Anda di halaman 1dari 17

Menguatkan Tata Kelola

Transparansi Informasi
Publik di Perguruan Tinggi
Antoni Putra
Fakultas Hukum Universitas Andalas

antoniputra94@gmail.com

ABSTRAK
Banyaknya Perguruan Tinggi yang bermasalah dengan korupsi
merupakan akibat dari tidak transparannya pengelolaan informasi.
Sistem manajemen yang berbelit-belit menyebabkan publik kesulitan
mengakses informasi yang berguna untuk mengawasi setiap kegiatan
Perguruan Tinggi. Salah satu cara agar Perguruan Tinggi terbebas
dari praktek korupsi adalah dengan memperbaiki tata kelola
Perguruan Tinggi, yaitu menciptakan media pengelolaan informasi
yang baik. Sebagaimana tuntutan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan demi untuk
menjamin keterbukaan informasi publik, setiap badan publik wajib
memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Hal ini berguna untuk memberi jaminan kepada publik agar dapat
menerima informasi yang tidak ditemukan dalam website Perguruan
Tinggi yang bersangkutan. Jika melihat pengelolaan informasi di
beberapa Perguruan Tinggi negeri tentang ketersedian informasi
di website, Perguruan Tinggi yang bersangkutan masih belum
menunjukkan adanya publikasi yang baik terhadap informasi yang

173
seharusnya diketahui publik. Informasi seperti tata kelola Perguruan
Tinggi yang harusnya diketahui publik masih minim tersedia. Sistem
pengelolaan data perlu diperbaiki agar terciptanya Perguruan Tinggi
yang transparan dan akuntabel. Bila telah demikian, kontrol publik
terhadap Perguruan Tinggi dapat menghindarkan terjadinya praktek
korupsi, serta pihak Perguruan Tinggi akan lebih hati-hati dalam
mengelola informasi, sebab bila terjadi kesalahan dapat berakibat
fatal. Dengan begitu, Perguruan Tinggi dapat menjadi model
pengelolaan keterbukaan informasi publik yang baik. Dari situ dapat
kita ambil kesimpulan bahwa Perguruan Tinggi harus memperbaiki
sistem pengelolaan informasi yang berbasis teknologi (website) dan
memperbaiki manajemen permintaan data secara langsung. Karena
Perguruan Tinggi sebagai tempat lahirnya kaum intelektual harus
menjadi contoh sempurna bagaimana mengelola informasi yang
baik. Bila pengelolaan informasi di badan publik baik, maka potensi
terjadinya korupsi pun semakin kecil.
Kata kunci : keterbukaan informasi publik, transparansi,
korupsi.

ABSTRACT
Many colleges have problems with corruption is a result of
a lack of transparency in the management of information. The
PDQDJHPHQW V\VWHP RI FRQYROXWH FDXVH GLɤFXO\ DFFHVVLQJ SXEOLF
information that is useful to monitor every activity of the college.
One way that university are free from corrupt practices to improve
governance of the university, which is to create a good media
information management. as demanded by Act No. 14 of 2008 on
Public Information. And in order to ensure transparency of public
information, every public body shall have the Documentation and
,QIRUPDWLRQ 0DQDJHPHQW 2ɤFHU 33,'  LW LV XVHIXO WR SURYLGH
assurance to the public in order to receive information not found
in the website of the universities. If you look at the management
of information in some public university about the availability
of information on the website, the college in question has yet to
be a good publicity to information that should be publicly known.
Information such as the governance of university that should be
known to the public is still minimal available. Data management
systems need to be improved for the creation of colleges of

174 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

transparency and accountability. When it is so, public control of


the college may prevent the occurrence of corruption, as well as the
university will be more careful in managing information, because if
something goes wrong can be fatal. By doing so, the college can be a
management model that better public information disclosure. From
there we can draw the conclusion that university should improve the
management system of information-based technologies (website)
and improve demand management data directly. Because the college
as the birthplace of intellectuals must be a perfect example of how to
manage information better. When the management of information
in public agencies is good, then the potential for corruption can to be
smaller.
Keywords: public informaation disclosure, transparency,
corruption.

