Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian intergral dari

pembangunan nasional yang mempunyai peranan besar dalan menentukan

keberhasilan pencapaian tujuan pembanguan nasional.Pembangunan kesehatan

yang dilakukan dapat perilaku hidup sehat yang merupakan salah satu dari tiga

pilar pembangunan bidang kesehatan yakni perilaku hidup sehat, penciptaan

lingkungan yang sehat serta penyediaan layanan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Perilaku hidup sehat yang sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang

pemeliharaan kesehatan pribadi dan pentingnya berperilaku hidup bersih dan

sehat. Cuci tangan sering dianggap sebagai hal yang sepele di masyarakat, padahal

cuci tangan bisa memberi kontribusi pada peningkatan status kesehatan

masyarakat. Berdasarkan fenomena yang ada terlihat bahwa anak-anak usia

sekolah mempunyai kebiasaan kurang memperhatikan perlunya cuci tangan dalam

kehidupan sehari-hari, terutama ketika di lingkungan sekolah. Mereka biasanya

langsung makan makanan yang mereka beli di sekitar sekolah tanpa cuci tangan

terlebih dahulu, padahal sebelumnya mereka bermain-main. Perilaku tersebut

tentunya berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit

diare.

1
Cuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam

pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh

Luby, Agboatwalla, Bowen, Kenah, Sharker, dan Hoekstra (2009),

mengatakan bahwa cuci tangan dengan sabun secara konsisten dapat mengurangi

diare dan penyakit pernafasan. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dapat mengurangi

diare sebanyak 31 % dan menurunkan penyakit infeksi saluran nafas atas (ISPA)

sebanyak 21 %.

Perilaku untuk mengurangi diare pada anak membutuh kanintervensi

untuk membuat anak-anak lebih sehat dan kemungkinan lebih kecil untuk

menyebarkan infeksi yang menyebabkan diare; lingkungan yang kurang bersih

mungkin dapat menularkan penyakit; dan dukungan dari masyarakat dan perawat

secara konsisten dapat memperkuat perilaku sehat dan praktek dari waktu ke

waktu (UNICEF dan WHO,2009).

Diare pada anak usia sekolah di propinsi Jawa Timur mengalami

peningkatan pada tahun 2010, dari angka prevalensi diare pada anak usia sekolah

sebanyak 5,2% pada tahun 2007 (Riskesdas Jatim, 2007). Di propinsi Jawa Timur

cakupan pelayanan diare pada tahun 2012 sebesar 72,43% dan masih berada

dibawah target nasional yaitu 100%. Kabupaten Jember merupakan salah satu

Kabupaten di propinsi Jawa Timur dengan cakupan pelayanan diare yang berada

di bawah target nasional, dimana cakupan pelayanan diarenya sebesar 68,08%

(Dinkes Jatim, 2013).

Jumlah kasus pada anak usia sekolah sebanyak 10.863 kasus. Puskesmas

di kabupaten Jember dengan jumlah kasus diare terbanyak pada anak usia sekolah

pada tahun 2014 yaitu Puskesmas Kemuningsari Kidul sebanyak 927 kasus,

2
Puskesmas Sukorejo sebanyak 460 kasus, dan Puskesmas Panti sebanyak 403

kasus. Puskesmas Kemuningsari Kidul merupakan Puskesmas yang berada di

Kecamatan Jenggawah. Data Dinkes kabupaten Jember pada tahun 2012,

menunjukkan bahwa jumlah kasus diare pada anak usia sekolah di wilayah kerja

Puskesmas Kemuningsari Kidul sebanyak 87 kasus. Pada tahun 2013 dan 2014

terjadi peningkatan kasus pada anak usia sekolah di wilayah kerja Puskesmas

Kemuningsari Kidul masing-masing menjadi 733 kasus dan 927 kasus diare

(Dinkes Jember,2014).

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal

(lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan atau

konsistensi (feses cair) (Smeltzer &Bare, 2001). Mansjoer dkk (2000)

menyebutkan bahwa diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari

dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang

terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari tujuh hari pada bayi dan

anak yang sebelumnya sehat. Diare adalah keadaan buang air dengan banyak

cairan (mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau

gangguan lain (Tjay & Rahardja, 2007). Salah satu penyebab terjadinya diare

yaitu memakan makanan yang tidak diawali dengan cuci tangan dengan

sabun( Kesehatan Indonesia, 2013).

Penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada

pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan menempati urutan pertama pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan data tahun 2013 terlihat bahwa frekuensi

kejadian luar biasa (KLB) penyakit diare sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang

penderita, 113 orang meninggal, dan Case Fatality Rate (CFR) 2,92% 3.

3
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan

penyakit. Hal ini dikarenakan tangan merupakan pembawa kuman penyebab

penyakit. Resiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan

perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun pada waktu

penting. Kebiasaan mencuci tangan harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak

merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan

lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat(Depkes RI,

2011).

