Anda di halaman 1dari 4

Case Building

Sub Bagian Pro Kontra


Berdasarkan Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) di Indonesia, pada tahun
2015 Indonesia masih menduduki
peringkat 88 dengan skor 36, cukup
berjarak dengan Malaysia yang berada
di posisi 54 dan Thailand di posisi 764.
Berdasarkan data Tranparancy
International Indonesia, pada semester I
Pembicara 1 (Filosofis tahun 2016 telah tercatat ada 210 kasus
(Pengertian), historis korupsi dengan jumlah tersangka 500
(Sejarah), serta orang. Dari kejadian tersebut nilai
peraturan) kerugian negara mencapai Rp.890.5
miliar dan nilai suap mencapai Rp.28
Miliar. Berlanjut hingga tahun 2017
dengan terbongkarnya korupsi untuk
mega proyek pengadaan E-KTP.
Korupsi yang melibatkan banyak
petinggi parpol dan birokrat ini telah
merugikan negara sebesar Rp.2,3 triliun
dari nilai proyek sebesar Rp.5,9 Triliun.
Faktor Psikologis Tidak ada yang tidak sepakat bahwa
pejabat publik yang terbukti melakukan
Suatu hal akan menjadi suatu kebiasaan korupsi harus dihukum seberat-beratnya
jika dilakukan terus-menerus dalam dan dilarang menduduki jabatan publik.
waktu yang lama. Teori ini juga dapat Namun definisi dan ukuran jabatan
berlaku terhadap aktivitas korupsi. Bisa publik juga harus jelas dan terukur.
jadi jika terus dibiarkan berulang, tindak Apakah jabatan publik itu diperoleh melalui
pidana korupsi oleh pejabat menjadi mekanisme pemilihan umum, seperti
“gaya hidup” dalam tatanan berbangsa anggota DPR, bupati, gubernur, dan
dan bernegara kita. Pembiaran terhadap presiden? Ataukah melalui jalur karier,
korupsi yang berulang kali yang seperti jabatan struktural di pemerintah,
dilakukan oleh orang yang sama tentu hakim, jaksa, dan polisi? Ataukah juga
saja akan menciptakan kondisi jabatan yang termasuk sebagai jabatan yang
Pembicara 2 (Yuridis, psikologis tersendiri pada orang diperoleh lewat keputusan politik, seperti
sosiologis, UU, tersebut, sehingga tindakan korupsi jabatan menteri dan pimpinan lembaga
hubungan dengan menjadi hal yang lumrah baginya. negara?
masyarakat) Pencabutan hak politik merupakan
pidana tambahan yang tepat dalam Pasal 25 Kovenan Hak Sipil jelas
upaya pencegahan terhadap tindakan menyatakan bahwa pencabutan hak politik
korupsi berulang yang dilakukan oleh hanya terkait dengan jabatan politik yang
pejabat negara yang sejatinya telah diperoleh melalui pemilihan umum, seperti
mendapat kepercayaan dari rakyat, jabatan sebagai anggota parlemen, bupati,
namun mengkhianatinya sehingga tidak gubernur, dan presiden. Tapi pencabutan
tepat untuk diberikan kesempatan lagi hak politik tidak bisa dilakukan secara
untuk mendapatkan hak politik yang permanen. Harus ada batasan yang jelas
telah dipercayakan kepadanya seberapa lama hak politik itu dicabut. Ini
sebelumnya. sesuai dengan Komentar Umum Nomor 24
yang dirumuskan Komite Hak Asasi
Manusia PBB bahwa pembatasan hak
politik harus jelas dan transparan.
Maksud pencabutan hak tersebut adalah Akibat jika hak asasi politik tidak dipenuhi
agar perbuatan serupa tidak lagi maka sebuah negara yang menganut
dilakukan oleh pelaku tindak pidana sistem demokrasi tidak akan bisa disebut
atau seringkali dikenal dengan recidive. sebagai negara yang berdemokrasi karena
negara tersebut tidak bisa menjalankan hak
asasi politik bagi rakyatnya.
Penolakan terhadap pencabutan hak
politik bagi terpidana kasus korupsi
memiliki beberapa faktor untuk
dipertimbangkan. Mulai dari faktor
ekonomi, sosiologi, psikologi dan lain-
lain.Namun yang paling dominan
diantaranya adalah Hak Asasi Manusia
(HAM). Sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.39
tahun 1999 tentang HAM, “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum
dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.”
