Anda di halaman 1dari 17

RESUME MATA PELAJARAN

DIKLAT PPNS PUPUK DAN PESTISIDA


MINGGU KE I (9 S/D 11 AGUSTUS 2023)
1. IMPLEMENTASI HAM DALAM PENYIDIKAN
2. DASAR HUKUM PPNS
3. PENANGANAN TKP
4. WASMALITRIK

Dibuat Oleh:

NAMA SERDIK : RUTH NL SIMANJUNTAK, SP


NOSIS : 230817025
DIKLAT : PEMBENTUKAN PPNS
TON : PUPUK DAN PESTISIDA

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


PENDIDIKAN DAN PELATIHAN RESERSE
CIPAYUNG-BOGOR
2023

1
MATERI : PEMBUATAN LAPORAN KEJADIAN
DOSEN : KOMPOL DARWATI dan IPTU TONI HARTONO, SH
HARI/TANGGAL : RABU, 09 AGUSTUS 2023

1. Dasar-dasar pembuatan Laporan Kejadian adalah:


a. KUHAP
Pasal 7 ayat (2) KUHAP :
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai
dengan undang - undang yang menjadi dasar hukumnya masing - masing dalam
pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Pasal 106 KUHAP :
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu
peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
penyidikan yang diperlukan.
Pasal 108 ayat (1) KUHAP :
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa
yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau mengadukan
kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Pasal 108 ayat (3) KUHAP :
Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya mengetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu
kepada penyelidik atau penyidik.
b. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 1 ayat (11)
Penyidik pegawai negeri sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik & mempunyai
wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang- undang
yang menjadi dasar hukumnya.

2. Pengertian:
a. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang - undang kepada pejabat yang berwenang tentang
telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 KUHAP).
b. Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum,
terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (Pasal
1 KUHAP).
c. Penyidik adalah Pejabat polri atau Pejabat pns tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh UU untuk melakukan Penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP)
d. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal menurut tata cara yang
diatur dalam Uu ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dgn bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya (Pasal 1 butir 2 KUHAP).
e. Penyelidik adalah Pejabat polri yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan
Penyelidikan (Pasal 1 butir 4 KUHAP).
f. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan Penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan Penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU ini (Pasal 1 butir 5
KUHAP).
g. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai Pelaku tindak pidana (Pasal 1 butir 14 KUHAP).
h. Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dgn segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak
pidana itu (Pasal 1 butir 19 KUHAP).

2
i. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 butir 26 KUHAP).

Perbedaan laporan dengan pengaduan


LAPORAN PENGADUAN
1. Dapat dilakukan oleh siapa saja 1. Dapat Dilakukan Oleh Orang
terhadap semua macam delik Tertentu Saja Dan Dalam Kejahatan
2. Tidak dapat ditarik Tertentu
3. Dapat dilakukan setiap waktu 2. Dapat Ditarik Kembali
3. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu
Untuk Diajukan.

3. Laporan Kejadian (LK) adalah suatu laporan tertulis yang dibuat oleh penyidik pegawai
negeri sipil menurut jabatannya tentang suatu kejadian peristiwa yang karena sifatnya
berdasarkan pertimbangan maupun ketentuan hukum yang berlaku, memerlukan tindakan
hukum, pelayanan / pertolongan yang harus dilaksanakan.

Tata Cara Pembuatan Laporan Kejadian:


a. Syarat Formal:
1. Pada sudut kiri atas disebutkan nama kop kantor / kesatuan
2. Dibawah nama kop kantor / departemen ditulis kata – kata “ projustitia “
3. Ditengah - tengah bagian atas ditulis kata - kata laporan kejadian.
4. Dibawah garis dituliskan nomor laporan kejadian nomor : lk / ……. / ……… / 200 .. /
dept)
5. Pada akhir laporan kejadian ditandatangani oleh pelapor dan yang menerima
laporan.
6. Diharapkan pembuatan laporan dengan cara diketik.
7. Kata - kata harus ditulis dengan lengkap jangan menggunakan singkatan kecuali
singkatan yang sudah resmi / baku.
8. Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dengan huruf didalam
kurung.
9. Nama orang harus ditulis dengan lengkap dan menggunakan huruf besar

b. Syarat Material
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam laporan kejadian yang menyangkut isi / materi
laporan agar dapat menjawab pertanyaan yang mangandung unsur 7 (TUJUH) KAH (SI
ABADI MENDEKAP).
1. Siapakah - Pelapor, Korban, Saksi.
2. Apakah - Apakah yang terjadi
- Apakah perbuatan pidana
3. Dimanakah - Dimanakah tempat kejadiannya
- Dimanakah barang - barang bukti berada
4. Dengan Apakah - Mengandung pengertian agar dapat menjawab pertanyaan
dengan alat perbuatannya
5. Mengapakah - Mengapa Perbuatan Itu Dilakukan
- Bagaimana Akibat Yang Ditimbulkan
6. Bagaimanakah - Bagaimanakah Perbuatan Itu Terjadi
- Bagaimanakah Akibat Yang Ditimbulkan
7. Bilamanakah - Bilamanakah Perbuatan Itu Terjadi
- Bilamanakah Kejadian Itu Dilaporkan.

Bentuk Laporan Kejadian


 Bentuk Model A : Model A ini merupakan suatu laporan kejadian yang dibuat oleh petugas
bilamana petugas itu langsung mengetahui / menangkap secara langsung dari peristiwa
yang dilaporkan
 Bentuk Model B : Model B ini merupakan laporan kejadian yang dibuat oleh petugas
bilamana ada laporan kejadian dari seseorang atau orang lain dari suatu kejadian /
peristiwa.

3
4. Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL)
Setelah menerima surat laporan, penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan
laporan kepada pelapor (pasal 108 ayat (6) KUHAP).

5. Untuk pembuatan tanda penerimaan laporan harus diperhatikan beberapa syarat sebagai
berikut:
a. Syarat Formal:
1. Dibuat petugas PPNS yang menerima laporan, yang didahului pada sudut kiri atas nama
kop kantor/departemen.
2. Ditengah atas ditulis surat tanda penerimaan laporan.
3. Dibawah garis ditulis nomor surat tanda penerimaan laporan tsb (nomor : STPL / / /
200 / dept…).
4. Pada pendahuluan ditulis waktu seseorang yang telah datang melapor.
5. Kemudian ditulis identitas lengkap pelapor.
6. Pada akhir surat tanda penerimaan laporan ditanda tangani oleh petugas /penyidik yang
menerima laporan.

b. Syarat Material: ringkasan laporan yang telah disampaikan dengan berusaha menjawab
pertanyaan 7 (TUJUH KAH).
c. Persyaratan STPL: dibuat rangkap 3 (untuk pelapor, untuk penyidik, untuk arsip)
d. Pada saat penyerahan kepada pelapor dengan buku ekspedisi dan pelapor menandatangani
buku ekspedisi tersebut dan membubuhkan nama terang.

