Anda di halaman 1dari 6

1.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung
pada sistem organ yang terlibat dalam thrombus/infark atau
episode perdarahan. DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala,
seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan
pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal
lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati (Gando S.A
multicenter, 2006).
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada KID
adalah perdarahan, thrombosis atau keduanya, dan pada kasus
yang berat dapat disertai gangguan satu atau lebih organ dalam
(Franchini M. et al, 2006).
Manifestasi klinis yang sering dilihat pada DIC antara lain :
a. Sirkulasi
1) Dapat terjadi syok hemoragik
b. Susunan Saraf Pusat
1) Penurunan kesadaran dari yang ringan sampai
koma
2) Perdarahan intracranial
c. Sistem kardiovaskular
1) Hipotensi
2) Takikardi
3) Kolapsnya pembuluh darah perifer
d. Sistem respirasi
1) Pada keadaan DIC berat dapat mengakibatkan
gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian
e. Sistem Gastrointestinal
1) Hematemesis
2) Hematochezia
f. Sistem Genitourinaria
1) Hematuria
2) Oliguria
3) Metrorhagia
4) Perdarahan uterus
g. Sistem dermatologi
1) Petechiae
2) Jaundice (akibat disfungsi hati atau hemolysis)
3) Purpura
4) Bulae hemoragik
5) Akralsianosis
6) Nekrosis kulit pada ekstremitas bawah
7) Infark lokal atau gangrene
8) Hematoma dan mudah terjadinya perdarahan
pada tempat luka
9) Trombosis
2. Penatalaksanaan
Penyebab dan manifestasi klinis KID yang amat heterogen
membuat pendekatan terapi KID menjadi sulit. Tata laksana KID
adalah terapi kondisi yang mendasarinya, terapi pengganti dan
suportif, serta kontrol mekanisme yang mendasarinya (Franchini M.
et al, 2006).
Penatalaksanaan KID yang utama adalah mengobati
penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan,
pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian
pengobatan lainnya yang bersifat suportif dapat diberikan.
a. Antikoagulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan
menghentikan proses pembekuan, baik yang disebabkan
oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski
pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan
menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik
pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikasi
perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 u/jam
dalam infus kontinu.
Indikasi :
1) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
2) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah
diatasi
3) Terdapat tanda-tanda thrombosis dalam
mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal
nafas.
Dosis :
100 iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam
(750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya
disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol.
Low molecular weight heparin dapat menggantikan
unfractionated heparin.
b. Plasma dan Trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus
bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada
pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur
invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian
plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam
plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu
saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan
seluruh faktor pembekuan.
c. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID,
meski biaya pengobatan ini cukup mahal.
Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT
III<70%
Dosis :
1) Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap
8 jam dengan infus kontinu selama 3-5 hari.
2) Rumus :
a) 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III >
120%
b) ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III >
125%
d. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan
perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian
antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan
menghambat proses fibrinolysis sehingga fibrin yang
terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang
terjadi akan semakin berat.
Pada pasien dengan perdarahan berat, terapi
antifibrinolitik dapat dipertimbangkan, terutama pada
kasus APL dan beberapa kasus KID pada kanker prostat.
Pada kasus yang lain, belum terdapat bukti yang dapat
mendukung pemberian antifibrinolitik (Levi M, 2007).
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain
mengobati penyakit mendasarinya, misalnya jika karena
infeksi, maka bom antibiotik diperlukan untuk fase akut,
sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin
harus dilahirkan secepatnya.
Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya
diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk
dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif,
memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko
komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini
berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen
darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran,
namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan
terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal.
Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk
memberi trombosit dan komponen plasma, untuk
memperbaiki kondisi perdarahan.
Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai
ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno
ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas
antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi
fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi,
namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis
lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi
clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis
dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus
kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal
setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus
heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak
menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.
Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat
menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman
DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga
dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC.
Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko
kematian yang harus dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, A. (2015). Koagulasi Intravaskuler Diseminata pada Kanker.
Indonesian Journal of Cancer, 9, (3), 119-125

Franchini M, Lippi G, Manzato F. (2006). Recent acquisitions in the


pathophysiology, diagnosis, and treatment of disseminated intravascular
coagulation. Thrombosis Journal, 4, (4), 1-9

Mannucci PM, Levi M. (2007). Prevention and treatment of major blood


loss. N Engl J Med, 356:2301-11

Anda mungkin juga menyukai