Anda di halaman 1dari 109

DINAMIKA EKONOMI KESEHATAN

DI RUMAH SAKIT

dr. Mohammad Labib, MPH

PENERBIT CV. PENA PERSADA

i
DINAMIKA EKONOMI KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT

Penulis:
dr. Mohammad Labib, MPH

ISBN : 978-623-315-993-7

Editor:
Wiwit Kurniawan

Design Cover:
Retnani Nur Brilliant

Layout:
Nisa Falahia

Penerbit CV. Pena Persada


Redaksi:
Jl. Gerilya No. 292 Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas
Jawa Tengah
Email: penerbit.penapersada@gmail.com
Website: penapersada.com Phone: (0281) 7771388
Anggota IKAPI

All right reserved


Cetakan pertama: 2021

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang


memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin
penerbit

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Swt,


atas segala rahmat dan karunianya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan buku yang berjudul “DINAMIKA
EKONOMI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT”. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca.
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama
penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang
peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup pasien.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan di IGD, kecepatan
merespon panggilan pasien merupakan hal yang penting
karena berpengaruh terhadap keselamatan pasien. Dokter dan
paramedis yang terlatih juga berperan dalam keselamatan
penanganan pasien. Selain sumber daya manusia, pelayanan di
IGD dipengaruhi oleh kelengkapan alat dan fasilitas di IGD.
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.Setiap
individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dan
respon emosional beragam terhadap berbagai aspek pekerjaan
seseorang. Dalam buku ini membahas mengenai Dinamika
Lingkungan Rumah Sakit
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan guna penyempurnaan buku
ini. Akhir kata saya berharap Allah Swt berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Infrastruktur Kesehatan ............................................................ 1
B. Kebijakan Pelayanan .................................................................. 3
BAB II JAMINAN KESEHATAN ......................................................... 7
A. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional .................................. 7
B. Teori Tentang Kepuasan dan Persepsi ............................ 15
1. Definisi Kepuasan ............................................................... 15
2. Konsep kepuasan................................................................. 16
3. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan
Dan Cara Mengukur Kepuasan .................................... 16
4. Cara Mengukur Kepuasan .............................................. 16
5. Hubungan antara SJSN dan Kepuasan dokter ..... 17
BAB III SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL ............20
A. Sistem Asuransi .......................................................................... 20
B. Kepuasan Kerja ........................................................................... 21
C. Harapan Tentang Pekerjaan ................................................. 23
D. Kepuasan terhadap pendapatan ........................................ 25
E. Kepuasan Dokter Umum IGD terhadap Fasilitas ...... 27
BAB IV MANAJEMEN RUMAH SAKIT ...........................................29
A. Lingkungan sekitar rumah sakit ........................................ 29
B. Pendapat Tentang Manajemen ........................................... 30
C. Pendapat tentang perlindungan hukum ........................ 32
D. Rekan kerja medis dan non medis..................................... 34
E. Yang diharapkan tentang pengembangan karir ........ 35
BAB V MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT .............38
A. Performa Profesi ......................................................................... 38
B. Pelayanan Kesehatan ............................................................... 39
C. General Practitioners In Health Service........................45
D. Konflik dalam Organisasi..........................................................68
E. Revolusi Industri..........................................................................87
BAB VI DAFTAR PUSTAKA..................................................................89
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Infrastruktur Kesehatan
Semua negara ingin memenuhi kesehatan dan
kebutuhan medis penduduknya, dengan
mempertimbangkan kemampuan diri sendiri atau tanpa
menguras sumber daya yang melayani kebutuhan manusia
yang penting lainnya.Dalam menghadapi permasalahan di
bidang ekonomi, politik, budaya, lingkungan, epidemiologi
dan kekuatan demografi, setiap negara ingin memiliki
sistem pelayanan kesehatan yang baik dengan karakteristik
dan kebutuhan penduduknya yang spesifik.Setiap negara
membutuhkan infrastruktur kesehatan dasar masyarakat,
yang di negara-negara berkembang dapat bergantung pada
petugas kesehatan masyarakat. Pada negara-negara maju
lebih menekankan pada peran dokter, perawat, dan
profesional kesehatan lainnya, rumah sakit dan klinik, dan
beberapa cara untuk membayar baik untuk layanan klinis
dan obat-obatan, peralatan medis, dan intervensi lainnya.
Solusi yang berguna dan tepat untuk menghemat biaya
mungkin kadang-kadang datang dari negara berpenghasilan
rendah yang harus berinovasi dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.Pembuat kebijakan kesehatan
nasional harus melakukan pendekatan budaya dan politik
untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang paripurna
(Morrissey, et al, 2015).
Saat ini pelayanan kesehatan mengalami perubahan,
yang meliputi perubahan dalam karakter pasien juga sistem
pelayanan kesehatan, sehingga penyedia pelayanan
kesehatan harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut,
terlebih saat ini adalah era Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional.Saat ini penyedia layanan primer telah meningkat,

1
sehingga frekuensi pelayanan kesehatan meningkat
juga.Tentunya pelayanan yang diberikan harus tetap
berkualitas, efisien dan bermutu.(Anell, 2015).
Pelayanan kesehatan adalah hal yang sangat
diperhatikan oleh masyarakat Indonesia saat ini, terlebih
saat ini adalah era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Dengan adanya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional sikap
dari pemberi pelayanan kesehatan khususnya dokter perlu
diteliti.Misalnya dari sisi kepuasan dan persepsinya.Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional dengan lembaganya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial membawa dampak ke banyak
hal. Perlu diperhatikan juga hal-hal yang berhubungan
dengan kepuasan pasien, dokter atau penyedia layanan
kesehatan harus mendengarkan dengan seksama,
menjelaskan hal-hal dengan cara yang mudah dimengerti,
menunjukkan rasa hormat terhadap apa yang mereka
katakan dan menghabiskan cukup waktu dengan mereka,
sehingga tercipta juga kepuasan dokter yang baik (Fenton, et
al, 2012).
Dari segi perubahan struktur, BPJS Kesehatan
merupakan transformasi dari program kesehatan
sebelumnya, yaitu Asuransi Kesehatan atau Askes, Jaminan
Kesehatan Masyarakat atau Jamkesmas, dan Jaminan
Kesehatan Daerah atau Jamkesda. Ketiga program asuransi
kesehatan ini sebelumnya dikelola oleh Badan Usaha Milik
Negara atau BUMN (Idris, 2014).
Karena penulisan ini berfokus di instalasi gawat
darurat, tentunya fokus pembahasannya meliputi kasus-
kasus penyakit emergensi dan meneliti para dokter yang
menangani kasus emergensi dalam pola pembayaran INA
CBG'S.Pengaturan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
hendaknya ditunjang juga dengan sistem informasi yang
memadai.Misalnya Pendaftaran, pembiayaan dan sosialisasi
melalui online (Burwell, 2015).

2
Era BPJS ini adalah dari sisi masyarakatnya.Sejauh
mana pengetahuan masyarakat tentang BPJS kesehatan,
karena tidak semua masyarakat memahami dunia asuransi,
khususnya jaminan sosial nasional.Adanya peran
pemerintah sebagai penentu kebijakan sangat diperlukan,
karena program Jaminan Kesehatan Nasional Ini pada
dasarnya adalah program pemerintah (Ubel, et al, 2015).

B. Kebijakan Pelayanan
Sebagai perbandingan dalam pelaksanaan JKN,
pemerintah perlu melihat sistem jaminan kesehatan di
negara lain, misalnya di Inggris dengan National Health
Service (NHS).Pelaksanaan JKN selain berfokus pada
pengobatan juga harus berfokus pada pencegahan penyakit
melalui penyuluhan kesehatan.Lalu perlu diperhatikan juga
pengaturan yang jelas mengenai peran dokter umum
sebagai layanan primer dan peran dokter spesialis sebagai
layanan untuk rujukan (Martin, 2015).

Gambar 1.Kebijakan UU BPJS dan UU SJSN(Idris, 2014)

3
Misi pembangunan kesehatan Indonesia adalah
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau. Dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya untuk
masyarakat miskin, kementerian Kesehatan Republik
Indonesia telah menetapkan kebijakan penerapan konsep
INA-CBG (Indonesia Case Base Groups) sebagai sistem
pembayaran pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
903/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2011
(Mukti, 2011).
Di negara maju, mekanisme pay for performance
memberikan insentif finansial bila dokter menerapkan
standar prosedur berbasis bukti untuk mencapai outcome
klinis.Mekanisme pay for performance hanya dapat diterapkan
dengan sistem mutu pelayanan kesehatan yang lebih
mapan. Selain memerlukan pengukuran dan pelaporan
mutu dari fasilitas kesehatan yang
terstandarisasi,ketersediaan data klinis mutlak
diperlukan.Penerapan standar pedoman berbasis bukti serta
ketersediaan informasi mutu pelayanan bagi pasien juga
harusdikembangkan. Demikian pula data klinis yang
tersedia di lembaga jaminan dan asuransi kesehatan dapat
diumpan balikkan untuk meningkatkan mutu penyedia
pelayanan yang dikontrak. Di Indonesia, belum tersedianya
berbagai prasyarat tersebut merupakan realita yang tidak
terbantahkan (Utarini, 2011).
Kepuasan dokter merupakan suatu hal yang
penilaiannya dilihat dari persepsi dokter yang
bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
kepuasan kerja seorang dokter, misalnya kehidupan sosial
dan keluarga, kompetensi dokter dalam pekerjaannya,
komunikasi dengan pimpinan rumah sakit, pendapatan
yang diterima dan jenjang karir di rumah sakit. Di era BPJS
4
ini tentunya perlu diteliti secara mendalam sejauh mana
kepuasan dokter bekerja dalam era BPJS di Instalasi Gawat
Darurat khususnya (Wong, et al, 2010).

5
6

Tabel 1. Jumlah Kunjungan Pasien IGD RS Bhineka Bakti Husada September 2013 - Juli 2014
Sumber : Instalasi Rekam MedisRSBhineka Bakti Husada
Keterangan : Sejak bulan September 2013 Sampai Juli 2014 terdapat penambahan jumlah pasien. Dengan
adanya penambahan jumlah pasien lalu diobservasiapakah kepuasan dokter meningkat atau
BAB II
JAMINAN KESEHATAN

A. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional


Salah satu faktor kunci dalam pengembangan
pelayanan rumah sakit adalah bagaimana meningkatkan
mutu pelayanan klinik.Rumah sakit adalah lembaga yang
memberikan pelayanan klinik sehingga mutu klinik
merupakan indikator penting baik buruknya rumah
sakit.Yang jadi menjadi permasalahan utama dalam
pelayanan kesehatan adalah pada pembiayaan kesehatan,
sehingga dengan adanya Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional, dapat menghasilkan perubahan yang lebih baik
dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.Pelayanan dokter
di RS meliputi pelayanan oleh dokter spesialis dan dokter
umum, pola jam kerjanya juga berbeda.Sehingga
mempengaruhi karakter pelayanan pasien di rumah sakit
(Trisnantoro, 2005).Hal-hal penting yang perlu diperhatikan
dalam implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan,
membangun sistem pelayanan kesehatan yang lebih aman
dan mengaplikasikan patient safety (Kohn et al, 2000).
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah Jaminan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Jaminan kesehatan ini diselenggarakan dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah (Idris, 2014).

7
JKN lahir melalui paradigma bahwa kesehatan adalah
hak asasi setiap manusia sementara biaya kesehatan dinilai
mahal, terlebih bagi pasien tidak mampu. Di sisi lain
pemberi pelayanan kesehatan perlu diberi kompensasi atau
ada pembiayaan pelayanan kesehatan. Sehingga dengan
adanya BPJS diharapkan dapat mengatasi masalah
pembiayaan kesehatan. Istilah Paradigma juga meliputi
pengembangan teknologi informasi yang memberikan arah
dan panduan bagaimana seharusnya perusahaan
menggunakan teknologi informasi dalam berhubungan
dengan lingkungan bisnisnya. Paradigma yang berkembang
meliputi : 1. Paradigma customer value, 2. Paradigma
continuous improvement, 3. Paradigma cross-functional, 4.
Paradigma pemberdayaan karyawan (employee
empowerment), 5. Paradigma peluang ( Mulyadi, 2007).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS ) adalah
badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.BPJS Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan (Idris, 2014).
Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat
jaminan kesehatan. Selain itu, setiap peserta juga dapat
mengikutsertakan anggota keluarga lain yang menjadi
tanggungannya dengan penambahan iuran (Bastian,2008).
Tujuan akhir dari jaminan kesehatan adalah menjamin
pembiayaan kesehatan, memperbaiki pelayanan kesehatan
dan mendapatkan outcome klinis yang baik (Sar Adhikari,
2013).
Berbagai masalah dan kecenderungan pelayanan
kesehatan yang terjadi saat ini dipengaruhi berbagai faktor
yang saling berkaitan. Salah satu dari faktor tersebut adalah
cara memberikan penghargaan kepada dokter. Beberapa
masalah dan kecenderungan mendasar yang perlu ditinjau
dan dicarikan jalan keluar karena berkaitan dengan
8
kompensasi dokter, misalnya secara nasional pembayaran
masih didominasi sekitar 71%oleh pembayaran out of pocket
untuk setiap layanan yang diberikan kepada pasien, yang
dikenal sebagai fee for service. Kondisi ini mendorong
pemberian layanan yang sering tidak diperlukan,
menyebabkan pemborosan sumber daya dan menimbulkan
ketidakpastian biaya bagi pasien dan ketidakpastian
pendapatan bagi dokter ( Abidin, 2008).
Pada Bulan Maret 2012, Perhimpunan Dokter Umum
di Amerika Serikat membentuk Komisi Nasional untuk
reformasi pembiayaan dokter yang memaksimalkan hasil
klinis yang baik, bertambahnya kepuasan dan otonomi
pasien dan dokter, dan menyediakan pelayanan yang cost
effective. Pembentukan komisi ini didasari atas perlunya
perbaikan sistem pelayanan kesehatan di Amerika Serikat
dimana investasi masyarakat untuk kesehatan rendah,
sementara biaya pelayanan kesehatan tinggi. Komisi ini
dimulai dengan mengamati faktor-faktor yang
menyebabkan biaya pelayanan kesehatan di Amerika
Serikat tinggi. Terdapat kepercayaan bahwa rumah sakit
lebih mementingkan teknologi dan perawatan yang mahal
dibandingkan kepentingan pasien(Schroeder First, 2013).
Kekurangan yang paling utama dari asuransi
kesehatan di Amerika Serikat adalah pada sistemnya. Di
luar kota Massachusetts, yang baru-baru ini mengadakan
reformasi di bidang kesehatan, tidak satupun penduduk
usia kurang dari 65 tahun mendapat jaminan kesehatan.
Penyedia asuransi swasta berperan dalam pelayananan
kesehatan berkualitas tinggi yang diperlukan dan efisien.
Massachusetts telah lama dikenal sebagai pusat akademis
kedokteran, penelitian biomedis, perawatan kesehatan
berkualitas tinggi, dan disamping itu juga biaya perawatan
kesehatan yang tinggi (Weissman & Bigby, 2009).