MATERI : KS KUHAP
DOSEN : AKP SISWANTO, SH, M.AP dan IPTU SUTANTO, SH
HARI/TANGGAL : KAMIS, 10 AGUSTUS 2023

1. Hukum acara pidana / hukum pidana formal adalah :


Kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yg mengatur tata cara neg dg perantaraan alat-
alatnya ( aparatnya ) untuk mencari kebenaran, mengadili /menetapkan suatu keputusan
(dimuka / oleh hakim) terhadap seseorang yg disangka / didakwa melakukan tindak pidana,
mengenai : Perbuatan yg dipersangkakan / didakwakan , Cara polri / ppns melakukan
penyidikan , Cara jaksa melakukan penuntutan , Cara hakim mengadili & memutuskan ,
Bagaimana putusan itu harus dijalankan.

2. Fundamental KUHAP
1. Sistem peradilan pidana yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia, dg
menjamin hak-hak tersangka.
2. Pembidangan tugas, wewenang & tanggung jawab.
3. Kedudukan polri sbg penyidik yang mandiri, tdk terlepas dari fungsi penuntutan dan
peradilan.
4. Polri sebagai penyidik utama wajib mengkoordinasikan ppns dg memberikan
pengawasan, petunjuk & bantuan.
5. Adanya pembatasan wewenang yg lebih sempit & pengawasan yg lebih ketat bg penyidik,
demi tegaknya hukum & perlindungan hak asasi.
6. Kewajiban penyidik utk memberikan perlakuan yg layak disertai kewajiban memberikan
perlindungan & pengayoman thd semua pihak scr berimbang.
7. Pendampingan penasihat hukum bagi tsk, pada setiap tingkat pemeriksaan.

3. Azas-azas KUHAP
1. Perlakuan yg sama atas diri semua orang dimuka hukum, dg tdk mengadakan
perbedaan perlakuan.
2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan & penyitaan hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis olh pejabat yg diberi wewenang oleh uu.
3. Setiap orang yg disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah, sbl memperoleh putusan yg tetap.
4. Kpd seorang yg ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan atau karena
kekeliruan mengenai orangnya / hukumnya, wajib diberi gantirugi & rehabilitasi.
5. Peradilan hrs dilakukan dg cepat, sederhana & biaya ringan serta bebas, jujur, & tdk
memihak dlm seluruh tk peradilan.

4
6. Kpd tsk sejak saat dilakukan penangkapan & atau penahanan, wajib diberitahu haknya,
termasuk hak untuk menghubungi & minta bantuan penegak hukum.
7. Pengadilan memeriksa perkara pidana dg hadirnya terdakwa.
8. Sidang pemeriksaan pengadilan terbuka utk umum, kecuali dlm hal tertentu.
9. Pengawasan pelaks putusan pengadilan oleh ketua pengadilan negeri.

TAHAPAN I: LIDIK, SIDIK, TUNTUT, PRAPERADILAN,


PRAPENUNTUTAN

1. Dugaan terjadinya Tindak Pidana:


 LAPORAN (DELIK LAPORAN) – Pasal 1(24) KUHAP
Pemberitahuan oleh seseorang karena Hak dan Kewajiban berdasarkan UU kepada
pejabat berwenang mengenai sesuatu yang telah, sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana
 PENGADUAN (DELIK ADUAN) – Pasal 1(25) KUHAP
Pemberitahuan kepada Pejabat berwenang yang disertai permintaan untuk menindak
seseorang menurut hukum yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya
(Ps.1(25) KUHAP)
 TERTANGKAP TANGAN– Pasal 1(19) KUHAP
Ketika mendapati seseorang atau menemui peristiwa:
a) sedang melakukan tindak pidana;
b) segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan;
c) Diserukan oleh khlayak ramai; dan
d) sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana
2. Tindakan PENYELIDIKAN
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan PENYELIDIK untuk MENCARI dan
MENEMUKAN PERISTIWA yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan atau diteruskan ke dalam proses penyidikan (Ps.1(5) KUHAP)
3. Wewenang PENYELIDIK (Ps.5(1).b KUHAP):
a. Menerima laporan dan aduan;
b. Mencari keterangan dan bukti ;
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan memeriksa identitas dan
d. Tindakan lain yang bertanggung jawab, tapi dapat juga melakukan Penangkapan,
Penggeledahan, Penyitaan dan lain2 jika mendapat perintah dari Penyidik

4. PENANGKAPAN: Ps. 16 – 19 KUHAP


a. Dilakukan oleh pihak yang berwenang: PENYELIDIK atas perintah penyidik, penyidik
& penyidik pembantu
b. Jangka waktu penangkapan HANYA 1x24 Jam (Ps.19 KUHAP)
c. Alasan penangkapan: karena seseorang diduga keras telah melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Ps.17 KUHAP)
d. Prosedurnya: dilakukan oleh Polisi dengan menggunakan surat perintah yang
mencantumkan nama dan alasan penangkapan serta uraian singkat kejahatannya, dan
surat penangkapan tersebut harus diberikan juga kepada keluarganya segera setelah
ditangkap.
5. Serangkaian tindakan PENYIDIKAN
Penyidikan: serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan DIMULAI ketika sudah dilakukan pemberitahuan kepada Penuntut Umum
(Ps.109 KUHAP) dan keluarnya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)
Penyidikan dianggap selesai ketika dalam waktu 14 hari, PU tidak mengembalikan
berkas perkara atau PU sudah memberitahukan kepada Penyidik bahwa berkas sudah
lengkap (Ps. 110(4) KUHAP)

6. Wewenang Penyidik:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada TKP
c. Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa identitas tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

5
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h. Menghentikan penyidikan (SP3)
i. Mendatangkan ahli dalam hubungannya dengan perkara
j. Mengadakan tindakan lain yang bertanggung jawab

UPAYA HUKUM LANJUTAN


7. PENAHANAN: Ps. 20-31 KUHAP
A. PIHAK BERWENANG YANG MELAKUKAN PENAHANAN
Dilakukan oleh pihak yang berwenang (Ps.20 KUHAP),yaitu:
- PENYIDIK atau penyidik pembantu untuk kepentingan penyidikan;
- JPU untuk kepentingan penuntutan; dan
- Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di persidangan (Ps.20)

