Anda di halaman 1dari 4

 NAMA: SISILIYA PUTRI FEBRIYANTI

 NIM : 233502002
 MATA KULIAH : PENGANTAR ILMU HUKUM
 DOSEN PENGAMPUN: HYANG KINASIH GUSTI, SH.
 TUGAS : Membuat artikel kasus hukum
 JUDUL: KASUS HUKUM KORUPSI

Artikel Gayus Tambunan Tersangka Penggelapan Pajak

Pengertian korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, ruak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa: “Korupsi
adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.Dengan melihat berbagai
kemungkinan korupsi bisa berubah menjadi buas, rakus dantak kenal batas. Sehingga mengabaikan nilai
moralspiritual dan tak lagi mengenal nilai-nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, pemerataan, disiplin diri,
rasa hemat, dosa, dan sebagainya.. Kesulitan utama bagi suatu negara dalam meredakan korupsi ialah
apabila korupsi itu sendiri telah menjadi bagian dari sejarah masyarakat yang bersangkutan.Keburukan
hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delikdelik hukum yang lain, delik
hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat
tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Apabila penindakan terhadap
kasuskasus korupsi masih pilih kasih, ia bukannya mencegah terjadinya korupsi tetapi malah lebih
mendorong menjadinya perbuatan korupsi.

Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendisendi struktur pemerintahan danmenjadi
hambatan paling utama bagi pembangunan. Perang melawan korupsi, sampai hari ini, tidak pernah
gampang. Publik berulangkali dibikin gemas dan kecewa. Gemas diakibatkan betapa tidak ada selesai-
selesainya tindak kejahatan ini. Antara satu kasus dengan kasus lainnya seakan susul menyusul. Dan
kecewa karena sistem yang seharusnya membuat efek jera atau kapok para koruptor tidak berjalan
dengan semestinya. Bahkan kita sempat dikagetkan dengan "sel mewah" dari para narapidana korupsi.

Salah satu dari sekian banyak kasus korupsi di Indonesia yaitu mengenai kasus Gayus Tambunan
seorang tersangka penggelapan pajak, sosok yang sangat popular di tahun 20102011. Gayus Tambunan
merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negeri (STAN) tahun 2000. Pertengahan tahun 2007 Gayus
dipindahkan ke bagian penelaahan keberatan pada saksi banding dan gugatan wilayah Jakarta II,
pangkat PNS Gayus adalah penata muda, Golongan IIIA dengan gaji < 2.000.000. Kasusnya
menghancurkkan citra aparat perpajakan dan meruntuhkan semangat reformasi yang diusung bu
Menteri Sri Mulyani kala itu.Kasus Gayus berawal ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan(PPATK) mencurigai rekeningnya yang terdapat uang Rp. 25 Milyar. Jaksa menilai
bahwadugaan dugaan PPATK sama sekali tidak terbukti bahwa uang senilai Rp. 25 Milliar itumerupakan
hasil kejahatan money laundering. Uang itu bukan korupsi atau money laundering,tetapi penggelapan
pajak. Gayus diputus bebas oleh PN Tangerang terkait kasus penggelapan dana 25 milyar tersebut,
namun pihak kejaksaan tetapkan mengajukan kasasi terkait putusan tersebut.

Gayus Halomoan Tambunan didakwa dengan empat tuduhan sekaligus. Ia terancam dengan
penahanan 20 tahun penjara. Perbuatan Gayus secara melawan hukum telah memperkaya orang lain
atau suatu korporasi yaitu PT. Surya Alam Tunggal sebesar Rp.570.952.000,- yang berakibat merugikan
keuangan Negara. Gayus Halomoan Tambunan bersama-sama dengan Hutugalung antara bulan Agustus
2009 sampai bulan November 2009 menyerahkan uang kepada Arafat Enanie sebanyak 2 kali sebesar
sebesar USD 2500,00 dan sebesar USD 3500,00 dengan maksud agar penyidik tidak melakukan
penahanan, penyitaan rumah serta pemblokiran rekening miliknya di Bank Mandiri. Lalu Gayus melalui
Haposan kepada Arafat ditujukan kepada penyidik Mardiani sebesar USD 4000 dengan tujuan agar tidak
ditekan dan dicecar dengan banyak pertanyaan seperti sebelumnya.

Selanjutnya Gayus memberikan uang kepada Ketua Majelis Hakim Muhtadi Asnun sebesar USD
20.000 yang menangani kasusnya dengan tujuan agar tidak dijatuhi hukuman atau hukumannya
diringankan, yang ternyata uang tersebut juga akan diberikan kepada hakim anggota. Setelah majelis
hakim Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 12 Tahun penjara dan denda Rp. 500 juta kepada Gayus
Tambunan, muncul banyak komentar miring, bernada protes dan mempertanyakan putusan tersebut.
Vonis ini dinilai lebih ringan 8 tahun dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara 20 tahun. Vonis
ini memang jauh dari ekspektasi atau harapan masyarakat secara umum, yang menginginkan hukuman
berat bagi para koruptor, paling tidak 20 tahun atau seumur hidup. Walaupun putusan hakim tidak
sesuai dengan harapan, tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi di mata rakyat sudah menunjukkan
keseriusannya dalam mengungkap kasus ini dan memaksimalkan kemampuannya dalam mencari
keadilan.