9
Pelayanan kesehatan di Amerika Serikat mengalami 3
masalah utama : jutaan orang tidak memiliki asuransi, biaya
pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau dan kualitas
pelayanan yang tidak seharusnya. Institusi Affordable Care
Act (ACA) membuat solusi yaitu dengan membuat jaminan
kesehatan nasional (Wilensky, 2012). Sejak tahun 2010
institusi perlindungan pasien dan Affordable Care Act
(ACA) mengalami kendala. Institusi Affordable Care Act
(ACA) didirikan oleh obama dan partainya demokrat. Tetapi
ini melalui kongres tanpa voting partai republik sehingga
mengkritik obamacare di legislatif serta berusaha untuk
menarik dan meninjau kembali (Oberlander, 2012).
WHO membuat strategi global yang pertama tentang
sistem dan kebijakan kesehatan pada simposium global
kedua mengenai sistem kesehatan di Beijing. Strategi yang
digunakan adalah mengadakan penelitian pada negara-
negara yang sedang mengembangkan sistem kesehatannya
dan mengembangkan jaminan kesehatan nasional (Groves,
2012).
Berkaitan dengan JKN, institusi pelayanan kesehatan
hendaknya memperbaiki efisiensi dan keunggulan
kompetitif institusinya masing-masing dalam hubungannya
dengan keefektifan harga dan kualitas pelayanan kesehatan.
Alasan di belakang kemajuan ini adalah peningkatan
manajemen dari institusi pelayanan kesehatan dan
sistemnya, intensitas kompetisi di penyedia pelayanan
kesehatan (Utarini, 2011).
Di Amerika Serikat terdapat peristiwa penting
berkenaan dengan reformasi pembiayaan kesehatan yaitu
ketika pemerintah federal Washington DC giat
mensosialisasikan Jaminan Kesehatan Nasional dibawah
Affordable Care Act (ACA) pada tanggal 15 Januari.
Affordable Care Act menyediakan subsidi yang besar
kepada masyarakat. Tetapi politik dari reformasi
pembiayaan kesehatan ini mengalami pro dan kontra, 34
10
negara bagian menyatakan tidak ikut turut serta dalam
program jaminan kesehatan nasional (Abbe, Gluck, 2014).
Affordable Care Act juga giat memberi penyuluhan kepada
masyarakat tentang pentingnya asuransi kesehatan,
memberi investasi pada pelayanan kesehatan primer serta
memberi penyuluhan pencegahan penyakit (Rosenbaum,
2011).
Implementasi reformasi pelayanan kesehatan di
Carolina Utara mengalami kendala dan tidak berhasil
menjalankan program yang telah ditetapkan pemerintah.
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya
manusia, sosialisasi dan kemampuan koordinasi. Para
pendukung Obamacare harus berkompetisi dengan
kelompok anti obamacare dari partai republik (Oberlander
Pereira, 2013).
Bagi sebagian besar orang Amerika yang
mendapatkan asuransi kesehatan melalui majikan mereka,
hukum tidak akan mengubah itu, tapi itu akan membuat
mereka dalam cakupan lebih aman dan terjangkau. Hari ini,
105 juta orang telah melihat topi seumur hidup pada
cakupan mereka terangkat, sehingga pasien anda tidak lagi
menghadapi tragedi mendekati batas seumur hidup di
tengah-tengah putaran kemoterapi atau episode di ICU.
Sebagian besar pasien Anda Sekarang bisa mendapatkan
perawatan pencegahan tanpa membayar deductible dan
copays, peduli bahwa anda tahu menyelamatkan nyawa, dari
awal usus besar dan kanker payudara pemutaran tes
kardiovaskular dan suntikan flu. Karena Batasan baru pada
biaya overhead asuransi, 13 juta orang Amerika Punya lebih
dari 1 miliar dolar dalam rabat dan pada 2019, ekonom
percaya, premi keluarga akan menjadi sekitar 2.000 dolar
kurang (Obama, 2012).
Sebagai Pemimpin pemerintahan Obama memiliki
lebih dari beberapa bulan terakhir pelaksanaan ditunda dari
berbagai bagian dari undang-undang Perawatan
1
1
Terjangkau(ACA), lawan politik Presiden ini telah menuduh
bahwa keputusannya adalah "terang-terangan ilegal," bahwa
pemerintahannya bertindak"seolah-olah tidak terikat oleh
hukum, "dan bahwa keputusannya" meningkatkan
kekhawatiran serius tentang memahami bahwa, tidak
seperti raja Inggris Abad pertengahan, presiden Amerika
harus di bawah konstitusi kita, bukan kekuasaan diskresi
untuk berhati-hati bahwa hukum menjadi setia dieksekusi.
Memang, DPR telah mengesahkan, pada suara partai untuk
menegakkan hukum Undang-Undang, menciptakan
yurisdiksi pengadilan federal untuk memungkinkan
kongresuntuk menuntut dan memaksaPresidenuntuk
menegakkan persyaratan hukum federal (Stoltzfus , Lazarus,
2014).

Tabel 2.Faktor Sukses Organisasi Dalam Manajemen

Faktor Sukses Organisasi Faktor Sukses Organisasi


Dalam Manajemen Dalam Manajemen Modern
Tradisional
Ukuran (Size) Kecepatan (Speed)
Kejelasan Peran (Role Fleksibilitas Permanen
Clarity) (Permanent Flexibility)
Spesialisasi (Specialization) Keterpaduan (Integration)
Pengendali (Control) Inovasi (Innovation)

1. National Health Service


National Health Service(NHS) adalah nama
bersama tiga dari empat kesehatan yang didanai
publik di Inggris. Sistem yang didanai melalui pajak
umum berbeda dengan pembayaran asuransi, dan
didirikan pada tahun 1948.Mereka menyediakan berbagai
macam layanan kesehatan, sebagian besar diantaranya
gratis.Reformasi pelayanan kesehatan pertama kali
diperkenalkan oleh pemerintah Konservatif Margaret
12
Thatcher pada tahun 1991 sebagai pusat kontrol dari
NHS. Divisi ini dipisahkan pembayar monopoli yang
bertanggung jawab untuk komisaris NHS, dari rumah
sakit NHS yang sebelumnya telah didanai melalui block
grant tahunan dan kini diperlukan untuk bersaing untuk
bisnis (Roland, Rosen, 2011).
Beberapa bulan terakhir terdapat kritik yang paling
intens dan berkepanjangan dalam sejarah National
Health Service ( NHS ) di Inggris selama 65 tahun.
Beberapa kritikus telah menyarankan bahwa NHS
menghadapi krisis yang bisa diselesaikan hanya dengan
mengubah prinsip dasar yang didirikan berkaitan
dengan penyediaan dana dari pajak umum. Meskipun
kritik itu dipicu oleh laporan yang disusun pada bulan
Februari tentang kekurangan di salah satu rumah
sakit.Pada tahun 2010 terdapat suatu masalah dalam dua
kekuatan besar NHS yaitu sektor publik penghematan
keuangan dan reorganisasi administrasi. Sehingga
menciptakan gejolak saat ini (Black, 2013).
Dalam sejarahnya ketika hari-hari pertama
implementasi NHS, dokter umum di Britania mengalami
kesulitan. Tetapi dengan didirikannya Royal College of
General Practitioners di Tahun 1952. Pendekatan yang
menyeluruh dilakukan untuk meningkatkan disiplin,
dimana dilakukan edukasi dan pelatihan kepada para
dokter. Para dokter muda ditekankan akan pentingnya
hubungan dokter-pasien sebagai bagian dari terapi,
manajemen penyakit kronis dan metode pengembangan
komunikasi dengan pasien (Kerr , Scott, 2009). Ahli
pembiayaan kesehatan WHO Joe Kutzin sepakat bahwa
skema asuransi kesehatan dapat mempromosikan
kemajuan dalam pencapaian cakupan universal, seperti
subsidi pemerintah untuk memastikan bahwa
masyarakat miskin termasuk di dalamnya (WHO, 2013).

1
3
Seperti pemerintah Inggris Baru-baru ini,
pemerintah koalisi non konservatif Liberal Demokrat
Baru Melakukan perubahan struktural untuk National
Health Service(NHS) di Inggris. Perubahan tersebut
sedang membuat janji-janji kampanye meskipun oleh
Partai Konservatif Bahwa tidak akan mereorganisasi dan
meskipun satu dekade mantap meningkatkan pelayanan:
misalnya, menunggu untuk operasi elektif. Serta orang
yang diduga kanker sekarang dilihat oleh khusus dalam
waktu 2 minggu, dan tingkat kelangsungan hidup
diantara pasien yang dirawat di unit perawatan kritis
telah meningkat lebih dari 2% per tahun.(Black, 2010).
Pembayaran untuk kinerja program sedang
diadopsi secara internasional meskipun sedikit bukti
bahwa mereka meningkatkan hasil pasien.Pada tahun
2008, sebuah program yang disebut Memajukan Kualitas,
berdasarkan Rumah Sakit Kualitas Insentif Demonstrasi
di Amerika Serikat, diperkenalkan pada nama National
Health Service(NHS) rumah sakit di wilayah utara-barat
dari Inggris dengan penduduk sebanyak 6,8 juta (Sutton,
et al, 2012).

14
Tabel 3.Indikator Kinerja Kepala Instalasi Gawat Darurat

(www.kebijakan kesehatan indonesia.net)

B. Teori Tentang Kepuasan dan Persepsi


1. Definisi Kepuasan
Kepuasan adalah suatu keadaan kesenangan dan
kesejahteraan, disebabkan karena orang telah mencapai
suatu tujuan atau sasaran dan satu perasaan yang
menyertai seseorang setelah ia memusatkan satu
motif.Sementara persepsi adalah kesadaran intuitif
mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta
merta mengenai sesuatu.Kaitannya dengan profesi
dokter, tentunya kepuasan kerja dapat terwujud dengan
misalnya mengkomunikasikan transparansi keuangan
dengan baik, adanya pemimpin rumah sakit sebagai
komunikator yang baik dan dapat melakukan
pendekatan yang baik dengan para pekerjanya (Reed, et
al, 2015).

1
5
2. Konsep kepuasan
Kepuasan kerja adalah mediator untuk sumber
stres dan kesejahteraan fisik. Stres mempengaruhi
kesejahteraan fisik manajer melalui kepuasan.Kepuasan
berhubungan dengan sumber stres yang meliputi beban
kerja, penerimaan, serta keseimbangan antara hubungan
relasi dengan pekerjaan rumah. Kepuasan dalam
lingkungan kerja berhubungan dengan perasaan positif,
perasaan negatif dan sikap tentang pekerjaan.Kepuasan
kerja berhubungan dengan pemenuhan nilai kerja yang
penting dan merupakan penghargaan dari pekerjaan.
Kepuasan berhubungan dengan perasaan individu
terhadap lingkungan kerjanya(Wong, et al, 2010).

3. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Dan Cara


Mengukur Kepuasan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan
kerja adalah adanya persepsi awal terhadap suatu
pekerjaan dan apakah imbalan seseorang terhadap
pekerjaan itu ternyata sesuai dengan persepsi awalnya
tadi. Kecintaan seseorang terhadap pekerjaannya juga
mempengaruhi kepuasan, lalu nanti mempengaruhi
performa kerjanya. Kaitannya dengan kepuasan kerja
dokter, sikap pasien terhadap dokter berhubungan
dengan kepuasan kerja, juga perhatian manajer rumah
sakit terhadap dokter (Muchlas, 2008).

4. Cara Mengukur Kepuasan


Dalam menginterpretasikan dan mempersepsikan
apa yang dikerjakan orang lain, terkadang kita
diharuskan menempuh cara-cara singkat untuk menilai
orang lain. cara-cara tersebut antara lain (Muchlas, 2008):
a. Persepsi Selektif. Merupakan persepsi di mana orang-
orang menginterpretasikan secara selektif apa yang

16
mereka lihat berdasarkan kepentingan, latar belakang,
pengalaman dan sikap mereka.
b. Proyeksi. Kecenderungan untuk menghubungkan
karakteristik-karakteristik diri sendiri dengan
individu lain, dalam menilai orang lain kita
beranggapan bahwa mereka menyerupai atau mirip
dengan kita.
c. Stereotip. Ketika menilai seseorang berdasarkan
persepsi tentang kelompok dimana dia tergabung.
d. Efek Halo. Membuat sebuah gambaran umum tentang
seseorang individu berdasarkan sebuah karakteristik,
seperti kepandaian, keramahan, dll.

5. Hubungan antara SJSN dan Kepuasan dokter


Persepsi merupakan suatu proses bagaimana
seseorang menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan
pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian
menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan
gambaran yang berarti. Kaitannya dengan Sistem
Jaminan Sosial Nasional ada hal-hal yang mempengaruhi
persepsi dokter terhadap JKN, misalnya tentang
sosialisasi SJSN terhadap dokter, fasilitas rumah sakit,
obat-obatan, dan pembiayaan dokter di era JKN
(Muchlas, 2008).
Kepuasan kerja pada dasarnya mencerminkan
sejauh mana seorang individu menyukai
pekerjaannya.Didefinisikan Secara formal, kepuasan
kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan seseorang. Definisi ini berarti
kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Para peneliti
di Cornell University mengembangkan Deskriptif Index
Job (JDI) untuk menilai kepuasan seorang dengan
dimensi kerja berikut: pekerjaan, membayar, promosi,
rekan kerja, dan peneliti supervision.61 di University of
1
7
Minnesota menyimpulkan ada 20 dimensi yang berbeda
yang mendasari pekerjaan kepuasan. Meskipun peneliti
tidak memiliki konsensus tentang jumlah yang tepat dari
dimensi yang membentuk kepuasan kerja, mereka setuju
bahwa ia memiliki lima penyebab dominan. Kami
percaya bahwa pengetahuan tentang penyebab kepuasan
kerja dapat membantu manajer dalam mencoba untuk
meningkatkan sikap inikunci bekerja. Mari kita
memeriksa penyebab kepuasan kerja. (Kreitner, Kinicki,
2008).

18
Tabel 4.Hal-Hal Yang Berhubungan Dengan Kepuasan
Kerja

Variabel Arah Kekuatan


No
Kepuasan Hubungan Hubungan
1. Motivasi Positif Sedang

2. Kesulitan dalam Positif Sedang


pekerjaan
3. Komitmen Positif Sedang
organisasi
4. Perilaku Postif Sedang
Karyawan
5 ketidakhadiran Negatif Lemah

6. Keterlambatan Negatif Lemah

7. Pengetahuan Negatif Kuat


karyawan
8. Penggantian Negatif Sedang
karyawan
9. Penyakit Jantung Negatif Sedang

10. Stress yang Negatif Kuat


dirasakan

1
9
11. Voting Negatif Sedang
Masyarakat
12. Performa Positif Sedang
Pekerjaan
13. Kepuasan hidup Positif Sedang

14. Kesehatan Mental Positif Sedang

(Sumber : Kreitner, Kinicki, 2008)

20
BAB III
SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

A. Sistem Asuransi
Karena merupakan program baru, sehingga ketika
diterapkan di RS Bhineka Bakti Husada Para dokter
mengalami tanggapan yang beragam terhadap BPJS.
Sebelumnya penulis menanyakan terlebih dahulu kepada
para dokter IGD, pengetahuan masing-masing dokter
terhadap BPJS mendalam atau tidak. Karena idealnya,
pengetahuan dokter terhadap BPJS haruslah mendalam.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah Jaminan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Jaminan kesehatan ini diselenggarakan dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah (Idris, 2014).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS ) adalah
badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan (Idris, 2014)
“JKN adalah program pemerintah yang membantu
masyarakatnya dalam bidang kesehatan khususnya melalui
subsidi silang. Implementasinya sejauh ini baik hanya saja
ada beberapa sistem yang harus diperbaiki dan prosedur
diperjelas” (RespondenA).

2
1
”JKN adalah Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.Di
RS Bhineka Bakti Husada ini sudah melayani peserta JKN”
(Responden B).

”Saya tidak tahu banyak tentang implementasi JKN di


RS Bhineka bakti Husada …” (Responden C).

”Menurut saya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional


cukup baik”. (Responden D).

”BPJS dengan JKN-nya adalah berobat murah”.RS


BBH sebagai ppk 2, poli spesialis melayani rujukan ppk 1,
UGD dapat langsung melayani pasien gawat darurat tanpa
rujukan. (Responden E).

”Saya tidak tahu banyak tentang Sistem Jaminan


Kesehatan Nasional”. (Responden F).

B. Kepuasan Kerja
Pada dasarnya setiap dokter menginginkan agar
bekerja sesuai passionnya. Definisi kepuasan disini diartikan
oleh para dokter sebagai pendapatan. Penulis mengartikan
disini secara umum dalam menanyakan ke para
dokter.Untuk lebih tepatnya kepuasan dari segi apa, penulis

22
menanyakan ke faktor-faktor yang lebih detail yang terdapat
di halaman tesis berikutnya.
Kepuasan adalah suatu keadaan kesenangan dan
kesejahteraan, disebabkan karena orang telah mencapai
suatu tujuan atau sasaran dan satu perasaan yang menyertai
seseorang setelah ia memusatkan satu motif. Sementara
persepsi adalah kesadaran intuitif mengenai kebenaran
langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai
sesuatu.Kaitannya dengan profesi dokter, tentunya
kepuasan kerja dapat terwujud dengan misalnya
mengkomunikasikan transparansi keuangan dengan baik,
adanya pemimpin rumah sakit sebagai komunikator yang
baik dan dapat melakukan pendekatan yang baik dengan
para pekerjanya (Reed, et al. 2015).

