Anda di halaman 1dari 85

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

Disusun Oleh :

Putu Ita Wijayanti, S.Kep


21089142067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2022
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners dengan
Judul Laporan :
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

Disusun Oleh :
Putu Ita Wijayanti, S.Kep
21089142067

PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH RUANG


HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners


ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

Adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama Mahasiswa : Putu Ita Wijayanti, S.Kep


NIM : 21089142067
Tanggal : 04 Juni 2022
Tanda Tangan :

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

Telah disetujui dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diujikan pada
tanggal ……

Pembimbing

( Ns.Kadek Diah Purnamayanti, S.Kep.,M.Kep)

Mengetahui
Kepala Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

( Ns. Ni Made Dwi Yunica Astari, S.Kep.,M.Kep )

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners dengan Judul :


ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan untuk memperoleh Gelar Ners Pada Program Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

Penguji II
Penguji 1

Ditetapkan di ( Ns.
: Kadek Diah Purnamayanti, S.Kep.,M.Kep)
( Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep.,M.Kes)
Pada Tanggal :

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan KIA-N
ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney
Disease (Ckd) Dengan Intervensi Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Masalah Nyeri Akut Di Ruang Hemodialisa Rsud Karangasem”.
Penyusunan KIA-N ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu peneliti ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Orang tua dan adik-adik saya yang selama ini telah menjadi motivasi
terbesar saya, yang senantiasa selalu memberikan dukungan dan doa
sampai terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ns. I Made Sundayana, S.Kep., M.Si selaku Ketua Departemen
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.
3. Ibu Ns. Ni Made Dwi Yunica Astari, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua
Program Studi Profesi Ners di STIKes Buleleng.
4. Ibuk Ns. Kadek Diah Purnamayanti, S.Kep.,M.Kep selaku Dosen
Pembimbing I KIA-N yang telah sabar membimbing, memberikan
motivasi, dukungan, saran, waktu dan arahan selama proses penyusunan
KIA-N.
5. Serta Ibuk Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep.,M.Kes selaku Dosen
Penguji yang telah menyediakan waktu untuk saya dalam melaksanakan
ujian KIA-N serta berkenan memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Penulis menyadari bahwa penyusunan KIA-N ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karna itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan
kritik yang dapat menyempurnakan skripsi ini.
Singaraja, 04 Juni 2022
(Putu Ita Wijayanti)

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai Mahasiswa Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Buleleng,saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Putu Ita Wijayanti,S.Kep
NIM : 2108912067
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng. Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ( Non-eklusive Royalti-Rfee Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul :
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM
Beserta perangkat yang ada ( jika diperlukan). Dengan Bebas Royalti
Noneksklusif ini Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis dan pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : STIKes Buleleng


Pada tanggal : 04 Juni 2022
Yang menyatakan

(Putu Ita Wijayanti,S.Kep)

vi
ANALISIS ASUHANN KEPERAWATAN PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP MASALAH NYERI AKUT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KARANGASEM
PUTU ITA WIJAYANTI,S.KEP
Wijayantiita06@gmail.com

Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah fungsi ginjal yang bersifat peristen dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan,sedang, dan berat.
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang timbul bila mana jaringan
sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri. Tujuan dari penulis dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan nyeri pada proses hemodialisis dengan
melaporkan tindakan terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri.
Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif dengan pemaparan studi
kasus melalui pendekatan asuhankeperawatan yakni pengkajian,penegakkan
diagnosa,perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Tindakan
keperawatan dilakukan 1x4 jam yang dilakukan pada klien dengan CKD yang
menjalani hemodialisa adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan nyeri. Masalah nyeri akut teratasi pada klien teratasi dan dibutuhakn
kerjasama antara petugas medis, klien dan keluarga agar asuhan keperawatan
dapat berhasil secara maksimal.
Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik (GGK), Nyeri, Terapi Relaksasi Nafas Dalam.

vii
NURSING CARE ANALYSIS OF CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
PATIENTS WITH INTERVENTION OF DEEP RELAXATION THERAPY
ON ACUTE PAIN PROBLEMS IN THE HEMODIALIZATION ROOM OF
RSUD Karangasem
PUTU ITA WIJAYANTI, S. KEP
Wijayantiita06@gmail.com

Nursing Education Study Program, Buleleng School of Health Sciences

ABSTRACT

Chronic renal failure (CKD) is a kidney function that is persistent and irreversible.
Meanwhile, impaired kidney function is a decrease in the glomerular filtration rate
which can be classified into mild, moderate, and severe categories. Pain is a
defense mechanism of the body that arises when the tissue is being damaged
which causes the individual to react by moving the painful stimulus. The purpose
of the author is to understand nursing care in patients with pain in the
hemodialysis process by reporting the action of deep breathing relaxation therapy
to reduce pain. The method used by the author is a descriptive method with case
study exposure through a nursing care approach, namely assessment, diagnosis
enforcement, planning, implementation, and nursing evaluation. Nursing actions
carried out 1x4 hours carried out on clients with CKD undergoing hemodialysis
are teaching deep breathing relaxation techniques to reduce pain. The problem of
acute pain is resolved in the client and it requires cooperation between medical
staff, clients and families so that nursing care can be maximally successful.
Keywords: Chronic Renal Failure (CKD), Pain, Deep Breathing Relaxation
Therapy.

viii
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ....................................... vi

ABSTRAK .......................................................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xi

DAFTAR SKEMA .............................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

B. Tujuan ......................................................................................................................... 4

C. Manfaat ....................................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 7

A. Konsep Dasar Penyakit ............................................................................................... 7

B. KONSEP DASAR HEMODIALISA ........................................................................ 23

C. KONSEP DASAR NYERI ....................................................................................... 26

D. KONSEP TERAPI PROGRESIF.............................................................................. 33

ix
E. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI ....................................... 37

F. Kerangka Konsep ...................................................................................................... 45

BAB III METODE ............................................................................................................. 47

1. Jenis/ desain .............................................................................................................. 47

2. Subyek Studi Kasus .................................................................................................. 47

3. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ................................................................................. 47

4. Definisi Operasional.................................................................................................. 47

5. Instrument Studi Kasus ............................................................................................. 47

6. Metode Pengumpulan Data ....................................................................................... 48

7. Analisis Data dan Penyajian Data ............................................................................. 48

8. Etika Studi Kasus ...................................................................................................... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 51

1. Profil Lahan Praktek ................................................................................................. 51

2. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan ................................................................... 55

3. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan .................................................................. 60

4. Pembahasan ............................................................................................................... 60

5. Keterbatasan Studi Kasus.......................................................................................... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 64

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 65

B. Saran .......................................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 69

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG ..................................... 21

DAFTAR SKEMA
Skema 2. 1 Web og Caution CKD ....................................................................................... 11

Skema 2. 2 Konsep Teori Asuhan Keperawatan Pasien Dengan CKD Dengan


Intervensi Terapi Relaksasi Napas Dalam Terhadap Masalah Nyeri
Akut. ................................................................................................................... 46

DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) ......................................................................................... 11

Tabel 2. 2 Rencana Asuhan Keperawatan............................................................................ 40

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan

atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &

Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai

kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,

progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh

gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan

elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu

penurunan laju filtrasi glomelurus yang dapat digolongkan dalam kategori

ringan, sedang dan berat (Mansjoer,2007).

Pada tahun 2011 sekitar 113.136 pasien di Amerika Serikat

mengalami End Stage Renal Diseasse (ESDR), penyebab utamanya

adalah diabetes dan hipertensi dengan jumlah kasus terbanyak ditemukan

pada usia lebih dari 70 tahun. Penelitian di Amerika Serikat risiko 2,3 kali

mengalami PGK bagi orang yang mengonsumsi cola dua gelas atau lebih

per hari.

Prevalensi gagal ginjal pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan (0,2%). Berdasarkan karakteristik umur

1
2

prevalensi tertinggi pada kategori usia diatas 75 tahun (0,6%), dimana

mulai terjadi peningkatan pada usia 35 tahun ke atas.

Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gagal ginjal yaitu

hemodialisa. Hemodialisa merupakan prosedur pembersihan darah melalui

ginjal buatan atau dialyzer dan dibantu pelaksanaannya oleh mesin. Terapi

ini digarapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang

usia harapan hidup pasien denga gagalginjal kronik. Namun, terapi ini juga

tidak dapat memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi

hilangnya hirmon endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal.

Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul

bila mana jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut

bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008

dalam Saifullah, 2017). Nyeri menurut Rospond (2018) merupakan sensasi

yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa,

sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik, provokasi

saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress,

atau menderita.

Menurut Handayani (2018) nyeri adalah kejadian yang tidak

menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu. Nyeri

terjadi akibat adanya system nosiceptor yang berperan dalam mengatur

tercetusnya nyeri. Impuls yang diterima oleh ujung saraf bebas atau saraf

afferent akan meneruskan ke korteks melalui reseptor atau nosiceptor yang

selanjutnya akan dipersepsikan nyeri (Zakiah, 2015). Nyeri hebat yang


3

dirasakan oleh pasien akan berdampak pada peningkatan kerja saraf

simpatik yang mengakibatkan terjadinya peningkatan nadi, tekanan darah,

dan dilatasi pupil (Helms dan Barone, 2018).

Terdapat dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen

farmakologi dan non farmakologi. Manajemen farmakologi yaitu dengan

memberikan obat – obatan analgesic. Sedangkan manajemen

nonfarmakologi lebih murah simpel, dan tanpa efek yang merugikan

(Mack, 2019) .