PENDAHULUAN
Kasus korupsi yang terjadi di Perguruan Tinggi merupakan
akibat dari tidak transparannya manajemen pengelolaan informasi
di Perguruan Tinggi. Kurangnya ketersediaan informasi yang dapat
diakses publik telah menyebabkan pengawasan publik terhadap
Perguruan Tinggi menjadi sangat minim.
Seperti halnya korupsi yang terjadi di beberapa Perguruan
Tinggi. Di antaranya korupsi yang melibatkan guru besar Universitas
Tadulako (Untad) Prof Dr Sultan MSi dan Fauzian Tendri Sisi Mantan
Bendahara Lemlit Untad atas dugaan terlibat korupsi dana penelitian
tahun 2013-2014 sebesar Rp980 juta (antaranews.com, 2016). Prof
Salmadanis, Guru Besar IAIN Imam Bonjol Padang, ditahan karena
diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi pada pembangunan
kampus IAIN Imam Bonjol III di Sungai Bangek, Padang (sumbarsatu.
com, 2016). Mantan Rektor Universitas Airlangga Fasichul Lisan
menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan
Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga, dengan nilai proyek
sekitar Rp 300 miliar dan kerugian negara diperkirakan mencapai
Rp 85 miliar (tempo.co, 2016). Dan dapat pula diperkirakan masih
banyak kasus korupsi lainnya yang terjadi di Perguruan Tinggi.
Sebagaimana Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur
tentang keterbukaan informasi publik yaitu Undang-Undang No.14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang merupakan

175
instrumen hukum yang mendukung perwujudan transparansi.
Undang-undang ini lahir untuk memberikan jaminan terhadap
semua orang dalam memperoleh informasi (Partodihardjo 2009).
Sebagaimana yang dijamin Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28 f yang berbunyi “setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Kategori informasi publik yang harus disediakan Perguruan
Tinggi adalah Informasi berkala, tersedia setiap saat dan serta merta.
Namun kondisi media informasi kampus, seperti di UI, Unand dan
UBH masih belum mempublikasi ketiga informasi tersebut dengan
baik.
Ketiga Perguruan Tinggi tersebut sengaja penulis jadikan objek
penelitian tentang mekanisme pengelolaan informasi publik di
Perguruan Tinggi. Sebab ketiga Perguruan Tinggi itu terdiri dari
Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH), Badan Layanan
Umum (BLU), dan Perguruan Tinggi swasta.
Sebagai badan publik, Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban
untuk membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Perguruan Tinggi tersebut kepada masyarakat
luas. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan akan
tercipta tata kelola Perguruan Tinggi yang transparan dan akuntabel
sebagai salah satu cara untuk menciptakan Perguruan Tinggi yang
anti-korupsi.
Dengan demikian, Publik dapat mengawasi pengelolaan Perguruan
Tinggi dengan baik, dan Perguruan Tinggi dapat termotivasi untuk
bertanggung jawab dan berorientasi terhadap pengelolaan sistem
informasi yang baik. Sebab jika terjadi kesalahan, maka kesalahan itu
dapat berakibat fatal terhadap Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
Dan upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan good governance
dan mencegah praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di
Perguruan Tinggi. Dengan begitu pula, Perguruan Tinggi sebagai
tempat lahirnya kaum terdidik dapat menjadi contoh badan publik
yang mengelola informasi dengan baik. Bila pengelolaan informasi
di badan publik baik, maka potensi terjadinya korupsi pun semakin
kecil.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam makalah

176 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

ini penulis bermaksud untuk mengulas bagaimana manajemen


pengelolaan informasi di Perguruan Tinggi dalam rangka mendorong
transparansi Perguruan Tinggi?

