Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kasus


Kebidanan (midwifery) merupakan ilmu yang terbentuk dari sintesa
berbagai disiplin ilmu (multi disiplin) yang terkait dengan pelayanan
kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu perilaku, ilmu
sosial budaya, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu manajemen untuk dapat
memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin,
postpartum, bayi baru lahir (Lestari, 2014:34).
Derajat kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan
Millennium Development Goals (MDGs). Menurut Survei Demografi
Keluarga Indonesia (SDKI) tahun 2012, saat ini di Indonesia AKI mencapai
angka 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai angka 32 per
1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut menempatkan Indonesia menjadi
peringkat yang tertinggi di ASEAN. ( Pusdiknakes, 2014).
Hasil survey Dinas Kesehatan Provinsi JawaTimur tahun 2015
menunjukan bahwa program-program pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi
pencapaiannya masih rendah. Tercatat kunjungan kehamilan K-4 sebanyak
5.249 (42,02%) dari target yaitu 12.493, persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan yang berkompetensi sebanyak 5.438 (60,94%) dari target 11.925,
pelayanan nifas sebanyak 5.070 (42,52%) dari target 11.925, neonatus dengan
komplikasi yang ditangani sebanyak 679 (39,85%) dari target 1.704,
kunjungan bayi sebanyak 5.811 (51,17%) dari target 11.357, dan peserta KB
aktif sebanyak 141.622 (77,07%) dari target 183.760. (Dinkes Provinsi Jawa
Timur, 2015).
1.2 Tujuan Umum Khusus
a. Tujuan umum
Untuk menerapkan asuhan kebidanan komprehensif dalam persalinan
pada Ny. “A” di PONED Puskesmas Ngrambe.
b. Tujuan khusus

1
1. Mampu melakukan pengumpulan data subyektif pada persalinan
2. Mampu melakukan pengumpulan data obyektif pada persalinan
3. Mampu melakukan analisa data pada persalinan
4. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada persalinan
1.3 Pelaksanaan
Pengambilan kasus persalinan di PONED Puskesmas Ngrambe.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Pelaksanaan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Kehamilan
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Patofisiologi
2.2 Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan
2.2.1 Pengkajian Data
2.2.2 Diagnosa Kebidanan
2.2.3 Perencanaan Tindakan
2.2.4 Pelaksanaan
2.2.5 Evaluasi
2.2.6 Dokumentasi
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Subyektif
3.2 Obyektif
3.3 Assasment
3.4 Penatalaksanaan
BAB 4 SIMPULAN
Daftar Pustaka

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian
Menurut Manuaba (2012) persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (plasenta dan janin) yang telah cukup bulan atau dapat
hidup diluar kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan ibu sendiri). Bentuk persalinan berdasarkan definisi
diatas yaitu:
a. Persalinan spontan, terjadi bila persalinan seluruhnya berlangsung
dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan, terjadi bila proses persalinan dibantu dengan
bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus).
2.1.2 Tanda Persalinan
Tanda persalinan menurut Manuaba (2012) adalah :
a. Adanya his persalinan. Ciri khas his persalinan yaitu adanya rasa
nyeri yang menjalar kedepan, bersifat teratur, interval semakin
pendek, kekuatan his semakin bertambah besar, dan semakin ibu
melakukan aktivitas maka kekuatan his semakin bertambah.
b. Pengeluaran lendir darah. Adanya his dalam persalinan membuat
adanya perubahan servik yang menyebabkan pendataran dan
pembukaan. Lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
disebabkan karena pembukaan serta perdarahan terjadi karena
kapiler pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran cairan. Biasanya terjadi karena kasus ketuban pecah,
yang sebagian besar terjadi menjelang pembukaan lengkap.

3
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Rohani (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
yaitu :
a. Power (tenaga/kekuatan). Kekuatan mendorong janin dalam
persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma
dan aksi dari ligamen.
b. Passage (jalan lahir). Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni
tulang padat, dasar vagina dan introitus.
c. Passenger (janin dan plasenta). Cara penumpang (passenger) atau
janin bergerak dijalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa
faktor yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi.
Plasenta juga harus melewati jalan lahir sehingga dapat dianggap
penumpang yang menyertai janin.
d. Psikologis. Faktor psikologis meliputi: psikologis ibu, emosi, dan
persiapan intelektual, pengalaman melahirkan bayi sebelumnya,
kebiasaan adat, dukungan orang terdekat.
e. Penolong. Peran penolong adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin.
2.1.4 Tahapan Persalinan
Tahapan persalian menurut Manuaba (2012) dibagi menjadi 4 kala,
yaitu :
a. Kala I (kala pembukaan)
Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan servik sampai pada pembukaan 10. Kala I dibagi
menjadi 2 fase, yaitu :
1) Fase laten, pembukaan berlangsung lambat sejak awal
kontraksi dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan
3 cm.
Fase laten pada primigravida berlangsung 8-10 jam dan pada
multigravida berlangsung 6-8 jam (Mochtar,2011).

4
2) Fase aktif, pembukaan servik mulai dari pembukaan 4 sampai
10 cm, dibagi menjadi 3 subfase :
a) Periode akselerasi : pembukaan menjadi 4 cm berlangsung
selama 2 jam.
b) Periode dilatasi maksimal : pembukaan berlangsung cepat
menjadi 9 cm, berlangsung selama 2 jam.
c) Periode deselerasi : dalam 2 jam pembukaan menjadi 10
cm atau lengkap.
Penambahan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pada
multigravida pembukaan 2 cm/jam, dengan perhitungan
tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan
(Mochtar,2011).
b. Kala II ( pengeluaran janin)
Kala II dimulai ketika pembukaan lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Pada primigravida berlangsung
selama 2 jam dan multigravida 1 jam.
Tanda dan gejala kala II :
1) His semakin kuat, antara 2 sampai 3 menit.
2) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi.
3) Ibu merasakan meningkatnya tekanan pada rektum dan vagina.
4) Perineum menonjol
5) Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
6) Peningkatan pengeluaran lendir darah.
Diagnosis kala II dapat ditegakan atas dasar pemeriksan
dalam yang menujukkan:
1) Pembukaan servik lengkap
2) Terlihat bagian kepala di introitus vagina.
c. Kala III (Pengeluaran Plasenta)
Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya
plasenta dan selaput plasenta. Proses ini biasanya berlangsung 5-30
menit setelah bayi lahir.

5
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam
setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala
IV antara lain :
1) Tingkat kesadaran
2) Tanda-tanda vital
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan, dianggap normal jika darah yang
keluar tidak lebih dari 400-500 cc.
Tabel 2.1 Lama Persalinan pada primigravida dan multigravida
Kala Persalinan Primigravida Multigravida
I 10-12 jam 6-8 jam
II 1-1,5 jam 0,5-1 jam
III 10 menit 10 menit
IV 2 jam 2 jam

Jumlah (tanpa 10-12 jam 8-10 jam


memasukkan kala
IV yang bersifat
observasi)
Sumber : Manuaba (2012)
2.1.5 Perubahan Fisiologi Pada Masa Persalinan
a. Kala I
1) Perubahan fisiologi
a) Tekanan darah, meningkat selama terjadi kontraksi (sistol 10-
20 mmHg dan diastol 5-10 mmHg).
b) Metabolisme, metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob
meningkat karena kecemasan dan otot skeletal yang ditandai
peningkatan suhu, denyut nadi, curah jantung, pernapasan
dan kehilangan cairan.

6
c) Suhu tubuh, sedikit meningkat selama persalinan namun
perlu dijaga agar tidak lebih dari 0,5-1oC.
d) Detak jantung, berhubungan dengan peningkatan
metabolisme detak jantung akan meningkat selama kontraksi.
e) Pernapasan, karena metabolisme menyebabkan pernafasan
sedikit meningkat yang dianggap normal.
f) Ginjal, peningkatan kardiak output, filtrasi glomerulus dan
aliran plasma ginjal menyebabkan poliuri selama proses
persalinan.
g) Gastrointestinal, motilitas lambung dan absorbsi makanan
padat berkurang selama persalinan.
h) Hematologi, Hb meningkat sampai 1,2 gr/100 ml selama
persalinan dan akan kembali sehari pasca persalinan seperti
keadaan sebelum persalinan, kecuali jika terjadi perdarahan
post partum.
2) Perubahan Psikologi
Ibu yang bersalin biasanya mengalami perubahan emosional
yang tidak stabil, maka diperlukan asuhan yang sifatnya
mendukung selama persalinan.
b. Kala II
1) Perubahan fisiologi
Pada dasarnya kehamilan normal akan diakhiri dengan kelahiran
normal tanpa adanya intervensi. Saat pembukaan sudah lengkap,
anjurkan ibu untuk meneran sesuai dorongan alamiahnya dan
beristirahat diantara dua kontraksi serta ibu harus dalam keadaan
nyaman yang diinginkannya. Biasanya ibu dibimbing meneran
selama 10 menit atau lebih, antara 3-4 kali perkontraksi.
2) Perubahan Psikologi
Saat kepala telah turun dan masuk panggul akan terjadi
penekanan pada otot-otot dasar panggul yang menimbulkan
keinginan untuk meneran dan ibu merasa seperti mau BAB.