Salah satu terapi non farmakologi yaitu terapi relaksasi nafas dalam

dan lambat yang dapat mengstimulasi respons saraf otonom melalui

pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan

respon saraf simpatis dan peningkatan respon parasimparis. Stimulasi saraf

simpatis meningkatkan aktivitas tubuh atau relaksasi 7 sehingga dapat

menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary & Madanmohan, 2014)

dalam Budiansyah 2017. Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang

tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik

relaksai, untuk mendapat perasaan relaksasi (Townsend, 2018). Relaksasi

progresif merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dengan

angkaian kontraksi serta relaksasi otot (P. A. Potter & Perry, 2019).

Relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang memerlukan

imajinasi dan sugesti (Davis, 2018).


4

Menurut Rahmayanti (2018, dalam Patasik, 2017) relaksasi adalah

sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dan tekanan dan kecemasan

atau kembalinya keseimbangan setelah terjadinya gangguan. Secara

fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin

dan non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung,

penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi napas, penurunan

ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan

temperatur pada ekstremitas.

Berdasarkan dari survey pendahuluan yang dilakukan di ruang

Hemodialisa RSUD Karangasem dari tanggal 23 mei 2022- 18 juni 2022

didapatkan data pasien yang didiagnosa dengan CKD yaitu sebanyak 18

orang. Tindakan keperawatan yang diberikan di ruangan yaitu menerapkan

terapi relaksasi napas dalam untuk mengurangi pasien dari rasa nyeri yang

dirasakan selain melakukan tindakan kolaborasi dan tindakan hemodialisa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan studi

kasus dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Crinic Kidney

Disease (CKD) dengan Intervensi Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Masalah Nyeri Akut Di Ruang Hemodialisa Rsud Karangasem “.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Karya Tulis Ilmiah Akhir (KIA) Ners ini bertujuan untuk

menjelaskan Asuhan Keperawatan dengan pemberian terapi


5

relaksasi nafas dalam pada pasien dengan masalah keperawatan

nyeri akut di ruang hemodialisa RSUD Karangasem.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis kasus kelolaan pada pasien dengan

diagnosa medis Cronic Kidney Disease (CKD)

b. Untuk menganalisis intervensi pemberian terapi relaksasi

Nafas Dalam terhadap maslah nyeri akut

C. Manfaat

1. Manfaat Keilmuan

Memberikan informasi dan sebagai sumber informasi

dalam pengembangan dalam ilmu pengetahuan tentang cara

mengurangi nyeri dengan teknik non farmakologi yaitu dengan

teapi relaksasi nafas dalam.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis

tentang asuhan keperawatan dengan masalah CKD selain

itu karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah

satu cara penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang di

peroleh di dalam perkuliahan.

b. Bagi Tempat Praktek

Dapat menjadi bahan masukan bagi seluruh perawat

untuk mengambil lamngkh-langkah kebijakan dalam


6

rangka upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan

pasien dengan CKD

c. Bagi Masyarakat/Pasien

Memberikan informasi kepada masyarakat atau

pasien sebagai sumber informasi dalam pengembangan

dalam ilmu pengetahuan tentang cara mengurangi nyeri

dengan teknik non farmakologi yang dapat diaplikasikan

nantinya di rumah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau

tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana

ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan

samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan

metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia

atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu

penurunan laju filtrasi glomelurus yang dapat digolongkan dalam kategori

ringan, sedang dan berat (Mansjoer,2007).

2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronikdiperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini

meningkat sekitar 8%setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta

diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya.

Di negara-negara berkembang lainnya, insiden inidiperkirakan sekitar 40-

60 kasus perjuta penduduk pertahun.

7
8

Beberapa faktor berpengaruh terhadap tingkat insidensi dan prevaluasi

yang beragam, faktor seperti distribusi penyakit gagal ginjal yang mendasari dan

kualitas pelayanan medis yang bersedia untuk pasien. CKD preterminal memili

pengaruh signifikasi terhadap hasil ahkir pasien. Tingkat insidensi dan prevalensi

CKD secara umum lebih besar pad anak laki-laki dibanding anak perempuan,

untuk ras tingkat insidensi ESRD pada anak-anak berkulit hitam di America Utara

adalah dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan angka berkulit putih tampak

memperdulikan jenis kelamin.

3. Etiologi

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler

(nefrosklerosis), proses obstruksi ( kalkusi), penyakit kolagen (luris sutemik),

agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).

Penyebab GGK menurut Price, 2006 ; 817, dibagi menjadi delapan kelas,

antara lain :

• Infeksi misalnya pielonefritis kronik

• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus

sistemik, sklerosis sistemik progresif

• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal

polikistik, asidosis tubulus ginjal

• Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatirodisme


9

• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik

• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli

neoplasma. Saluran kemih bagian bawah ; hipertropi prostat.

4. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari

namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya masa ginjal. Sebagai upaya kompesnsi, terjadilah

hipertroti struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang di perantarai

oleh molekul rasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya terjadi

hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Pada adaptasi ini berlangsung singkat, sehingga akibatnya terjadi suatu proses

maladaptasi berupa sklerosis nefron yng masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti

dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya

sudah tidak aktif lagi. (suwitra, 2009)

Ketidakseimbangan nutrisi dan cairan terjadi karena ketidakmampuan

ginjal untuk memikat urine. Hiperkalemia karena kerusakan reabsorbsi bikrbonat

dan produksi amonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi

akibat sekresi hormon peuzitiroid, peningkatan tospat plasma (penurunan kalsium

serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium usus anemia terjadi terjadi

kerena gangguan pruksi sel darah merah penurunan rentang hidup sel darah

merah, peningkatan kecendrungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit)

perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai

proses biokimia. (Chirs tauto dkk, 2014)


10

WOC

Penurunan GFR

Penurunan Fungsi ginjal

Hipertofi nefron

Aliran darah ginjal kurang

GFR< 5%

CKD

HEMODIALISA

Pre HD Intra HD Post HD

Proses HD
Adanya akses vascular
Metabolisme
Aliran darah
ke ginjal
Difusi Adanya Adanya
HCL Area
ultrafiltrasi kanulasi aneurisma >
pemasangan
2 mm
akses vaskular
Iritasi Kerja ginjal
lambung Keluarnya Luka fungsi
cairan tubuh
Nyeri
Retensi Masuknya
Ketidakseim Intoleran
bangan Na+H2O kuman
aktivitas
nutrisi
kurang dari Defisien
kebutuhan volume
tubuh cairan
11

Odema, BB Risiko infeksi


pre HD > BB
kering

Kelebihan Skema 2. 1 Web og Caution CKD


volume
cairan
5. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju

Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2

dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage)

LFG (Laju Filtration Glomerulus)

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

6. Gejala Klinis

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

2. Kelainan saluran cerna


12

a. Mual, muntah disebabkan oleh iritasi/rangsang mukosa

lambung dan usus.

b. Stomayitis uremia

Mukosa kerig, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva

banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan

mulut.

3. Kelainan mata

4. Kardiovaskuler : hipertensi, pembesaran vena leher.

5. Kelainan kulit

a. Gatal : terutama pada klien dengan dialisis rutin karena :

• Alergi bahan-bahan dalam proses HD

• Kulit kering dan bersisik

• Kulit mudah memar

➢ Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin

serum normal dan penderita asimptomatik.

b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah

rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum

meningkat.

c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.


13

➢ K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari

tingkat penurunan LFG :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten

dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara

60-89 mL/menit/1,73 m2

c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

e. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal

ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance

Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x

creatini serum )

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. (Corwin, 1994)

7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat

Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana

dapat mempengaruhi system saraf pusat

TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

b. Sistem pernapasan
14

Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa

kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk

melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

c. Sitem hematologi

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan

adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.

Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat,

akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,

gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari

penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi

elektrikal otot ventrikel.

Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami

perdarahan sekunder dari trombositopenia.

d. Sistem neuromuskuler

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti

perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan

adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,

retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

e. Sistem kardiovaskuler
15

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

aktivitas system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak

napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner

akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat

penimbunan cairan dan hipertensi.

f. Sistem Endokrin

Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki

akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun.

Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita

timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.

Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)

terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh

hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan

obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic

lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.

g. Sistem Perkemihan

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan

libido berat

h. Sistem pencernaan

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder

dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
16

cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan.

i. Sistem Muskuloskeletal

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki

(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,

pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,

fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan

sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik

secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari

hipertensi.

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Pemeriksaan penunjang lain selain pemeriksaan lab ialah

pemeriksaandiagnostik. Pemeriksaan diagnostik pada klien CKD menurut

Doenges,Moorhouse, dan Mur (2010) terdiri dari:

1. CT scan merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan

sinarX-Ray lalu dilihat melalui komputer untuk menghasilkan gambaran

ginjalyang lebih detail. CT scan berfungsi untuk melihat gangguan

pada pembuluh darah ginjal dan adanya massa pada ginjal

2. USG Renal merupakan tindakan yang dilakukan dengan gelombang

suara berfrekuensi tinggi dan divisiualisasikan melalui gambar di kompute

r.Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada hiperfiltrasi

padaginjal, obstruksi pada sistem perkemihan, atau ada massa


17

3. X-Ray abdomen menunjukkan gambaran tentang ginjal, ureter,

dankandung kemih. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ukuran

danstruktur organ

4. VCUG (Voiding Cystourethogram) merupakan pemeriksaan X Ray

yangspesifik dimana pemeriksaannya dilakukan saat kandung kemih terisi

dansaat kosong. Hal ini bertujuan untuk melihat ukuran kandung kemih

danapakah terjadi retensi akibat obstruktif

5. Renal biopsy tindakan mengambil jaringan untuk dibawa ke

laboratoriumagar diidentifikasi. Indikasi dari tindakan ini ialah adanya

kerusakan padaginjal, ditemukannya proteinuria

9. Diagnosis

Diagnosis ditetapkan setelah mengetahui gejala, riwayat penyakit

penderita dan keluarga, serta melakukan pemeriksaan fisik. Untuk memastikan

kondisi ginjal penderita, dokter perlu melakukan beberapa tes untuk

menilai fungsi ginjal dan mendeteksi kerusakan ginjal. Tes tersebut meliputi:

• Tes darah. Tes ini untuk mengetahui kerja ginjal dengan melihat kadar

limbah dalam darah, seperti kreatinin dan ureum.

