Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN BIAYA

INVENTORY MANAJEMENT

Nama Anggota Kelompok 9 :


1. Ni Putu Ayu Pratiwi (1433122039)
2. Ni Putu Anik Prapika Dewi (1433122048)
3. Ni Made Santia Dewi (1433122064)
4. Putu Laksmi Dihandari (1433122068)
5. Ayu Wika Yuliani (1433122204)

Kelas E2 / Akuntansi
Semester VI

FAKULTAS EKONOMI REGULER B


UNIVERSITAS WARMADEWA
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu
perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan
persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi
dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh
terhadap semua fungsi bisnis (operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan
persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance
menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi
menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan
produksi dapat dipenuhi.
Persediaan dapat diartikan sebagai stok barang yang akan dijual atau digunakan
untuk periode tertentu. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada
sebuah risiko, tidak dapat memenuhi keinginan para konsumennya. Persediaan dapat
muncul secara sengaja maupun tidak disengaja. Secara sengaja berarti adanya perencanaan
untuk mengadakan persediaan, sedangkan secara tidak sengaja biasanya terjadi apabila
persediaan ada akibat barang tidak terjual yang disebabkan rendahnya permintaan.
Masalah persediaan termasuk masalah yang cukup krusial dalam operasional
perusahaan. Sebab apabila terjadi kekurangan persediaan, proses produksi sebuah
perusahaan dapat terhenti. Sebaliknya apabila terlalu banyak persediaan (over stock) dapat
berakibat meningkatnya beban biaya guna menyimpan dan memelihara bahan selama
penyimpanan di gudang padahal barang tersebut masih mempunyai opportunity cost
(dana yang bisa diinvestasikan pada hal yang lebih menguntungkan). Sasaran sebuah
perusahaan sebenarnya bukanlah untuk mengurangi atau meningkatkan persediaan
(inventory), tetapi untuk memaksimalkan keuntungan.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah
persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi
(perusahaan) maupun kebutuhan konsumen dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian
persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat,
pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga
kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu). Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen

2
persediaan yaitu besarnya jumlah investasi (bahan baku) yang tepat dan waktu pemesanan
yang tepat.
Manajemen persediaan dianggap vital untuk memberikan informasi yang berguna
bagi perusahaan. Apabila terjadi kesalahan dalam pencatatan persediaan, maka akan
mengakibatkan kesalahan dalam menentukan besarnya laba perusahaan yang diperoleh.
Jika persediaan akhir dinilai terlalu rendah dan mengakibatkan harga pokok barang yang
dijual terlalu rendah, maka pendapatan bersih akan mengalami penurunan. Begitu juga
dengan lamanya persediaan yang tersimpan di gudang akan mempengaruhi besar/kecilnya
biaya. Segala kemungkinan dapat terjadi diantarnaya kerusakan yang mengakibatkan
kerugian dan hingga persediaan yang kadaluarsa sehingga tidak dapat dijual.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa manajemen persediaan sangat
penting artinya bagi perusahaan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk lebih
mengetahui dan memahami bagaimana teori-teori manajemen persediaan diapliasikan
secara benar dalam suatu perusahaan agar membawa manfaat yang baik dalam pencapaian
laba yang diinginkan. Oleh sebab itu penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai
manajemen persediaan melalui sebuah studi pustaka yang dituangkan dalam makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Persediaan


Persediaan merupakan sejumlah bahan/barang yang disediakan oleh perusahaan,
baik berupa bahan jadi, bahan mentah, maupun barang dalam proses yang disediakan
untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan guna memenuhi permintaan konsumen
setiap waktu (Margaretha, 2014).
Persediaan juga dapat didefinisikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-
barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu
untuk memnuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu (Rangkuti, 2007).
Sementara Hani Handoko (2000) mengemukakan bahwa persediaan (inventory) adalah
suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya
organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan baik
internal maupun eksternal.
Nasution (2003) menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur yang
menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut adalah berupa kegiatan
produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan
konsumsi pangan pada sistem rumah tangga.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan,
meskipun persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum
persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk
keperluan yang lain. Begitu pentingnya persediaan ini sehingga para akuntan
memasukannya dalam neraca sebagai salah satu bagian dari aktiva lancar oleh karena itu
dibutuhkan manajemen persediaan yang efektif agar perusahaan dapat menjalankan
usahanya dengan lancar.

