Anda di halaman 1dari 37

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN


INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA
DENPASAR

Disusun Oleh:

PUTU NADYA SATYA MAYANTI, S.Kep

21089142069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2022
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

Diajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

dengan Judul Laporan :

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN


INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA
DENPASAR

Disusun Oleh:

PUTU NADYA SATYA MAYANTI, S.Kep

21089142069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


2022

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN


INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA
DENPASAR

Adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar

Nama Mahasiswa : Putu Nadya Satya Mayanti, S.Kep

NIM : 21089142069

Tanggal : 04 Juni 2022

Tanda Tangan :
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN


INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA
DENPASAR

Telah disetujui dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diujikan pada tanggal

Pembimbing

(Ns. Kadek Diah Purnamayanti, S.Kep.,M.Kep)

Mengetahui

Kepala Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

(Ns. Ni Made Dwi Yunica Astari, S.Kep.,M.Kep)


HALAMAN PENGESEHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners dengan Judul :

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN


INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA
DENPASAR

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan
untuk memperoleh Gelar Ners Pada Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Buleleng

Penguji I Penguji II

(…………………………….…..) (…………………………………..)

Ditetapkan di :

Pada Tanggal :
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan KIA-N ini

dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Apendiksitis Dengan Intervensi

Terapi Relaksasi Benson Terhadap Masalah Nyeri Akut Di Ruang Ibs (Instalasi

Bedah Sentral) Rsud Wangaya Kota Denpasar”

Penyusunan KIA-N ini tidak akan berjalan lancer tanpa bantuan dari berbagai

pihak, maka dari itu peneliti ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Ns. I Made Sundayana, S.Kep.,M.Si selaku Ketua Departemen Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.

2. Ibu Ns. Ni Made Dwi Yunica Astari,S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi

Profesi Ners di STIKes Buleleng.

3. Ibu Ns. Kadek Diah Purnamayanti, S.Kep.,M.Kep selaku dosen pembimbing KIA-N

yang telah membimbing penulis dan selalu sabar untuk membimbing penulis,

memberikan inovasi, dukungan, saran dan waktu selama proses penyusunan KIA-N

ini.

4. Ibu Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep.,M.Kes selaku Dosen penguji yang telah

menyediakan waktu untuk saya dalam melaksanakan ujian KIA-N serta berkenan

memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

5. Serta Keluarga saya , Orang tua, kakak, dan adik-adik saya yang selama ini telah

menjadi support system terbesar dalam hidup saya dan senantiasa selalu memberikan

doa sampai terselesainya KIA-N ini.

Singaraja, 04 Juni 2022


(Putu Nadya Satya Mayanti,S.Kep)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Mahasiswa Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng,saya yang

bertanda tangan dibawah ini

Nama : Putu Nadya Satya Mayanti, S.Kep

NIM : 2108912069

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng. Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-eklusive Royalti-

Rfee Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS DENGAN

INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP MASALAH NYERI AKUT

DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RSUD WANGAYA KOTA

DENPASAR

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Bebas Royalti Noneksklusif ini

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini

saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : STIKes Buleleng

Pada tanggal : 04 Juni 2022

Yang menyatakan

(Putu Nadya Satya Mayanti, S.Kep)


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis akut adalah suatu peradangan akut apendiks vermiformis atau yang

biasa dikenal di masyarakat dengan peradangan usus buntu dan merupakan salah satu

masalah kegawatdaruratan bedah yang umum didapatkan di masyarakat. Apendisitis akut

muncul secara mendadak dan membutuhkan tindakan pembedahan segera untuk

mencegah terjadinya perforasi (Mirantika et al., 2021)

WHO (World Healt Organization) memperkirakan insidens appendiksitis di dunia

tahun 2007 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia. Di Amerika, kejadian

appendiksitis dikatakan 7% dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000

penduduk pertahun. Usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami

appendiksitis. Insiden appendicitis pada tahun 2018 mencapai 7 dari populasi penduduk

dunia. Di Amerika Serikat appendicitis merupakan kedaruratan bedah abdomen yang

paling sering dilakukan, dengan jumlah penderita pada tahun 2017 sebanyak 734.138

orang dan meningkat pada tahun 2018 yaitu sebanyak 739.177 orang (WHO, 2018 dalam

Mirantika et al., 2021).

Hasil survey pada tahun 2018 Angka kejadian apendikitis di sebagian besar

wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang

menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia

atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan

beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan Insidens apendiksitis di


Indonesia 2 menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya

( Depkes,2018).

