Anda di halaman 1dari 22

PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA KORUPSI

DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA


Kajian Putusan Nomor 537K/Pid.Sus/2014 dan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014

RETRACTION OF THE CORRUPTOR’S POLITICAL RIGHTS


IN THE PERSPECTIVE OF HUMAN RIGHTS
An Analysis of Decision Number 537K/Pid.Sus/2014 and Number 1195K/Pid.Sus/2014

Warih Anjari
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945
Jl. Sunter Podomoro Jakarta Utara 14350
E-mail: a.warih@yahoo.com

Naskah diterima: 17 Desember 2015; revisi: 31 Maret 2015; disetujui: 5 April 2015

ABSTRAK dan pemegang jabatan eksekutif, serta akibat korupsi


menyengsarakan rakyat. Penerapannya harus ada
Penerapan pidana merupakan sarana penal mencegah
pembatasan waktu pencabutan hak politik terpidana.
terjadinya tindak pidana. Penjatuhan pidana tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan nasional maupun
Kata kunci: korupsi; pencabutan hak politik; hak asasi
internasional. Penjatuhan pidana merupakan kewenangan
manusia.
hakim. Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak
politik bagi terpidana korupsi tercantum dalam Putusan
ABSTRACT
Mahkamah Agung Nomor 537K/Pid.Sus/2014, dan
Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 adalah pelaksanaan dari The implementation of penal facility is aimed to prevent
sarana penal. Penerapannya tidak dibatasi jangka criminal acts. Imposing penal facility is one of the
waktu seperti diatur dalam Pasal 38 Kitab Undang- authorities of judges and shall not be incompatible
Undang Hukum Pidana. Akibatnya terjadi kontroversi with both national and international law. One of
dengan HAM sedangkan kejahatan yang dilakukan the implementation of penal facilities is imposing
adalah tindak pidana korupsi. Hak memilih dan dipilih an additional penalty of retraction of a corruptor’s
adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dijaga political rights as contained in the Decision Number
keberlangsungannya. Masalah dalam paper ini adalah 537K/Pid.Sus/2014 and Number 1195K/Pid.Sus/2014.
1) Mengapa diperlukan penerapan pidana pencabutan The application is not time constrained as provided
hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi?; dan on Article 38 of the Criminal Code. As a result, there
2) Bagaimana kriteria penerapan pidana pencabutan is a controversy from the viewpoint of human rights,
hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi dalam as the crime committed is corruption. The right to vote
perspektif HAM? Metode penelitian yang digunakan and be elected is one of the human rights that must
adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang- be preserved. The questions discussed in this analysis
undangan dan kasus. Kesimpulannya adalah terdapat are: 1) why is the implementation of penal policy of
keurgensian penerapan pidana tambahan berupa retraction of a corruptor’s political rights necessary?;
pencabutan hak politik dengan kriteria korupsi dilakukan and 2) what are the criteria of the implementation of
oleh penyelenggara negara yang memiliki akses politik penal policy of retraction of corruptor’s political rights

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 23

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 23 22/04/2015 9:59:38


in the perspective of human rights? The analysis uses More to the point, there should be a set time limitation
normative research method by legislation and study case of the convict’s retraction of the political rights in the
approach. In brief, there is an urgency of implementing implementation.
additional penalty of retraction of political rights when
the criminal act is detrimental to the public welfare, such Keywords: corruption; retraction of political rights;
human rights.
like the crime of corruption committed by state officials
who have access to political and executive incumbents.

I. PENDAHULUAN universal yang tumbuh dalam masyarakat


beradab; 4) harus memikirkan aspek-aspek
A. Latar Belakang
yang bersifat preventif karena sistem peradilan
Penerapan pidana merupakan sarana pidana, politik kriminal, dan politik penegakan
mencapai tujuan dari hukum pidana untuk hukum merupakan bagian dari politik sosial; dan
mencegah terjadinya tindak pidana. Dari zaman 5) harus tanggap terhadap perkembangan ilmu
ke zaman pemidanaan selalu berkembang seiring pengetahuan dan teknologi guna peningkatan
perkembangan umat manusia. Berawal dari makna efektivitas fungsinya dalam masyarakat (Muladi,
pemidanaan berarti pembalasan (retributive) 1990, 24 Februari, hal. 8-24).
sampai dengan bermakna perlindungan
Penerapan pidana di Indonesia tidak
(restorative). Hal ini didukung deduktif tujuan
hanya bersifat retributif, namun bermakna
pemidanaan dari yang bersifat klasik sampai
juga perlindungan masyarakat (defence
dengan ke arah yang modern. Perkembangan
social), sehingga harus diperhatikan efektivitas
dunia ke arah globalisasi dapat mempengaruhi
berlakunya baik bagi pelaku tindak pidana
kebijakan kriminal (criminal policy) suatu negara
maupun masyarakat. Menurut Van Bemmelen
untuk menetapkan jenis pidana yang sesuai untuk
dalam Muladi (2002), hukum pidana memiliki
negaranya. Bahkan hukum pidana suatu bangsa
sanksi yang bersifat memotong daging sendiri
menunjukkan peradaban suatu bangsa. Hal ini
(criminal law like slicing to meat itself), maka
karena setiap negara atau masyarakat mempunyai
penerapannya harus dipertimbangkan fungsi
sistem hukum pidana sendiri dari yang paling
primer hukum pidana yaitu sebagai sarana
modern sampai yang primitif (Hamzah, 1991,
penanggulangan kejahatan dan fungsi sekunder
hal. 1).
sebagai sarana kontrol sosial yang dilakukan
Hukum pidana Indonesia mendatang oleh negara melalui alat perlengkapannya. Dalam
hendaknya memiliki karakteristik yaitu: 1) hukum pidana, pidana merupakan salah satu
dibentuk tidak hanya sekedar alasan sosiologis, masalah utama, di samping masalah lainnya yaitu
politis, dan praktis semata, namun harus disusun kejahatan dan kesalahan. Hal ini sesuai dengan
dalam kerangka ideologi nasional Pancasila; pendapat dari Helbert Pecker dalam Muladi
2) tidak boleh mengabaikan aspek-aspek yang (2002) yang menyatakan: “These three concepts
berkaitan dengan kondisi manusia, alam, dan symbolize the three basic problems of substance
tradisi Indonesia (kearifan lokal); 3) harus in the criminal law: 1) what conduct should be
dapat menyesuaikan diri dengan kecenderungan designated as criminal; 2) what determinations

24 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 24 22/04/2015 9:59:38


must be made before a person can be found to juga telah meratifikasi konvensi yang berkaitan
have committed a criminal offense; and 3) what dengan hak asasi manusia, yaitu: Undang-Undang
should be done with persons who are found to Nomor 40 Tahun 2008 tentang Pengesahan
have commmited criminal offense” (hal. 16). Konvensi Penghapusan Diskriminasi dan Etnis,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Meskipun terpidana adalah orang yang
Pengesahan International Convenant on Civil
secara hukum dinyatakan bersalah dan harus
and Political Rights (ICCPR), Undang-Undang
menjalankan hukuman yang telah diputuskan
Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
pengadilan, namun memiliki hak yang tetap
International Convention on the Elemination
harus dilindungi oleh negara sebagai eksekutor
of All Forms of Racial Discrimination 1965,
pidana. Terutama berkaitan dengan hak asasi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
manusia yang melekat dalam diri manusia dan
Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan
tidak dapat dihapuskan, serta merupakan hak
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
kodrati karena bermahzab pada hukum kodrati
(Davidson, 2008) sehingga hak asasi bersifat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39
juga hak alami. Untuk membedakan antara Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (untuk
hak alami (natural law rights) dan hak hukum selanjutnya disingkat UU HAM) diatur mengenai
(legal rights) adalah bahwa hak hukum lebih hak manusia yang bersifat mutlak (non derogable),
menekankan sisi legalitas formal sedangkan hak yaitu hak untuk hidup; hak untuk tidak disiksa;
alami menegakkan sisi alamiah manusia (natural hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani;
human being) yang tidak terpisahkan dengan hak beragama; hak untuk tidak diperbudak; hak
dimensi kehidupan manusia (inalienable rights). untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat hadapan hukum; dan hak untuk tidak dituntut
pada manusia sebagai manusia. Hak ini bersifat atas dasar hukum yang berlaku surut. Sedangkan
fundamental, universal, dan tidak dapat dipisahkan hak yang bersifat dapat ditangguhkan/dikurangi
dari manusia. Selain itu selalu bersifat umum, pelaksanaannya (derogable right) yaitu: hak untuk
sering berhadapan dengan kedaulatan negara dan bekerja; hak untuk menikmati kondisi kerja yang
bersifat internasional (Harahap & Sutardi, 2006, adil dan baik; hak untuk membentuk dan ikut
hal. 1). Kedaulatan negara berkaitan dengan dalam organisasi; hak mendapatkan pendidikan;
konstitusi yang di dalamnya berisi jaminan HAM hak berpartisipasi dan berbudaya (hak ekonomi,
(El-Muhtaj, 2005, hal. 39). Hal ini sesuai dengan sosial, dan budaya). Menurut Undang-Undang
Deklarasi Hak Asasi Manusia, yaitu hak asasi Internasional HAM (International Bill of Rights),
manusia merupakan prasyarat yang harus ada hak sipil dan politik yang dapat direstriksi/
dalam kehidupan manusia untuk dapat hidup dibatasi adalah hak mempunyai pendapat, hak
sesuai dengan fitrah kemanusiaannya (hal. 54) kebebasan berkumpul secara damai, dan hak
kebebasan berserikat. Restriksi didasarkan pada
Hak asasi manusia diatur dalam Pasal
kepentingan keamanan nasional atau keselamatan
28 I UUD NRI 1945, Ketetapan Majelis
umum, ketertiban umum, dan kesusilaan umum
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor XVII/
atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan
MPR/1998, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39
orang lain (Budiardjo, 2009). Pasal 4 UU HAM
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 25