”Kepuasan kerja itu disaat kita dalam menyelesaikan


tugas dengan baik. Cara menciptakan kepuasan kerja adalah
membangun hubungan baik dengan sesama rekan kerja baik
medis maupun non medis dan mempunyai komunikasi
dokter-pasien yang baik” (Responden A).

”Antara beban kerja dan pendapatan seimbang. Harus


ada keseimbangan, antara beban kerja dan pendapatan”
(Responden B).

“Kepuasan kerja adalah dimana jalinan kekeluargaan


di sesama tim medis tercipta serta gaji masuk akal dimana
manajemen harus transparan. Konsuler harus dapat
mengontrol emosi karena saya disini bekerja, bukan sebagai
mahasiswa. …” (Responden C).

”Kepuasan kerja adalah kondisi dimana pekerja


merasakan keseimbangan antara hak dan kewajibannya.
Diberikan gaji yang sesuai dengan tuntutan ekonomi, rata-
rata kebutuhan hidup, jangan di bawah itu. Dan ada

2
3
penghargaan berupa bonus terhadap prestasi-prestasi yang
sudah dicapai. ”.(Responden D).

”Kepuasan kerja adalah jika customer atau anak buah


atau mitra kerja atau atasan puas dengan apa yang saya
berikan dan harus dijalin terus komunikasi 2 arah terutama
terkait Standar Operasi Prosedur (SOP).” (Responden E).

”Kepuasan kerja bila hasil kerja kita dihargai secara


maksimal baik oleh pasien maupun instansi yang
mempekerjakan kita, caranya bisa dengan penghargaan
ataupun berupa bonus insentif menarik”. (Responden F).

C. Harapan Tentang Pekerjaan


Setiap dokter pada dasarnya sudah mengetahui
bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan sosial. Financial
sebetulnya bukan hal utama tujuan dokter bekerja. Karena
penelitian ini berfokus pada dokter umum, tetapi sebagai
filosofi bahwa kepuasan dokter spesialis digambarkan dari
kepuasan dokter umum terlebih dahulu. Apabila dokter
umum puas dianalogikan dokter spesialis akan puas, tetapi

24
apabila dokter umum di RS Bhineka Bakti Husada tidak
puas, dokter spesialis akan tidak puas.
Harapan tentang pekerjaan dipengaruhi oleh
kepuasan kerja, stress dan pemenuhan hasil kerja. Kepuasan
kerja adalah mediator untuk sumber stres dan
kesejahteraan fisik. Stres mempengaruhi kesejahteraan fisik
manajer melalui kepuasan.Kepuasan berhubungan dengan
sumber stres yang meliputi beban kerja, penerimaan, serta
keseimbangan antara hubungan relasi dengan pekerjaan
rumah.(Wong, et al. 2010).Kepuasan dalam lingkungan kerja
berhubungan dengan perasaan positif, perasaan negatif dan
sikap tentang pekerjaan. Kepuasan kerja berhubungan
dengan pemenuhan nilai kerja yang penting dan merupakan
penghargaan dari pekerjaan.Kepuasan berhubungan dengan
perasaan individu terhadap lingkungan kerjanya (Wong, et
al. 2010).

“ Saya harus menjalani pekerjaan yang sesuai dengan


kemampuan dan bidang pendidikan saya. Saat ini saya
merasakan pekerjaan saya belum nyaman secara
keseluruhan “ ( Responden A).

”Di RS Bhineka Bakti Husada ini sudah tercipta


suasana kerja yang nyaman”. ( Responden B ).

”Saya menginginkan pekerjaan yang lebih


manusiawi”.(Responden C).

”Pekerjaan yang gajinya tidak dibawah Upah


Minimum Regional (UMR). Yang sesuai dengan tuntutan
ekonomi “.(Responden D).

2
5
”Pekerjaan yang tidak membuat saya stress dan
tertekan. Di RS Bhineka Bakti Husada saya belum merasa
nyaman”.(Responden E).

”Kurang nyaman, karena tidak ada kejelasan dari


pihak pemerintah terhadap profesi dokter, hanya tuntutan
kerja lebih banyak tanpa diimbangi dengan fasilitas yang
memadai. (Responden F).

D. Kepuasan terhadap pendapatan


Terdapat anggapan di masyarakat bahwa biaya
berobat di rumah sakit itu mahal atau tarif dokter itu besar.
Yang perlu diketahui adalah, memang ada beberapa
tindakan dokter yang berbiaya mahal, tetapi tidak ada
dokter yang berniat mencelakakan pasiennya. Untuk
tatalaksana kasus di IGD, tentunya pembiayaan pelayanan
kesehatannya akan berhadapan dengan kasus-kasus kritis,
sehingga harus melaksanakan tindakan dahulu, baru
memikirkan pembiayaan. Itupun dengan waktu yang cepat
dan keakuratan yang tepat.

26
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan
kerja adalah adanya persepsi awal terhadap suatu pekerjaan
dan apakah imbalan seseorang terhadap pekerjaan itu
ternyata sesuai dengan persepsi awalnya tadi.Kecintaan
seseorang terhadap pekerjaannya juga mempengaruhi
kepuasan, lalu nanti mempengaruhi performa kerjanya.
Kaitannya dengan kepuasan kerja dokter, sikap pasien
terhadap dokter berhubungan dengan kepuasan kerja, juga
perhatian manajer rumah sakit terhadap dokter (Muchlas,
2008).
”Pola pembayaran INA CBG'S belum sesuai dengan
real di lapangan dan banyak hal yang tidak diperhitungkan
“ (Responden A).

”Pendapatan di RS Bhineka Bakti Husada ini sudah


sesuai. Tetapi paket pembayaran belum sesuai dengan cost
RS Swasta” (Responden B).

”Saya tidak mengerti dengan sistem pembayaran di


RS Bhineka Bakti Husada”. (Responden C).

“Pendapatan yang saya terima belum sesuai“.


(Responden D).

”Pendapatan tidak sesuai dan tidak mengetahui


tentang pola pembayaran INA CBG'S”. (Responden E).

“Pendapatan seharusnya disesuaikan dengan beban


kerja yang bertambah”. (Responden F).

2
7
E. Kepuasan Dokter Umum IGD terhadap Fasilitas
Fasilitas di rumah sakit mempunyai peran penting
dalam praktek medis. Meskipun sumber daya manusia
adalah yang paling utama, dokter yang berpraktek di rumah
sakit pasti sangat memerlukan fasilitas yang, terlebih lagi
dokter yang bertugas di IGD. Fasilitas rumah sakit yang
lengkap sangat diharapkan karena penatalaksanaan pasien
kasus kritis, sesudah penanganan awal, untuk selanjutnya
memerlukan peralatan dan fasilitas yang lengkap.
Saat ini pelayanan kesehatan mengalami perubahan,
yang meliputi perubahan dalam karakter pasien juga sistem
pelayanan kesehatan, sehingga penyedia pelayanan
kesehatan harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut,
terlebih saat ini adalah era Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional.Saat ini penyedia layanan primer telah meningkat,
sehingga frekuensi pelayanan kesehatan meningkat
juga.Tentunya pelayanan yang diberikan harus tetap
berkualitas, efisien dan bermutu.(Anell, 2015).

28
”Tipe RS ini sudah lengkap dan sesuai dengan tipe D,
tetapi belum sepenuhnya memadai” (Responden A).

“Fasilitas di RS Bhineka Bakti Husada sudah


memadai”.(Responden B).

“ Fasilitas di RS Bhineka Bakti Husada sudah cukup


baik”(Responden C).

“Kelengkapan fasilitas di RS Bhineka Bakti Husada


belum memadai“.(Responden D).

“Fasilitas di RS Bhineka Bakti Husada sudah cukup


baik”.(Responden E).

“Fasilitas kurang nyaman, terutama untuk dokter jaga


ruangan.Seharusnya punya ruangan sendiri tidak campur
dengan ICU karena tidak ada privasi.” (Responden F).

2
9
BAB IV
MANAJEMEN RUMAH SAKIT

A. Lingkungan sekitar rumah sakit


Yang dimaksud dengan lingkungan rumah sakit
dalam hal ini adalah lingkungan sosial, lingkungan fisik non
medis dan juga lingkungan fisik medis, yang meliputi
penatalaksanaan limbah rumah sakit. Lingkungan sosial
adalah bagaimana pihak fungsional juga pihak manajemen
rumah sakit membuka hubungan baik dengan warga
sekitar. Untuk masalah lingkungan fisik, hendaknya
dibicarakan dan dikoordinasikan dengan seluruh staf rumah
sakit, apakah mempergunakan sistem outsourcing atau tidak.
Yang harus diperhatikan juga dalam era BPJS ini
adalah dari sisi masyarakatnya.Sejauh mana pengetahuan
masyarakat tentang BPJS kesehatan, karena tidak semua
masyarakat memahami dunia asuransi, khususnya jaminan
sosial nasional.Adanya peran pemerintah sebagai penentu
kebijakan sangat diperlukan, karena program Jaminan
Kesehatan Nasional Ini pada dasarnya adalah program
pemerintah (Ubel, et al. 2015).
“Kurang tau, untuk hubungan dengan warga sekitar
selama ini, sarana transportasi baik, dan kondisi alam juga
mendukung.Sering sharing dan saling kerjasama (ada
sekolahan dan kampus), tidak ada salahnya menjalin
kerjasama supaya siswa atau mahasiswanya berobat ke
RS.”(Responden A).

“Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada harus sering


mengadakan seminar untuk awam”.(Responden B).

”Lokasi RS Bhineka Bakti Husada strategis. RS harus


sering memberi penyuluhan “ . (Responden C).

30
”Memberikan pelayanan yang baik, cepat,
bertanggung jawab kepada warga sekitar.Menjaga
lingkungan hidup tidak membuang limbah rumah sakit ke
sungai atau lingkungan sekitar.” (Responden D).

”Lingkungan sekitar rumah sakit sudah baik”.


(Responden E).

”Dengan lingkungan sekitar harusnya lebih baik lagi,


jangan pihak RS saja yang terjun ke lapangan. Seharusnya
pihak BPJS memberikan penjelasan kepada pesertanya apa
saja yang bisa diperiksa secara gratis mana yang tidak.
Jangan tutup mata saja diserahkan pada pihak RS atau
dokternya yang menerangkan seakan-akan dokter enggan
menolong peserta BPJS, padahal itu komitmen yang BPJS
berikan ke pihak RS. (Responden F).

B. Pendapat Tentang Manajemen


Manajemen rumah sakit harus memposisikan diri
tidak hanya sebagai pemimpin tapi juga komunikator yang
baik. Jangan sampai para dokter merasa diperlakukan tidak
adil oleh para staf pemimpin. Yang menjadi dilema adalah
ketika di RS Bhineka Bakti Husada terdapat dokter
konsultan yang lebih senior dibanding pihak manajemen
3
1
rumah sakitnya, sehingga dokter yang senior merasa tidak
mau diperintah. Untuk mengatasi persoalan ini pemimpin
rumah sakit harus melakukan pendekatan yang komprehensif
terhadap para klinisi.
Manajemen Rumah Sakit memegang penting dalam
karir dokter di rumah sakit.Kaitannya dengan profesi
dokter, tentunya kepuasan kerja dapat terwujud dengan
misalnya mengkomunikasikan transparansi keuangan
dengan baik, adanya pemimpin rumah sakit sebagai
komunikator yang baik dan dapat melakukan pendekatan
yang baik dengan para pekerjanya (Mukhlas, 2008).
”Kerja manajemen belum optimal, butuh banyak
perbaikan dan belum bagus”. (Responden A).

”Kinerja manajemen di RS Bhineka Bakti Husada ini


masih kurang” (Responden B).

”Manajemen masih kurang dan harus banyak


belajar”.(Responden C).

”Kinerja Manajemen RS Bhineka Bakti Husada cukup


baik. “.(Responden D).

”Manajemen RS Bhineka Bakti Husada masih plin


plan, sosialisasi belum baik”. (Responden E).

“ Manajemen seharusnya berperan aktif kepada


peserta BPJS maupun para dokter sehingga tidak merugikan
salah satu pihak. (Responden F).

32
C. Pendapat tentang perlindungan hukum
Pada dasarnya tidak ada profesi yang kebal hukum.
Perlindungan hukum disini maksudnya, dalam menjalankan
profesinya yaitu melakukan anamnesa, melakukan tindakan
dan memberi obat ke pasien tidak diartikan negatif. Karena
niat seorang dokter untuk memeriksa pasien adalah dengan
niat baik. Apabila seorang pasien tidak berhasil
diselamatkan nyawa-nya, bukanlah kesalahan dokter.
Dokter bukanlah Tuhan yang dapat memastikan sembuh,
tetapi hanya perantara yang melakukan penyembuhan.
Perkembangan dalam bidang hukum kesehatan hendaknya
diimbangi juga dengan pengetahuan dokter-dokter terhadap
aspek hukum kesehatan.
Perlindungan hukum adalah aspek yang selalu
diperhatikan oleh para dokter.Semua negara ingin
memenuhi kesehatan dan kebutuhan medis penduduknya,
dengan mempertimbangkan kemampuan diri sendiri atau
tanpa menguras sumber daya yang melayani kebutuhan
manusia yang penting lainnya.Dalam menghadapi
permasalahan di bidang ekonomi, politik, budaya,
lingkungan, epidemiologi dan kekuatan demografi, setiap
3
3
negara ingin memiliki sistem pelayanan kesehatan yang baik
dengan karakteristik dan kebutuhan penduduknya yang
spesifik (Morrissey, et al. 2015).
”Belum merasa aman, selama ini belum ada kejelasan
bagaimana posisi kita tentang perlindungan hukum di RS
BBH”. (Responden A).

”Saya belum merasa aman dalam bekerja”


(Responden B).

”Saya tidak mengetahui tentang perlindungan hukum


dokter”.(Responden C).

”Saya merasa aman secara hukum bekerja di RS


Bhineka Bakti Husada”. (Responden D).

”Perlindungan hukum tidak ada, ketar-ketir”.


(Responden E).

”Perlindungan hukum seharusnya lebih jelas,


misalkan peraturan yang dokter terapkan adalah peraturan
BPJS, bukan peraturan dokter sendiri. Jadi tidak ada lagi
pasien komplain karena dokter dianggap tidak manusiawi.
Tidak mungkin seorang dokter mau mencelakakan
pasiennya. Oleh karena itu pihak RS juga harus memberikan
penjelasan kepada pihak BPJS ataupun pesertanya.
(Responden F).

34
D. Rekan kerja medis dan non medis
Manusia adalah makhluk sosial. Begitu pula dengan
dokter. Performa dokter dokter di rumah sakit pasti
membutuhkan orang lain, baik internal maupun eksternal.
Koordinasi dokter di rumah sakit mempunyai peran
penting. Seringkali koordinasi dokter dipengaruhi oleh
permasalahan pribadi. Hal ini yang harus dihindari. Dokter
di IGD karena selalu berkutat dengan kasus-kasus kritis,
harus dapat menjalin koordinasi yang baik dengan para
stafnya. Harus dapat tegas, tangkas dan tepat dalam
memberi instruksi, tanpa menyinggung perasaan rekan
kerja yang diberi instruksi.
Kepuasan dalam lingkungan kerja berhubungan
dengan perasaan positif, perasaan negatif dan sikap tentang
pekerjaan.Kepuasan kerja berhubungan dengan pemenuhan
nilai kerja yang penting dan merupakan penghargaan dari
pekerjaan. Kepuasan berhubungan dengan perasaan
individu terhadap lingkungan kerjanya (Wong, et al. 2010).
”Sangat penting, harus lebih ditingkatkan karena saat
ini banyak tidak satu kata antara medis dan non medis
tentang pelayanan pasien JKN. (Responden A).

