SUKU
PASER
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
ZAKY PRAMANA
A. SEJARAH SUKU PASER
Bahkan lebih jauh lagi Paidah mengklaim Suku Paser adalah suku tertua
di Kalimantan dan diyakini sebagai induk suku yang melahirkan suku-suku lain
di seluruh pulau Borneo. Dalam sempuri diceritakan, suku Paser lahir dari Suku
Kerawong yang tinggal di sekitar hulu sungai Telake di Kecamatan Long Kali,
Kabupaten Paser. Dari Suku Kerawong ini lahir Suku Paser Lembuyut dan Suku
Paser Saingkuak. Dari dua suku terakhir itulah lahir 12 sub suku yang dikenal
dan masih eksis hingga saat ini. Masyarakat Adat Suku Paser menyebut 12 sub
suku itu dengan sebutan ‘Bansu Tatau Datai Danum’, yang berarti masyarakat
atau manusia yang hidup di pinggir sungai, pantai, atau danau. “Ke-12 sub suku
itu mendiami sepanjang tenggara pulau Kalimantan, atau dalam literatur
masyarakat adat Paser menyebut pulau Kalimantan sebagai ‘Benuo Rekan
Tatau’ yang artinya negeri yang kaya raya nan luas,” cetus Paidah.
Soal kerajaan di peradaban Suku Paser juga berbeda dari sejarah
mainstream. Suku Paser meyakini kerajaan Paser lebih dulu berdiri daripada
Kerajaan Kutai. Menurut Paidah, berdasarkan sejarah lisan atau sempuri tetua
Suku Paser, kerajaan pertama di Nagri Paser adalah Kerajaan Padang Kero yang
berdiri pada abad ke-1 hingga 2 masehi dengan raja pertamanya bernama Raja
Nuas. Secara singkat, suku Paser membagi sejarah kerajaan-kerajaan mereka
ke dalam lima periode. Periodisasinya adalah masa Padang Kero (Abad 1-2 M),
masa Padang Betinti, masa Tuban Layar (1305-1382), masa Sie Penggawa
(1382-1516), dan masa Sadurangas (1516-1703). Masa Sadurengas juga
menjadi cikal bakal lahirnya Kesultanan Paser sebelum akhirnya dihapuskan
oleh pemerintah Kolonial Belanda pada 1906.
Klaim Padang Kero sebagai kerajaan pertama di Indonesia memang
kurang didukung oleh bukti otentik. Padahal seperti diketahui Kerajaan Kutai
diakui sebagai kerajaan pertama di Nusantara yang berdiri pada abad ke-4
Masehi. Hal ini dikuatkan dengan temuan Yupa Prasasti Mulawarman.
Kekurangan bukti otentik itu juga diakui sendiri oleh Paidah. “Kami memang
mengklaim jika kerajaan Paser ini lebih tua dari Kutai. Tapi kami miskin bukti-
bukti otentik. Berbeda dengan Kutai yang tak terbantahkan karena ada
prasastinya,” kata Paidah.
Kerajaan Paser baru ‘diakui’ keberadaannya setelah tercatat dalam Kitab
Nagarakretagama karangan Mpu Prapanca pada pertengahan abad ke-14.
Sayangnya informasi soal Kerajaan Paser juga sedikit sekali disinggung. Dalam
kitab itu tak disebutkan apa nama kerajaan di Nagri Paser atau siapa yang
memerintah. Paser/Pasir hanya ditulis satu kata. Jika diterjemahkan, potongan
informasi di Nagarakretagama itu berbunyi, “Kadangdangan, Landa, Samedang,
dan Tirem tak terlupakan. Sedu Brundeg (Brunei), Kalka, Seludung, Solot, dan
Pasir, Barito, Sawaku serta Tahalung, dan Tanjung Kutai, serta Malano yang
terkemuka di Tanjung Pura”
D. TEMPAT PERLINDUNGAN
Masyarakat ini menempati rumah panggung segi empat panjang, atap
miring empat puluh lima derajat kesamping kiri dan kanan, muka dan
belakang, memakai dinding. Rumah ini tanpa ruang pemisah dan berdaun
pintu, tinggi rumah dari permukaan tanah kurang lebih dua meter. Atap rumah
terbuat dari daun nipah, bisa juga dari kulit kayu sungkai, lantai dari pohon
niung atau bambu yang dipecah-pecah dan dijalin denga rotan, bahan
bangunan dari anak-anak kayu bundar. Sebelum mengenal paku untuk bahan
penikat masyarakat ini menggunakan rotan. Masyarakat Paser, termasuk
masyarakat homogen, jadi sudah terbiasa tinggal dalam satu rumah dua atau
tiga kepal keluarga yang terdiri dari anak menantu, saudara dari Ibu atau Bapak
tinggal dalam satu rumah, hidup rukun dan damai. Bergotong royong atau
nyempolo dalam bahasa Paser, bekerja bergotong royong tanpa
mengharapkan upah dan balas jasa. Kegotongroyongan atau nyempolo dalam
bahasa Paser adalah ciri khas masyarakat Paser yang sudah membudaya sejak
nenek moyang mereka.