• Tes urine. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi tidak

normal yang mengindikasikan kerusakan ginjal. Dalam tes ini, kadar

albumin dan kreatinin dalam urine diperiksa, begitu juga keberadaan

protein atau darah dalam urine.

• Pemindaian. Pemindaian ini bertujuan melihat struktur dan ukuran ginjal,

dan dapat dilakukan dengan USG, MRI, dan CT scan.


18

• Biopsi ginjal. Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari

jaringan ginjal, yang selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk

menentukan penyebab kerusakan ginjal.

Setelah hasil tes menunjukkan indikasi gagal ginjal, dokter perlu

mengetahui fungsi ginjal yang masih tersisa dan stadium gagal ginjal yang

dialami penderita melalui pemeriksaan laju filtrasi glomerulus atau LFG.

Pemeriksaan LFG atau eGFR mengukur penyaringan limbah dalam darah

oleh ginjal berdasarkan kadar kreatinin dalam darah, usia ukuran tubuh, dan jenis

kelamin. Tes LFG ini dibutuhkan guna menentukan langkah pengobatan yang

sesuai. Berdasarkan pemeriksaan LFG, maka stadium gagal ginjal dapat terbagi

menjadi:

• Stadium 1, nilai LFG di atas 90.

• Stadium 2, nilai LFG 60 hingga 89.

• Stadium 3, nilai LFG 30 hingga 59.

• Stadium 4, nilai LFG 15 hingga 29.

• Stadium 5, nilai LFG di bawah 15.

Pada orang dewasa, nilai LFG normal berada di atas 90, meski seiring

penambahan usia, nilai tesebut dapat berkurang walaupun tanpa penyakit ginjal.

Nilai rata-rata LFG berdasarkan usia adalah:

• Usia 20-29, nilai LFG rata-rata 116.

• Usia 30-39, nilai LFG rata-rata 107

• USia 40-49, nilai LFG rata-rata 99

• Usia 50-59, nilai LFG rata-rata 85.


19

• Usia diatas 70 tahun, nilai LFG rata-rata 75.

Selain nilai rata-rata LFG, tes untuk melihat kadar albumin dalam darah

maupun urine juga akan dilakukan guna menentukan tingkat keparahan penyakit

GGK. Seseorang dinyatakan mengalami gagal ginjal kronis jika selama 3 bulan,

nillai rata-rata LFG di bawah 60 dengan ditandai kadar protein (albumin) yang

tinggi dalam urine.

Hasil LFG dari waktu ke waktu dapat naik atau turun. Perubahan nilai

LFG yang begitu besar dapat membuat stadium penderita bertambah atau

menurun. Namun yang terpenting, nilai rata-rata LFG tidak menunjukkan hasil

yang semakin menurun.

10. Therapy /Tindakan Penanganan

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama

mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;

Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK

namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan

adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.

Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :

1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara

mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol

berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan

protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <
20

50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat

untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)

2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,

perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;

3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;

4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black &

Hawks, 2005).

5. Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10

ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :

a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

c. Overload cairan (edema paru)

d. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

e. Efusi perikardial

f. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,


21

yaitu:

Gambar 2. 1 Penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG

➢ Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal konik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisisperitoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,2006).

o Dialisis yang meliputi :

▪ Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk

mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Terapi

dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang

belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal.

Adapun indikasi HD adalah :

1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien

GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi

ginjalnya pulih.

2. Pasien- pasien tersebut dinyatakan memerlukan

hemodialisa apabila terdapat indikasi ;

a. Hiperkalemia>17mg/lt
22

b. Kegagalan terapi konservatif

c. Kelebihan cairan

d. Mual dan muntah hebat

11. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan

mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer

dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,

dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan

peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion

anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.


23

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

B. KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. Pengertian

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal

stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi

jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk

mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan

mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir

gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu

singkat. Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah

kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit

ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau

endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta

terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2006 ;

Nursalam, 2006).

2. Tujuan

Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut

diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi


24

(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin,

dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam

mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat

ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan

fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program

pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009). Dialisis didefinisikan

sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui membran semipermeabel

sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan utama

Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan

intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis

dilakukan dengan memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari

darah ke dialisat. dan dengan memindahkan zat terlarut lain seperti

bikarbonat dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat terlarut dan berat

molekul merupakan penentu utama laju difusi. Molekul kecil, seperti urea,

cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang kompleks serta

molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan zat

terlarut yang terikat protein seperti pcresol, lebih lambat berdifusi.

Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di

membran dengan bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh gradien

tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah proses yang dinamakan

ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)). Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada

perubahan dalam konsentrasi zat terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini

adalah untuk membuang kelebihan cairan tubuh total. Sesi tiap dialisis,
25

status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan dialisis dapat

disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah

namun berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan

cairan dan zat terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk

menghilangkan komplek gejala (symptoms) yang dikenal sebagai sindrom

uremi (uremic syndrome), walaupun sulit membuktikan bahwa disfungsi

sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari akumulasi zat terlarut

tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).

3. Prinsip

yang mendasari kerja hemodialisis Aliran darah pada hemodialisis

yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien

ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan

lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata

atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang

halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan

melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di

sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan

terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth,

2006). Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,

osmosis, ultrafiltrasi.

4. Akses sirkulasi darah pasien


26

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan

femoralis, fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada

hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk

pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam

pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara (Barnett

& Pinikaha, 2007). Fistula yang lebih permanen dibuat melalui

pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara

menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan

vena secara side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh

darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi

matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2011).

5. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis

Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai

upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat

menyembuhkan penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis

dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal

(Anita, 2012). Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang

cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor

yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan

protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan

protein dengan nilai biologis tinggi.

C. KONSEP DASAR NYERI

1. Definisi
27

Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bila

mana jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi

dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008 dalam

Saifullah, 2015). Nyeri menurut Rospond (2008) merupakan sensasi yang

penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa, sentuhan,

dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik, provokasi saraf-saraf

sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau

menderita. Menurut Handayani (2015) nyeri adalah kejadian yang tidak

menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu. Menurut

Andarmoyo (2013) nyeri adalah ketidaknyamanan yang dapat disebabkan

oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera. Sedangkan

menurut Kozier & Erb dalam Nurrahman (2009) mengatakan bahwa nyeri

adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak

dapat dibagi dengan orang lain.

2. Etiologi

Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik,

thermos, elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),

gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta yang terakhir

adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).

3. Klasifikasi

Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :

1. Nyeri berdasarkan tempatnya Menurut Irman (2007) dalam Handayani

(2015) dibagi menjadi :


28

a) Pheriperal pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri

ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang

efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit dapat berupa rangsangan

mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit yang

terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam,

meringis, atau seperti terbakar.

b) Deep pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang

lebih dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri

somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon,

ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki

lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.

c) Reffered pain

Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh

di daerah yang berbeda bukan dari daerah asalnya misalnya, nyeri

pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung

atau serangan jantung.

d) Central pain

Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi

atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord,

batang otak, thalamus, dan lain-lain.


29

2. Nyeri berdasarkan sifatnya

Meliala (2007) dalam Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri ini

digolongkan menjadi tiga, yaitu :

a) Incidental pain

Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang. Nyeri ini biasanya sering terjadi pada pasien yang

mengalami kanker tulang.

b) Steady pain

Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan

dalam jangka waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan

iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis.

c) Proximal pain

Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan

kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang lebih

10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya

Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah, 2005 dalam

Handayani 2015) sebagai berikut :

a) Nyeri ringan

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan.

Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi

dengan baik.

b) Nyeri sedang
30

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang

sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan

mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

c) Nyeri berat

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat.

Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang.

4. Nyeri berdasarkan waktu serangan

a) Nyeri akut

Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi

dan penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan

berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk

segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat

(kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan

eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi

nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya

dapat diperkirakan (Asmadi, 2008).

b) Nyeri kronis

Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6

bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan


31

yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan

penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda dengan

nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering

mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan

menimbulkan distress, kegalauan emosi dan mengganggu fungsi

fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

5. Mekanisme Nyeri

Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme

nyeri. Teori tersebut diantaranya :

a) Teori Spesifik

Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan

struktur tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap

indra perasa bersifat spesifik, artinya saraf sensoris dingin hanya

dapat diransang oleh sensasi dingin. Menurut teori ini, timbulnya

sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujjung

serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, ransangan kimia atau

temperature yang berlebihan, persepsi nyeri yang dibawa serabut

saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri

di thalamus.

b) Teori Intensitas

Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada

reseptor. Setiap ransangan sensori punya potensi untuk

menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.


32

c) Teori gate control

Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri.