B. DASAR Penahanan: Tingkatan Delik (unsur perumusan delik)


1) Unsur Objektif / Yuridis
a. Tindak pidana yang disangkakan diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih
b. Tindak pidana tertentu yang tercantum pada KUHP
2) Unsur Subjektif
Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran Tersangka atau terdakwa
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau dikhawatirkan
akan mengulangi Tindak Pidana (Ps.21(1))

C. PROSEDUR Penahanan (Ps.21(2) KUHAP)


1. Dengan surat perintah penahanan dari penyidik atau Penuntut Umum atau
Surat Penetapan Hakim, yang berisi Identitas, Alasan, uraian singkat dan
menyebut dg jelas tempat dimana Tersangka ditahan
2. Menyerahkan tembusan surat perintah penahanan kepada keluarga
Tersangka/terdakwa

D. JENIS Penahanan (Ps. 22(1) KUHAP)


1) Penahanan RUTAN
a. Dilaksanakan di Rutan
b. Dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalankan
2) Penahanan RUMAH
a. Dilaksanakan di rumah tempat kediamana tersangka/terdakwa dengan
pengawasan
b. Dikurangkan sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan yang telah
dijalankan
3) Penahanan KOTA
a. Dilaksanakan di Kota tempat tinggal tersangka/terdakwa dengan
kewajiban melapor pada waktu yang ditentukan
b. Dikurangkan seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan yang telah
dijalankan

E. BATAS WAKTU PENAHANAN


PENAHANAN NORMAL PENAHANAN TAMBAHAN
Penyidik 20 hari Ps.24(1) Penyidikan 30 hari Ps.29(2)
Diperpanjang PU 40 hari Ps.24(2) Diperpanjang KPN 30 hari Ayat 3a
PU 20 hari Ps.25(1) Penuntutan 30 hari Ps.29(2)
Diperpanjang KPN 30 hari Ps.25(2) Diperpanjang 30 hari Ayat 3a
KPN
Hakim 30 hari Ps.26(1) Pengadilan Negeri 30 hari Ps.29(2)
Diperpanjang KPN 60 hari Ps.26(2) Diperpanjang KPT 30 hari Ayat 3b
Hakim PT 30 hari Ps.27(1) Proses Banding 30 hari Ps.29(2)
Ketua PT 60 hari Ps.27(2) MA 30 hari Ayat 3c
Hakim MA 50 hari Ps.28(1) Proses Kasasi 30 hari Ps.29(2)
Ketua MA 60 hari Ps.28(2) Ketua MA 30 hari Ayat 3d

6
Syarat:
b.adanya gangguan fisik, mental berat yang dibuktikan
dengan surat dokter; atau
c. diancam dengan pidana penjara 9 tahun atau lebih

8. PENGGELEDAHAN (Ps. 32-37 KUHAP)


1) Pejabat Berwenang : Penyidik Polri dan Penyidik PNS
2) Dalam keadaan Biasa
a. Harus ada Surat Ijin KPN setempat
b. Didampingi oleh 2 orang saksi dari warga setempat
c. Buat Berita Acara Penggeledahan, paling lambat 2 hari setelah penggeledahan
d. Dilarang dilakukan pada malam hari
3) Dalam Keadaan Mendesak
a. Dapat dilakukan tanpa Surat Ijin KPN:
- pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada
diatasnya
- setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal
- tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
- tempat penginapan atau tempat umum lainnya
b. Dapat dilakukan malam hari
4) Dilarang, kecuali tertangkap tangan
a. Tempat sedang berlangsung sidang DPR, MPR atau DPRD
b. Tempat sedang berlangsung ibadah
c. Didampingi oleh 2 orang saksi dari warga setempat
d. Tempat sedang berlangsung sidang pengadilan

9. PENYITAAN (Ps. 38-46 KUHAP)


1) Pejabat Berwenang : Penyidik Polri dan Penyidik PNS
2) Dalam keadaan Biasa: dilakukan terhadap benda tidak bergerak dan harus
mendapat ijin dari KPN setempat (Ps.38)
3) Dalam Keadaan Mendesak
a. Dapat menyita benda bergerak dan wajib melaporkan kepada KPN untuk
mendapatkan persetujuannya
b. Benda yang dikenakan penyitaan: (Ps.39)
- Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang diduga diperoleh dari tindak
pidana
- Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindakan
pidana
- Benda yang digunakan untuk menghalangi penyidikan tindak pidana
- Benda yang khusus dibuat untuk melakukan tindak pidana
- Benda lain yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana
c. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata/pailit juga dapat
disita untuk kepentingan penyidikan

10. PEMERIKSAAN SURAT (Ps.47-49)


1) Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat jika dicurigai
mempunyai hubungan dengan perkara pidana
2) Prosedur
- Ijin dari KPN
- Jika setelah diperiksa ada hubungan dengan perkara, maka surat tersebut
dilampirkan dalam BP
- Jika tidak ada hubungan dengan perkara, maka surat tersebut ditutup kembali
dengan tertulis “telah dibuka oleh penyidik”

11. Proses penyerahan Berkas Perkara (BP) dari Penyidik ke JPU


a. BP adalah kumpulan berita acara yang terdiri dari Pemeriksaan tersangka, saksi,
penangkapan dan upaya paksa lainnya, pemeriksaan di tempat kejadian, dll
b. Setelah BP sudah siap, BP diserahkan oleh Penyidik ke JPU, dan harus dipelajari, JPU
wajib dalam 7 hari memberitahukan kepada penyidik sudah lengkap atau belum
c. Jika JPU merasa penyidikan dalam BP belum lengkap (P-18), JPU mengembalikan
BP ke Penyidik sambil memberikan petunjuk yang harus dilengkapi (P-19) dan ini

7
disebut Pra-Penuntutan (Ps.110(2&3))
d. Ketika BP dikembalikan lagi oleh Penyidik ke JPU, dan JPU merasa sudah cukup (P-
21), maka JPU bisa melanjutkan dengan proses pembuatan SURAT DAKWAAN

