Tutik Apriani
Baiq Siti Mariani
Iman Martiasdinanta
Usman
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberikan taufik dan hidayah ,
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan selesai.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih, Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Penulis menyadari ada kekurangan
pada makalah ini, oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan makalah.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik
lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam pembuatan
makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB. 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 4
A. Latar belakang ............................................................................... 4
B. Rumusan Masal.............................................................................. 6
C. Tujuan............................................................................................. 6
BAB. II PEMBAHASAN ............................................................................... 7
A. Factor pendukung pendidikan inklusi ............................................ 7
B. Factor penghambat pendidikan inklusi........................................... 11
C. Jenis layanan di sekolah inklusi...................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelayanan atau layanan berasal dari bahasa asing yaitu service. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pelayanan diartikan sebagai perihal atau cara melayani; usaha melayani
kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan; kemudahan yang diberikan sehubungan
dengan jual beli barang atau jasa.Suatu pelayanan dikatakan berhasil atau berkualitas tinggi
jika layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para pengguna layanan.Oleh karena
itu, antara kebutuhan dan pelayanan memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu. Sama seperti anak normal lain,
anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak dalam memperoleh layanan pendidikan yang
layak.Cara yang paling efektif dalam membantu anak berkebutuhan khusus adalah dengan
menyediakan bentuk layanan pendidikan yang memadai dan disesuaikan dengan
karakteristik individu anak.Anak berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan
pendidikan secara khusus karena keterbatasannya.Beberapa penanganan yang dapat
digunakan untuk layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah layanan pendidikan
Home Schooling dan layanan pendidikan di Rumah Sakit. Oleh karena itu, dalam makalah
ini penulis ingin membahas tentang layanan pendidikan Home Schooling serta layanan
pendidikan di Rumah Sakit.
c. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Apa saja bidang layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Bagaimanakah layanan pendidikan Homeschooling bagi ABK?
4. Bagaimanakah layanan pendidikan di Rumah Sakit bagi ABK?
d. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan jenis-jenis layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
2. Menjelaskan bidang layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
4
3. Mendeskripsikan layanan pendidikan Homeschooling bagi ABK
4. Mendeskripsikan layanan pendidikan di Rumah Sakit bagi ABK
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan PP
No. 66 Tahun 2010 tentang 210
Perubahan Atas PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157)
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan
10. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur
Selain peraturan-peraturan tersebut di atas, berdasarkan data sekunder dan primer serta observasi
peneliti di lokus penelitian, berikut merupakan faktor pendukung dalam implementasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di Kota Surabaya
khususnya terkait perekrutan GPK
7
c. Peran orangtua siswa di sekolah inklusif. Meskipun peran orangtua sangat
diharapkan bagi suksesnya penyelenggaraan pendidikan inklusif, namun masih
banyak orangtua anak berkebutuhan khusus yang melimpahkan semua urusan
pembelajaran kepada sekolah. Orangtua kurang kolaborasi dengan pihak sekolah
dan jarang berkomunikasi dengan para guru.
1. SD 62 302 20%
2. SMP 23 63 36%
3. SMA 1 22 4%
4. SMK 4 11 36%
Dengan melihat data tabel 6.1, terkait kewenangan Kota Surabaya ada pada level
penyelenggaraan sekolah SD dan SMP menunjukkan bahwa, jumlah sekolah yang ditunjuk SD
adalah 20% dan SMP sejumlah 36%, pada tahun 2019 angka ini menunjukkan komitmen Kota
Surabaya dalam mendukung sekolah inklusif. Karena pada tahun 2018 Sekolah di Kota Surabaya
yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusif SD hanya 50 sekolah, dan SMP 20
Sekolah.
Faktor Penghambat Faktor penghambat yang ditemukan peneliti dalam implementasi perekrutan
GPK pada sekolah inklusif di Kota Surabaya adalah seperti yang disampaikan peneliti berikut
ini: 1.
8
1. Keberagaman karakteristik yang berbeda tiap individu serta daya serap ABK menjadikan
GPK perlu waktu lebih banyak dan efektif dalam memilih strategi dalam proses
pendampingan di kelas inklusif. 2.