Kegiatannya tergantung pada aktifitas saraf afferen berdiameter

besar atau kecil yang dapat memengaruhi sel saraf di substansia

gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat

transmisi yang artinya pintu di tutup sedangkan serat saraf yang

berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya pintu

dibuka.

6. Pengukuran Nyeri

a) Numeric Rating Scale (NRS)

Skala ini sudah biasa di pergunakan dan tellah divalidasi.

Berat dan ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur

dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numeric

dari 0 (nol) hingga 10 (sepuluh) (Potter & Perry, 2005 dalam

Handayani, 2015).

Skala 0 : Tanpa nyeri

Skala 1-3 : Nyeri ringan

Skala 4-6 : Nyeri sedang

Skala 7-9 : Nyeri berat

Skala 10 : Nyeri sangat berat

b) Visual Analog Scale (VAS)

Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka.

Bisa bebas mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit,


33

arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri

sedang (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

c) Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini untuk menggambarkan rasa nyeri, efektif untuk

menilai nyeri akut, dianggap sederhana dan mudah dimengerti,

ranking nyerinya dimulai dari tidak nyeri sampai nyeri yang tidak

tertahankan (Khoirunnisa & Novitasari, 2015).

d) Skala Wajah dan Barker

Skala nyeri enam wajah dengan eskpresi yang berbeda,

menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih. Digunakan untuk

mengekspresikan rasa nyeri pada anak mulai usia 3 (tiga) tahun

(Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

D. KONSEP TERAPI PROGRESIF

1. Pengertian Terapi relaksasi progresif

Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksai, untuk

mendapat perasaan relaksasi (Townsend, 2018). Relaksasi progresif

merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dengan

angkaian kontraksi serta relaksasi otot (P. A. Potter & Perry, 2005).

Relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang

memerlukan imajinasi dan sugesti (Davis, 2008).

2. Tujuan relaksasi progresif


34

Menurut Setyoadi (2011) bahwa tujuan dari relaksasi progresif adalah

a) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju

metabolik

b) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien

sadar dan tidak memfokus perhatian seperti relaks

d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f) Mengatasi insomnia

g) Membangun emosi dari emosi negatif

h) Manfaat relaksasi progresif

Menurut (Davis, 2008) relaksasi progresif memberikan hasil yang

memuaskan dalam program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan

ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot,

nyeri pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia

ringan serta meningkatkan konsentrasi. Target yang tepat dan jelas dalam

memberikan relaksasi progresif pada keaadaan yang memiliki respon

ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga

dapat mengganggu kegiatan sehari-hari.

3. Prinsip kerja relaksasi progresif

Menurut McGuidan & Lehrer (2007), dalam melakukan relaksasi

progresif hal yang paling penting dikenali adalah ketegangan otot,


35

ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan disampaikan

ke otak melalui jalur saraf afferent. Tenson merupakan kontraksi dari

serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan. Relaksasi

adalah pemanjangan dari serat otot tersebut yang dapat menghilangkan

sensasi ketegangan. Setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi

tegang, kemudian dilanjutkan dengan merasakan relaks, ini merupakan

sebuah prosedur umum untuk mengidentifikasi lokalisasi, relaksasi dan

merasakan perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi

yang akan diterapkan pada semua kelompok otot utama.

4. Prosedur terapi relaksasi progresif

a) Pengertian : Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot

yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan

teknik relasai, untuk mendapat perasaan relaksasi (Townsend,

2010) .

5. Tujuan Terapi : Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher

dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju

metabolik (Setyoadi, 2011) .

6. Persiapan

a) Ruangan yang nyaman

b) Musik lembut

7. Pelaksanaan
36

1) Meminta kepada klien untuk melonggarkan pakaian, ikat pinggang

membuka sepatu dan kaos kaki.

2) Meminta klien untuk memejamkan matanya dengan lembut

3) Meminta klien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskan

nafas dengan panjang

4) Meminta kepada pasien untuk : menarik nafas dalam dan

menghembuskan dengan panjang

5) Meminta pasien : mengerutkan dahi, mengedipkan mata, membuka

mulut lebar-lebar, ,menekan lidah pada langit-langit mulut,

mengatupkan rahang kuat-kuat, bibir dimonyongkan kedepan dan

tetaplah tegang selama 5 detik, hembuskan nafas perlahan dan

kendurkan secara perlahan katakan dalam hati : “rileks dan pergi”

6) Meminta pasien menekan kepala kebelakang, anggukkan kepala

kearah dada

7) Meminta pasien untuk memutar kepala kebahu kanan, dan putar

kepala kebahu kiri

8) Mengangkan kedua bahu seolah ingin menyentuh telinga,

mengangkat bahu kanan seolah-olah ingin menyentuh telinga, dan

mengangkat bahu kiri seolaholah ingin menyentuh telinga

9) Menahan lengan dan tangan mengepal, kemudian mengepalkan

tangan bengkokkan lengan pada siku, mengencangkan lengan

sambil tetap mengepalkan tangan, tahan 5 detik, hembuskan nafas


37

perlahan sambil mengendurkan dan katakan dalam hati “rileks dan

pergi”

10) Menarik nafas dalam dan mengencangkan otot-otot dada dan tahan

5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan secara perlahan, sambil

katakan dalam hati : “relaks dan pergi”

11) Mengencangkan perut, menekan keluar dan tarik kedalam, tahan 5

detik, hembuskan nafas dan kendurkan perlahan sambil katakan

dalam hati “rileks dan pergi”

12) Meminta melengkungkan punggung ke belakang sambil menarik

nafas dalam dan tekan lambung keluar, tahan 5 detik, hembuskan

nafas dan kendurkan secara perlahan, katakan : “rileks dan pergi”

13) Meminta mengencangkan pinggang, tekan tumit kaki ke

lantai, kencangkan otot kaki dibawah lutut, tekuk jari kaki kebawah

seolah – olah menyentuh telapak kaki, angkat jari kaki keatas

seolah – olah hendak menyentuh lutut, tahan 5 detik, hembuskan

nafas dan kendurkan secara perlahan, katakan : “rileks dan pergi”

8. Evaluasi

a) Mengeksplorasi perasaan pasien

b) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan umpan

balik dari terapi yang telah dilakukan.

E. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

1. PENGKAJIAN

1. Data umum
38

1. Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

tempat tanggal lahir, no RM

2. Identitas penanggung jawab yang meliputi nama, hubungan

dengan pasien, umur, alamat, dan telp/no.HP

2. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan saat ini :

➢ Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien)

➢ Alasan berobat (hal/kejadian apa yang menyebabkan pasien

berobat kerumah sakit)

➢ Riwayat penyakit (Tanya pada pasien atau keluarga pasien

apakah memiliki riwayat penyakit sebelumnya)

b. Riwayat kesehatan dahulu

➢ Penyakit yang pernah dialami

➢ Riwayat perawatan (apakah pernah melakukan perawatan atau

mendapat perawatan di rumah sakit atau tidak pernah)

➢ Riwayat operasi (apakah pernah mengalami operasi)

➢ Riwayat pengobatan (apakah pernah melakukan pengobatan)

➢ Kecelakaan yang pernah dialami (apakah pernah mengalami

kecelakaan)

➢ Riwayat alergi (tanyakan pada pasien apakah memiliki alergi

terhadap makanan atau obat)

c. Riwayat psikologi dan spiritual


39

1) Riwayat psikologi meliputi : tempat

tinggal, lingkungan rumah,

hubungan antara anggota keluarga,

dan pengasuh anak.

2) Riwayat spiritual meli[puti : support

system, kegiatan keagamaan.

3) Riwayat hospittalisasi : pemahaman keluarga tentang sakit

dan rawat inap rumah sakit.

d. Pola fungsi kesehatan (11 pola fungsi Gordon) :

- Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

- Pola nutrisi metaboliik

- Pola eliminasi

- Pola aktivitas dan latihan

- Pola ttidur dan istirahat

- Pola kognitif/perseptual

- Pola persepsi diri atau konsep diri

- Pola seksual dan reproduksi

- Pola peran hubungan

- Pola managemen koping stress

- Pola keyakinan/nilai

e. Pemeriksaan fisik (keadaan umum pasien, kesadaran, ekspresi wajah,

kebersihan secara umum, TTV, head to toe)

f. Pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan medis


40

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre hemodialisa

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan asupan diet yang kurang.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan

cairan

Intra hemodialisa

3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan imobilitas

4. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan asupan cairan

kurang

Post hemodialisa

5. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

6. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Tabel 2. 2 Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL

Pre Hemodialisa

1. Ketidakseimban Status nutri Manajemen nutrisi 1.Untuk mengetahui

gan nutrisi Tujuan : 1. Kaji asupan nutrisi status nutrisi pasien

kurang dari Setelah dilakukan pasien 2.mengurangi

kebutuhan tubuh tindakan asuhan 2. monitor mual dan kekurangan njutrisi

berhubungan keperawatan selama muntah 3. untuk mengetahui


41

dengan asupan ..x..jam, diharapkan 3.informasikan kepada pentingnya nutrisi

diet yang kurang. nutrisi pasien pasien dan keluarga 4. diet yang tepat

terpenuhi dengan tentang manfaat nutrisi dalam memenuhi

KH : 4. kolaborasi dengan nutrisi pasien

1. Nafsu makan ahli gizi dalam

membaik menentukan diet

2. Berat badan dan yang tepat.

massa tubuh dalam

rentang normal

3. Tidak

menunjukkan

kondisi mual dan

muntah

2. Kelebihan Keseimbangan Manajemen cairan 1.mengetahui

volume cairan cairan 1. Kaji TTV dan status keseimbangan cairan

berhubungan Tujuan : cairan pasien dan masuk dan keluar.

