Warih Anjari
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945
Jl. Sunter Podomoro Jakarta Utara 14350
E-mail: a.warih@yahoo.com
Naskah diterima: 17 Desember 2015; revisi: 31 Maret 2015; disetujui: 5 April 2015
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 23
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 25
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 27
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 29
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 31
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 33
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 35
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 37
Untuk kasus DS, tercantum dalam Putusan Penerapan konsep penjatuhan pidana
Nomor 20/Pid.Sus/2013/PN.JKT.PST. jo. integrative dan hukum progresif pada
Putusan Nomor 30/Pid/TPK/2013/PT.DKI jo. tindak pidana korupsi dimungkinkan karena
Putusan Nomor 537K/PID.SUS/2014. Putusan korupsi yang bersifat extra ordinary crime
kasasi terhadap terdakwa DS memperkuat berkonsekuensi penanganannya bersifat extra
putusan tingkat pengadilan tinggi, di mana pada ordinary enforcement. Sifat yang extra tersebut
pengadilan tersebut terdakwa dijatuhi pidana karena korupsi di Indonesia muncul dari
tambahan berupa pencabutan hak tertentu untuk kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh
memilih dan dipilih dalam jabatan publik. masyarakat pada umumnya. Pemberian hadiah
Pertimbangan pengadilan tinggi adalah perbuatan atau sesuatu pada saat event tertentu (hari raya)
terdakwa dianggap merusak sendi-sendi kepada penyelenggara negara dan keluarganya
kehidupan, berbangsa, dan bernegara. Negara sebagai imbalan atas pelayanan tertentu, dianggap
akan hancur dan tidak berwibawa bila aparatnya sebagai bagian dari budaya ketimuran yang
tidak amanah, kerusakan serta perekonomian wajar. Kebiasaan buruk yang bernuansa koruptif
rakyat akan terganggu, dan keuangan negara ini menjadi bibit korupsi yang nyata (KPK, 2006,
sangat terkuras oleh para koruptor sehingga hal. 1). Sebagai bukti sejak tahun 2001 sampai
5. Tahun 2005: CPI 2,2 dengan peringkat 137 Pada tataran internasional korupsi
dari 159 negara; tergolong tindak pidana yang bersifat serious
crime. Korupsi dapat menyebabkan kemiskinan
6. Tahun 2006: CPI 2,4 dengan peringkat 130 dan ketidaksejahteraan; penyebab buruknya
dari 163 negara; pelayanan publik termasuk pendidikan dan
7. Tahun 2007: CPI 2,3 dengan peringkat 143 kesehatan; dan penyebab naiknya harga
dari 180 negara; kebutuhan pokok; dapat merendahkan martabat
bangsa; serta merusak moral bangsa. Dampak ini
8. Tahun 2008: CPI 2,6 dengan peringkat 126 dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia, sehingga
dari 180 negara; masyarakat dunia bersepakat untuk menyatakan
korupsi musuh bersama dan menempatkan
9. Tahun 2009: CPI 2,8 dengan peringkat 111
korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang
dari 180 negara;
memerlukan penindakan luar biasa pula
10. Tahun 2010: CPI 2,8 dengan peringkat 110 (Kompas.com, 2012, 3 Oktober). Bahkan korupsi
dari 178 negara; di Indonesia bersifat super extra ordinary crime
(Kompasiana.com, 2011, 18 Mei). Indikator sifat
11. Tahun 2011: CPI 3,0 dengan peringkat 100
tersebut adalah ketidakjeraan dalam melakukan
dari 180 negara;
korupsi. Korupsi selalu ada dan berulang terjadi
12. Tahun 2012: CPI 3,2 dengan peringkat 118 meskipun beberapa pelaku telah dipidana, seolah-
dari 178 negara; oleh korupsi tidak disadari sebagai sesuatu yang
membahayakan masyarakat. Mendasarkan pada
13. Tahun 2013: CPI 3,2 dengan peringkat 114
deskripsi fakta korupsi tersebut, maka penerapan
dari 177 negara; dan
pidana tambahan pencabutan hak politik bagi
14. Tahun 2014: CPI 3,4 dengan peringkat 107 pelaku korupsi seperti yang tercantum dalam
dari 175 negara. Putusan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 dan Nomor
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 39
Hak politik merupakan bagian dari HAM. Oleh karena itu, penjatuhan pidana harus
Secara filosofis HAM merupakan hak dasar memadai dan relevan antara kesalahan pelaku
yang harus ada dalam diri manusia karena sifat dan akibat dari tindak pidana korupsi. Penjatuhan
kemanusiaannya yang bersinggungan dengan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi
hukum alam. Penerapan pidana tambahan pelaku korupsi diharapkan dapat bermanfaat bagi
berupa pencabutan hak politik berkaitan dengan masyarakat dan menjerakan terpidana, namun
sifat kemanusiaan manusia. Oleh karena itu agar tidak bertentangan dengan HAM harus
penerapannya harus ada limitasi waktu pencabutan dilaksanakan sesuai dengan syarat yang diatur
hak. Tanpa adanya limitasi hakikat dasar manusia dalam undang-undang.