E. GOTONG ROYONG
Adanya kelompok kerjasama atau gotong royong bukanlah satu
kelompok organisasi formal akan tetapi para pekerja dengan gotong royong itu
secara spontan datang membantu petani lainnya yang membutuhkan bantuan.
Pembagian kerja serta struktur organisasi tidak ada, informasi yang
disampaikan hanya melalui mulut ke mulut, kerjasama ini oleh masyarakat
Paser disebut nyempolo, gotong-royong setengah hari tanpa makan siang,
gotong-royong satu hari penuh disediakan makan siang.
F. CARA PENGUBURAN
Jauh sebelum agama dikenal di daerah Paser ini upacara penguburan
ada tiga pelaksanaan, hal ini tergantung dengan kelompok masing-masing:
Orang yang sudah mati / meninggal dibuatkan sebuah tebela atau yang
mereka sebut Lungun, lungun dibuat dari sepotong batang kayu yang dibelah
menjadi dua bagian, dan masing-masing belahan diberi lubang seukuran orang
yang mati, setelah mayat dimasukkan kedalam lungun lalu ditutup dengan
belahan tadi dan selanjutnya diikat dengan rotan, selanjutnya lungun yang
sudah berisi orang mati dibawa ke dalam hutan jauh dari perkampungan
penduduk, dan diletakkan kebawah pohon atau digantung di atas pohon, ada
juga yang dimasukkan kedalam gua seperti dua kilometer dari Desa Kesunge
Kecamatan Batu Kajang, ada terdapat sebuah gunung yang bernama Liang
Lungun.
Ada juga orang yang sudah mati dibawa ke dalam hutan yang jauh dari
perkampungan penduduk, disanalah si mayat didudukkan dan dilengkapi
dengan sebilah parang atau otak dalam bahasa Pasernya diikatkan di pinggang
si orang mati dan di tangan kanannya sebilah tombak.
Beberapa bulan kemudian setelah tulang belulang tengkorak menjadi
kering, tulang tengkorak tersebut dikumpulkan menjadi satu, selanjutnya
dikeramasi, dalam mengeramasi diiringi dengan upacara yang dipimpin oleh
seorang dukun atau mulung, dan selanjutnya dibuat dalam sebuah rumah-
rumah yang sengaja dibuat. Rumah-rumah ini diletakkan di ujung sebatang
tihang.
Penguburan seperti ini, sebelum mereka mengenal agama, akan tetapi
ada juga cara penguburan sampai hari ini mereka melakukan seperti berikut:
Orang mati dikuburkan dengan cara biasa saja akan tetapi di senja hari
kerabat si mati berkumpul di halaman rumah, dengan dipimpin seorang
mulung kematian membuat api unggun di halaman rumah, dengan membaca
mantra atau bersoyong dalam bahasa Paser, jika asap api yang berasal dari api
unggun tersebut lurus menuju kelangit, kerabat si mati bergembira sambil
berkata naik ke langit atau dombo jaun, akan tetapi jika asap api tersebut tidak
lurus karena ditiup angin para kerabat bersedih, karena anggapan mereka, jika
tidak lurus berarti roh si mati tidak diterima oleh para dewa, sedangkan yang
lurus roh si mati diterima oleh para dewa.
G. UPACARA ADAT
Meski nanti akan jadi ibu kota baru, Penajam Paser Utara masih
memegang tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Salah satunya
Nondoi yang berbau mistis.
Penajam Paser Utara bersama dengan Kutai Kartanegara sudah
ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai ibu kota baru menggantikan Jakarta.
Nantinya kedua kota ini akan jadi pusat pemerintahan yang modern.
Meski modernitas sebentar lagi akan menghampiri, Penajam Paser Utara
masih melestarikan tradisi yang sudah diwariskan selama turun temurun. Salah
satunya adalah Nondoi, yang setiap tahun sebagai festival adat.
Ritual Belian dipimpin oleh Mulang alias dukun adat. Dalam rangkaian
prosesi Belian, sang Mulung (Dukun Belian) akan mengenakan taring, sabang
sambit namanya. Selain taring, Mulung juga mengenakan gelang kuningan
bernama gitang.
Gitang kuningan ini berat sekali, lebih dari 2 kg per gelangnya. Masing-
masing di tangan Mulang, ada 2 gelang kuningan tadi. Gelang ini harus masuk
seluruhnya ke tangan Mulang, jika tidak masuk maka ritual tersebut tidak
direstui oleh leluhur.