7
c. Kala III
1) Perubahan fisiologi
Ukuran rongga uterus berkurang setelah bayi lahir yang
menyebabkan plasenta menekuk, menebal dan akhirnya terlepas
dari dinding uterus karena implantasi plasenta yang semakin
kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas
vagina.
2) Perubahan psikologi
a) Ibu ingin melihat, menyentuh serta memeluk bayinya.
b) Merasa gembira, lega dan bangga atas dirinya; juga merasa
sangat lelah.
c) Memusatkan diri dan kerap bertanya apakan perlu dijahit
jalan lahirnya.
d) Menaruh perhatian pada plasenta
2.2 Asuhan Kebidanan Pada Persalinan
2.2.1 Pengkajian Data
1. Data Subyektif
a) Biodata
1) Umur
Usia di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun mempredisposisi wanita
terhadap sejumlah komplikasi. Usia di bawah 16 tahun meningkatkan
insiden pre eklamsia, usia di atas 35 tahun meningkatkan insiden
diabetes, hipertensi kronis, persalinan yang lama pada nulipara, seksio
sesaria, pelahiran preterm, IUGR, anomali kromosom, dan kematian
janin (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007:691).
2) Gravida dan Para
Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada
nulipara kala I ± 12 jam dan kala II ± 2 jam, sedangkan multipara
kala I ± 8 jam dan kala II ± 1 jam. Pada primigravida usia 12-16 tahun
sering didapatkan toxaemia dan pada umur lanjut biasanya terjadi

8
hipertensi, obesitas dan mioma uteri sedangkan penyulit lainnya letak
sungsang, dan partus prematurus. Pada Grande multipara penyulitnya
ialah perdarahan karena robekan jalan rahim, plasenta previa atau
solusio plasenta. Pada primi tua yang pertama kali hamil pada umur
35 tahun dan kehamilan dengan interval lebih dari 10 tahun,
kemungkinan persalinan berlangsung lebih panjang yang disebabkan
cervik kaku atau inersia uteri. Selain itu penyulit lainnya adalah
hipertensi, mioma uteri dan ischemia rahim yang dapat menyebabkan
hipoksia janin (Wirakusumah, 2011:267).
b) Keluhan utama
Menurut Manuaba (2012:173) yaitu dimulai terjadinya his persalinan,
dengan ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya
teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, makin
beraktivitas (jalan) makin bertambah, serta pengeluaran lendir
bercampur darah. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang
menimbulkan pengeluaran cairan.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang dan dahulu
(a) Hipertensi
Wanita yang memiliki hipertensi kronis dalam persalinannya dapat
beresiko mengalami preeklamsia, eklamsia, persalinan prematur,
prematur plasenta (abrupsio plasenta) dan melahirkan bayi yang
mengalami retardasi pertumbuhan (Wheeler, 2004:8).
(b) Penyakit jantung
Persalinan dengan penyakit jantung klas 1 dan II masih dapat
diperkenankan untuk persalinan pervaginam. Pertolongan persalinan
disertai penyakit jantung dengan resiko tinggi sebaiknya dilakukan
di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi (Manuaba,
2012:334).
d) Riwayat Kebidanan
(1) Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

9
Informasi esensial tentang kehamilan terdahulu mencakup bulan dan
tahun kehamilan berakhir, usia gestasi pada saat itu, tipe persalinan
(spontan, forsep, ekstraksi vakum, atau bedah sesar), lama persalinan
(lebih baik dihitung dari kontraksi pertama), berat lahir, dan
komplikasi lain, kesehatan fisik dan emosi terakhir harus
diperhatikan (Romauli, 2011:165). Pola kehidupan sehari-hari
1) Nutrisi
Ibu diperbolehkan mengkonsumsi makanan rendah lemak dan rendah
residu sesuai selera untuk memberinya energi. Namun, makan dan
minum selama persalinan akan menyebabkan ibu mengalami
peningkatan risiko regurgitasi dan aspirasi isi lambung (Fraser dan
Cooper, 2009:451)
2) Eliminasi
Selama persalinan, ibu harus dianjurkan berkemih setiap 1-2 jam. Urin
yang berada dalam kandung kemih merupakan massa yang tidak dapat
ditekan sehingga dapat mengganggu penurunan bagian presentasi
janin atau mengurangi kapasitas uterus untuk berkontraksi,
meningkatkan risiko perdarahan post partum. Kandung kemih yang
penuh juga dapat menghambat masuknya kepala janin ke dalam
gelang panggul (Fraser & Cooper, 2009:452).
3) Istirahat dan tidur
Jadwal istirahat dan tidur perlu diperhatikan dengan baik, karena
istirahat dan tidur yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani
dan rohani untuk kepentingan perkembangan dan pertumbuhan janin
(Manuaba, 2012: 122).
4) Personal hygiene
Mandi air hangat dapat menjadi pereda nyeri, dapat meningkatkan
mobilitas tanpa peningkatan efek samping bagi ibu dan bayinya.
(Fraser dan Cooper, 2009: 442).
5) Aktivitas

10
Menurut Wiknjosastro (2005:192) bila kepala janin sebagian sudah
masuk pintu atas panggul, serta ketuban belum pecah, tidak ada
keberatan wanita tersebut duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar
bersalin. Ibu sebaiknya berbaring telentang apabila kepala janin belum
turun dalam pintu atas panggul dan ketika ketuban sudah pecah serta
his sudah semakin sering, karena bila ketuban belum pecah mungkin
terjadi komplikasi seperti prolaps tali pusat.
e) Riwayat ketergantungan
Menurut Manuaba (2012:122) kebiasaan merokok, minum alkohol, dan
kecanduan narkotika dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin dan menimbulkan kelahiran dengan BBLR bahkan
dapat menimbulkan cacat bawaan atau kelainan pertumbuhan dan
perkembangan mental.
f) Psikologi dan spiritual
(1) Dukungan emosional diberikan dengan melatih ketrampilan dalam
menanamkan kepercayaan diri, mengekspresikan kepedulian, dan
sikap yang dapat diandalkan. Sehingga ibu dapat mengendalikan
tubuhnya sendiri dan merasa berperan aktif dalam pembuatan
keputusan akan mendapatkan pengalaman melahirkan yang lebih
memuaskan (Fraser dan Cooper, 2009:447).
(2) Seorang ibu dapat menyambut peristiwa ini dengan perasaan senang
karena sebentar lagi ia akan melihat bayinya, ibu yang lain mungkin
merasa gembira karena pada akhirnya kehamilannya ini akan berakhir
dan ia mengalami berbagai kesukaran (Fraser & Cooper, 2009:453).
(3) Ibu dapat merasa cemas membayangkan bahwa melahirkan seorang
anak akan terasa sangat sakit dan khawatir tentang kemampuannya
mengendalikan rasa nyeri (Fraser & Cooper, 2009:453).
(4) Sejalan dengan kemajuan persalinan, ibu dapat merasa kurang percaya
diri terhadap kemampuan kopingnya menghadapi sifat kontraksi yang
kuat yang mengendalikan tubuhnya (Fraser & Cooper, 2009:453).

11
2.2.1 Data Obyektif
Setelah dibahas data subyektif, untuk melengkapi data dalam
menegakkan diagnosis, maka harus melakukan pengkajian data obyektif
melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi yang
dilakukan secara berurutan. Data-data yang perlu untuk dikaji adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum baik, kesadaran komposmetis, postur tubuh, pada
saat ini diperhatikan bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung, dan
cara berjalan. Apakah cenderung membungkuk, terdapat lordosis,
kifosis, skoliosis, atau berjalan pincang (Romauli, 2011: 172).
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah normalnya 100/70—130-90 mmHg (Romauli,
2011: 173). Diukur setiap 2-4 jam, kecuali jika tidak normal,
pengukuran yang lebih sering diperlukan bergantung pada situasi
individu. Hipotensi dapat terjadi akibat posisi terlentang, syok,
atau anestesi epidural. Pada ibu yang mengalami pre eklamsia
atau hipertensi esensial selama kehamilan, persalinan lebih
meningkatkan tekanan darah (Fraser dan Cooper, 2009: 453).
b) Frekuensi nadi sekitar 60-80 x/mnt (Romauli, 2011: 173).
c) Suhu tubuh normal 36-37,5oC (Romauli, 2011: 173). Pada
persalinan normal, suhu tubuh maternal harus diukur sedikitnya
setiap 4 jam (Fraser dan Cooper, 2009: 453).
d) Penfasan normalnya 16-24 x/mnt (Romauli, 2011:173). Sedikit
peningkatan frekuensi pernapasan masih normal, selama
persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang
terjadi (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007:687).
b. Pemeriksaan fisik
1) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat
menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning

12
menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah
kemungkinan ada konjungtivitis. Kelopak mata yang bengkak
kemungkinan ada pre eklamsi (Romauli, 2011:174).
2) Leher
Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran limfe dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis
(Romauli, 2011: 174).
3) Payudara
Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
kondisi puting ibu misalnya kolostrum kering atau berkerak, muara
duktus yang tersumbat kemajuan dalam mengeluarkan puting yang
rata atau inversi pada wanita yang merencanakan untuk menyusui
(Varney, Kriebs dan Gegor, 2007:1051).
4) Abdomen
Tindakan pemeriksaan abdomen saat persalinan yaitu melakukan
pemeriksaan DJJ setiap ½ sampai 1 jam, memperhatikan kandung
kemih agar selalu kosong, memperhatikan tanda patologis
(meningkatnya lingkaran bandle, ketuban pecah sebelum waktu,
perubahan DJJ, his bersifat patologis, perubahan posisi penurunan
bagian terendah janin) (Manuaba, 2012: 84).
5) Genetalia
His persalinan menyebabkan terjadinya perubahan pada serviks
yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan
menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.
Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah yang pecah
(Manuaba, 2012:173).
6) Anus
Pertanda parturien telah masuk kala II ibu mulai merasa ingin
mengejan dengan anus mulai terbuka. Apakah ada hemoroid atau
tidak (Manuaba, 2012:184).
c. Pemeriksaan khusus

13
1) Palpasi
Penurunan bagian terbawah janin menurut Wiknjosastro (2008:42):
Penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi
bagian terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis
dan dapat diukur dengan lima jari tangan (perlimaan). Penurunan
kepala janin berdasarkan sistem perlimaan dapat dilihat pada tabel
2.7
Tabel 2.2
Penurunan kepala janin berdasarkan sistem perlimaan

Periksa luar Periksa Keterangan


dalam
Kepala diatas PAP, mudah
5/5 -
digerakkan (konvergen)
Sulit digerakkan, bagian terbesar
4/5 HI – II kepala belum masuk panggul
(konvergen)
Bagian terbesar belum masuk
3/5 HII – III
panggul (sejajar)
Bagian terbesar kepala sudah
2/5 HIII +
masuk panggul (divergen)
1/5 HIII – IV Kepala di dasar panggul (divergen)
0/5 HIV Di perineum (divergen)
Sumber : Saifuddin (2011: N-10) Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP

Menurut Saifuddin (2014:305) pada banyak nulipara, masuknya bagian


kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai sebelum persalinan
mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai awal
persalinan. Sementara itu pada multipara masuknya kepala janin ke pintu

14
atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh
akan terjadi pada kala satu persalinan.
2) Auskultasi
Selama kala satu persalinan denyut jantung janin (DJJ) harus dievaluasi
segera setelah sebuah kontraksi paling tidak setiap 30 menit dan setiap 15
menit selama kala dua. Untuk wanita dengan kehamilan berisiko,
evaluasi auskultasi dilakukan paling tidak setiap 15 menit selama kala
satu dan setiap 5 menit selama kala dua (Cuningham, 2013:147-148).
3) His
Menurut Saifuddin (2014:289-290) frekuensi his adalah jumlah his dalam
waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan frekuensi his dalam 10
menit menggambarkan keaktifan uterus dan diukur dengan unit
Montevideo, jika amplitudo 50 mmHg, frekuensi his 3x dalam 10 menit,
maka aktivitas uterus adalah 50 x 3 =150 unit Montevideo. Nilai yang
adekuat untuk terjadinya persalinan ialah 150-120 unit Montevideo.
Amplitudo uterus terus meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala I
dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his
meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada
akhir kala I atau pada permulaan kala II.
4) Pemeriksaan dalam
Menurut Cunningham (2013:410) perhatian cermat terhadap hal-hal
berikut:
a) Pendataran serviks
Serviks terasa melunak yaitu adanya pemendekan dan pendataran
serviks secara agresif selama persalinan (Saifuddin, 2006: N-6).
Derajat pendataran serviks biasanya dinyatakan dengan panjang
kanalis servisis berbanding dengan panjang yang belum mendatar.
Jika panjang serviks berkurang separuh, dikatakan 50 persen
mendatar, bila serviks menjadi setipis segmen uterus bawah di
dekatnya, serviks dikatakan telah mendatar penuh atau 100 persen.
b) Dilatasi serviks

15
Menurut Saifuddin (2011:N-6-N-7) dilatasi serviks yaitu
peningkatan diameter pembukaan yang diukur dalm sentimeter.
Serviks belum mendatar panjang kanalis servikalis = 4cm. Serviks
mendatar panjang kanalis servikaslis = 2cm. Serviks sudah
mendatar. Serviks membuka 3 cm. Dilatasi serviks 8 cm.
c) Posisi serviks
Hubungan antara ostium serviks dengan kepala janin dikategorikan
sebagai posterior, posisi tengah, atau anterior. Posisi posterior
mengesankan persalinan preterm.
d) Station
Stasiun merupakan hubungan antara bagian paling bawah bagian
presentasi dan garis imajiner yang ditarik di antara spina iskiadika
pelvis wanita. Bagian paling bawah pada bagian presentasi janin
yang terletak sejajar dengan spina iskiadika disebut station 0. Stasiun
diukur di atas atau di bawah tingkat spina iskiadika (dalam
sentimeter), jika di atas ditulis stasiun -1, -2, -3, -4, dan -5 dan jika di
bawah ditulis +1, +2, +3, +4, dan +5 (Varney, Kriebs dan Gegor
2008:677).
e) Bidang Hodge
Menurut Manuaba (2010:59), bidang Hodge I yaitu bidang yang
sama dengan pintu atas panggul, Hodge II yaitu bidang sejajar
dengan Hodge I setinggi tepi bawah simpisis, Hodge III bidang
sejajar dengan Hodge I setinggi spina iskiadika, Hodge IV yaitu
bidang sejajar degan Hodge I setinggi ujung tulang kelangkang (os
sakrum).
f) Deteksi pecahnya selaput ketuban
Suatu diagnosis pasti pecahnya selaput ketuban dibuat apabila cairan
amnion terlihat berada di forniks posterior atau cairan jernih
mengalir dari kanalis servisis. Menurut Varney, Kriebs dan Gegor,
(2007: 711) frekuensi pemeriksaan dalam pada wanita intrapartum
yang normal dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebanyak 5

16
kali. Menurut Saifuddin (2009:319), pemeriksaan dalam dilakukan
setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit).
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan jika ada indikasi, menggunakan
sample urine dan darah adalah sebagai berikut:
a) Urine
Pemeriksaan yang dilakukan adalah reduksi urine dan kadar albumin
dalam urine sehingga diketahui apakah ibu menderita pre eklampsi
atau tidak (Romauli, 2011: 177).
b) Darah
Menurut Cunningham (2013: 441) ketika seorang wanita dirawat di
rumah sakit untuk bersalin, sering kali pemeriksaan hematokrit dan
kadar hemoglobin harus diulang. Pada pasien yang tidak terdaftar,
pemeriksaan laboratorium tersebut juga harus dilakukan begitu pula
pemeriksaan golongan darah, Rh, dan penapisan antibodi untuk
antibodi atipikal
2.3 Diagnosa Kebidanan
Diagnosa pada ibu bersalin Romauli (2011:182) dalam menentukan
diagnosa kebidanan maka harus menjawab pertanyaan berikut: (a) Hamil, (b)
primi atau multi, (c) tuanya kehamilan, (d) anak hidup atau mati, (e) tunggal atau
kembar, (f) letak anak, (g) anak intrauterin atau ekstrauterin, (h) keadaan jalan
lahir, (i) keadaan umum penderita. Kala 1 fase laten /aktif (Lisnawati, 2013:108).
Dengan kemungkinan masalah menurut Doenges (2001:266-310) adalah cemas,
kurangnya pengetahuan mengenai kemajuan persalinan, kurangnya volume cairan
tubuh sehubungan dengan penurunan asupan, resiko cedera (ibu dan janin), nyeri
karena kontraksi rahim, gangguan pertukaran gas, resiko kerusakan janin,
perubahan eliminasi urine, keletihan. Prognosa baik.
2.4 Perencanaan
Diagnosa : G1/> PAPIAH, usia kehamilan...minggu, janin tunggal, hidup,
intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala/bokong,

17
kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik (Manuaba, 2012:123).
Inpartu kala I fase laten/aktif
1. Tujuan
Proses persalinan berjalan dengan normal ibu dan anak sehat
2. Kriteria
Tanda-tanda vital normal (TD:100/70-130/90 mmHg, N:76-88 x/menit,
S:36,5 – 37,5ºC, R:16-24 x/menit) (Romauli, 2011: 163).
His bersifat minimal 2x tiap 10 menit dan berlangsung sedikitnya 40 detik
Kala I pada primigravida < 13 jam sedangkan multigravida < 7 jam
Kala II pada primigravida < 2 jam sedangkan pada multigravida < 1 jam
Bayi lahir spontan, menangis kuat, gerak aktif
Kala III pada primigravida maupun multigravida < 30 menit
Plasenta lahir spontan
Perdarahan < 500 cc
3. Intervensi
a. Kala I
Menurut Saifuddin (2014:109) Kala I dalam persalinan adalah sebagai
berikut:
1) Menilai kemajuan persalinan meliputi His, DJJ, ketuban, pembukaan,
penurunan kepala dan ttv ibu dengan menggunakan partograf (terlampir).
Rasional: Partograf bertujuan untuk mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan serta apakah proses persalinan berjalan dengan
normal. Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama
(Saifuddin, 2014:315).
2) Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan selanjutnya
kepada ibu dan keluarga.
Rasional: Wanita yang menghadapi proses persalinan menginginkan dan
memerlukan informasi tentang kemajuan persalinan mereka (Varney,
Kriebs dan Gegor, 2008:718).
3) Mendukung dan menyarankan kepada ibu untuk didampingi oleh orang
terdekat.