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 25 22/04/2015 9:59:38


menyebutkan salah satu hak yang tidak dapat Penerapan pidana kepada pelaku kejahatan
dikurangi adalah hak kebebasan pribadi, pikiran, berdasarkan Pasal 10 KUHP, pada hakikatnya
dan hati hurani. Hak ini merupakan bagian dari melukai HAM pelaku. Hukum pidana yang
demokrasi. Salah satu ciri negara demokrasi melindungi HAM korban kejahatan, namun
adalah segala kegiatannya mendasarkan pada dalam menjalankan fungsinya akan melukai HAM
hukum. Menurut Franz Magnis Suseno dalam pihak pelaku. Secara ideal perkembangan hukum
Faqih (2013, hal. 169), secara moral politik ada pidana berbanding lurus dengan perkembangan
empat alasan penerapan dari negara hukum, yaitu: HAM. Keselarasan ini mengindikasikan hukum
1) kepastian hukum; 2) tuntutan perlakuan yang pidana menghargai HAM baik korban maupun
sama; 3) legitimasi demokrasi; dan 4) tuntutan akal pelaku, oleh karena itu penerapan pidana harus
budi. Pelaksanaan dari hak tersebut merupakan mendasarkan pada aturan yang ada, guna
legitimasi demokrasi dalam suatu negara hukum. menghindari perlukaan HAM pihak-pihak yang
terkait dengan kejahatan.
Terpidana dalam negara hukum, pada
dasarnya orang yang dinyatakan bersalah oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 537K/
sistem hukum yang telah ditetapkan oleh undang- Pid.Sus/2014 dalam putusan pemidanaan korupsi
undang. Meskipun bersalah terpidana memiliki terhadap terpidana DS, yang dijatuhi pidana
hak-hak dasar yang bersifat non derogable rights tambahan berupa pencabutan hak tertentu yaitu
tersebut. Dalam konsep bernegara hukum dan untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik/
welfare state, negara dan aparaturnya memiliki hak politik. Putusan Mahkamah Agung Nomor
kewajiban untuk menegakkan keberlanjutan hak 1195K/Pid.Sus/2014, LHI dipidana dengan
terpidana. Sehingga pada saat menjatuhkan pidana pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk
kepada pelaku tindak pidana harus diperhatikan dipilih dalam jabatan publik/hak politik. Kedua
keberlanjutan hak-hak non derogable khususnya putusan tersebut, tidak dibatasi waktu lamanya
terhadap hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati pencabutan. Hal ini mengingat kedua jenis pidana
nurani. Pembatasan terhadap hak ini harus tegas tambahan tersebut merupakan bagian dari hak
dijelaskan secara limitatif, karena menyangkut asasi manusia. Meskipun tindak pidana korupsi
keberlangsungan kehidupan dan masa depan merupakan tindak pidana yang luar biasa (extra
manusia meskipun ia menjadi terpidana. ordinary crime) sehingga penanganannya dapat
dilakukan secara luar biasa pula.
Hak asasi manusia dalam UU HAM diatur
dalam Bab III tentang Hak Asasi Manusia dan Pada dasarnya hak asasi manusia dapat
Kebebasan Dasar Manusia. Hak politik warga dibatasi berdasarkan undang-undang, namun
negara yang merupakan bagian dari HAM di dalam pembatasan tersebut harus secara tegas
antaranya diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 43. disebutkan secara limitatif waktu pencabutannya
Pelaksanaan hak asasi manusia berdasarkan UU agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak
HAM dapat dibatasi berdasarkan undang-undang asasi manusia pihak terpidana. Jika ini tidak
dan dilakukan karena untuk menjamin pengakuan dilakukan maka dapat berakibat terjadinya faktor
dan penghormatan terhadap hak asasi manusia kriminogen terhadap terpidana yang dilakukan
dan kebebasan dasar orang lain yang diatur dalam oleh negara melalui alat perlengkapannya.
Pasal 73 UU HAM. Akibatnya terjadi pelanggaran HAM oleh negara

26 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 26 22/04/2015 9:59:38


yaitu terpidana menjadi korban pelanggaran yang DKI Jakarta dengan hukuman 18 tahun penjara,
dilakukan oleh hakim sebagai pejabat negara membayar denda Rp.1 milyar subsider satu
melalui putusannya. tahun kurungan, dan membayar uang pengganti
sebesar Rp.32 milyar, dan pidana tambahan
Stelsel pidana dalam sistem hukum
berupa pencabutan hak tertentu untuk memilih
pidana Indonesia diatur dalam Pasal 10 KUHP.
dan dipilih dalam jabatan publik. Hakim dalam
Pasal tersebut mengatur tentang pidana pokok
pertimbangannya menyatakan perbuatan DS
dan pidana tambahan. Pidana tambahan yang
dianggap telah merusak sendi-sendi kehidupan
berkaitan dengan pencabutan hak-hak tertentu
berbangsa dan bernegara. Negara akan hancur dan
yang berupa pidana pencabutan hak politik diatur
tidak berwibawa bila aparaturnya tidak amanah
lebih lanjut dalam Pasal 35 dan Pasal 38 KUHP.
lagi. Perekonomian rakyat akan terganggu dan
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
keuangan negara sangat terkuras oleh para
tentang Peraturan Hukum Pidana membatasi
koruptor sehingga mengganggu kelangsungan
waktu dilakukannya pencabutan hak seseorang
dan pembangunan negara.
berdasarkan putusan hakim, yaitu:
Putusan MA Nomor 1195K/Pid.Sus/2014
1. Apabila hakim menjatuhkan pidana mati
tanggal 15 September 2014 menolak permohonan
atau penjara seumur hidup, lamanya
kasasi LHI; mengabulkan permohonan kasasi
pencabutan seumur hidup;
penuntut umum; menyatakan terpidana secara
2. Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
waktu tertentu atau pidana kurungan, pidana korupsi dan tindak pidana pencucian
lamanya pencabutan hak paling sedikit dua uang secara bersama-sama; menjatuhkan pidana
tahun dan paling banyak lima tahun lebih penjara selama 18 tahun; dan menjatuhkan pidana
lama dari pidana pokoknya; tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih
dalam jabatan publik.
3. Apabila hakim menjatuhkan pidana denda,
lamanya pencabutan paling sedikit dua Dalam pertimbangannya menyatakan
tahun dan paling banyak lima tahun; selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
LHI terbukti melakukan hubungan transaksional
4. Pencabutan hak mulai berlaku pada hari
dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi
putusan hakim dijalankan.
imbalan dari pengusaha sapi. Fakta ini merupakan
Berdasarkan KUHP, penerapan pidana ironi demokrasi karena sebagai wakil rakyat, LHI
pencabutan hak tertentu telah dibatasi, agar tidak tidak melindungi dan memperjuangkan nasib
terjadi kerugian terutama bagi terpidana. Sehingga peternak sapi nasional. Hubungan transaksional
Putusan MA Nomor 537K/Pid.Sus/2014 dan tersebut telah mencederai kepercayaan rakyat
Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 tidak sesuai dengan banyak khususnya masyarakat pemilih yang telah
ketentuan tersebut. memilih untuk menjadi anggota DPR.

Putusan MA Nomor 537K/Pid.Sus/2014 Dalam sistem pemidanaan, penjatuhan


tanggal 4 Juni 2014, menolak kasasi DS dan pidana terhadap terpidana merupakan sarana
memperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi untuk mencapai tujuan hukum pidana baik

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 27

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 27 22/04/2015 9:59:38


secara khusus maupun secara umum, serta 1. Untuk menganalisis diperlukannya
memiliki efek deterence baik spesial maupun penerapan pidana pencabutan hak politik
general. Sehingga akibat dari pemidanaan bagi terpidana tindak pidana korupsi.
yang dijatuhkan harus dapat bermanfaat baik
2. Untuk menganalisis kriteria penerapan
bagi terpidana maupun masyarakat. Penerapan
pidana pencabutan hak politik bagi terpidana
pidana yang merupakan bagian dari penegakan
tindak pidana korupsi dalam perspektif hak
hukum pidana, dipengaruhi oleh profesionalitas
asasi manusia.
penegak hukum. Menurut Soekanto (2008, hal.
8), terdapat lima faktor yang harus diperhatikan Selain tujuan paper ini memiliki kegunaan,
dalam penegakan hukum, yaitu: 1) faktor hukum yaitu:
atau undang-undang; 2) faktor penegak hukum; 3)
1. Kegunaan Teoretis: hasil paper ini
faktor sarana atau fasilitas; 4) faktor masyarakat;
diharapkan dapat berkontribusi dalam
dan 5) kebudayaan. Dengan demikian penerapan
pengembangan konsep pemidanaan,
pidana dapat diprediksikan keefektifannya di
khususnya dalam penjatuhan pidana
masa depan.
tambahan pencabutan hak politik atau hak
Mendasarkan latar belakang yang untuk memilih dan dipilih.
dikemukakan tersebut di atas, maka penulis
2. Kegunaan Praktis: hasil paper ini
berkeinginan menganalisis lebih mendalam
diharapkan dapat memberikan input kepada
(indept investigation) terhadap penerapan pidana
penegak hukum khususnya hakim dalam
pencabutan hak politik tersebut.
menerapkan pidana tambahan pencabutan
hak politik atau hak untuk memilih dan
B. Rumusan Masalah
dipilih.
Berdasarkan latar belakang yang penulis
kemukakan tersebut di atas, maka terdapat dua D. Studi Pustaka
rumusan masalah yang akan diteliti lebih lanjut,
Negara memiliki tugas menciptakan
yaitu:
keadilan bagi seluruh warga yang pada akhirnya
1. Mengapa diperlukan penerapan pidana akan mewujudkan rakyat sejahtera. Melalui
pencabutan hak politik bagi terpidana konsep rule of law (negara hukum) dan welfare
tindak pidana korupsi? state (negara kesejahteraan) akan diciptakan
tujuan dari negara modern, oleh karena itu tata
2. Bagaimana kriteria penerapan pidana
hukum atau hukum positif dan penegakannya
pencabutan hak politik bagi terpidana
sangat mempengaruhi keberadaan negara sebagai
tindak pidana korupsi dalam perspektif hak
personifikasi dari tata hukum nasional (Kelsen,
asasi manusia?
2007).