ANALISIS KASUSU GAYUS

Setiap tahun pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran Pendapatan dan
Belanja yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam memperoleh dan
mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan. Anggaran ini memperlihatkan
jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan
yang paling utama dan penting adalah pendapatan yang berasal pajak, selain dari pada itu berasal dari
sumber lain yang dinamakan “Pendapatan Negara Bukan Pajak” (PNBP) dan hibah. PNBP merupakan
pendapatan negara yang paling banyak jenisnya termasuk yang dinamakan “retribusi.” Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) kerap mengalami kebocoran lantaran dikorup para pejabat.
Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung hingga mencapai 30 persen. Jika APBN minimal Rp1.400 triliun,
sekitar Rp400 miliar dana APBN yang menguap setiap tahun.

Pembahasan ini difokuskan pada divonis bebasnya Gayus oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena
tidak terbukti melakukan salah satu tindak pidana yang disangkakan, yaitu: korupsi, Menurut anggota
Komisi III DPR, Andi Anzhar Cakra Wijaya, kasus penggelapan pajak masih belum manjur jika hanya
dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. UndangUndang Money Laundering (pencucian
uang) dinilai lebih sakti menindak mafia pajak. Parapenegak hukum bisa menggunakan Undang-Undang
tersebut untuk membuktikan perbuatan penggelapan pajak kasus Gayus Tambunan. Ia menyebutkan,
penggelapan pajak itu berasal dari perbuatan Gayus yang menerima suap dari perusahaan-perusahaan
yang dibantunya. Akibat suap itulah terjadi penggelapan pajak yang jumlahnya sangat besar dan
merugikan negara. “Kalau ada indikasi penggelapan perpajakan, harus digunakan Undang-Undang
Pencucian Uang. Proses penyidikan bisa dimulai dari pencucian uang itu,” tutur Andi. Setuju dengan
pendapat Andi Anzhar Cakra Wijaya, penulis berpendapat bahwa sudah seharusnya Gayus dijerat
dengan Undang-Undang Tindak Pidana Khusus, yaitu korupsi, pencucian uang dan penggelapan.

Kalau kita baca kembali kasus Gayus tersebut, jelas bahwa pada awalnya dalam berkas yang
dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni
pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang
pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Sebenarnya dengan melihat besarnya
dana yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sudah cukup menimbulkan banyak pertanyaan darimana
uang sebanyak itu mengingat Gayus hanyalah seorang pegawai negeri dan orang tuanya juga bukan
pengusaha kaya raya. Sangat mustahil dia bisa mempunyai uang sebanyak itu di rekening banknya.
Keberadaan uang dua puluh lima milyar di rekening Gayus sudah cukup menjadi bukti permulaan untuk
menelusuri darimana uang tersebut, bagaimana cara Gayus memperolehnya, apakah ada hubungannya
dengan pekerjaannya sebagai seorang pegawai pajak dan lain-lain.

Berdasarkan Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang menetapkan bahwa selain dilakukan oleh pembayar pajak (plagen atau
dader), tindak pidana pajak dapat melibatkan penyerta (deelderming) seperti wakil, kuasa atau pegawai
pembayar pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen atau middelijke), yang turut
serta melakukan (medeplegen atau mededader), yang menganjurkan (uitlokker), atau yang membantu
melakukan tindak pidana perpajakan (medeplichtige), Gayus mungkin saja berperan sebagai
medeplegen, uitlokker atau medeplichtige. Hal ini didasarkan pada keterangan Gayus pada Satgas
pemberantasan mafia hukum bahwa dalam melakukan aksinya tersebut Gayus melibatkan sekurang-
kurangnya sepuluh rekannya.

Namun apa yang terjadi?Indikasi tindak pidana perpajakan berupa penggelapan yang dilakukan
oleh Gayus terkait uang dua puluh lima milyar di rekening banknya tidak terbukti. Hal ini sebagaimana
hasil penelitian jaksa yang menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi
kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapan namun hal ini tidak terkait dengan
uang senilai Rp. 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri. Penggelapan yang dimaksud yaitu adanya
aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening Bank BCA milik Gayus H.Tambunan. Uang tersebut diketahui
berasal dari dua transaksi yaitu dari PT.Mega Cipta JayaGarmindo. pada tanggal 1 September 2007
sebesar Rp. 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk
membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi.

Namun setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang
tersebut masuk ke rekening Gayus H. Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang
tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya diam di
rekening Gayus. Berdasarkan penelitian dan penyidikan, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui
bukan merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni.Oleh karena itu,
kebocoran APBN di sana-sini hampir dipastikan semakin besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Sebab, semua sektor rawan dikorupsi. Hanya, peluang beberapa pos anggaran lebih terbuka. Di
antaranya, pos penganggaran untuk bantuan sosial dan belanja modal seperti untuk pembangunan
infrastruktur. Mengacu pada sejumlah kasus korupsi yang bisa dibongkar, jika ditotal, kerugian negara
memang cukup besar. Sebut saja kasus Nazaruddin di wisma atlet yang merugikan negara sekitar Rp25
miliar. Selain itu, kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang merugikan keuangan negara Rp25 miliar. Jadi,
kejahatan anggaran yang belum terungkap itu sebenarnya masih sangat banyak.

Anda mungkin juga menyukai