18
Rasional: pendamping persalinan berperan aktif dalam mendukung dan
mengenali berbagai upaya yang mungkin sangat membantu kenyamanan
ibu (Wiknjosastro, 2008:54).
4) Menganjurkan ibu untuk rileks sewaktu ada his (Saifuddin, 2014:109)
Rasional: Teknik relaksasi berfungsi membersihkan jalan napas dengan
menghilangkan kemungkinan hiperventilasi (Varney, Kriebs dan Gegor,
2008:716).
5) Mempersilahkan ibu untuk memilih posisi yang aman sesuai dengan
keinginan, anjurkan untuk tidak berbaring terlentang
Rasional: Posisi tegak, berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu
turunnya kepala bayi dan sering kali memperpendek waktu persalinan. Jika
ibu berbaring telentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan
mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga
akan menyebabkan hipoksia pada janin. Berbaring telentang juga akan
mengganggu kemajuan proses persalinan (Wiknjosastro, 2008:55).
6) Menjaga privasi ibu dengan menutup pintu, jendela, serta kelambu tempat
persalinan.
Rasional: memberikan kenyamanan pada ibu (Wiknjosastro, 2008:54).
7) Menjaga kebersihan ibu
Rasional: pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan
dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Wiknjosastro, 2008:56).
8) Mengatasi rasa ketidaknyamanan
Rasional: memberikan kenyamanan pada ibu (Wiknjosastro, 2008:54).
9) Anjurkan pada ibu makan dan minum
Rasional: Asupan cairan yang cukup dapat memberi lebih banyak energi
dan mencegah terjadinya dehidrasi. Dehidrasi dapat membuat kontraksi
tidak teratur dan kurang efektif (Wiknjosastro, 2008:54).
10) Mempertahankan kandung kemih agar tetap kosong
Rasional: Kandung kemih yang penuh menggangu penurunan kepala bayi,
menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan

19
distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan post partum
(Wiknjosastro, 2008:55-56).
11) Gunakan teknik sentuhan fisik.
Rasional: Sentuhan yang diberikan pada wanita (misalnya pada tungkai,
kepala, dan lengan) tanpa ada tujuan lain dapat mengekspresikan
kepedulian, memberi kenyamanan, dan pengertian serta dapat
menentramkan, menenangkan, menghilangkan kesepian, dan sebagainya
(Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:722).
12) Berikan usapan pada punggung maupun abdomen.
Rasional: Usapan pada punggung dengan pemberian tekanan eksternal
pada tulang belakang menghilangkan tekanan internal pada tulang
belakang oleh kepala janin sehingga mengurangi nyeri. usapan pada perut
dapat meningkatkan kenyamanan dan merupakan ekspresi kepedulian
terhadap wanita (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:720-721).
b. Kala II
Menurut Winkjosastro (2008:19-97) proses persalinan kala II sebagai berikut:
1) Dengar dan lihat tanda gejala kala II. Tanda gejala kala II yaitu ibu
merasakan ada dorongan ingin meneran, tekanan pada anus, dan terlihat
kondisi vulva yang membuka dan perineum yang menonjol.
Rasional: Gejala dan tanda kala II merupakan mekanisme alamiah bagi ibu
dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai
(Wiknjosastro, 2008:82).
2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Rasional: Ketidakmampuan untuk menyediakan semua perlengkapan, bahan-
bahan, dan obat-obat esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan risiko
terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat
membahayakan keselamatan jiwa mereka (Wiknjosastro, 2008:53).
3) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa
DJJ dalam batas normal (120–160 x/menit).

20
Rasional: Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang
kurang dari 120 x/mnt dan lebih dari 160x/mnt. Kegawatdaruratan janin
ditunjukkan dari DJJ kurang dari 100x/mnt dan lebih dari 180x/mnt
(Wiknjosastro, 2008:43).
4) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
Rasional: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin,
cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena kava inferior ibu. Hal
ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter
sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga
akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran
secara efektif (Wiknjosastro, 2008:87).
5) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa
ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
Rasional: Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman
bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat di antara
kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk
membantu ibu melahirkan bayinya (Wiknjosastro, 2008:84).
6) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran.
Rasional: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas
sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia
pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta
(Wiknjosastro, 2008:81).
7) Anjurkan ibu untuk berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Rasional: posisi jongkok dapat mempersingkat kala II (Wiknjosastro,
2008:81).
8) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

21
Rasional: Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan kewaspadaan
universal untuk melindungi dari setiap cairan atau rabas yang mungkin atau
patogen yang menular melalui darah (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:1117).
9) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5–6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering.
Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau
bernapas cepat dan dangkal.
Rasional: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi secara
bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada
vagina dan perineum (Wiknjosastro, 2008:89).
10) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran.
Rasional: Perasat ini dilakukan untuk mengetahui apakah tali pusat berada di
sekeliling leher bayi dan jika memang demikian, untuk menilai seberapa ketat
tali pusat tersebut sebagai dasar untuk memutuskan cara mengatasi situasi
tersebut (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:1146).
11) Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Rasional: Pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap gangguan,
memberi waktu untuk bahu berotasi internal ke arah diameter anteroposterior
pintu bawah panggul (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007:1147).
12) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala
ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
Rasional: Penempatan tangan ini dirancang untuk mencegah memegang bayi
di bawah mandibula atau di sekeliling leher untuk melahirkan bahu dan badan
bayi. Kelahiran bahu dan badan bayi dengan gerakan ke arah atas dan luar
secara biparietal merupakan mekanisme persalinan yang disebut kelahiran

22
bahu dan tubuh dengan fleksi lateral melalui kurva carus (Varney, Kriebs dan
Gegor, 2007:1153).
13) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan
tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
Rasional: Tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan atas, siku, dan
tangan bahu belakang saat bagian-bagian ini dilahirkan karena jika tidak
tangan atau siku dapat menggelincir keluar dan menimbulkan laserasi
perineum (Varney, Kriebs dan Gegor 2007:1148).
14) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari-jari lainnya).
Rasional: Tindakan ini memungkinkan Anda menahan bayi sehingga Anda
dapat mengontrol pelahiran badan bayi yang tersisa dan menempatkan bayi
aman dalam rengkuhan tangan Anda tanpa ada kemungkinan tergelincir
melewati badan atau tangan atau jari-jari Anda (Varney, Kriebs dan Gegor
2007:1148).
15) Lakukan penilaian bayi baru lahir 0 detik tangis dan gerak
Rasional: Penilaian ini menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu dilakukan
resusitasi (Wiknjosastro, 2008:152).
c. Bayi baru lahir
1) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering, biarkan bayi di atas perut ibu.
Rasional: Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan
basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam
ruangan yang relatif hangat (Wiknjosastro, 2008:127). Meletakkan bayi di
atas abdomen ibu, memungkinkan ibu segera kontak dengan bayinya,
menyebabkan uterus berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari
cairan yang saat ini terakumulasi di meja atau tempat tidur di area antara kaki
ibu (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007:1154).

23
2) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
Rasional: Memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah kaya zat
besi kepada bayi (Wiknjosastro, 2008:126).
3) Lakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat.
Rasional: Memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah kaya zat
besi kepada bayi (Wiknjosastro, 2008:126).
4) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Rasional: Meletakkan bayi di atas abdomen ibu memungkinkan ibu segera
kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus berkontraksi, dan
mempertahankan bayi bebas dari cairan yang saat ini terakumulasi di meja
atau tempat tidur di area antara kaki ibu (Varney, Kriebs dan Gegor,
2007:1154).
d. Kala III
1) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal).
Rasional: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat
menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Jangan menekan kuat korpus uteri
karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran
plasenta (Wiknjosastro, 2008:101).
2) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
intramuskular (IM) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin).
Rasional: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat
dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi
kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan
oksitosin ke pembuluh darah (Wiknjosastro, 2008:101).
3) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5–10 cm dari vulva.
Rasional: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi
(Wiknjosastro, 2008:101).