I. RUMAH ADAT
1. Rumah Lamin
Rumah Lamin merupakan rumah adat suku Dayak. Rumah Lamin dikenal
sebagai rumah adat berbentuk rumah panggung yang panjang dan sambung
menyambung serta terdiri atas bayak kamar. Panjang rumah adat ini adalah
300 meter dengan lebar 15 m dan tinggi 3 meter.
Pembangunan Rumah Lamin menggunakan kayu ulin dan kayu besi.
Kedua kayu ini bersifat kuat dan tahan lama. Rumah Lamin dapat dihuni oleh
sekitar 25-30 kepala keluarga suku Dayak atau sekitar 100 orang. Suku Dayak
yang menghuni rumah adat ini berasal dari etnis Benuaq.
2. Rumah Adat Bulungan
Rumah adat Bulungan terletak di daerah Tanjung Kelor. Bentuk rumah
adat ini formal dan simetris. Hal ini merupakan hasil pengaruh dari Belanda.
Pengaruh Melayu juga dapat terlihat pada penggunaan warna cerah pada
bangunan yakni warna hijau, kuning, dan merah.
Rumah adat Bulungan dulu berfungsi sebagai tempat pertemuan
kesultanan. Rumah adat ini juga banyak mendapat pengaruh Islam. Hal ini
dapat dilihat pada banyaknya ukiran bahasa Arab pada bangunan rumah.
3. Rumah Adat Paser
Rumah Adat Paser adalah rumah adat yang dihuni oleh suku Paser.
Rumah ini mampu menampung 2-3 kepala keluarga yang terdiri dari anak
menantu serta saudara ibu dan bapak. Rumah ini terbuat dari kayu dan
berbentuk panggung.
Rumah adat Paser didirikan di tepi sungai. Hal ini mengikuti kepercayaan
suku Paser bahwa sungai merupakan sumber kehidupan. Rumah panggung ini
dibangun 2 meter dari permukaan tanah. Sebelum mengenal paku, suku Paser
menggunakan rotan sebagai pengikat pada atap rumah.
4. Rumah Betang
Rumah adat Betang merupakan rumah adat yang memiliki arti
memanjang atau membentang. Rumah Betang mempunyai panjang 100-150
meter, lebar 50 meter dan tingginya mencapai 5 meter. Rumah adat ini juga
dibangun di sekitar sungai, sama seperti Rumah Adat Paser.
Rumah Betang termasuk rumah adat yang megah. Bangunan rumah ini
biasanya dihuni oleh 5-6 kepala keluarga. Rumah adat ini memiliki tangga yang
hanya bisa dilalui oleh satu orang dan dapat dinaikkan saat malam menjelang.
5. Rumah Adat Suku Wehea
Rumah adat ini merupakan rumah adat yang dimiliki oleh suku Dayak
Wehea. Suku ini juga mempunyai sebutan lain yakni suku Wahau. Adapun
rumah adatnya disebut sebagai Eweang. Rumah adat Eweang berbentuk
rumah panggung yang panjang.
Rumah Eweang saling terhubung dengan rumah lainnya dengan bantuan
jembatan. Jembatan penghubung antar rumah ini disebut sebagai teljung.
Rumah adat ini terbuat dari kayu dan atapnya sekarang menggunakan seng.
2, SAMBAL ACAN
Sambal Acan ini merupakan Sambal terpopuler di Paser. Sambal acan
biasanya diolah memakai campuran buah-buah lokal seperti mangga asam,
terong asam dan binjai. Buah yang dipakai tergantung musim. Jadi, dalam
setahun kita dapat merasakan nikmatnya sambal acan dengan rasa asam
yang berbeda-beda.
3. KERIPIK PISANG RIMPI
Keripik paling khas dari Kabupaten Paser, ya, keripik pisang rimpi.
Camilan lezat yang satu ini terbuat dari pisang gepok. Dimana cara
pengolahannya dengan mengasapi pisang tersebut di atas arang kayu atau
bara, sampai berwarna kecokelatan dan mengeluarkan aroma khas yang manis
dan lezat. Keripik pisang rimpi tersedia dalam berbagai rasa seperti madu,
cokelat, vanila, original dan lain-lain. Kudapan ini sangat cocok disantap ketika
bersantai.
2. SUMPIT
Sumpit adalah senjata tradisional Kalimantan pemakaiannya dengan
cara ditiup. Senjata tradisional tersebut kerap dipakai untuk alat berburu dan
untuk senjata perang.
Sumpit dibuat dari bilahan bambu sebagai batang Sumpit (pipa sumpit)
dan damek anak panah) yang dibuat dari bilah bambu, lidi aren atau dirap.