Hasil studi pendahuluan di SDN Kertonegoro 03 pada tanggal 17 oktober

2017 jam 09.00 dengan sampel 20 anak didapatkan data sebagai berikut 64.2%

kukunya panjang-panjang dan setelah bermain para siswa-siswi tidak melakukan

cuci tangan terlebih dahulu sebelum makan atau mau beli jajanan di area

sekolah.Hasil wawancara dengan bagian kesiswaan bahwa tidak ada penyuluhan

tentang cuci tangan baik dan benar dan fenomena yang terjadi di SDN

Kertonegoro 03 banyak siswa yang belum mengetahui pentingnya kebiasaan cuci

tangan bagi kelangsungan hidup mereka.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : apakah adahubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian

diare di SDN Kertonegoro 03 Kec. Jenggawah Kab. Jember .

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Menganalisishubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare di
SDN Kertonegoro 03Kec. Jenggawah Kab. Jember.
1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi kebiasaan cuci tangan diSDNKertonegoro 03Kec.Jenggawah

Kab. Jember.

2. Mengidentifikasi kejadian diare di SDNKertonegoro 03Kec. Jenggawah Kab.

Jember.

3. Menganalisishubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare di

SDNKertonegoro 03Kec. Jenggawah Kab. Jember.

1.4 ManfaatPenelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dalam pendidikan

keperawatan yang berguna untuk melakukan promosi kesehatan tentang cuci

tangan yang baik dan benar.

5
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

siswa siswi akan pentingnya cuci tangan terhadap kesehatan.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat mampu menambah pengetahuan dan sebagai

pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku

kuliah.Khususnya mengenai cuci tangan yang baik benar.

1.4.4 Manfaat Bagi peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan mampu menambah referensi kepada peneliti

selanjutnya khususnya tentang cuci tangan yang baik dan benar.

6
1.5 Keaslian Penelitian

N JUDUL PENELITI NAMA TAHUN & RENCANA VARIABEL HASIL PENELITIAN


O PENELITI TEMPAT PENELITIAN
PENELITIAN

1. pengaruh pendidikan Andi jaya 2014, SDN survai dengan Variable Ada perbedaan
kesehatan cuci tangan 003Kabupaten survai dengan bebas:pendidikn pengetahuan sebelum
terhadap kejadian Polewali desain cross kesehatan cuci tangan
diare pada anak , SDN Mandar. sectional dan sesudah pemberian
003Kabupaten pendidikan kesehatan
Polewali Mandar.. berupa cuci tangan
Variabel terikat:
kejadian diare

2. Hubungan kebiasaan Wildan 2017, SDN korelational Veriabel bebas :


cuci tangan terhadap kharisma Kertonegoro 03 dengan kebiassaan cuci
kejadian diare di SDN pradana Jember pendekatan cross tangan
Kertonegoro 03 sectional
Jember
Variabel terikat:
kejadian diare

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih

dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan atau

konsistensi (feses cair) (Smeltzer &Bare, 2001).(Mansjoerdkk,2000)

menyebutkan bahwa diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari

dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja.Diare akut adalah diare yang

terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari tujuh hari padaanak yang

sebelumnya sehat.Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan (mencret)

dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain

(Tjay&Rahardja, 2007).

2.1.2 Faktor Penyebab Diare

Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor.Menurut (Mansjoer

dkk, 2000). Penyebab diare pada anak adalah infeksi, malabsorbsi, makanan,

imunodefisiensi, dan psikologis.

1. infeksi: virus (rotavirus, adenovirus, norwalk), bakteri (Shigella, Salmonella, E.

coli, Vibrio), parasit (protozoa: E. histolityca, G. lambia, Balantiduim coli;

cacing perut: askaris, trikuris, strongiloides: dan jamur: kandida);

2. malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak, atau protein;

3. makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadapmakanan;

8
4. imunodefisiensi;

5. psikologis: rasa takut dancemas.

Penyebab diare berdasarkan patofisiologisnya dibagi menjadi:

1. diare sekresi, yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen dan

apatogen; hiperperistaltik usus halus akibat bahan kimia atau makanan,

gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin, alergi, dan difisiensi imun

terutama Ig A sekretorik;

2. diare osmotik, yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan

kalori protein(KKP).

2.1.3 Tanda dan Gejala Diare

Tanda gejala diare menurut (Smeltzer dan Bare, 2001)frekuensi defekasi

meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses.

Pasien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia,

dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada

anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi. Diare dapat eksplosif atau

bertahap dalam sifat awitan. Gejala yang berkaitan langsung dalam diare

diantaranya adalah dehidrasi dan kelemahan.

Klien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah,

nyeri perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya renjatan

hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan

merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara

menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan

menyebabkan frekuensi penafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).

9
Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari

120kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka

pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium

dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul

anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit

berupa nekrosis tubular akut (Mansjoer,2000).

Pada anak, awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja

makin cair, mungkin mengandung darah dan/lendir, warna tinja berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja

menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila

telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan

turun, ubun-ubun menjadi cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput

lendir mulut dan bibir kering (Mansjoer,2000).