Penyalah gunaan hak Hak Asasi Politik/Hak Politik merupakan
hak-hak dasar setiap manusia dalam
Perlu adanya peraturan perundang- kehidupan berpolitik. Hak politik
undangan khusus yang mengatur secara merupakan hak perorangan yang tidak bisa
tegas mengenai pencabutan hak politik dirampas begitu saja, bahkan merupakan
bagi terpidana kasus tertentu, terutama sub-bagian dari Hak Asasi Manusia, hak
dalam kasus tindak pidana korupsi. perorangan yang wajib dihormati serta
dilindungi.
Sudah menjadi hak mendasar bagi manusia
untuk didengar pendapatnya, dan jika hak
itu dicabut, tentu saja merupakan
diskriminasi tersendiri bagi si manusia itu
sendiri. UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal
28I ayat (2) menolak segala bentuk
tindakan diskriminatif, sebagaimana
tertulis: “Setiap orang berhak bebas atas
perlakuan yang bersifat diskri-minatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindung an terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.”
Pancasila sila ke-5, “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”
mengingat terpidana korupsi juga
merupakan bagian dari rakyat Indonesia
sebagai mana dimaksud dalam ketentuan
tersebut, maka perlu dijamin pula keadilan
bagi mereka.
pencabutan hak politik terhadap terpidana
kasus tindak pidana korupsi bukan
merupakan solusi yang tepat, setiap orang
bisa saja suatu saat nanti berubah
menjadi pribadi yang lebih baik daripada
dirinya yang sebelumnya.
Ketentuan Pasal 10 Kitab Hak politik sejatinya memang merupakan
Undangundang Hukum Pidana (KUHP) bagian dari HAM. Eksistensinya dapat kita
menyatakan bahwa pidana terdiri atas temukan dalam Undang-Undang Dasar
(a) pidana pokok; dan (b) pidana Negara Republik Indonesia tahun 1945
tambahan. Pasal 28D ayat (3) yang tertulis, “Setiap
Tercantum dalam Pasal 10 huruf b warga negara berhak memperoleh
KUHP kesempatan yang sama dalam
bahwa salah satu bentuk pidana pemerintahan,” ataupun dalam peraturan
tambahan, perundangan lainnya seperti yang
yaitu: tercantum dalam UndangUndang No.39
1) Pencabutan hak-hak tertentu; tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
2) Perampasan barang-barang tertentu; Pasal 43 yang tertulis: “(1)Setiap warga
3) Pengumuman putusan hakim. negara berhak untuk dipilih dan memilih
Pembicara 3 (Fakta
dalam pemilihan umum berdasarkan
dan grand solution)
persamaan hak melalui pemungutan suara
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(2)Setiap warga ne-gara berhak turut
serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau dengan perantaraan wakil yang
dipilihnya dengan bebas, menurut cara
yang ditentukan dalamperaturan
perundang-undangan;
(3)Setiap warga negara dapat
diangkat dalam setiap jabatan
pemerintahan.”

Pasal 35 KUHP
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal
yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum
lainnya ialah :
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;

3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan


aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu
pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

Pasal 38 KUHP
(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan
sebagai berikut:
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya
pencabutan seumur hidup;
2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan,
lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima
tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun
dan paling banyak lima tahun.
(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan

Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999


d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan
tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

Anda mungkin juga menyukai