C. Tujuan dan Kegunaan Hukum pidana sebagai bagian dari tata


hukum nasional memiliki fungsi sebagai sarana
Penulisan paper ini mempunyai tujuan,
penanggulangan kejahatan dan sebagai sarana
yaitu:

28 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 28 22/04/2015 9:59:38


kontrol sosial. Dalam menerapkan pidana harus pelaku dan pertanggungjawaban pelaku digantikan
mempertimbangkan fungsi tersebut dengan tetap dengan sifat berbahayanya perbuatan pelaku
mengutamakan sinkronisasi terhadap hukum sehingga terhadap pelaku diterapkan tindakan
positif lainnya yang saling bersinggungan. yang bersifat perlindungan masyarakat (Muladi,
Dukungan dari teori tujuan pemidanaan 2002). Kedua aliran tersebut berkembang dengan
memungkinkan untuk mengutamakan harmonisasi penambahan dua aliran yaitu aliran neo-klasik dan
dari tata hukum yang ada. aliran perlindungan masyarakat (defense social).
Aliran neo-klasik merupakan pengembangan
Penerapan pidana kepada pelaku tindak
dari aliran klasik sehingga memiliki kesamaan
pidana tidak hanya sekedar mempertimbangkan
dasar pemikiran, perbedaannya adalah mulai
kondisi pelaku, tetapi harus pula
mempertimbangkan kebutuhan individu pelaku
mempertimbangkan tujuan pemidanaan itu
tindak pidana. Aliran perlindungan masyarakat
sendiri. Untuk mempertimbangkan hal tersebut,
merupakan perkembangan dari aliran modern.
mendasarkan pada teori pemidanaan. Secara
Aliran ini menolak pemidanaan atas perbuatan
klasik terdapat dua teori pemidanaan, yaitu
pelaku, dan berusaha mengintegrasikan individu
teori absolut atau teori pembalasan (retributive/
ke dalam tertib sosial (Muladi, 2002).
vergeldings theorieen) dan teori relatif atau teori
tujuan (utilitarian/doeltheorieen). Menurut teori Penjatuhan pidana berarti meniadakan hak
absolut, pidana yang dijatuhkan karena orang telah tertentu terpidana mendasarkan Pasal 10 KUHP.
melakukan tindak pidana, sedangkan teori relatif Jenis-jenis pidana yang tercantum dalam Pasal 10
menyatakan penjatuhan pidana sebagai sarana KUHP yaitu pidana pokok (pidana mati, penjara,
untuk melindungi kepentingan masyarakat. Di era kurungan, dan denda) dan pidana tambahan berupa
modern dan global ini, pemidanaan bersinggungan pencabutan hak tertentu khususnya pencabutan
dengan hak asasi manusia. Untuk itu diperlukan hak memilih dan dipilih berkaitan dengan hak
perspektif multi dimensional terhadap dampak asasi manusia. Dalam penerapannya harus
pemidanaan yang kemungkinan terjadi (Muladi & dipertimbangkan sinkronisasi dan harmonisasi
Arief, 1992). Sehingga teori integratif diharapkan dengan hak asasi manusia. Konsep hak asasi
dapat mencapai tujuan dari hukum pidana di era manusia membedakan antara hak yang bersifat
sekarang ini (Muladi, 2002). derogable dan non derogable. Hak asasi manusia
diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri
Penjatuhan pidana harus praktis dan
manusia (El-Muhtaj, 2008) atau hak kodrati
bermanfaat bagi masyarakat dan terpidana
yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan
sendiri. Untuk itu diterapkan sistem hukum pidana
manusia, universal dan abadi, oleh karena itu
berdasarkan aliran yang dikenal dalam hukum
implementasinya bersifat non derogable (tidak
pidana. Ada dua aliran dalam hukum pidana,
dapat dibatasi). Hak ini terdiri dari: 1) hak untuk
yaitu aliran klasik dan aliran modern. Aliran
hidup; 2) hak bicara dan menyampaikan pendapat;
klasik menghendaki hukum pidana yang tersusun
3) hak kebebasan berkumpul; 4) hak untuk
sistematis dan menekankan pada kepastian hukum
turut serta dalam pemerintahan; 5) hak untuk
dan perbuatan (daadssrafrecht). Aliran modern
melanjutkan keturunan; 6) hak untuk mendapatkan
menekankan kepada pelaku (taterstrafrecht),
kesejahteraan; 7) hak untuk memperoleh keadilan;
menolak pembalasan berdasarkan kesalahan

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 29

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 29 22/04/2015 9:59:38


8) hak untuk beragama dan menjalankan ibadah; di satu sisi, namun di sisi lain melindungi HAM
dan 9) hak atas kedudukan yang sama di hadapan korban. Sehingga perkembangan hukum pidana
hukum. Menurut John Locke dalam Budiardjo sebenarnya merupakan tahap-tahap perjuangan
(2009, hal. 111), hak politik mencakup hak untuk membebaskan manusia dari pengekangan
atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk terhadap hak asasinya (Muladi, 2002).
mempunyai milik. Menurut John Locke &
Penerapan pidana dilakukan oleh hakim
Rousseau dalam Mardenis (2013, hal. 445-446),
harus bersifat integratif dan prospektif sehingga
hak politik meliputi kesamaan hak, hak atas
bersifat efektif. Integratif berarti pemidanaan
kebebasan, hak untuk memilih termasuk dalam
beraspek pada sinkronisasi dan harmonisasi dari
hak turut serta dalam pemerintahan. Pasal 73 UU
seluruh peraturan yang terkait. Prospektif artinya
HAM menyatakan bahwa HAM dapat dibatasi
harus dipertimbangkan dampak pemidanaan
berdasarkan undang-undang, untuk menjamin
terhadap masyarakat dan pelaku di masa
pengakuan dan penghormatan terhadap HAM
mendatang. Hal ini untuk menjamin keefektifan
serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan,
sanksi yang dijatuhkan dalam putusan.
kepentingan umum, dan kepentingan bangsa.
Keefektifan sanksi akan menjamin terealisasinya
Menurut GJ. Wolhoff dalam Yamin (2012, hukum secara signifikan dalam masyarakat
hal. 271), HAM merupakan sejumlah hak yang (Wignjosoebroto, 2013).
berakar dalam tabiat setiap pribadi manusia
Masyarakat selalu mengalami
karena kemanusiaannya, yang tidak dapat dicabut
perkembangan, bergerak secara dinamis. Hukum
oleh siapapun karena bila dicabut hilang juga
harus dapat mengikuti kedinamisan masyarakat.
kemanusiaannya. Menurut Van Bemmelen dalam
Tak terkecuali hakim sebagai garda terdepan,
Muladi (2002, hal. 15) menyatakan hukum pidana
melalui putusannya harus dapat melahirkan
dikatakan memotong daging sendiri (criminal
yurisprudensi yang selaras dengan perkembangan
law to mutilation body self). Di satu sisi hukum
masyarakat. Untuk dapat mengikuti kedinamisan
pidana melindungi HAM pihak korban, namun
kondisi masyarakat, maka diterapkan konsep
di sisi lain melalui penerapan pidana melanggar
hukum progresif. Hukum hendaknya mampu
HAM pihak pelaku. Hal tersebut tetap harus
mengikuti perkembangan zaman, mampu
dilakukan sepanjang memenuhi dasar yuridis
menjawab perubahan zaman dengan segala dasar
untuk menerapkannya, yang ditegaskan dalam
di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat
Pasal 73 UU HAM.
dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari
Hukum pidana memuat tiga hal pokok yaitu sumber daya manusia penegak hukum (Rahardjo,
perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan 2006). Menurut Satjipto Rahardjo yang dikutip
perbuatan, dan pidana yang diancamkan terhadap Ravena (2012, hal. 15) hukum progresif selalu
larangan tersebut (Muladi, 2002) dan dalam ingin setia pada asas bahwa hukum adalah untuk
pelaksanaannya didasarkan pada hukum acara manusia yang bertitik tolak dari realitas empirik
pidana (KUHAP). Penjatuhan pidana dan persoalan tentang bekerjanya hukum di masyarakat,
pelaksanaan pidana banyak menimbulkan sehingga hukum selalu dapat mengikuti
persoalan dengan HAM, karena penjatuhan pidana kedinamisan masyarakat dengan segala asas dan
kepada pelaku berarti meniadakan HAM pelaku dasar di dalamnya.