J. PAKAIAN ADAT
Tanah Grogot, Dalam kegiatan sosialisasi tata rias tingkat nasional yang
berlangsung di Jati Padang pasar minggu Jakarta Selatan 21 September 2011
diikuti 98 peserta dari seluruh Indonesia dari tingkat provinsi dan kabupaten.
Peragaan semua pakaian adat peserta merupakan rangkaian kegiatan
sosialisasi untuk memperkenalkan pakaian rias pengantin dan masing-masing
daerah diberi kesempatan menampilkan seni pakaian daerahnya, dari
Kalimantan Timur yaitu Samarinda dan Kabupaten Paser yang mendapatkan
kebanggaan dibakukannya menjadi pakaian adat tingkat nasional. Baju POKO
TENGKOLOS LENGKOR WALU adalah atau juga dikenal Pakaian Adat Aji Puteri
Petung melalui seminar 6 November 2007 oleh DPC HARPI Melati Kabupaten
Paser ( Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia )
yang menindaklanjuti surat rekomendasi dari Lembaga Adat Paser tentang
pembuatan contoh pakaian adat paser. Dengan kegiatan sosialaisasi dijakarta
terhadap tata rias pengantin yang baru dibakukan diharapkan semua seni
pakaian daerah dapat dikenal diseluruh Indonesia dan dapat digunakan pada
setiap event-event kebudayaan agar masyarakat mengenal ragam seni dan
kebudayaan Indonesia. Pada bidang pendidikan lebih ditingkatkan ilmu
pengetahuan tata rias pengantin melalui dinas instansi terkait serta balai-balai
pelatihan. Sejarah atau asal usul pakaian adat paser dipengaruhi oleh
masuknya suku-suku pendatang seperti Banjar, Kutai, Bugis, Jawa dan tak
terkecuali bangsa asing cina, arab dan melayu, semuanya mempengaruhi
dalam pembuatan pakaian adat termasuk sesudah abad ke-19 setelah adanya
raja-raja Paser telah masuk Islam. Dalam setiap corak dan warna sangat
berpengaruh terhadap nilai seni budaya dan makna yang disampaikan seperti
mengandung keindahan, kebersamaan, kekuatan dan persatuan. Haji Abdul
Hamit atau dikenal Haji Cecet adalah pembuat pakaian adat Aji Puteri Petung
yang juga mengikuti kegiatan sosialisasi dijakarta. Telah dibakukannya pakaian
adat paser menjadi salah satu khasanah seni budaya Indonesia. Dengan
dikenalnya pakaian adapt paser ditingkat nasional menjadi kebanggaan
tersendiri bagi masyarakat kaltim khususnya Kabupaten Paser, dukungan
masyarakat dan dinas / instansi terkait serta pemerintah sangat diharapkan
agar lebih memasyarakatnya budaya paser terutama pakaian adat daerah
melalui tingkat pendidikan yang berkualitas.
K. ALAT MUSIK
1. SAMPE
Sampe adalah alat musik tradisional asli yang berasal dari suku Dayak.
Sampe memiliki arti \\\\\\\\\\\\\\\”memetik dengan jari\\\\\\\\\\\\\\\”. Jadi
kalau kita simpulkan sampe adalah alat musik yang dimainkan dengan cara
dipetik menggunakan jari.
Alat musik ini terbuat dari bahan kayu dan memiliki dawai atau senar
yang terbuat dari serat pohon enau. Pada bagian kepala sampe atau ujung
gagang, dipasang hiasan berupa ukiran yang menggambarkan taring-taring dan
burung enggang.
2. JATUNG UTANG
Jatung utang adalah alat musik tradisional yang berasal dari Suku Dayak
Kenyah. Alat musik satu ini dimainkan dengan cara dipukul menggunakan dua
buah batang kayu.
Terbuat dari bahan dasar kayu berjenis kayu lempung dan kayu meranti.
Terdapat dua cara untuk memainkan Jatung Utang, diantaranya :
1. Jatung utang di tempatkan di atas kaki sang pemain, seperti memangku alat
musik ini.
2.Jatung utang dimainkan dengan cara digantung dan diikat pada pinggang
sang pemain.
3. KADIRE
Kadire adalah salah satu alat musik yang terbilang unik. Alat musik ini
memiliki ukuran yang relatif kecil dan terbuat dari bahan bambu, labu, dan
tempurung kelapa.
Untuk memainkannya, kamu perlu meniup bagian yang terbuat dari
labu. Bagian penghasil suara adalah bagian yang terbuat dari tempurung
kelapa. Alat musik ini seringkali dimainkan untuk mengiringi acara-acara
tradisional masyarakat Kalimantan Timur.