3
5
”Hubungan dengan rekan sekerja disini
baik”.(Responden B).

”Sangat perlu terciptanya hubungan kerja yang baik


dengan rekan medis maupun non medis”. ( Responden C).

”Penting sekali tercipta hubungan yang baik dengan


rekan sekerja. (Responden D).

”Rekan kerja disini komunikatif, tetapi ditambah


dengan adanya JKN kadang-kadang ada kendala”.
(Responden E).

”Hubungan dengan rekan kerja harus lebih baik lagi,


terutama dokter spesialis terhadap dokter umum.Harus
lebih manusiawi, tidak menginjak-injak profesi dokter
umum. Harus ada rasa saling menghargai (Responden F).

E. Yang diharapkan tentang pengembangan karir


Permasalahan pengembangan karir sebenarnya tidak
berhubungan langsung dengan Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional (SJKN). Sebelum adanya implementasi JKN, karir
tidaklah menjadi hal yang banyak dibicarakan di rumah
sakit. Tetapi beberapa dokter memikirkannya.Sehingga
penulis membuat hal ini berhubungan. Pada dasarnya

36
terlepas dari adanya BPJS, masalah pengembangan karir
tidak banyak dibicarakan,tetapi menjadi bagian yang tidak
bisa dipisahkan dalam pembicaraan mengenai karir dokter.
Pengembangan karir termasuk aspek yang penting
dalam profesi dokter.Pada negara-negara maju lebih
menekankan pada peran dokter, perawat, dan profesional
kesehatan lainnya, rumah sakit dan klinik, dan beberapa
cara untuk membayar baik untuk layanan klinis dan obat-
obatan, peralatan medis, dan intervensi lainnya. Solusi yang
berguna dan tepat untuk menghemat biaya mungkin
kadang-kadang datang dari negara berpenghasilan rendah
yang harus berinovasi dengan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.Pembuat kebijakan kesehatan
nasional harus melakukan pendekatan budaya dan politik
untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang paripurna
(Morrissey, et al. 2015).
“Harapannya bisa diberikan kemudahan bila
mengikuti seminar atau sejenisnya dan ada beasiswa ppds.
Selama ini tidak ada pengembangan karir di rumah sakit
Bhineka Bakti Husada, berhenti di tempat”.(Responden A).

”Harapan saya tentang pekerjaan ada jenjang karir,


naik jabatan, naik gaji. Di RS Bhineka Bakti Husada ini
belum ada jenjang karir” (Responden B).

”Agar ada penanjakan karir, gaji tidak naik, banyak


dipotong” (Responden C).

”Diberikan kesempatan dokter part timer untuk


menjadi dokter tetap dengan gaji yang sesuai standar dan
pekerjaannya.Pengembangan karir di RS Bhineka Bakti
Husada kurang”(Responden D).

”Di RS Bhineka bakti Husada tidak ada


pengembangan karir”. (Responden E).

3
7
“Karir di RS Bhineka bakti Husada harus jelas,
terutama untuk kontrak sebagai dokter jaga.Seharusnya
lebih transparan terhadap pendapatan dokter-dokter, dan
harus lebih cermat apabila dokter bersangkutan tidak dapat
hadir, harus segera mencari pengganti dokter.Kelebihan
Beban kerja harus dihitung.(Responden F).

38
BAB V
MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT

A. Performa Profesi
Ditinjau dari teori tentang perilaku organisasi terdapat
hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu
motivasi, kesulitan dalam pekerjaan, komitmen organisasi,
perilaku karyawan, ketidakhadiran, keterlambatan,
pengetahuan karyawan, penggantian karyawan, penyakit
jantung, stres yang dirasakan, voting masyarakat, performa
pekerjaan, kepuasan hidup dan kesehatan mental.
Kaitannya dengan profesi dokter, tentunya stress yang
dirasakan dapat diakibatkan adanya rasa tidak aman
terhadap profesi medis dari segi perlindungan dari resiko
medis dan salah satu solusinya adalah memperkuat
prasarana hukum di rumah sakit.Solusi lainnya adalah
mensosialisasikan asuransi profesi kepada para dokter jaga
IGD. Untuk persoalan jenjang karir, tentunya perlu
dilakukan komunikasi yang intensif dan efektif kepada para
dokter IGD, karena sesuai dengan teori perilaku organisasi
komitmen dalam organisasi dan pengetahuan para dokter
terhadap konsep kerja mempengaruhi kepuasan dokter
terhadap pengembangan karir di rumah sakit (Kreitner,
Kinicki,2008).
Hal lain yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen
rumah sakit adalah melakukan sosialisasi terkait Sistem
Jaminan Sosial Nasional khususnya dalam aspek
perlindungan hukum dan jenjang karir dokter. Berdasarkan
teori tentang perilaku organisasi bahwa pengetahuan
dokter, dalam hal ini tingkat pemahaman dokter terhadap
BPJS, sangat mempengaruhi persepsi dokter terhadap JKN
sehingga mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner,
Kinicki,2008).

3
9
Ditinjau dari teori tentang kepuasan kerja, terdapat
beberapa cara mengukur kepuasan. Hal-hal yang
mempengaruhi adalah persepsi selektif, proyeksi,stereotip
dan efek halo. Kaitannya dengan JKN, maka untuk
mengatasi persoalan dalam bidang perlindungan hukum
dan ketidakpuasan jenjang karir maka perlu dikaji dari
aspek kepribadian dokter yang bersangkutan.Pihak
manajemen rumah sakit harus melakukan pendekatan
kepada para dokter, sesuai dengan karakteristik dan
kepribadian masing-masing (Muchlas, 2008).

B. Pelayanan Kesehatan
Anatomi pelayanan klinis Rumah Sakit Bhineka Bakti
Husada terdiri dari ruang IGD, poli umum, poli spesialis,
ruang rawat inap, ruang bersalin (VK), ruang high care dan
ICU. Permasalahan yang terjadi di setiap ruangan meliputi
kasus medis darurat dan tidak darurat, biaya pelayanan
kesehatan, sejauh mana komunikasi efektif pihak rumah
sakit dengan pasien dan keluarganya dan sejauh mana
kepuasan pasien terhadap hasil pengobatan. Hal-hal penting
yang mempengaruhi pelayanan medis adalah proses tata
laksana kasus kritis di suatu RS, kompetensi petugas medis,
cara pembayaran pasien dari sisi kemampuan. Hal-hal
penting yang mempengaruhi proses bisnis di rumah sakit
adalah Visi dan Misi RS, sebaliknya pandangan positif
pasien terhadap pelayanan kesehatan dapat juga
berpengaruh dan sejauh mana pengetahuan pasien terhadap
pembiayaan pelayanan kesehatan. Kaitannya dengan JKN,
pelayanan di RS tentunya harus memperhatikan tujuh
standar untuk 16 jenis pelayanan RS yang di akreditasi
KARS yaitu : aspek falsafah dan tujuan, administrasi dan
manajemen, staf dan kepemimpinan, fasilitas dan peralatan,
kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program
pendidikan, evaluasi dan pengendalian mutu (Koentjoro T,
2011).
40
Dalam menganalisa kepuasan kerja dokter di era JKN,
tidak lepas dari sejarah pelayanan kesehatan di
Indonesia.Misalnya terdapat pemahaman bahwa bekerja di
RS pemerintah adalah pengabdian, sementara bekerja di RS
Swasta adalah bisnis untuk mencari profit .Sementara BPJS
di implementasikan di RS Swasta maupun di RS
pemerintah.Hal yang penting disini adalah pengetahuan
dokter terhadap BPJS mendalam atau tidak. Idealnya
apabila pengetahuan dokter terhadap dokter BPJS
mendalam, dokter akan berpikir positif terhadap BPJS.
Karena BPJS diadakan,seharusnya membawa manfaat yang
lebih dalam pelayanan kesehatan di Indonesia dibanding
sebelumnya. Selain bermanfaat untuk masalah kesehatan
masyarakat, adanya BPJS justru didesain agar lebih
meningkatkan kesejahteraan dokter (Trisnantoro, 2005).
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kepuasan
kerja dalam suatu organisasi yang dalam hal ini adalah
instansi rumah sakit yaitu melalui penghargaan. Terdapat
jenis-jenis Penghargaan. Yaitu penghargaan positif dan
penghargaan negatif. Yang termasuk penghargaan positif :
otonomi, kekuasaan, kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan, kenaikan gaji/upah,
bonus, opsi saham, sanjungan, pengakuan, kenaikan
pangkat, gelar/sebutan, pemberian tugas penting,
pemberian ruang kantor, tempat parkir khusus,
keanggotaan di klub eksekutif, jaminan pekerjaan,
penghargaan berupa barang, perjalanan wisata, partisipasi
dalam program pengembangan eksekutif, time off. Yang
termasuk penghargaan negatif : campur tangan dari atasan,
kehilangan pekerjaan, kenaikan gaji nol, penugasan
pekerjaan tidak penting, tidak dinaikkan pangkatnya,
demosi, dipermalukan secara umum, hukuman umum atau
hukuman pribadi (Mulyadi, 2007).

4
1
BAB VI
PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa bahwa faktor


paling besar yang menyebabkan ketidakpuasan dokter IGD di
RS Bhineka Bakti Husada terdapat di faktor perlindungan
hukum dan pengembangan karir, persentasenya yaitu 92%.
Tidak ada perbedaan persepsi baik dari yang paham maupun
yang tidak paham.Dirasakan persepsi dokter terhadap JKN
menjadi negatif bukan hanya persoalan JKN yang dirasakan
memberatkan namun juga karena masalah-masalah manajemen
Rumah Sakit yang dialami oleh setiap dokter.
Setelah dilakukan peninjauan dari teori tentang kepuasan
kerja, bahwa kepuasan kerja beberapa yang mempengaruhinya
dari aspek rasa aman dan jenjang karir.Pihak manajemen RS
yang harus mengkomunikasikan 2 hal ini kepada para dokter
IGD. Memperkuat prasarana hukum di rumah sakit.
Mensosialisasikan asuransi profesi kepada para dokter jaga
IGD. Terdapat juga peninjauan dari teori perilaku organisasi,
bahwa manajemen rumah sakit memegang peranan penting
dalam karir dokter di rumah sakit.Kaitannya dengan profesi
dokter kepuasan kerja diharapkan dapat meningkat seiring
dengan peningkatan ilmu dokter. Dilakukan pengadaan
workshop dan seminar dalam bidang medis dan hukum.
Sosialisasi perlu dilaksanakan untuk menyamakan
persepsi tentang penyelenggaraan Jaminan Sosial di Indonesia
sesuai amanat UU BPJS. Jaminan Sosial dalam UU SJSN tahun
2004 adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar
setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial berkeadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Persepsi ini diharapkan terserap
oleh seluruh stakeholder di Indonesia, termasuk di pemerintah
daerah.

42
Sosialisasi terhadap implementasi UU BPJS diharapkan
mampu menciptakan sinkronisasi program antara pusat dan
daerah, demi meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan program jaminan sosial.Hal ini mengingat,
cukup banyak pemda yang menjalankan program jaminan
sosial bagi masyarakat di daerahnya, baik dikelola sendiri
maupun oleh pihak ketiga.Pada bidang kesehatan, cukup
banyak pemda yang bekerjasama dengan PT Askes (Persero)
dalam Program Kesehatan Jaminan Masyarakat Umum
(PJKMU).

4
3
Yang
Kesesuaian Perlindungan Rekan kerja
Pengetahuan Fasilitas Pendapat diharapkan
Kepuasan Harapan upaya Lingkungan hukum medis
Responden Tentang rumah tentang tentang
Kerja Pekerjaan dengan sekitar RS terhadap dan
SJKN sakit manajemen pengembangan
pendapatan pekerjaan non medis
karir
Paham Tidak
+ - + - + - + - + - + - + - + - + -
BPJS Paham
BPJS

1.Dr.A √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2.Dr.B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3.Dr.C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4.Dr.D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5.Dr.E √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6.Dr.F √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7.Dr.G √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

8.Dr.H √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9.Dr.I √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
10. Dr.J √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11. Dr.K √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

44
12. Dr.L √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Total 33 % 67% 33% 67% 33% 67% 58% 48% 42% 58% 50% 50% 30% 70% 8% 92% 50% 50% 8% 92%

Tabulasi Wawancara

43
General Practice

The way general practices are contracted and funded is complex and
very different from other parts of the health and care system. This
explainer sets out how general practices are contracted and paid in
England, looking at the services they are contracted to deliver,
and the different streams of funding they receive.

What are general practices?


General practices are the small to medium-sized businesses
whose services are contracted by NHS commissioners to provide
generalist medical services in a geographical or population area.
While some general practices are operated by an individual GP, most
general practices in England are run by a GP partnership. This
involves two or more GPs, sometimes with nurses, practice managers
and others (as long as at least one partner is a GP), working together
as business partners, pooling resources, such as buildings and staff,
and together owning a stake in the practice business. GP partners are
jointly responsible for meeting the requirements set out in the
contract for their practice and share the income it provides.

Salaried GPs
Some GPs work as salaried employees of a practice without
owning a share in the overall business (so they are not GP partners).
The British Medical Association (BMA) has a model salaried
employment contract for these staff and practices with a General
Medical Services (GMS) contract are required to offer this contract or
an equal alternative to salaried GPs.

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22


11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 2 of 8
Who commissions general practice?
Responsibility for commissioning primary care services, including
general practice, sits
45
formally with NHS England. However, over time clinical
commissioning groups (CCGs) have increasingly taken on full or
partial delegation of these commissioning powers for primary care
(https://www.england.nhs.uk/commissioning/pc-co-comms/).This
nowmeansmostCCGs
(https://www.england.nhs.uk/commissioning/pc-co-comms/ccgs-
arrangements/) have at least some responsibility for commissioning
general practice in their local area, while keeping
to national guidelines to ensure consistency.

What types of GP contracts are there?

Every individual or partnership of GPs must hold an NHS GP


contract to run an NHS-commissioned general practice. These set out
mandatory requirements and services for all general practices, as well
making provisions for several types of other services that practices
may also provide, if they so choose. There are three1 different types
of GP contract arrangements used by NHS commissioners in England
– General Medical Services (GMS), Personal Medical Services (PMS)
and Alternative Provider Medical Services (APMS).

The GMS contract is the national standard GP contract. In 2018/19,


around 70 per cent

(https://digital.nhs.uk/data-and-
information/publications/statistical/nhs-payments-to-general
practice/england-2018-19) of GP practices operated under it2. This
contract is negotiated nationally every year between NHS England
and the General Practice Committee of the BMA, the trade union
representative of GPs in England. It is then used by either NHS
England and/or CCGs (depending on delegated powers) to contract
local general practices in an area. The PMS contract is another form of
core contract but unlike the GMS contract, is negotiated and agreed
locally by CCGs or NHS England with a general practice or practices.
This contract offers commissioners an alternative route with more
flexibility to tailor requirements to local need while also keeping
within national guidelines and legislation. The PMS contract is being
46
phased out, but in 2018/19, 26 per cent of practices held one.

The APMS contract offers greater flexibility than the other two
contract types. The APMS framework allows contracts with
organisations (such as private companies or third sector providers)
other than general practitioners/partnerships of GPs to provide
primary care

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 3 of 8 services. APMS contracts can also be
used to commission other types of primary care service, beyond that
of ‘core’ general practice. For example, a social enterprise could be
contracted to provide primary health care to people who are
homeless or asylum seekers. In 2018/19, 2 per cent of practices held
this type of contract.

All types of contract are managed by the NHS commissioner (either


NHS England or CCGs). Where contracts are negotiated locally, Local
Medical Committees (https://www.bma.org.uk/what-we-do/local-
medical-committees) representing GPs may advise or participate in
discussions alongside regional BMA representation.

1.AnewIntegratedCareProvider(ICP)contract
(/publications/integrated-care-systems-explained) has recently been
made available to allow for greater integration of services. This can
offer and additional contracting route
(https://www.england.nhs.uk/publication/gp-participation-in-an-
integrated-care-provider/) for general practice but there has been no
uptake so far.