dengan Setelah dilakukan timbang pre HD 2.memenuhi

kelebihan asupan tindakan asuhan 2. Berikan posisi yang kebutuhan rasa

cairan keperawatan selama nyaman dalam nyaman pasien

..x..jam, diharapkan: terapi hemodialisa 3.mengontrol cairan

1. tanda- tanda vital 3. memantau yang masuk

dalam rentang masuknya 4.membantu

normal cairan/makana pengeluaran cairan


42

4. Kolaborasi dengan berlebih dalam tubuh

2. menunjukkan tenaga medis untuk

keseimbangan tindakan pemberian

elektrolit terapi dialysis

3. status jantung dan

paru baik

Intra hemodialisa

3. Intoleran

aktivitas Daya tahan Manajemen energi 1.untuk mengetahui

berhubungan Setelah dilakukan tekanan

dengan tindakan asuhan 1.Kaji TTV pasien darah,suhu,nadi dan

imobilitas keperawatan selama 2. Berikan terapi RR

...x... jam, mobilitas 2. agar pasien merasa

diharapkan : (pergerakan sendi) lebih nyaman

1.tanda-tanda vital 3. Anjurkan pasien 3. untuk mengurangi

dalam rentang untuk kekakuan pada otot

normal meningkatkan

2.Pemenuhan ADL latihan peregangan 4.untuk dapat

secara mandiri 4. Kolaborasi dengan meningkatkan

3.Tingkat kelelahan tenaga medis untuk pemenuhan ADL yang

berkurang manajemen mandiri

pengobatan
43

4. Defisiensi Keseimbangan Manajemen cairan 1.untuk mengetahui

volume cairan volume cairan status cairan pasien

berhubungan Setelah dilakukan 1.Kaji status cairan 2.agar pasien dapat

dengan asupan tindakan asuhan pasien meningkatkan balance

cairan kurang keperawatan selama 2. Berikan terapi cairan

...x...jam, diharapkan manajemen 3.agar mukosa bibir

: elektrolit tidak kering

1.tidak terjadi 3. Anjurkan pasien 4.untuk mendapat

penurunan berat untuk minum air hasil tindakan

badan putih sedikit tapi keperawatan yang

2. kulit dan membran sering maksimal

mukosa tidak kering 4. Kolaborasi dengan

3.proses eliminasi tenaga medis untuk

urin tidak terganggu manajemen

pengobatan

Post Hemodialisa
44

5 Risiko infeksi Keparahan infeksi Kontrol infeksi 1. untuk mencegah

berhubungan Setelah dilakukan terjadinya infeksi

dengan tindakan asuhan 1.Kaji adanya tanda- 2. untuk memenuhi

gangguan keperawatan tanda resiko infeksi asupan nutrisi pasien

integritas kulit selama...x... jam, 2. Berikan terapi 3. agar terhindar dari

diharapkan : nutrisi resiko infeksi

1.akses hemodialisis 3. Anjurkan pasien 4. untuk

baik untuk menjaga meningkatkan rasa

2.menunjukkan kebersihan aman dan nyaman

perilaku berhenti lingkungan pasien

merokok sekitarnya

3.mampu 4. Kolaborasi dengan

mengontrol resiko tenaga medis untuk

infeksi pemberian antibiotik

6 Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri 1.untuk mengetahui

berhubungan setelah dilakukan tingkatan nyeri pasien

dengan agens tindakan asuhan 1.Kaji tingkat nyeri 2.agar pasien merasa

cedera fisik keperawatan selama pasien aman dan nyaman

...x... diharapkan 2. Berikan terapi 3.untuk mengurangi

nyeri berkurang relaksasi rasa nyeri yang

dengan KH : 3. Anjurkan pasien dialami

1.tingkat kecemasan untuk membatasi 4.untuk meredakan


45

berkurang gerak tambahan nyeri pada pasien

2. klien merasa aman 4. Kolaborasi dengan

dan nyaman tenaga medis untuk

3.tidak menunjukkan pemberian analgesik

respon psikologis

tambahan

4. Implementasi

Dalam tahap ini dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan

dengan intervensi atau perencanaan yang dibuat.

5. Evaluasi

Evalusai dibuat dengan melihat perkembangan pasien dan menggunakan

evaluasi sumatif (SOAP).

F. Kerangka Konsep

CKD
1. Pengertian

2. Etiologi

3. Klasifikasi

4. Manifestasi Klinis

5. Patofisiogi dan WOC

6. Penatalaksanaan
Nyeri Akut
7. Komplikasi
1. Pengertian
2. Faktor penyebab
3. Penatalaksanaan
46

Terapi napas dalam


1. Pengertian
2. Tujuan
3. Prinsip pelaksanaan
4. Prosedur penggunaan

Skema 2. 2 Konsep Teori Asuhan Keperawatan Pasien Dengan CKD Dengan

Intervensi Terapi Relaksasi Napas Dalam Terhadap Masalah

Nyeri Akut.
BAB III

METODE

1. Jenis/ desain

Jenis atau desain menggunakan Studi Kasus.

2. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus ini terdapat 2 pasien kasus kelolaan yang saya kelola di

ruang hemodialisa RSU Karangasem dari tanggal 23 mei-18 juni 2022.

3. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Lokasi Studi Kasus : Ruang hemodialisa RSU Karangasem

Waktu Studi Kasus : selama praktek stase peminatan yaitu dari tanggal 23

mei-18 juni 2022.

4. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi dari variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional dilapangan. Definisi operasional ini dibuat untuk

memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengelolaan serta

analisis data. Dengan adanya definisi operasional yang tepat maka batasan

dalam ruang lingkup penelitian atau pengertian variabel-variabel yang akan

diteliti akan lebih fokus (Notoatmodjo, 2018 : 85).

5. Instrument Studi Kasus

Instrumen dalam penelitian ini adalah suatu alat yang dapat digunakan

untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2018).

Instrument studi kasus ini menggunakan format pengkajian yang diberikan

47
48

pada saat stase peminatan untuk melakukan pengkajian terhadap pasien

kelolaan

6. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, dikumpulkan dalam suatu

format yang diisi oleh peneliti bersumber pada responden penelitian.Metode

pengumpulan data pada studi kasus ini yaitu dengan data primer yaitu

dengan cara observasi dan melakukan wawancara terhadap pasien langsung

dengan menggunakan format pengkajian yang diberikan pada saat stase

peminatan untuk melakukan pengkajian terhadap pasien kelolaan.

7. Analisis Data dan Penyajian Data

Analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif dan penyajian data

dengan cara mendeskripsikan keadaan pasien kelolaan.

8. Etika Studi Kasus

Etika penelitian merupakan suatu pengetahuan atau prinsip-prinsip

etika yang terkandung dalam penelitian. Dalam melakukan seluruh

kegiatan penelitian, penelitian harus menerapkan sikap ilmiah (science

attitude) (Notoatmodjo, 2018). Etika-etika yang digunakan penelitian ini

yaitu :

1. Informed consent (Lembar pengesahan)

Informed Consent merupakan suatu bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi


49

responden. Pada saat melakukan penelitian, penelitian menjelaskan

kepada calon responden dan bersedia menjadi responden dalam

penelitian. Setelah selesai menjelaskan, peneliti membagikan lembar

persetujuan kepada calon responden. Jika calon responden bersedia

maka harus menandatangani lembar persetujuan sebagai responden.

Kemudian jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak

akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang

akan dilaporkan pada hasil riset.

3. Beneficence (Manfaat)

Penelitian yang dilakukan telah mempertimbangkan resiko dan

manfaat yang mungkin akan terjadi. Penelitian dilakukan sesuai

dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil bermanfaat

semaksimal mungkin bagi subjek penelitian dan dapat digeneralisasi

di tingkat populasi.

4. Justice (Keadilan)
50

Subjek harus diperlakukan adil baik sebelum pemberian

perlakukan dan sesudah pemberian perlakuan dalam penelitian tanpa

adanya diskriminasi, tanpa membedakan gender, agama, dan etnis.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan komunikasi terapeutik agar

terjalin hubungan yang baik antara responden dengan peneliti juga

tidak akan membeda-bedakan responden yang satu dengan yang lain.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil Lahan Praktek

1) Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem

Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem yang dulunya lebih

dikenal dengan nama RSU Amlapura didirikan pada tanggal 20 Juli 1966.

Berlokasi di pusat kota Amlapura yaitu di Jalan Ngurah Rai No. 58

Amlapura, Telp. (03630 21470, 21011, Fax (0363) 23592, email :

rsud_karangasem@yahoo.co.id. Pada mulanya memiliki dua buah

bangunan yang menempati lahan seluas 10.700m2 . Kemudian

pengembangan dilaksanakan hingga sampai dengan akhir tahun 2011

menempati lahan seluas 38.810 m2 . Pada tahun 2011 dilaksanakan

pembebasan lahan seluas 17.000 m2 (1,7 ha) dengan biaya APBD

Kabupaten Karangasem TA.2011.

Sesuai dengan SK. Menkes RI Nomor 486 / Menkes / SK/V / 1997,

tanggal 20 Mei 1997, RSUD Kabupaten Dati II Karangasem ditingkatkan

kelasnya dari kelas D menjadi kelas C. Menindaklanjuti SK. Menkes RI

tersebut, Pemda Karangasem telah mengesahkan Perda Nomor 6 Tahun

1998 Tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUD Kab. Dati II Karangasem.

Kemudian pada tahun 2008 dengan terbitnya PP No. 41 Tahun 2007, maka

struktur RSUD Karangasem dirubah berdasarkan Perda Kabupaten

Karangasem Nomor 7 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Perangkat

Daerah Kabupaten Karangasem. Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam

51
52

Negeri No. 61 tentang BLUD ( Badan Layanan Umum Daerah ), Rumah

Sakit Umum Daerah dapat berstatus BLU (Badan Layanan Umum)

sehingga dapat mengelola rumah tangganya sendiri disamping sebagai

Rumah Sakit yang bersifat sosial juga dapat bersifat profit (mencari

keuntungan ). Sejak tahun 2010 RSUD Kabupaten Karangasem berstatus

BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) sesuai dengan Peraturan Bupati

Nomor 11 tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Karangasem sebagai Badan Layanan Umum Daerah (Berita Daerah

Kabupaten Karangasem Tahun 2010 Nomor 11) Sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang

Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, yang mengharuskan setiap Rumah

Sakit harus terakreditasi, maka RSUD Kabupaten Karangasem telah

mengikuti survei Akreditasi versi 2012 yang diselenggarakan oleh Komisi

Akreditasi Rumah Sakit/KARS pada tanggal 23 Mei 2016 dengan

pencapaian lulus Paripurna. Pada tahun yang sama, RSUD Karangasem

juga menambah pelayanan poliklinik kulit dan kelamin serta poliklinik

mata.

Kemudian pada tahun 2017, RSUD Karangasem menambah

pelayanan poliklinik anastesi dan ortopedi. RSUD Karangasem juga

mengoperasikan 2 buah kamar operasi di IGD untuk kasus bedah darurat/

cito. Pada tahun 2019, RSUD Karangasem menambah pelayanan

poliklinik urologi dan poliklinik jantung. Di tahun 2020, RSUD

Karangasem melakukan penambahan pelayanan rehabilitasi medic serta


53

membuka ruang isolasi dan ICU isolasi Covid-19 berikut dengan sarana-

prasarana penunjang untuk penanganan pandemic Covid-19.

Pada tahun 2021, RSUD Karangasem melakukan penambahan

pelayanan mesin hemodialisa menjadi 32 unit, penambahan alat treadmill

stress test, echocardiography, urofiometri, dan spirometri. RSUD

Karangasem juga melakukan penambahan pelayanan CAPD sebagai

alternative terapi selain hemodialisa untuk pasien gagal ginjal kronis.

Selain itu, dilakukan pula penambahan pelayanan dokter spesialis gigi

pada tahun 2022.

2) Ruang Hemodialisa RSUD Karangasem

Ruang HD merupakan bagian integral dari unit pelayanan rawat jalan

SMF Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Karangasem sebagai ruang perawatan kelas 3 dan dengan general kasus

yang memberikan asuhan keperawatan secara professional dengan tujuan

untuk Meningkatkan proses asuhan keperawatan secara etis, ramah serta

konsisten.

Ruang HD adalah merupakan salah satu bagian bentuk layanan

kesehatan bagi masyarakat dari suatu rumah sakit, pada prinsipnya

hemodialisa atau cuci darah adalah terapi untuk menggantikan kerja dari

ginjal yaitu menyaring dan membuang sisa sisa metabolisme dan

kelebihan cairan, membantu menyeimbangkan unsur kimiawi dalam

tubuh serta menjaga tekanan darah. Ruangan ini melayani pasien dengan

berbagai macam cara pembayaran baik itu pasien dengan cara bayaran
54

umum (sendiri), BPJS atau asuransi Swasta lainnya tetapi pelayanan yang

diberikan tetap profesional tanpa membedakan status sosial

Pada saat ini masyarakat Indonesia khususnya Kabupaten

Karangasem sudah semakin maju dan semakin kritis dalam berbagai hal

termasuk dengan pemberian pelayanan kesehatan sehingga kebutuhan

Informasi tentang panyakit sangat diutamakan, oleh karena itu

pemahaman tenaga kesehatan dalam haI ini perawat sebagai pemberi

pelayanan yang langsung ke pasien harus terus ditingkatkan sehingga

dapat memberikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien

dengan jelas, kemampuan perawat dalam berkomunikasi juga terus

ditingkatkan guna mencegah kesalah pahaman antara perawat dengan

pasien ataupun keluarga.

Ruang HD memiliki 1 dokter Konsultan KGH, 2 orang dokter

spesialis Penyakit Dalam bersertifikat HD dan 2 dokter umum sebagai

pelaksana bersertifikat HD, sementara untuk tenaga keperawatan

berjumlah 19 orang yang terdiri PNS 8 orang, perawat kontrak 10 orang.

Sebagai Kepala unit 1 orang, Ketua tim 2 orang sementara sisanya yang

berjumlah 15 orang sebagai perawat pelaksana dan juga memiliki 2 orang

sebagai staf Cleaning Service. Petugas Administrasi 2 orang . Dan

tambahan 1 orang bidan ditugaskan di Poli HD.

Ruang HD memiliki ruang tindakan dengan total 20 tempat tidur,

untuk perawatan pasien resiko tinggi dengan kapasitas 1 Bed pasien, dan

1 bed untuk pasien cito. Diruang tindakan dilengkapi dengan Lemari,8


55

TV dan 11 AC . Di Ruang HD juga terdapat Ruang Dokter, Ruang Nurses

Station, Ruang Perawat, Ruang Tunggu, Ruang Administrasi, Gudang,

Ruangan Water Treatmen dan Ruangan spool hock. Inventaris alat secara

umum terlampir.

Jumlah total pasien regular ruang HD di tahun 2021 ada 92 orang

pasien. Pasien dengan asuhan keperawatan Total Care ada 88 pasien, Parsial

Care 4 pasien. Angka Infeksi di ruang HD tahun 2021 tidak pernah ada

kejadian infeksi. Angka Pasien Jatuh di ruang HD pada tahun 2021 tidak ada .

Pasien Meninggal di ruang HD tahun 2021 tidak ada , Kepuasan Pasien di

ruang HD tahun 2021 di lihat dari buku kesan dan pesan pasien dan keluarga

di ruang HD hampir 90% keluarga merasa cukup puas . Kepuasan pegawai di

ruang HD tahun 2021 pegawai ruang HD 90% merasa cukup puas,dan 10%

yang merasa kurang puas karena mereka belum diangkat sebagai pegawai

PNS.

2. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan

a) Pengkajian pasien

Hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien kelolaan pertama pada

tanggal 06 juni 2022 pada pukul 10.00 wita, didapatkan biodata klien yaitu

nama : Tn. D, umur : 62 tahun, jenis kelamin: laki-laki, agama hindu, suku

bali, pendidikan terakhir SD, Alamat : Karangasem Abang pipid, biodata

penanggung jawab yaitu nama Tn. W, umur 35 tahun, jenis kelamin laki-laki,

agama hindu, alamat Karangasem Abang pipid, pekerjaan karyawan swasta,

hubungan dengan pasien adalah anak kandungnya. Catatan masuk klien


56

tanggal 06 juni 202, diagnose medis CKD, tanggal pengkajian tanggal 06 juni

2022. Riwayat kesehatan klien, klien mengeluh nyeri saat kencing, kencing,

BAK sulit keluar dan sempat keluar darah, dan agak keruh, pada pengkajian.

Riwayat penyakit sekarang di dapatkan pasien mengatakan nyeri dan di

diagnose CKD, klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan keluarga

tidak punya riwayat penyakit menular dan penyakit keturunan seperti

diabetes,asma, penyakit jantung.

Pada pengkajian pola fungsi menurut Gordon didapatkan pada pola

nutrisi sebelum sakit klien tidak ada pantangan makanan, makan porsi biasa

tiga kali sehari dengan menu nasi, lauk dengan sedikit sayur, klien jarang

minum air putih lebih suka dan sering minum minuman dingin dan bersoda,

minum air putih kira kira ± 5 gelas ( 1000 cc) dan selama sakit klien makan

habis dengan menu nasi, lauk dengan sedikit sayur, minum 2 -3 gelas/hari

atau 400-600 cc / hari. Kebutuhan protein pasien yang harus dipenuhi adalah

30-35 kkal/kgBB/hari. Pada pola eliminasi di dapatkan nyeri saat kencing,

BAK sulit keluar dan urine berwarna merah darah, dan agak keruh, BAK

dalam sehari sekitar 2-3 kali/hari kurang lebih sebanyak 200 cc/ hari. Pada

pola aktifitas dan latihan sebelum sakit, melakukan aktifitas secara mandiri di

rumah, setelah sakit klien mengurangi kegiatan aktivitas berat di rumah. Pada

persepsi sensori dan kognitif, kesadaran Composmentis, GCS: E4V5M6,

orientasi baik, nyeri di belakang kepala, kadang pasien tampak meringis,

skala nyeri 3. Hasil keadaan umum lemah, kesadaran compos metis medis :

Td:150/100 N: 108 N: 22, S= 37,5 berat badan 50 kg tinggi badan 165 cm.
57

hasil Lab darah lengkap menunjukkan hasil Hb : 10,2, Asam urat : 7,5,

Albumin : 4,1, calcium : 10,27.Terapi yang didapatkan captopril 3x25g,

allopurinol 1x100g,Paracetamol 3x100g.

Dari pengkajian diatas di peroleh data subjektif dan data objektif, data

subjektif pasien mengeluh nyeri pada bagian belakang kepala , skala nyeri 3.

Data obyektif pasien tampak meringis; TD = 150/100mmHg; N=108x/mnt;

R=22x/mnt; S-37,5 dan mendapatkan terapi hemodialisa dengan Uf goal

2000.

b) Diagnosa Keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara

menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis

keperawatan (Potter & Perry, 2009). Berikut adalah analisa data dari hasil

pengkajian kepada klien mengeluh nyeri pada bagian belakang kepala dengan

skala nyeri 3. Data obyektif klien tampak meringis; TD = 150/100 mmHg;

N=108x/mnt; R=22x/mnt; S-37,5. Berdasarkan data diatas maka ditegakkan

diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

(NANDA, 2015).

c) Intervensi keperawatan

Intervensi yang dibuat untuk diagnosa diatas adalah tujuan yang

diharapkan dari tindakan keperawatan 1x4 jam yang dilakukan yaitu nyeri

berkurang atau hilang. Sesuai kriteria NOC,kriteria hasil sebagai berikut:

NOC I : Kontrol Nyeri, Kriteria Hasil : Mengetahui faktor penyebab nyeri;

Mengetahui permulaan terjadinya nyeri; Menggunakan tindakan pencegahan;


58

Melaporkan gejala; Melaporkan kontrol nyeri. NOC II : Tingkat Nyeri,

Kriteria Hasil : Melaporkan nyeri berkurang atau hilang; Frekuensi nyeri

berkurang; Lamanya nyeri berlangsung; Ekspresi wajah saat nyeri; Posisi

tubuh melindungi. Implementasi keperawatan sesuai NIC yang dilakukan

adalah: NIC I : Manajemen Nyeri : Lakukan pengkajian nyeri secara

menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor

pencetus nyeri; Observasi ketidaknyamanan non verbal; ajarkan untuk teknik

nonfarmakologi misal relaksasi, guide imajeri, terapi musik, distraksi;

Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan.

Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai indikasi. NIC II : Manajemen

Analgetik: Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan tingkat nyeri sebelum

mengobati pasien; Cek obat meliputi jenis, dosis, dan frekuensi pemberian

analgetik; Tentukan jenis analgetik ( Narkotik, Non-Narkotik) disamping tipe

dan tingkat nyeri; Tentukan Analgetik yang tepat, cara pemberian dan

dosisnya secara tepat; Monitor tanda – tanda vital sebelum dan setelah

pemberian analgetik.

d) Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang muncul setelah perencanaan

dibuat yang diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin

akan sama namun aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda

disesuaikan dengan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien dan kondisi

klien saat itu (Debora, 2011). Berdasarkan tindakan keperawatan yang


59

dilakukan penulis selama 1x4 jam bertujuan untuk menurunkan nyeri,

tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengajarkan teknik relaksasi

nafas dalam, berfungsi menurunkan nyeri akut derajat sedang hingga berat.

e) Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap dimana membandingkan hasil

tindakan yang dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan dalam

perencanaan serta menilai apakah masalah sudah teratasi seluruhnya,hanya

sebagian atau belum teratasi (Debora, 2011). Berdasarkan tindakan

keperawatan 1x4 jam yang telah dilakukan oleh penulis, dilakukan evaluasi

keperawatan dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

(biologis) dengan hasil masalah teratasi sebagian, sehingga intervensi

dilanjutkan : informasikan kepada klien saat nyeri muncul, anjurkan untuk

menggunakan teknik manajemen nyeri nonfarmakologi yaitu teknik relaksasi

napas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Evaluasi yang dilakukan selama 4 jam dengan hasil terjadi penurunan

skala nyeri dari pertama skala nyeri 3 menjadi 2. Dari hasil evaluasi diatas

maka dapat disimpulkan tindakan nonfarmakologi yang diajarkan penulis

efektif dalam menurunkan nyeri, yang menunjukkan bahwa teknik relaksasi

nafas dalam dapat menurunkan nyeri pada klien.

Pada pasien ini diberikan terapi hemodialisa dengan Uf Goal 2000

dengan berat badan kering 51,8 kg, berat badan pra HD 53,8 kg, pasien ini

sudah melakukan HD rutin selama 4 tahun dan setelah melakukan terapi HD

pasien tidak mengeluh ada bengkak di ekstremitas. pada saat pengkajian dan
60

pada saat berlangsungnya terapi hemodialisa pasien tidak terdapat bengkak

pada ekstremiktas atas ataupun bawah dan berat badan post HD pasien 52,5

kg.

Dari hasil tersebut didapatkan setelah pasien melakukan terapi

hemodialisa pasien mengalami penurunan berat badan dari BB pra HD 53,8

kg menjadi BB post HD 52,5 kg. Dari hasil tersebut penulis dapat

menyimpulkan bahwa terapi hemodialisa efektif dilakukan untuk pasien

CKD.

Rekomendasi perawatan harian di rumah yang dapat dilakukan pasien

adalah dengan mengurangi makanan yang mengandung air, salah satunya

dengan cara memasukkan buah buahan yang ingin dikonsumsi kedalam

kulkas agar kadar air dalam buah tersebut berkurang, dan pada saat dirumah

jika pasien haus akali dengan berkumur menggunakan air dingin agar terasa

lebih sejuk dan segar namun tidak meminumnya.

3. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan

Hasil yang didapatkan dari penerapan asuhan keperawatan yang

telah dilaksanakan pada pasien yaitu pasien mengatakan bahwa nyeri

sudah berkurang, pasien sudah tampak lebih nyaman, tanda-tanda vital

pasien dalam rentang normal. Skala nyeri pasien sudah berkurang dari 3

menjadi 2.

4. Pembahasan
61

Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul

bila mana jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu

tersebut bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton &

Hall, 2010 dalam Saifullah, 2020). Nyeri menurut Rospond (2020)

merupakan sensasi yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan,

pendengaran, bau, rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi

reseptor sensorik, provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan

reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita. Menurut Handayani

(2015) nyeri adalah kejadian yang tidak menyenangkan, mengubah

gaya hidup dan kesejahteraan individu.

Terapi relaksasi merupakan salah satu intervensi keperawatan

secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Beberapa teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri

diantaranya distraksi, Relaksasi napas dalam. Teknik relaksasi

memberikan individu kontrol diri ketika nyeri muncul dan dapat

digunakan pada seseorang sehat ataupun sakit. Relaksasi napas

dalam merupakan pengembangan metode respon relaksasi

pernapasan dengan menarik napas yang dalam melalui hidung lalu

tahan salaam 3 detik dan hembuskan melalui mulut.

Dari data pengkajian dan observasi yang didapatkan , penulis

melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data

Subyektif : Pasien mengeluh nyeri pada kepala, pasien mengatakan

nyeri di rasakan tertusuk-tusuk, nyeri yang dirasakan pada kepala


62

secara hilang timbul dengan skala nyeri 3 (0-10). Data objektif : pasien

tampak meringis dan gelisah, keadaan umum pasien lemah, kesadaran

compos mentis. Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan

masalah keperawatan yaitu nyeri akut dengan agen cedera fisik.

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah

kaji nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon subyektif

yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri, berikan posisi

yang nyaman atau atur posisi tidur pasien berikan kesempatan waktu

istirahat jika terasa nyeri dengan rasional istirahat akan merelaksasikan

semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan, ajarkan teknik

non farmakologi (relaksasi napas dalam) dengan rasional teknik non

farmakologi mudah dipelajari klien sehingga saat nyeri muncul klien

mampu mengontrol nyeri secara mandiri, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian analgetik.

Setelah dilakukan implementasi pemberian terapi napas dalam

pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala nyeri 3 (0-10)

menjadi 2 (0-10). Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 10 juni 2022

pukul 11.00 Wita pada diagnosa keperawatan nyeri akut diperoleh data

: S : Klien mengatakan nyeri pada kepala sedikit berkurang,. nyeri

terasa seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (0 – 10), nyeri pada

kepala saat ini dirasakan hilang timbul sewaktu-waktu. Ekspresi wajah

klien tenang , dan terkadang gelisah ketika nyeri dirasakan kembali. O

: klien koperatif mengikuti intruksi relaksasi napas dalam yang


63

diberikan oleh perawat, dan klien tampak tenang. Hasil pengukuran

TTV (TD = 140/100 mmHg, Nadi = 86 x/mnt, Suhu = 36oC, RR =

20x/mnt) . A : Tujuan belum tercapai, P : Intervensi perlu dilanjutkan

yaitu kaji nyeri klien (PQRST), berikan posisi yang nyaman, anjurkan

menggunakan relaksasi benson untuk mengurangi nyeri serta

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic.

Jadi dapat disimpulkan bahwa cara menurunkan skala nyeri tidak

hanya menggunakan farmakologi saja namun dapat menggunakan

kolaborasi non farmakologi salah satunya terapi relaksasi napas dalam

yang dapat mempengaruhi menurunan skala nyeri atau dapat

membantu menurunkan skala nyeri dengan cara terapi relaksasi yang

sudah di terapkan pada studi kasus ini.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Diah

Astutiningrum (2019) dengan judul “Penerapan Tehnik Relaksasi

Napas Dalam untuk Menurunkan Nyeri pada Pasien CKD dengan

Terapi Hemodialisa “hasil menunjukkan rata-rata nyeri terapi HD

setelah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah

2,86 dengan penurunan nyeri sebesar 1,53 dan kelompok kontrol

adalah 3,76 dengan penurunan nyeri sebesar 0,30, dari data

tersebut menunjukkan penurunan nyeri pada kelompok

eksperimen yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol.

