Anda di halaman 1dari 31

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persediaan

2.1.1 Definisi Persediaan

Dalam melaksanakan aktivitas produksi di suatu perusahaan yang bergerak

dibidang produksi maupun industri pasti selalu mengadakan persediaan.

Perusahaan yang tidak memiliki persediaan nantinya akan dihadapkan pada resiko

seperti kekurangan produk pada suatu waktu dan terhambatnya proses produksi,

namun apabila persediaan barang yang berlebih akan membuat biaya penyimpanan

relatif besar. Maka dari itu, persediaan harus dikelola dengan baik karena dapat

berpengaruh pada kegiatan produksi di suatu perusahaan. Begitu pentingnya

persediaan material/barang sehinga persediaan merupakan elemen utama dari

modal kerja yang merupakan aktiva dan selalu dalam keadaan berputar dimana

secara terus-menerus mengalami perubahan (Akbar, 2013).

Persediaan merupakan simpanan material/barang yang akan memenuhi

tujuan tertentu, misalnya proses produksi atau perakitan untuk dijual kembali dan

untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan

mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Apabila jumlah persediaan terlalu

besar (over stock) akan menimbulkan biaya yang besar, resiko kerusakan barang

serta biaya penyimpanan yang tinggi. Namun jika persediaan terlalu sedikit

mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan persediaan/stock out (Putri, 2011).


Menurut Riyana, Maya Okta (2018), persediaan didefinisikan sebagai suatu

aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan masksud untuk dijual

dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang dimana

masih dalam proses produksi ataupun barang yang masih menunggu penggunannya

dalam suatu proses produksi. Menurut Heizer & Render (2014), persediaan adalah

aset termahal dari perusahaan dan mewakili sebanyak 50% dari keseluruhan modal

yang diinvestasikan. Menurut Blanc (2011), persediaan merupakan barang

menganggur yang menunggu untuk digunakan pada tiap perusahaan dimana setiap

perusahaan memiliki jenis persediaan yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula

dalam penggunaannya. Persediaan yaitu stok barang atau sumber daya apapun yang

digunakan dalam sebuah organisasi maupun perusahaan, dimana sistem persediaan

ini adalah serangkaian kebijakan dalam mengawasi tingkat persediaan dengan

menentukan barang tersebut harus selalu ada, kapan persediaan harus diisi kembali

dan berapa besar pesanan yang harus dipesan (Jacobs & Chase. 2014).

Persediaan sangat penting bagi suatu perusahaan karena persediaan dapat

menghubungkan suatu operasi ke operasi selanjutnya. Berdasarkan pendapat para

ahli dapat ditarik kesimpulan, bahwa persediaan merupakan sumber daya

material/barang yang mengangur berupa bahan mentah (raw material), bahan

pembantu, bahan dalam proses dan barang jadi (finished goods) atau suku cadang

dimana disimpan dalam gudang (warehouse) untuk tujuan tertentu pada suatu

perusahaan.

10
2.1.2 Alasan Diadakan Persediaan

Menurut Wardani (2014), menyatakan bahwa alasan diperlukannya

persediaan pada suatu perusahaan dalam proses produksi adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang

dibutuhkan perusahaan, karena material/barang yang akan digunakan untuk

pelaksanaan proses produksi perusahaan tidak dapat dibeli dan didatangkan

secara satu-persatu dalam jumlah unit yang diperlukan perusahaan dan pada

saat barang tersebut akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan produksi di

perusahaan.

2. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus

produksi, karena ketika perusahaan tidak mempunyai persediaan material/

barang untuk melaksanakan proses produksi maka pelaksanaan proses

produksi dalam suatu perusahaan akan terhambat.

3. Untuk menghindari terhambatnya proses produksi pada suatu perusahaan,

perlu menyediaan material/barang dalam jumlah yang banyak, namun hal

tersebut dapat berakibat membengkaknya biaya persediaan, maka dari itu

perusahaan harus menyeimbangkan biaya pemesanan atau persiapan dan biaya

penyimpanan dengan diadakannya persediaan yang efektif dan efisien.

2.1.3 Tujuan Persediaan

Menurut Putri, Triana Rahayu (2011), tujuan persediaan dapat diartikan

sebagai usaha untuk :

11
1. Mendukung rencana strategis perusahaan dalam memenuhi kepuasan

pelanggan.

2. Mengantisipasi ketidakpastian dari suatu keadaan seperti ketidakpastian lead

time dan permintaan.

3. Menjaga agar terjadinya material/barang disaat yang tepat, kondisi yang tepat,

tempat yang tepat dan dengan biaya yang tepat.

2.1.4 Klasifikasi Persediaan

Persediaan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

1. Persediaan berdasarkan jenisnya, secara umum persediaan dibagi atas 5 (lima)

jenis diantaranya (Putri, Triana Rahayu.2011) :

1) Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)

Barang-barang yang dibeli dari pemasok (supplier) atau sumber-sumber

alam yang dibutuhkan untuk proses produksi yang nantinya akan

dihasilkan oleh perusahaan.

2) Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process/Progress Stock)

Barang/bahan baku yang belum berupa barang jadi namun sudah diolah

atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-

langkah selanjutnya agar produk dapat selesai dan menjadi produk akhir.

3) Persediaan Bagian Produk/Parts (Component Stock)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen/suku cadang yang

diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan

12
komponen/suku cadang bagian lain tanpa melalui proses produksi

sebelumnya.

4) Persediaan Barang Jadi (Finished Goods)

Barang yang telah selesai diproses dan siap untuk disimpan di gudang,

kemudian dijual atau didistribusikan ke lokasi pemasaran.

5) Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)

Barang-barang yang dibutuhkan dalam proses kegiatan produksi untuk

berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu

perusahaan, namun tidak menjadi bagian produk akhir yang dihasilkan

perusahaan.

2. Persediaan berdasarkan fungsinya (Putri, Triana Rahayu.2011) :

1) Batch Stock/Lot Size Inventory

Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-

bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah

yang dibutuhkan.

2) Pipeline/Transit Inventory

Persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke

tempat dimana barang itu akan digunakan yang timbul karena adanya lead

time dari satu tempat ke tempat lain.

3) Cycle Stock

Persediaan yang dihasilkan dari hasil penjualan atau yang digunakan

didalam kegiatan produksi untuk memenuhi permintaan yang pasti.

13
Persediaan ini berfungsi untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan

yang tidak diperkirakan sebelumnya. Cycle stock mempunyai siklus

tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak kemudian sedikit demi

sedikit berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis,

kemudian mulai dengan siklus baru lagi (Pujawan, I., N., dan

Mahendrawathi, 2010).

4) Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang

dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu

tahun dan menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang

meningkat.

2.1.5 Analisis ABC

Analisis ABC merupakan analisis yang digunakan untuk mengatasi masalah

dalam penentuan titik optimum baik jumlah pemesanan maupun reorder point

Analisis ABC merupakan metode dalam menentukan jenis material yang paling

penting dan perlu untuk diprioritaskan dalam persediaan. Pengklasifikasian

material dengan Analisis ABC berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi

hingga terendah (Wahyuni, 2015). Analisis ABC dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

kelompok A, B dan C. Menurut Schroeder (2010), analisis ABC dalam persediaan

terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan atas nilai (volume) persediaan. Kriteria

masing-masing kelas dalam analisis ABC antara lain :

14
1. Kelompok A (80-20)

a) Kelompok barang dengan nilai investasi tinggi.

b) Merupakan barang-barang yang memberikan nilai sebesar 80% dari total

persediaan (0% - 80%).

c) Jenis barang diwakili oleh sekitar 20% dari jumlah persediaan.

d) Kelompok A memerlukan pemantauan ketat, sistem pencatatan yang akurat

dan lengkap, serta peninjauan tetap oleh pengambil keputusan.

2. Kelompok B (15-30)

a) Kelompok barang dengan nilai investasi sedang

b) Memberikan nilai sebesar 15% dari total persediaan (81%-95%).

c) Jenis barang diwakili oleh sekitar 30% dari jumlah persediaan.

d) Kelompok B memerlukan pengendalian yang tidak terlalu ketat, system

pencatatan yang cukup baik dan peninjauan berkala.

3. Kelompok C (5-50)

a) Kelompok barang yang mana memberikan nilai investasi yang rendah.

b) Mencakup nilai sebesar 5% jumlah investasi dari total persediaan (96%-

100%).

c) Jenis barang diwakili sekitar 50% dari jumlah persediaan.

d) Kelompok C memerlukan pemantauan yang sederhana, sistem pencatatan

yang sederhana atau tidak menggunakan sistem pencatatan dan jumlah

persediaan banyak dapat dilakukan.

15
Analisis ABC ini membantu menentukan pengendalian persediaan yang

tepat dengan menentukan masing-masing klasifikasi barang dan menentukan

barang mana yang diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi dan meminimalkan

biaya persediaan.

Gambar 2.1 Kurva Klasifikasi ABC


(Sumber : Sitompul, Betharia Silvana, 2014)

Langkah-langkah klasifikasi ABC :

1. Menghitung jumlah pemakaian per tahun untuk setiap satuan unit material.

2. Membuat daftar harga dari setiap material.

3. Mengalikan pemakaian dengan harga setiap barang untuk mendapatkan

nilai investasi.

4. Mengurutkan nilai investasi dari yang terbesar hingga terkecil, setelah itu

membuat presentase nilai investasi.