12. PRA PENUNTUTAN


Pra-Penuntutan adalah Proses pengembalian berkas perkara dari seorang JPU kepada
Penyidik, karena dinilai oleh JPU bahwa Berkas Perkaranya masih Kurang sempurna
atau Kurang Lengkap dan memberikan petunjuk kepada Penyidik hal-hal apa saja yang
harus disempurnakan/dilengkapi.
Keputusan JPU yang MENYATAKAN bahwa Berkas Perkara tidak lengkap ini
disebut dengan
KODE P-18.
Tindakan JPU pada saat mengembalikan Berkas Perkara kepada Penyidik dikenal dengan
KODE P-19
Tindakan Penyidik yang akhirnya memberikan kembali Berkas Perkara yang sudah
disempurnakan kepada JPU dikenal dengan KODE P-20
Tindakan JPU yang akhirnya menilai bahwa Berkas Perkaranya telah lengkap dan
sempurna, dikenal dengan
KODE P-21
Perlu dicatat, bahwa Proses Pra-Penuntutan ini adalah bukan HAL YANG MUTLAK
HARUS DILAKSANAKAN dalam setiap perkara Pidana, karena sangat dimungkinkan bagi
seorang Penyidik ketika menyerahkan Berkas Perkara kepada JPU, sudah langsung
dinilai SEMPURNA oleh JPU, sehingga JPU langsung menyatakan Berkas Perkara sudah
SEMPURNA (KODE P-21) dan tidak perlu dikembalikan ke Penyidik

13. JPU mempunyai 2 azas yaitu:


a. Azas Legalitas (Ps.137 KUHAP): JPU WAJIB MENUNTUT tiap orang (SIAPAPUN)
yang melakukan tindak pidana, TANPA KECUALI
b. Azas Oportunitas (Ps.14(h) KUHAP): JPU berwenang MENUTUP PERKARA demi
kepentingan UMUM, bukan HUKUM:
Dengan demikian, JPU tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak
pidana JIKA menurut pertimbangan akan merugikan KEPENTINGAN UMUM
(Deponering/Peti es) – ini harus sesuai persetujuan Jaksa Agung, Pemerintah dan
DPR

14. Wewenang JPU (Ps.14 KUHAP)


a. Menerima dan memeriksa berkas perkara dari Penyidik
b. Mengadakan Pra-Penuntutan
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahana setelah perkaranya dilimpahkan oleh
Penyidik
d. Membuat surat dakwaan
e. Melimpahkan perkara ke Pengadilan
f. Menyampaikan pemberitahuan dengan disertai surat panggilan kepada tersangka
dan saksi tentang ketentuan hari dan waktu sidang
g. Melakukan penuntutan
h. Menutup perkara demi kepentingan umum (Deponeriing)
i. Tindakan lain
j. Melaksanakan penetapan atau putusan hakim

15. Fungsi Surat Dakwaan


a. Bagi HAKIM: merupakan dasar dan membatasi ruang lingkup pemeriksaan dan
putusan di pengadilan
b. Bagi JPU: merupakan Dasar pembuktian atau analisa Yuridis yang digunakan
c. Bagi TERDAKWA: merupakan dasar untuk mempersiapkan Pembelaan

16. Syarat Surat Dakwaan


1) Syarat Formal (Ps.143(2.a)) – TIDAK MENYEBABKAN Surat Dakwaan Batal

8
a. Memuat tanggal, dan ditandatangani oleh PU
b. Memuat identitas tersangka, i.e. Nama lengkap, TTL, umur, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan
2) Syarat Materi (Ps.143 (2.b)) – menyebabkan Surat Dakwaan batal demi hukum
a. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
b. Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus
delicti)

17. Muatan Surat Dakwaan – JST WBA MK


1) Jenis tindak pidana yang dilakukan
2) Siapa yang melakukan
3) Tempat tindak pidana dilakukan
4) Waktu atau kapan dilakukan
5) Bagaimana tindak pidana dilakukan
6) Akibat yang ditimbulkan
7) Motivasi tindak pidana dilakukan
8) Ketentuan pidana yang diterapkan

18. BENTUK Surat Dakwaan


a. Surat Dakwaan Tunggal: hanya berisi satu dakwaan saja. Ini digunakan jika Jaksa
SUDAH SANGAT YAKIN atas perbuatan Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa
b. Surat Dakwaan BERTINGKAT (Primer Subsidair): terdiri dari dua atau lebih yang
disusun secara berurutan, mulai dari dakwaan yang terberat sampai kepada
dakwaan yang teringan
Ini diberikan untuk suatu Perbuatan yang sejenis, hanya saja mempunyai bobot
hukuman yang berbeda, yang mana bertujuan untuk menghukum Terdakwa dengan
hukuman yang seberat-beratnya. Dan Dakwaan Subsider bisa terdiri lebih dari 1
dakwaan.
Contoh: JPU ingin mendakwa seseorang yang telah melakukan suatu Pembunuhan.
Dakwaannya Primernya adalah menggunakan Pasal Pembunuhan Berencana
(Ps.340 KUHP) yang mana mempunyai hukuman yang paling berat, karena JPU
menduga sudah ada perencanaan. Kemudian, untuk Dakwaan Subsider nya, JPU
menggunakan Pasal Pembuhan biasa (Ps.338 KUHP)
c. Surat Dakwaan ALTERNATIF: memberikan alternatif kepada Hakim untuk
menentukan dakwaan mana yang terbukti, isi antara keduanya saling
mengecualikan.
Ciri-cirinya dalam Dakwaannya menggunakan kata “ATAU” dan JPU hanya wajib
membuktikan SALAH SATU dari Dakwaannya saja (Jika sudah terbukti satu
dakwaan, maka tidak perlu membuktikan dakwaan yang lainnya).
Idealnya, Dakwaan Alternatif ini adalah untuk Perbuatan yang berbeda, tetapi tidak
terlalu jauh perbedaannya (Tipis sekali perbedaannya), dimana Perbuatan Pidana
tersebut dapat memenuhi unsur-unsur dari beberapa Pasal Pidana.
Contoh: JPU mendakwa Terdakwa dengan Pasal Penipuan atau Penggelapan,
karena JPU menilai Perbuatan Dakwaan dapat dikenai Pasal Penipuan atau
Penggelapan
d. Surat Dakwaan KOMULATIF: dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari
beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran sekaligus.
Ciri-ciri dalam dakwaannya adalah menggunakan kata “DAN”, dan JPU wajib
membuktikan SELURUH
dari Dakwaannya.
Contoh: JPU mendakwa Terdakwa dengan menggunakan Pasal Pembunuhan
(Ps.338 KUHP) dan Pencurian (Ps.362 KUHP), karena Terdakwa diduga telah
melakukan Pembunuhan dan Pencurian
e. Surat Dakwaan GABUNGAN/KOMBINASI: Dakwaan yang digabungkan antara
Dakwaan Komulatif
dengan Dakwaan Alternatif atau Bertingkat