30 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 30 22/04/2015 9:59:38


Masyarakat merupakan kelompok yang pemidanaan, sinkronisasi, dan harmonisasi
paling merasakan dampak kejahatan. Salah peraturan perundangannya.
satu tindak pidana yang berdampak signifikan
dan menjadi perhatian masyarakat adalah II. METODE
kejahatan korupsi. Menurut Kamri (2005, hal.
156), korupsi di Indonesia bukan hanya berskala Penulisan paper ini menggunakan metode
merusak sendi-sendi perekonomian nasional dan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian
masyarakat, tetapi sudah merubah sendi-sendi hukum yang dilakukan dengan meneliti data
moral dan etika prinsip pemerintahan yang baik. sekunder (Soekanto & Mamudji, 2011, hal. 13),
Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor dan mengkaji hukum sebagai kaidah.
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Data yang digunakan dalam paper ini
yang Bersih dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi, adalah data sekunder, yang terdiri dari: Pertama,
dan Nepotisme, menyatakan: kolusi, korupsi, bahan hukum primer yang meliputi Undang-
dan nepotisme potensial merusak sendi-sendi Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
kehidupan masyarakat bahkan membahayakan Hukum Pidana (KUHP), Putusan Pengadilan
eksistensi negara. Nomor 537K/Pid.Sus/2014 dan Nomor 1195K/
Uang negara yang dikorup pada hakikatnya Pid.Sus/2014, berupa kaidah hukum. Kedua,
secara tidak langsung terdapat hak masyarakat bahan hukum sekunder yang meliputi literatur
sebagai rakyat di suatu negara. Korupsi berarti dan sumber internet yang berkaitan dengan judul
merampok hak rakyat, karena itu ada pelanggaran paper ini. Ketiga, bahan hukum tersier yang
HAM. Sehingga bila terjadi korupsi maka terjadi berupa Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus
pelanggaran HAM (hal. 153-155). Akibat korupsi, Bahasa Inggris. Untuk memperkaya analisis yang
hak-hak rakyat tidak dapat terpenuhi. Misalnya menjadi objek dalam paper ini, penulis melakukan
hak mendapatkan pendidikan, kesehatan, wawancara dengan dua orang narasumber. Hal
pekerjaan, dan sebagainya. Meluasnya kejahatan ini dilakukan guna melihat objek paper ini dalam
korupsi merupakan pelanggaran hak masyarakat perspektif filosofis dan hukum tata negara. Dua
secara meluas pula. orang narasumber tersebut adalah Wagiman,
S.Fil., S.H., M.H. merupakan dosen Filsafat
Pelaku kejahatan korupsi harus dijatuhi Hukum dan kandidat doktor, dan DR. Hotma
pidana yang relevan dengan perbuatan dan Sibuea, S.H., M.H. merupakan dosen Hukum
akibatnya. Untuk dapat menghasilkan pemidanaan Tata Negara.
yang ideal, hakim harus profesional. Berdasarkan
keprofesionalan hakim tersebut, maka dalam Metode pendekatan dilakukan dengan
menjatuhkan pidana pencabutan hak politik atau statute approach (pendekatan undang-undang)
hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang dan case approach (pendekatan kasus). Statute
merupakan pidana tambahan dalam tindak pidana approach dilakukan dengan menelaah regulasi
korupsi, hakim dapat menilai layak dan tidaknya yang berkaitan dengan isu hukum yang dikaji,
pidana tersebut dijatuhkan. Pertimbangan aspek dan case approach dilakukan dengan melakukan
kepentingan negara dan masyarakat harus telaah kasus berkaitan dengan isu hukum yang
diutamakan selain pertimbangan konsep tujuan telah berkekuatan hukum tetap (Marzuki, 2006,

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 31

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 31 22/04/2015 9:59:38


hal. 93-94). Kasus yang telah berupa putusan
serta menjadikan pidana bersifat operasional dan
dikaitkan dengan peraturan perudangan yang
fungsional, oleh karena itu pendekatan yang
dilakukan dengan multi dimentional approach.
secara positif berlaku. Analisis dilakukan dengan
metode deskriptif kualitatif yaitu penulis berusaha
Pendekatan ini menekankan efek pemidanaan
menggambarkan kondisi yang ada melalui data
baik terhadap pelaku maupun korban dan
sekunder dengan kalimat-kalimat dan metode
masyarakat. Dampak tindak pidana dapat bersifat
penafsiran, kemudian dikaitkan dengan konsep
individual maupun sosial. Pendekatan ini sesuai
dengan aliran pemidanaan deffense social yang
atau teori yang relevan dengan judul paper ini.
bernuansa modern di mana tidak menekankan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pada pemidanaan, namun berusaha menciptakan
kondisi keadilan yang seimbang bagi pelaku
A. Urgensi Penerapan Pidana Pencabutan tindak pidana dan korban, yang akan berpengaruh
Hak Politik Bagi Terpidana Tindak pula dengan kondisi masyarakat. Kepentingan
Pidana Korupsi korban atau masyarakat menjadi perhatian.
Penjatuhan pidana (sanksi) kepada pelaku Kedua model tersebut di atas, secara
tindak pidana merupakan salah satu sarana untuk legalistik harus diatur dalam suatu produk
menanggulangi kejahatan secara penal (Arief, legislatif sehingga tanpa keraguan-raguan untuk
2002). Di samping itu ada cara lain dalam melaksanakannya. Hal ini mengingat legalistic
menanggulangi kejahatan yang bersifat non principle dianut tegas dalam sistem hukum
penal. Penanggulangan kejahatan secara penal pidana Indonesia. Ini sekaligus menjadi kendala
bersifat direct towards suspect, sehingga dapat dalam pelaksanaan konsep tersebut.
terukur dengan lebih mudah menilai tingkat
keberhasilannya. Namun belum ada data yang Penjatuhan pidana merupakan kewenangan
menunjukkan adanya pertautan antara penjatuhan dari hakim. Hakim mengimplementasikannya
pidana dengan turunnya tingkat kejahatan. dengan mendasarkan pada jenis pidana yang
Idealnya penjatuhan pidana berbanding terbalik secara tegas diatur dalam Pasal 10 KUHP. Menurut
dengan tingkat kejahatan, sehingga tidak Pasal 10 KUHP menyatakan jenis pidana: Pidana
dapat dikatakan sarana penal efektif untuk Pokok, yaitu: pidana mati, pidana penjara, pidana
menanggulangi kejahatan. kurungan, dan pidana denda; Pidana tambahan,
yaitu: pencabutan hak tertentu, perampasan
Dalam konsep pemidanaan secara umum barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
penjatuhan pidana memiliki tujuan untuk mencapai Pasal 35 ayat (1) KUHP menyebutkan hak-hak
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian, baik bagi terpidana yang dapat dicabut dengan putusan
pelaku maupun korban serta masyarakat. Tujuan hakim meliputi:
pemidanaan modern menggunakan integrative
model of criminal prosecution. Menurut Muladi 1. Hak memegang jabatan pada umumnya
(2002), alasan diterapkannya model integratif atau jabatan tertentu;
karena kompleksnya masalah pemidanaan sebagai
2. Hak memasuki angkatan perang;
akibat dari usaha untuk lebih memperhatikan
faktor-faktor yang menyangkut hak asasi manusia 3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan

32 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 32 22/04/2015 9:59:38


yang diadakan berdasarkan aturan-aturan Hak politik atau hak untuk dipilih dan
umum; memilih dalam jabatan publik yang diterapkan
dalam putusan MA atas terpidana DS dan LHI,
4. Hak menjadi penasehat hukum atau
merupakan salah satu HAM yang dilindungi oleh
pengurus atas penetapan pengadilan, hak
hukum internasional maupun hukum nasional.
menjadi wali, wali pengawas, pengampu
HAM berdasarkan hukum nasional maupun
atau pengampu pengawas atas orang yang
internasional dikelompokkan dalam HAM yang
bukan anaknya sendiri;
bersifat derogable rights dan non derogable
5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, rights (International Convenant on Civil and
menjalankan perwalian atau pengampuan Political Rights dengan ratifikasi Undang-
atas anak sendiri; dan Undang Nomor 12 Tahun 2005 dan UUD
NRI 1945 Pasal 28 I). Menurut John Locke &
6. Hak menjalankan mata pencaharian
Rousseau dalam Mardenis (2013, hal. 455-456),
tertentu.
hak politik termasuk hak memilih dan dipilih
Penjatuhan pidana tambahan berupa dalam jabatan publik tergolong dalam hak turut
pencabutan hak ini harus ada pembatasan jangka serta dalam pemerintahan merupakan HAM
waktunya. Penegasan ini diatur dalam Pasal 38 yang harus dilindungi. Berdasarkan ICCPR yang
KUHP yang menyebutkan: telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2005 dan UUD NRI
1. Apabila hakim menjatuhkan pidana mati 1945, hak politik atau hak untuk memilih dan
atau penjara seumur hidup, lamanya dipilih dalam jabatan publik tidak diatur dengan
pencabutan seumur hidup; tegas. Dalam ICCPR salah satu hak yang non
2. Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara derogable rights adalah hak atas kebebasan
waktu tertentu atau pidana kurungan, berpikir, keyakinan dan agama. Dalam UUD NRI
lamanya pencabutan hak paling sedikit 2 1945 salah satu hak non derogable rights adalah
tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama hak kemerdekaan berpikir dan hati nurani.
dari pidana pokoknya; Hak memilih dan dipilih dalam jabatan
3. Apabila hakim menjatuhkan pidana denda, publik dapat digolongkan dalam hak atas
lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun kemerdekaan berpikir dan hati nurani. Memilih
dan paling banyak 5 tahun. dan dipilih berarti menggunakan pikiran dan hati
nurani secara merdeka tanpa intervensi siapapun.
4. Pencabutan hak mulai berlaku pada hari Sehingga hak politik atau hak memilih dan
putusan hakim dijalankan. dipilih dalam jabatan publik termasuk salah satu
hak asasi manusia yang sifat umumnya tidak
Mendasarkan pada ketentuan tersebut
terkena restriksi atau batasan (Budiardjo, 2009).
penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak
HAM berakar dari pribadi manusia karena
politik terhadap terpidana tidak bertentangan
kemanusiaannya, jika dicabut maka hilang juga
dengan KUHP sepanjang pencabutan hak disertai
sifat kemanusiaannya. Namun dalam ketentuan
dengan jangka waktu penerapannya.
perundangan Indonesia yaitu Pasal 73 UU HAM