2.1.4 Cara PenularanDiare

(Farida, 2009) menjelaskan bahwa, diare dapat ditularkan melalui beberapa

cara yaitu mulut yang memakan makanan yang tercemar atau tidakhigienis, feses

yang mengandung kuman penyakit, dan proses pengolahan makanan yang tidak

sehat sehingga tercemar oleh kuman-kuman penyebab diare. Menurut (WHO,

2009) kebanyakan kuman patogen yang menyebabkan diare ditransmisikan

serupa, misalnya dari fekal oral seperti dari tinja ke makanan atau air, yang

kemudian makanan atau air tersebut ditelan.

10
2.1.5 Pencegahan

Perilaku pencegahan penyakit termasuk ke dalam perilaku pemeliharaan

kesehatan.Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan

bilamana sakit (Notoatmodjo, 2007).Faktor yang mempengaruhi perilaku

manusia yaitu keturunan danlingkungan.

1. Keturunan yaitu tiap sifat makhluk hidup dikendalikan oleh faktor keturunan

yang mana tiap pasangan merupakan penentu alternatif bagi keturunannya

faktor keturunan merupakan bawaan dari seseorang yang melekat pada

dirinya sebagai warisan dari orang tua, yang termasuk dalam faktor ini adalah

emosi, kemampuan sensasi, dan kecerdasan (HeriJulianti, 2001).

2. Lingkungan yang meliputi dua sasaran yaitu lingkungan yang membuat

individu sebagai makhluk sosial dan lingkungan yang membuat wajah budaya

bagi individu. Lingkungan tersebut dapat berupa tempat seseorang berada dan

tinggal, dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal,

lingkungan bermain dan lingkungan sekolah.(Purwanto, 2002).

Kedua faktor tersebut saling berpengaruh dalam perilaku individu.

Kebiasaan baik yang ditanamkan didalam keluarga misalnya mencuci tangan

sebelum makan untuk mencegah diare akan menjadi perilaku yang sifatnya

menetap pada anak. Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon

sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan.Faktor tersebut terdiri faktor internal seperti tingkat kecerdasan,

11
tingkat emosional, dan jenis kelamin, serta faktor eksternal yakni lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya (Notoatmodjo,2007).

Perilaku untuk mengurangi diare pada anak membutuhkan intervensi

untuk membuat anak-anak lebih sehat dan kemungkinan lebih kecil untuk

menyebarkan infeksi yang menyebabkan diare; lingkungan yang kurang bersih

mungkin dapat menularkan penyakit; dan dukungan dari masyarakat dan

perawat secara konsisten dapat memperkuat perilaku sehat dan praktek dari

waktu ke waktu (UNICEF dan WHO,2009).

Cuci tangan dilakukan sebelum dan setelah melakukan kegiatan. Cuci

tangan dilakukan sebelum makan, minum, memasak, memegang makanan atau

menyajikan makanan.Cuci tangan yang dilakukan setelah dari toilet, buang air

besar, memegang binatang, bercocok tanam, bermain- main.Cuci tangan harus

menggunakan sabun.Sabun mengandung antiseptik yang dapat membunuh

kuman penyakit.Berbagai kuman penyakit berbahaya dapat mati jika mencuci

tangan pakai sabun.Biasakan juga menggunakan air yang mengalir .Hal-hal yang

perlu diketahui adalah cucilah tangan dengan sempurna.Jangan lupa untuk

menggosok permukaan dalam dan luar tangan.Jangan terbiasa memelihara kuku

panjang.Kuku panjang bisa menjadi sarang penyakit jika tidak dijaga

kebersihannya.Potonglah kuku secara teratur bila mulai kelihatan panjang

(Sitorus,2012).

Cucilah tangan di bawah air kran atau air mengalir agar kotoran tidak

kembali lagi ke tangan.Setelah mencuci tangan jangan lupa mengeringkan

tangan dengan tisu atau mengangin-anginkannya pada alat pengering yang

banyak tersedia di dekat tempat cuci tangan. Diketahui bahwa variabel yang

12
berhubungan dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara

KotaSemarang adalah kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar, dan

kebiasaan mencuci tangan sebelum makan hasil penelitian dilakukan oleh (Ana,

2015)

Selain cuci tangan, perawatan kaki dan kuku juga penting untuk dilakukan.

Perawatan pada kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari tangan dan

kaki dengan rapi dengan terlebih dahulu merendamnya dalam sebaskom air

hangat, hal ini sangat berguna untuk melunakkan kuku sehingga mudah

dipotong. Kuku jari tangan dipotong sedemikian rupa mengikuti alur pada jari

tangan sedangkan kuku jari kaki dipotong lurus (Isroin & Andarmoyo,2012).

2.2 Teori Perilaku

2.2.1 Pengertian

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun

dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir,

berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan

batasan ini, perilaku kesehatan dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan

interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan

perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi,atau motivasi. Beberapa

ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu

13
pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

2.2.2 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap

rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara

garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

1. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak

dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang

nyata.

2. Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat

diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

2.2.3 Perilaku Pencegahan Penyakit

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi

yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia

khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk –

bentuk perilaku instinktif (species–specific behavior) yang didasari oleh kodrat

untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku

manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus

dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus

yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.(Azwar, 2007)

14
merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku

adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu

meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kepribadian dan sikap

yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkunga dalam menentukan

perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku,

bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu.

Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebihkompleks.Teori tindakan

beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses

pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknyaterbatas hanya

pada 3 hal yaitu :

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang

spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma

subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain

inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma–norma subjektif membentuk

suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara sederhana, teori ini

mengatakanbahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia

memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin

agar iamelakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan–keyakinan

berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma–norma

subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini

berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan

menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau tidak (Azwar,

15
2007). Menurut Green dalam buku (Notoatmodjo, 2003) menganalisis bahwa

perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour

causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya

perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1.Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor–faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan

sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat. Di simpulkan bahwa perilaku seseorang

atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para

petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan

adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung

untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan

berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan

meliputi perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

16
2.2.4 Cara Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara,

secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan

dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak

langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan

melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan

berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

2.2.1 Pengukuran perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perlaku dapat dilakukan melalui dua cara,

secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan

dari subjek dalam rangka memelihara kesehatanya. Sedangkan secara tidak

langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan

melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan

berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmojo, 2010 : 146)

Menurut Answar (2011 : 27) instrumen pengukuran fakor yang

mempengaruhi dengan perilaku menggunakan koesioner skala likert, yang terdiri

dari pernyataan positif dan negatif diukur menggunakan skala ordial. Skala ordinal

ialah skala yang didasarkan pada rangking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi

ke jenjang yang lebih rendah.

Menurut Riduwan (2013 : 23) skala likert terdiri yang terdiri dari pernyataan

positif dan negatif.

a. Jawaban dari item pernyataan positif yaitu:

17
1) Selalu (SL) jika respon sangat setuju dengan pertanyaan koesioner dan

diberikan melalui jawaban koesioner 4.

2) Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan koesioner dan

diberikan melalalui jawaban koesioner skor 3.

3) Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan koesioner dan

diberikan melalalui jawaban koesioner skor 2.

4) Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pertanyaan koesioner

dan diberikan melalui jawaban melalui jawaban koesioner skor 1.

b. Jawaban dari item pernyataan negatif yaitu:

1) Selalu (SL) jika respon sangat setuju dengan pertanyaan koesioner dan

diberikan melalui jawaban koesioner skor 1.

2) Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan koesioner dan

diberikan melalalui jawaban koesioner skor 2.

3) Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan koesioner dan

diberikan melalalui jawaban koesioner skor 3.

4) Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pertanyaan koesioner

dan diberikan melalui jawaban melalui jawaban koesioner skor 4.

Skor yang dihasilkan dikategorikan dibagi tiga sama besar sehingga diperoleh

skor kategori sebagai berikut:

1) Baik (76-100)

2) Cukup (56- 75%)

3) Kurang (<56%)

18
2.3 Cuci Tangan

2.3.1 Definisi Cuci Tangan

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan

debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air yang mengalir

(Riskesdas, 2007) dan menurut (Wati, 2011).PHBS (perilaku hidup bersih dan

sehat)cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan suatu kebiasaan membersihkan

tangan dari kotoran dan berfungsi untuk membunuh kuman penyebab penyakit

yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan peralatan

seperti sabun, air mengalir yang bersih, dan handuk yang bersih.

Terdapat 2 teknik mencuci tangan yaitu mencuci tangan dengan sabun dan

air mengalir dan mencuci tangan dengan larutan yang berbahan dasar

alkohol.Cuci tangan merupakan proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air yang bertujuan

untuk mencegah kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke

orang) suatu penyakit atau perpindahan kumanPerilaku mencuci tangan adalah

salah satu tindakan sanitasi dengan cara membersihkan tangan dan jari-jemari

dengan menggunakan air atau cairan lainnya yang bertujuan agar tangan menjadi

bersih. Mencuci tangan yang baik dan benar adalah dengan menggunakan sabun

karena dengan air saja terbukti tidak efektif (Danuwirahadi, 2010).

19
2.3.2 Langkah-Langkah Cuci Tangan

Gambar 1: Teknik mencuci tangan dengan menggunankan air dan sabun (WHO,
2008)

Kegiatan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir dilakukan 40-

60 detik. Langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar menurut anjuran

WHO (2008) yaitu sebagai berikut :

20
1. Pertama, basuh tangan dengan air bersih yang mengalir, ratakan sabun dengan

kedua telapak tangan

2. Kedua, gosok punggung tangan dan sela - sela jari tangan kiri dan tangan

kanan, begitu pula sebaliknya.