2.2 Karakteristik Persediaan


Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam
operasi bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni:
1. Persediaan tersebut merupakan milik perusahan.
2. Persediaan tersebut siap dijual kepada para konsumen. Persediaan dimiliki oleh
perusahaan dagang dan perusahaan industri.

4
1) Perusahaan dagang (merchandise inventory) hanya ada persediaan barang
dagangan (finished goods).
2) Perusahaan industri (manufacturing) memiliki persediaan yang terdiri atas:
a) Persediaan bahan baku (raw materials), yaitu persediaan yang
diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari para supplier dan
atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk diproses/dirubah menjadi
barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produksi akhir dari
perusahaan.
b) Barang dalam proses (work in process), yaitu keseluruhan barang yang
digunakan dalam proses produksi, tetapi masih membutuhkan proses
lebih lanjut untuk menjadi barang yang siap dijual (barang jadi).
c) Barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.
d) Barang pembantu (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen barang jadi.
e) Persediaan suku cadang (purchased/components parts), yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirait
menjadi suatu produk.

2.3 Fungsi Persediaan


Tujuan manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi
persediaan dengan pelayanan pelanggan. Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang
akan menambahan fleksibilitas operasi perusahaan. Fungsi persediaan menurut Rangkuti
(2007), yaitu:
1. Fungsi Decoupling, untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi permintaan
langganan tanpa tergantung pada supplier.

2. Fungsi Economic Lot Sizing, persediaan ini perlu mempertimbangkan penghematan-


penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan
sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih
besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan
(biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya)

5
3. Fungsi Antisipasi, untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan musiman
(seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan
untuk menyediakan persediaan pengamanan (safety stock).

2.4 Tujuan Persediaan


Pada prinsipnya semua perusahaan yang melaksanakan proses produksi akan
menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi dalam
perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyangkut tujuan menyelenggarakan persediaan
bahan baku adalah:
1) Bahan yang akan digunakan untuk melaksanakan proses produksi
perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu per
satu dalam jumlah unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang
tersebut akan dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut.
Bahan baku tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu,
dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang
pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan dalam
beberapa waktu tertentu pula. Dengan keadaan semacam ini maka bahan
baku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun belum dipergunakan untuk
proses produksi akan masuk sebagai persediaan bahan baku dalam
perusahaan tersebut.
2) Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan
bahan baku yang dipesan belum dating, maka proses produksi dalam
perusahaan tersebut akan terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut akan
mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan
baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah
tingginginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.
Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.
3) Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka perusahaan
dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Tetapi
persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan
terjadinya biaya persediaan yang semakin besar pula. Semakin besarnya
biaya ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu,
risiko kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan
bahan bakunya besar (Ahyari, 2003).

6
2.5 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk
menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan barang hasil
produksi dengan efektif dan efisien.
Semakin tidak efisien pengendalian persediaan, semakin besar tingkat
persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahan. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat persediaan dalam
mengendalikan persediaan.
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian
untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan waktu yang tepat
melakukan pesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan yang
harus diadakan.
Assauri (2000) mengemukakan bawa pengawasan persediaan bahan baku
bertujuan untuk:
1) Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan yang dapat
mengakibatkan terhentinya proses produksi
2) Menjaga agar persediaan tidak berlebihan sehingga biaya yang
ditimbulkan tidak menjadi lebih besar pula.
3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena
mengakibatkan biaya pemesanan yang tinggi.
Pengendalian persediaan bertujuan untuk menentukan dan menjamin
tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.

2.6 Sistem Pengendalian Persediaan


Margaretha (2014) menjelaskan 4 sistem dalam pengendalian persediaan, yaitu:
1) Red line method
Red line method adalah pengendalian persediaan dengan cara menggambar
suatu garis merah di sekeliling bagian dalam peti/kotak tempat penyimpanan
persediaan untuk menandai titik pemesanan ulang.
2) Two-bin method
Two-bin method adalah pengendalian persediaan yang titik pemesanan ulang
dicapai jika salah satu dari dua peti penyimpanan persediaan kosong.
3) Computerized inventory control system

7
Computerized inventory control system adalah sistem pengendalian
persediaan dengan menggunakan komputer untuk menentukan titik
pemesanan ulang dan untuk mengatur keseimbangan persediaan.
4) Just-in-time system
Just-in-time system adalah sistem pengendalian persediaan yang produsen
mengkoordinasikan produksinya dengan pemasok sehingga bahan baku dan
komponen-komponen lain tiba dari pemasok tepat pada saat dibutuhkan
dalam proses produksi. Sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah untuk
meminimumkan biaya dalam perubahan tingkat persediaan. Untuk
mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan jawaban atas dua
pertanyaan mendasar sebagai berikut:
1) Kapan melakukan pemesanan?
2) Berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan kembali?