2. Figures do not add up to 100 per cent because in 2018/19 101


practices were listed with an unknown
contract type.

47
What’s in a GP contract?

The core parts of a general practice contract: agree the


geographical or population area the practice will cover require the
practice to maintain a list of patients for the area and sets out who
this list covers and under what circumstances a patient might be
removed from it establish the essential medical services a general
practice must provide to its patients set standards for premises and
workforce and requirements for inspection and oversight set out
expectations for public and patient involvement outline key policies
including indemnity, complaints, liability, insurance, clinical
governance and termination of the contract.

In addition to these core arrangements, a general practice


contract also contains a number of optional agreements for services
that a practice might enter into, usually in return for additional
payment. These include the nationally negotiated Directed Enhanced
Services (DES) that all commissioners of general practice must offer

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 4 of 8
(https://www.gov.uk/government/publications/gp-contract-
directions-2019-to-2020) to their practices

in their contract and the locally negotiated and set Local Enhanced
Services (LES) thatvary by area.

What services can practices be contracted to provide?

General practices are contracted to perform broadly five types of


service for the NHS, although some are optional.

1. Essential services are mandatory for a practice to deliver to


registered patients and temporary residents in its practice area. They
include the identification and management of illnesses, providing
48
health advice and referral to other services. GPs are required to
provide their essential services during core hours, which are 8.00am–
6.30pm Monday to Friday, excluding bank holidays.

2. Out-of-hours services are those provided outside core working


hours. A practice is assumed to provide these by default but can opt
out. Where a practice opts out, as most practices do, commissioners
have the responsibility for contracting a replacement service to cover
the general practice area population.

3. Additional services include specific other clinical services that a


practice is assumed to provide but can opt out of, for example, minor
surgery.

4. Enhanced services are nationally agreed services that holders of


almost all GP contracts (GMS/PMS/APMS) can also provide if they
choose to opt in. Services specified for 2020/21 include some
vaccination programmes and a health check scheme for people with
learning disabilities. Primary care networks (PCNs) (see box below)
have also been established via an enhanced service agreement.

5. Locally commissioned services are locally set services that practices


can also opt in to. Unlike other GP services, these might also be
commissioned by non-NHS organisations such as local authority
public health departments. Examples include services for people who
are sleeping rough or mental health support programmes. Primary
care networks (PCNs) Almost all general practices in England are
part of a PCN, a small group of practices usually within the same
geographical area that work together under the
PCN DES contract to gain some of the benefits of working at scale
and access to additional funding.

How does the money flow?

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
49
contracts-explained Page 5 of 8

The funding a general practice receives depends on a complex mix of


different income streams. Much of a practice’s income comes from its
core contract agreements – meeting mandatory requirements,
running essential services and operating additional and out-of-hours
services where they have been agreed. This is known as the global
sum payment.

However, a sizeable amount of a typical practice’s income


comes from other NHS sources such as the Quality and Outcomes
Framework scheme (see below) or payments for providing enhanced
services. Practices may also top up their NHS funding with fees for
limited private services, such as sick certifications and travel
prescribing. Most practice income is paid to the general practice
rather than individual GPs.

Global sum payments

About half the money a practice receives is from the global


sum payment – money for delivering the core parts of its contract.
This includes payment for out-of-hours and additional services; if a
practice opts out of these, percentage deductions are applied to
the global sum payment to account for this. Global sum payments are
based on an estimate of a practice’s patient workload and certain
unavoidable costs

(https://www.bma.org.uk/advice-and-support/gp-practices/funding-
and-contracts/global-sum- allocation-formula) (eg, the additional
costs of serving a rural or remote area or the effect of geography on
staff markets and pay), not on the actual recorded delivery of
services. The global sum payment for each practice is based on a
weighted sum for every patient on the practice list. The Carr-Hill
formula is used to apply these weightings, which account for factors
such as age and gender. The global sum amount is reviewed
quarterly to account for changes to the practice’s patient population.

50
Figure 1 summarises how the global sum payment to a practice is
calculated.

Figure 1 Calculating a practice’s global sum payment

GP contracts explainer figure 1

Quality and Outcomes Framework payments

The Quality and Outcomes Framework accounts for around 10 per


cent of a practice’s income. The Quality and Outcomes Framework is
a voluntary programme that practices can opt in to in order to receive
payments based on good performance against a number

of indicators. In 2018/19 more than 95 per cent


(https://digital.nhs.uk/data-and-
information/publications/statistical/quality-and-outcomes-
framework-achievement-prevalence-and-

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 6 of 8

exceptions-data/2018-19-pas) of practices took part. The framework


covers a range of clinical areas, for example, management of
hypertension or asthma; prescribing safety; or ill health prevention
activity. Each area has a range of indicators that equate to a number
of Quality and Outcomes Framework points.

Example indicator
Example indicator from The Quality and Outcomes Framework
2019/20RA002 – The percentage of patients with rheumatoid arthritis,
on the register,who have had a face-to-face review in the preceding
12 months.

Achievement threshold 40–90 per cent. Points: 5If 40 per cent


51
of patients with rheumatoid arthritis have had a face-to-face
reviewwith a health professional, the practice will receive 1 point. If
90 per cent of thesepatients have had a face-to-face review, the
practice receives 5 points. Points areawarded proportionately for
percentages between these boundaries. At the end of the financial
year, the practice receives an amount of money, based onpoints
achieved in the Quality and Outcomes Framework.

Premises payment

If a practice is leasing its premises, rent is generally


reimbursed in full in arrears. If a partnership owns its premises, it is
mortgage payments that are reimbursed, although most practice
premises are leased. Some practices sub-let rooms to other providers
(for example community health services providers) but there are
rules on what a practice can use its building for, which affect
reimbursement. Primary care organisation (PCO)-administered
payments PCO-administered payments refers to payments by the
local ‘primary care organisation’, ie, the CCG or NHS England
depending on delegation of powers. Payments in this category
include, for example, locum allowances and appraisal costs.

What do GPs spend their money on?


GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 7 of 8
Source: GP income streams based
on NHS payments recorded in NHS payments to general practice –

England, 2018/19 (https://digital.nhs.uk/data-and-


information/publications/statistical/nhs-payments-to-general-
practice/england-2018-19)

Paying its workforce – including salaried GPs, nurses, health care


assistants andadministrative staff – accounts for the majority of a
practice’s costs. These staff are
52
usually employed directly by the GP practice and not by the NHS
and so are not subject

to Agenda for Change arrangements


(https://www.nhsemployers.org/pay-pensions-and-
reward/agenda-for-change/how-agenda-for-change-works) .

Partners pay themselves from the money that remains after other
expenditure has been accounted for. Part of this personal income is
used to pay their pension contributions, tax, indemnity, General
Medical Council and other subscriptions. Partners may also decide to
reinvest some of the remaining income into the practice. It is
important to note that partners in GP practices are also personally
liable for any losses made by the practice.

What does it all mean?

GP partners are not just clinicians but also small business


owners and employers. Thiscomes with a number of challenges, for
example, the need to manage and optimise complicated income
streams and personal liability for financial risks. It also means
partners have a strong vested interest in maintaining and developing
their practice.

Historically, the major levers for setting national or local


priorities and implementing service improvements across general
practice have been contractual, for example, the Quality and
Outcomes Framework, rather than based on national guidance. This
is still the case, although rapid transformation in the services GPs are
providing in response to Covid-19 is challenging this assumption.

If local health systems are to achieve their full potential, a shared


understanding of thedifferences between funding and contracting
models for the different parts of that systemwill be important if
partners are going to work effectively together.
Related content
General practice: our position
53
()
Health and care explained (February 2021) virtual conference

GP funding and contracts explained | The King's Fund 11/03/22 11.02

https://www.kingsfund.org.uk/publications/gp-funding-and-
contracts-explained Page 8 of 8
22 - 25 February 2021 - Virtual conference
(/events/health-and-care-explained-february-2021)

The 2020/21 update to the GP contract explained NHS


England and the British Medical Association’s general practice
committee have negotiated an update to the five-year GP contract
framework published in January 2019. This explainer outlines the
changes and explains what they mean for the future of general
practice.

By Beccy Baird et al - 19 November 2020


(/publications/202021-update-gp-contract-explained)

How has general practice responded to the Covid-19 (coronavirus)


outbreak?

General practice has seen an incredible transformation in the


space of just a few weeks, in response to the Covid-19 (coronavirus)
outbreak. Beccy Baird reflects on the pace and scale of change, and
whether the innovations are here to stay.

By Beccy Baird - 8 April 2020


(/blog/2020/04/covid-19-general-practice)

24 December 2021
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING |
Page 1
2022/23 operational planning guidanceOn Friday 24 December, NHS
54
England and NHS Improvement (NHSE/I) published the 2022/23
operational planning guidance. The priorities included in the
document set out the task for the next financial year as the provider
sector works to restore services, reduce the care backlog, and expand
capacity. This briefing highlights the key takeaways from the
guidance.

Key points
• NHSE/I have acknowledged that the immediate operational focus
for trusts should be on delivering on the objectives set out in the
recent letter, ‘Preparing the NHS for the potential impact of the
Omicron variant’. The planning timetable and submission deadlines
will therefore be extended to the end of April 2022 and draft plans
will be due in mid-March.
• The detailed annexes on revenue and capital allocations have not
yet been published. However senior leaders in NHSE/I hope to share
more of the detail likely to be included in those ahead of its
publication, through their finance networks.
• Given the uncertain timeframe for the passage of the Health and
Care Bill, the move to placing integrated care systems (ICSs) on a
statutory footing will be pushed back to 1 July 2022.
• The priorities set out in the planning guidance are based on
COVID-19 activity and disruption returning to early summer 2021
levels.
• Systems are being asked to deliver on the following ten priorities:
A. Investing in the workforce and strengthening a compassionate and
inclusive culture
B. Delivering the NHS COVID-19 vaccination programme
C. Tackling the elective backlog
D. Improving the responsiveness of urgent and emergency care and
community care
E. Improving timely access to primary care
F. Improving mental health services and services for people with a
learning disability and/or autistic people
G.Developing approach to population health management, prevent
55
ill-health, and address health inequalities
H.Exploiting the potential of digital technologies
I . Moving back to and beyond pre-pandemic
levels of productivity
J. Establishing ICBs and enablin collaborative system working
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING |
Page 2
Summary of planning guidance Workforce The guidance is clear
about the need to prioritise support for the NHS workforce, given
theirexperience during the pandemic so far, and the efforts which are
now being asked of them.
Section A
lists the priorities for workforce management
in 2022/23:

Look after our people by delivering the People Plan 2020/21, with
particular focus on flexible working, career conversations, and
supporting staff to understand pension options. Root causes of
sickness absence should also be addressed, while supporting staff to
access the ongoingvaccination programme, health and wellbeing
support, and to rest.
• Improve belonging in the NHS by delivering the six high impact
actions to overhaul recruitment and promotion practices and
implementing plans to promote equality.
• Work differently by increasing new roles (e.g. anaesthetic
associates), delivering care closer to home, e-job planning and e-
rostering, and use of volunteers.
• Grow for the future with international recruitment of nurses and
midwives, more collaborative staff banks (leading to less reliance on
agency staff), protected time for supervisors to maintain doctors’
education and training, and expanding clinical placement capacity for
students. Support for these actions will come from Health Education
England (HEE) and NHSE/I, focussing on:
• International nurse recruitment programme- eligibility will be
expanded to include allied health professionals, but there is no clarity
56
in the guidance on whether social care nurses can access this funding.
• Health care support workers
• Mental health hubs, with enhanced health and wellbeing offers for
staff
• GP recruitment and retention
• Creating multi-disciplinary teams,particularly through delivery of
the Additional Roles Reimbursement Scheme (ARRS) in Primary Care
Networks (PCNs). Notably, there is no mention of this scheme taking
staffing pressures across the system into account (for example, to
manage the risk of creating additional vacancies across the paramedic
workforce within ambulance trusts).Vaccines The guidance details the
ask of the NHS to offer every eligible adult over the age of 18 a
booster vaccination by 31 December 2021, and the ongoing
prioritisation of the vaccination programme for the year ahead.
Systems are therefore asked to maintain infrastructure to enable the
service to respond to need in the vaccination programme as it arises.

NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING |Page 3

The guidance notes the rollout of new COVID-19 treatments, initially


for highest-risk patients, and the launch of a new study into the
efficacy of antivirals. Updates on antiviral access are expected in
spring.For post-COVID services, the guidance asks systems to
increase the number of patients seen withinsix weeks and reduce the
number of those waiting longer than 15 weeks. This will be supported
by £90 million in 2022/23, which is particularly welcome for
community providers, which have been at the forefront of delivering
long COVID care. There are, however, concerns in the sector about
workforce capacity required to deliver these services within a fixed
term funding structure. Elective recovery, cancer waiting times and
maternity services. Maximise elective activity and reduce long waits
Systems must establish delivery plans across elective inpatient,
outpatient and diagnostic services for 2022/23, outlining how they
will meet the ambitions for elective recovery, including for systems to
deliver over 10% more elective activity than before the pandemic and
to reduce long waits. These plans should set out how disruptions will
57
be minimised, clarify the use of local independent sector capacity, and
show how systems will utilise additional capital and revenue funding
and maximise productivity opportunities.
Systems should eliminate waits of over 104 weeks as a
priority and maintain this position through 2022/23 (except where
patients choose to wait longer), reduce waits of over 78 weeks, and
reduce outpatient follow-ups by a minimum of 25% against 2019/20
activity levels by March 2023 (and going further where possible). The
guidance also outlines plans to reduce outpatient follow-ups and to
promote more personalised approaches to care As part of the
additional revenue funding (over £8bn) for elective recovery
announced in September, £2.3 billion will be allocated to systems and
tied to the delivery of the elective activity target. Systems must also
show how their capital proposals will deliver an increase in elective
activity to access the £1.5 billion capital funding announced in the
Spending Review for surgical hubs and increased bed capacity.
Complete recovery and improve performance against cancer
waiting times standards. The guidance urges systems to complete any
outstanding work on the post-pandemic cancer recovery objectives
set out in the 2021/22 H2 planning guidance. Cancer Alliances are
asked to work with systems to develop and implement a plan to
improve performance against all cancer standards, and to make
progress against the ambition in the NHS long term plan (LTP) to
diagnose more people.

NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 4


With cancer at an earlier stage. Cancer Alliances and ICBs are
also expected to ensure trusts have fully operational patient stratified
follow-up (PSFU) pathways for breast, prostate, colorectal and one
other cancer by early 2022/23 (and for two other cancers by March
2023), and to increase the recruitment and retention of the wider
cancer workforce.

58
Diagnostics

The ambition is for systems to increase diagnostic activity to a


minimum of 120% of pre-pandemic levels across 2022/23, and
develop investment plans for further capacity expansion via
community diagnostic centres (CDCs) in 2023/24 and 2024/25.
Expanding supply of and training opportunities for the workforce
will be facilitated by national investment through HEE. Systems will
be able to access revenue to support set up and running of CDCs
(following business case approvals). £21m of programme funding will
also support pathology and imaging networks to deliver diagnostic
digital roadmaps 2022/23.
Systems are asked to utilise targeted system capital allocations
to increase the number of endoscopy rooms, invest in CT capacity to
support expansion of Target Lung Health Checks, develop additional
digitally connected imaging capacity, ensure all acute sites have a
minimum of two CT scanners, and procure new breast screening
units. Operational capital resources should continue to be used to
reduce the replacement backlog of diagnostic equipment replacement
over 10 years old.Deliver improvements in maternity care ICBs are
asked to undertake formal oversight of their Local Maternity Systems
(LMS), and providers should continue to embed and deliver the seven
immediate and essential actions identified in the interim Ockenden
Review. £93m of funding to support the implementation of Ockenden
actions (via workforce investment) will go into baselines from
2022/23.