3. Ketiga, gosok kedua telapak dan sela - sela jari tangan

4. Keempat, jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.

5. Kelima, gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

lakukan sebaliknya.

6. Keenam, gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak

tangan kiri dan sebaliknya

7. Ketujuh, bilas kedua tangan dengan air yang mengalir dan keringkan.

2.3.3 Manfaat Cuci Tangan

Cuci tangan dapat berguna untuk pencegahan penyakit yaitu dengan cara

membunuh kuman penyakit yang ada ditangan. Dengan mencuci tangan, maka

tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman. Apabila tangan dalam keadaan

bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, cacingan, penyakit

kulit,infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan flu burung (Proverawati dan

Rahmawati, 2012)

2.3.4 Waktu-Waktu yang Dianjurkan Cuci Tangan

Indikasi waktu untuk mencuci tangan menurut (Riskesdas ,2013) adalah:

1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, binatang, berkebun dll)

2. Setelah BAB (buang air besar)

21
3. Sebelum memegang makanan

4. Setelah bersin, batuk, membuang ingus

5. Setelah pulang dari bepergian

6. Setelah bermain

2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Cuci Tangan

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil daritahu yang terjadi melalui proses

sensoriskhususnya mata dan telinga terhadap objektertentu(Wawan, 2011).

2. Sikap

Sikap adalah respon tertutupseseorang terhadap stimulus atau objek,

baikyang bersifat intern maupun eksternsehingga manifestasinya tidak

dapatlangsung dilihat, tetapi hanya dapatditafsirkan terlebih dahulu dari

perilakuyang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004).

3. Motivasi

Motivasi adalah kondisi internalatau eksternal yang membangkitkan

kitauntuk bertindak, mendorong untuk mencapaitujuan tertentu dan membuat kita

tertarikuntuk kegiatan tertentu (Nursalam, 2008).

4. Lingkungan

Lingkungan dibedakan menjadidua yakni lingkungan fisik dan

lingkungannon-fisik.Lingkungan fisik adalahlingkungan yang yang terdapat

disekitarmanusia sedangkan lingkungan non-fisikadalah lingkungan yang muncul

akibatadanya interaksi antara manusia (Asmadi,2008).

22
2.3.6 Konsep Anak Usia Sekolah

anak usia sekolah merupakan anak dengan usia 6-12 tahun. Periode anak

usia sekolah terbagi menjadi tiga tahapan usia yaitu: tahap awal 6-7 tahun, tahap

pertengahan 709 tahun, dan tahap pra remaja 10-12 tahun (Potter dan Perry,

2010). Sekolah dapat memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari

kehidupan yang secara relative bebas bermain. Anak pada usia sekolah menurut

kebutuhan dan kehidupan yang menantang. Kemampuan kognitif, fisik,

psikososial dan moral dikembangkan, diperluas, disaring dan disinkronasi,

sehingga individu dapat menjadi anggota masyarakat yang diterima dan menjadi

seorang yang produktif (Potter dan Perry, 2010). Lingkungan pada anka usia

sekolah mimiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak

dengan orang lain. Anak usia sekolah identic dengan hubungan perkelompokan

atau senang bermain dalam kelompok (Wong, 2009).Perkembangan biologis anak

usia sekolah lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan masa sebelumnya

Karakteristik anak usia sekolah yang sedang dalam pertumbuhan biasanya akan

mengkonsumsi segala jenis makanan agar asupan energy yang dibutuhkan sesuai

dengan energy yang dukeluarkan.

Perkembangan kognitif anak usia sekolah terlihat dari kemampuan untuk

berpikir dengan cara yang logis bukan sesuatu yang abstark (Potter dan Perry,

2010). Pada usia 7 tahun anak memasuki tahap pieget ketiga yakni perkembangan

konkret (Santrock, 2008,;Wong, 2009).Mereka mampu menggunan simbol

operasional dalam pemikirannya. Mereka mampu menyelesaikan masalah secara

nyata dan runut dari apa yang ia rasakan. Mereka mulai menggunakan proses

pemikiran yang logiss (Potter dan Perry, 2010,;Santrock, 2008,;Wong, 2009).

23
Perkembangan psikososial anak usia sekolah dilihat dari perjuangan anak

mendapatkan kompetensi dan keterampilan yang penting bagi mereka untuk dapat

sejajar dengan orang dewasa. Anak usia sekolah menurut (Erikson dan

Wong,2009) berada dalam fase industry. Anak mulai mengarahkan energy untuk

meningkatkan pengetahuan dari kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak

belajar berkompetisi dan beekerja sama dari aturan yang diberikan (Wong, 2009).

Anak ingin mulai bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan mengembangkan

kreativitas, keterampilan dan keterlibatan dalam pekerjaan yang berguna bagi

social (Santrock, 2008,;Wong, 2009). Anak usia sekolah sangat rentan dengan

perasaan, ia akan merasa adanya penghargaan jika mendapat keberhasilan

positive, namun jika mendapatkan kegagalan anak akan menarik diri dari

lingkungannya. Untuk itu pemberian penghargaan yang positive membuat anak

merasa dihargai (Potter dan Perry, 2010).

Perkembangan moral anak usia sekolah terlihat dari cara anak

menginterpretasikan secara ketat dan patuh terhadap aturan. Mereka menganggap

aturan sebagai prinsip dasar kehidupan mereka, bukan hanya perintah dari orang

lain yang memiliki otoritas. Hubungan dengan teman sebaya juga terlihat pada

anak usia sekolah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya

yang sejenis. Biasanya mereka memiliki teman perkumpulan sendiri.

Perkembangan moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada ditahap

konvesional (Muscari, 2007). Perkembangan moral sejalan dengan usia piker anak

usia sekolah yang lebih logis (Hockenbery dan Wilson, 2007). Anak pada usia

sekolah dapat memahami standart perilaku yang seharusnya mereka terapkan pada

kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap konvesional mulai memahami

24
bagaimana harus memperlakukaan orang lain sesuai dengan apa yang ingin

diterima oleh mereka dari orang lain (Muscary 2007,;Wong, 2009).

2.3.7 Hubungan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembekatau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih

sering (lebih dari tiga kali) dalam satu hari. Survei Kesehatan Nasional tahun

2006 menempatkan diare pada posisi tertinggi kedua sebagai penyakit paling

berbahaya. Diare dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-

negara berkembang (Kemenkes RI, 2014).

Di indonesia sampai saat ini diare masih menjadi masalah masyarakat.

Berdasarkan datajumlah kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita

dengan jumlah kematian 1.289, dan sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-

anak. Permasalahan diare di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

dapat dikurangai dengan perilaku hidup sehat yaitu cuci tangan pakai sabun

(CTPS). Namun, masih kurangnya perhatian dan kesadaran tentang pentingnya

CTPS di masyarakat. Banyak orang yang belum menyadari pentingnya perilaku

cuci tangan pakai sabun (CTPS) bagi kesehatan. Secara klinis penyebab diare

dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi(disebabkan oleh

bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi,

keracunan,imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering

ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi

dan keracunan (Departemen Kesehatan RI, 2011).

25
Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu sangat

penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun

merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran

berbagai penyakit menular seperti diare. Praktek CTPS juga dapat mencegah

infeksi kulit dan mata (Subea, 2010).

Perilaku sehat cuci tangan pakai sabun yang merupakan salah satu perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS), saat ini juga telah menjadi perhatian dunia.Hal ini

karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya terjadi di

negara-negara berkembang saja. Ternyata di negara-negara maju pun kebanyakan

masyarakatnya masih lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun.

Dalam mengatasi kuman, dibutuhkan pengertian akan pentingnya kebiasaan

mencuci tangan oleh siapapun. Bukan hanya sekedar mencuci tangan saja

melainkan juga menggunakan sabun dan dilakukan di bawah air yang mengalir

karena sabun bisa mengurangi atau melemahkan kuman yang ada di

tangan(Syahputri, 2011).

26
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan


bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis.

Faktor yang mempengaruhi Faktor penyebabkejadian diare:


kebiasaan cuci tangan: 1. Infeksi
1. Tingkat pengetahuan 2. Malabsorpsi
2. Sikap 3. Makanan
3. Motivasi 4. Imunodefisiensi
4. Lingkungan 5. Psikologis

KEBIASAAN CUCI KEJADIAN DIARE


TANGAN

( diambil dari :Wawan, 2011,;Sunaryo, 2004,;Nursalam, 2008,;Asmadi,


2008,;Mansjoer ddk, 2000 ).

: yang tidak di teliti.

: yang di teliti

27
3.2 Hipotesis

Hipotesisadalah jawaban sementara terhadap tujuan penelitian yang di

turunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat. (Wiratna,2014)

H1 : ada hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare di SDN

Kertonegoro03 Kecamatan JenggawahKabupaten Jember 2017.

28
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelational dengan

pendekatan cross sectional yaitu peneliti dapat mencari, menjelaskan hubungan

dan menguji antara 2 variabel yang menekankan pada waktu pengukuran atau

observasi data variabel hanya satu kali pada satu saat (Notoatmodjo,

2010).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan cuci tangan terhadap

kejadian diare di SDNKertonegoro 03 Kecamatan JenggawahKabupaten Jember.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Notoatmodjo,

2010).Populasi pada penelitian ini adalah semua anak kelas I,II,III,IV,VI di SDN

Kertonegoro 03 Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.Jumlah populasi

penelitian sebanyak 95 siswa yang terdiri 10 orang dari kelas I, 15 siswa dari

kelas II, 25 siswa dari kelas III, 25 siswa dari kelas IV dan 20 siswa dari kelas VI.

4.2.2 Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Notoatmodjo,

29
2010).Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus

Slovin dibawah ini :

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Pada Setiap Kelas Dengan Menggunakan Simple

Random Sampling(Notoatmodjo, 2010).

( rumus slovin )

(Rumus slovin) 95 = 77 Siswa


N= N

1+N.e 1+95 (0,05)2

Keterangan

n : Jumlah sampel minimal


N: Jumlah anggota populasi
e :Sampling error
Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel sebesar 77 siswa.

4.2.3 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili

sampel penelitian (Nursalam, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Anak SDN Kertonegoro 03 - Jenggawah Kelas 1,2,3, 4 dan 6

2. Bersedia menjadi responden

3. Anak dalam kondisi sehat

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek peneliti tidak dapat mewakili sampel

karena tidak mempengaruhi syarat, pada penelitian ini kriteria eksklusi adalah:

30
1. Mengundurkan diri saat penelitian

2. Tidak masuk sekolah

4.2.4 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan proses seleksi sampel yang digunakan dalam

penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili

keseluruhan populasi yang ada. Pada penelitian ini pengambilan sampling dengan

menggunakan simplerandomsampling yaitu pengambilan sampel dengan caraacak

tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi (Notoatmodjo,

2010).

simplerandomsampling yaitu pengambilan sampel dengan cara mengambil

kocok an yang diambil dari anggota populasi penelitian

4.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Kertonegoro 03, Kecamatan Jenggawah

Kabupaten Jember.

4.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian pada bulan Desember - Februari 2018

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variable yang

dimaksut atau tentang apa yang dikur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dapat membantu dalam mengarahkan

31
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

dalam mengembangkan instrumen. Definisi operasional dalam penelitian dibuat

dalam bentuk tabel :

Tabel 4.5Definisi Operasional Hubungan KebiasaanCuci Tangan terhadap


Kejadian Diare di SDN Kertonegoro 03 Jenggawah Jember.

Variabel Definisi Indikator / Alat ukur Skala Hasil


operasional Parameter
Variabel Perilaku Hasil kuesioner Ordinal 1. Baik
independe Kebiasaan jawaban
n : Cuci Tangan Perilaku cuci 2. Cukup
Kebiasaan yang tangan yang
cuci dilakukan dilakukan 3. Kurang
tangan: sehari-hari sehari-hari
oleh oleh anak
siswa/siswi siswa/siswi
Menggunkan SDN
air bersih dan Kertonegoro
pakai sabun 03
Skal likert
yang terdiri
dari 10
pertanyaan
cuci tangan
yaitu:
1. Pertanyaa
n positif
yaitu :
S: 4
SL:3
JR: 2
T: 1
2. 2.
Pertanyaa
n positif
yaitu :
S: 1
SL:2
JR: 3
T: 4
Skoring :(7 X

32
jumlah
skor )X 100:
28
Dikatagorikan
1. Cuci
tangan
baik, jika
skor
dalam
rentang
(76%-
100%)
2. Cuci
tangan
cukup,
jika skor
dalam
rentang(6
0%-75%)
3. Cuci
tangan
kurang,
jika skor
dalam
rentang
(<60%)
5.

kuesioner Nominal
Variabel Penyakit Hasil 1. Ya
dependen diare yang jawaban (kejadi
: pernah responden an
Kejadian dialami 1.Pernah diare)
Diare siswa/siswi sakit diare 2. Tidak
SDN dalam kurung (kejadi
Kertonegoro waktu 3 an
03 dalam 3 bulan terakhir diare)
bulan
terakhir: 2. Tidak
Dengan Pernah
tanda-tanda mengalami
1. Bab dalam sakit diare
sehari dalam 3
lebih bulan terakhir
dari tiga
kali
2. Kualitas
feses yang

33
di
keluarkan
cair
3. Mengeluh
kram perut

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

4.6.1 Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data.Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data

primer dan data sekunder.

1. Data primer yaitu data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber

pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Pada penelitian ini menggunakan

data primer siswa siswi kelas 1,2,3, 4 dan 6 SDN Kertonegoro 03 Jenggawah

Jember.

2. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan untuk menyelesaikan masalah

yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah

jurnal & data dari sekolahan.

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data

34
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan cara mendatangi sekolah

SDN Kertonegoro 03 Jenggawah Kabupaten Jember. Adapun prosedur dalam

penelitian ini adalah:

1. Mendapat ijin dari ketua STIKES dr.Soebandi Jember

2. Mengajukan permohonan ijin kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

3. Mengajukan kepada dinas pendidikan Kabupaten Jember

4. Mendapat ijin kepala sekolah SDN Kertonegoro 03 Kecamatan Jenggawah

Kabupaten Jember.

5. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, apabila

responden bersedia untuk diteliti maka responden dianjurkan untuk

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden

6. Responden diminta mengisi kuesioner kemudian dikumpulkan kembali pada

peneliti.