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN


KORUPSI
a. Hak Atas Informasi
Sebagai manusia kita mempunyai hak mendasar yang disebut
dengan hak asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
(Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia).
Selain hak asasi manusia, warga negara Indonesia juga mempunyai
hak atas informasi. Hak atas informasi ini dijamin UUD 1945. Pada
pasal 28F dinyatakan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Untuk menguatkan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut, maka
disusunlah Undang-Undang No 14/2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP). UU KIP memberikan jaminan kepada
setiap warga negara untuk memperoleh informasi yang dikuasai oleh
badan publik. UU KIP memberikan acuan yang jelas kepada warga
negara tentang tata cara memperoleh informasi dari badan publik,
yang mana masyarakat dapat memantau setiap kebijakan, aktivitas
maupun anggaran badan-badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara maupun yang berkaitan dengan kepentingan
publik lainnya (Partodihardjo 2009).

b. Jenis Informasi publik


Menurut UU KIP terdapat dua jenis informasi publik yang ada
di badan publik, yaitu informasi yang terbuka dan informasi yang
dikecualikan, masing-masing adalah sebagai berikut:

177
1. Informasi yang terbuka
1) Informasi badan publik yang wajib diumumkan secara
berkala meliputi:
 ,QIRUPDVLWHQWDQJSUR¿OEDGDQSXEOLN\DQJPHOLSXWL
a. Informasi tentang kedudukan atau domisili beserta
alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud
dan tujuan, tugas dan fungsi badan publik serta
unit-unit dibawahnya.
b. Struktur organisasi, gambaran umum tiap satuan
NHUMDSUR¿OVLQJNDWSHMDEDW
2. Ringkasan informasi tentang program dan/atau
kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkungan
badan publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Nama program/kegiatan;
b. Penanggungjawab, pelaksana program dan
kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat
yang dapat dihubungi;
c. Target dan/atau capaian program dan kegiatan;
d. Jadwal pelaksanaan program dan kegiatan;
e. Anggaran program dan kegiatan yang meliputi
sumber dan jumlahnya;
f. Agenda penting terkait pelaksanaan tugas badan
publik;
g. Informasi khusus lain yang berkaitan langsung
dengan hak-hak masyarakat;
h. Informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/
atau pejabat badan publik;
i. Informasi tentang penerimaan calon peserta
didik pada badan publik yang menyelenggarakan
kegiatan pendidikan untuk umum.
3. Informasi tentang kinerja dalam lingkup badan publik
berupa narasi realisasi program dan kegiatan yang telah
maupun sedang dijalankan;
4. Informasi tentang laporan keuangan yang sekurang-
kurangnya meliputi:
a. Rencana dan laporan realisasi anggaran.
b. Neraca.
c. Laporan arus kas dan catatan atas laporan
keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi
yang berlaku.

178 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

d. Daftar aset dan investasi.


5. Ringkasan akses Informasi Publik sekurang-kurangnya
terdiri atas:
a. Jumlah permohonan Informasi Publik yang
diterima
b. Waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap
permohonan Informasi Publik
c. Jumlah permohonan Informasi Publik yang
dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya dan
permohonan Informasi Publik yang ditolak
d. Alasan penolakan permohonan Informasi Publik
6. Ringkasan tentang peraturan, keputusan, dan/atau
kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi
publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik.
7. Informasi tentang hak dan tata cara memperoleh
Informasi Publik, serta tata cara pengajuan keberatan
serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik
berikut pihak-pihak yang bertanggungjawab yang
dapat dihubungi;
8. Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan
wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh
pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan
izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang
bersangkutan;
9. Informasi tentang pengumuman pengadaan barang
dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan
terkait;
10. Informasi tentang prosedur peringatan dini dan
prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor
Badan Publik.

2) Informasi badan publik yang wajib diumumkan secara serta


merta
Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta
merta adalah informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum antara lain:
1. Informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti
kegagalan industri atau teknologi, dampak industri,
ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan
keantariksaan;

179
 %HQFDQDVRVLDOVHSHUWLNHUXVXKDQVRVLDONRQÀLNVRVLDO
antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
teror;
3. Informasi tentang racun pada bahan makanan yang
dikonsumsi oleh masyarakat; atau
4. Informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas
publik.

3) Informasi badan publik yang wajib tersedia setiap saat.


Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat
sekurang-kurangnya terdiri atas:
1. Daftar Informasi Publik yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. Nomor
b. Ringkasan isi informasi
c. Pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai
informasi
d. Penanggungjawab pembuatan atau penerbitan
informasi
e. Waktu dan tempat pembuatan informasi
f. Bentuk informasi yang tersedia
g. Jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip;
2. Informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau
kebijakan Badan Publik yang sekurang-kurangnya
terdiri atas:
a. Dokumen pendukung seperti naskah akademik,
kajian atau pertimbangan yang mendasari
terbitnya peraturan, keputusan atau kebijakan
tersebut
b. Masukan-masukan dari berbagai pihak atas
peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut
c. Risalah rapat dari proses pembentukan peraturan,
keputusan atau kebijakan tersebut
d. Rancangan peraturan, keputusan atau kebijakan
tersebut
e. Tahap perumusan peraturan, keputusan atau
kebijakan tersebut
f. Peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang
telah diterbitkan;

180 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

3. Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan


diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 UU KIP;
4. Informasi tentang organisasi, administrasi,
kepegawaian, dan keuangan;
5. Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut
dokumen pendukungnya;
6. Surat-menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik
dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
7. Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/
atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan
laporan penaatan izin yang diberikan;
8. Data perbendaharaan atau inventaris;
9. Rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik;
10. Agenda kerja pimpinan satuan kerja;
11. Informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi
Publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana
layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta
kondisinya, sumber daya manusia yang menangani
OD\DQDQ ,QIRUPDVL 3XEOLN EHVHUWD NXDOL¿NDVLQ\D
anggaran layanan Informasi Publik serta laporan
penggunaannya;
12. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang
ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan
penindakannya;
13. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran
yang dilaporkan oleh masyarakat serta laporan
penindakannya;
14. Daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan;
15. Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka
bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan
dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik
16. Informasi tentang standar pengumuman informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 bagi penerima
izin dan/atau penerima perjanjian kerja;
17. Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat
publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.

181
2. Informasi yang dikecualikan
Informasi Publik yang dikecualikan sifatnya rahasia dan tidak
dapat diakses oleh publik sesuai dengan kriteria yang diatur
dalam Pasal 17 UU KIP. Informasi Publik dikecualikan secara
limitatif berdasarkan pada Pasal 17 UU KIP. Untuk menjelaskan
informasi yang dikecualikan/dirahasiakan yaitu (Partodihardjo
2009):
1. Consequential harm, informasi tertentu dapat dikategorikan
rahasia apabila pejabat publik secara memuaskan mampu
menjelaskan konsekuensi atau resiko kerugian yang muncul.
2. Balancing public interest, setelah ditimbang bahwa
kepentingan publik untuk tidak membuka informasi lebih
besar dibandingkan dengan kepentingan publik untuk
mengakses informasi.

c. Prinsip Pelayanan Publik yang Baik


Pelayanan publik yang baik dapat pula tercermin dengan adanya
akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (Alsyam dan
Afriani 2016). Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik adalah sebagai berikut:
 (IHNWL¿WDV OHELK PHQJXWDPDNDQ SDGD SHQFDSDLDQ DSD \DQJ
menjadi tujuan dan sarana.
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat
yang memintanya.
3. Transparan, mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian
mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan;
b. Persyaratan (teknis maupun administratratif);
c. Pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan yang baik;
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan,
satuan kerja pejabat/pejabat penanggung jawab pemberi layanan,
waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara
terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat,
baik diminta maupun tidak diminta.

182 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

 (¿VLVHQVLPHQJDQGXQJDUWL
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi oleh hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan
dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam
hal proses pelayanan masyarakat yang mempersyaratkan
adanya kelengkapan persyaratan dari pejabat penanggung
jawab pemberi layanan.
6. Ketepatan waktu, mengandung arti bahwa pelaksanaan
pelayanan publik dapat diselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
7. Responsif, mengandung makna adanya daya tanggap dan cepat
menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi
publik yang dilayani.
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi
tuntutan, keinginan dan aspirasi publik yang dilayani dan
senantiasa mengalami kemajuan.

