PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB 2
PEMBAHASAN
i
IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik
Indonesia).
Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini
Belanda mendapat kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat.
Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei 1948,
pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali Sastro
Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Untuk pihak 3
Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob,
dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben.
i
permusuhan dan pemulihan ketertiban dan ketentraman, serta syarat-syarat
dan tanggal untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
3. Usul Belanda mengenai penyerahan kedaulatan yang dipercepat, Van
Roijen mengatakan bahwa ini akan bersifat tanpa syarat, nyata dan
lengkap, sedang Uni Indonesia-Belanda tak akan menjadi super state
melainkan hanya merupakan suatu bentuk kerjasama antara negara-negara
yang berdaulat, Indonesia dan Belanda atas dasar persamaan dan
kesukarelaan sepenuhnya (Agung, 1983).
i
3. Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk
mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada
negara Indonesia Serikat dengan tiada bersyarat (Roem, 1989)
Sementara itu, ketua delegasi Belanda, Van Roijen menyampaikan pendapat sebagai
berikut:
1. Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta,
dan dibawah pengawasan UNCI akan menghentikan perang gerilya disamping
bersedia menjaga perdamaian dan ketertiban serta keamanan.
2. Pemerintah RI bebas menjalankan tugasnya dalam residensi Yogyakarta.
3. Pihak Belanda akan menghentikan segala operasi militer dan akan
melepaskan semua tahanan politik sejak 17 Desember 1948
4. Belanda tidak akan mendirikan daerah dan negara baru di daerah RI sebelum
19 Desember 1948.
5. Belanda akan menyokong RI masuk Indonesia Serikat dan mempunyai
sepertiga anggota dari segenap anggota Dewan Perwakilan Federal.
6. Belanda menyetujui, bahwa semua areal diluar residensi Yogya, dimana
pegawai-pegawai Republik masih bertugas tetapi menjalankan tugasnya
(Marwati Djonaedi, 1984:170)
Kedua pernyataan tersebut diatas merupakan pokok-pokok perjanjian Roem-
Roijen, yang sekaligus merupakan dasar menuju KMB, dan peristiwa yang sangat
menentukan bagi RI. Karena dengan dicapainya persetujuan tersebut maka
pemerintah RI akan dikembalikan dan dipulihkan ke Yogyakarta. Pernyataan Roem-
Roijen juga merupakan suatu kemajuan yang akan membawa kedalam perundingan-
perundingan selanjutnya
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri 6
Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta
dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan menyambut
hasil persetujuan itu. Namun, Panglima Besar JenderalSudirman memperingatkan
seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalahmasalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan
Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan
lapangan dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau
kepentingan militer. Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai sepenuhnya
hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa Indonesia. Pada
tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antaraRepublik Indonesia,
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan
Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga
keputusan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan
dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan
Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
i
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.
Perjanjian Roem-Roijen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, mulai
dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 1949, yang ditandai dengan kembalinya pemerintah
RI ke Yogyakarta. Yaitu bersamaan dengan kembalinya Presiden Soekarno dan
Moh.Hatta pada hari tersebut. Yang kemudian disusul dengan pengembalian mandat
dari Mr. Syafruddin Prawiranegara kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli
1949, maka dengan demikian akan semakin dekatmenuju pengakuan kedaulatan.
D. Isi Perjanjian Roem Royen
Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di Jakarta, antara lain:
a. Tentara bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas gerilya
Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar
(KMB). Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta
b. Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan
pembebasan semua tahanan politik.
c. Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat.
d. Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara
Indonesia Serikat.
e. Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak Indonesia.
i
Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu.
Namun, Panglima Besar Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando di
bawahnya agar tidak memikirkan masalahmasalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan Teritorium
Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan lapangan dapat
membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer.
Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai sepenuhnya hasil-hasil
perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 22
Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, Bijeenkomst
voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang
dipimpin oleh Christchley.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes,
Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi
Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda
dipimpin oleh van Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masingmasing pihak
mengajukan pernyataan dimana masing-masing pernyataan ini merupakan isi dari
Perundingan Roem-Royen. Dengan adanya perundingan Roem-Royen ini, Belanda harus
meninggalkan Yogyakarta, TNI memasuki Yogyakarta. Sementara itu Presiden dan Wakil
Presiden kembali ke ibukota Yogyakarta yang mana pada saat terjadinya Agresi Militer
Belanda II kedua pemimpin tersebut ditangkap dan diasingkan.