Untuk menjawab pertanyaan kapan melakukan pemesanan, dapat dilakukan


dengan tiga pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach)
2) Pengekatan tinjauan periodik (periodic review approach)
3) Material requitment planning (MRP)
c. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas
Adalah biaya yang terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi.
e. Biaya bahan atau barang itu sendiri
Adalah harga yang harus dibayar atas item yang dibeli. Biaya ini akan
dipengaruhi oleh besarnya diskon yang diberikan oleh supplier.

2.7 Tingkat Perputaran Persediaan


Persediaan barang sebagai pos utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu
dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus selalu mengalami perubahan.
Apabila perusahaan kurang tepat dalam menentukan jumlah investasi dalam persediaan,
maka akan berakibat ganda dalam laporan keuangan, yaitu pada asset perusahaan dan pada
profitabilitas.
Adanya over investment akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kerugian karena kerusakan,
turunnya kualitas, keusangan dan semuanya ini menentukan profitabilitas. Sebaliknya

8
adanya under investment mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena
kekurangan raw material perusahaan tidak akan bekerja dengan full-capacity, sehingga
capital asset dan direct labor tidak dapat diberdayakan dengan seoptimal mungkin. Hal ini
tentunya menyebabkan tingkat profitabilitas tidak maksimal.
Semakin tinggi turnover persediaan suatu perusahaan, berarti semakin cepat
perputaran persediaan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah turnover persediaan, berarti
semakin lambat perputaran persediaan tersebut.
Model-model Tingkat Persediaan Optimal
A) Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety stock atau disebut juga persediaan besi (iron stock) bermakna persediaan
minimum yang harus ada dalam perusahaan untuk menjaga kontinuitas perusahaan.
Untuk menentukan persediaan pengaman ini dipergunakan alanilisis statistic dengan
melihat dan memperhitungkan penyimpangan-penyimpangn yang sudah terjadi antara
perkiraan bahan baku dengan pemakaian sesungguhnya sehingga dapat diketahui
besarnya standar dari penyimpangan tersebut. Manajemen perusahaan akan
menentukan seberapa jauh penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tersebut agar
dapat ditolelir. Jika persediaan pengaman terlalu banyak akan mengakibatkan
perusahaan menanggung biaya penyimpanan terlalu mahal. Oleh keran itu,
perusahaan harus dapat menentukan besarnya safety stock secara tepat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya safety stock adalah :

1. Sulit/tidaknya bahan/barang tersebut diperoleh.


2. Kebiasaan pemasok menyerahkan barang/bahan.
3. Besar/kecilnya jumlah barang/bahan yang dibeli setiap saat.
4. Sering/tidaknya mendapatkan pemesanan mendadak.

Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat menggunakan rumus berikut


ini:
Safety stock = (Pemakaian Maksimum Pemakaian Rata-rata) Lead Time
B) Metode ABC
Merupakan pendekatan sederhana dalam manajemen persediaan dengan ide
dasar adalah membagi persediaan menjadi tiga atau lebih kelompok. Dibalik ide ini
adalah bahwa perusahaan dapat menggunakan bahan baku yang relatif mahal (high
tech) dan beberapa bahan baku yang relatif murah juga. Misalnya kelompok A :
tingkat persediaan dibiarkan rendah, C: karena bahan mentah relatif murah,
maka tingkat persediaan tinggi, B: rata-rata. Sudana (2011) mengatakan bahwa

