INTISARI BEDAH BUKU: 20 KESULITAN BAB 18 "SULIT UNTUK MENCERAHKAN ORANG
DI SAAT YANG TEPAT".
Kegiatan: Bedah Buku, He Qi Selatan, Hu Ai Bandung Tema: “Sulit Untuk Mencerahkan Orang Di Saat Yang Tepat” Lokasi: Yayasan Buddha Tzu Chi – Jl. Ir. Juanda No. 179 Bandung Waktu: Rabu / 9 Mei 2012-05-10 Pukul: 19.30 – 21.30 WIB Jumlah Peserta: 12 Orang 印尼慈濟 巨港聯絡處 Apakah yang dimaksud dengan “di saat yang tepat?” Bagaimana kondisi untuk “saat yang tepat?” Saudara/i terkasih, kata mencerahkan orang memang terdengar enak di dengar dan mudah dilaksanakan. Tetapi nyatanya, secara praktek untuk membuat orang lain tercerahkan sangatlah sulit. Tentu hal tersebut sudah pernah dialami oleh beberapa insan Tzu Chi. Para saudara/i sudah mengalami betapa diperlukan sebuah usaha yang signifikan untuk mengubah kelakuan seseorang ke arah yang baik. Walau begitu, kadang-kadang usaha tersebut memberikan hasil “TELUR BEBEK” bagi kita. Hal ini dikarenakan kita mencoba mengubah seseorang di saat yang kurang tepat. Biasanya untuk menemukan saat yang tepat sangatlah sulit, yaitu bilamana batin seseorang sudah siap untuk menerima Dharma dan karmanya sudah matang atau istilahnya berjodoh dengan suatu kondisi yang baik dan memang berkeinginan kuat untuk berubah, maka kondisi tersebut membuat kita mudah untuk mencerahkan seseorang.
Dari penuturan Sg. Pepeng bahwa betapa sulitnya mencerahkan seseorang, disebabkan jalan pikiran kita dengan orang yang ingin kita cerahkan tidak sejalan. Jadi walau kita sudah berbicara berkali-kali sampai rasanya tenggorokan mau putuspun, orang tersebut tidak ingin mendengarkan. Oleh karena itu hal tersebut tentu tidak membuat kita jatuh begitu saja. Perlu diketahui oleh kita bahwa tiap orang memiliki karmanya masing-masing. Bila karma seseorang lebih baik maka sangatlah mudah untuk menyerap ajaran Buddha, tetapi kalau memang belum tiba saatnya, maka sulit untuk menyerap secara mendalam ajaran tersebut. Di zaman Buddha, Buddha mengajarkan para muridnya dengan metode yang berbeda-beda agar muridnya bisa tercerahkan. Namun bagi kita sebagai umat awam, ada jalan lain untuk mencerahkan orang yaitu pertama kita harus bisa mengubah diri/pikiran kita terlebih dahulu ke arah yang baik. Dengan begitu kita bisa menjadi teladan bagi orang lain. Bila kita tidak memberikan contoh yang baik, bagaimana mungkin orang lain bisa tercerahkan oleh kita? Sungguh beruntung kita dapat hidup di lingkungan yang baik, karena bila kita hidup di lingkungan yang amoral/buruk, sungguh sulit bagi kita untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah karena sudah menjadi suatu kebiasaan yang wajar dalam lingkungan tersebut. Seperti dalam cerita seorang pemilik tanah dengan kandang babinya di dekat Griya Jing Si. Dikarenakan setiap hari pemilik tanah tersebut mencium kotoran babi di tanahnya, sehingga dia tidak merasakan bau di daerahnya karena indra penciumannya sudah kebal akan bau tersebut. Tetapi begitu si pemilik tanah menghirup udara lain sampai ke Griya Jing Si, barulah dia tersadarkan betapa bau busuknya udara yang tersebar dari kandang babinya sampai ke Griya. Akhirnya dia menutup kandang babinya. Dari cerita tersebut dapat kita petik hikmah bahwa asal kita ada kemauan maka kita bisa berusaha untuk menjadi tercerahkan, seperti si pemilik tanah yang menutup kandang babinya.
Sb. A Heng juga membenarkan ucapan Sg. Pepeng bahwa selama kita ada niat yang betul, maka kebiasaan jelek pasti bisa dilawan. Karena umumnya yang namanya kebiasaan tersebut sudah mendarah daging, sehingga sulit untuk diubah.