LMSs should also continue to work with providers to


implement local plans to deliver better births,including delivering
local plans for midwifery continuity of carer (MCoC), offering every
woman a personalised care and support plan in line with the
personalised care and support planning guidance. LMSs must also
implement the Saving Babies’ Lives care bundle. UEC and
community care To relieve pressure on urgent and emergency care,
systems are expected to limit ambulance handover delays and
improve response times; meet growing demand for NHS 111 by
59
enhancing call.handling capacity; expand UTC to enable greater focus
on higher acuity need within emergencydepartments; and increase
focus on urgent care provision for children. Systems are asked to
reduce 12-hour waits in EDs towards zero and no more than 2%;
improve against all Ambulance Response Standards, with plans to
achieve Category 1 and Category 2 mean and 90th percentile
standards; and minimise handover delays between ambulance and
hospital.
Systems are asked to develop detailed plans to maximise the
rollout of virtual wards by enablingearlier supported discharge and
providing alternatives to admission. There is an expectation that by
December 2023, systems will have moved towards a national
ambition of 40–50 virtual wards per100,000 population. NHSE/I is
making up to £200m available in 2022/23 and 2023/24 to support
systems to implement virtual wards (including hospital at home
services) to ease the pressure on acute bed capacity. Systems will need
to develop two-year plans collaboratively across providers (and the
independent sector) to maximise the rollout of virtual wards, which
NHSE/I expects to have taken place by December 2023. These virtual
wards will be used for patients who would otherwise be
admitted to an NHS acute hospital bed or to facilitate early discharge.
System partners are also asked to plan to reduce backlogs of care and
waiting times for community services Systems are asked to deliver
the LTP goal of responsive, personalised community-based care.
Thisincludes enhanced health in care homes; improving quality and
availability against national data requirements; and embedding
urgent community response with services achieving at least 70%
twohour response times from the end of Q3 2022.
As central discharge to assess funding will end in March 2022,
NHSE/I is asking systems to sustain improvements in delayed
discharges in 2022/23 by working with local authorities supported by
theBetter Care Fund, and via investment in virtual wards.Letters and
supporting documents on safe and timely discharge Related to the
planning guidance, on 22 December NHSE/I issued two letters and
several supporting documents to enable the safe and timely discharge
of patients from acute care. NHSE/I wrote to acute and community
trusts calling for a “forensic focus” on embedding systems, processes
60
andpractical arrangements that enable discharges.NHSE/I also sent a
second letter asking the NHS and local authorities to increase support
fordomiciliary care; maximise alternative pathways to acute
admission (e.g. expanding virtual wardcapacity as fast as practicable);
increase bed capacity in care centres (including care homes, hospices
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 6
and hotels); and support actions taken by NHS acute hospitals. ICSs
should plan by the end of
December to provide COVID virtual wards that are of equivalent size
to a minimum of 15% of peoplewho are COVID+ as inpatients. ICSs
will need to report to NHSE/I with the total new capacity theyplan to
create by 24 December.
Primary care
The guidance outlines the LTP’s commitment to a £4.5 billion
increase in real terms investment intoprimary medical and
community services by 2023/24. ICBs will be expected to maximise
the impact oftheir investment in primary care and PCNs by driving
integrated working at neighbourhood/placelevel, and including
primary care as part of the solution to system-wide challenges. ICBs
will be thedelegated commissioners for primary medical services in
2022/23 and should develop plans to takedental, community
pharmacy and optometry commissioning functions from 2023/24.
Expanding the primary care workforce is a key priority, and all
systems are expected to support theirPCNs to fill their share of the
20,500 FTE PCN roles by the end of 2022/23, and to increase
thenumber of GPs towards the 6,000 FTE target (commensurate with
the October 2021 plan).
To improve access to primary care, systems have also been asked to
implement revised accessarrangements via PCNs; secure universal
participation in the community pharmacist consultationservice to
divert lower acuity care away from general practice and 111; and
support practices andPCNs to ensure every patient can be offered
digital-first primary care by 2023/24.Mental health, learning disability
and autism
Mental health services

61
The guidance acknowledges that the complexity of demand
has increased because of the pandemic and this, in addition to a pre-
existing treatment gap within mental health, is increasing
pressureswithin services and pathways across all ages. To address
these pressures systems are asked to:
• increase the provision of alternatives to A&E and improve the
ambulance mental health response.
• ensure admissions are intervention-focused, therapeutic, and
supported by multidisciplinary teams.
• maintain a focus on improving equalities across all programmes,
noting the actions and resources
identified in the advancing mental health equalities strategy.
• continue expansion and transformation of services. The guidance
signposts to the 2022/23 mental
health delivery plan to support systems in understanding their
delivery requirements.
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 7
On funding, the guidance confirms the delivery of the MHIS
remains a mandatory requirement, andthat system development
funding (SDF) will continue beyond 2023/24. Capital funding
madeavailable through system allocations is expected to support
urgent patient safety projects for mentalhealth trusts, and funding to
eradicate mental health dormitories will continue in 2022/23
and2023/24.To support the expansion and transformation of the
workforce, systems are asked to develop amental health workforce
plan to 2023/24 in collaboration with mental health providers, HEE
andpartners in the voluntary care and social enterprise (VCSE)
andeducation sectors.People with a learning disability and autistic
people.
The guidance recognises the pandemic has exacerbated the
significant health inequalities experienced by people with a learning
disability and autistic people. This means making reasonable
adjustments and tailored responses, including considering the
ongoing need for face-to-faceappointments as digital healthcare
develops.

62
Service development funding support of £75 million will be
made available to systems in 2022/23 tosupport people with a
learning disability and autistic people. This will help increase the rate
of annualhealth checks for people aged 14 and over on a GP learning
disability register towards the 75%ambition in 2023/24; improve the
accuracy of GP learning disability registers, particularly for
underrepresented groups such as children and young people and
people from ethnic minority groups; andimplement actions from
Learning Disability Mortality Reviews (LeDeRs).
Health inequalities
The guidance sets out the ambition to continue to develop
approaches to population health management and prevention, with
ICSs driving the shift towards targeting interventions and supporting
prevention as well as treatment. Systems are asked to develop plans
by June 2022 to put in place the systems, skills and data safeguards
necessary for robust population health management, and to have the
technical capability in place by April 2023. This includes the capacity
to use data and analytics to redesign care pathways and measure
outcomes with a focus on improving access and health equity for
underserved communities. The guidance reiterates the importance of
adopting culturally competent approaches to increasing vaccination
uptake.
Systems are asked to develop robust plans for the rollout of
tobacco dependence services, improve uptake of lifestyle services
including the diabetes prevention programme, and restore diagnosis
and monitoring of long term conditions including hypertension, atrial
fibrillation and diabetes. There should be further progress across the
LTP’s high impact actions, across respiratory, stroke and cardiaccare,
with the target of restoring detection and management of
hypertension, atrial fibrillation and high cholesterol to pre-pandemic
levels. Systems are also asked to nominate a senior responsible officer
covering prevention deliverables.

Digital
The guidance confirms systems will be allocated capital over
three years from 2022/23 for digital investment. £250m of capital
63
funding will initially be made available to systems in 2022/23 to
support the digitisation of services and settings that are currently the
least digitally mature. Providers must meet the LTP objective of
reaching a core level of digitisation by March 2025. Costed three-year
digital investment plans should be completed by June 2022 to meet
expectations set out in the What Good Looks Like framework.

Systems are expected to exchange information across their


collaboratives and ensure supplierscomply with interoperability
standards. By March 2023, local authorities with care responsibilities
within a system’s footprint should be connected to their local shared
care record. The long-term ambition is for the NHSE e-Referral
Service (e-RS) to become an ‘any-to-any health sector triage, referral
and booking system’ by 2025.System allocations and financial regime
The detailed annexes on contracting and revenue and capital
allocations have not yet beenpublished. However senior leaders in
NHSE/I hope to share more of the detail likely to be included inthose
ahead of its publication, through their finance networks. NHSE/I
plans to shortly issue one-yearrevenue allocations to 2022/23 and
three-year capital allocations to 2024/25, and intends to issue the
remaining revenue allocations over the SR period in the first half of
2022/23.nThe planning guidance does however broadly outline the
role of the 2022/23 financial regime inenabling a system-wide
approach to planning and delivery, including:
• Efficiency ask: the planning guidance assumes the provider sector
will return (and go beyond) prepandemic productivity allows ‘when
the context allows’.
• Returning to fair shares allocations: NHSE/I will continue to enable
a system-based approach to
funding and planning by issuing ICB revenue allocations (based on
current system funding envelopes). On top of the efficiency ask,
NHSE/I will apply a convergence adjustment and map out a
glidepath from current system revenue envelopes to ‘fair shares’
allocations.
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 9

64
• Clarity over capital allocations: multi-year operational capital
allocations will be set at ICB level, and NHSE/I will provide further
clarity about the allocation of national capital programmes.
• Financial balance at system level: ICBs and partner trusts are
collectively tasked with delivering a breakeven financial position
across their system and, although possibly delayed, the Health and
Care Bill will hold ICBs and trusts responsible for their use of revenue
and capital resources.
• Contracts and locally determined prices: providers are expected to
return to signed contracts and local ownership for setting payment
values (additional guidance will be provided by NHSE/I). Written
contracts should be signed before the start of the financial year. The
guidance also recommends systems and organisations sustain a
‘partnership approach’ payment and contracting. The final version of
the NHS Standard Contract will be published in February 2022.
• Enabling elective recovery: as highlighted above, additional
revenue and capital funding will support systems deliver the
ambitions for elective recovery.nICBs and collaborative system
working Given the uncertain timeframe for the passage of the Health
and Care Bill, the move to placing integrated care systems (ICSs) on a
statutory footing will be pushed back to 1 July 2022. Timelines for
national and local plans will therefore be adjusted. An extended
‘preparatory phase’ will begin from 1 April 2022 whereby clinical
commissioning groups (CCGs) remain in place as statutory
organisations, and CCG leaders are expected to work closely with
designate ICB leaders on issues likely to affect future ICBs
(particularly commissioning and contracting). In Q4 2021/22 NHSE/I
will consult with several CCGs about boundary changes to ensure
they align with the ICS boundary changes announced in July 2021.
NHSE/I does not plan any further CCG mergers before the
establishment ofICBs. CCGs and ICBs should reset their
implementation plans and ensure people, property and liabilities are
appropriately and safely transferred from CCGs to future ICBs. This
also means designate ICB chairs and chief executives should continue
with recruitment plans. NHSE/I regional teams, designate ICB
leaders, and CCG accountable officers should agree ways of working

65
for 2022/23 by the end of March 2022. The deadline for ICB Readiness
to Operate and System Development Plan submissions will be
extended (with details about these plans to be set out in January
2022). ICBs refreshed five-year plans are expected in March 2023, and
ICBs are expected to undertake preparatory work throughout 2022/23
in collaboration with local authority partners.
NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 10
NHS Providers view
We welcome the pragmatic approach in the planning
guidance, resetting priorities while signalling that these will need to
be kept under review.The scope and scale of these actions highlights
the formidable array of challenges facing the NHS.These include the
impact of Omicron and the booster vaccination programme against a
backgroundof unprecedented demand for urgent and emergency care
and the need to address the treatmentbacklog in hospitals,
community and mental health services, and the need for urgent
capitalinvestment.All of the priorities in the guidance are important,
and we particularly welcome the prominence givento growing,
adapting and focusing on the wellbeing of the workforce. Eight of the
nine priorities inthis programme won’t be fully possible without
addressing the first – securing a properly costed and
fundednworkforce plan is fundamental to the future success of the
NHS. Trusts tell us that workforce capacity is the constraining factor
in the health and care system at the moment underpinned by a lack of
national long term plan, challenges with recruitment and rising staff
absences connected with COVID-19.

While recognising the fundamental importance of elective


recovery, this cannot be accomplished without stabilising the
situation in urgent and emergency care, primary care and social care
andaddressing growing demand and a backlog of care in community
and mental health services.
Quality of care and patient safety need to remain the key
cornerstones for the NHS. For example we have seen a worrying shift
in patient safety risk towards ambulance services, particularly as a
result of handover delays. The NHS also needs to transform to meet
66
future needs – taking much greater advantage of digital technology
and the leap forward offered by 21st century genomic based
medicine.We also need to do much more to help citizens manage their
own health and wellbeing more effectively, with greater focus on
tackling health inequalities, prevention and whole population health
management.

NHS Providers | ON THE DAY BRIEFING | Page 11

Key to delivery of these changes will be the development of


system working and integrated care systems (ICSs) enshrined in
forthcoming legislation. While some trusts will be disappointed to
hear of the delay in placing ICSs on a statutory footing, many will
also see it as a pragmatic response to potential delays. Trusts need to
be at thenforefront of this transformational change, which offers huge
opportunities to improve services for patients and communities, and
it will be important to keep sight of thesenopportunities, alongside
the massive challenge of dealing with immediate operational
pressures.

67
Konflik Dalam Organisasi

1.Latar Belakang Tentang Konflik

Konflik secara estimologi berasal dari kata kerja Latin yaitu


"con" yang artinya bersama dan "fligere" yang artinya benturan
atau bertabrakan. Secara umum, konflik merupakan suatu peristiwa
atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau pertikaian
baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan
pemerintah. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.Konflik yang
terkontrol akan menghasilkan integrasi.Sebaliknya,integrasi atau
persatuan yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami


konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, gagasan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
68
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
hilangnya masyarakat itu sendiri

Konflik Menurut Stephen W. Robbin

Seorang penulis buku perilaku organisasi bernama Robbin


mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks. Yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan
kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini


menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang
negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disetarakan
dengan istilah kekerasan (violence), kerusakan (destruction), dan
tidak rasional (irrationality). Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View).


Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu
peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.
69
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari
karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik
harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain,
konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi
atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan


ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi
terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum
secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok
tersebut tetap semangat, kritis diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Peneliti manajemen Stoner dan Freeman membagi pandangan


menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional dan pandangan
modern. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat
dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan
organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus
dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer
70
dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan
kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik dan mendamaikan anggota organisasi

Pandangan modern konflik tidak dapat dihindari. Hal ini


disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi,
perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika
terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk
mencapai tujuan bersama.

Konflik Lewis A. Coser

Menurut Coser dalam tulisannya yang berjudul The Functions


of Social Conflict, ia mendefinisikan konflik sebagai perebutan
nilai dan klaim atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang
langka di mana tujuan lawannya adalah untuk menetralkan,
melukai atau melumpuhkan pihak yang menjadi lawan. Coser juga
berpendapat bahwa konflik merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam membentuk, menyatukan, dan memelihara
struktur social.Terjadinya konflik diantara satu kelompok dengan
kelompok yang lain dapat memperkuat dan melindungi identitas
71
kelompok sehingga tidak melebur dengan dunia sosial
sekelilingnya. Tidak terjadinya konflik di dalam suatu kelompok
menunjukkan integrasi kelompok yang lemah dengan masyarakat.
Coser menganggap bahwa konflik tidak bisa hanya dipandang
dalam pandangan negatif saja karena perbedaan adalah suatu hal
yang normal yang sebenarnya berdampak pada memperkuat
struktur sosial. Dengan begitu, Coser menolak pandangan bahwa
tidak adanya konflik yang terjadi dalam suatu kelompok menjadi
indikator kekuatan dan kestabilan dari suatu hubungan.

Konflik Menurut Ahli lainnya Soerjono Soekanto memberikan


definisi konflik sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara
melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai
yang berlaku. Paul Conn berpendapat bahwa konflik merupakan
sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mempengaruhi proses dari
pembentukan dan pelaksanaan kebijakan sebagai sebuah upaya
untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai Robert
Lawang berpendapat bahwa konflik dapat diartikan sebagai
benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber
kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif
terbatas. Menurutnya, konflik juga dapat diartikan sebagai sebuah
perjuangan dalam memperoleh nilai, status, kekuasaan, dan
sebagainya yang mana tujuan dari konflik itu sendiri bukan hanya
untuk memperoleh keuntungan namun untuk menundukkan
lawannya.
72
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut
komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui
konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak
semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut
Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-
sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti
ada konflik. Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal
tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut
muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan. Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam
antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan
sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan
langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.

Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi


sumber pengalaman positif. Hal ini dimaksudkan bahwa konflik
dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu
kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa
dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di
balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu
dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama
supaya tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan
73
bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu –
waktu terjadi kembali.