9
klasifikasi ABC merupakan konsep untuk mengendalikan persediaan, yang mana
persediaan barang yang mahal memerlukan pengendalian yang lebih ketat
dibandingkan dengan persediaan yang murah. Pada umumnya, perusahaan
memiliki jenis persediaan yang sangat beragam ditinjau dari harga
maupunkontribusinya terhadap penjualan. Oleh karena itu,
penerapan suatu metode manajemen persediaan terntentu perlu disesuaikan
dengan jenis persediaannya. Agar manajemen persediaan dapat dilakukan
dengan tepat, persediaan tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan harga dan
kontribusinya terhadap penjualan. Salah satu cara untuk mengelompokkan
persediaan dikenal dengan nama klasifikasi ABC.
Prinsip manajemen persediaan menerapkan klasifikasi ABC adalah semua
persediaan harus bias dimasukkan ke dalam salah satu kelompok persediaan, yaitu:
a) Kelompok A, merupakan persediaan yang harga per satuannya tinggi dan
kontribusi terhadap penjualan juga tinggi.
b) Kelompok B, merupakan persediaan yang harganya lebih rendah dari
kelompok A dan kontribusi terhadap penjualan sedang.

Persediaan yang termasuk dalam kelompok C dapat dikendalikan dengan


menggunakan metode fixed period order. Perusahaan dapat melakukan
pemesanan misalnya setiap semester atau sekali setahun, jumlah yang dipesan
tergantung pemakaian. Jika pemakaian dalam satu semester meningkat, maka
jumlah yang dipesan juga akan bertambah banyak dan sebaliknya. Contohnya
seperti pengadaan berbagai macam mur atau baut pada sebuah bengkel.
Persediaan yang termasuk dalam kelompok B merupakan komponen
perusahaan yang memiliki karakteristik antara kelompok A dan C. untuk
pengendalian persediaan yang termasuk dalam kelompok B, perusahaan dapat
menggunakan kombinasi antara fixed order quantity dan fixed periode order,
tergantun apakah karakteristik persediaan mendekati kelompok A atau C.
Dalam penerapan klasifikasi ABC, perlakuan pengendalian persediaan
untuk masing-masing kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu dalam melakukan
klasifikasi persediaan diperlukan informasi yang cukup dan akurat, agar tidak
terjadi kesalahan. Kesalahan dalam klasifikasi akan berakibat kesalahan pula
dalam perlakuan masing-masing kelompok persediaan, sehingga persediaan tidak
dapat dijalankan secara efektif dan efisien.

10
C) Mengelola Persediaan dengan Menggunakan Turunan Permintaan
Model ini digunakan untuk mengelola persediaan yang menggunakan
turunan permintaan, artinya permintaan untuk jenis persediaan tergantung pada
kebutuhan akan jenis persediaan lainnya.
Sebagai contoh : permintaan produk jadi tergantung pada permintaan
pelanggan, program pemasaran dan faktor lain yang mempengaruhi penjualan.
Sehingga permintaan persedian bahan mentah akan ditentukan oleh jumlah
produk jadi yang direncanakan (sangat erat kaitannya antara sales dan inventory).
Terkait
dengan masalah ini, maka perlu dibahas mengetai Material Requirement Planning
(MRP) dan Just in Time (JIT).
a) MRP
Adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menentukan tingkat
persediaan untuk permintaan yang tergantung jenis persediaannya seperti
raw material atau work in process. Ide dasarnya adalah ketika tingkat
persediaan barang jadi ditentukan maka dapat ditentukan berapa tingkat
persediaan barang setengah jadi yang harus disediakan juga agar
kebutuhan barang jadi dapat terpenuhi. Dari sini dapat pula ditentukan
berapa persediaan bahan mentah yang harus dimiliki perusahaan.
b) JIT
Sering disebut kanban sistem adalah pendekatan modern untuk
mengelola persediaan yang dipengaruhi besarnya permintaan barang
jadi yang dapat meminimumkan persediaan perusahaan. Hasil dari JIT
adalah bahwa persediaan akan dipesan secara periodic dan lebih sering
Pendekatan JIT dipelopori oleh Toyota di Jepang. Toyota menjaga
persediaan suku cadang seminimum mungkin dengan hanya memesan
persediaan sesuai kebutuhan. Maka pengiriman suku cadang ke pabrik
dilakukan sepanjang hari dengan interval sependek 1 jam. Toyota
mampu sukses beroperasi dengan persediaan yang rendah
semacam itu karena Toyota telah menentapkan rencana untuk menjami
pemogokan, kemacetan lalu lintas, atau bahaya lain yang tidak akan
menghentikan aliran suku cadang dan menghambat produksi. Banyak
perusahaan di Amerika Serikat belajar dari contoh Toyota. Tiga puluh
tahun yang lalu Ford selalu memutar persediaannya sebanyak 5 kali