2. Terbatasnya tenaga GPK dalam melakukan pemantauan terhadap ABK.
3. Kemampuan GPK yang masih perlu ditingkatkan dalam hal penanganan untuk ABK.
4. Kurangnya fasilitas yang memadai untuk proses kegiatan pembelajaran yang menunjang
keberhasilan pembelajaran ABK.
5. Terdapat siswa yang kurang bisa berkomunikasi dengan baik, karena masing-masing
individu siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengikuti pelajaran.
Dari faktor-faktor di atas, lebih baiknya GPK harus lebih memberikan pelayanan dan
pendampingan secara individual terhadap ABK dengan intens serta GPK harus lebih kreatif
dalam memodifikasi kurikulum dan bahan ajar saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada
faktor penghambat, berikut hasil wawancara dan pengumpulan data terhadap informan ke-7 dan
ke-8, yang menjadi masalah umum yang terjadi di sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif di Kota Surabaya:
a. Jumlah siswa SMPN 5 sebanyak 984 anak, terdiri dari jumlah anak berkebutuhan
khusus (ABK) sebanyak 58 anak dan jumlah anak tanpa berkebutuhan khusus
(ATBK) sebanyak 926 anak
b. Jumlah kelas SMPN 5 sebanyak 24 kelas
c. Jumlah siswa setiap kelas sebanyak 41 anak, terdiri dari jumlah ABK sebanyak 2
– 4 anak dan sisanya adalah ATBK
- Jumlah GPK SMPN 5 sebanyak 21 orang, terdiri dari: - 4 orang berlatar belakang lulusan
PLB dan diangkat GPK dengan SK Walikota Surabaya
- 17 orang bertatus sebagai guru reguler/PNS, disamping tugas pokoknya sebagai guru
bidang studi/guru mata pelajaran mendapat tugas tambahan diangkat sebagai GPK dengan
SK Kepala Sekolah, dengan memperoleh tambahan tunjangan insentif setiap bulan.
9
Disini ada perbedaan antara GPK yang diangkat Disdik Kota Surabaya dengan yang diangkat
oleh Kepala sekolah. Kemudian yang tidak menjadi ideal adalah, GPK diambil dari Guru
Reguler yang tanpa pelatihan khusus penanganan ABK, hanya ada berupa briefing dan
pengarahan yang diperlukan, seharusnya GPK menjadi tugas pokok bukan menjadi tugas
tambahan atau dirangkap oleh Guru Reguler yang mengajar pelajaran bidang studi. Mengapa
tidak ideal guru mata pelajaran/guru bidang studi diberikan tugas tambahan sebagai GPK, karena
tugas guru dimaksud sudah sangat banyak, sehingga jika diberi tugas tambahan sebagai GPK
maka akan mengakibatkan pendampingan terhadap ABK tidak optimal.
informan ke-8:
a. Jumlah siswa SMPN 39 sebanyak 1.092 anak, terdiri dari jumlah anak berkebutuhan
khusus (ABK) sebanyak 48 anak dan jumlah anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK)
sebanyak 1.044 anak
b. Jumlah kelas SMPN 39 sebanyak 26 kelas
c. . Jumlah siswa setiap kelas sebanyak 42 anak, terdiri dari jumlah ABK sebanyak 1 – 3
anak dan sisanya adalah ATBK
- 2 orang berlatar belakang lulusan PLB dan diangkat GPK dengan SK Walikota Surabaya
- 17 orang bertatus sebagai guru reguler/PNS, disamping tugas pokoknya sebagai guru
bidang studi/guru mata pelajaran mendapat tugas tambahan diangkat sebagai GPK dengan
SK Kepala Sekolah, dengan memperoleh tambahan tunjangan insentif setiap bulan.
Dari informan ke-7 dan 8 sama-sama mengatakan bahwa pihak sekolah kewalahan, dalam
hal ini dikarenakan jumlah GPK kurang dan juga tanpa pelatihan khusus untuk menjadi GPK.
Tugas sehari-hari guru reguler yang mengajar mata pelajaran juga sudah relatif banyak, sehingga
tugas tambahan sebagai GPK dirasakan sangat berat. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor
penghambat guru pembimbing khusus dalam penyelenggaran pendidikan inklusif yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara, selanjutnya dilakukan pembahasan yang dikaitkan dengan
10
teori-teori yang relevan untuk menjawab permasalahan penelitian mengenai faktor penghambat
implementasi guru pembimbing khusus.