Penyebab konflik perbedaan individu, yang meliputi perbedaan


pendiri. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal
atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab
konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang
tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang


kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan
sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani
menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi
mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna
74
mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi
pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik
antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha
menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan
memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam


masyarakat Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar
terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan
mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-
nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan
upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan
75
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian
waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia
industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua
bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 7 macam

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya


antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik
peran),konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar
keluarga,konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir,
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara),konflik
antar atau tidak antar agama, konflik individu dengan kelompok.
Selain itu terdapat berbagai macam konflik yang dikelompokkan
dalam beberapa jenis antara lain sebagai berikut

76
Macam-macam konflik berdasarkan pihak yang terlibat

Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), adalah


konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak
untuk di tinggalkan,konflik antar-individu (conflict among
individual), adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan
kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya,konflik antar individu dan kelompok (conflict among
individual and groups), adalah konflik yang terjadi karena terdapat
individu yang gagal beradaptasi dengan norma-norma kelompok
dimana tempat ia bekerja, konflik antar kelompok dalam organisasi
yang sama (conflict among groups in the same organization)
adalah konflik yang terjadi karena setiap kelompok memiliki
tujuan tersendiri dan berbeda yang ingin di capai

Konflik antar organisasi (conflict among organization), adalah


konflik yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh anggota
organisasi yang menimbulkan dampak negatif bagi anggota
organisasi lain,konflik antar individu dalam organisasi yang
berbeda (conflict among individual in different organization),
adalah konflik yang terjadi karena sikap atau perilaku anggota
organisasi yang berdampak negatif anggota organisasi lain

77
Macam-macam konflik berdasarkan fungsinya

-Konflik konstruktif, adalah konflik yang mempunyai nilai positif


kepada pengembangan organisasi.
- Konflik destruktif, adalah konflik yang memiliki dampak negatif
kepada pengembangan organisasi

Macam-macam konflik berdasarkan posisi seseorang


dalam struktur organisasi
-Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang
memiliki jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi

-Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki


kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam
organisasi

-Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang


memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai
penasehat dalam organisasi

-Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu


memiliki peran yang lebih dari satu

78
Macam-macam konflik berdasarkan dampak yang
timbul
-Konflik fungsional, adalah konflik yang memberikan manfaat atau
keuntungan bagi organisasi yang dapat dikelola dan dikendalikan
dengan baik

-Konflik Infungsional, adalah konflik yang dampaknya


merugikan orang lain
.
Macam-macam konflik berdasarkan sumber konflik

-Konflik tujuan, adalah konflik yang terjadi karena adanya


perbedaan individu, organisasi atau kelompok yang memunculkan
konflik

-Konflik peranan, adalah konflik yang terjadi karena terdapat peran


yang lebih dari satu
.
-Konflik nilai, adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan
nilai yang dianut oleh seseorang berbeda dengan nilai yang dianut
oleh organisasi atau kelompok
.

79
-Konflik kebijakan, adalah konflik yang terjadi karena individu
atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil
oleh organisasi
.
Macam-macam konflik berdasarkan bentuknya

-Konflik realistis, adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan


individu atau kelompok atas tuntutannya

.
-Konflik nonrealistif, adalah konflik yang terjadi karena kebutuhan
yang meredakan ketegangan

.
Macam-macam konflik berdasarkan tempat terjadinya

1) Konflik in-group, adalah konflik yang terjadi dalam kelompok


atau masyarakat sendiri

2) Konflik out-group, adalah konflik yang terjadi antara suatu


kelompok atau masyarakat dengan suatu kelompok atau masyarakat lain

.
80
Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut

Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup)


yang mengalami konflik dengan kelompok lain keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai perubahan kepribadian
pada individu, misalnya timbulnya rasa kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia dominasi bahkan penaklukan salah satu
pihak yang terlibat dalam konflik. Para pakar teori telah mengklaim
bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon
terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian
terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya

Kontingensi lelucon dan diplomasi


Humor adalah bentuk komunikasi dengan tingkat kontingensi
yang tinggi, karena selalu ada ketidakpastian yang cukup besar
tentang apakah pesan diterima dengan cara yang diinginkan.
Lelucon yang sama mungkin berhasil pada satu kesempatan tetapi
bisa gagal total pada kesempatan lain. Kontingensi dan volatilitas
humor ini sebagian berakar pada fakta bahwa lelucon bekerja
dengan cara tidak mencantumkan. Agar sebuah lelucon memiliki
81
pengaruh, lelucon itu harus singkat, padat, dan tidak boleh
menyertakan penjelasan, karena dengan menjelaskan lelucon itu
kehilangan kekuatan retorikanya. Artinya, saat membuat lelucon,
kita harus selalu berasumsi bahwa audiens target memiliki latar
belakang pengetahuan yang diperlukan untuk 'mengisi celah' dan
memahami mengapa ucapan itu lucu, mengapa ucapan itu tidak
sesuai dengan situasi tertentu, dan apa yang paradoks atau absurd
yang seharusnya membuat kita tersenyum. Dougherty dalam
artikelnya tentang penggunaan kartun di kelas menunjukkan bahwa
agar penonton 'untuk mendapatkan' kartun politik, mereka harus
terbiasa dengan latar belakang sejarah, dengan kejadian terkini dan
simbol budaya dan politik yang digunakan (Dougherty, 2002) .7
Namun ini sering hilang dalam pengaturan lintas budaya. Misalnya,
pada Februari 2015, majalah satir Prancis Fluide Glacial
menerbitkan terbitan berjudul: Péril Kontinjensi lelucon dan
diplomasi.
Humor adalah bentuk komunikasi dengan tingkat
kontingensi yang tinggi, karena selalu ada ketidakpastian yang
cukup besar tentang apakah pesan diterima dengan cara yang
diinginkan. Lelucon yang sama mungkin berhasil pada satu
kesempatan tetapi bisa gagal total pada kesempatan lain.
Kontingensi dan volatilitas humor ini sebagian berakar pada fakta
bahwa lelucon bekerja dengan cara tidak mencantumkan. Agar
sebuah lelucon memiliki pengaruh, lelucon itu harus singkat, padat,
dan tidak boleh menyertakan penjelasan, karena dengan
menjelaskan lelucon itu kehilangan kekuatan retorikanya. Artinya,
82
saat membuat lelucon, kita harus selalu berasumsi bahwa audiens
target memiliki latar belakang pengetahuan yang diperlukan untuk
'mengisi celah' dan memahami mengapa ucapan itu lucu, mengapa
ucapan itu tidak sesuai dengan situasi tertentu, dan apa yang
paradoks atau absurd yang seharusnya membuat kita tersenyum.
Dougherty dalam artikelnya tentang penggunaan kartun di kelas
menunjukkan bahwa agar penonton 'untuk mendapatkan' kartun
politik, mereka harus terbiasa dengan latar belakang sejarah,
dengan kejadian terkini dan simbol budaya dan politik yang
digunakan (Dougherty, 2002)

Kesimpulan Tentang Konflik

Konflik merupakan realita hidup, mau tidak mau, suka atau


tidak, cepat atau lambat pada suatu saat dalam menjalani
kehidupannya orang pasti akan menghadapinya hanya saja
tergantung besar kecilnya tingkat konflik yang dihadapi. Dalam
kehidupan sosial sehari-hari konflik dapat timbul dan muncul
kapan saja dimana saja. Konflik juga bisa dialami oleh siapa saja
tidak pandang bulu, orang tua, remaja, anak-anak, pria, wanita,
orang terpelajar, orang awam, orang miskin, jutawan atau siapapun
yang hidup di tengah pergaulan umum pasti akan menghadapi dan
mengalami konflik.Konflik ibarat suatu penyakit yang menyerang
tubuh kita, maka kita harus tahu apa jenis dan penyebab yang
menimbulkan penyakit tersebut. Setelah mengenali jenis dan
83
penyebabnya kita juga harus mengetahui obat penangkal yang
cocok untuk mencegah, mengobatmenanggulanginya. Kecepatan
dalam menganalisa penyebab dan menanggulangi konflik akan
menentukan eksalasi konflik yang timbul. Pimpinan yang memiliki
kepekaan atas masalah organisasi dan tanggap terhadap situasi
akan mampu dengan cepat meminimalisir terjadinya konflik

Ada beberapa jenis konflik yang umum dan sering muncul


dalam suatu organisasi/perusahaan antara lain: (1) konflik peranan
yang terjadi di dalam diri seseorang person-role conflict), (2)
konflik antar peranan (inter-role conflict), (3) konflik yang timbul
karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang
(intersender conflict), (4) konflik yang timbul karena
disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender
conflict). Berdasarkan sumbernya, konflik dalam organisasi
muncul karena beberapa sebab seperti: (1) konflik individu, (2)
konflik antar individu, (3) konflik kelompok, (4) konflik antar
kelompok organisasi, dan (5) konflik kelompok dengan organisasi

Konflik yang muncul dalam suatu organisasi akan


mengganggu kelancaran hubungan antar individu dalam organisasi.
Apabila hubungan antar individu terganggu akibat adanya konflik
maka pribadi-pribadi yang berkonflik akan merasakan suasana
kerja menjadi tertekan. Orangorang yang bekerja di bawah tekanan
dapat mengakibatkan menurunnya tingkat motivasi kerja. Akibat
84
dari semua itu prestasi kerja berkurang sehingga secara luas hal
tersebut akan mengakibatkan produktivitas kerja pribadi dan
organisasi/perusahaan menurun. Pada dasarnya konflik memiliki
dua sisi yang berbeda, di satu sisi konflik bisa bermanfaat secara
positif, tetapi pada sisi lain juga membawa dampak negatif baik
bagi orang-orang yang berkonflik maupun organisasi secara luas.
Manfaat secara positif adanya konflik organisasi antara lain: (1)
organisasi menjadi lebih dinamis, (2) konflik sebagai suatu
kejadian, dapat dipakai sebagai pengalaman berharga, (3) konflik
yang diakibatkan oleh pembuatankebijakan mengenai
kesejahteraan atau pengupahan menyadarkan pihak pimpinan
organisasi lebih berhatihati dalam setiap mengambil keputusan, (4)
konflik yang berhasil diatasi dan memuaskan dua belah pihak,
melahirkan pribadi-pribadi yang kreatif, kritis, dan inovatif, (5)
konflik juga menyadarkan semua elemen organisasi atas makna
sebuah kemajemukan

Konflik secara negatif dapat mengakibatkan: (1) komunikasi


organisasi terhambat, (2) kerjasama yang sudah dan akan terjalin
antar individu dalam organisasi menjadi terhalang/terhambat, (3)
aktivitas produksi dan distribusi dalam perusahaan menjadi
terganggu, bekerja dalam situasi yang sedang ada konflik muncul
saling mencurigai, salah paham,dan penuh intrik yang mengganggu
hubungan antar individu, (5) individu yang sedang berkonflik akan
merasakan cemas, stres, apatis, dan frustasi, (6) stres yang
berkepanjangan menyebabkan orang yang sedang berkonflik
85
akan menarik diri dari pergaulan dan mangkir dari pekerjaan

Kontingensi lelucon dan diplomasi

Humor adalah bentuk komunikasi dengan tingkat kontingensi


yang tinggi, karena selalu ada ketidakpastian yang cukup besar
tentang apakah pesan diterima dengan cara yang diinginkan.
Lelucon yang sama mungkin berhasil pada satu kesempatan tetapi
bisa gagal total pada kesempatan lain. Kontingensi dan volatilitas
humor ini sebagian berakar pada fakta bahwa lelucon bekerja
dengan cara tidak mencantumkan. Agar sebuah lelucon memiliki
pengaruh, lelucon itu harus singkat, padat, dan tidak boleh
menyertakan penjelasan, karena dengan menjelaskan lelucon itu
kehilangan kekuatan retorikanya. Artinya, saat membuat lelucon,
kita harus selalu berasumsi bahwa audiens target memiliki latar
belakang pengetahuan yang diperlukan untuk 'mengisi celah' dan
memahami mengapa ucapan itu lucu, mengapa ucapan itu tidak
sesuai dengan situasi tertentu, dan apa yang paradoks atau absurd
yang seharusnya membuat kita tersenyum. Dougherty dalam
artikelnya tentang penggunaan kartun di kelas menunjukkan bahwa
agar penonton 'untuk mendapatkan' kartun politik, mereka harus
terbiasa dengan latar belakang sejarah, dengan kejadian terkini dan
simbol budaya dan politik yang digunakan. Namun ini sering
hilang dalam pengaturan lintas budaya (Kopper, 2020)

86
Revolusi Industri

Istilah Revolusi Industri merujuk pada perubahan yang terjadi pada


manusia dalam melakukan proses produksinya. Dapat dikatakan mesin
mulai berperan dalam industri manusia. Pertama kali muncul di tahun 1750
an, ini lah yang biasa disebut Revolusi Industri 1.0. Revolusi Industri 1.0
berlangsung periode antara tahun 1750-1850. Revolusi Industri 1.0 yang
berakhir pertengahan tahun 1800-an, diselingi oleh perlambatan dalam
penemuan makro sebelum Revolusi Industri 2.0 muncul tahun 1870.
Revolusi Industri 2.0 umumnya dimulai tahun 1870 hingga 1914, awal
Perang Dunia I. Revolusi Industri 2.0, juga dikenal sebagai Revolusi
Teknologi adalah sebuah fase pesatnya industrialisasi di akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20. Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon,
mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan.
Kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya Revolusi
Indusri 3.0. Proses revolusi industri ini kalau dikaji dari cara pandang
sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemampatan ruang dan
waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi. Dan, ini memuncak pada
revolusi tahap 3.0, yakni revolusi digital. Lalu Pada revolusi industri generasi
4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi
(disruptive technology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan
perusahaan-perusahaan incumbent. Lebih dari itu, pada era industri
generasi 4.0 ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun
kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan
cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mengancam pemain-pemain
besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang

87
mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini
membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan
yang besar memangsa yang kecil atau yang lebih lemah.

Remaja pada era revolusi industry 4.0 termasuk dalam kategori


generasi Z. Generasi Z merupakan generasi yang tumbuh dan berkembang
dengan sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital dan
internet. Orang-orang yang termasuk dalam Generasi Z sejak dini sudah
mengenal atau mungkin bisa juga diperkenalkan dan terbiasa dengan
berbagai macam dan bentuk gadget. Hal ini baik secara langsung atau tidak
langsung sangat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan
kepribadiannya, Sudah jamak bahwa media membawa efek pada perilaku.
Kecepatan internet telah membuat perilaku Gen Z sangat berbeda dengan
generasi sebelumnya. Mereka suka akan sesuatu yang instan, cepat,
kolaboratif, dan viral. Beda dengan orangtua mereka, ayah-ibu mereka yang
bergen X atau Y adalah generasi yang merasakan kecepatan internet di
tahap pertengahan dalam hidup, mereka sempat merasakan hegemoni
media koran dan buku-buku fisik sehingga mereka masih bisa sabar dan
mengendalikan diri. Sedangkan gen Z, mereka melek internet dari sejak
lahir. Meskipun demikian , Generasi Z dapat juga tumbuh menjadi generasi
yang unggul dan islami karena didikan orang tua dan guru yang baik ,
intensif , optimal serta ikhlas dan sabar dalam membimbing peserta didik.

Pelaksanaan fungsi manajemen adalah Perencanaan (planning) Di


dalam planning, manajer memperhatikan masa depan atau bisa disebut
juga penetapan visi misi., mengorganisasi (organizing) meliputi penugasan

88
setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan
menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.,
melaksanakan (actuating) adalah melaksanakan apa yang sudah
direncanakan dan sudah tetapkan suatu institusi sehingga menjadi institusi
yang berintegritas , Mengatur (controlling ) memastikan bahwa kinerja
sesuai dengan rencana. Tugas manusia berusaha (ikhtiar), tetapi manusia
harus bertawakal atau ikhlas menerima akan hasil dari usahanya tersebut.
Pentingnya memikirkan apa yang terjadi dimasa depan adalah bijak. Karena
tidak seorangpun yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di kemudian
hari, tetapi manusia wajib berusaha untuk mencapai cita-citanya.