11
dalam setahun, sekarang mereka memutarnya lebih dari 20 kali.
Perusahaan juga menemukan bahwa mereka dapat mengurangi
persediaan barang jadi mereka dengan memproduksi barang sesuai
dengan pesanan. Misalnya, Dell Computer menemukan bahwa mereka
tidak perlu sejumlah stok barang jadi. Pelanggannya dapat
menggunakan internet untuk menentukan fitur apa yang mereka
inginkan untuk personal computer (PC) mereka. Komputer kemudian
dirangkai sesuai dengan pesanan dan dikirimkan kepada pelanggan.
Tujuan dasar metode JIT adalah untuk menghasilkan atau
menerima item yang diminta pada saat dibutuhkan atau tepat waktu,
atau dengan perkataan lain mengurangi persediaan yang menghasilkan
kualitas produk dan flesibilitas yang berkesinambungan. Oleh karena
itu, dalam sistem JIT semua jenis persediaan akan dikurangi sampai
batas minimum (jika memungkinkan sampai pada titik tidak ada
persediaan sama sekali), namun walaupun persediaan barang atau
bahan tidak dapat dikurangi sampai titik nol, harus dilakukan secara
ketat, sehingga persediaan dapat diminimalkan seminimal mungkin.
Hasil pengurangan biaya persediaan merupakan hasil paling nyata dari
sistem JIT, sehingga memberikan hasil perbaikan dalam produktivitas,
kualitas produk, dan fleksibilitas.
Proses produksi yang menggunakan pengawasan persediaan JIT
idealnya adalah:
a) Membutuhkan sistem informasi perediaan dan produksi
yang tepat.
b) Pembelian dengan efisiensi tinggi.
c) Pemasok yang dapat diandalkan.
d) Sistem pengelolaan yang efisien.
Perbedaan EOQ dengan JIT terletak pada jumlah persediaan yang
paling minimal yang harus disediakan. Dalam sistem JIT persediaan
akan dikurangi sampai titik minimum yang mendekati nol. Disamping
itu, dalam sistem JIT tidak dibenarkan biaya pemesanan yang bersifat
tetap. Mereka yang mendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa
persediaan yang banyak tidak akan memecahkan masalah, tetapi hanya
menyamarkan atau menutupi masalah. Kebanyakan dari pengentian

12
produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan : kegagalan mesin,
kerusakan bahan, dan ketidaksertaan bahan baku, sehingga memiliki
persediaan merupakan salah satu solusi tradisional atas semua maslah
tersebut. Namun, JIT dapat memecahkan ketiga masalah tersebut
dengan menekankan pada pemeliharaan total dan pengendalian mutu
total serta membina hubungan baik dengan pemasok.

D) Metode EOQ (Economic Order Quantity)


EOQ berarti jumlah unit barang/bahan yang harus dipesan setiap kali
mengadakan pemesanan agar biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan
persediaan minimal. EOQ juga bermakna jumlah unit pembelian yang paling
optimal. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli
maupun yang diproduksi sendiri. EOQ adalah nama yang biasa digunakan untuk
barang-barang yang dibeli, sedangkan ELS (economic lot size) digunakan untuk
barang-barang yang diproduksi secara internal.
Perbedaan pokoknya adalah bahwa, untuk ELS biaya pemesanan
(ordering cost) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirim ke pabrik dan
biaya penyiapan mesin-mesin (setup cost) yang diperlukan untuk mengerjakan
pesanan. Metode EOQ digunakan untuk menentukan kualitas pesanan persediaan
yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
kebalikannya (inverse cost) pesanan persediaan (Handoko, 2000)
Menurut Husnan (2006), model Economic Order Quantity adalah model
yang sering dibicarakan dalam berbagai buku teks. Model ini mendasarkan
pemikiran yang sama dengan waktu kita membicarakan model persediaan pada
pengelolaan kas. Pemikirannya adalah:
a) Jika perusahaan memiliki rata-rata persediaan yang besar, untuk jumlah
kebutuhan yang sama daam satu periode, berarti perusahaan tidak perlu

melakukan pembelian terlalu sering. Jadi mengemat biaya pembelian


(pemesanan).
b) Namun apabila perusahaan membeli dalam jumlah besar sehingga bias
menghemat pembelian, perusahaan akan menanggung persediaan dalam
jumlah yang besar pula. Hal ini berarti, menanggung biaya penyimpanan
terlalu tinggi.