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 33

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 33 22/04/2015 9:59:38


menyatakan HAM dapat dibatasi berdasarkan pencabutan hak politik harus disertai dengan
undang-undang, untuk menjamin pengakuan dan pembatasan waktu sesuai ketentuan Pasal 38
penghormatan terhadap HAM serta kebebasan KUHP agar tidak berpotensi melanggar HAM
dasar orang lain, kesusilaan, kepentingan umum, terpidana. Dalam Putusan Nomor 537K/Pid.
dan kepentingan bangsa. Pidana pencabutan Sus/2014 menyebutkan:
hak politik terhadap kedua terpidana korupsi
1. Menyatakan terdakwa DS telah terbukti
yang tercantum dalam Putusan MA Nomor
secara sah dan meyakinkan menurut
537K/Pid.Sus/2014 dan Nomor 1195K/Pid.
hukum bersalah melakukan tindak pidana
Sus/2014 merupakan bentuk pembatasan HAM
korupsi secara bersama-sama dan gabungan
terpidana korupsi karena perbuatan korupsi yang
beberapa kejahatan sebagaiman diatur dan
dilakukannya telah melanggar kepentingan umum
diancam pidana dalam dakwaan kesatu
dan kepentingan bangsa, serta dalam rangka
primair serta tindak pidana pencucan
menjamin terlaksananya HAM orang lain.
uang secara bersama-sama dan gabungan
Demikian pula dalam ketentuan ICCPR beberapa kejahatan sebagaimana diatur dan
disebutkan negara pihak ICCPR diperbolehkan diancam dalam dakwaan kedua pertama
mengurangi atau mengadakan penyimpangan dan dakwaan ketiga;
atas kewajiban dalam memenuhi HAM.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh
Penyimpangan tersebut dilakukan jika sebanding
karena itu dengan pidana penjara selama 18
dengan ancaman yang mengganggu keamanan
(delapan belas) tahun dan dipidana denda
nasional atau situasi darurat yang dihadapi dan
sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar
tidak bersifat diskriminatif terhadap ras dan etnis.
rupiah) dengan ketentuan apabila pidana
Hal tersebut dilakukan demi menjaga keamanan
denda tersebut tidak dibayar maka diganti
nasional atau ketertiban umum, kesehatan, dan
dengan kurungan selama 1 (satu) tahun;
moralitas, serta menghormati hak kebebasan
orang lain. 3. Menghukum terdakwa untuk membayar
uang pengganti sebesar Rp.32.000.000.000,-
Penjatuhan pidana tambahan dalam
(tiga puluh dua milyar rupiah), dan apabila
putusan tersebut bertentangan dengan KUHP
terdakwa tidak membayar uang pengganti
jika tidak ada pembatasan waktu pencabutan hak
dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan
politik terpidana. Pada dasarnya KUHP mengatur
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka
mengenai pidana tambahan berupa pencabutan
harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
hak tertentu (Pasal 10 jo. Pasal 35 ayat (1) jo.
dilelang untuk menutupi uang pengganti
Pasal 38 KUHP). Dalam penjatuhan pidana
tersebut. Apabila harta bendanya tidak
tambahan harus dibatasi waktu penjatuhan pidana
mencukupi maka dijatuhi pidana penjara
tambahan tersebut (Pasal 38 KUHP). Penjatuhan
selama 5 (lima) tahun;
pidana pencabutan hak memilih dan dipilih dalam
jabatan publik dalam kedua putusan Mahkamah 4. Menghukum terdakwa dengan pidana
Agung tersebut di atas tidak mencantumkan tambahan berupa pencabutan hak tertentu
batasan waktu penerapan pidana tambahan yang untuk memilih dan dipilih dalam jabatan
dijatuhkan. Penjatuhan pidana tambahan berupa publik;

34 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 34 22/04/2015 9:59:38


5. Menetapkan masa penahanan yang telah biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu
dijalankan dikurangkan seluruhnya dari lima ratus rupiah).
pidana yang dijatuhkan;
Berdasarkan amar putusan di atas, tidak
6. Memerintahkan agar terdakwa tetap dalam mencantumkan batas waktu sampai kapan pidana
tahanan; pencabutan hak tertentu memilih dan dipilih dalam
jabatan publik yang dijatuhkan kepada terpidana.
7. Menetapkan barang bukti dalam perkara
Kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal
korupsi ini;
38 KUHP ke-2, di mana dalam pasal tersebut
8. Membebankan terdakwa agar membayar mengharuskan adanya batas waktu pencabutan
biaya perkara sebesar Rp.2.500,- (dua ribu hak tertentu selama dua tahun atau maksimum
lima ratus rupiah). lima tahun lebih lama dari pidana penjara yang
dijatuhkan.
Putusan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014
menyatakan: Putusan Pengadilan Tinggi untuk terpidana
DS tercantum dalam Putusan Nomor 36/PID/
1. Menyatakan terdakwa LHI terbukti secara
TPK/2013/PT.DKI yang diputus pada tanggal
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
16 Desember 2013. Putusan Pengadilan Negeri
tindak pidana korupsi dan tindak pidana
untuk terpidana DS ditetapkan dalam Putusan
pencucian uang yang dilakukan secara
Nomor 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST
bersama-sama;
yang diputus pada tanggal 27 Agustus 2013, yang
2. Menghukum terdakwa oleh karena menyebutkan:
itu dengan pidana penjara selama 18
1. Menyatakan terdakwa DS telah terbukti
(delapan belas) tahun dan denda sebesar
secara sah dan meyakinkan menurut
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
hukum bersalah melakukan tindak
dengan ketentuan apabila denda tersebut
pidana korupsi secara bersama-sama dan
tidak dibayar diganti dengan pidana
gabungan beberapa kejahatan sebagaimana
kurungan selama 6 (enam) bulan;
diatur dan diancam pidana dalam dakwaan
3. Menetapkan mencabut hak terdakwa untuk kesatu primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18
dipilih dalam jabatan publik; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.
4. Menetapkan masa penahanan yang dijalani Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1)
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari KUHP; Dakwaan kedua pertama Pasal 3
pidana yang dijatuhkan; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 jo.
5. Memerintahkan agar terdakwa tetap Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1)
ditahan; KUHP; Dakwaan ketiga Pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun
6. Menetapkan barang bukti dalam perkara 2002 jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun
korupsi ini; 2003 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65
ayat (1) KUHP;
7. Membebankan terdakwa agar membayar

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 35

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 35 22/04/2015 9:59:38


2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya
berupa pidana penjara selama 10 dari penjara yang dijatuhkan;
(sepuluh) tahun dan pidana denda sebesar
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
dalam tahanan;
subsider 6 (enam) bulan kurungan;
5. Memerintahkan tentang barang bukti dalam
3. Menetapkan agar masa penahanan yang
perkara korupsi ini;
telah dijalankan dikurangkan seluruhnya
dengan pidana penjara yang dijatuhkan; 6. Memerintahkan terdakwa untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp.10.000,- (sepuluh
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap dalam
ribu rupiah).
tahanan;
Putusan di atas tidak dijatuhkan pidana
5. Menetapkan barang bukti dalam perkara
tambahan pencabutan hak politik bagi terpidana
korupsi ini;
korupsi DS dan LHI. Pertimbangan hakim
6. Membebankan terdakwa agar membayar tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa
biaya perkara sebesar Rp.10.000,- (sepuluh pencabutan hak politik bagi kedua terpidana
ribu rupiah). (terdakwa saat putusan dijatuhkan) karena pidana
pencabutan hak untuk mengikuti kegiatan politik
Putusan Pengadilan Tinggi untuk terpidana
dianggap berlebihan, mengingat terpidana yang
LHI ditetapkan dalam Putusan Nomor 14/PID/
telah dijatuhi pidana dengan jenis pidana penjara
TPK/2014/PT.DKI yang diputuskan pada tanggal
relatif cukup lama maka dengan sendirinya akan
15 April 2014. Putusan Pengadilan Negeri untuk
terseleksi oleh syarat-syarat yang ada di dalam
terpidana LHI tercantum dalam Putusan Nomor
organisasi yang bersangkutan apabila terpidana
38/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST yang
akan menggunakan hak konstitusinya. Hal ini
diputus pada tanggal 5 Desember 2013, yang
tercantum dalam pertimbangan putusan baik
menyebutkan:
terhadap DS maupun LHI.
1. Menyatakan terdakwa terbukti secara sah
Terhadap LHI, ditegaskan bahwa perbuatan
dan meyakinkan menurut hukum melakukan
pidana yang dilakukannya selaku anggota DPR-
tindak pidana korupsi dan tindak pidana
RI telah meruntuhkan kepercayaan masyarakat
pencucian uang yang dilakukan secara
terhadap lembaga perwakilan rakyat; selaku
bersama-sama;
Presiden PKS memberikan citra buruk terhadap
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pilar demokrasi melalui lembaga parpol; sebagai
berupa pidana penjara selama 16 penyelenggara negara dan petinggi partai politik
(enam belas) tahun dan denda sebesar seharusnya menjadi tauladan bagi masyarakat
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk berperilaku jujur dalam melaporkan harta
apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kekayaannya kepada LHKPN (Laporan Harta
kurungan selama 1 (satu) tahun; Kekayaan Penyelenggara Negara), akan tetapi itu
tidak dilakukan sehingga bertentangan dengan
3, Menetapkan agar masa tahanan yang telah
cita-cita mewujudkan penyelenggara negara

36 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 36 22/04/2015 9:59:38


yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak
nepotisme. anak. Hak bebas memilih atas dasar keyakinan
politiknya merupakan hak atas kebebasan pribadi
Penjatuhan pidana pencabutan hak politik
(Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 1999), dan hak
atau hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan
dipilih dan memilih merupakan bagian dari hak
publik terhadap terpidana korupsi dimaksudkan
turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43 ayat (1)
masyarakat agar terhindar dari pemimpin yang
UU Nomor 39 Tahun 1999). Hal ini diperkuat
korup. Hal ini mengingat terpidana adalah
dengan diintrodusirnya hak politik ke dalam hak
pemegang jabatan publik dan aktif di politik. Di
untuk turut serta dalam pemerintahan, sebagai
samping itu tindak pidana korupsi merupakan
contoh hak politik seperti kesamaan hak, hak
jenis tindak pidana yang bersifat extra ordinary
atas kebebasan pribadi, dan hak untuk memilih
crime (Penjelasan Umum Undang-Undang
(Mardenis, 2013, hal. 446). Menurut John Locke
Nomor 21 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor
seperti dikutip dalam Budiardjo (2009), hak politik
31 Tahun 2001), sehingga penegakannya juga
mencakup hak atas hidup; hak atas kebebasan;
bersifat luar biasa (extra ordinary enforcement).
dan hak untuk mempunyai milik (live, liberty,
Penegakan terhadap tindak pidana korupsi
dan property). Dengan demikian hak politik yang
dengan menjatuhkan pidana tambahan berupa
di dalamnya tercakup hak untuk memilih dan
pencabutan hak memilih dan dipilih merupakan
dipilih dalam jabatan publik merupakan bagian
implementasi penerapan pidana yang bersifat
dari HAM yang bersifat natural rights, dan
extra ordinary enforcement, namun karena jenis
merupakan bagian dari demokrasi yang harus
pidana tambahan ini merupakan bagian dari HAM,
ditegakkan. Oleh karena itu pencabutan hak
maka penerapannya harus tetap mengedepankan
dipilih dan memilih merupakan pelanggaran dari
prinsip-prinsip HAM dan tidak bertentangan
demokrasi jika straf soort (tujuan pidana) tidak
dengan hukum pidana positif.
dipertimbangkan dan straf maart (cara penjatuhan
Dalam perkembangannya HAM merupakan pidana) tidak dibatasi.
bagian dari hukum alam (natural rights). Hak
Prinsip hukum progresif merupakan
ini menekankan pada kebebasan individu yang
pertimbangan hakim dalam menetapkan pidana
mencakup antara lain hak menyatakan pendapat,
tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan
dan hak secara bebas mendirikan atau memasuki
publik terhadap terpidana LHI. Hukum progresif
organisasi yang diinginkan. Hak ini merupakan
memandang hukum adalah institusi yang secara
bagian utama dari penegakan demokrasi.
terus-menerus membangun dan mengubah
Hak politik pada hakikatnya dimaksud untuk
dirinya menuju pada tingkat kesempurnaan yang
melindungi individu dari penyalahgunaan
lebih baik, di mana kualitas kesempurnaannya
kekuasaan oleh pihak penguasa (Budiardjo, 2009).
dapat diverifikasi ke dalam faktor-faktor keadilan,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
kesejahteraan, kepedulian terhadap rakyat, dan
1999 terdapat sepuluh klasifikasi HAM, yaitu hak
lainnya. Sehingga hukum selalu dalam proses
untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan
menjadi (law as process, law in the making),
keturunan, hak mengembangkan diri, hak
hukum tidak untuk hukum sendiri tetapi untuk
memperoleh keadilan, hak kebebasan pribadi, hak
manusia (Rahardjo, 2006, hal. ix). Putusan
atas rasa mana, hak atas kesejahteraan, hak turut

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 37

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 37 22/04/2015 9:59:38


penjatuhan pidana pencabutan hak politik, belum mengganggu kelangsungan dan pembangunan
pernah dijatuhkan sebelumnya terhadap terpidana negara ini.
korupsi. Tujuannya untuk kepentingan konstituen
Pertimbangan sebagai landasan untuk
terpidana yang merupakan wakil rakyat, agar di
menjatuhkan pidana politik terhadap terpidana
masa mendatang terhindar dari pemimpin yang
DS, menerapkan konsep hukum progresif.
korup.
Konsep ini nampak pada terjadinya penerapan
Hal ini mengindikasikan keprogresifan pidana tambahan pencabutan hak memilih dan
dari putusan tersebut. Menurut salah satu hakim dipilih yang sebelumnya tidak pernah dijatuhkan
agung yang memutus perkara tersebut, dalam oleh hakim khususnya untuk memidana pelaku
pertimbangannya menyebutkan selaku anggota kejahatan korupsi sebagai penyelenggara negara.
DPR LHI sebagai terdakwa terbukti melakukan Penerapan pidana tambahan ini kepada pelaku
hubungan transaksional dengan mempergunakan korupsi sebagai penyelanggara negara untuk
kekuasaan elektoral demi imbalan/fee dari melindungi kepentingan masyarakat agar tidak
pengusaha sapi sehingga menjadi ironi demokrasi mendapatkan pemimpin yang korup maupun
karena sebagai wakil rakyat LHI tidak melindungi pemimpin yang didukung oleh konstituen yang
dan memperjuangkan nasib peternak sapi nasional; korup. Di masa mendatang diharapkan pemimpin
dan terbukti pula hubungan transaksional telah yang korup tidak akan dipilih dan tidak berhak
mencederai kepercayaan rakyat banyak khususnya memilih. Sehingga penjatuhan pidana ini
masyarakat pemilih yang telah memilih menjadi mengembalikan situasi yang rusak akibat dari
anggota DPR. Perkara ini termuat dalam Putusan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang
Nomor 38/Pid.Sus/TPK/2013/PN.Jkt.Pst. jo. tetap menitikberatkan terciptanya keadilan dan
Putusan Nomor 14/Pid/TPK/2014/PT.DKI. jo. keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan
Putusan Nomor 1195K/ Pid.Sus/2014. korban, serta masyarakat.

Untuk kasus DS, tercantum dalam Putusan Penerapan konsep penjatuhan pidana
Nomor 20/Pid.Sus/2013/PN.JKT.PST. jo. integrative dan hukum progresif pada
Putusan Nomor 30/Pid/TPK/2013/PT.DKI jo. tindak pidana korupsi dimungkinkan karena
Putusan Nomor 537K/PID.SUS/2014. Putusan korupsi yang bersifat extra ordinary crime
kasasi terhadap terdakwa DS memperkuat berkonsekuensi penanganannya bersifat extra
putusan tingkat pengadilan tinggi, di mana pada ordinary enforcement. Sifat yang extra tersebut
pengadilan tersebut terdakwa dijatuhi pidana karena korupsi di Indonesia muncul dari
tambahan berupa pencabutan hak tertentu untuk kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh
memilih dan dipilih dalam jabatan publik. masyarakat pada umumnya. Pemberian hadiah
Pertimbangan pengadilan tinggi adalah perbuatan atau sesuatu pada saat event tertentu (hari raya)
terdakwa dianggap merusak sendi-sendi kepada penyelenggara negara dan keluarganya
kehidupan, berbangsa, dan bernegara. Negara sebagai imbalan atas pelayanan tertentu, dianggap
akan hancur dan tidak berwibawa bila aparatnya sebagai bagian dari budaya ketimuran yang
tidak amanah, kerusakan serta perekonomian wajar. Kebiasaan buruk yang bernuansa koruptif
rakyat akan terganggu, dan keuangan negara ini menjadi bibit korupsi yang nyata (KPK, 2006,
sangat terkuras oleh para koruptor sehingga hal. 1). Sebagai bukti sejak tahun 2001 sampai

38 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 38 22/04/2015 9:59:39


2014, Indonesia masih terpuruk sebagai negara Pengukuran CPI memiliki skala dari 0
yang tergolong korup. Terbukti dengan corruption (nol) sampai dengan 10 (sepuluh). 0 (nol) berarti
perception index (CPI) sebagai berikut (diolah negara sangat korup, dan 10 (sepuluh) berarti
dari berbagai sumber): negara sangat bersih. Indonesia mencapai CPI
maksimum 3,4 selama kurun waktu 14 tahun.
1. Tahun 2001: CPI 1,9 dengan peringkat 88
Memang menunjukkan peningkatan dari tahun
dari 91 negara;
ke tahun. Hal ini mengindikasikan adanya upaya
2. Tahun 2002: CPI 1,9 dengan peringkat 96 untuk memberantas korupsi. Namun masih berada
dari 102 negara; pada posisi sebagai negara yang terindikasi korup.
Fakta ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi
3. Tahun 2003: CPI 1,9 dengan peringkat 122
hakim untuk menjatuhkan pidana maksimum
dari 133 negara;
khususnya pidana tambahan berupa pencabutan
4. Tahun 2004: CPI 2,0 dengan peringkat 133 hak politik bagi terpidana kejahatan korupsi guna
dari 156 negara; meningkatkan peringkat CPI di Indonesia.