yaitu sifat kemanusiaannya akan hilang. Idealnya
penghukuman berbanding lurus dengan perbuatan B. Kriteria Penerapan Pidana Pencabutan
kejahatan yang dilakukan terpidana. Sehingga Hak Politik Bagi Terpidana Tindak
terjadi keseimbangan (equilibirium) antara Pidana Korupsi dalam Perspektif Hak
perbuatan yang dilakukan dengan hukuman Asasi Manusia
yang akan diterima pelaku. Tanpa limitasi
keseimbangan dimaksud tidak akan terjadi. Pada Kewenangan penerapan pidana dalam
sisi lain putusan hakim dapat dijadikan rujukan sistem ketatanegaraan Indonesia ada di tangan
(preseden) bagi hakim lain untuk memutus hakim. Dalam menerapkannya hakim harus
perkara yang sama. Jika putusan tersebut sebagai mempertimbangkan berbagai hal yang tidak
rujukan maka terjadi ketidakseimbangan (not hanya secara yuridis normatif tetapi juga secara
equilibirium) yang berkelanjutan (Wagiman, sosiologis, serta berfokus tidak hanya terhadap
komunikasi personal, 4 Februari 2015). pelaku tetapi juga korban, masyarakat, bangsa,
dan negara. Hakim harus pula memperhatikan
Dalam perspektif hukum tata negara straf soort, straaf maart, dan straf modus (jenis,
penerapan pidana tambahan berupa pencabutan kuantitas, dan cara penjatuhan pidana).
hak memilih dan dipilih (hak politik) sepanjang
tidak bersifat permanen tidak melanggar HAM. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/
Apalagi dijatuhkan terhadap terpidana korupsi Pid.Sus/2014 dan Nomor 537K/Pid.Sus/2014,
yang sangat merugikan masyarakat. HAM penjatuhan pidana tambahan berupa penerapan
berbeda dengan hak politik. HAM adalah hak pidana pencabutan hak dipilih dan memilih dalam
seluruh umat manusia, sedangkan hak politik jabatan publik terhadap terdakwa pelaku korupsi
adalah hak dalam kedudukan warga negara dari yaitu LHI dan DS tidak ada pembatasan sampai
suatu negara tertentu. Hak tersebut berupa hak kapan pidana tambahan tersebut dijatuhkan. Hal
untuk memilih dan dipilih untuk menduduki ini melanggar ketentuan Pasal 38 KUHP, yang
jabatan publik. Hak politik dapat dibatasi dengan mengatur pembatasan terhadap penjatuhan pidana
pencabutan yang bersifat temporer. Pencabutan pencabutan hak tertentu. Dalam Pasal 38 ke-2
hak ini berupa pembatasan untuk waktu tertentu menyebutkan apabila hakim menjatuhkan pidana
terhadap kebebasan dalam konteks aktivitas penjara waktu tertentu atau pidana kurungan,
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 41
Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Warih Anjari ) | 43
Kelsen, H. (2007). Teori hukum umum dan negara. __________. (2002). Lembaga pidana bersyarat.
Jakarta: BEE Media Indonesia. Bandung: Alumni.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2006). Rahardjo, S. (2006). Hukum dalam jagad ketertiban.
Memahami untuk membasmi. Buku saku untuk Jakarta: UKI Press.
memahami tindak pidana korupsi. Jakarta: KPK
__________. (2006). Membedah hukum progresif.
Republik Indonesia.
Jakarta: Kompas.
Kompas.com. (2014, 19 September). Diakses
Ravena, Dey. (2012). Wacana konsep hukum progresif
dari www.nasional.kompas.com/
dalam penegakan hukum Indonesia, dalam
read/2014/09/19/13543051/hak politiknya
wajah hukum pidana asas dan perkembangan
dicabut lutfi hasan merasa masih jadi king
(Nuraeny, Henny ed.). Jakarta: Gramata
maker.
Publishing.
__________. (2012, 3 Oktober). Diakses
Soekanto, S. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi
dari www.nasional.kompas.com/
penegakan hukum. Jakarta: Raja Grafindo.
read/2012/10/03/08411271/.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum
Kompasiana.com. (2011, 18 Mei). Diakses dari www.
normatif suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja
kompasiana.com/2011/05/18/korupsi-super-
Grafindo Perkasa.
extra-ordinary-crime-363793.html.
Wignjosoebroto, S. (2013). Hukum dalam masyarakat.
Langkun, TS. (2014). Inkonsistensi putusan tipikor,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
pencabutan hak politik seharusnya relevan
untuk anas. Kompas, 26 September 2014, 4. Yamin, M. (2012). Tindak pidana korupsi. Bandung:
Pustaka Setia.