13
c) Karena itu, perlu dicari jumlah yang membuat biaya persediaan terkecil.
Biaya persediaan adalah biaya persediaan ditambah biaya pesanan.
Sudana (2011) mengemukakan bahwa dalam model EOQ biaya persediaan
yang dipertimbangkan adalah biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Biaya
penyimpanan persediaan sama dengan biaya pemesanan persediaan. Total biaya
persediaan sama dengan total biaya penyimpanan persediaan ditambah dengan
total biaya pemesanan persediaan.
Total biaya persediaan (TC) = CP (Q/2)+F(S/Q)
TC = C x P(Q/2) + FSQ
Jika persamaan tersebut dideferensial terhadap Q dan hasilnya sama
dengan nol, maka akan diperileh Q yang optimal, yaitu jumlah pesanan
dengantotal biaya yang minimal atau dikenal dengan EOQ.
EOQ adalah model yang meminimumkan Total Inventory Cost (TIC) atau total
biaya persediaan dan untuk menyederhanakan perhitungan persediaan atau pesanan
barang yang optimal. Untuk menyederhanakan perhitungan persediaan tersebut,
dalam model EOQ diperlukan asumsi. Asumsi dari model EOQ ini adalah:
1) Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah ordering cost dan carrying
cost.

2) Pesanan untuk mengganti persediaan barang yang dijual selalu dating pada
awal bulan.
3) Untuk sementara stock out tidak diperbolehkan.
4) Permintaan barang dapat diketahui dengan tingkat pemakaian atau
pengeluaran tetap.
Berdasarkan asumsi tersebut, masalah biaya atas persediaan barang akan
ditentukan oleh berapa banyak barang yang dipesan, biaya pesanan, biaya
pemeliharaaan dan biaya penyimpanannya. Banyaknya barang yang dipesan
antara satu pesanan dengan pesanan lain akan sama, dan ditentukan oleh model.
Sedangkan pemakaian atau permintaan barang yang bersifat tetap, menyebabkan
pola tingkat persediaan menyerupai gigi gergaji.
Perilaku ordering cost dan carrying cost ini dapat digambarkan dalam grafik
sebagai berikut:

14
Besarnya carrying cost adalah rata-rata tingkat persediaan barang
dikalikan dengan biaya pemeliharaan dan penyimpanan per unit barang dalam
setahun. Sedangkan besarnya ordering cost per tahun adalah pesanan dalam
setahun dikalikan dengan biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang. Sehingga
total biaya persediaan barang pertahun adalah jumlah dari carrying cost dan
ordering cost.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan. Merencanakan
jumlah persediaan untuk di simpan di gudang hingga melakukan pengontrolan terhadap
barang persediaan yang akan digunakan harus dapat di atur dengan baik sehingga tujuan
dapat tercapai. Salah satu alasan perusahaan agar memiliki persediaan adalah untuk
memenuhi permintaan pelanggan, misalnya menepati tanggal pengiriman.
Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi
bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni: Persediaan tersebut
merupakan milik perusahan dam Persediaan tersebut siap dijual kepada para konsumen.
Pengendalian persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan karena jika
persediaan terlalu banyak maka biaya penyimpanan dan pemeliharaan pun akan meningkat
dan resiko kerusakan pun akan meningkat sehingga menyebabkan kualitas barang akan
menurun. Dan jika jumlah persediaan terlalu sedikit maka akan menyebabkan proses
produksi dapat terganggu dan pesanan tidak daapat terpenuhi.
Untuk mengendalikanv tingkat persediaan sampai pada tingkat optimal, dapat
digunakan berbagai model diantaranya : Persediaan Pengaman (Safety Stock), Metode
ABC, Just In Time, Metode EOQ (Economic Order Quantity), dan Reorder Point (ROP).

16
DAFTAR PUSTAKA

Arman Hakim, Nasution. 2003. Perencanan dan Pengendalian Produksi, Edisi


Pertama, Guna Widya, Surabaya.

Assauri, 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Keempat. Jakarta.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ahyari, Agus. 2003. Manajemen Produksi & Perencanaan Sistem. Produksi


Buku I. BPFE. Yogyakarta.

Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua. PT


Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

I Made, Sudana. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktek.


Erlangga. Jakarta.

Margaretha, Farah. 2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, PT. Dian Rakyat,


Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_______. 2007. Strategi Promosi Yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communciation, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,


Edisi 5, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai