Anda di halaman 1dari 2

Intisari Bedah Buku: "Sulit untuk memahami metode terampil".

Pembicara: Ji Shou Shixiong (Relawan


Tz...
Kegiatan: Bedah Buku, He Qi: Utara.
Tema: Bab XX Sulit Untuk Memahami Metode Terampil.
Buku: 20 Kesulitan dalam kehidupan (hal. 243-253).
Pembicara: Ji Shou Shixiong
Lokasi: Jing Si Books & cafe Pluit.
Waktu: Kamis, 01 Maret 2012, Pukul: 19.00- 21.00 WIB.
Jumlah Peserta : 55 orang.
 
Metode terampil adalah kebenaran yang sebenarnya. Karena semua melakukan maka menjadi suatu
kebenaran. Melakukan tanpa memahami dan mendalami adalah suatu kesalahan yang akan menjadi
masalah bagi kita, seperti kata Master Cheng Yen: “banyak hal jika tidak dipahami, hanya belajar
permukaannya saja maka akan menjadi masalah bagi kita”.
Kegiatan sosial di Tzu Chi adalah “Metode Terampil”, sedangkan metode terampil adalah suatu alat.
Tzu Chi mempunyai budaya humanis, bersyukur pada penerima bantuan karena dengan melihat
penderitaan secara langsung maka kita punya peluang untuk berbuat kebajikan dan dengan adanya
penderitaan, mengajari kita untuk bisa bersyukur (tahu berpuas diri) dalam kehidupan ini.
Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha, ada 4 kebenaran mulia, yaitu:
Adanya derita.
Penyebab derita.
Menghapus penderitaan.
Mencapai kebahagiaan.
Lalu di buku ada disebutkan : “Apakah perlu bagi umat Buddha untuk bernamaskara di depan rupang?
Sebenarnya namaskara adalah sebuah ekspresi dari rasa hormat kita kepada Guru dan kebijaksanaannya
yang mulia. Namaskara juga bermanfaat bagi tubuh dan pikiran. Ketika kita melakukan namaskara di
depan rupang Buddha, secara fisik kita berlatih, secara verbal kita menyebut nama Buddha dan secara
pikiran kita memvisualisasikan serta merenungkan ajaran-ajaran Buddha, mengingatkan diri kita
sendiri untuk mengikuti semangat dan langkah para Buddha dan bodhisattva. Proses ini merupakan
sebuah metode pengembangan spiritual, secara perlahan-lahan kita mengembangkan kebijaksanaan
kita.
Ada beberapa orang lebih memilih berjalan atau bentuk aktivitas lainnya daripada melakukan
namaskara. Apa perbedaan antara berjalan dan melakukan namaskara di depan sebuah rupang? Saat
kita berjalan, pikiran kita masih mudah mengembara dan karena kita biasa berjalan dengan orang lain,
kita mulai bergosip tentang orang lain. Meskipun kita sedang latihan fisik tetapi mulut kita terus
menciptakan karma buruk dengan kata-kata yang kita ucapkan dan pikiran kita terganggu karena
mendengar begitu banyak celaan tentang orang lain. Jadi, ketika kita latihan, mulut dan pikiran kita
tidak mampu dijernihkan.  
Lalu apakah bodhisattva itu?
Menurut Hok Lay shixiong, bodhisattva adalah calon Buddha yang menolong orang lain. Orang
membutuhkan apa, kita bantu.
Lalu apa arti Amituofo?
Setiap umat Buddha selalu mengucapkan Amituofo apabila saling menyapa, yang artinya berkah,
pencerahan dan umur yang tak terbatas.
 
Awal perjalanan Ji Shou Shixiong di Tzu Chi, sebagai donatur terlebih dahulu. Kemudian diajak oleh
relawan untuk mengikuti kegiatan, tetapi Ji Shou Shixiong selalu tak punya waktu untuk ikut. Selama
tiga bulan relawan Tzu Chi ini tak pernah putus asa, selalu mengajak Shixiong untuk mengikuti
kegiatan, sehingga suatu hari tergeraklah hati Ji Shou Shixiong, lalu Shixiong juga mengajak istrinya
untuk ikut serta dalam kunjungan kasih. Mereka mengunjungi seorang nenek dan memberikan beras
kepadanya setiap dua minggu sekali, serta membawa makanan yang siap untuk dimakan pada saat itu
juga. Ketika mereka sampai di rumah nenek dan memberikan makanan itu, nenek lalu membagi porsi
makanannya menjadi dua. Satu dipersembahkan ke altar mendiang suaminya. Ji Shou Shixiong yang
melihat kejadian ini lalu timbul suatu perasaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dia
melihat seorang nenek yang sudah tua, tapi masih mengingat suaminya serta masih melayani.
Semenjak saat itu Ji Shou Shixiong selalu menyempatkan waktu untuk mengikuti kegiatan yang ada.
Ji Shou Shixiong sendiripun heran waktu yang dipergunakan selama sehari 24 jam itu kemana saja ya?
Padahal kerja hanya 8 jam yaitu sepertiga hari. Lalu 8 jam ketiganya dipergunakan untuk tidur.
Sedangkan 8 jam yang kedua dipergunakan untuk apa? Nah, masalahnya di sini, dimana kita
menghabiskan waktu yang delapan jam ini? Kadang kala kita menunggu, baik itu nunggu antrian di
toilet atau nunggu kendaraan. Sebenarnya apa yang mau dilakukan dalam hidup ini? Apakah kita
menyadari dimana waktu itu dihabiskan?
Jika kita bisa menghargai waktu maka kita akan menghargai hidup dan akan bahagia.
Jika kita menginginkan perubahan maka lakukan dalam 21 hari berturut-turut, karena itu nantinya akan
menjadi kebiasaaan baru kita. Apabila pada hari ke empat, lima atau enam sulit untuk dilakukan, maka
itu akan menjadi penghalang kita. Jika kita melakukannya dengan mudah maka kita akan berhasil
membentuk suatu kebiasaan yang baru.
Di dalam Sutra Intan, Buddha berkata: “Mengetahui ajaran-ajaranKu seperti sebuah rakit yang dapat
menyeberangkan anda dari sungai penderitaan”. Master Cheng Yen juga ingin agar kita semua dapat
menyeberangi sungai tersebut. Jangan ada timbul masalah di tengah-tengah penyeberangan tersebut,
yang mengakibatkan rakit terbalik, sehingga semuanya tenggelam tanpa mencapai tujuan akhir.
Ada 4 sup resep Tzu Chi menurut Ji Shou Shixiong:
Terharu baru bisa bersyukur.
Hidup sederhana baru bisa berpuas diri.
Memahami baru bisa pengertian.
Hanya ada cinta baru bisa memaafkan.
 
Sebagai penutup Po San Shixiong memberikan beberapa kata motivasi:
Manfaatkan setiap detik kehidupan kita dengan sebaik-baiknya.
Master Cheng Yen pernah berkata: “ Jika sudah tidak hidup, apa yang bisa membuat kita berharga?”
Buddha Dharma harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dipelajari saja.
 
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
Masalah di dunia tidak mampu diselesaikan oleh seorang saja. Dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan
banyak orang yang bekerjasama untuk dapat menyelesaikan masalah di dunia (kata perenungan Master
Cheng Yen).
 
Gan en.

Anda mungkin juga menyukai