24
4) Letakkan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
Rasional: Tindakan ini dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda pelepasan
plasenta meliputi uterus mengalami perubahan bentuk dan tinggi, fundus
berada di atas pusat, dan tali pusat memanjang (Wiknjosastro, 2008:100).
5) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-
hati. Jika plasenta tidak lahir setelah 30–40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas.
Rasional: melahirkan plasenta dengan teknik dorso-kranial dapat mencegah
terjadinya inversio uteri (Wiknjosastro, 2008:102).
6) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso-kranial).
Rasional: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus
akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (Wiknjosastro, 2008:102).
7) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
Rasional: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan
membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir
(Wiknjosastro, 2008:103).
8) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Rasional: Tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus berkontraksi.
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan
atonia uteri (Wiknjosastro, 2008:106).

25
9) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong plastik atau
tempat khusus.
Rasional: Inspeksi plasenta serta, ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk
mendiagnosis normalitas plasenta, perlekatan, dan tali pusat, untuk skrining
kondisi yang tidak normal dan untuk memastikan apakah plasenta dan
membran telah dilahirkan seluruhnya (Varney, Kriebs dan Gegor,
2008:1162).
10) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Rasional: Penjahitan digunakan untuk mendekatkan kembali jaringan tubuh
dan mencegah terjadinya perdarahan (Wiknjosastro, 2008: 115).
Kala IV
1) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
Rasional: Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran
plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350–500 cc/menit
dari bekas tempat melekatnya plasenta (Wiknjosastro, 2008:107).
2) Lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan biarkan bayi tetap melakukan
kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
Rasional: IMD dan kontak kulit antara ibu dengan bayi akan menstabilkan
pernapasan, mengendalikan temperatur tubuh bayi, menurunkan kejadian
ikterus, serta merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu.
Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi (Wiknjosastro, 2008:131).
3) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir.
Rasional: dari hasil pemeriksaan, bidan memastikan tingkat kesejahteraan
bayi baru lahir dan mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi dan
masalah yang sedang terjadi (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:915).
4) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, berikan imunisasi Hepatitis B di paha
kanan.

26
Rasional: Vitamin K1 injeksi 1 mg IM untuk mencegah perdarahan bayi baru
lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru
lahir. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu ke bayi (Wiknjosastro, 2008:139).
5) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
Rasional: uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman
pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot nadi (Wiknjosastro,
2008:107).
6) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
Rasional: Jika ibu dan keluarga mengetahui cara melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi maka ibu dan keluarga mampu untuk segera
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro,
2008:107).
7) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Rasional: Memperkirakan kehilangan darah merupakan salah 1 cara untuk
menilai kondisi ibu (Wiknjosastro, 2008:115).
8) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama postpartum dan setiap 30 menit selama jam kedua postpartum.
Rasional: Kandung kemih yang penuh bisa mengganggu kontraksi uterus dan
terjadi perdarahan pasca persalinan (Wiknjosastro, 2008:82).
9) Pantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit. Pastikan bahwa bayi
bernapas dengan baik (40–60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5–37,5
°
C).
Rasional: Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL belum
berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas tubuh maka bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia
(Wiknjosastro, 2008:127).
10) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Lakukan pencucian dan bilas peralatan setelah di
dekontaminasi.

27
Rasional: Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing
dari kulit atau instrumen/peralatan (Wiknjosastro, 2008:17).
11) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
Rasional: Sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah sampah
terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar, sampah terkontaminasi
berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau
menangani sampah tersebut termasuk anggota masyarakat (Wiknjosastro,
2008:31).
12) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
Rasional: Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan dan
relaksasi serta menurunkan risiko infeksi (Varney, Kriebs dan Gegor,
2008:719).
13) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
Rasional: Pemberian ASI secara dini bisa merangsang produksi ASI,
memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi
paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir (Wiknjosastro,
2008:132).
14) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
Rasional: Dekontaminasi mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada peralatan
atau instrumen (Wiknjosastro, 2008:17).
15) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Rasional: Larutan klorin 0,5% cepat mematikan virus (Wiknjosastro,
2008:24).
16) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Rasional: karena mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak
dalam larutan yang tergenang atau dalam wadah (Wiknjosastro, 2008:19).

28
17) Lengkapi partograf, periksa TTV, dan asuhan kala IV.
Rasional: kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan terjadi selama 4 jam pertama setelah kelahiran bayi (Wiknjosastro,
2008:116).
2. Masalah
a. Kala I
1) Nyeri sehubungan dengan adanya kontraksi
Tujuan : Setelah diberi penyuluhan ibu dapat beradaptasi dengan adanya
nyeri pada saat kontraksi (Walsh, 2012:263)
Kriteria :
a) Ibu tampak rileks atau tenang diantara kontraksi (Doengoes, 2001:276)
b) His pada kala I intervalnya 3-4 menit, lama 40-60 detik. His kala II
intervalnya 3-4 menit, lama 60-90 detik (Manuaba, 2012:171)
c) DJJ normal berada pada rentang 120-160 kali/menit (Fraser dan Cooper,
2009:261)
Intervensi menurut Walsh (2012:263–267) sebagai berikut:
a) Lakukan persiapan melahirkan.
Rasional: Program persiapan melahirkan biasanya menggabungkan
berbagai pendekatan nonfarmakologis untuk peredaan nyeri (Walsh,
2012:263–267
b) Kehadiran fisik suami atau keluarga
Rasional: Keterkaitan kehadiran orang lain bahkan orang asing
menunjukkan penurunan lama persalinan dan memperbaiki hasil
kelahiran serta memberi penenang pada wanita yang melahirkan (Walsh,
2012:263–267)
c) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Ruangan yang tenang, musik yang lembut, suhu yang nyaman,
dan posisi ibu yang nyaman meningkatkan kenyamanan. Ketika
dikombinasikan dengan pernafasan lambat teratur, relaksasi dapat
membantu ibu bersalin mengatasi nyeri lebih efektif pada setiap

29
kontraksi dan istirahat lebih penuh di antara kontraksi (Walsh, 2012:263–
267)
d) Anjurkan ibu untuk melakukan perubahan posisi.
Rasional: Perubahan posisi memberikan beberapa efek pada ibu bersalin,
misalnya pada posisi merangkak. Posisi ini membantu meredakan sakit
punggung, mengurangi tekanan pada hemoroid atau varises, dan lain-lain
(Walsh, 2012:263–267)
e) Lakukan massase atau pijatan.
Rasional: Massase dianggap membantu dalam relaksasi dan menurunkan
kesadaran nyeri dengan meningkatkan aliran darah ke area yang sakit,
merangsang reseptor sensori di kulit dan otot di bawahnya dan mengubah
suhu kulit (Walsh, 2012:263–267).
f) Lakukan kompres panas dan dingin.
Rasional: Penggunaan kompres panas untuk area yang tegang dan nyeri
dianggap meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot yang
disebabkan oleh iskemia, yang merangsang neuron yang memblok
transmisi lanjut rangsangan nyeri dan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah ke area tersebut (Walsh, 2012:263–267)
2) Cemas menghadapi persalinan
Tujuan : Setelah diberi penyuluhan rasa cemas selama proses persalinan
berkurang (Doenges, 2001:266).
Kriteria :
a) Ibu tampak rileks dengan situasi persalinan
b) Tanda-tanda vital tekanan darah 100/70-130/90 mmHg, suhu 36-37,5oC,
pernafasan 16-24 x/menit, denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit (Romauli,
2011:173)
Intervensi menurut Doenges (2001: 267) sebagai berikut:
a) Kaji tingkat dan penyebab kecemasan, kesiapan untuk melahirkan anak,
latar belakang budaya, dan peran orang terdekat.
Rasional: Cemas memperberat persepsi nyeri dan mempengaruhi teknik
penggunaan koping.

30
b) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Stres, rasa takut, dan ansietas mempunyai efek yang dalam pada
proses persalinan (Doenges, 2001:267).
c) Tentukan kebutuhan hiburan, anjurkan berbagai aktivitas (misal jalan-
jalan) atau mengajak ibu berbincang-bincang (Doenges, 2001:268).
Rasional: Membantu mengalihkan perhatian dari persalinan, membuat
waktu yang dilewati lebih cepat (Doenges, 2001:268).
d) Tingkatkan privasi dan penghargaan terhadap kesopanan. Gunakan
penutupan selama pemeriksaan vagina (Doenges, 2001:268).
Rasional: Kesopanan adalah masalah pada kebanyakan budaya (Doenges,
2001:268).
e) Berikan kesempatan untuk percakapan termasuk pilihan nama bayi,
perkiraan persalinan, dan persepsi/rasa takut selama kehamilan (Doenges,
2001:268).
Rasional: Adanya kesempatan untuk klien mengungkapkan kesenangan
tentang diri sendiri, kehamilan, dan bayinya bertindak sebagai pengalihan
untuk membantu melewati waktu persalinan (Doenges, 2001:268).
3) Emesis dalam persalinan
Tujuan : Setelah diberi asuhan ibu bisa beradaptasi dengan keadaannya
(Walsh, 2012:287)
Kriteria menurut Walsh (2012:287) antara lain:
a) Tidak terjadi emesis berlebihan
b) Tidak terjadi dehidrasi
Intervensi menurut Walsh (2012:287) sebagai berikut:
a) Menganjurkan ibu untuk makan makanan rendah lemak pada awal
persalinan.
Rasional: Makanan yang mengandung lemak dapat merangsang mual dan
muntah (Walsh, 2012:287).
b) Anjurkan ibu minum minuman berkarbonat
Rasional: Minuman berkarbonat dapat membantu menurunkan mual
selama persalinan (Walsh, 2012:287).

