakan yang dibuthkan untuk memenuhi tenggang waktu pengiriman.
MRP membantu menghindari keterlambatan pada proses produksi dan
kegiatan produksi diprioritaskan sesuai masa jatuh tempo untuk memenuhi
pesanan pelanggan.

28
3. Realistic delivery commitments atau komitmen pengiriman yang realistis.
Dengan MRP, kegiatan produksi dapat memberi informasi pemasaran yang
tepat waktu kepada calon pelanggan tentang waktu pengiriman produk.
4. Increased efficiency atau meningkatkan efisiensi. MRP dapat menjadi
sarana koordinasi diantara pusat bidang kerja karena membantu untuk
tercapainya aliran material yang tidak terputus pada jalur produksi. Hal ini
dapat meningkatan efisiensi pada sistem produksi.

III.2.3. Ruang Lingkup MRP


Menurut, terdapat data/sumber informasi yang dibutuhkan untuk menjadi
input dalam menjalankan sistem MRP yang dibagi menjadi 3, yaitu master
production schedule, inventory status, dan Bill of Material (BOM). Dengan
menggunakan ketiga sumber informasi sistem MRP dapat diselenggarakan dengan
hasil output informasi untuk setiap komponen produk, yakni order release
requirement (rilis pesanan), penjadwalan ulang pesanan dan pesanan yang
direncakanan (Kumar, Anil S & Suresh, N., 2008). Pada Gambar III.1 diperlihatkan
Ruang Lingkup Sistem MRP.

Master Production
Schedule (MPS)

Material Requirement Bill of Materials


Inventory Status File
Planning (MRP) (BOM)

Order Release
Planned Orders
Requirements (Order Order Rescheduling
(Future)
to be placed)

Gambar III. 1 Ruang Lingkup Sistem MRP


Sumber: Kumar, Anil S & Suresh, N. (2008)

III.2.4. Master Production Schedule/Jadwal Induk Produksi


Menurut Kumar, Anil S & Suresh, N., (2008), Master Production Schedule
(MPS) adalah jadwal produksi yang memuat serangkaian waktu bertahap untuk
setiap item yang akan diproduksi, menunjukan berapa banyak item yang harus

29
diproduksi dan kapan. Sistem MRP merupakan turunan dari jadwal master yang
diterjemahkan untuk setiap item akhir MPS yang menjadi persyaratan produksi
untuk setiap komponen/material pembentuk. Sedangkan menurut (Heizer, dkk.,
2017), master production schedule digunakan dalam menentukan apa yang dibuat
beserta jumlahnya dan kapan waktu dibuatnya. Jadwal harus sesuai dengan rencana
agregat.

III.2.5. Inventory Status File


Menurut Kumar, Anil S & Suresh, N., (2008), setiap persediaan yang
direncanakan harus memiliki inventory status file, yang memberikan informasi
terbaru tentang persediaan di tangan (on hands), gross requirement, scheduled
receipts dan planned order releases untuk tiap komponen/material. Perlu juga
mencakup informasi perencanaan persediaan seperti ukuran lot, waktu tunggu (lead
time), tingkat stok pengaman (safety stock levels), dan tunjangan memo (scrap
allowances).
III.2.6. Bill of Material
III.3. Prosedur Pengolahan MRP
Menurut Hartini (2006), terdapat 4 langkah dalam pengolahan MRP sebagai
berikut:
1. Perhitungan kebutuhan bersih (netting)
Kebutuhan bersih (Net Requirement/NR) dihitung sebagai nilai dari
kebutuhan kotor (Gross Requirement/GR) minus jadwal penerimaan
(Schedule Receipt/SH) minus persediaan di tangan (On Hands/OH).
Kebutuhan bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan
nol.
2. Penentuan ukuran lot (lotting)
Langkah ini adalah untuk menentukan besarnya pesanan bahan
baku/material yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan
bersih. Langkah ini ditentukan menggunakan teknik lotting/lot sizing yang
tepat dan cocok dengan karakteristik produk. Parameter yang digunakan
biasanya adalah biaya simpan dan biaya pesan.
3. Penentuan ukuran pemesanan (offsetting)

30
Langkah ini adalah untuk memastikan bahwa pemesanan item tersedia tepat
waktu pada saat dibutuhkan dengan menghitung waktu tunggu untuk
pengadaan komponen.
4. Explosion
Langkah ini adalah proses perhitungan kebutuhan kotor pada tingkat item
(komponen) untuk tingkat yang lebih rendah dari struktur produk yang
tersedia.

31

Anda mungkin juga menyukai