19. PRA-PERADILAN – Pasal 77 KUHAP


1) Definisi & ALASAN
Pra-Peradilan adalah WEWENANG Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
memutus sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai dari

9
alasan-alasan sebagai berikut:
a. Sah atau tidaknya penangkapan
b. Sah atau tidaknya penahanan
c. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
d. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan
e. Ganti rugi dan rehabilitasi
2) PIHAK yang mengajukan (Ps.79&80 KUHAP)
a. Tersangka, keluarga dan Penasihat Hukum
b. JPU dan pihak ketiga
c. Penyidik dan pihak ketiga
3) CARA mengajukan
a. Membuat permohonan
b. Ditujukan kepada KPN
c. Memuat alasan
d. Apa yang diminta dalam permohonan

20. Penyidik dan JPU dapat MENGHENTIKAN suatu Penyidikan (Ps. 109 (2)KUHAP) atau
Penuntutan (Ps. 140 (2).a KUHAP) dengan salah dari beberapa alasan, yaitu:
a. Kurang cukup bukti
b. Peristiwa tersebut bukan peristiwa pidana
c. Dihentikan demi hukum:
- Ne Bis in Idem
- Tersangka meninggal dunia
- Kadaluwarsa

TAHAPAN II: PEMERIKSAAN PERSIDANGAN


21. Pemeriksaan Persidangan
1) Acara Pemeriksaan Biasa (Ps.152-202 KUHAP)
- sistem pembuktian rumit
- ancaman hukuman lebih dari 1 tahun
2) Acara Pemeriksaan Singkat (203-204 KUHAP)
Apabila dalam waktu 14 hari tidak selesai, maka beralih menjadi acara pemeriksaan
biasa
3) Acara Pemeriksaan Cepat
a. acara pemeriksaan tindak pidana ringan (Ps.205-210 KUHAP)
b. acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas (Ps. 211 – 216 KUHAP)

22. Asas pemeriksaan Persidangan: (tidak dipenuhi di PN, maka putusan hakim batal)
1) Pemeriksaan dilakukan secara lisan
2) Pemeriksaan dilakukan dengan bahasa indonesia
3) Pemeriksaan dilakukan secara langsung/tidak boleh diwakili
4) Pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum

23. ACARA PEMERIKSAAN PERSIDANGAN PIDANA:


1) Hakim membuka sidang, dengan sidang dinyatakan dibuka untuk umum
2) Hakim menanyakan identitas terdakwa, dan mengingatkan terdakwa untuk
memperhatikan sidang
3) Hakim meminta JPU untuk membacakan DAKWAAN (*Substansial Pertama)
4) Hakim menanyakan terdakwa apakah sudah mengerti mengenai dakwaannya, jika
belum hakim meminta JPU untuk membacakan dakwaan kembali, khususnya bagian
yang tidak dimengerti oleh terdakwa
5) Terdakwa/penasehat umum mengajukan KEBERATAN/EKSEPSI (*Substansial Kedua)
mengenai:
- Kompetensi Pengadilan (Pengadilan tidak berwenang mengadili). Terhadap
Eksepsi ini, Hakim akan mengeluarkan Putusan Sela terlebih dahulu, sebelum
masuk ke Pokok Perkara
- Dakwaan tidak dapat diterima : diputus bersamaan dengan putusan akhir
- Surat dakwaan harus dibatalkan : diputus bersamaan dengan putusan akhir
6) Acara PEMBUKTIAN (*Substansial Ketiga)
7) Acara pemeriksaan selesei, dilanjutkan dengan pengajuan TUNTUTAN (*Substansial
Keempat) dari JPU

10
8) Terdakwa/Penasehat Hukum mengajukan PLEDOI/PEMBELAAN (*Substansial Kelima)
9) PUTUSAN Hakim (*Substansial Keenam)
- Putusan BEBAS / Vrijspraak
- Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum
- putusan pemidanaan
10) Setelah pembacaan putusan, hakim wajib memberitahukan hak2 terdakwa
- hak untuk menerima
- hak menolak putusan
- hak untuk pikir2 (dalam waktu 7 hari)

24. Substansial Kedua: Upaya Hukum KEBERATAN/EKSEPSI (Ps.156 KUHAP)


 Diajukan oleh terdakwa/Kuasanya, karena
- pengadilan yang tidak berwenang menangani perkaranya, atau
- dakwaan tidak dapat diterima : diputus bersamaan dengan putusan akhir; atau
- surat dakwaan harus dibatalkan : diputus bersamaan dengan putusan akhir
 Jika hakim menerima keberatan khususnya karena pengadilan tidak berwenang,
maka hakim akan
mengeluarkan putusan sela dan perkara dihentikan pada saat itu juga
 Jika Hakim menolak keberatan tersebut, terdakwa/kuasanya dalam melakukan
perlawanan ke PT

25. Substansial Ketiga: PEMBUKTIAN


A. Menggunakan sistem pembuktian negatif, yaitu Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana pada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang
sah yang memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar2 terjadi yang
dilakukan oleh Terdakwa

B. Macam2 Alat Bukti (Ps. 184 KUHAP)


1) Keterangan Saksi
- apa2 yang dilihatnya sendiri
- apa2 yang didengarnya sendiri
- apa2 yang dialaminya sendiri
- menjelaskan dengan terang sumber dan alasan pengetahuannya, sehubungan
dengan peristiwa dan keadaa pengetahuannya, sehubungan dengan perisitiwa
dan keadaan yang dilihatnya, didengarnya dan dialaminya
2) Keterangan Ahli: apa yang seorang ahli nyatakan di Pengadilan
- Saksi ahli mengandung 2 alat bukti, jika Saksi ahli datang ke Pengadilan
- Keterangan ahli dapat berupa Bukti Surat, jika Ahli tersebut tidak datang ke
Pengadilan
3) Surat
4) Petunjuk: perbuatan kejadian atau keadaan baik antara yang sau dengan yang
lai menandakan bahwa telah terjadi suatu Tindak pidana dan siapa pelakunya
5) Keterangan terdakwa
- yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang dia
lakukan, diketahui atau yang dialaminya sendiri
- keterangan yang diberikan diluar persidangan, dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti pada persidangan
- keterangan terdakwa hanya digunakan untuk dirinya sendiri
- keterangan terdakwa saja tidak cukup membuktikan bahwa ia bersalah,
namun harus disertai alat bukti yang lain