Data yang ditemukan dari buku laporan ruang IBS RSUD Wangaya Kota

Denpasar untuk bulan April di dapatkan sebanyak 15 pasien yang mengalami

apendiktomi. Pada bulan mei didapatkan sebanyak 20 pasien apendiktomi. Sehingga

adanya peningkatan pada bulan mei.

Penatalaksanaan apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan (apendiktomi).

Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode pembedahan, yaitu

secara tehnik terbuka/pembedahan konvensional (laparatomi) atau dengan tehnik

laparaskopi yang merupakan tehnik pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru

yang sangat efektif ( Berman & Kozier, 2012).

Masa pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu yang bervariasi. Dalam

penelitian ( Mulyono,2019), pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata

72,45 menit. Pada umumnya pasien akan merasakan nyeri yang hebat pada 2 jam pertama

pasca operasi dikarenakan pengaruh obat anastesi mulai hilang ( Berman & Kozier,

2012).

Nyeri merupakan pengalaman sensasi sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan, keadaan yang memperlihatkan ketidaknyamanan secara

subjektif/individual, menyakitkan tubuh, dan kapan pun individu mengatakannya adalah

nyata. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologis yaitu

teknik Relaksasi Benson. (Septiana et al., 2021)

Menurut (Wainsani & Khoiriyah, 2020) salah satu penatalaksaan non farmakologi

pada pasien post operasi yaitu dengan teknik relaksasi benson yang dapat menurunkan

skala nyeri pada pasien apendiksitis. Relaksasi benson yaitu metode yang mengkaji

beberapa manfaat doa dan meditasi bagi kesehatan dengan mengabungkan antara respon

relaksasi dan system keyakinan individual dengan diucapkan dengan berulang-ulang

dengan ritme yang teratur , sikap pasrah dan di juga di imbangi dengan nafas dalam .

Pada relaksasi ini merupakan menggunakan tehknik pernafasan yang biasa dilakukan di

rumah sakit pada pasien yang mengalami nyeri atau pasien yang mengalami kecemasan

(Septiana et al., 2021)


Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan studi kasus dengan

judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Apendiksitis dengan Intervensi Terapi

Relaksasi Benson Terhadap Masalah Nyeri Akut Di Ruang IBS RSUD Wangaya Kota

Denpasar“.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada Karya Ilmiah Akhir ini adalah “Bagaimanakah gambaran

Analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Apendiksitis di ruang IBS RSUD

Wangaya Denpasar”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk melakukan Analisa terhadap

kasus kelolaan dengan apendisitis di ruang IBS RSUD Wangaya Denpasar

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis kasus kelolaan dengan diagnose Apendisitis

b. Menganalisis intervensi tehknik relaksasi benson dalam menurunkan intesintas

nyeri pada pasien dengan diagnose Apendisitis

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Keilmuan

Memberikan informasi dan sebagai sumber informasi dalam pengembangan

dalam ilmu pengetahuan tentang cara mengurangi nyeri dengan teknik non

farmakologi yaitu dengan teapi relaksasi nafas dalam.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan

keperawatan dengan masalah Apendiksitis selain itu karya tulis ilmiah ini

diharapkan dapat menjadi salah satu cara penulis dalam mengaplikasikan ilmu

yang di peroleh di dalam perkuliahan.

b. Bagi Tempat Praktek


Dapat menjadi bahan masukan bagi seluruh perawat untuk mengambil

lamngkh-langkah kebijakan dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan

keperawatan pasien dengan Apendiksitis

c. Bagi Masyarakat/Pasien

Memberikan informasi kepada masyarakat atau pasien sebagai sumber

informasi dalam pengembangan dalam ilmu pengetahuan tentang cara

mengurangi nyeri dengan teknik non farmakologi yang dapat diaplikasikan

nantinya di rumah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada usus

buntu atau apendiks. Usus buntu sebenarnya adalah cecum. Infeksi ini dapat

menyebabkan peradangan akut yang umumnya memerlukan pembedahan segera

untuk menghindari komplikasi yang berbahaya (Yoko, 2019)

Apendisitis adalah peradangan pada usus buntu dan merupakan penyebab

paling umum dari perut akut. Meskipun penyakit ini menyerang pria dan wanita

dari segala usia, penyakit ini umum terjadi pada pria berusia 10-30 tahun,

apendiks Ini adalah penyebab paling umum dari peradangan akut pada kuadran

kanan bawah, paling sering pada operasi perut darurat (Kurniawati & Kadir,

2020)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa apendisitis

adalah proses perangan akibat infeksi pada usus buntu atau apendiks, infeksi ini

dapat mengakibatkan komplikasi apabila tidak segera mendapatkan tindakan

bedah untuk penanganannya, biasanya dilakukan apendiktomi untuk menurunkan

resiko perforasi.

2. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor

penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping

hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat

juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan

apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.Histolytica

(Sedán et al., 2020)

Obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan radang

apendiks. Lendir kembali dalam lumen apendiks menyebabkan bakteri yang

biasanya hidup di dalam apendiks bertambah banyak. Akibatnya apendiks

membengkak dan menjadi terinfeksi. Sumber penyumbatan meliputi (NIH&

NIDDK, 2012) :

a. Fecalith (Massa feses yang keras)

b. Benda asing (Biji-bijian)

c. Tumor apendiks

d. Pelekukan/terpuntirnya apendiks

e. Hiperplasia dari folikel limfoid

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa

apendiks oleh parasit Entamoeba histolytica (Warsinggih 2016) .

3. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala apendisitis biasanya mudah di diagnosis, yang paling umum

adalah nyeri perut. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri

dari (Warsinggih 2016) :

a. Nyeri

Penderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada

perut kuadran kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien

adalah berupa nyeri tumpul, nyeri di daerah epigastrium atau di

periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu nyeri akan

terasa lebih tajam dan berlokasi ke kuadran kanan bawah abdomen. Nyeri

semakin buruk ketika bergerak, batuk atau bersin. Biasanya pasien

berbaring, melakukan fleksi pada pinggang, serta mengangkat lututnya

untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri yang semakin parah.


b. Mual dan Muntah

Mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri.

c. Anoreksia

Mual dan muntah yang muncul berakibat pada penurunan nafsu makan

sehingga dapat menyebabkan anoreksia.

d. Demam

Demam dengan derajat ringan (37,6 -38,5°C) juga sering terjadi pada

apendisitis. Jika suhu tubuh diatas 38,6°C menandakan terjadi perforasi.

e. Sembelit atau diare

Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal

atau caecum.

4. Web of Caution (WOC)

Invasi & Multiplikasi

Apendiksitis

Peradangan Pada Jaringan Sekresi mucus berlebih


pada lumen apendiks
Kerusakan Control suhu

Terhadap Inflamasi Apendiks teregang

Hipertermia Nyeri Akut

Operasi

Luka Insisi Defisit Luka Insisi

Kerusakan Jaringan Pintu Masuk Kuman Ansietas Resiko

Perdarahan

Ujung Syaraf Terputus Risiko Infeksi

Pelepasan Prostagladin

Spinal Cord

Cortex Cerebri
Nyeri dipersepsikan

Nyeri Akut

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan

pembedahan/Apendiktomi:

a. Pengertian Apendiktomi

Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan

bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit.

Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu

pembedahan secara terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi) atau

dengan menggunakan teknik laparoskopi yang merupakan teknik

pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru yang sangat efektif

(Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk, 2019).

Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang

paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan

memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang melalui

umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi

terbuka adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan

bawah atau pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.

b. Tahap Operasi Apendiktomi

1) Tindakan sebelum operasi


a) Observasi pasien

b) Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi dan

mengganti cairan yang telah hilang.

c) Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena

d) Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral

e) Pasien diminta melakukan tirah baring.

2) Tindakan Operasi

a) Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum

dilakukan pembedahan

b) Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal

adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang.

c) Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.

d) Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

3) Tindakan pasca operasi

a) Observasi TTV

b) Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat

mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi

rasa nyeri

c) Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat

tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak

dan duduk diluar kamar

d) Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan

melalui intravena. Cairan peroral biasanya diberikan bila pasien dapat

mentoleransi

e) Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari berikutnya

dapat diberikan makanan lunak.

B. Konsep Dasar Nyeri

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam

bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang


multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),

kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan

penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus) (Sedán et al., 2020)

2. Faktor Penyebab

Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos,

elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi

darah dan kelainan pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis

(Handayani et al., 2015).

3. Penatalaksanaan

Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :

1. Nyeri berdasarkan tempatnya Menurut Irman (2007) dalam (Handayani et al., 2015).

dibagi menjadi :

a) Pheriperal pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk

nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan

nyeri dikulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.

Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat,

tajam, meringis, atau seperti terbakar.

b) Deep pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam

(nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada

nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-

struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal

jelas.

c) Reffered pain

Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur

dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan
dari daerah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan

dengan iskemia jantung atau serangan jantung.

d) Central pain

Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi

primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan

lain-lain.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya

Meliala (2007) dalam (Handayani et al., 2015).menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan

menjadi tiga, yaitu :

a) Incidental pain

Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini

biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.

b) Steady pain

Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka

waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan

salah satu jenis.

c) Proximal pain

Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.

Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu

menghilang kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya

Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah, 2005 dalam Handayani 2015)

sebagai berikut :

a) Nyeri ringan

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan

biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.

b) Nyeri sedang

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri

sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi

nyeri dan mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.


c) Nyeri berat

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara

obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon

terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.

4. Nyeri berdasarkan waktu serangan

a) Nyeri akut

Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan

penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan

masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan

nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila

faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi

nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat

diperkirakan (Asmadi, 2008).

b) Nyeri kronis

Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau

lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan

sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis

ini berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering

mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan distress,

kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005

dalam (Handayani et al., 2015).

5. Mekanisme Nyeri

Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme nyeri. Teori

tersebut diantaranya :

a) Teori Spesifik

Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh

melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat spesifik,

artinya saraf sensoris dingin hanya dapat diransang oleh sensasi dingin. Menurut

teori ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujjung

serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, ransangan kimia atau temperature
yang berlebihan, persepsi nyeri yang dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan

oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di thalamus.

b) Teori Intensitas

Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap

ransangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya

cukup kuat.

c) Teori gate control

Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya tergantung

pada aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil yang dapat memengaruhi

sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar

menghambat transmisi yang artinya pintu di tutup sedangkan serat saraf yang

berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka.

6. Pengukuran Nyeri

a) Numeric Rating Scale (NRS)

Skala ini sudah biasa di pergunakan dan tellah divalidasi. Berat dan

ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan

pendapat subyektif nyeri. Skala numeric dari 0 (nol) hingga 10 (sepuluh) (Potter

& Perry, 2005 dalam (Handayani et al., 2015).

Keterangan :

Skala 0 : Tanpa nyeri

Skala 1-3 : Nyeri ringan

Skala 4-6 : Nyeri sedang

Skala 7-9 : Nyeri berat

Skala 10 : Nyeri sangat berat

b) Visual Analog Scale (VAS)

Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas

mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak
tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri sedang (Potter & Perry, 2005 dalam

Handayani, 2015).

c) Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini untuk menggambarkan rasa nyeri, efektif untuk menilai nyeri

akut, dianggap sederhana dan mudah dimengerti, ranking nyerinya dimulai dari

tidak nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan (Afifah, 2016)

d) Skala Wajah dan Barker

Skala nyeri enam wajah dengan eskpresi yang berbeda, menampilkan

wajah bahagia hingga wajah sedih. Digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri

pada anak mulai usia 3 (tiga) tahun (Pratitdya et al., 2020)

C. Tehknik Relaksasi Benson

1. Definisi

Terapi relaksasi benson adalah suatu pengembangan cara relaksasi yang

melibatkan keyakinan pasien dan bisa menciptakan lingkungan internal sehingga bisa

menolong klien dalam mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik

(Sedán et al., 2020)

2. Tujuan Relaksasi Benson

Tujuannya yaitu untuk memerbaiki ventilasi pada alveoli didalam paru,

memelihara pertukaran gas dan mencegah atelektasi paru, serta bisa meningkatkan
efesiensi batuk, menurnkan tingkat stress, baik stress secara fisik maupun stress

secara emosional dan menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan serta

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic (Soeharto, 2009 dalam (Sedán et al.,

2020).

Proses pernafasan pada relaksasi Benson adalah proses masuknya oksigen via

saluran nafas lalu masuk ke paru-paru dan di proses ke dalam tubuh, lalu kemudian

akan di proses dalam paru-paru tepatnya di cabang bronkus dan akan di edarkan ke

setiap bagian tubuh via pembuluh darah vena dan nadi agar dapat memenuhi

kebutuhan oksigen. Jika oksigen terpenuhi, maka manusia akan tetap dalam kodisi

yang netral. Kondisi ini akan menimbulkan keadaan rileks secara umum pada

manusia. Rileks bisa menurunkan kegiatan saraf simpatis dan menghidupkan saraf

parasimpatis, agar terjadi penurunan heart rate serta tekanan perifer yang

dikarenakan oleh pelebaran oleh pembuluh darah dan membuat konsentrasi O2 di

dalam darah meningkat sehingga kebutuhan O2 di jaringan bisa tercukupi, sehingga

bisa menurunkan tekanan darah (Sedán et al., 2020)

3. Manfaat Terapi Ralaksasi Benson

Manfaat terapi relaksasi benson teruji dapat memodulasi stress terkait kondisi

seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronis, depresi, hipertensi dan

insomnia dan menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang. (Benson, H. and Proctor,

2000)

Menurut Kusnandar tahun (2009), manfaat dari teknik relaksasi benson

adalah sebagai berikut:

1) Ketentraman hati, Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah.

2) Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah.

3) Detak jantung lebih rendah, Mengurangi tekanan darah.

4) Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit.

5) Tidur lelap kesehatan mental menjadi lebih baik.

6) Daya ingat lebih baik.

7) Meningkatkan daya berpikir logis.

8) Meningkatkan kreativitas.

9) Meningkatkan keyakinan.
10) Meningkatkan daya kemauan.

11) Meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain.

4. Prosedur Terapi Relaksasi Benson

Menurut (Benson, H. and Proctor, 2000) prosedur teknik terapi relaksasi

benson terdiri dari :

1) Usahakan situasi di ruangan atau lingkungan yang relatif tenang , kemudian

atur posisi nyaman.

2) Pilih satu kata singkat yang mencerminkan keyakinan pasien. Lebih baik

kata yang memiliki arti khusus.

3) Tutup mata, keudian jauhi menutup mata terlalu kuat. Bernafas pelan dan

wajar sembari melemaskan otot-otot, mulai dari otot kaki, otot betis, otot

paha, otot perut dan pinggang. Kemudian disusul dengan melemaskan kepala,

4) Mulai mengatur nafas, kemudian mulailah menggunakan fokus yang telah

diyakini. Tarik nafas perlahan-lahan dari hidung dan pusatkan kesadaran pada

pengembangan perut, kemudian hembuskan nafas melalui mulut secara

perlahan-lahan sambil mengucapkan kata yang telah dipilih sebelumnya.

5) Pertahankan sikap pasif.

D. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

1. Fokus Pengkajian

a) Pengkajian

Tahap pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang secara

sistematik data dikumpulkan dan dievaluasi untuk menentukan status kesehatan klien.

Tahap ini merupakan dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan keperawatan klien dengan

baik dan tepat. Pengkajian yang akurat, sistematis dan berkesinambungan akan

membantu menentukan tahapan selanjutnya dalam proses keperawatan (Olfah, 2016).

a. Identitas Pasien

Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

b. Keluhan Utama

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.

c. Riwayat penyakit sekarang


Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus

kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi.

d. Riwayat penyakit dahulu

Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien tentang penyakit apa

saja yang pernah di derita, riwayat operasi sebelumnya pada colon serta tanyakan

apakah pernah masuk rumah sakit sebelumnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit keluarga seperti (Diabetes

Melitus, Hipertensi, Asma) dan penyakit menular. Apakah anggota keluarga ada

yang mengalami jenis penyakit yang sama

f. Pola sehari-hari

1) Nutrisi

Pre:

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat

pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus

kembali normal.

Post:

Nafsu makan menurun dan porsi makan menjadi kurang.

2) Eliminasi

Pre:

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung

kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan

mempengaruhi pola eliminasi urine.

Post:

a) BAB: Kadang terjadi diare/ konstipasi pada awal post operasi.

b) Urine: Pada pasien post operasi apendiktomi mengalami penurunan

haluaran urin.

3) Tidur/istirahat

Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung

bagaimana toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakannya.

4) Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.

5) Aktivitas

Pre:

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,

aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya

setelah pembedahan.

Post:

Biasanya pasien post operasi apendiktomi mengalami kelemahan

g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Pre:

Kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva

anemis.

Post:

Pada pasien post operasi apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah

beberapa jam kembali dari ruang operasi.

2) Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien

mengalami takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi

hipotensi.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Kepala Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada

kelainan bentuk kepala, tidak ada nyeri tekan.

b) Pemeriksaan Muka

Pasien nampak meringis menahan nyeri.

c) Pemeriksaan Mata

Keadaan pupil isokor, palperbra dan refleks cahaya tidak ada

gangguan, konjungtiva anemis.

d) Pemeriksaan Hidung

Bersih, tidak terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat

nafas cuping hidung.


e) Pemeriksaan Mulut

Mukosa bibir kering karena adanya mual muntah, mengamati bibir

ada tidaknya kelainan kogenital (bibir sumbing), sianosis atau tidak,

pembengkakkan atau tidak, lesi atau tidak, amati adanya stomatitis

pada mulut atau tidak, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi

berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi. Mengkaji terdapat

nyeri tekan atau tidak pada pipi dan mulut bagian dalam.

f) Pemeriksaan Telinga

Fungsi pendengaran tidak mengalami gangguan, inspeksi bentuk

dan kesimetrisan telinga, kebersihan telinga.

g) Pemeriksaan Thorak

1) Paru-paru

Pre:

Frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada

tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping

hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,

stridor.