Sg. Pepeng juga menambahkan bahwa kita harus selalu tekun untuk belajar ajaran Buddha dengan tulus, karena bilamana suatu saat kita tersesat, ajaran Buddha bisa menjadikan pedoman bagi kita untuk mengingat kembali kepada diri kita.
Sg. Tjong Lip juga memberikan pendapat mengenai mendapatkan waktu yang tepat untuk mencerahkan orang memang sangat sulit, bila jodoh belum sampai saat diajak belum tentu mau, bila sudah tepat, pasti bisa “klik” maka ajaran bisa masuk ke batin. Seperti halnya pengalaman shi gu sendiri sebelum masuk Tzu Chi. Beliau memang sudah mendengar tentang Tzu Chi lama sekali pada tahun 90’an, tetapi baru bisa “klik” pada akhir tahun 2003. Hal tersebut dikarenakan memang waktunya sudah tepat karena karmanya sudah matang.
Selama ada jodoh, tidak perlu takut jodoh datang terlambat, selama bisa mendapatkan jalan, tidak perlu takut jalan jauh. (Sharing dari Sb. A Heng)
Sj. Linda memberikan sharing: Pada zaman Buddha, saat Sang Buddha memberikan Dharma di hadapan ratusan siswa-siswa-Nya, bisa begitu banyak siswa-siswa-Nya yang tercerahkan, karena memang sudah waktunya batin para siswa tersebut siap. Namun sebaliknya biarpun hanya seorang siswa yang mendapatkan banyak ajaran, tetapi tidak tercerahkan juga karena batinnya tidak siap untuk menerima Dharma. Artinya: saat Dharma dipaparkan walau di antara begitu banyak orang, bila didengarkan secara mendalam dengan kondisi batin/waktu yang tepat, bisa mencerahkan pendengarnya.
Maka, tibalah kita pada kesimpulan sebelum menutup sesi oleh Sj. Brigitta: Sulit mencerahkan orang karena: - Kita kehilangan kepekaan terhadap kondisi batin seseorang, kita tidak menyadari sebenarnya apa yang diperlukan oleh orang tersebut - Diri kita sendiri yang belum dapat menciptakan ketulusan murni untuk mengubah orang lain, yang mana pikiran, ucapan dan perbuatan kita belum menjadi teladan orang lain - Lupa pada tekad awal, terutama kepada segenap insan tzu Chi, kita harus senantiasa mengingat terus, berpegang pada tekad awal kita sebagai insan Tzu Chi sehingga Tzu Chi dapat bersatu dan bisa menjadi inspirasi orang lain. Kata perenungan Master: “Untuk mengarahkan orang lain bukan melalui perintah, namun bimbinglah dengan perbuatan nyata.” Jadi, saudara/i terkasih, dengan menjadi teladan yang baik melalui pikiran, ucapan dan perbuatan, baru bisa menginspirasi orang lain untuk berbuat kebajikan.
Kesimpulan dari Sj. Linda: Setiap orang dapat tercerahkan: - Mengingat sudah ada boddhicitta di dalam diri kita - Melalui bedah buku sehingga kita dapat mendalami arti Dharma secara meluas dan mendalam - Bila kita melihat jelas secara nyata pada kekinian Kesimpulan dari Sg. Pepeng: Tidak semua orang seberuntung Sundarananda yang hidup di zaman Buddha dan dibimbing oleh Buddha. Jadi bagi kita yang hidup di zaman sekarang ini, walaupun tidak hidup sezaman dengan Buddha, tetapi ajarannya masih ada, dan cobalah untuk menanam karma-karma baik untuk mengikis karma buruk kita, sehingga kehidupan kita baik di sekarang ini maupun di kehidupan yang akan datang, bila karma telah matang, kita akan siap menerimanya.
Kesimpulan dari Subi dengan memberikan kata perenungan Master: “We can talk about something a thousand times, but nothing can be achieved unless we take action.”
Saudara/i terkasih yang berbahagia, mari kita menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitar kita untuk menuju ke arah yang baik dengan menjaga pikiran, ucapan dan perbuatan kita tetap lurus sesuai Dharma. Itulah salah satu jalan Bodhisattva yang diajarkan oleh Master kepada kita.