5. Menghitung nilai investasi kumulatif.

6. Mengelompokkan material persediaan berdasarkan presentase kumulatif.

16
7. Jika nilai frekuensi kumulatif adalah 0 sampai dengan 80% maka

dikelompokkan sebagai kelas A. Apabila berkisar antara 80% - 95% akan

dikelompokkan sebagai kelas B dan apabila berkisar antara 95% - 100%

akan dikelompokkan sebagai kelas C. Berikut merupakan persamaan

klasifikasi ABC :

Total Value = Unit Price x Total Stock

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒
Percentage Value = x 100%
𝐺𝑟𝑎𝑛𝑑 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒

2.1.6 Model Persediaan

Menurut Sukmono & Dristiana (2015), persediaan dari tingkat permintaan

dan periode kedatangan pesanan, model persediaan dibedakan menjadi :

1. Persediaan Deterministik

Model ini ditandai oleh karakteristik permintaan dan waktu kedatangan

pesanan yang dapat diketahui sebelumnya secara pasti atau tidak mengalami

perubahan. Model deterministik yang banyak digunakan adalah Economic

Order Quantity (EOQ), dimana bertujuan untuk meminimalkan biaya

persediaan. Parameter yang dibutuhkan yaitu :

1) Permintaan (Demand)

2) Biaya Persediaan

3) Lead Time

17
Dalam model deterministik, parameter tersebut dapat diperhitungkan secara

pasti dan lead time pemesanan dapat diasumsikan konstan (Ratnawiya, 2018).

2. Model Persediaan Probabilistik

Model persediaan probabilitas ditandai oleh perilaku permintaan dan lead time

yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti, namun nilai ekspektasi

variansi dan pola distribusi kemungkinannya dapat diprediksi, sehingga perlu

adanya pendekatan dengan distribusi propabilitas. (Pulungan & Fatma, 2018).

Parameter yang dibutuhkan yaitu :

1) Permintaan (Demand)

2) Biaya Persediaan

3) Lead Time

4) Safety Stock

Perbedaan utama pada model deterministik dan probabilistik adalah pada

keberadaan safety stock yang dimunculkan untuk mengatasi ketidakpastian

permintaan maupun lead time.

2.1.7 Biaya-Biaya Persediaan

Biaya-biaya dalam sistem persediaan yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan, diantaranya adalah :

1. Biaya pembelian (Purchasing Cost)

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang per satuan unit apabila barang

tersebut dibeli dari pemasok. Faktor biaya pembelian menjadi sangat berarti

18
ketika supplier memberikan sejumlah diskon kepada perusahaan untuk

pembelian dalam jumlah banyak. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan

untuk menurunkan biaya total persediaan (Lesmono & Limansyah, 2012).

2. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Biaya yang dikeluarkan ketika sebuah pesanan diajukan ke pemasok. Biaya

pemesanan ini akan diperhitungkan atas dasar frekuensi pembelian yang

dilaksanakan perusahaan. Biaya pemesanan ini disebut sebagai biaya persiapan

pembelian, set up cost/procurement cost. Jumlah pemesanan barang yang

sedikit mengakibatkan frekuensi pemesanan semakin sering yang dapat

berakibat biaya pemesanan menjadi tinggi dan sebaliknya jika jumlah

pemesanan barang yang banyak, maka frekuensi pemesanan menjadi semakin

jarang dan biaya pemesanan menjadi rendah (Lesmono & Limansyah, 2012).

3. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)

Biaya yang timbul akibat penyimpanan barang. Biaya penyimpanan per

periode akan bertambah besar apabila kuantitas persediaan barang yang

disimpan bertambah banyak (Wahyuningsih, 2011). Biaya yang termasuk

sebagai biaya penyimpanan antara lain:

1) Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pendingin ruangan dll)

2) Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas

dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

3) Biaya kerusakan dan penyusutan, yaitu biaya yang ditimbulkan akibat

adanya kerusakan atau penyusutan barang.

19
4) Biaya gudang, yaitu biaya yang ditimbulkan akibat adanya persediaan

barang di gudang.

5) Biaya penanganan persediaan (handling).

6) Biaya kadaluarsa (obsolence), yaitu biaya yang ditimbulkan akibat

kerusakan/penurunan nilai barang.

7) Biaya kebersihan gudang, yaitu biaya administrasi gudang utuk mencetak

form gudang, seperti form penerimaan barang, form pengeluaran barang

dan form return barang.

4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

Biaya yang timbul akibat persediaan tidak mencukupi adanya permintaan

artinya tidak adanya barang saat ada permintaan. Biaya kekurangan ini

bertambah besar apabila jumlah permintaan banyak yang tidak terpenuhi

(Wahyuningsih, 2011).

2.2 Manajemen Persediaan Spare Part

Manajemen persediaan merupakan proses pengelolaan suatu barang

persediaan secara optimal dari perencanaan, pengadaan, pembelian dan monitoring

tingkat persediaan yang terdapat di gudang. Spare part adalah suatu barang yang

terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kegunaan/fungsi tertentu. Spare

part merupakan suatu komponen bagian dari suatu mesin yang mendukung mesin

untuk menjalankan fungsi (Santoso, 2017). Menurut kondisi perbaikannya, spare

part dibagai menjadi tiga yaitu :

20
1. Non Repairable Item

Spare part yang tidak dapat diperbaiki setelah mengalami suatu kerusakan.

2. Partially Repairable Item

Spare part yang dapat diperbaiki atau diganti apabila terjadi kerusakan.

3. Fully Repairable Item

Spare part yang harus diganti ketika mengalami kerusakan sampai dengan

kriteria tertentu.

Manajemen persediaan spare part sangat penting dalam hal-hal seperti

penentuan keputusan suatu barang yang diperlukan, termasuk perlu atau tidaknya

dilakukannya penyimpanan, kepada siapa pembelian dilakukan, kapan pemesanan

dilakukan, apa dan berapa yang dipesan serta biaya-biaya yang diperlukan. Spare

part merupakan komponen pokok yang perlu diperhitungkan sebagai pengaruh

dalam biaya perawatan. Ketersediaan spare part sangat penting untuk berjalannya

suatu kegiatan operasional perusahaan dimana ketika terjadi kekurangan spare part

akan menimbulkan kerugian dan terhambatnya kegiatan operasional perusahaan

maka hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian spare part adalah

penyimpanan stock tidak melebihi batas maksimum maupun minimum dari

kebutuhan (Zaldiansyah, 2012).

2.3 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan menurut Lahu & Sumarauw (2017) adalah suatu

kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam

seluruh operasi produksi di suatu perusahaan, dimana sesuai dengan apa yang sudah

21
direncanakan baik itu waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya dengan tujuan

untuk menekan biaya-biaya operasional seminimal mungkin sehingga kinerja dan

keuntungan suatu perusahaan lebih optimal. Barang yang dijadikan sebagai

persediaan merupakan bentuk investasi perusahaan yang dapat diuangkan secara

langsung maupun tidak langsung. Namun, ketika jumlah persediaan semakin

banyak maka perusahaan harus mengeluarkan berbagai biaya persediaan, maka dari

itu diperlukan adanya pengendalian persediaan agar jumlah persediaan yang

disimpan berada pada jumlah, waktu, kondisi, tempat dan biaya yang tepat (Putri,

2011).

Ristono (2013), mengemukakan tujuan pengendalian persediaan dinyatakan

sebagai usaha perusahaan untuk :

1. Menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami

kehabisan dalam melakukan persediaan untuk menghindari terhentinya proses

produksi.

2. Menjaga agar pembelian dalam jumlah sedikit dapat dihindari karena dapat

berakibat meningkatnya biaya pemesanan.

3. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar, sehingga biaya yang

timbul oleh persediaan juga tidak terlalu besar.

2.3.1 Perhitungan Pengendalian Persediaan

Salah satu keputusan yang harus diambil dalam pengelolaan persediaan

adalah dengan menghitung ukuran jumlah pesanan yang tepat. Dimana jumlah yang

22
tepat memiliki makna yaitu ukuran jumlah yang tidak terlalu banyak dan tidak

terlalu kecil dengan biaya yang optimal/seminimal mungkin. Semakin sedikit

pesanan maka jumlah persediaan akan semakin cepat habis dan menimbulkan

frekuensi pemesanan semakin sering dan dampak biaya pemesanan menjadi lebih

besar. Sebaliknya, jumlah pemesanan yang besar dapat memperkecil frekuensi

pemesanan dan jumlah persediaan tidak cepat habis, namn ukuran jumlah

pemesanan yang besar akan berdampak pada biaya penyimpanan yang besar

dikarenakan harus mengeluarkan biaya untuk mengelola persediaan tersebut di

gudang. Maka dari itu pengendalian persediaan dianggap paling penting dalam

suatu perusahaan. Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan

dengan perencanaan, pelakanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material

sehingga kegiatan produksi dapat berjalan pada waktunya dan dilain pihak investasi

persediaan dapat ditekan secara optimal. (Rismanto, 2013).

2.3.2 Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Economic Order Quantity (EOQ) menurut Syamsuddin (2011) merupakan

salah satu metode yang digunakan dalam menentukan kuantitas pemesanan

optimal. Menurut Apriyani & Muhsin (2017), Economic Order Quantity (EOQ)

adalah model pemecahan masalah yang dapat digunakan oleh setiap perusahaan

produksi yang menginginkan pengoptimalan penggunaan sumber daya sehingga

tujuan untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimalkan biaya persediaan

dapat tercapai. Menurut Lahu & Sumarauw (2017), Economic Order Quantity

(EOQ) yaitu teknik pengendalian persediaan pada suatu perusahaan yang mana

23
dapat menjawab 2 (dua) pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa

banyak harus memesan untuk setiap kali pemesanan kembali. Jadi, unsur-unsur

yang mempengaruhi Economic Order Quantity (EOQ) antara lain, biaya

penyimpanan per unit, biaya pemesanan setiap kali pesan, kebutuhan barang untuk

satu periode tertentu dan harga pembelian. Secara garis besar siklus persediaan

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Siklus Persediaan


(Sumber : Agung, Paulus Dwi, 2014)

Menurut Okitasari & Masruroh (2019), terdapat kasus dalam menentukan EOQ,

diantaranya adalah penentuan jenis demand dan lead time diantaranya :

1. Demand dan lead time yang diketahui dengan pasti (Smooth Demand).

2. Demand diketahui dengan pasti namun lead time tidak diketahui dengan pasti

(Erratic Demand).