Post:

Inspeksi: Pergerakan dada simetris, Pasien post operasi

apendiktomi akan mengalami penurunan dan peningkatan

frekuensi nafas Palpasi: Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal

fremitus sama antara kanan dan kiri.

Perkusi: Terdengar sonor.

Auskultasi: Normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru,

tidak terdapat suara tambahan.

2) Jantung

Pre:

Ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

Post:

Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak


Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula

sinistra.

Perkusi: Normalnya terdengar pekak Auskultasi: Normalnya

terdengar tunggal suara jantung pertama dan suara jantung

kedua.

h) Abdomen

Pre: terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan

distensi abdomen.

Post:

Inspeksi: Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa, bentuk dan

ukuran luka, terlihat mengencang (distensi).

Auskultasi: Bising usus menurun

Palpasi: Terdapat nyeri tekan pada abdomen bekas operasi.

Perkusi: Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani.

i) Ekstremitas

Pre:

Ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan

penyakit.

Post:

Secara umum klien post operasi apendiktomi dapat mengalami

kelemahan karena tirah baring pasca operasi. Kekakuan otot akan

berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas

klien.

j) Integritas kulit

Pre:

Terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

Post:

Terdapat luka sayatan pada bekas operasi, warna kulit, kelembaban,

akral hangat, CRT < 2 detik, turgor kulit menurun.

k) Pemeriksaan Penunjang

Pre:
1) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

2) Foto polos abdomen: dapat memperlihatkan distensi sekum,

kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan

abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca

pembedahan.

3) Pemeriksaan darah rutin: untuk mengetahui adanya peningkatan

leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

4) Pemeriksaan Laboratorium.

Darah: Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml. Urine:

Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

Post:

1) Pemeriksaan darah rutin: untuk mengetahui adanya

peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

2) Pemeriksaan foto abdomen: untuk mengetahui adanya

komplikasi pasca pembedahan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah tahap selanjutnya pada proses keperawatan

yang dilakukan setelah pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam

penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Olfah, 2016).

a. Post operasi

1) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

b. Intra Operasi

1) Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

2) Risiko Hipotermi perioperative berhubungan fluktuasi suhu

lingkungan

c. Post Operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.

2) Risiko Infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka operasi.

3. Intervensi
No Diagnosa NIC NOC Rasional

POST OPERASI

1 Ansietas Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Untuk

berhubunga tindakan asuhan tanda vital mengetahui

n dengan keperawatan 2. Gunakan keadaan

ancaman selama ..x..jam, pendekatan yang umum pasien

pada status diharapkan ansietas menenangkan 2. Agar klien

terkini teatasi dengan KH : 3. Dorong pasien merasa dalam

1. Klien mampu untuk lingkungan

mengidentifik mengungkapkan yang aman

asi dan prasaan, 3. Untuk

mengungkapk ketrakutan, mengurangi

an gejala persepsi rasa cemas

cemas 4. Instruksikan pada pasien

2. Vital Sign pasien dengan cara

dalam batas menggunkan bercerita pada

normal Teknik relaksasi orang lain

3. Postur 4. Untuk

tubuh,ekspresi mengurangi

wajah, bhasa rasa cemas

tubuh dan

tingkat

aktivitas

menunjukkan

berkurangnya

kecemasan

INTRA OPERASI

1 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk

perdarahan tindakan asuhan tekanan darah mengetahu

Berhubunga keperawatan 2. Monitor ketat i tekanan


n dengan selama ..x..jam, tanda-tanda darah klien

Tindakan diharapkan resiko perdarahan 2. Untuk

pembedaha perdarahan tidak 3. Monitor mencegah

n. terjadi dengan KH : status cairan terjadinya

1. Tidak ada yang meliputi perdarahan

hematuria dan intake dan 3. Untuk

hematemesis output mengetahu

2. Hehilangan 4. Lindungi i kluar dan

darah yang pasien dari masuknya

terlihat trauma yang cairan dari

3. Tekanan dapat tubuh klien

darah dalam menyebabkan 4. Untuk

batas normal perdarahan mencegah

terjadinya

perdarahan

2 Risiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk

Hipotermi tindakan asuhan tanda- mengetahu

perioperativ keperawatan tanda vital i keadaan

e selama ..x..jam, 2. Monitor suhu tubuh

berhubunga diharapkan hipotermi Warna klien

n fluktuasi teratasi dengan KH : dan suhu 2. Untuk

suhu 1. Suhu kulit mencegah

lingkungan tubuh 3. Monitor terjadinya

dalam tanda- hipotermi.

rentan tanda 3. Agar

g hipotermi mengetahu

normal dan i adanya

2. Nadi hipertermi tanda-

dan 4. Selimuti tanda

RR pasien hipotermi.
dalam untuk 4. Untuk

rentan mencegah menjaga

g hilangnya pasien agar

normal kehangata tidak

n tubuh. terjadi

hipotermi.