26. Substansial Keempat: TUNTUTAN


Diajukan oleh JPU, yang memuat:
1) Hal-hal yang terbukti dan tidak terbukti dalam persidangan
2) Hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa
3) Pasal dakwaan yang dianggap terbukti
4) Hukuman yang dituntut kepada terdakwa

27. Substansial Kelima: PEMBELAAN


Diajukan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum, yang berisi:
1) Pendahuluan, berisi ucapan terima kasih karena telah menerapkan prinsip praduga

11
tidak bersalah
2) Ringkasan Surat Dakwaan dan tuntutan beserta tanggapannya
3) Fakta-fakta dipersidangan
4) Analisis fakta dan analisis yuridis (kecocokan perbuatan yang didakwakan dengan
pasal yang dituduhkan)
5) Kesimpulan, berisi permohonan agar terdakwa dibebaskan atau dihukum seringan-
ringannya
6) Penutup

28. Substansial Ke enam: PUTUSAN


Macam2 Putusan PN
1) Putusan Pemidanaan: terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan atas perbuatan
yang didakwaakannya
2) Putusan Bebas (Vrijspraak): Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan atas perbuatan yang didakwakannya
3) Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan: Jika terdakwa terbukti atas perbuatan yang
didakwakannya, tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak pidana

TAHAPAN III:UPAYA HUKUM (BIASA&LUAR BIASA); EKSEKUSI


29. Upaya Hukum adalah suatu upaya yang dilakukan oleh para Pihak (Terdakwa atau
JPU) yang tidak puas
terhadap putusan dari Pengadilan Negeri (“PN”).
Upaya Hukum ini terbagi menjadi 2, yaitu
a. Upaya Hukum Biasa
- BANDING: dilakukan oleh Pengadilan Tinggi (“PT”)
- KASASI: dilakukan oleh Mahkamah Agung (“MA”)
b. Upaya Hukum Luar Biasa
- PENINJAUAN KEMBALI (“PK”): dilakukan oleh MA
- KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

30. Upaya Hukum Biasa BANDING (Ps. 233 – 243 KUHAP)


A. JENIS PUTUSAN YANG DIBOLEHKAN UNTUK BANDING
Para pihak hanya dapat melakukan Upaya Banding terhadap Putusan PN yang
mengenai Putusan Pemidanaan.
Putusan BEBAS dan Lepas Dari Segala Tuntutan HANYA BISA dilakukan melalui
Upaya KASASI
(Ps. 67 KUHAP)
B. PEMERIKSAAN
- Upaya banding ini akan diperiksa dan diputuskan oleh PT
- Yang diperiksa pada Pengadilan Tinggi adalah sama dengan pemeriksaan di PN,
yaitu POKOK PERKARANYA, sehingga hakimnya disebut JUDEX FACTI
- PT memeriksa perkara, HANYA berdasarkan Dokumen (Berkas Perkara) yang
diperoleh dari Pengadilan Negeri saja, PT tidak melakukan pemeriksaan lainnya,
seperti Pemanggilan Terdakwa dll
C. PIHAK YANG BERHAK
Yang berhak melakukan banding adalah Terdakwa/kuasanya atau JPU.
D. BATAS WAKTU
Batas waktu untuk menyatakan banding adalah 7 hari setelah putusan dibacakan
atau 7 hari setelah pemberitahuan putusan diterima oleh terdakwa yang tidak hadir
pada persidangan. (7 hari kerja)
E. MEMORI BANDING
- Bagi para pihak yang memohon Upaya Banding (Pemohon Banding) dapat
mengajukan MEMORI BANDING yang berisi mengenai alasan-alasan keberatan
terdapat Putusan PN.
- Memori Banding sifatnya adalah TIDAK WAJIB untuk DIAJUKAN, artinya
Pemohon Banding tidak wajib untuk mengajukan Memori Banding, meskipun
telah mengajukan Permohonan Banding. Karena dengan tanpa adanya Memori
Banding, PT tetap dapat memeriksa perkaranya, dimana PT akan memeriksa
dari awal perkara yang sudah diputuskan oleh PN, terlepas dengan ada atau tidak
adanya Memori Banding.
F. TEKNIS PELAKSANAAN

12
 JPU biasanya mempunyai STANDART atau DASAR untuk melakukan Banding
yaitu jika putusan hakim ternyata dibawah 2/3 dari tuntutannya.
Contoh: JPU menuntut Terdakwa selama 9 tahun Penjara, maka JPU mempunyai
patokan untuk tidak melakukan banding (Puas terhadap Putusan), jika Hakim
memberikan Putusannya minimal 6 tahun Penjara (memenuhi 2/3 dari Tuntutan
JPU). Tapi jika ternyata Hakim memutuskan kurang dari 6 tahun, seperti 3 tahun
misalnya, maka JPU akan melakukan Banding
 Upaya Banding ini dilakukan melalui perantara PN, yang nantinya akan dikirim
ke PT. Artinya, para Pihak harus mengajukan Banding dan menyerahkan memori
banding kepada PN, dan nantinya PN yang akan mengirimkan segala Berkas
Perkara dan Memori Banding (jika ada) kepada PT.
 Setelah perkaranya diputuskan oleh PT, selanjutnya putusan PT tersebut akan
dikirimkan kembali ke PN, dan PN lah yang nantinya akan menyampaikan
Putusan PT kepada Para Pihak (Terdakwa&JPU).
 Wewenang untuk penahanan akan beralih dari PN ke PT, sejak kasus tersebut
dinyatakan banding
 Putusan PT berisi Menguatkan Putusan PN, Membatalkan Putusan PN dengan
mengadili sendiri

31. Upaya Hukum Biasa KASASI (Ps.244 – 258 KUHAP)


A. BATAS WAKTU
- Untuk Upaya Kasasi ini mempunyai batas waktu yang sangat ketat dalam hal
Pengajuan Permohonan Kasasi dan Pengajuan Memori/Kontra Memori Kasasi
- Batas waktu untuk menyatakan kasasi di PN adalah 14 hari setelah Para pihak
(Terdakwa/JPU) menerima Surat Pemberitahuan Putusan PT (RELAAS) dari PN.
- Setelah Para Pihak Menyatakan Ingin Kasasi, dimana pihak tersebut akan disebut
sebagai PEMOHON KASASI, hanya mempunyai waktu 14 hari untuk mengajukan
MEMORI KASASInya
- Setelah Termohon Kasasi menerima Pemberitahuan Memori Kasasi (Relaas) dan
Copy Memori Kasasi yang disampaikan oleh PN, Termohon Kasasi hanya
memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan Kontra Memori Kasasi
- Jika para Pihak (Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi) LALAI dalam
mengajukan Memori Kasasi atau Kontra Memori Kasasi (tidak sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan, 14 hari), maka Para Pihak tersebut akan kehilangan
Haknya dalam mengajukan Memori dan Kontra Memori Kasasi.
- Jika Pemohon Kasasi LALAI dalam Mengajukan Memori Kasasinya (Terlambat
mengajukan, lebih dari 14 hari), maka Upaya Kasasi akan dibatalkan (GUGUR)
dengan sendirinya.
- Jika Termohon Kasasi yang LALAI dalam mengajukan Kontra Memori Kasasinya,
maka Upaya Kasasi akan tetap berjalan, hanya hak Termohon Kasasi saja yang
hilang dalam megajukan Kontra Memori Kasasi tersebutt