Penelitian diatas diperkuat dengan pernyataan Miltenberger

(2018) bahwa manfaat relaksasi napas dalam yaitu mengurangi


64

nyeri, mengatasi gangguan tidur (insomnia), mengatasi kecemasan,

dan sebagainya.

Didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Siti Waisani

(2020) dengan judul “Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien CKD

Post Terapi HD dengan teknik Relaksasi napas dalam 3,00 dan

sesudah Teknik Relaksasi napas dalam 1,00. Berdasarkan hasil uji

Wilcoxon didapatkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) sehingga dapat

disimpulkan terdapat pengaruh terapi Relaksasi napas dalam terhadap

intensitas nyeri pada pasien Post Terapi HD.

5. Keterbatasan Studi Kasus

Dalam pelaksanaan studi kasus ini tidak lepas dari keterbatasan dan

kemungkinan yang tidak bisa dihindarkan. Keterbatasan-keterbatasan

tersebut diantaranya:

1. Keterbatasan waktu yang dimiliki penulis dalam pembuatan

studi kasus ini dikarenakan pada saat penulisan studi kasus ini

bersamaan dengan stase peminatan yang membuat penulis

memiliki dua fokus dalam waktu yang bersamaan.

2. Studi kasus yang dilakukan ini hanya mencakup populasi dan

sampel yang sangat kecil dan wilayah yang masih kecil.

Dikarenakanpenulis hanya memanfaatkan ruang dan tempat

praktek stase peminatan yang didapatkan penulis.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


65

A. Kesimpulan

Simpulan sari karya ilmiah mengenai Analisis Asuhan

Keperawatan Pada Pasien CKD Dengan Intervensi Terapi

Relaksasi Napas Dalam Terhadap Masalah Keperawatan Nyeri

Akut Di Ruang Hemodialisa RSU Karangasem sebagai berikut :

1. Pengkajian yang dilakukan dari wawancara dan obsevasi

dengan Tn.D: didapatkan data identitas pasien, keluhan saat

masuk rumah sakt, dan keluhan saat pengkajian.

2. Data yang di analisa Tn.D mengeluh nyeri pada kepala dan

nyeri dirasakan pada saat beraktivitas, nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kepala dan nyeri dirasakan

hilang timbul dengan skala 3 (0-10). Pasien tampak meringis

dan gelisah.

3. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu : Nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik dibuktikan dengan

pasien mengeluh nyeri pada kepala yang dirasakan pada saat

beraktivitas. Pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kepala dan nyeri hilang

timbul dengan skala 3 (0-10). Pasien tampak meringis.

4. Intervensi yang direncanakan dengan prioritas masalah

keperawatan adalah nyeri akut, berikut intervensinya : Tn. D

koperatif saat mengikuti tehnik relaksasi napas dalam dan

mengikuti sesuai prosedur. Hasil yang diharapkan adalah nyeri


66

berkurang dengan skala 2, wajah tenang, serta menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi atau rencana

keperawatan yang dilakukan adalah kaji nyeri (PQRST),

berikan posisi yang nyaman berikan kesempatan waktu

istirahat jika terasa nyeri, mengajarkan teknik non farmakologi

(relaksasi napas dalam) dan kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian analgetik

5. Tindakan yang dilakukan adalah mengkaji nyeri klien

(PQRST), kemudian memberikan terapi relaksasi napas

dalam untuk mengurangi nyeri, terapi ini diberikan kurang

lebih sekitar 15 menit.

6. Evaluasi yang didapatkan adalah : S : Tn. D mengatakan

nyeri pada kepala sedikit berkurang,. nyeri terasa seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (0 – 10), nyeri pada

kepala saat ini dirasakan hilang timbul. Ekspresi wajah klien

tenang , dan terkadang gelisah ketika nyeri dirasakan

kembali. O : klien koperatif mengikuti intruksi relaksasi

napas dalam yang diberikan oleh perawat, dan klien tampak

tenang. Hasil TTV TD : 140/100 mmHg, Nadi = 86 x/mnt,

Suhu = 36oC, RR = 20x/mnt. A : Tujuan belum tercapai, P :

Intervensi perlu dilanjutkan yaitu kaji nyeri klien (PQRST),

berikan posisi yang nyaman, anjurkan menggunakan

relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri serta


67

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic (Sanmol

1 gr).

B. Saran

Saran dari penulis adalah :

1. Bagi pendidikan

Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan

sehingga menghasilkan perawat yang professional dan

inovatif, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien dengan fraktur.

2. Bagi layanan dan masyarakat

Karya ilmiah ini dapat digunakan dalam pemberian

intervensi/terapi di layanan rumah sakit maupun masyarakat

untuk mengurangi nyeri pasien selama di Ruangan Rawat

Inap ataupun saat di rumah.

3. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan para perawat memiliki ketrampilan dan tanggung

jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan,

serta mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain

dan keluarga pasien dalam membantu proses penyembuhan

pasien.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Karya ilmiah ini diharapkan mampu menjadi acuan dalam

penyusunan karya ilmiah dan dapat dikembangkan lagi


68

sehingga bisa memberikan kontribusi dalam pemberian

asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :

Ar-Ruzz Medika

Bare, S. &. (2013). Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah (13th ed.).

Benson. 2011. Teknik Relaksasi Benson. Energy Positive of Benson Relaxation.

Buku Ajar Keperawatan . Jakarta : ECG

Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 2. EGC.

Datak, G. (2012). Efektifitas Relaksasi Benson Terhadap Nyeri Pasca Bedah pada

Pasien Transurethral Resection of The Prostate di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati. Jakarta (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.

Depkes, R. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Dwisang. (2014). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan Bidan (Binapura).

Fakhrurrizal, A. (2015). Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa Nyeri

Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Igd Rumah Sakitumum Daerah

A.M Parikesit Tenggarong. Journal of Chemical Information and

Modeling.

Helmi. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Herdman & Kamitsuru. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawatan Difinisi dan

Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Herman. 2015. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Penerjemah

Monika Ester, S.Kep, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

69
70

Hidayat, Aziz A. Uliyah, Musrifatul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan

Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Judha, Mohammad, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri Persalinan. Yogyakarta

: Nuha Medika.

Mack, Elizabeth H.2013. Neurogenic Shock. The Open Pediatric Medicine

Journal, Volume 7.

Mahalli, A. Q. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M & Sdr. M Post Operasi

Fraktur Femur Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik

Di Ruang Kenanga Rsud Dr. Haryoto Lumajang. Jurnal Keperawatan

Priority, 2(2), 61. https://doi.org/10.34012/jukep.v2i2.541

Mansjoer, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media

Aesculapius.

Manurung, M. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan

Skala Nyeri Post Appendixtomy Di Rsu D Porsea. Jurnal Keperawatan

Priority, 2(2), 61. https://doi.org/10.34012/jukep.v2i2.541

Muscari, M (2006). Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta.

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal.EGC. Jakarta

NANDA NIC NOC. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa

medis. Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan

diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.


71

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Noor, Zairin. 2016. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba Medika.

Novitasari, D. & Aryana, K. O. (2013). Pengaruh Tehnik Relaksasi Benson

Terhadap Penurunan Tingkat Stres Lansia di Unit Rehabilitas Sosial

Wening Wardoyo Ungaran. Jurnal Keperawatan Jiwa .1(2): 186-295.

Parahita, Putu Sukma. Dkk. 2013. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada

Cidera Fraktur Ekstremitas. Jurnal Kegawatdaruratan

Paul Krisanty. Dkk. 2016.Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans

Info Medika

Potter, P. . & P. A. . (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC.

Price, S.A dan Wilson, L.M. (2012). Pathophysiology : Clinical Concepts of

Disease Processes. (6thed). Vol 2. Mosby : Elsevier Inc.

Simamora, N. F. (2019). SIFAT DAN TAHAP-TAHAP DALAM PROSES

KEPERAWATAN.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2010). Keperawatan medical bedah. Edisi 8

volume 2. Jakarta: EGC

Spevets, dan Parrilo, J.E. 2011. Shock : classification, pathofhysiological

characteristic, and management. Critical care. 103 -120. Diakses

https://med.uth.edu/anesthesiology/files/2015/Chapter-5-

ShockClassification-Pathophysiological-Characteristics-

andManagement.pdf.
72

Warsono, W., Fahmi, F. Y., & Iriantono, G. (2019). Pengaruh Pemberian Teknik

Relaksasi Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio Caesarea

Di Rs Pku Muhammadiyah Cepu. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal

Bedah, 2(1), 44. https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i1.244

Widyastuti, Y. (2015). Gambaran Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur

Femur Di Rs Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta. Profesi

(Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 12(02).

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan

Dewasa).

World Health Organization. (2014). Assessment of Fracture Risk. World Health

Organization.

Herdman,T.Heather.2018. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi (

berdasarkan diagnosa medis&NANDA NIC NOC).Jakarta: EGC

Padila. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

M.Bulechek,Butcher Howard.2013.Nursing Interentions

Classification.Yogyakarya: Mocamedia

Moorhead Sue,Johnson Marion,dkk. 2013.Nuring Outcomes

Classification.Yogyakarya:Mocamedia

https://www.academia.edu/28066546/LAPORAN_PENDAHULUAN_CKD_CH

RONIC_KIDNEY_DISEASE_GAGAL_GINJAL_KRONIK (Diakses pada

tanggal 01 Oktober 2019 pada pukul 17.30)

https://www.alodokter.com/gagal-ginjal-kronis/diagnosis (Diakses pada tanggal

01 Oktober 2019 pada pukul 17.50)


73

Anda mungkin juga menyukai