4.6.3 Alat / Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur

dan tahu apa yang digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar

diwilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan tertutup atau terbuka,

dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau

internet (Sugiyono, 2009).Untuk mengukur kebiasaan anak tentang cuci tangan

menggunakan kuesioner yang berupa pertanyaan dengan jumlah soal 7, cara

menjawabnya yaitu responden memilih salah satu jawaban dari salah satu soal

dengan cara mencentang/memberi tanda contreng (√) dengan memilih jawaban

35
baik, cukup dan kurang. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan score agar

memudahkan peneliti memberi nilai dengan ketentuan :baik>76%-100%,cukup

56%-75% dan kurang <56%. Sedangkan untuk mengetahui kejadian tentang

Penyakit diare menggunakan kuesioner yang berupa pertanyaan dengan jumlah

soal 1, cara menjawabnya yaitu responden memilih salah satu jawaban dari salah

satu soal dengan cara mencentang/memberi tanda contreng (√) dengan memilih

jawaban iya / tidak.

4.6.4 Uji Validitas dan Reabilitas

Kuesioner sebagai alat ukur penelitian perlu diuji coba terlebih dahulu

sebelum digunakan, karena untuk menilai layak tidaknya angket tersebut

dijadikan sebagai instrumen penelitian.Instrumen yang baik harus memenuhi dua

persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Hidayat, 2014).

1. Validitas

Validitas merupakanpengukurandan pengamatan yang berarti prinsip

instrument dan pengumpulan data instrument harus dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur (Nursalam,2011).

2. Reliabilitas

Adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau

kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali kali dalam waktu yang berlainan.

Alat dan cara mengukur atau mengamati sama sama memegang peranan yang

penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu diperhatikan bahwa reliable belum

tentu akurat dalam suatu penitian non sosial reabilitas suatu pengukuran atau

36
pengamatan lebih mudah dikendalikan daripada penitian keperawatan, terutama

dalam aspek psikososial(Nursalam,2011).

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data

a) Editing

Adalah kegiatan memeriksa kelengkapan pengisian dan ketetapan data

sebelum proses pemasukan data (staff UI .2015) Yang terdiri dari:

1. Memriksakelengkapanjawabanpertanyaanpadakuisionersecarakeseluruhan

2. Memeriksa kejelasan tulisan jawaban

3. Memeriksa kelogisan Jawaban

4. Memeriksa lompatan kisaran jawaban

b) Coding

Memberi tanda code pada jawaban secara angka.Hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah untuk melakukan analisa data (Hidayat, 2014).Variabel Hubungan

Kebiasaan Cuci Tangan Terhadap Kejadian Diare

1) Kode untuk variabel kebiasaan cuci tangan ada 3 kategori yaitu :

(a)Selaludi beri kode 1

(b)Kadang-kadang di beri kode 2

(c)Tidak Pernah di beri kode 3

2) Kode untuk variabel kejadian diare ada 2 kategori yaitu:

(a)Ya di beri kode 1

(b)Tidak di beri kode 2

37
3) Kode untuk variabel jenis kelamin ada 2 karegori yaitu :

(a)laki-laki di beri kode 1

(b)perempuan di beri kode 2

c) Scoring

Scoring adalah penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan

– pertanyaan yang menyangkut variabel independen dan dependen. Untuk tiap

variabel skor yang ada dijumlah, masing – masing responden mendapat total skor

untuk setiap variabel.

1) Kriteria untuk variabel kebiasaan cuci tangan :

(1) Baik >76%-100%

(2)Cukup 56%-75%

(3)Kurang <56%

2) Kriteria untuk variabel kejadian diare :

(1) Tidak sakit diare dalam kurung waktu 3 bulan terakhir

(2)Pernah mengalami sakit diare dalam 3 bulan terakhir

d) Cleaning

Adalah proses pengecekan data untuk konsistensi dan treatmen yang

hilang, pengecekan konsistensi meliputi pengecekan data yang tidak konsisten

secara logika, ada nilai – nilai Tidak terdefinisi,

4.7.2 Analisis Data

a. AnalisisUnivariat

38
Adalah analisis terhadap tiap variable dari hasil penelitian baik variable

bebas dan variable terkait.Analisis univariat penelitian ini bertujuan menganalisis

data tentang karakteristik responya itu jenis kelamin, kelas.

b. AnalisisBivariat

Analisis bivariate adalah analisa yang digunakan untuk menegetahui

keterkaitan antara 2 variabel. Pada penelitian ini menguji hubungan kebiasaan

cuci tangan dengan kejadian diareUji statistiknya adalah uji komparasi data

kemudian di analisis melalui perhitungan korelasi ordinal nominal yaitu ujichi

square, alpha α=0,05 keteranganya H0 ditolak bila > 0,05 dan Hα di terima bila <

0,05.

4.8 Etika Penelitian

Menurut (hidayat, 2007) etika penelitian adalah sangat penting karena

peneliti keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu

memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1. Informed consent

Merupakan lembar persetujuan yang di berikan kepada responden yang

akan di teliti agar subjek mengerti maksud dan tujuan dari penelitian .bila

responden Tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden

(hidayat, 2007)

2. Tanpanama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan nama

responden hanya mencantumkan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

39
Semua informasi yang telah di kumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan kepada pihak yang

terkait dengan peneliti.

40

Anda mungkin juga menyukai