d. Relasi Transparansi dan Korupsi


Sebagai badan publik dan instansi pendidik, Perguruan Tinggi
wajib menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Prinsip
transparansi berarti bahwa pengelolaan Perguruan Tinggi harus
terbuka dan mampu menyajikan informasi yang relevan, secara tepat
dan akurat kepada pemangku kepentingan untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek kecurangan dalam pengelolaan Perguruan Tinggi
yang dapat merugikan masyarakat. Prinsip akuntabilitas merupakan
kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua
kegiatan yang dijalankan Perguruan Tinggi kepada semua pemangku
kepentingan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan.
Disinilah letak relasi transparansi dan korupsi itu, yaitu
transparansi akan menciptakan situasi dimana ruang publik untuk
mengawasi kegiatan Perguruan Tinggi menjadi tidak terbatas. Namun
jika transparansi informasi di Perguruan Tinggi tidak terlaksana,
maka patut dicurigai bahwa ada sesuatu yang ditutupi yaitu berupa
tindak pidana korupsi. untuk itu, Perguruan Tinggi sebagai badan
publik harus bisa diminta pertanggungjawaban bila terjadi korupsi,
melalui mekanisme UU KIP, Perguruan Tinggi harus dianggap
sebagai subjek hukum sehingga berlaku ketentuan Pasal Pasal 20

183
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

PENGELOLAAN MEDIA INFORMASI


PERGURUAN TINGGI
a. Instrumen UU KIP
1. Komisi Informasi
Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya,
menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik
dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi
dan/atau ajudikasi non litigasi yang diajukan oleh setiap pemohon
informasi publik, menetapkan kebijakan umum pelayanan
informasi public (Komisi Informasi Pusat 2014).
2. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi
di badan publik (Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). PPID merupakan
pejabat administrasi yang wajib ada di setiap badan publik.

b. Kondisi Pengelolaan Informasi di PT


Dari beberapa contoh Perguruan Tinggi yang penulis jadikan
objek penelitian yaitu: Universitas Indonesia, Universitas Andalas dan
Universitas Bung Hatta, tidak satu pun yang menyajikan informasi
secara lengkap di dalam website sehingga publik kesulitan untuk
dapat mengetahui informasi. Didalam website Perguruan Tinggi
yang bersangkutan penulis tidak menemukan kejelasan menyangkut
informasi yang harus disajikan secara berkala, seperti rencana dan
laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Bahkan di Universitas Andalas (Unand), tidak ada kejelasan
menyangkut PPID. Bahkan Unand sempat menolak surat permintaan
informasi yang diajukan perkumpulan Integritas dengan alasan di
Unand tidak ada PPID, sehingga surat harus langsung ditujukan ke
Rektor.

184 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

Akibat kurang baiknya pengelolaan informasi di Unand telah


menyebabkan mereka menerima gugatan dari perkumpulan
Integritas di Komisi Informasi Sumatera Barat. Dalam kasus
Universitas Andalas, peneliti Integritas menggugat Unand dalam
kasus transparansi pengelolaan bus kampus. Dimana pihak
Unand enggan memberikan data pengelolaan bus kampus yang
pengelolaannya diserahkan ke swasta. Tanpa adanya penjelasan yang
jelas, pihak Unand malah menyatakan bahwa tidak semua orang
boleh mengetahui pengelolaan data menyangkut pengelolaan bus
kampus ini. Meski dalam mediasi di persidangan KI Padang, pihak
Unand yang dalam ini diwakili oleh kuasa hukumnya Ade Gustara,
menyatakan akan memperbaiki pengelolaan manajemen informasi
di Unand, namun tetap bersikeras tidak mau memberikan data yang
dimintai Integritas (catatan: argumen ini merupakan kesimpulan
dari proses mediasi antara Universitas Andalas sebagai Termohon
dan Integritas sebagai pemohon pada tanggal 26 September 2016 di
Komisi Informasi Sumatera Barat).
Sebelum perkumpulan Integritas mengajukan permintaan data,
Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP)
Universitas Andalas telah terlebih dahulu melakukan permintaan
data. Namun pihak Unand menolak permintaan data yang diajukan
UKM PHP tersebut dengan alasan bukan setiap orang boleh
mengetahui informasi tersebut, bahkan pihak Unand yang diwakili
oleh kuasa hukumnya memintai Nama dan Nomor BP mahasiswa
yang bersangkutan dan ditandai sebagai mahasiswa pembangkang
(catatan: argumen ini merupakan kesimpulan dari proses mediasi
antara Universitas Andalas sebagai Termohon dan Integritas sebagai
pemohon pada tanggal 26 September 2016 di Komisi Informasi
Sumatera Barat).
Hal-hal demikian tentu menggambarkan bahwa keterbukaan
informasi publik di Perguruan Tinggi masih jauh dari prinsip
transparansi dan akuntabilitas. Implementasi UU KIP masih belum
terlaksana dengan baik di Perguruan Tinggi. Keberadaan PPID masih
sebatas tertib administrasi dengan belum adanya kinerja yang baik
oleh PPID setiap Perguruan Tinggi.
c. Pengelolaan Informasi yang Ideal di PT
Idealnya, sebagai instansi pendidikan, hendaknya Perguruan
Tinggi mencerminkan sebuah kelembagaan yang antikorupsi, dengan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar pelayanan publik yang baik
dan adanya pengelolaan informasi yang dapat diakses publik dengan

185
mudah. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan Perguruan
Tinggi untuk menciptakan pengelolaan informasi yang ideal dan
mencerminkan kampus anti-korupsi, yaitu:
1. Memperbaiki kinerja PPID
PPID harus bekerja maksimal dalam menjalankan tanggung
jawab mengelola informasi di Perguruan Tinggi. PPID harus
mampu menciptakan situasi dimana informasi yang menjadi
hak publik dapat diakses dengan mudah. Tanggung jawab
PPID bukan hanya sebatas memberi jaminan agar publik dapat
mengakses informasi, namun juga memastikan informasi yang
diterima masyarakat itu terjamin kualitasnya. PPID juga harus
bertanggungjawab memperbaiki setiap kesalahan informasi yang
disajikan, sehingga tidak terjadi kebingungan atas kesalahan
penyajian informasi tersebut.
2. Menyampaikan Informasi dengan baik di media
website
Perguruan Tinggi melalui PPID harus menciptakan media
informasi berupa website dengan baik. Informasi yang disajikan
di media website harus jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman/
kekeliruan publik saat mengakses informasi, itu yang petama.
Kedua, informasi yang disajikan di dalam media website harus
terperinci, seperti: memuat daftar informasi yang tersedia,
meletakkan informasi sejenis dalam satu kelompok, dan
menjelaskan secara rinci informasi yang ada. Kemudian yang
terakhir atau yang ketiga, informasi yang disajikan di media website
harus lengkap, dengan artian sebuah informasi yang dipublikasi
tidak terpotong-potong, melainkan dijelaskan sekaligus mulai
dari awal hingga akhir. Hal ini bertujuan agar publik dengan
mudah mengakses informasi tanpa perlu mengutak-atik beberapa
halaman di media website dan memberikan jaminan kualitas
informasi yang didapatkan publik.
Dengan demikian, publik dapat mengawasi setiap kegiatan
dan menganalisis laporan Perguruan Tinggi. Jika terjadi
kesalahan informasi yang disajikan, publik dapat meminta
pertanggungjawaban Perguruan Tinggi untuk memperbaiki,
dan bila hasil perbaikan masih bermasalah dan terindikasi
adanya korupsi, maka publik dapat melakukan tuntutan hukum
berdasarkan ketentuan Pasal 20 UU No. 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.

186 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

3. Memberikan Perlindungan terhadap Partisipasi


Mahasiswa
Maksudnya adalah Perguruan Tinggi wajib memberikan
jaminan bahwa tidak akan ada intimidasi terhadap mahasiswa yang
berpartisipasi, mengkritisi pengelolaan informasi dan membantu
mengungkap korupsi di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi harus
memberikan jaminan kepada mahasiswa bahwa keikutsertaannya
dalam mengkritisi dan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi
tidak akan berimbas kepada perkuliahannya. Sebab selama ini
kendala utama yang menyebabkan mahasiswa tidak mampu
mengkritisi pengelolaan informasi di Perguruan Tinggi dan
melaporkan dugaan korupsi adalah intimidasi dan rasa takut akan
menimbulkan masalah dengan perkuliahannya.