POST OPERASI

1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk

berhubunga tindakan asuhan pengkajia mengetahu

n dengan keperawatan n nyeri i skla dan

agen cedera selama ..x..jam, secara lokasi

biologis. diharapkan nyeri komprehe nyeri

teratasi dengan KH : n secara

1. Mampu Sif umum

mengontrol termasuk 2. Untuk

nyeri (tahu lokasi, mengetahu

penyebab Karakteris i prasaan

nyeri, mampu tik nyeri pada

menggunakan Durasi, klien

tehnik Frekuensi, 3. Agar klien

nonfarmakolo Kualitas dan bisa

gi untuk Factor menceritak

mengurangi Presipitasi an rasa

nyeri) 2. Observasi nyerinya

2. Menyatakan Reaksi non- 4. Untuk

rasa nyaman Ferbal dari mengurang

setelah rasa Ketidak i rasa

nyeri Nyamanan nyeri.

berkurang 3. Gunakan

Tehknik

Komunikasi
Terapeutik

Untuk

Mengetahui

Pengalaman

Nyeri pasien

4. Ajarkan

Tentang

Tehknik

non

farmakologi

2 Risiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk

Infeksi tindakan asuhan tanda dan mengetahu

berhubunga keperawatan gejala i adanya

n dengan selama ..x..jam, infeksi tanda

invasi diharapkan tidak ada 2. Bersihkan tanda

kuman pada infeksi lingkunga infeksi

luka dengan KH : n setelah 2. Untuk

operasi. 1. Klien bebas dipakai mengurang

dari tanda dan pasien i terjadinya

gejaka infeksi lain infeksi

2. Menunjukkan 3. Cuci 3. Agar klien

kemampuan tangan terbebas

untuk sebelum dari resiko

mencegah dan infeksi

timbulnya sesudah 4. Agra klien

infeksi Tindakan dan

keperawat kluarga tau

an cara untuk

4. Ajarkan mencegah

cara terjadinya

menghind infeksi.
ari infeksi

4. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi

keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawatat untuk

membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang

baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Selama tahap pelaksanaan,

perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang

sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format

yang telah ditetapkan oleh institusi (Aziz, 2017).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi terbagi atas

dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus

pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif

ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan

guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan

evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,

yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan),

analisi data dan perencanaa (Aziz, 2017).

BAB III

METODE

1. Jenis/ desain

Jenis atau desain menggunakan Studi Kasus.

2. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus ini terdapat 2 pasien kasus kelolaan yang saya kelola di ruang IBS

(Instalasi Bedah Sentral) RSUD Wangaya Kota Denpasar dari tanggal 23 mei-18 juni 2022.
3. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Lokasi Studi Kasus : Ruang IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSUD Wangaya Kota Denpasar

Waktu Studi Kasus : selama praktek stase peminatan yaitu dari tanggal 23 mei-18 juni

2022.

4. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi dari variabel-variabel yang akan diteliti secara

operasional dilapangan. Definisi operasional ini dibuat untuk memudahkan pada

pelaksanaan pengumpulan data dan pengelolaan serta analisis data. Dengan adanya definisi

operasional yang tepat maka batasan dalam ruang lingkup penelitian atau pengertian

variabel-variabel yang akan diteliti akan lebih fokus (Notoatmodjo, 2018 : 85).

5. Instrument Studi Kasus

Instrumen dalam penelitian ini adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk

mengukur nilai variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2018). Instrument studi kasus ini

menggunakan format pengkajian yang diberikan pada saat stase peminatan untuk

melakukan pengkajian terhadap pasien kelolaan

6. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, dikumpulkan dalam suatu format yang diisi

oleh peneliti bersumber pada responden penelitian.Metode pengumpulan data pada studi

kasus ini yaitu dengan data primer yaitu dengan cara observasi dan melakukan wawancara

terhadap pasien langsung dengan menggunakan format pengkajian yang diberikan pada

saat stase peminatan untuk melakukan pengkajian terhadap pasien kelolaan.

7. Analisis Data dan Penyajian Data

Analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif dan penyajian data dengan cara

mendeskripsikan keadaan pasien kelolaan.