5. Tahun 2005: CPI 2,2 dengan peringkat 137 Pada tataran internasional korupsi
dari 159 negara; tergolong tindak pidana yang bersifat serious
crime. Korupsi dapat menyebabkan kemiskinan
6. Tahun 2006: CPI 2,4 dengan peringkat 130 dan ketidaksejahteraan; penyebab buruknya
dari 163 negara; pelayanan publik termasuk pendidikan dan
7. Tahun 2007: CPI 2,3 dengan peringkat 143 kesehatan; dan penyebab naiknya harga
dari 180 negara; kebutuhan pokok; dapat merendahkan martabat
bangsa; serta merusak moral bangsa. Dampak ini
8. Tahun 2008: CPI 2,6 dengan peringkat 126 dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia, sehingga
dari 180 negara; masyarakat dunia bersepakat untuk menyatakan
korupsi musuh bersama dan menempatkan
9. Tahun 2009: CPI 2,8 dengan peringkat 111
korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang
dari 180 negara;
memerlukan penindakan luar biasa pula
10. Tahun 2010: CPI 2,8 dengan peringkat 110 (Kompas.com, 2012, 3 Oktober). Bahkan korupsi
dari 178 negara; di Indonesia bersifat super extra ordinary crime
(Kompasiana.com, 2011, 18 Mei). Indikator sifat
11. Tahun 2011: CPI 3,0 dengan peringkat 100
tersebut adalah ketidakjeraan dalam melakukan
dari 180 negara;
korupsi. Korupsi selalu ada dan berulang terjadi
12. Tahun 2012: CPI 3,2 dengan peringkat 118 meskipun beberapa pelaku telah dipidana, seolah-
dari 178 negara; oleh korupsi tidak disadari sebagai sesuatu yang
membahayakan masyarakat. Mendasarkan pada
13. Tahun 2013: CPI 3,2 dengan peringkat 114
deskripsi fakta korupsi tersebut, maka penerapan
dari 177 negara; dan
pidana tambahan pencabutan hak politik bagi
14. Tahun 2014: CPI 3,4 dengan peringkat 107 pelaku korupsi seperti yang tercantum dalam
dari 175 negara. Putusan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 dan Nomor

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 39

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 39 22/04/2015 9:59:39


537K/Pid.Sus/2014 diharapkan dapat bermanfaat politik terpidana (Hotma Sibuea, komunikasi
bagi masyarakat dan menjerakan terpidana. personal, 5 Februari 2015).

Hak politik merupakan bagian dari HAM. Oleh karena itu, penjatuhan pidana harus
Secara filosofis HAM merupakan hak dasar memadai dan relevan antara kesalahan pelaku
yang harus ada dalam diri manusia karena sifat dan akibat dari tindak pidana korupsi. Penjatuhan
kemanusiaannya yang bersinggungan dengan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi
hukum alam. Penerapan pidana tambahan pelaku korupsi diharapkan dapat bermanfaat bagi
berupa pencabutan hak politik berkaitan dengan masyarakat dan menjerakan terpidana, namun
sifat kemanusiaan manusia. Oleh karena itu agar tidak bertentangan dengan HAM harus
penerapannya harus ada limitasi waktu pencabutan dilaksanakan sesuai dengan syarat yang diatur
hak. Tanpa adanya limitasi hakikat dasar manusia dalam undang-undang.
yaitu sifat kemanusiaannya akan hilang. Idealnya
penghukuman berbanding lurus dengan perbuatan B. Kriteria Penerapan Pidana Pencabutan
kejahatan yang dilakukan terpidana. Sehingga Hak Politik Bagi Terpidana Tindak
terjadi keseimbangan (equilibirium) antara Pidana Korupsi dalam Perspektif Hak
perbuatan yang dilakukan dengan hukuman Asasi Manusia
yang akan diterima pelaku. Tanpa limitasi
keseimbangan dimaksud tidak akan terjadi. Pada Kewenangan penerapan pidana dalam
sisi lain putusan hakim dapat dijadikan rujukan sistem ketatanegaraan Indonesia ada di tangan
(preseden) bagi hakim lain untuk memutus hakim. Dalam menerapkannya hakim harus
perkara yang sama. Jika putusan tersebut sebagai mempertimbangkan berbagai hal yang tidak
rujukan maka terjadi ketidakseimbangan (not hanya secara yuridis normatif tetapi juga secara
equilibirium) yang berkelanjutan (Wagiman, sosiologis, serta berfokus tidak hanya terhadap
komunikasi personal, 4 Februari 2015). pelaku tetapi juga korban, masyarakat, bangsa,
dan negara. Hakim harus pula memperhatikan
Dalam perspektif hukum tata negara straf soort, straaf maart, dan straf modus (jenis,
penerapan pidana tambahan berupa pencabutan kuantitas, dan cara penjatuhan pidana).
hak memilih dan dipilih (hak politik) sepanjang
tidak bersifat permanen tidak melanggar HAM. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/
Apalagi dijatuhkan terhadap terpidana korupsi Pid.Sus/2014 dan Nomor 537K/Pid.Sus/2014,
yang sangat merugikan masyarakat. HAM penjatuhan pidana tambahan berupa penerapan
berbeda dengan hak politik. HAM adalah hak pidana pencabutan hak dipilih dan memilih dalam
seluruh umat manusia, sedangkan hak politik jabatan publik terhadap terdakwa pelaku korupsi
adalah hak dalam kedudukan warga negara dari yaitu LHI dan DS tidak ada pembatasan sampai
suatu negara tertentu. Hak tersebut berupa hak kapan pidana tambahan tersebut dijatuhkan. Hal
untuk memilih dan dipilih untuk menduduki ini melanggar ketentuan Pasal 38 KUHP, yang
jabatan publik. Hak politik dapat dibatasi dengan mengatur pembatasan terhadap penjatuhan pidana
pencabutan yang bersifat temporer. Pencabutan pencabutan hak tertentu. Dalam Pasal 38 ke-2
hak ini berupa pembatasan untuk waktu tertentu menyebutkan apabila hakim menjatuhkan pidana
terhadap kebebasan dalam konteks aktivitas penjara waktu tertentu atau pidana kurungan,

40 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 40 22/04/2015 9:59:39


lamanya pencabutan hak paling sedikit dua Di samping itu pada faktanya korupsi yang
tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dilakukan oleh terpidana LHI memiliki akses
dari pidana pokoknya. Berdasarkan ketentuan dengan kekuasaan politik. Terpidana menjabat
tersebut terhadap LHI dan DS dipidana selama sebagai presiden salah satu partai politik di
18 tahun penjara, sehingga penjatuhan pidana Indonesia. Sebagai seorang presiden suatu
tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan partai politik memiliki kekuasaan untuk
publik untuk LHI dan pencabutan hak memilih menentukan arah kebijakan partainya. Dalam
dan dipilih dalam jabatan publik bagi DS selama kasus tersebut terpidana terbukti melakukan
20 tahun atau maksimum 23 tahun sejak putusan hubungan transaksional dengan pengusaha sapi
dinyatakan tetap (inkracht van gewisjd). untuk kepentingan pribadi. Atas nama presiden
partai politik dan anggota Dewan Perwakilan
Mendasarkan pada profesionalitas hakim,
Rakyat hubungan transaksional tersebut dapat
seharusnya tidak adanya pembatasan penerapan
lebih mudah dilaksanakan dengan kompensasi
pidana politik terhadap pelaku korupsi tidak
kebijakan partai di tingkat legislasi. Tindakan
boleh terjadi. Hakim harus profesional dalam
ini mencederai kepercayaaan konstituennya dan
menjalankan tugasnya. Berperilaku adil, jujur,
menjadi ironi demokrasi karena sebagai wakil
arif, dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas
rakyat terpidana memiliki kewajiban untuk
tinggi harus diterapkan dalam menjatuhkan
melindungi dan memperjuangkan kepentingan
pidana pencabutan hak politik terhadap terpidana.
peternak sapi sebagai kanstituennya, namun
Hakim harus juga memperhatikan ketentuan yang
hal tersebut tidak dilaksanakan. Bahkan
ada dalam Pasal 38 KUHP yang telah mengatur
perbuatannya justru merugikan para peternak
ketentuan masa penerapan pidana pencabutan
sapi yang pada hakikatnya adalah konstituennya.
hak tertentu. Secara sosiologis, hakim harus
Perbuatan pimpinan partai melakukan korupsi ini
mempertimbangkan kepentingan pribadi
merupakan korupsi politik (Kompas.com, 2014,
terpidana apalagi berkaitan HAM. Akibatnya
19 September).
putusan ini berpotensi melanggar HAM
terpidana jika tidak ada pembatasan penerapan Demikian pula penerapan pidana tambahan
pidana tambahan berupa pencabutan hak politik berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam
terpidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP. jabatan publik karena korupsi yang dilakukan
Mengenai penjatuhan pidana pencabutan hak terpidana DS merupakan korupsi di lingkungan
politik terhadap terpidana, tidak berpotensi pejabat eksekutif. Terpidana telah terbukti sah dan
melanggar HAM karena HAM (khususnya hak meyakinkan bersalah tindak pidana korupsi secara
politik) dapat dibatasi sepanjang tindak pidana bersama-sama dan gabungan beberapa kejahatan
yang dilakukan mengganggu kepentingan serta tindak pidana pencucian uang secara
umum dan negara, serta dalam rangka menjamin bersama-sama. Pelaku sebagai pejabat publik di
terlaksananya HAM orang lain. lingkungan kepolisian, memiliki wewenang penuh
untuk menentukan kebijakan sebagai implementor,
Penerapan pidana tambahan pencabutan
namun disalahgunakan untuk kepentingan
hak politik yaitu hak untuk dipilih dalam jabatan
pribadi dan kelompoknya. Pertimbangan majelis
publik kepada pelaku korupsi menjadi relevan
pengadilan tinggi menyatakan perbuatan pelaku
jika ada pembatasan waktu penjatuhannya.