Pandemi Covid-19

Sebuah coronavirus baru (CoV) bernama '2019-nCoV' atau '2019 novel


coronavirus' atau 'COVID-19' oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
bertanggung jawab atas wabah pneumonia yang dimulai pada awal
Desember 2019 di dekat Wuhan Kota, Provinsi Hubei, Cina [1–4]. COVID-19
adalah virus patogen. Dari analisis filogenetik yang dilakukan dengan
sekuens genom lengkap yang dapat diperoleh, ditemukan kelelawar
reservoir virus COVID-19, tetapi inang perantara belum terdeteksi hingga
sekarang. Meskipun tiga bidang utama pekerjaan sudah berlangsung di Cina
untuk memberi nasihat kepada kami kesadaran akan asal patogen dari
wabah. Ini termasuk pertanyaan awal tentang kasus dengan gejala yang
terjadi di dekat Wuhan selama Desember 2019, ekologis pengambilan
sampel dari Pasar Grosir Makanan Laut Huanan serta pasar daerah lainnya,
dan pengumpulan laporan rinci tentang titik asal dan jenis spesies satwa liar
dipasarkan di pasar Huanan dan tujuan hewan-hewan tersebut setelah

89
pasarnya telah ditutup. Virus korona sebagian besar menyebabkan infeksi
saluran pencernaan dan pernafasan dan secara inheren dikategorikan
menjadi empat jenis utama: Gammacoronavirus, Deltacoronavirus,
Betacoronavirus dan Alphacoronavirus. Dua tipe pertama terutama
menginfeksi burung, sedangkan dua yang terakhir kebanyakan menginfeksi
mamalia. Enam jenis CoV pada manusia telah diakui secara resmi.
Pernapasan Akut Parah Syndrome coronavirus (SARS-CoV) yang merupakan
jenis dari Betacoronavirus, HCoV229E dan HCoV-NL63, yang merupakan
anggota Alphacoronavirus. Coronavirus tidak menarik perhatian global
sampai pandemi SARS 2003, didahului oleh MERS 2012 dan terakhir oleh
wabah COVID-19. SARS-CoV dan MERS-CoV diketahui sangat patogen dan
menyebar kelelawar menjadi musang palem atau unta dromedaris dan
akhirnya ke manusia. Meskipun negara tropis seperti Indonesia awalnya
tidak mungkin terkena virus Covid-19, tetapi pada kenyataannya virus ini
ada di Indonesia dan tempat berkumpulnya orang banyak menjadi rentan
penularan.

Berkenaan dengan Pandemi Covid-19, Saat pertama kali mencuat di


negara China, beberapa ahli meragukannya dapat menyebar ke seluruh
dunia. Sehingga persiapannya di beberapa negara tidak maksimal. Kantor-
kantor, sekolah, dan banyak institusi pendidikan harus menerapkan
kehidupan yang baru sesuai protokol kesehatan Covid-19. Sementara tidak
semua institusi pendidikan dapat langsung beradaptasi oleh kondisi wabah
ini. Selain manajemen terkait pakai masker, mencuci tangan dan menjaga
jarak, pola pembelajaran juga dilaksanakan melalui online. Sehingga banyak
siswa-siswi juga orang tua murid tidak langsung beradaptasi dengan kondisi
ini, bahkan menolak. Dengan adanya era industri 4.0 yang salah satu cirinya
adalah penggunaan media online, adanya pandemi Covid-19 ini tentunya
90
memaksa masyarakat harus menggunakan media internet sebagai metode
pembelajaran

Digitalisasi dan kecerdasan buatan dalam proses manufaktur adalah


kebutuhan industri saat ini. Industri manufaktur saat ini sedang berubah
dari produksi massal menjadi produksi yang efisien. Kemajuan pesat dalam
teknologi manufaktur dan aplikasi di industri membantu meningkatkan
produktivitas. Istilah Industri 4.0 adalah singkatan dari revolusi industri
keempat yang didefinisikan sebagai tingkat organisasi baru dan kendali atas
seluruh rantai nilai siklus hidup produk yang meminimalisasi tenaga kerja
manusia dan diarahkan pada kebutuhan pelanggan yang semakin
individual. Industri 4.0 adalah visioner dan merupakan konsep realistis yang
meliputi Internet of Things, Industrial Internet, Smart Manufacturing dan
Cloud based Manufacturing. Industri 4.0 menyangkut integrasi manusia
yang ketat dalam proses manufaktur sehingga memiliki peningkatan
berkelanjutan dan fokus pada aktivitas yang menambah nilai dan
menghindari pemborosan. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk
memberikan gambaran umum tentang Industri 4.0 dan pemahaman
tentang sembilan pilar Industri 4.0 dengan aplikasinya dan mengidentifikasi
tantangan dan masalah yang terjadi dengan penerapan Industri 4.0 dan
untuk mempelajari tren dan aliran baru yang terkait dengan Industri 4.0

Teknologi Informasi (IT) memberikan kontribusi yang cepat dan


moderen dalam hal penyebaran materi informasi ke seluruh belahan
dunia. IT merupakan media dan merupakan salah satu instrumen yang
bersifat massal dan melibatkan ribuan bahkan miliyaran manusia. Hanya
dengan berada di depan komputer maupun handphone yang terhubung

91
dengan internet, seseorang bisa terhubung ke dunia virtual global
untuk mendapatkan ataupun menyebarkan informasi dalam satu waktu.
Salah satu produk integrasi teknologi informasi ke dalam dunia
pendidikan adalah e-learning atau pembelajaran elektronik. Saat ini e-
learning mulai dimanfaatkan dan diaplikasikan, baik dari kalangan
akedemisi, profesional, perusahaan maupun industri. Hampir di
semua institusi , e-learning telah membuka pemahaman baru dalam hal
proses belajar mengajar. Dengan metode pembelajaran e-learning
diharapkan tujuan pembelajaran tetap dapat terlaksana, kualitas peserta
didik tetap terjaga mutunya dan siswa atau siswi tetap dapat memahami
mata pelajaran yang diberikan guru. Sikap sabar, tekun dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT perlu diterapkan oleh para siswa’I dan orang tua
murid, agar dapat memahami kondisi pandemi Covid-19 ini dengan
perubahanpolabelajar .

Proses disrupsi atau inovasi telah mengubah tatanan dunia secara


pesat. Perubahan itu tidak lagi memakan waktu ribuan tahun, seperti yang
dijelaskan pada teori evolusi Charles Darwin dalam On the Origin of Species.
Perubahan itu hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat. Dalam
keadaan yang serba cepat itu, yang berubah tidak hanya fenomenanya saja,
misalnya offline ke online, dunia nyata menjadi dunia maya, media cetak
menjadi media sosial, dan lain sebagainya. Kemudian nilai-nilai, tatanan
sosial, dan budaya juga ikut mengalami perubahan. Selain membawa
dampak persoalan lingkungan, revolusi industri juga akan meninggalkan
persoalan yang berkaitan dengan hilangnya nilai-nilai sosial humaniora.
Generasi milenial, generasi yang lahir pada sekitar tahun 1980-2000 an,
sudah menunjukkan adanya gejala-gejala degradasi mental. Gaya hidup
92
konsumerisme, kebebasan yang tanpa batas, serta hilangnya perilaku etis di
media sosial adalah serangkaian contoh dari degradasi tersebut. Rhenald
Kasali menyebut milenial sebagai generasi strawberry, yang digambarkan
sebagai generasi yang menarik, namun rapuh karena tidak memiliki
mentalitas dan nilai-nilai yang kuat. Tetapi semuanya itu dapat dihindari
dengan pendekatan orang tua dan guru yang intensif, sehingga anak
mempunyai prinsip dan karakter yang kuat. Kaitannya dengan manajemen
pendidikan islam khususnya pesantren, Apabila prinsip pesantren
dilaksanakan dengan baik kemungkinan besar santri tidak akan
mendapatkan dampak disrupsi yang negatif dan tidak diinginkan.

Pembahasan Hubungan Era Industri 4.0 Dalam Pandemi Covid-19

Dengan terjadinya pandemi Covid-19 dimana diharuskan


menjaga jarak dalam bersosialisasi, sehingga terjadi penggunaan media
komunikasi dan pengajaran melalui online, merupakan hal yang saling
berkaitan. Di satu sisi zaman kehidupan memasuki era internet, di sisi yang
lain terjadi wabah Covid-19 yang menekankan karantina wilayah. Pandemi
Covid-19 yang penyebabnya lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah
jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini menyerang
sistem pernapasan. PAN-RB menegaskan hal ini bukan berarti pelayanan
publik ditiadakan, baik pelayanan publik terkait ruang lingkup barang, jasa
maupun administrasi. Hal tersebut ditekankan secara langsung oleh yang
bersangkutan pada saat mengumumkan adanya surat edaran terbaru yang
menyatakan perlunya penyesuaian sistem kerja dan mengimplementasikan
protokol pencegahan Covid-19. Pelayanan dapat dilakukan melalui daring
(online) atau jika terdapat pelayanan manual harus mengimplementasikan

93
mengukur suhu pengguna layanan, menyediakan tempat cuci
tangan/handsanitizer dan menjaga jarak serta tetap waspada terhadap
potensi penularan dengan cara memakai masker dan selalu membawanya.

Daftar Pustaka

Adiansah, W., Setiawan, E., Kodaruddin, W. N., & Wibowo, H. (2019).


Person in Environment Remaja Pada Era Revolusi Industri 4.0. Focus : Jurnal
Pekerjaan Sosial, 2(1), 47. https://doi.org/10.24198/focus.v2i1.2311
94
Daftar Pustaka

Allen G, Beaver J, Boyter R,et al (2020).


https://www.lander.edu/about/coronavirus-covid-19-information/covid-
19-task-force

Budi D. (2018). https://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/10/09/sejarah-revolusi-


industri-1.0-hingga-4.0

Fong, S. J., Dey, N., & Chaki, J. (2020). Artificial Intelligence for Coronavirus
Outbreak. An Introduction to COVID-19, 1–22. https://doi.org/10.1007/978-
981-15-5936-5

Coser, Lewis A., 1913-2003. (2001). The functions of social conflict. London:
.Routledge. ISBN 978-1-135-63908-2. OCLC 823319505

Kopper, A. (2020). The use of humour in diplomatic tweets: The affiliative


potential of ridicule. Cooperation and Conflict, 1–19.
https://doi.org/10.1177/001083672097545

Nurkoiron M, (2017). "Pengantar Redaksi". Jurnal Pemikiran Sosiologi. 4


.(1). doi:10.22146/jps.v4i1.23645. ISSN 2502-2059

Robbins, Stephen P., 1943-. Organizational behavior. Judge, Tim. (edisi ke-
.Edition 16). Boston. ISBN 978-0-13-350764-5. OCLC 848756214

Setiadi, Elly M. (2011). Pengantar sosiologi : pemahaman fakta dan gejala


permasalahaan sosial : teori, applikasi dan pemecahannya. Kencana. OCLC
.1027892438

Stoner, James Arthur Finch, 1935- (1995). Management. Freeman, R.


Edward, 1951-, Gilbert, Daniel R., 1952- (edisi ke-6th ed., Annotated

95
instructor's ed). Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall. ISBN 0-13-108747-9.
.OCLC 30814896

Susan, Novri (2009). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik


Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Black N. (2010). “Liberating the NHS” Another Attempt to Implement


Market Force In English Health Care. The New England Journal For
Medicine; 363:12.

Burwel S. (2015). Setting Value Based Payment Goals. HHS Effort To


Improve US Healthcare. 372:897-899.

Ghufron Mukti A. (2011). Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan Di


Indonesia Asuransi Kesehatan Sosial Sebagai Pilihan. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Idris F. (2014). Panduan Kompensasi Dokter dan Jasa Medik.Semarang :


IDI

Kemenkes. (2012). Kebijakan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah


Sakit. Jakarta. Kemenkes.

Khalifah Al-Shaqsi SZ. (2010). Response time as a sole performance


indicator in EMS: Pitfalls and solutions. Dunedin : Dove Medical Press Ltd.

Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS. (2000). To Err Is


Human.Building A Safer Health System. Washington DC
: National Academy Press.

Kreitner, Kinicki (2008). Organizational Behavior. New York : The


McGraw-Hill Companies, Inc.

Kemenkes. (2012). Kebijakan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah


Sakit. Jakarta. Kemenkes.

96
Theffidy,S.G.A.(2020).RetrievedFrom:
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--pendidikan-era-revolusi-
industri-40-di-tengah-covid-19

Townsend, R., & Eburn, M. (2020). COVID-19 – legal and ethical


implications for your practice. Australasian Journal of Paramedicine, 17, 1–
3. https://doi.org/10.33151/ajp.17.796

Tsang, T. K., Wu, P., Lin, Y., Lau, E. H. Y., Leung, G. M., & Cowling, B. J.
(2020). Effect of changing case definitions for COVID-19 on the epidemic
curve and transmission parameters in mainland China: a modelling study.
The Lancet Public Health, 5(5), e289–e296.
https://doi.org/10.1016/S2468-2667(20)30089-X

Vaidya, S., Ambad, P., & Bhosle, S. (2018). Industry 4.0 - A Glimpse.
Procedia Manufacturing, 20, 233–238.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.02.034

97
Koentjoro T. (2011). Regulasi kesehatan di Indonesia.Edisi
revisi.Yogyakarta. Penerbit Andi.

Martin M. (2015). A Precious Jewel The Role Of General Oractice In


the Englush NHS. The New England Journal For Medicine.
371:893-897.

Mboi N. (2011). Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan


Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.Jakarta :
Kementerian Kesehatan.

Morissey S, Blumenthal D, Osborn R, Curfman G, Malina D.


(2015). International Health Care Systems. 372:75-76.

Muchlas M. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press.

Mulyadi. (2007). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen


: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Jakarta : Salemba
Empat.

Obama B. (2012). Securing the Future of American Health Care.


The New England Journal For Medicine; 367:1377-1381.

Oberlander J, Perreira K .(2013). Implementing Obamacare in a Red


State. Dispatch from North Carolina. TheNew England Journal
For Medicine. 369: 2469 – 2471.

Reed D, Harris L, Kuramoto R. (2015). Recruiting Physicians Today.


Physician Recruitment Trends That Can Help Shape A
Successful Strategy. The New England Journal For Medicine.
25:1

Rosenbaum, J.D. (2011). The Patient Protection And Affordable Care


Act : Implications For Public Health Policy And Practice.

98
US National Library For Medicine. National Institute of
Health.126: 130–135

Sarbadhikari, S.N. (2013). The Role Of Public Health Informatics In


Providing Universal Health Care. International Journal of
Medical Science and Public Health.2 : 453 - 459.

Schroeder S, Frist W. (2013). Phasing Out Fee For Payment. The New
England Journal For Medicine. 368: 2029 - 2023.

Sutton M, Nikolova S, Boaden R, Lester H, McDonald R, Roland


M. (2012). Reduced Mortality with Hospital Pay for
Performance in England. The New England Journal For
Medicine;367:19.

Trisnantoro L. (2005). Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit.


Yogyakarta. Penerbit Andi.

Teck Hong T, Waheed A.(2011). Herzberg's Motivation Hygiene


Theory And Job Satisfaction In The Malaysian Retail Sector :
The Mediating Effect Of Love Of Money.Asian Academy of
Management Journal. 16:73–94.

Ubel P, David A, Comerford, Eric J. (2015). Healthcare gov 3.0


Behavioral Economics and Insurance Exchange.The New
England Journal For Medicine. 372: 695-698.

Utarini A. (2011). Mutu Pelayanan Kesehatan Di Indonesia : Sistem


Regulasi Yang responsif. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.

WHO. (2013). Expanding prepayment is key to universal health


coverage", International Journal of Health Care Quality
Assurance.26 :1.

99
Wilde, E. T. (2009). Do Emergency Medical System Response Times
Matter for Health Outcomes?. New York: Columbia University.
2 :86.

10
0

Anda mungkin juga menyukai