31
c) Mengganti pakaian dan seprai yang kotor akibat muntah
Rasional: Lingkungan yang bersih dan kering akan meningkatkan
kenyamanan bagi ibu bersalin (Walsh, 2012:287).
d) Berikan cairan infus bila ada indikasi
Rasional: Cairan IV akan mencegah derhidrasi dan mungkin akan
membuat ibu merasa lebih baik (Walsh, 2012:287).
e) Berikan antiemetik apabila perlu
Rasional: Obat antiemetik mengantisipasi terjadinya muntah berulang
(Walsh, 2012:287).
4) Potensial terjadi kala I memanjang (fase laten dan aktif)
Tujuan dan Kriteria menurut Wiknjosastro (2008:51) antara lain:
Tujuan : Kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa
komplikasi
Kriteria : Tidak terjadi infeksi intrapartum (Suhu 36-37oC).
Tidak terjadi ruptur uteri
Tidak terjadi cincin retraksi patologis
Tidak terjadi fistula
Tidak terjadi cidera otot-otot dasar panggul
DJJ 120–160 x/menit, kuat dan teratur
Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase
kepala janin
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:51) sebagai berikut:
a) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatlaksanaan
gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.
Rasional: Rujukan yang tepat akan meminimal kemungkinan terjadinya
komplikasi dan kematian pada ibu dan bayi (Wiknjosastro, 2008:51).
b) Dampingi ibu ke tempat rujukan, beri dukungan dan semangat
Rasional: Mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses
rujukan dan terjadi komplikasi lain (Wiknjosastro, 2008:51)
5) Potensial terjadi ketuban pecah dini

32
Tujuan : Kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa
komplikasi (Wiknjosastro, 2008:48)
Kriteria menurut Wiknjosastro (2008:119) antara lain:
a) Tidak terjadi infeksi maternal maupun neonatal
b) Tidak terjadi hipoksia karena kompresi tali pusat
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:48) sebagai berikut:
a) Pastikan diagnosis (Uji lakmus dan Vagina Toucher)
Rasional: diagnosis yang tepat adanya KPD dapat untuk melakukan
tindakan selanjutnya.
b) Baringkan ibu miring ke kiri
Rasional: Miring kiri yang dilakukan pada ibu bersalin dapat mempercepat
penurunan kepala janin dan memperlanca aliran darah plasenta yang
mengalir ke janin (Wiknjosastro, 2008:55).
c) Observasi DJJ
Rasional: Gawat janin ditunjukan dari DJJ yang kurang dari 100 atau lebih
dari 180 kali/menit (Wiknjosastro, 2008:43).
d) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan
lanjut
Rasional: Rujukan yang tepat akan meminimal kemungkinan terjadinya
komplikasi dan kematian pada ibu dan bayi (Wiknjosastro, 2008:51).
e) Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter, penghisap
lendir Delee dan handuk atau kain.
Rasional: Memeberikan dukungan pada ibu dan mengantisipasi apabila
persalinan berlangsung selama proses rujukan (Wiknjosastro, 2008:51).
b. Kala II
6) Potensial terjadi kala II memanjang
Tujuan : Kala II segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa komplikasi
(Wiknjosastro, 2008:51)
Kriteria : Tidak terjadi infeksi intrapartum (Suhu 36-37oC).
Tidak terjadi ruptur uteri
Tidak terjadi cincin retraksi patologis

33
Tidak terjadi fistula
Tidak terjadi cidera otot-otot dasar panggul
DJJ 120–160 x/menit, kuat dan teratur
Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase
kepala janin
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:51) sebagai berikut:
a) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatlaksanaan
gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir Rasional: rujukan yang tepat akan
meminimal kemungkinan terjadinya komplikasi dan kematian pada ibu
dan bayi (Wiknjosastro, 2008:51)
b) Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses
rujukan dan terjadi komplikasi lain (Wiknjosastro, 2008:51)
7) Potensial terjadi distosia bahu
Tujuan : Tidak terjadi distosia bahu, janin lahir selamat, tanpa
komplikasi (Saifuddin, 2014:600).
Kriteria menurut Saifuddin (2014:600) antara lain:
a) Tidak terjadi trauma persalinan pada bayi (fraktur klavikula dan humerus).
b) Tidak terjadi cidera fleksus brakialis.
c) Tidak terjadi hipoksia.
Intervensi menurut Saifuddin (2014: 602-604) sebagai berikut:
Segera panggil bantuan, lakukan manuver Mc Robert (ibu terlentang dengan
memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada,
dan rotasikan kedua kaki ke arah luar), langkah kedua lakukan manuver
Rubin (memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapublik
ke arah dorsal), langkah ketiga melahirkan bahu posterior, posisi merangkak
dan manuver wood (memasukkan tangan penolong ke arah punggung bayi,
temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buat sendi siku menjadi
fleksi. Pegang bagian lengan bawah dan buarlah mengusap ke arah dada bayi,
sehingga bahu posterior lahir).
Rasional: Mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas (Saifuddin, 2014:604)

34
8) Potensial terjadi gawat janin
Tujuan : Setelah diberikan asuhan tidak terjadi gawat janin, janin lahir
selamat dan tanpa komplikasi (Wiknjosastro, 2008:94)
Kriteria : DJJ 120-160 kali per menit
Bayi tidak terjadi asfiksia
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:94) sebagai berikut:
a) Baringkan miring ke kiri, anjurkan ibu untuk menarik nafas panjang
perlahan-lahan dan berhenti meneran.
Rasional Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin,
cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan
mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter dan akan
menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan
mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk menertan
secara efektif (Wiknjosastro, 2008:87).
b) Nilai ulang DJJ setelah 5 menit.
(1) Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah
setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring telentang dan tidak
menahan nafasnya saat meneran.
(2) Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.
Rasional Gawat janin ditunjukan dari DJJ yang kurang dari 100 atau
lebih dari 180 kali/menit (Wiknjosastro, 2008:43). Jika DJJ normal,
minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah setiap kontraksi.
Pastikan ibu tidak berbaring telentang dan tidak menahan nafasnya saat
meneran. Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.
c) Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses
rujukan dan terjadi komplikasi lain.
c. Bayi baru lahir
Potensial terjadi asfiksia neonatorum

35
Tujuan : Asfiksia neonatorum teratasi dan tidak terjadi komplikasi pada
bayi (Wiknjosastro, 2008:158)
Kriteria : Bayi bernafas spontan, menangis kuat, dan bergerak aktif
Warna kulit kemerahan
Denyut jantung bayi > 100 kali per menit
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:158) sebagai berikut:
a) Lakukan langkah awal yang meliputi: jaga bayi tetap hangat, atur poisi,
isap lendir, keringkan dan rangsang bayi, atur kembali posisi kepala bayi
dan selimuti bayi serta lakukan penilaian pada bayi.
Rasional: lima langkah awal dapat merangsang bayi bernapas spontan dan
tertatur (Wiknjosastro, 2008:154).
b) Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap, lakukan ventilasi,
nilai napas, jika bayi bernapas lakukan asuhan pasca resusitasi, jika bayi
tidak benapas ulangi ventilasi dan rujuk
Rasional: tindakan resusitasi digunakan untuk membuka alveoli agar bayi
bisa bernafas spontan dan teratur (Wiknjosastro, 2008:156)
c) Jika bayi bernapas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi.
Rasional: pelayanan yang diberikan untuk memantau dan memberikan
asuhan BBL dan konseling (Wiknjosastro, 2008:156)
d. Kala III
9) Robekan vagina, perineum atau serviks
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan robekan vagina, perineum atau
serviks dapat teratasi (Wiknjosastro, 2008:119)
Kriteria : Robekan derajat I dan II, Perdarahan <500 cc (Wiknjosastro,
2008:119)
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:119) sebagai berikut:
a) Lakukan pemeriksaan secara hati-hati
Rasional : memastikan lukanya tidak meluas (Wnkjosastro, 2008:183)
b) Jika terjadi laserasi derajat satu atau dua lakukan penjahitan

