Purpura Trombositopenia Imun
Purpura Trombositopenia Imun
Pendahuluan
Pupura Trombositopenia Imun (PTI) atau Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)
merupakan kelainan trombosit yang memiliki manifestasi klinis berupa perdarahan oleh
karena trombositopenia yang tidak terkait dengan penyakit sistemik.[1] Penyakit ini
dilaporkan memiliki insidens 3-4:100.000 dengan predileksi pada wanita, terutama wanita
usia subur dan paling banyak ditemukan pada kelompok umur anak-anak atau usia ≥60
tahun.[2]
Namun, terdapat perbedaan pandangan pada pedoman klinis tahun 2019 bila dibandingkan
dengan tahun 2011. Pertama, penggunaan intravenous immunoglobulin (IVIG) yang
direkomendasikan untuk digunakan bersama kortikosteroid untuk meningkatkan jumlah
trombosit pada tahun 2011 tidak lagi dibahas penggunaannya untuk pasien PTI baru pada
pedoman klinis tahun 2019.[3]
Kedua, lama penggunaan kortikosteroid disarankan ≤6 minggu (termasuk dosis pengobatan
dan penyapihan. Bagaimana inisiasi pemberian kortikosteroid berdasarkan skenario klinis
lebih diperjelas pada pedoman klinis tahun 2019.[3]
Penggunaan prednisone pada pedoman klinis ASH tahun 2019 disarankan dengan dosis 0,5-
2mg/kgBB/hari selama 21 hari sebelum dilakukan penyapihan dosis secara berkala hingga
maksimum 6 minggu. Dosis dan lama penggunaan ini lebih singkat dibandingkan tahun 2011
yang menyarankan penggunaan prednisone 1 mg/kgBB/hari selama 21 hari dengan lama
pengobatan lebih 6 minggu[3,4]
Penggunaan dexamethasone pada pedoman klinis tahun 2019 direkomendasikan pada dosis
40 mg/hari selama 4 hari. Penggunaan dexamethasone dapat dipertimbangkan bila
peningkatan trombosit dibutuhkan dalam jangka pendek (7 hari).[3]
Sebelum melakukan inisiasi kortikosteroid, pasien perlu mendapat edukasi mengenai efek
samping dari kortikosteroid seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan berat badan,
deposisi lemak pada daerah tertentu, kadar glukosa darah, perubahan mood, gangguan
saluran pencernaan, glukoma, miopati, dan osteoporosis.[3]
Rituximab
Penggunaan kombinasi rituximab terhadap kortikosteroid tidak dianjurkan sebagai terapi lini
pertama pada pasien PTI mengingat harga rituximab yang mahal dan masih terbatasnya
data studi sebelumnya terkait efektivitas rituximab. Dosis dari penelitian sebelumnya masih
bervariasi, dari 100 mg/minggu diberikan selama 4 kali dosis hingga 375 mg/m 2 diberikan
selama 4 kali dosis.[3,7,8]
Sedangkan pada pasien PTI yang sedang dalam menjalani pengobatan dengan jumlah
trombosit <20x109/L tanpa gejala atau didapatkan perdarahan ringan, observasi rawat jalan
dapat dipertimbangkan. Namun, pada pasien refrakter terhadap pengobatan, indikasi sosial,
adanya komorbid lain yang dapat meningkatkan risiko perdarahan, maupun perdarahan
nyata, perawatan di Rumah sakit dianjurkan.[3]
Pada kelompok pasien dengan jumlah trombosit ≥20x10 9/L yang asimtomatik atau
didapatkan perdarahan ringan, observasi rawat jalan dapat dipertimbangkan. Namun,
perawatan di Rumah sakit dapat dipertimbangkan pada pasien yang masih belum
terdiagnosis pasti, memiliki komorbid yang meningkatkan risiko perdarahan, atau
perdarahan nyata yang berpotensi mengganggu hemodinamik.[3]
Bagaimana Tatalaksana PTI pada Pasien Dewasa yang Dependen Kortikosteroid?