24
3. Demand tidak diketahui dengan pasti namun lead time diketahui dengan pasti

(Intermittent Demand)

4. Demand dan lead time tidak diketahui dengan pasti (Lumpy Demand).

Dikarenakan pola permintaan yang probabilistik, yaitu permintaan dan lead time

tidak diketahui dengan pasti maka metode yang digunakan adalah Economic Order

Quantity (EOQ) probabilistik. Economic Order Quantity (EOQ) probabilistik

adalah suatu model yang digunakan dalam menentukan jumlah yang dipesan untuk

setiap pemesanan yang berfluktuasi, sehingga dapat terjadi adanya kekurangam

persediaan. Karena terjadi stock out maka dalam model ini diperlukan safety stock

(SS) untuk meredam fluktuasi tersebut. Perhitungan Economic Order Quantity

(EOQ) probabilistik dapat dihitung dengan persamaan rumus berikut :

2𝐷𝑆
EOQ = √
𝐻

Keterangan :

EOQ = kuantitas pemesanan yang paling ekonomis

D = demand yang dibutuhkan dalam satu periode tertentu

S = biaya pemesanan per unit

H = biaya penyimpanan per unit

Selain itu, metode EOQ probabilistik menentukan jumlah pembelian yang

optimal untuk menyeimbangkan biaya pemesanan, sehingga dapat menekan total

biaya persediaan. Dimulai dengan komponen pertama yaitu biaya pemesanan

25
(ordering cost). Biaya pemesanan dihitung dengan mengalikan frekuensi

pemesanan dengan biaya setiap kali pesan :

𝐷
Ordering Cost = S
𝑄

Keterangan :

S = biaya pemesanan

D = demand yang dibutuhkan dalam satu periode tertentu

Q = jumlah pembelian setiap kali pesan

Komponen yang kedua, yaitu biaya penyimpanan (carrying cost). Biaya

penyimpanan di pengaruhi oleh besarnya barang yang disimpan dan lamanya

barang tersebut disimpan. Setiap hari, jumlah barang yang disimpan akan berkurang

seiring dengan pemakaian untuk proses produksi. Oleh karena itu yang perlu

diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari

Q unit ke nol unit (sampai habis) dengan tingkat pengurangan konstan, maka tingkat

𝑄+0 𝑄
persediaan rata-rata adalah : =2 , sehingga :
2

𝑄
Carrying Cost = H
2

Keterangan :

H = biaya penyimpanan

Q = jumlah pembelian setiap kali pesan

26
2.3.3 Safety Stock

Safety stock merupakan ketersediaan persediaan untuk mengantisipasi

ketidakpastian perbedaan antara peramalan dan permintaan aktual, antara lead time

yang diharapkan dan lead time aktualnya (Prayogo, Dwiatmanto, & Azizah, 2016).

Sebelum menentukan safety stock, data standar deviasi selama lead time perlu

dihitung. Berikut merupakan rumus dalam menentukan standar deviasi selama lead

time dan safety stock, dimana terdapat batasan bahwa lead time diketahui dengan

pasti (Putri, 2011).

𝜎𝑑𝐿𝑇 = sd √LT
Safety Stock = z x 𝜎𝑑𝐿𝑇

Keterangan :

σdLT = stansar deviasi permintaan selama lead time

sd = stansar deviasi

LT = lead time (month)

z = nilai dari tabel distribusi normal yang berkorelasi dengan probabilitas

service level tertentu

2.3.4 Reorder Point

Reorder point adalah waktu dimana pesanan harus diadakan Kembali

sehingga kedatangan bahan yang dipesan tepat waktu saat stock diatas persediaan

pengaman sama dengan nol (Prayogo, Dwiatmanto, & Azizah, 2016). Rumus ROP

adalah sebagai berikut :

27
ROP = (D x LT) + SS

Keterangan :

ROP = reorder point

D = demand

LT = lead time (month)

SS = safety stock

2.3.5 Total Biaya Persediaan

Total biaya persediaan merupakan perhitungan total persediaan yang

digunakan untuk mengetahui apakah perhitungan pembelian persediaan

menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) lebih baik dibandingkan

dengan metode konvensional perusahaan (Umami. 2018). Perhitungan total biaya

persediaan meliputi biaya pembelian, biaya penanganan regular, biaya penanganan

safety stock dan biaya stock out. Stock out disini mempunyai arti bahwa permintaan

tidak dapat terpenuhi karena kekurangan sejumlah unit selama pemesanan

berlangsung (Putri, 2011). Berikut merupakan rumus menghitung total biaya

persediaan tanpa mempertimbangkan adanya stock out.

𝐷𝑆 𝐼𝐶𝑄
TC = + + 𝐼𝐶𝑧 𝜎𝑑𝐿𝑇
𝑄 2

Berikut merupakan rumus menghitung total biaya persediaan dengan

mempertimbangkan adanya stock out.