36
Rasional: perdarahan derajat satu tak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik dan derajat dua dijahit menggunakan
teknik jelujur (Wnkjosastro, 2008:183)
c) Jika laserasi derajat tiga atau empat atau robekan serviks pasang infus
dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 dan 18) dan berikan RL atau
NS. Segera rujuk ibu ke fasilitas dengan kemampuan gawatdarurat
obstetri. Dampingi ibu ke tempat rujukan
Rasional: penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk respirasi
laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
(Wnkjosastro, 2008:183).
10) Potensial terjadi retensio plasenta
Tujuan : Avulsi tidak terjadi, plasenta lahir lengkap (Wiknjosastro,
2008:118)
Kriteria : Tali pusat lahir utuh (Wiknjosastro, 2008:118)
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:118), adalah sebagai berikut:
a) Jika plasenta terlihat, lakukan penegangan tali pusat terkendali dengan
lembut dan tekanan dorso kranial pada uterus, minta ibu untuk meneran
agar plasenta keluar.
Rasional: memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi
(Winkjosastro, 2008:107).
b) Setelah plasenta lahir, lakukan masase pada uterus dan periksa plasenta.
Rasional: diperiksa untuk mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik
(Winkjosastro, 2008:107).
c) Jika plasenta masih di dalam uterus dan terjadi perdarahan berat, pasang
infus menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau
NS dengan 20 unit oksitosin. Coba lakukan plasenta manual dan lakukan
penanganan lanjut.
d) Bila tidak memenuhi syarat plasenta manual di tempat atau tidak kompeten
maka segera rujuk ibu ke fasilitas terdekat dengan kapabilitas
kegawatdaruratan obstetri.
e) Dampingi ibu ke tempat rujukan.

37
Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses
rujukan dan terjadi komplikasi lain (Winkjosastro, 2008:107).
e. Kala IV
11) Potensial terjadinya subinvolusio sehubungan dengan kandung kemih penuh
Tujuan : Setelah diberikan asuhan, involusi bisa berlangsung normal
(Wiknjosastro, 2008:121)
Kriteria : TFU 2 jari di bawah pusat (setelah plasenta lahir)
Kandung kemih kosong
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:121) sebagai berikut:
a) Bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya, kemudian masase
uterus hingga berkontraksi baik.
Rasional: Kandung kemih yang penuh mengganggu kontraksi uterus
(Wiknjosastro, 2008:121)
b) Jika ibu tidak dapat berkemih, kateterisasi kandung kemihnya dengan
teknik aseptik. Kemudian masase uterus hingga berkontraksi baik. Jika ibu
mengalami perdarahan, ikuti langkah-langkah atonia uteri.
Rasional: Kateterisasi digunakan agar uterus dapat berkontraksi
(Wiknjosastro, 2008:121).
2.4 Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif,
efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/ pasien, dalam
bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan
secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. (Kemenkes, 2011).
2.5 Evaluasi
Menurut Kemenkes (2011) Bidan melakukan pencatatan secara lengkap,
akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/ kejadian yang ditemukan dan
dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.
S : Data Subyektif
Mencatat hasil anamnesa.
O : Data Obyektif
Mencatat hasil pemeriksaa

38
A : Asesment
Mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P : Penatalaksanaan
Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang
sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan sgera,
tindakan secara komprehensif : penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, eveluasi/follow up dan rujukan.

Petugas

Mahasiswa

39
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Pengkajian :
Tanggal Pengkajian : 7 Januari 2019
Tempat Pengkajian : PONED Puskesmas Ngrambe
Pukul : 14.45 WIB
Oleh : Helly Rochmadhona Rinarto

3.1 Data Subyektif


3.1.1 Biodata Istri Suami
Nama : Ny. A Tn. R
Umur : 23 tahun 25 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/bangsa : Jawa /Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Penghasilan :- Rp 2.500.000,-
Umur kawin : 21 tahun 34 tahun
Lama/brp x kawin : 11 bln/1x 11 bln/1 x
Alamat : Ds. M, Kec.Ng Ds. M, Kec.Ng
3.1.2 Keluhan utama
Mules semakin lama semakin sering.
3.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang
Ibu mengatakan baik dahulu maupun sekarang tidak mempunyai penyakit
yang mempengaruhi kehamilan dan persalinan.
Dari keluarga ibu maupun keluarga suaminya tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS serta riwayat penyakit
menurun seperti hipertensi atau DM. Dalam keluarganya maupun
suaminya tidak ada yang memiliki riwayat kembar.
3.1.4 Riwayat Kebidanan

40
a. Menstruasi
Haid pertama umur 12 tahun, siklus teratur 28-30 hari, lama 7 hari,
ganti pembalut 2-3x sehari, konsistensi encer, kadang nyeri pada hari
pertama menstruasi, tidak ada kelainan menstruasi. HPHT : 05-04-
2018, HPL : 12-01-2019.
b. Kehamilan Sekarang
Saat hamil yang pertama ibu tidak mempunyai keluhan yang berat,
hanya saja usia kehamilan 2 bulan ibu mengalami mual namun hilang
sendiri pada usia kehamilan 4 bulan. Ibu periksa rutin ke bidan tiap
bulan, 1 kali periksa ke puskesmas untuk ANC terpadu dan 2 kali
kontak dengan SpOG. Selama hamil ibu rutin minum vitamin yang
diberikan bidan. Ibu mendapatkan penyuluhan mengenai nutrisi,
senam hamil, perawatan payudara, kebersihan diri serta pola istirahat.
c. Persalinan Sekarang
Merasakan mules pada tanggal 07-01-2019 pukul 01.00 WIB dan
mengeluarkan lendir campur darah, kemudian datang ke PONED
pukul 03.00 WIB.
3.1.5 Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Ibu makan terakhir tanggal 07-01-2019 pukul 13.00 WIB
denganmakanan jatah dari PONED yaitu nasi, tahu, ayam dan sop.
Minum terakhir tanggal 07-01-2019 pukul 14.30 WIB 1 gelas air
putih.
b. Eliminasi
Ibu BAB terakhir tanggal 07-01-2019 pukul 05.30 WIB, BAK terakhir
tanggal 07-01-2019 pukul 13.30 WIB.
c. Istrirahat dan tidur
Saat malam hari sebelum merasakan kenceng-kenceng yang semakin
sering. Ibu sempat tidur selama 4 jam (6 Januari 2019) pukul 20.00-
24.00 WIB. Ibu merasa cukup dan nyenyak akan tidurnya semalam.
d. Aktivitas dan rekreasi

41
Ibu mengatakan sudah tidak kuat berjalan.
e. Personal hygiene
Ibu mandi, ganti pakaian, gosok gigi terakhir tanggal 07-01-2019
pukul 06.30 WIB.
f. Kehidupan Seksual
Ibu mengatakan selama hamil ibu dan suami melakukan hubungan
suami istri ketika usia kehamilan sudah berusia 5 bulan.
3.1.6 Riwayat Ketergantungan
Ibu mengatakan baik ibu maupun suami tidak memiliki ketergantungan
minum-minuman beralkohol, narkoba, tidak mengkonsumsi obat-obatan
tanpa resep, tidak mengkonsumsi jamu, ibu dan suami tidak merokok.
3.1.7 Latar Belakang Sosial Budaya
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada pantangan makan-makanan
tertentu seperti telur, daging, ikan , tidak ada kebiasaan minum jamu, tidak
pernah pijat ke dukun tidak ada tradisi minum minyak menjelang
persalinan, tidak ada adat minum rendaman rumput fatimah.
3.1.8 Psikososial dan Spiritual
Ibu mengatakan bahwa ibu merasa cemas akan menghadapi proses
persalinan. Ibu dan keluarga sangat berharap kelahiran bayinya lancar dan
selamat. Hubungan ibu dan keluarga baik, Ibu selalu berdoa agar bayinya
lahir dengan selamat.
3.2 Data Subyektif
3.2.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, cara berjalan tidak
pincang dan tubuh lordosis.
3.2.2 Tanda-tanda Vital
TD : 120/80 mmHg Rr : 22x/menit
N : 82 x/menit S : 36,7°C
TB : 160 cm
LILA : 25 cm
BB sebelum hamil : 55 kg

42
BB terakhir periksa : 65 kg (tanggal 07 Januari 2019)
IMT := 65:(1.60x1.60) = 23.9 (Berat badan normal/ ideal)
3.2.3 Pemeriksaan Fisik
Kepala : Kulit kepala bersih, rambut tidak rontok, tidak ada
ketombe, rambut tidak mudah dicabut, penyebaran
merata

Muka : Tidak sembab, tidak ada odem, tidak pucat.

Mata : Simetris, conjungtiva palpebrae merah muda,


sklera putih.

Hidung : Bersih, lubang simetris, tidak ada polip dan sekret,


tidak ada pernafasan cuping hidung.

Mulut : Bibir tidak pucat, tidak pecah-pecah, lembab, tidak


ada stomatitis, gigi bersih, tidak ada caries gigi.

Telinga : Bersih, simetris, tidak ada serumen berlebih,


pendengaran baik.

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid maupun


limfe serta tidak teraba bendungan vena jugularis.

Dada : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe pada aksila,


tidak ada wheezing atau ronchi, suara jantung
normal.
Payudara : bentuk simetris, puting menonjol, bersih,
colostrum sudah keluar.