B. ALASAN KASASI
Pada Pemeriksaan dalam Tingkat Kasasi, Hakim MA tidak memeriksa Pokok
Perkaranya, tetapi memeriksa dari alasan-alasan sebagai berikut:
- apakah benar peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya
- apakah benar cara mengadili dilaksanakan tidak sesuai dengan UU
- apakah benar Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

C. PEMERIKSAAN KASASI
 Pada pemeriksaan Kasasi di MA, Hakim MA tidak mengadili Pokok Perkara,
sehingga Hakim MA disebut sebagai JUDEX JURIS
 Upaya Kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung, yang mana Permohonan
Kasasinya akan diajukan melalui PN yang mana nantinya akan disampaikan
kepada MA.
 Setelah perkaranya diputuskan oleh MA, selanjutnya putusan MA tersebut akan
dikirimkan kembali ke PN, dan PN lah yang nantinya akan menyampaikan
Putusan MA kepada Para Pihak.
 Hakim MA wajib untuk memutuskan tetap atau tidaknya dilakukan penahanan

13
bagi terdakwa, setelah 3 hari menerima berkas perkara, baik karena wewenang
jabatan maupun atas permintaan terdakwa. Dalam hal terdakwa tetap ditahan,
maka dalam waktu 14 hari setelah penetapan penahanan MA, Hakim MA wajib
untuk memulai pemeriksaan.
 Wewenang untuk penahanan akan beralih dari PT ke MA, sejak kasus tersebut
dinyatakan kasasi

D. PUTUSAN KASASI
 Putusan MA berisi Menguatkan Putusan PT, Membatalkan Putusan PT dengan
mengadili sendiri
 Putusan (255 KUHAP):
- dalam hal putusan dibatalkan karena peraturan tidak diterapkan, atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya, maka Hakim MA akan memutuskan
untuk mengadili sendiri
- dalam hal Putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak sesuai dengan UU,
maka Hakim MA akan menetapkan/menunjuk Pengadilan asal untuk
memeriksa lagi bagian yang dibatalkan atau berdasarkan alasan tertentu
menunjuk Pengadilan lainnya yang setingkat
- dalam hal putusan dibatalkan karena Pengadilan/Hakim tidak berwenang
mengadili perkara tersebut, maka Hakim MA akan menetapkan pengadilan
atau hakim lain yang berwenang mengadili perkara tersebut

32. Upaya Hukum Luar Biasa PENINJAUAN KEMBALI (PK) (Pasal 263 – 269 KUHAP)
A. KETENTUAN KHUSUS
 Ketua PN harus memeriksa terlebih dahulu (disidangkan) apakah suatu perkara
dapat untuk diajukan PK atau tidak, dengan menghadirkan para Pihak
(Terdakwa & Jaksa)
 Upaya PK ini tidak dapat menunda pelaksanaan/eksekusi putusan Kasasi,
karena Putusan Kasasi
sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Inkracht)
 Putusan yang dapat diajukan upaya PK adalah hanya Putusan Pemidanaan

B. ALASAN PK (Ps. 263 (2) KUHAP):


PK ini hanya dapat diajukan oleh salah satu dari Para Pihak (Terdakwa atau JPU), jika
memenuhi salah satu atau beberapa alasan sebagai berikut:
- Adanya BUKTI BARU/keadaan baru (Novum)
- DASAR dan ALASAN dari suatu pernyataan yang terbukti dalam Putusan ternyata
saling bertentangan
- Putusan itu dengan jelas memperlihatkan KEKHILAFAN HAKIM atau suatu
KEKELIRUAN YANG NYATA

C. BATAS WAKTU
Dalam hal pengajuan Permohonan PK, tidak ada batas waktu bagi para Pihak untuk
mengajukan PK. Yang artinya selama perkara belum Kadaluarsa, para pihak dapat
untuk mengajukan PK ke MA

D. PUTUSAN PK
 Putusan PK:
- Putusan bebas
- Putusan lepas dari segala tuntutan JPU
- Putusan tidak dapat menerima tuntutan JPU
- Putusan dengan menerapkan ketetapan pidana yang lebih ringan
 Pidana yang dijatuhkan dalam Putusan PK, TIDAK BOLEH melebihi hukuman
pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula (Putusan Kasasi)

33. Upaya Hukum Luar Biasa KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM (Ps.259 – 262 KUHAP)
 Untuk putusan yang sudah Inkracht (berkekuatan hukum tetap) ternyata MASIH
DAPAT untuk diajukan upaya Kasasi, jika Putusan Kasasi tersebut ternyata akan

14
berakibat yang tidak baik terhadap kepentingan hukum.
 Maksud dari Kepentingan Hukum adalah jika Hakim MA mengeluarkan Putusan
Kasasi yang tidak tepat, misalnya seperti memutuskan bebas bagi terdakwa yang
sebenarnya terbukti Membunuh, dan untuk menghindari terjadinya Yurisprudensi
yang tidak tepat, yaitu “membebaskan seorang yang terbukti Pembunuh”, maka demi
Kepentingan Hukum tersebut, Putusan Kasasi yang salah tersebut, dapat diajukan
KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM
 Hasil dari Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tersebut tidak boleh
MERUGIKAN pihak yang berkepentingan, artinya Terdakwa yang tadinya telah
dibebaskan dari dakwaan pembunuh berdasarkan Putusan Kasasi yang salah
tersebut, harus tetap dibebaskan, yang berubah hanya Putusannya saja
 Kasasi Demi Kepentingan Hukum HANYA DAPAT DIAJUKAN oleh JAKSA AGUNG