KESIMPULAN
Sebagaimana kewajiban dari badan publik, Perguruan Tinggi
wajib menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik dengan baik. Dalam UU KIP, prinsip
ini menuntut badan publik untuk membuka/mempublikasi informasi
guna untuk menciptakan kondisi pengelolaan badan publik yang
transparan dan akuntabilitas. Jika Perguruan Tinggi menolak untuk
membuka infomasi ke publik, maka dapat dicurigai bahwa ada yang
ditutup-tutupi, yaitu berupa tidak pidana korupsi. Untuk itu, melalui
UU KIP dengan mekanisme keterbukaan informasi publik, Perguruan
Tinggi dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap segala bentuk
informasi yang menjadi hak publik. Dan jika ada indikasi terjadinya
korupsi, Perguruan Tinggi dapat pula dituntut dengan ketentuan
UU Tipikor. Mekanisme seperti ini bertujuan untuk meminimalisir
peluang terjadinya korupsi di Perguruan Tinggi.
Sebab Perguruan Tinggi sebagai tempat berkumpulnya kaum
intelektual harus menjadi contoh badan publik yang anti korupsi
dengan menerapkan UU KIP dengan baik. Namun bila Perguruan
Tinggi terlibat korupsi, maka sudah dipastikan perilaku tersebut
akan diadopsi oleh mahasiswa, apalagi yang melakukan korupsi
tersebut melibatkan tenaga pendidik, yakni Guru Besar dan jajaran
pendidik lainnya. Sebab Guru Besar merupakan kasta tertinggi dalam
ilmu pengetahuan akan selalu dicontoh oleh mahasiswa, dosen, dan
masyarakat luas. Sebagaimana hakikatnya, murid akan melakukan

187
lebih dari apa yang dilakukan gurunya, seperti peribahasa yang
mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.

REFERENSI
Buku
Chazawi Adami, 2016. Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Raja
*UD¿QGR3HUVDGD-DNDUWD
Soemarno Partodiharjo, 2009. Tentang Keterbukaan Informasi
Publik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tim Komisi Informasi Pusat, 2014, Komisi Informasi Pusat, The
Jawa Pos Institute Of Pro-Otonomi, Jakarta.
Tim Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006. Memahami Untuk
Membasmi”, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta.
Tim Sosialisasi Undang-Undang Perguruan Tinggi, ...., Otonomi dan
Tata Kelola Perguruan Tinggi, Nizam, Jakarta.

Jurnal
Alsyam dan Afriani, ³(IHNWL¿WDV 3HUDQ 2PEXVGPDQ 5HSXEOLN
Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Dalam Rangka
Memberikan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombusdman Di Kota Padang”,
Yustisia, Volume 23, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 30 April 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 nomor 61.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 21 November 2001. Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4150.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli

188 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017


Menguatkan Tata Kelola Transparansi Informasi Publik di Perguruan Tinggi
(Antoni Putra)

2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor


112.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diundangkan di
Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1999. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia, Diundangkan di Jakarta pada 23
September 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165.

Website
Antara News, Fauzi, “Guru Besar Untad ditahan terkait korupsi”,
http://www.antaranews.com/berita/574453/guru-besar-untad-
ditahan-terkait-kasus-korupsi , diakses tanggal 29 September
2016.
Sumbarsatu.com, “Guru Besar IAIN Imam Bonjol padang dan
Notaris di tahan Kejari Padang”, http://www.sumbarsatu.com/
berita/13233-guru-besar-iain-imam-bonjol-padang-dan-notaris-
ditahan-kejari-padang, diakses tanggal 29 September 2016.
Tempo, “Korupsi RS Unair KPK Tetapkan Rektor Unair Tersangka”,
https://m.tempo.co/read/news/2016/03/30/078758257/
korupsi-rs-unair-kpk-tetapkan-mantan-rektor-unair-tersangka,
diakses tanggal 2 Oktober 2016
www.bunghatta.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016
www.ui.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016
www.unand.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016

189

Anda mungkin juga menyukai