𝐷𝑆 𝐼𝐶𝑄 𝐷
TC = + + 𝐼𝐶𝑧 𝜎𝑑𝐿𝑇 + 𝑄 𝑘 𝜎𝑑𝐿𝑇 E(z)
𝑄 2

28
Keterangan :

TC = total biaya persediaan

D = demand

S = procurement cost ($/order)

Q = pesanan yang ekonomis

I = carrying cost (%/year)

C = inventory value ($/unit)

z = nilai dari tabel distribusi normal yang berkorelasi dengan probabilitas

service level tertentu

𝜎𝑑𝐿𝑇 = stansar deviasi permintaan selama lead time

k = biaya stock out per unit

E(z) = sejumlah unit stock out dengan nilai yang didapat dari tabel unit

normal loss integral

2.3.6 Service Level

Menurut Dwi Agung, Paulus (2014), service level didefinisikan sebagai

probabilitas permintaan tidak melebihi pasokan atau persediaan selama

berlangsungnya lead time. Service level biasanya dinyatakan dalam bentuk

presentase, jika nilai service level mendekati angka 100% berarti tingkat permintaan

dapat terpenuhi dengan sangat baik. Berikut persamaan untuk menentukan service

level :

𝐸 (𝑧)𝜎𝑑𝐿𝑇)
SLu = 1- x 100%
𝑄

29
Keterangan :

SLannual = Service level tahunan

E(z) = nilai standar dari lead time service level perusahaan

σdLT = standar deviasi lead time permintaan

Q = pesanan yang ekonomis

2.4 Peramalan (Forecasting)

Forecasting atau peramalan merupakan suatu proses untuk memperkirakan

kebutuhan pada masa yang akan datang dengan menggunakan data dimasa lalu dan

memproyeksikannya ke masa mendatang dengan pendekatan sistematis (Render &

Heizer. 2011). Peramalan merupakan langkah awal dalam perencanaan, dimana

sebelum membuat rencana tindakan yang akan diambil, perlu terlebih dahulu

memperkirakan terhadap kondisi yang akan terjadi pada periode selanjutnya.

Peramalan di tingkat perusahaan berfokus untuk merancang suatu perkiraan terkait

dengan produk, persediaan, penjadwalan, permintaan konsumen, investasi modal,

distribusi produk dan teknik pemasaran. Peramalan mampu mendukung perusahaan

untuk membuat strategi jangka panjang dalam penggunaan sumber daya yang

dimilikinya (Auliasari, 2019). Hasil peramalan akurat atau tidaknya dapat dilihat

dari kesalahan peramalan dari data masa lalu, jika nilai kesalahan peramalan kecil,

maka peramalan tersebut lebih akurat, maka dari itu metode-metode peramalan

akan membantu dalam mengadakan pendekatan analisis terhadap pola dari data

dimasa lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan, pemecahan

30
yang sistematis dan memberikan tingkat ketepatan hasil ramalan yang dibuat (Putri,

2011).

2.4.1 Tujuan Peramalan

Tujuan peramalan adalah untuk meramalkan permintaan yang dapat

meminimalkan kesalahan dalam meramal. Selain itu peramalan bertujuan untuk

mengurangi ketidakpastian produksi, sebagai langkah antisipasi yang dapat

dilakukan sebelum datangnya permintaan, bahan pembuatan penjadwalan proses

produksi dan sebagai langkah awal dalam membuat kebijakan persediaan

perusahaan dalam masa yang akan datang (Nafitry, 2010).

2.4.2 Metode Peramalan

Peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang

berdasarkan pada beberapa variabel dan berdasarkan data masa lalu. Hasil dari

peramalan tidak selalu tepat dengan keadaan yang akan terjadi, maka perlu dilihat

dari keakuratan atau kesalahan peramalan, apabila nilai kesalahan peramalan kecil

maka hasil peramalan lebih akurat (Budiningsih & Jauhari, 2017). Permintaan

(demand) yang bersifat intermittent atau lumpy dilakukan dengan dua metode

peramalan yaitu Croston dan Synthetos Boylan Approximation (SBA), kemudian

dilakukan pemilihan metode peramalan yang sesuai berdasarkan nilai SMAPE.

Metode peramalan dengan nilai SMAPE lebih kecil merupakan metode yang cocok

untuk dilakukan peramalan dengan permintaan yang bersifat intermittent atau

31
lumpy (Okitasari & Masruroh, 2019). Berikut adalah penjelasan metode Croston

dan Synthetos Boylan Approximation :

a) Croston’s Method

Berdasarkan penelitian Willem, et al pada jurnal Budiningsih & Jauhari

(2017), Croston’s Method menyediakan hasil peramalan yang lebih akurat.

Metode ini digunakan untuk meramalkan demand yang bersifat intermittent

atau lumpy, yaitu permintaan dan lead time tidak dapat diketahui pasti.

Croston’s method terdiri dari metode pemulusan eksponensial tunggal

terpisah untuk meramalkan jumlah permintaan dan jarak waktu antar

permintaan, metode ini ditujukan untuk menghitung peramalan pada periode

yang tidak terjadi permintaan atau nol permintaannya. Croston’s method

memperkirakan rata-rata permintaan per periode, dengan menerapkan

exponential smoothing, metode exponential smoothing terbagi menjadi dua,

yaitu interval antara permintaan yang tidak nol (Putri, 2011).

(i) Jika X(t) = 0

St = St-1

It = It-1

q = q+1

(ii) Jika X(t) ≠ 0

St = αXt + (1- α) St-1

It = αq + (1-α) It-1

q=1

32
Kombinasi dari ukuran kuantitas permintaan dan interval kejadian

permintaan per periode, maka :

𝑆𝑡
M(t) =
𝐼𝑡

Forecast Error :

FE = Actual Demand – Demand Forecast

SMAPE :

𝑁
1 𝐹𝑘−𝐴𝑘
SMAPE = ∑
𝑁 𝑘=1 𝐹𝑘+𝐴𝑘

Keterangan :

S(t) = perkiraan ukuran kuantitas permintaan (forecast size)

I(t) = rata-rata interval antara permintaan (forecast interval)

q = interval waktu sejak permintaan terakhir

α = koefisien untuk menentukan tingkat variasi jumlah permintaan

X(t) = permintaan pada periode t

M(t) = peramalan permintaan pada periode t (forecast)

N = jumlah periode

Fk = forecast demand

Ak = actual demand

33
b) Synthetos Boylan Approximation Method

Metode Syntetos Boylan Approximation (SBA) merupakan koreksi terhadap

metode Croston. Syntetos dan Boylan menunjukkan metode Croston yang

asli adalah bias. Untuk memperbaiki bias tersebut maka Syntetos dan Boylan

mengusulkan mengurangi metode peramalan Croston dengan sebuah faktor

(1 – α). Sehingga metode SBA tidak jauh berbeda dengan metode Croston,

yang membedakan hanya pada perhitungan peramalan permintaannya dimana

dikalikan dengan (1-α).

(i) Jika X(t) = 0

St = St-1

It = It-1

q = q+1

(ii) Jika X(t) ≠ 0

St = αXt + (1- α) St-1

It = αq + (1-α) It-1

q=1

Kombinasi dari ukuran kuantitas permintaan dan interval kejadian

permintaan per periode, maka :

𝑆𝑡
M(t) = (1- α)
𝐼𝑡

34
Forecast Error :

FE = Actual Demand – Demand Forecast

SMAPE :

𝑁
1 𝐹𝑘−𝐴𝑘
SMAPE = ∑
𝑁 𝑘=1 𝐹𝑘+𝐴𝑘

Keterangan :

S(t) = perkiraan ukuran kuantitas permintaan (forecast size)

I(t) = rata-rata interval antara permintaan (forecast interval)

q = interval waktu sejak permintaan terakhir

α = koefisien untuk menentukan tingkat variasi jumlah permintaan

X(t) = permintaan pada periode t

M(t) = peramalan permintaan pada periode t (forecast)

N = jumlah periode

Fk = forecast demand

Ak = actual demand

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan agar dapat memahami teori

dalam mengkaji penelitian yang akan dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang

dijadikan refrensi dalam memperkaya bahan kajian dalam penelitian ini. Berikut

merupakan beberapa penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel 2.1.

35
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

No Penelitian Terdahulu
Peneliti Niken Trisnawati, Oyong Novareza, Agustina Eunike
Tahun 2016
Nama Journal of Engineering and Management in Industrial
Jurnal System
Judul Pengendalian Persediaan Suku Cadang Kritis Berdasarkan
Penelitian Analisis FNS
Hasil Hasil dari metode Economic Order Quantity probabilistik
Penelitian terhadap total biaya menunjukkan adanya penurunan biaya
yang signifikan dan peningkatan service level dibandingkan
dengan kebijakan eksisting. Metode EOQ probabilistik
mampu menghasilkan penurunan total biaya 12%-93%
dengan penurunan total biaya persediaan sebesar
Rp.98.485.639 dari total biaya dengan menggunakan metode
1 perusahaan yaitu Rp. 306.304.669 dan peningkatan service
level sebesar 99%-100%. Metode kebijakan pengendalian
yang terpilih adalah EOQ probabilistik karena mampu
meminimalkan ketidaktersediaan suku cadang tiap periode
dibandingkan kebijakan eksisting.
Keterkaitan Penelitian ini dijadikan pedoman dalam penggunaan metode
Penelitian perhitungan pengendalian persediaan yang sama yaitu
Economic Order Quantity (EOQ) Probabilistik. Pada jurnal
ini juga menghitung besarnya reorder point (ROP), safety
stock, total biaya persediaan dan service level dan juga
membandingkan antara total persediaan perusahaan dengan
menggunakan metode yaitu Economic Order Quantity (EOQ)
dan membandingkan service level perusahaan dengan service
level metode Economic Order Quantity (EOQ).
Peneliti Eri Wirdianto, Meiyola Syaflinda, Milana
Tahun 2019
Nama Jurnal Inovasi Vokasional dan Teknologi
Jurnal
2 Judul Evaluasi Model Perencanaan Persediaan Obat dengan
Penelitian Pendekatan Simulasi
Hasil Berdasarkan hasil perhitungan kebijakan persediaan nilai
Penelitian service level dan total cost didapatkan bahwa nilai total cost
dengan metode EOQ menghasilkan nilai sebesar