Abdomen : Tidak ada bekas operasi, tampak pergerakan janin,


pembesaran perut sesuai usia kehamilan,
membujur, kandung kemih kosong.

43
Ekstermitas : Tidak ada odem maupun varises, simetris.

Genetalia : Tidak ada odem dan varises, bersih,tidak ada


condiloma akumilata maupun matalata, tampak
lendir bercampur darah.

Anus : Ada hemoroid, tidak ada kelainan.

3.2.4 Pemeriksaan Khusus


a. Leopold I
TFU pertengahan pusat dengan px, bokong
b. Leopold II
Puka
c. Leopold III
Kepala, sudah masuk
d. Leopold IV
Divergen
e. Palpasi perlimaan : 3/5 bagian
f. TFU (Mc Donald) 31 cm, TBJ (Johnson Tausack) : (31-11) x 155 =
3100 gram, DJJ (+) (11-12-12) 140 x/menit kuat dan teratur, punctum
maksimum 3 jari kanan bawah pusat
g. His 3x/10 menit, lama 40 detik, dalam 10 menit.
h. Hasil VT (07-01-2019 pukul 15.00 WIB)
v/v taa, pembukaan 6 cm, eff 50%, ketuban (+), preskep HIII, UUK
kadep, arkus pubis >90°, spina iskhiadika tidak menonjol.
3.2.5 Terapi yang diberikan
Tx Medis : Lanjutkan Observasi
3.3 Assesment
GIP00000 usia kehamilan 39-40 minggu, janin tunggal, hidup, intrauteri,
bujur, fleksi, punggung kanan, presentasi kepala, HII, inpartu kala I fase aktif
akselerasi, kesan jalan lahir normal, keadaan ibu dan janin baik. Prognosa baik

44
3.4 Penatalaksanaan
Tanggal 7 Januari 2019 pukul 15.00 WIB
1. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.
2. Memberi dukungan kepada ibu dalam menjalani proses persalinan. Ibu
mampu melewati proses persalinan dengan baik.
3. Menghadirkan pendamping sesuai keinginan ibu (suami/ keluarga)
4. Menganjurkan ibu untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi selama
proses persalinan untuk membentuk tenaga saat melahirkan bayi.
5. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAB/BAK
6. Mengobservasi tanda-tanda vital ibu (Nadi, respirasi setiap 1 jam,
tekanan darah setiap 4 jam, suhu setiap 2 jam) His, DJJ tiap 30 menit,
Bandle, kandung kemih, Pembukaan.
7. Lengkapi dokumentasi

Tanggal : 7 Januari 2019, pukul : 17.30 WIB


S : Mules-mules semakin sering dan ada dorongan ingin meneran yang
tidak tertahankan.
O : Keadaan umum baik, kesadaran composmentis
TD: 120/80 mmhg N : 88 x/menit
Rr : 22 x/menit S : 36,8 C
DJJ (+) frekuensi 144x/menit (12-12-12) kuat, teratur.
HIS 4x dalam 10 menit lama 50 detik, kuat, teratur.
Perineum menonjol, vulva membuka
VT : v/v taa  10 cm, eff 100 % , ket (+), preskep, HIv , UUK bawah
simfisis, tulang-tulang kepala teraba terpisah, tidak teraba bagian kecil
disamping kepala janin.
Perlimaan 0/5
A : Masuk kala II, keadaan ibu dan janin baik, Prognosa baik.
P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
2. Mempersiapkan alat, diri, ibu dan keluarga untuk pertolongan
persalinan.

45
3. Memberikan posisi yang nyaman pada ibu.
4. Melakukan amniotomi, air ketuban 200 cc, warna jernih.
5. Mengajarkan meneran seperti BAB.
6. Memimpin ibu meneran saat ada his.
7. Memberikan minum diantara his.
8. Mengobservasi DJJ diantara his.
9. Setelah kroning diameter 5-6 cm melahirkan kepala, bahu,
badan, kaki dengan sangga susur.
10. Menilai bayi dengan 2 pertanyaan.

Tanggal 7 Januari 2019 pukul 18.00 WIB


S : Ibu merasa lega bayinya sudah lahir dengan selamat, jenis kelamin
laki-laki.
O : Bayi lahir spontan belakang kepala, jenis kelamin perempuan,
langsung menangis dan gerak aktif, kulit kemerahan,
BBL: 3200 gram PB: 49 cm, LK: 33cm.
A : Bayi baru lahir normal
P : 1. Mengeringkan bayi dengan handuk kering dan hangat
2. Menjepit, memotong, mengikat tali pusat
3. Melakukan IMD selama 1 jam,
4. Setelah 1 jam berikan obat tetes mata kemudian vitamin K dosis
1mg IM, menyuntik hepatitis B dipaha kanan, menimbang BB,
mengukur TB dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Memandikan bayi setelah 6 jam atau suhu > 36,5oC.
6. Observasi tiap 15 menit selama 2 jam.

Tanggal 7 Januari 2019 pukul 18.05 WIB


S : Ibu mengatakan merasa mules dan mengeluarkan darah
O : 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis
2. TFU setinggi pusat

46
3. Perdarahan 200cc.
4. Kandung kemih kosong
5. Uterus teraba lebih bundar dan keras.
6. AS bayi menit pertama 8-9
A : P10001 kala III, keadaan umum ibu dan bayi baik, prognosa baik.
P : 1. Memeriksa fundus untuk memastikan kehamilan tunggal
2. Menyuntikkan oksitosin 10 UI IM pukul 18.06 WIB
3. Saat ada his melakukan PTT merasa tidak ada tahanan, TFU 2 jari
diatas pusat.
4. Melahirkan plasenta.
5. Massase uterus 15 kali atau 15 detik.
6. Periksa Plasenta
7. Periksa leserasi ruptur perineum

Tanggal 7 Januari 2019 pukul 18.15 WIB


S : Ibu mengatakan merasa lega bayi dan ari-ari telah lahir
O : 1. Plasenta lahir spontan, lengkap
2. Pada sisi fetal insersi tali pusat sentralis, panjang 50 cm, tidak ada
pembuluh darah yang putus.
3. Pada sisi maternal diameter 20 cm,tebal 2 cm, kotiledon lengkap,
selaput ketuban lengkap.
4. Tanda-tanda vital
TD :120/80 mmHg S : 36,80C N : 88 x/menit Rr :20x/menit
5. Jalan lahir laserasi derajat 2.
A : P10001 kala IV, keadaan umum ibu dan bayi baik, prognosa baik.
P : 1. Melakukan heacting perineum dengan menggunakan anastesi dan
benang catgut cromic no 02, jenis jahitan jelujur.
2. Mengobservasi ibu meliputi TD, Nadi, TFU, kontraksi uterus,
kandung kemih, dan perdarahan pada 15 menit pada satu jam post
partum dan 30 menit pada 2 jam post partum, serta mengobservasi
suhu setiap 1 jam sekali.

47
3. Mengobservasi bayi setiap 15 menit, suhu dan pernafasan.
4. Memandikan ibu dan mengganti dengan pakaian yang bersih.
5. Mendekontaminasi alat dan tempat persalinan.
6. Menjelaskan tanda bahaya kala IV.
7. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya
8. Pesan ibu untuk memanggil bidan jika terjadi perdarahan banyak,
demam tinggi, dan ibu merasa pusing sewaktu-waktu.
9. Dokumentasi dan melengkapi partograf, kohort, rekam medis,
buku KIA.

Petugas

Helly Rochmadhona R.

48
BAB 4

SIMPULAN

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin pada Ny. A yang dilakukan pada tanggal 7
Januari 2019 di PONED Puskesmas Ngrambe dengan keadaaan ibu baik dan bayi
baik dan tidak ada masalah. Asuhan dilakukan dengan cara pengumpulan data
subyektif dan data obyektif, kemudian dilakukan analisa data sehingga dapat
menyusun planning yang akan dilaksanakan dalam pemberian asuhan. Selama
pemberian asuhan, Ny. A sangat kooperatif sehingga asuhan dapat dilakukan
dengan baik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu dan Rohani, Akhmad. 2011.Asuhan Pada Masa Persalinan.Jakarta :


Salemba Medika.

Cunningham. 2013. Obstetri William Volume 1. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E., dan Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan
Maternal/Bayi Edisi 2 (Hamilton). Jakarta: EGC

Fraser, Diane M. dan Cooper, Margaret A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta:
EGC.

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar Asuhan


Kebidanan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan
KB untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC

Manuaba, Ida Bagus. 2012.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta : ISBN.
Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan
Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika

Saifuddin, Abdul Bari. 2006.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi


2. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

, Abdul Bari. 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP

, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Varney, H., Kriebs, J.M., dan Gregor, C.L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.
Edisi 4. Jakarta: EGC

Walsh, L. 2012. Buku Ajar Asuhan Komunitas. Jakarta: EGC.

50
51

Anda mungkin juga menyukai