11
dari indikator pencapaian belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan
pembelajaran disusun. Meskipun hanya berbentuk program yang berisikan materi
pembelajaran yang akan diajarkan. Dalam buku bahan ajar pendidikan dan latihan profesi
guru (2011: 37), prosedur umum pembelajaran individual dalam poin d memulai
pembelajaran adalah: Guru memulai pembelajaran yang mengatur data harian. Para guru
menghadapi tingkah laku siswa dengan masalah belajar yang bervariasi dari
masingmasing siswanya. Urutan pembelajaran dimulai dari penyajian, praktek melalui
bimbingan atau pengawasan, praktek secara mandiri melalui taktik yang membantu
memperoleh perkembangan data digunakan sepanjang urutan pembelajaran. Dengan
adanya hal tersebut, inilah yang menjadi problema guru pembimbing khusus dalam
proses pelaksanaan pembelajaran individual. Terkadang guru belum memiliki persiapan
yang matang untuk memberikan pembelajaran. Akan tetapi guru pembimbing khusus
harus selalu siap untuk melaksanakan pembelajaran yang baik. Sehingga tuntutan dari
guru kelas dapat diselesaikan. Dan siswa dapat kembali belajar di kelas awalnya bersama
teman-temannya.
3. Keterbatasan Guru Pembimbing Khusus dalam Mengevaluasi Pembelajaran Individual.
Evaluasi diberikan guru pembimbing khusus sebagai sarana untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam belajar. Guru memberikan tugas sehingga siswa berlatih dalam
menyelesaikan tugas secara mandiri. Menurut Budiyanto, dkk (2010:75) menyatakan
bahwa: Evaluasi adalah proses kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan/ pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kegiatan
evaluasi bertujuan untuk mengetahui keberhasilan/ ketuntasan belajar siswa dalam
mencapai atau menguasai kompetensi-kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran.
Evaluasi juga ingin mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan secara efektif
atau optimal. Isu yang paling penting terkait dengan evaluasi adalah teknis atau cara yang
akan digunakan dalam evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran. Dari
pendapat berikut evaluasi siswa berkebutuhan khusus menjalani proses evaluasi yang
sama sebagaimana diberlakukan ke siswa regular. Guru pembimbing khusus memberikan
kesamaan dalam evaluasi dalam soal ujian dan waktu evaluasi ketika evaluasi terbeut
dilakukan agar tidak ada perbedaan. Dengan demikian terlihatlah bahwa problema guru
pembimbing khusus dalam evaluasi pembelajaran. Dimana ketika pemberian evaluasi
12
untuk siswa berkebutuhan khusus disamakan dengan siswa regular. Mengingat tidak
adanya perbedaan antar siswa dalam pembelajaran. Dengan adanya hal tersebut, guru
pembimbing khusus bekerja lebih agar siswanya dapat memahami pembelajaran dengan
mudah dan dapat menyelesaikan soal-soal saat evaluasi. Terlebih lagi ketika evaluasi
kenaikan kelas, guru pembimbing khusus memberikan pengayaan untuk mengetahui
kemajuan siswa. Sehingga nantinya ketika evaluasi kenaikan kelas siswa dapat
menyelesaikannya dengan baik.
3 Disposisi Komitmen Kota Surabaya untuk terus GPK saat ini di Kota
memenuhi penyelenggaraan pendidikan Surabaya diambil dari
inklusif yang ideal Guru kelas atau guru
mata pelajaran/guru
bidang studi yang
13
mendapat tugas
tambahan sebagai
GPK, sementara
mereka memiliki
tugas utama sebagai
guru reguler
yang bertanggung
jawab penuh terhadap
Anak Tanpa
Berkebutuhan Khusus
(ATBK), dengan
demikian tugas
tambahan sebagai
GPK dalam
penanganan ABK
kurang optimal
bahkan terjadi
pembiaran terhadap
ABK tersebut.
15
perkembangan kognitif, motorik serta emosi dan tingkah laku), dialihkan kepada fungsi
lain yang memungkinkan dapat menggantikan fungsi yang hilang.Misalnya kehilangan
fungsi penglihatan, dikompensasikan ke fungsi perabaan (menulis dengan huruf Braille),
kehilangan fungsi pendengaran dikompensasikan ke fungsi penglihatan (berbicara dengan
bahasa isyarat).
4. Layanan Pengembangan Potensi
Layanan pengembangan potensi dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam
menemukan dan mengembangkan potensi dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak,
baik kognitif, afektif, psikomotorik, bakat dan kreativitas, keterampilan maupun
kecakapan khusus lain, sehingga dapat menunjang kehidupannya di masyarakat.
Pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu. Sama seperti anak normal
lain, anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak dalam memperoleh pendidikan yang
layak.Cara yang paling efektif dalam membantu anak berkebutuhan khusus adalah
dengan menyediakan bentuk layanan pendidikan yang memadai dan disesuaikan dengan
karakteristik individu.Anak berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan pendidikan
secara khusus karena keterbatasannya.Fakta yang ada memperlihatkan bahwa anak
berkebutuhan khusus dengan karakteristik berat tidak mampu ikut serta dalam sekolah
khusus formal sehingga memerlukan suatu metode pendidikan alternatif.Program sekolah
di rumah (Homeschooling Program) dapat dijadikan pendidikan alternatif yang dapat
membantu anak berkebutuhan khusus dalam belajar. Tenaga pendidik dalam
Homeschooling dapat memaksimalkan perhatiannya kepada apa yang menjadi kebutuhan
anak didiknya dibandingkan dengan program pendidikan lainnya. Dalam dunia
pendidikan Homeschooling merupakan suatu situasi belajar mengajar dimana anak yang
sebagian besar waktu belajar di sekolahnya dihabiskan di dalam atau sekitar rumah
sebagai ganti dari menghadiri sekolah konvensional.
Homeschooling itu legal tertera dalam kebijakan mengenai pendidikan di Indonesia
diatur dalam UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Di dalam UU
tersebut disebutkan mengenai keberadaan 3 (tiga) jalur pendidikan yang diakui oleh
16
pemerintah, yaitu : jalur pendidikan formal (sekolah), non-formal (kursus dll), dan informal
(pendidikan oleh keluarga dan lingkungan). Ketentuan mengenai pendidikan informal diatur
dalam pasal 27 yang berbunyi : (1) kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. (2) Hasil pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Pelaksanaan Homeschooling bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus dilaksanakan
berdasarkan prinsip terstruktur, terpola, terprogram, konsisten, dan kontinyu.Kurikulum
yang dipakai dalam program ini disesuaikan dengan kebutuhan anak. Keberhasilan program
Homeschooling bagi anak berkebutuhan khusus ini didukung oleh kurikulum yang sesuai,
fasilitas yang memadai dan perhatian pada orang tua dari anak berkebutuhan khusus
tersebut.
Prinsip-prinsip layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus telah diterapkan
pada sistem pendidikan homeschooling.Pendidikan dalam system homeschooling berpusat
pada anak.Pelajaran yang diberikan ditentukan sendiri oleh anak, sesuai bakat dan minat.
Pelajaran diberikan menggunakan media-media yang kreatif dan praktik langsung, tidak
selalu menggunakan media teks book yang membuat anak bosan. Anak berkebutuhan
khusus biasanya memiliki bakat khusus dan Homescooling dapat mengembangkannya
secara lebih maksimal dibandingkan dengan sekolah umum lainnya.Homeschooling juga
sangat memperhatikan kebutuhan masing-masing anak (individualitas), hal ini sesuai dengan
model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
Homeschooling dianggap efektif karena mempunyai keleluasaan dalam menyusun
kurikulum. Kurikulum bersifat individual, dimana setiap anak dibutakan program khusus
berdasarkan kekhususan dan keunikan yang dimilikinya yang didalamnya tidak hanya
mencakup apa-apa yang akan diberikan pada anak dalam jangka pendek dan jangka panjang
tetapi juga pendekatan apa yang digunakan untuk itu dan disesuaikan dengan kecerdasan
anak. Homeschooling memungkinkan sistem Long Distance Learning. Beberapa anak
berkebutuhankhusus memiliki kebatasan fisik maupun kondisi kesehatan fisik yang sangat
rentan, dengan model homeschooling memungkinkan anak dapat terpenuhi hak belajarnya
dengan modul-modul yang disediakan serta memanfaatkan media maya dalam
berkomunikasi dengan tutor, dengan bekerjasama dengan pihak keluarga.
17
Guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan subjek
didik. Guru memandu dan mengarahkan keinginan serta bakat anak. Dalam homeschooling
anak juga dibiasakan dengan atmosfer sosial yang kooperatif dan demokratis. Hal ini
melatih kebutuhan anak berkebutuhan khususakan pentingnya interaksi sosial dengan orang
lain. Demokratis sangat terlihat pada sistem homeschooling, apa yang akan anak pelajari dan
dimana mereka belajar, anak bebas memilih. Anak tidak mudah bosan, mereka cenderung
merasa sedang bermain ketimbang belajar.
Kelebihan layanan pendidikan homeschooling bagi anak berkebutuhan khusus, antara
lain:
a. Keluarga berkesempatan mendesain sendiri program Homeschooling yang sesuai bagi
anak berkebutuhan khusus
b. Orang tua dapat memonitor perkembangan anaksecara langsung dan memudahkan tenaga
pendidik untuk memberikan perhatian sehingga pendidikan berlangsung secara optimal.
c. Pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
d. Kegiatan pembelajarannya bisa lebih focus.
e. Lebih memberikan peluang kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan
di sekolah.
f. Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini dan mengikuti standar waktu yang
ditetapkan oleh home schooling.
g. Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga relatif terlindung dari paparan
nilai dan pergaulan yang menyimpang.
h. Biaya pendidikan disesuaikan dengan keadaan orang tua, home schooling dapat menjadi
alternatif bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
i. Homeschooling tidak mengenal sistem tinggal kelas, jadi sangat efektif bagi anak Slow
Learner karena sistem tinggal kelas akan menurunkan harga diri anak dan menurunkan
penghargaan anak terhadap dirinya sendiri.
Kekurangan layanan pendidikan homeshooling bagi anak berkebutuhan khusus, antara
lain:
a. Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
b. Sosialisasi dengan teman sebaya menjadi relatif rendah.
c. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
18
d. Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan
menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi
sebelumnya.
e. Kematangan kepribadian anak otomatis terlambat karena jarang terpapar dengan
masalah interaksi sosial.
19
psikologi.Nama ortopedagogik dalam ilmu kedokteran dan psikologi hanya sebagai
teknik penyembuhan yang bersifat mendidik yang diarahkan hanya pada usaha-usaha
penyembuhan bagi anak-anak luar biasa yang tergolong cacat atau penyandang
ketunaan, seperti tunagrahita, tunarungu, tunadaksa, tunanetra, dan sebagainya.
2. Ortopedagogik sebagai Bagian Pedagogik
Bidang telaah atau objek formal ilmu pendidikan atau pedagogik adalah situasi
pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan.Ketidakpuasan akan penyandang ketunaan
yang belum terintegrasi mendorong dimasukkannya ortopedagogik yang semula hanya
dipandang sebagai teknik penyembuhan medik-psikologi ke dalam disiplin ilmu
pendidikan. Dalam ilmu pendidikan, anak baik yang normal maupun yang tergolong luar
biasa, diasumsikan sebagai makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik.
3. Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom
Seperti halnya disiplin ilmu lain,ilmu pendidikan juga berkembang dengan pesat.
Kecenderungan para ilmuwan yang melakukan spesialisasi telaah keahliannya agar
diperoleh tingkat analisis yang lebih tajam dan lebih seksama juga melanda para
ilmuwan dalam bidang pendidikan bagi anak luar biasa untuk menjadikan ortopedagogik
sebagai disiplin ilmu yang otonom.
4. Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik
Ilmu penunjang ortopedagogik adalah didiplin ilmu yang memungkinkan untuk
menjalin kerja sama multidisipliner dengan ortopedagogik dalam memecahkan masalah
pendidikan anak luar biasa. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah
pendidikan luar biasa diharapkan menjadi lebih efektif.Berbagai disiplin ilmu yang
sering terlibat dalam kerjasama multidisipliner untuk memecahkan masalah pendidikan
anak luar biasa adalah ilmu kedokteran, biologi, psikologi, dan sosiologi.
20
BAB III
PENUTUPAN
a. Kesimpulan
b. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu para orang tua yang memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus diharapkan untuk tidak terlalu memaksakan sang Anak untuk dapat
seperti anak normal lainnya. Dan juga para orang tua harus lebih mempertimbangkan
layanan pendidikan manakah yang lebih cocok untuk anaknya, agar nantinya sang anak
dapat sukses dalam pendidikannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22