36
Rp.367.960.003,39 dan service level 92%. Berdasarkan hasil
evaluasi dengan pendekatan simulasi untuk metode EOQ
menunjukkan nilai total cost Rp 295.515.866,79 dan service
level sebesar 93%.
Keterkaitan Penelitian ini dijadikan pedoman dalam penggunaan
Penelitian perhitungan pengendalian persediaan dengan menggunakan
metode EOQ, dimana penelitian ini menghitung reorder
point, total cost persediaan dan service level dengan
menggunakan metode Economic Order Quantity.
Peneliti Putri Aprilia, Said Salim Dahda, Elly Ismiyah
Tahun 2020
Nama Jurnal Sistem dan Teknik Industri
Jurnal
Aplikasi Metode Always Better Control Dan Economic Order
Judul Quantity Probabilistik Pada Perencanaaan Dan Pengendalian
Penelitian
Barang Jadi
Hasil Penelitian ini mengklasifikasikan produk berdasarkan
Penelitian analisis ABC dan menghitung persediaan metode EOQ
probabilistik. Hasil dari perhitungan dengan metode EOQ
probabilistik dengan jumlah pemesanan optimal untuk 44
jenis barang yang termasuk kedalam kelompok A bervariasi
mulai dari 6-771unit, 80 jenis barang yang termasuk kedalam
3 kelompok B bervariasi mulai dari 7-125 unit, dan 132 jenis
barang yang termasuk kedalam kelompok C bervariasi mulai
dari 13-760 unit. Sedangkan untuk ROP kelompok A
bervariasi antara 1687 unit, untuk ROP kelompok B
bervariasi antara 1-21 unit, dan untuk ROP kelompok C
bervariasi antara 1-43 unit. Untuk safety stock barang
kelompok A bervariasi antara 037 unit, untuk kelompok B
bervariasi antara 0-6 unit, dan untuk kelompok C bervariasi
antara 0- 15 unit.
Keterkaitan Penelitian ini dijadikan refrensi yang mana menggunakan
Penelitian metode perhitungan persediaan yang sama yaitu Economic
Order Quantity (EOQ) probabilistik. Pada jurnal ini juga
menghitung besarnya Reorder Point (ROP) dan safety stock
untuk mengantisipasi adanya fluktuasi permintaan.
Peneliti Ciswondo, Anastasia Lidya Maukar
Tahun 2019
4 Nama Journal of Industrial Engineering, Scientific Journal on
Jurnal Research and Application of Industrial System

37
Judul Pengendalian Persediaan Bahan Baku Impor dengan
Penelitian Menggunakan Metode EOQ Probabilistik pada Perusahaan
Cat Industri
Hasil Pada penelitian ini menggunakan metode yang sama yaitu
Penelitian metode Economic Order Quantity (EOQ) probabilistik untuk
mengetahui jumlah pemesanan optimal, safety stock, re-order
point dan frekuensi pemesanan sehingga dapat
meminimalkan total inventory cost. Metode EOQ
probabilistik menerapkan adanya safety stock akan dapat
meminimalkan resiko terjadinya kekurangan bahan baku
import sehingga beban shortage cost pun dapat minimalkan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa metode usulan
memberikan penghematan total inventory cost sebesar Rp
493.832.731 atau diperoleh reduce cost sebesar 66%
dibandingkan metode perusahaan.
Keterkaitan Penelitian ini dijadikan pedoman dalam penggunaan metode
perhitungan persediaan yang sama yaitu EOQ Probabilistik.
Pada jurnal ini juga menerapkan safety stock, reorder point
dan juga menghitung total inventory cost.
Peneliti Neeraj Kumar
Tahun 2019
Nama Journal of Advances and Scholarly Researches in Allied
Jurnal Education
Judul Analyzing the Impact of Economic Order Quantity Model
5 Penelitian on Inventory Management
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi EOQ
Penelitian manajemen persediaan mengakibatkan penurunan biaya
penyimpanan dan pemesanan. Setelah dilakukan perhitungan,
biaya persediaan perusahaan berkurang sekitar 10%.

38
Keterkaitan Penelitian ini dijadikan referensi karena penelitian ini
Penelitian bertujuan untuk mengendalikan persediaan menggunakan
Metode EOQ untuk mengurangi biaya persediaan.
Perbedaannya terletak pada perusahaan yang diteliti, item
yang diteliti, serta langkah-langkah pengolahan data, dimana
peneliti tersebut tidak melakukan forecasting terlebih dahulu
untuk mengetahui demand item yang akan diteliti untuk
menghitung pengendalian persediaan di masa yang akan
datang namun langsung menghitung pengendalian persedian
dan membandingkannya dengan biaya persediaan yang telah
dikeluarkan perusahaan di tahun tersebut.

39

Anda mungkin juga menyukai