Tatalaksana pasien PTI dewasa yang dependen kortikosteroid menurut pedoman klinis ASH
tahun 2019 meliputi Thrombopoietin Receptor Agonist (TPO-RA), rituximab, dan
splenektomi berdasarkan lama terdiagnosis PTI dan berbagai faktor seperti kesediaan pasien
menjalani terapi bedah, peluang terjadinya durable response, dan keinginan pasien untuk
menghindari terapi jangka panjang.[3]
Hingga saat ini belum ada penelitian yang mengkaji superioritas dari ketiga tatalaksana PTI
pada pasien yang dependen kortikosteroid. Namun, pedoman klinis ASH tahun 2019
merekomendasikan penggunaan TPO-RA dan rituximab pada pasien yang terdiagnosis PTI
selama 3-12 bulan. Penggunaan splenektomi ditambahkan pada alternatif pilihan terapi lini
kedua pada pasien yang terdiagnosis PTI lebih dari 12 bulan. Hal ini dikarenakan peluang
terjadinya remisi spontan pada tahun pertama sejak terdiagnosis.[3]
Romiplastin dapat digunakan secara injeksi subkutan tiap 7 hari dengan dosis awal 1
g/kgBB dan dapat dititrasi 1 g/kgBB tiap minggu untuk mencapai kadar trombosit yang
diinginkan dengan dosis maksimal 10 g/kgBB tiap minggu hingga tercapai remisi.[9]
Hingga saat ini, penggunaan rituximab sebagai lini kedua PTI memiliki skenario pemberian
yang sama dengan terapi inisial PTI, yaitu 100 mg/minggu diberikan selama 4 kali dosis
hingga 375 mg/m2 diberikan selama 4 kali dosis.[10]
Kesimpulan
Pada pedoman ASH 2019, didapatkan paradigma baru mengenai pandangan dan
manajemen PTI. Indikasi terapi lini pertama, yaitu inisiasi kortikosteroid pada pasien PTI
baru terdiagnosis yang memiliki trombosit <30x10 9/L baik asimtomatik atau dengan adanya
perdarahan ringan atau pasien yang memiliki trombosit ≥30x10 9/L setelah
memertimbangkan faktor komorbid pasien, riwayat atau sedang dalam penggunaan obat-
obatan yang berpotensi untuk meningkatkan risiko perdarahan seperti antikoagulan,
maupun kelompok usia ≥60 tahun atau akan menjalani prosedur tertentu. Indikasi
perawatan di Rumah sakit dipertimbangkan pada pasien PTI baru dengan jumlah trombosit
<20x109/L tanpa adanya perdarahan atau perdarahan mukokutan ringan. Sedangkan pada
pasien PTI yang sedang menjalani pengobatan, indikasi perawatan di Rumah sakit
disesuaikan dengan pertimbangan berbagai faktor seperti indikasi sosial, adanya komorbid
lain yang dapat meningkatkan risiko perdarahan, perdarahan nyata, maupun proses
penegakan diagnosis. Terapi lini kedua PTI terdiri dari TPO-RA, splenektomi, dan rituximab
tergantung dari lama menderita PTI dan pertimbangan berbagai faktor seperti kesediaan
pasien menjalani terapi bedah, peluang terjadinya durable response, dan keinginan pasien
untuk menghindari terapi jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
1.Zainal A, Salama A, Alweis R. Immune thrombocytopenic purpura. Journal of Community
Hospital Internal Medicine Perspectives. 2019;9(1):59-61.
2.Moulis G, Lapeyre-Mestre M, Adoue D, Sailler L. Epidemiology and pharmacoepidemiology
of immune thrombocytopenia. La Revue de Medecine Interne. 2017;38(7):444-9.
3.Neunert C, Terrell DR, Arnold DM, Buchanan G, Cines DB, Cooper N, et al. American
Society of Hematology 2019 guidelines for immune thrombocytopenia. Blood.
2019;3(23):3829-66.
4.Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther M. The American Society of
Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia.
Blood. 2011;117(16):4190-207.
5.Miller A, Hoogstraten B, Staquet M, Winkler A. Reporting results of cancer treatment.
Cancer. 1981;47(1):207-14.
6.Kaufman RM, Djulbegovic B, Gernsheimer T, Kleinman S, Tinmouth AT, Capocelli KE, et al.
Platelet Transfusion: A Clinical Practice Guideline From the AABB. Annals of internal
medicine. 2015;162(3):205-13.
7.Li Z, Mou W, Lu G, Cao J, He X, Pan X, et al. Low-dose rituximab combined with short-term
glucocorticoids up-regulates Treg cell levels in patients with immune
thrombocytopenia. International Journal of Hematology. 2011;93(1):91-8.
8.Gudbrandsdottir S, Birgens H, Frederiksen H, Jensen B, Jensen M, Kjeldsen L, et al.
Rituximab and dexamethasone vs dexamethasone monotherapy in newly diagnosed
patients with primary immune thrombocytopenia. BLOOD. 2013;121(11):1976-81.
9.Al-Samkari H, Kuter DJ. Optimal use of thrombopoietin receptor agonists in immune
thrombocytopenia. Therapeutic Advances in Hematology.
2019;2019:2040620719841735.
10.Lucchini E, Zaja F, Bussel J. Rituximab in the treatment of immune thrombocytopenia:
what is the role of this agent in 2019? Haemtologica. 2019;104(6):1124-35.