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek

penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian

tersebut(Notoatmodjo, 2018a). Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampis 90%

subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka penelitian harus memahami prinsip-
prinsip etika penelitian(Nursalam, 2017). Secara umum prinsip etika dalam

penelitian/pengumpulan harus diperhatikan sebagai berikut:

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.

Responden harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian

yang akan dilaksanakan. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan serta mengetahui dampaknya (Hidayat, 2014:83). Responden

diberikan hak untuk menandatangani maupun tidak menandatangani lembar

persetujuan yang diberikan. Jika bersedia menjadi responden, maka responden harus

menandatangani lembar persetujuan. Namun, jika tidak bersedia menjadi responden

maka peneliti menghormati keputusan dan hak-hak dari masyarakat.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden,

dan hanya menuliskan kode lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan (Hidayat, 2014:83).

3. Confidentality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Notoatmodjo, 2018b).

4. Beneficence

Peneliti selalu berupaya agar segala tindakan yang diberikan kepada klien

mengandung prinsip kebaikan (promote good). Prinsip berbuat yang baik bagi klien

tentu saja dalam batas-batas hubungan terapeutik antara peneliti dan klien

(Notoatmodjo, 2018:203). Peneliti dalam memberikan tindakan pada penelitian yang

dilakukan berusaha untuk memberikan manfaat yang optimal dan meminimalkan

dampak yang merugikan bagi responden.

5. Justice
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah

keikutsertaannya dalam penelitian dengan tanpa adanya diskriminasi (Nursalam,

2017;195). Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memperlakukan responden sesuai

dengan haknya dan mendapat perlakuan yang sama, serta tidak membeda-bedakan

responden dari segi umur, agama yang satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah. (2016). Pengukuran Kuantitas Nyeri. Universitas Hasanuddin, 1(1), 1–6.

https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content/uploads/2016/12/PENGUKURAN-

KUANTITAS-NYERI.pdf

Depkes, R. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Hidayat. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Salemba Medika.

Kurniawati, K., & Kadir, A. (2020). Gambaran Tentang Kejadian Appendisitis Di Rs. Tk Ii

Pelamonia Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(4), 371–377.

Berman, S., & Kozier. (2012). Buku ajar praktik keperawatan klinis kozier. Jakarata; EGC.

Mirantika, N., Danial, D., & Suprapto, B. (2021). Hubungan antara Usia, Lama Keluhan Nyeri

Abdomen, Nilai Leukosit, dan Rasio Neutrofil Limfosit dengan Kejadian Apendisitis Akut

Perforasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(4),

576–585. https://doi.org/10.25026/jsk.v3i4.467

NANDA NIC NOC. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis. Jilid 3.

Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Notoatmodjo. (2018a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2018b). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Nursalam. (2017). Metodelogi penelitian Ilmu Keperawatan (2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Pratitdya, G., Rehatta, N. M., & Susila, D. (2020). Perbandingan Interpretasi Skala Nyeri Antara

Nrs-Vas-Wbfs Oleh Pasien Pasca Operasi Elektif Orthopedi Di Rsud Dr. Soetomo. Care :

Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(3), 447. https://doi.org/10.33366/jc.v8i3.1802

Sedán, P.-, Nasional, B. A. Z., Dana, L. P. L. D. A. N., Keuangaii, L., Beraktiir, Y., Relief, H.,

Hall, J. K., Weinberger, R., Marco, S., Steinitz, G., Moula, S., Accountants, R. P., Report,

A. A. S., Accounting, F., Keuangan, L. P., Saldo, J., Bersih, D., Li, H., Hikmah, L. L., …

Eddy, S. A. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Pada

Ny N Dengan Post Appendiktomi Di Wilayah Kerja Dipuskesmas Muaro Bungo 1 Tahun

2020. Journal of Chemical Information and Modeling, 21(1), 1–9.

Septiana, A., Inayati, A., & Ludiana. (2021). Penerapan Teknik Relaksasi Benson Terhadap

Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi di Kota Metro. Jurnal

Cendikia Muda, 1, 444–451.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif (Setiyawami (ed.); 1st ed.). Alfabeta.

Wainsani, S., & Khoiriyah, K. (2020). Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien Appendiks Post

Appendiktomi Menggunakan Teknik Relaksasi Benson. Ners Muda, 1(1), 68.


https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5488

Yoko. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis Dengan Masalah

Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah

Jombang. 1, 105–112.

Warsinggih. (2016). Appendicitis Acute. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2019 dari

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-content/uploads/2016/10/APPE DISITIS-

AKUT.pdf

Anda mungkin juga menyukai