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 41

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 41 22/04/2015 9:59:39


dianggap merusak sendi-sendi kehidupan jejak yang baik, sehingga martabat lembaga tinggi
berbangsa dan bernegara. Negara akan hancur negara tetap terjaga. Dampaknya pada efek jera
dan tidak berwibawa bila aparatnya tidak amanah. terhadap pejabat publik atau politik lain agar tidak
Kerusakan serta perekonomian negara akan melakukan hak serupa (Langkun, 2014, hal. 4).
terganggu sekali dan keuangan negara sangat
Korupsi yang dilakukan oleh para terpidana
terkuras oleh para koruptor sehingga mengganggu
berkaitan dengan salah satu bagian dari sistem
kelangsungan dan pembangunan negara ini.
perekonomian negara. DS melakukan korupsi
Terpidana DS sebagai penanggung jawab proyek
berhubungan dengan pengadaan simulator uji
pengadaan simulator uji kemudi kendaraan
kemudi kendaraan; sedangkan LHI berkaitan
terbukti memperkaya diri sendiri maupun orang
dengan tata niaga daging sapi. Kedua ranah korupsi
lain serta korporasi, sehingga merugikan negara.
ini berkaitan erat dengan perekonomian negara.
Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, terpidana
Dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi
bertanggung jawab terhadap fisik, administrasi,
DKI menyatakan korupsi yang dilakukan oleh
dan keuangan proyek. Terpidana dibebani
DS menyebabkan kerusakan dan terganggunya
tanggung jawab mewakili pemerintah untuk
perekonomian rakyat, dan keuangan negara
memegang uang negara sehingga penggunaannya
sangat terkuras oleh para koruptor. Pada akhirnya
sesuai sasaran dan tidak diselewengkan. Terpidana
mengganggu kontinuitas pembangunan, dan
terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana
menyengsarakan rakyat, serta korupsi yang
pencucian uang dengan pembelian berbagai aset;
dilakukan keduanya berakibat menghancurkan
serta memiliki posisi jabatan dan pangkat yang
negara dan keadaban sosial. Oleh karena itu
tinggi; sehingga pencabutan hak untuk memilih
relevan pidana tambahan disertakan dengan
dan dipilih dalam jabatan publik sangat relevan,
pidana pokok mengingat aspek mudarat korupsi
namun harus tetap ada pembatasan jangka waktu
tersebut (Fauzi, 2014).
penerapannya.
Tujuan negara adalah menyejahterakan
Korupsi yang dilakukan oleh kedua
rakyat, namun tujuan tersebut tidak tercapai akibat
terpidana yaitu DS dan LHI merupakan korupsi
adanya korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara
penyelenggara negara. Sebagai penyelenggara
negara. Korupsi model ini dilakukan secara
negara memiliki kewenangan yang telah
sistematis, karena melibatkan subbagian dalam
ditetapkan berdasarkan sendi-sendi Pancasila
sistem yang diciptakan untuk mencapai tujuan
dan Undang-Undang Dasar 1945. Mereka dipilih
dari negara yaitu kesejahteraan rakyat. Menurut
sebagai penyelenggara negara berdasarkan
Busyro Muqoddas, korupsi yang dilakukan oleh
ketentuan yang berlaku dan mengemban amanat
LHI merupakan korupsi sistemik yaitu korupsi
untuk melindungi kepentingan rakyat. Apabila
berupa sejumlah kebijakan pemerintah untuk
dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan
mengimpor sapi dengan menelantarkan peternak
hak memilih dan dipilih kepada terpidana akan
sapi sebagai rakyat kelas bawah yang seharusnya
menghindarkan masyarakat dari pemimpin korup
diproteksi oleh pemerintah agar memenuhi
yang akan memimpin di masa mendatang dan
kebutuhan daging sapi dalam negeri (Liputan6.
untuk menjaga filosofi lembaga tinggi negara agar
com, 2014, 16 September).
tetap bersih, diduduki orang yang memiliki rekam

42 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 42 22/04/2015 9:59:39


Mengingat perbuatan korupsi yang politik bagi terpidana tindak pidana korupsi
dilakukan oleh terpidana DS dan LHI berdampak dalam perspektif hak asasi manusia.
meluas pada perekonomian negara, dan keduanya
Hak politik atau hak untuk memilih dan
merupakan penyelenggara negara maka
dipilih adalah bagian dari HAM. Dalam
sepantasnya penegakan yang extra diterapkan
penerapannya harus dipertimbangkan
pada kedua terpidana tersebut. Penerapan pidana
dampaknya terhadap terpidana dan
tambahan pencabutan hak politik atau hak untuk
masyarakat. Khusus penerapannya
memilih dan dipilih kepada keduanya merupakan
terhadap korupsi yang pelakunya memiliki
langkah penegakan yang bersifat extra ordinary
kewenangan dalam mengelola negara,
enforcement. Namun penegakan yang bersifat
baik eksekutif maupun legislatif yang
extra tersebut tetap harus mengedepankan
memiliki jaringan politik (korupsi politik).
HAM, karena pidana tambahan yang dijatuhkan
Fungsinya untuk menghindarkan lembaga
merupakan bagian dari HAM yang tetap dijunjung
negara dipimpin oleh koruptor pada masa
tinggi.
mendatang. Namun implementasinya
tetap mendasarkan peraturan perundangan
IV. KESIMPULAN
yang berlaku, yaitu adanya pembatasan
Berdasarkan analisis yang penulis pelaksanaan pencabutan hak politik sesuai
kemukakan di atas, maka dapat disimpulkan dengan perundangan yang berlaku.
sebagai berikut:

1. Penerapan pidana pencabutan hak politik


bagi terpidana tindak pidana korupsi menjadi
urgen karena:
DAFTAR ACUAN
a. Penjatuhan pidana tambahan berupa
pencabutan hak memilih dan dipilih Arief, B.N. (2002). Bunga rampai kebijakan hukum
atau hak politik merupakan sarana pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
penal untuk menanggulangi tindak
Budiardjo, M. (2009). Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta:
pidana korupsi yang memiliki
Gramedia Pustaka Utama.
efek penjeraan bagi terpidana dan
pencegahan bagi masyarakat. Davidson, S. (2008). Hak asasi manusia. Jakarta:
Grafiti.
b. Karakteristik korupsi di Indonesia
sebagai kebiasaan masyarakat. El-Muhtaj, M. (2005). Hak asasi manusia dalam
konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana.
c. Untuk menghindarkan dari pemimpin
yang korup. __________. (2008). Dimensi-dimensi ham mengurai
hak ekonomi, sosial, dan budaya. Jakarta: Raja
d. Korupsi merupakan extra ordinary Grafindo Persada.
crime dan serious crime.
Faqih, M. (2013). Problematika pembaruan hukum
2. Kriteria penerapan pidana pencabutan hak pidana nasional memaafkan terpidana dalam

Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 43

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 43 22/04/2015 9:59:39


paradigma negara hukum. Jakarta: Komisi Liputan6.com. (2014, 16 September). Diakses dari
Hukum Nasional. www.m.liputan6.com/news/read/2106013/kpk-
syukuri-putusan-ma-perberat-vonis-lhi.
Fauzi, A. (2014). Membuat kapok koruptor. Kompas,
8 Oktober 2014. Mardenis. (2013). Kontemplasi dan analisis terhadap
klasifikasi dan politik hukum penegak ham di
Hamzah, A. (1991). Catatan tentang perbandingan
Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, 2(3), 437-451.
hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Marzuki, P.M. (2006). Penelitian hukum. Jakarta:
Harahap, A. B., & Sutardi, N. (2006). Hak asasi
Kencana.
manusia dan hukumnya. Jakarta: Perhimpunan
Cendikiawan Independen Republik Indonesia. Muladi & Arief, B.N. (1992). Teori dan kebijakan
pidana. Bandung: Alumni.
Kamri, A. (2005). Korupsi, pidana mati dan HAM
sekilas tinjauan sistem peradilan pidana, Muladi, (1990, 24 Februari). Proyeksi hukum pidana
dalam hak asasi manusia, hakekat, konsep materiil Indonesia di masa mendatang (Pidato
dan implikasinya dalam perspektif hukum dan pengukuhan guru besar ilmu hukum pidana tidak
masyarakat (Muladi ed.). Bandung: Refika dipublikasikan). Fakultas Hukum Universitas
Aditama. Diponegoro.

Kelsen, H. (2007). Teori hukum umum dan negara. __________. (2002). Lembaga pidana bersyarat.
Jakarta: BEE Media Indonesia. Bandung: Alumni.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2006). Rahardjo, S. (2006). Hukum dalam jagad ketertiban.
Memahami untuk membasmi. Buku saku untuk Jakarta: UKI Press.
memahami tindak pidana korupsi. Jakarta: KPK
__________. (2006). Membedah hukum progresif.
Republik Indonesia.
Jakarta: Kompas.
Kompas.com. (2014, 19 September). Diakses
Ravena, Dey. (2012). Wacana konsep hukum progresif
dari www.nasional.kompas.com/
dalam penegakan hukum Indonesia, dalam
read/2014/09/19/13543051/hak politiknya
wajah hukum pidana asas dan perkembangan
dicabut lutfi hasan merasa masih jadi king
(Nuraeny, Henny ed.). Jakarta: Gramata
maker.
Publishing.
__________. (2012, 3 Oktober). Diakses
Soekanto, S. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi
dari www.nasional.kompas.com/
penegakan hukum. Jakarta: Raja Grafindo.
read/2012/10/03/08411271/.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum
Kompasiana.com. (2011, 18 Mei). Diakses dari www.
normatif suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja
kompasiana.com/2011/05/18/korupsi-super-
Grafindo Perkasa.
extra-ordinary-crime-363793.html.
Wignjosoebroto, S. (2013). Hukum dalam masyarakat.
Langkun, TS. (2014). Inkonsistensi putusan tipikor,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
pencabutan hak politik seharusnya relevan
untuk anas. Kompas, 26 September 2014, 4. Yamin, M. (2012). Tindak pidana korupsi. Bandung:
Pustaka Setia.

44 | Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015: 23 - 44

Jurnal April isi final ctk_OK.indd 44 22/04/2015 9:59:39

Anda mungkin juga menyukai