Anda di halaman 1dari 2

Jemput Aku Menuju Keabadian

Karya Ika Fityan

Seseorang tua datang dari balik tembok besar dibelakang, ada sebuah meja dengan pemutar musik
diatas nya, lampu temaram hanya di sinari lilin dan sebuah lampu minyak di tembok itu. Kemudian si
orang tua menyalakan musik dan mendengarkan, sebentar kemudian dia seperti menari mengikuti
iringan musiknya. Diambilnya photo seseorang yang ada diatas meja dan diajaknya photo itu
berdansa bersama. Musik perlahan usai dan si orang tua jatuh dalam tangisnya.

Orang tua : aku mengingat sorot mata nya, indah bagai sinar bulan purnama di malam tahun
baru, sorot mata yang selalu menggambarkan kesedihan atas perpisahan yang terjadi malam itu,
begini katanya dulu “aku janji bakal pulang, sabar ya. Sebentar lagi selesai kita bisa menikmati kopi
bersama di bawah matahari senja berdua lagi”
Suara parau itu selalu terngiang dalam fikiran ku,
Ia buat aku menunggu dengan berjuta tanya di dalam fikiran, apakah ia benar akan pulang, apakah
benar ia masih mencintai ku, apakah perpisahan ini akan berakhir dengan pertemuan, atau apakah itu
hanya kalimat penenangku agar tidak merasa begitu sedih ketika melepas dia pergi.

Orang tua itu terduduk dalam sendunya, ia menuangkan kopi atau teh untuk dinikmati namun tanpa
sadar ia menyiapkan untuk dua orang,

Orang tua : dahulu setiap menjelang senja, aku selalu menunggu dia disini, sambil menikmati
matahari terbenam dan dengan sesekali menengok ke teras. Menunggu kedatangan dia pulang, dan
jika malam telah turun aku putuskan masuk untuk bersiap tidur, aku hanya sedikit bergumam “tidak
pulang hari ini” lalu menarik selimut ku dan mematikan lampu.
Setiap malam mimpi ku hanya menyambut dirinya pulang, melihat ia begitu menawan diterpa angin
musim kemarau, daun daun kering berbunyi dibawah kakinya, dan aku berlari kearah nya kemudian
kami berpelukan dengan mesranya,
Terus seperti itu, terdengar membosankan mungkin bagi kalian, tapi percayalah 40 tahun sudah dan
hanya itu yang membuat ku selalu bahagia, aku bahkan berharap tak usah kembali terbangun agar
tidak lagi berpisah dengan nya.

Si orang tua beranjak dari tempat nya, ia kembali dengan membawa sebuah jaket ojol, apapu itu, di
dekap nya jaket itu, kemudian dengan nikmat nya ia menciumi jaket itu, menghisap penuh aroma nya
dan dengan mata yang berbinar ia meringis

Orang tua : ia memiliki mimpi yang besar, untuk dapat mengantarkan paket ke semua orang di
dunia, bagi dia melihat senyuman dari orang-orang yang menerima paket kirimannya adalah
kebahagiaan terbesar baginya, walau terkadang tidak semua orang membalasnya dengan senyuman,
Pernah sesekali waktu ia pulang kerumah dengan keadaan baju yang basar dengan air cucian sebab
orang yang menerima paketnya marah karena pengirimannya telat. Ia menerima perlakuan itu
dengan ikhlas, hanya senyum yang dia bawa sampai ke rumah, walau aku tau sebenarnya ada tangis
dibalik senyuman itu. Di masa senja nya ia terus melanjutkan mimpinya, dan pada suatu sore dia
pulang kerumah dengan sangat bahagia
Dia peluk aku yang sedang menyetrika pakaian di ruang tamu (sambil memeluk jaket nya)
Dalam peluk itu dia berkata, “kini aku tidak hanya akan mengantarkan paket saja, aku juga bisa
mengantar dan menjemput orang-orang yang membutuhkan bantuan ku dalam perjalanan” sambil ia
menunjukkan jaket ini padaku, aku larut dalam emosinya, bahagia yang ia rasakan saat itu begitu
tulus. Mata nya berbinar menunjukan keyakinan yang begitu besar dengan amanah yang saat itu ia
terima. Aku terikut senang dengan nya.
Senyap kemudian, seperti menahan sesuatu, si orang tua kemudian beranjak dari kursinya,
menggantung jaket nya di dinding dan mengganti posisi bangkunya.

Orang tua : tapi siapa yang tau kalau amanah itu menjadi jalannya menuju keabadian, (menangis
dalam senyap nya) sore itu aku tidak memiliki firasat apapun padanya, seperti biasa dia akan
berangkat untuk mengantarkan paket kirimannya, hari sedikit berawan dan sepertinya mau hujan,
daun-daun berguguran dengan lebatnya, angin musim dingin berhembus dengan kencang, aku
mengisyaratkan padanya untuk membawa jas hujannya, ia dengan sigap menurutiku sambil terus
melihat chat dari customernya, lalu sebelum ia berangkat aku melepas kepergiaannya seperti biasa,
namun seperti lebih berat dari sebelumnya, aku memeluk tubuh nya begitu erat. Tak terasa air mata
ku menetes, kemudian dengan lembut kata yang selalu terngiang dalam fikiran ku itu dia ucapkan

“aku janji bakal pulang, sabar ya. Sebentar lagi selesai kita bisa menikmati kopi bersama di bawah
matahari senja berdua lagi”

TANGIS ORANG TUA ITU SEMAKIN MENJADI, IA MERATAP MENATAP KOSONG KEDEPAN.

Orang tua : bukan dirinya yang pulang, melainkan rongsokan motor dan jaket nya saja yang
kembali, jasadnya langsung dilarikan ke rumah sakit, kaki ku lemas ketika mendengar kabar itu,
dengan sisa tenaga yang ku miliki, aku berlari ke tempat itu. Ku lihat tubuh yang selama ini sangat aku
cintai terkulai lemas tak berdaya di rangjang itu,
Aku kecupi keningnya, pipinya, rambutnya, bau anyir masih menyengat dari tubuhnya, tapi aku tidak
perduli. Aku hanya mau menghabiskan waktu ku bersamanya, tidak ada yang lain.
Aku terkulai lemas di sampingnya.

Orang yang mengantarkan jasadnya bilang, suami ibu telah menolong bayi dari penumpang yang ia
bawa saat kecelakaan, ia mengorbankan dirinya di lindas mobil untuk menyelamatkan bayi itu.

“ia telah menjadi pahlawan bagi penumpangnya”

KEADAAN SENYAP SEKETIKA.

Kini sudah 40 tahun berlalu. Aku masih setia di sini, menunggu kedatangannya pulang dan
menjemputku agar kami bisa bersama.

Namun yang aku tidak tau, Apakah orang yang mati bunuh diri dapat bertemu dengan yang mati
kecelaaan.

Selesai...

Jakarta, 17 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai