Perundingan Roem-Royen
Perjuangan Indonesia untuk membebaskan diri dari Belanda di awal kemerdekaan, ditempuh lewat berbagai upaya diplomasi.Salah satu upaya
diplomasi yang dilakukan yakni perjanjian Roem-Royen.
Perjanjian Roem-Royen adalah perundingan yang dibuat Indonesia dengan Belanda pada 7 Mei 1949 untuk menyelesaikan konflik di awal
kemerdekaan.
Sebelum perjanjian Roem-Royen, ada perjanjian Linggarjati pada 1946 dan perjanjian Renville pada 1948.Dikutip dari Sejarah Diplomasi di
Indonesia (2018), perjanjian Renville merugikan Indonesia.
Wilayah kedaulatan Indonesia semakin kecil. Belanda yang diuntungkan lewat perjanjian itu sendiri, pada akhirnya melanggar janji.Pada 1
Desember 1948, Belanda secara sepihak tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville.Buntutnya, pada 19 Desember, Belanda menyerang Ibu
Kota Indonesia di Yogyakarta. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Belanda juga menangkap dan menawan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Moh Hatta.Langkah Belanda dikecam dunia. Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya.
United Nations Commission for Indonesia (UNCI) membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949.Delegasi
Indonesia diketuai Mohammad Roem. Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen).
Setelah melalui perundingan berlarut-larut, akhirnya pada 7 Mei 1949 dicapai persetujuan.Persetujuan itu dikenal sebagai "Roem-Royen
Statements" atau Perundingan Roem-Royen.Berikut isi Perjanjian Roem-Royen bagi Indonesia:
-Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
-Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat "penyerahan" kedaulatan yang sungguh lengkap
kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat
-Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh RI sebelum tanggal 19 Desember 194x dan tidak
akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan RI.
-Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya Konferensi Meja Bundar segera diadakan sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Untuk menindaklanjuti perjanjian Roem-Royen, pada 22 Juni 1949, diadakan perundingan formal antara Indonesia, Belanda, dan Majelis
Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) di bawah pengawasan Critchley (Australia).
Perundingan itu menghasilkan keputusan:
-Pasukan Belanda akan ditarik mundur dari Yogyakarta pada 1 Juli 1949.
-Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya di daerah itu
Soekarno dan Hatta dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949.Jenderal Sudirman yang sakit dan berjuang lewat gerilya selama
hampir tujuh bulan, baru kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949.Setelah pemerintahan pulih, pada 13 Juli 1949 diadakan sidang kabinet RI
yang pertama.