LAIN LAIN
34. Gugatan Ganti Rugi
 Tersangka dapat mengajukan gugatan ganti kerugian melaui Pra-Peradilan
 Seorang Terdakwa dapat menuntut ganti rugi akibat penahanannya dengan
digabungkan dengan pemeriksaan pidananya jika masih diperiksa di Pengadilan
Negeri
 Jika seorang Terpidana akhirnya mendapat putusan Bebas atau lepas dari segala
tuntutan dari PT atau MA, maka bisa mengajukan gugatan ganti rugi melalui gugatan
perdata
 Putusannya berupa PENETAPAN

35. Penggabungan Perkara Pidana dengan Ganti Rugi


 Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan dalam pemeriksaan perkara
pidana, menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka orang lain itu atau ahli
warisnya dapat mengajukan gugatan ganti rugi yang digabungkan kepada perkara
pidana tersebut.
 Sebelum digabungkan, gugatan ganti rugi tersebut akan diperiksa oleh Hakim,
mengenai dasar gugatan, biaya, dll, sampai akhirnya menetapkan adanya
penggabungan perkara pidana dengan gugatan ganti rugi
 Diajukan paling lambat sebelum JPU mengajukan tuntutan pidana atau sebelum
Hakim menjatuhkan putusan
 Gugatan Ganti Rugi mengikuti/tergantung kepada Perkara Pidananya. Jika pada
perkara pidananya tidak diajukan banding, maka putusan ganti ruginya pun tidak
akan bisa mengajukan banding

36. Pengertian KONEKSITAS: suatu perkara/tindak pidana yang dilakukan bersama-sama


oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer
(Pasal 89(1))
Pemeriksaan Perkara Koneksitas
a. Majelis Hakim PN : Ketua dari PN, anggota dari PN dan Militer
b. Majelis Hakim PM: Ketua dari PM, anggota dari PN dan Militer

Nama Serdik : Ruth NL Simanjuntak, SP


Nosis : 230817025
Resume KS KUHP

Hukum pidana adalah sebuah aturan atau hukum yang dapat mengatur pelanggaran dan
kejahatan terhadap kepentingan umum, dan kepada pelakunya dapat diancam hukuman berupa
penderitaan atau siksaan.
Hukum pidana merupakan salah satu jenis hukum yang ada di Indonesia. Hukum adalah
seperangkat aturan yang terdiri dari norma dan sanksi.
Hukum berkaitan erat dengan kehidupan manusia, dan semua kehidupan manusia dibatasi oleh
hukum, sehingga mengacu pada sistem terpenting bagi lembaga penegak hukum untuk
melaksanakan berbagai kekuasaan penegakan hukum.

15
Dengan diterapkan hukum yang ada di Indonesia, warga negara Indonesia wajib menaati
hukum yang ada. Baik itu pidana, perdata dan lainnya.
Bagi orang yang melanggar hukum mengenai kejahatan terhadap kepentingan umum akan
diadili dengan cara hukum pidana. Hukum pidana, sebagai bagian tersendiri dari hukum publik,
merupakan salah satu perangkat hukum yang keberadaannya begitu urgen sejak dahulu kala.
Keberadaan undang-undang ini sangat penting karena merupakan “badan moral” yang
bertanggung jawab untuk menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindakan kriminal,
menjaga stabilitas nasional, dan (serta) merehabilitasi para penjahat.
Undang-undang ini berkembang sebagai jawaban atas tuntutan aktivitas kriminal yang ada di
setiap zaman. Oleh karena itu untuk mengetahui apa itu hukum pidana secara lanjut, berikut
penjelasannya:
Pengertian hukum pidana menurut para ahli
· Mezger: Hukum pidana adalah hukum yang mengikat perbuatan yang memenuhi syarat
tertentu dan menimbulkan akibat pidana.
· PS: hukum pidana adalah larangan atau perintah lengkap yang dalam keadaan tertentu
mengancam negara dengan keji, yaitu kejahatan jika tidak dipatuhi, dan menjadi dasar
pengenaan dan penerapan proses pidana.
· Van Hamel: Hukum pidana adalah kewajiban untuk menegakkan hukum, yaitu seluruh dasar
dan aturan yang dibuat oleh negara dengan melarang apa yang tidak sah dan menimbulkan
penderitaan (penderitaan) bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.
Jenis jenis hukum pidana
1. Hukum pidana substantif meliputi peraturan-peraturan yang menetapkan dan merumuskan
tindak pidana, peraturan-peraturan yang memuat syarat-syarat terjadinya suatu kejahatan, dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum pidana. Hukum pidana pokok diatur dalam
KUHP.
2. Hukum pidana mengatur bagaimana Negara dapat menggunakan haknya untuk melakukan
tindak pidana dengan cara memberikan hadiah. Hukum pidana formil disebut juga dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
3. Hukum pidana Umum memuat ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku bagi setiap
orang. KUHP, Undang-Undang Lalu Lintas (UULL), dll.
4. Hukum pidana Khusus memuat ketentuan KUHP yang menyimpang dari hukum pidana
umum mengenai golongan, golongan dengan jenis perbuatan tertentu. Sebagai contoh:
hukum pidana Militer
hukum pidana Perpajakan
hukum pidana Ekonomi
hukum pidana Korupsi

Asas-Asas Hukum Pidana


1. Asas legalitas :Suatu tindak pidana tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan asas legalitas,
ketentuan pidana dari undang-undang yang ada sebelum tindak pidana itu dilakukan (Pasal 1
(1) KUHP). Jika undang-undang tersebut direvisi setelah kejahatan dilakukan, maka berlaku
ketentuan yang memudahkan untuk menghukum tersangka (KUHP, Pasal 1, Ayat 2).
2. Asas tiada pidana tanpa kesalahan:Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang melakukan
tindak pidana harus dilakukan apabila ia mempunyai unsur kesalahan.
3. Asas Teritorial. Artinya, ketentuan KUHP berlaku untuk semua perkara pidana yang terjadi di
daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.
(Pasal 2 KUHP)
4. Asas nasionalitas Aktif. Artinya ketentuan KUHP berlaku bagi semua warga negara Indonesia
yang melakukan tindak pidana dimanapun (Pasal 5 KUHP).
5. Asas nasionalitas Pasif. Artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku untuk semua
kejahatan yang merugikan kepentingan nasional (Pasal 4 KUHP).
Sistem hukuman pidana
Sistem pidana yang terdapat dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan pidana sekunder
menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan kepada pelakunya adalah:

A. Hukuman pokok atau utama (meluruskan kuku).


1. Hukuman mati
2. Penjara
3. Penjara
4. Denda

16
B. Hukuman tambahan (Bjomende staffen)
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim.

17

Anda mungkin juga menyukai