Anda di halaman 1dari 5

Laporan Praktikum (BIK 1320) PJP Dr. rer. Nat.

Rahadian
Keteknikan Asam Nukleat dan Protein Pratama, S.Si, M.Si.
Topik ke 4 Asisten Paulina Ratualisa S.
Tanggal 23 Sept 2022 Nama Khalissa Sekar A S
Waktu 08.00-11.00 WIB NIM/Kel G8401201005//K1

DESIGN PRIMER

PENDAHULUAN

Primer merupakan molekul oligonukleotida untai tunggal yang disusun oleh


sekitar 18 - 30 basa yang berfungsi sebagai titik pelekatan enzim DNA polymerase
pada proses pembentukan atau pemanjangan DNA suatu gen spesifik secara in vitro
melalui teknik reaksi rantai polimerisasi. Pemilihan desain primer yang tepat adalah
faktor paling penting yang menentukan keberhasilan sekuensing DNA. Primer yang
baik tidak memiliki struktur sekunder dan primer dimer, hal ini karena primer
sekunder dapat menghambat struktur dan menunrunkan hasil produk PCR (Messe et
al. 2020). Primer pada reaksi akan spesifik pada tepat produk DNA yang ingin
diamplifikasi. Primer ini nukleotida tunggal dari basa A, T, G, dan C, yang berfungsi
sebagai titik ekstensi untuk membangun DNA polymerase. Pada proses PCR, primer
berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan
sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan
untuk proses eksistensi DNA (Garibyan dan Avashia 2013).
Primer dapat diperoleh melalui desain primer menggunakan software
bioinformatika. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah NCBI “Primer-Blast”
yang digunakan untuk menghasilkan kandidat pasangan primer untuk sekuens yang
diberikan. Proses merancang primer spesifik biasanya melibatkan dua tahap. Pertama,
daerah pengapit primer yang menarik dihasilkan baik secara manual atau
menggunakan perangkat lunak; kemudian mereka dicari terhadap database urutan
nukleotida yang sesuai menggunakan alat seperti BLAST untuk memeriksa target
potensial. Lalu memeriksa banyak detail antara primer dan target, seperti jumlah dan
posisi basa yang cocok, orientasi primer dan jarak antara primer maju dan
mundur. Kompleksitas analisis semacam itu biasanya membuat ini menjadi tugas
yang memakan waktu dan sangat sulit bagi pengguna, terutama ketika primer
memiliki banyak hit (Ye et al 2012). Primer forward dan reverse adalah pasangan
primer dari sekuens DNA komplementer terhadap amplifikasi urutan dan melekat
pada kedua ujung DNA target dalam arah yang berlawanan. Primer yang berada
sebelum area target disebut forward primer dan yang berada setelah area target
disebut reverse primer (Cahyadi et al. 2018). Pada PCR, primer forward dan
reverse akan berhibridisasi ke lokasi spesifik pada urutan DNA target dan fragmen
antara situs pengikatan primer diamplifikasi. Sebuah amplikon A dari urutan S adalah
suburutan S yang berdekatan yang didefinisikan oleh pasangan primer yang layak (F,
R). A harus dimulai dengan urutan yang cocok dengan
komplemen terbalik dari primer maju F dan harus diakhiri dengan urutan yang cocok
dengan primer terbalik R (Jaric et al 2013). Praktikum ini bertujuan memahami
prinsip- prinsip desain primer PCR dan proses perancangan pasangan primer untuk
reaksi PCR menggunakan Primer-Blast NCBI.

METODE

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu komputer, koneksi internet,
dan software primer-blast NCBI. Adapun bahan yang dibutuhkan, yaitu sekuens
DNA glukosa oksidase IPBCC 08.610 dari organisme Aspergillus niger dalam bentuk
format
.fasta.

Prosedur Percobaan
Laptop dinyalakan lalu software Primer-BLAST NCBI diakses pada link
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast melalui laman pencarian. Pada
bagian PCR Template sekuens DNA Aspergillus niger disalin atau unggah dokumen
dalam format .fasta. Jika nomor aksesi urutan referensi mRNA NCBI digunakan, alat
akan secara otomatis mendesain primer yang spesifik untuk varian sambungan
tersebut.
Pada bagian ‘Primers Parameter’ dimasukkan satu atau kedua urutan primer
akan digunakan dalam pencarian. Primer-BLAST hanya melakukan pemeriksaan
spesifisitas ketika template target dan kedua primer disediakan. Pada bagian ‘PCR
product size’ nilai MIN diubah menjadi 500. Selanjutnya, pada bagian ‘Primer Pair
Specifity Checking Parameters’ dicantumkan Aspergillus niger sebagai organisme
sumber dengan Database yang dipilih adalah Refseq representative genomes. Setelah
sesuai, tombol ‘Get Primers’ ditekan untuk mengirimkan pencarian dan mengambil
pasangan primer tertentu. Hasil primer akan muncul setelah beberapa menit dalam
bentuk grafik dan data parameter tiap pasang primer.

HASIL DAN DISKUSI

Pada percobaan ini, dilakukan desain primer secara in silico dengan


memasukkan sekuens DNA glukosa oksidase dari Aspergillus niger IPBCC 08.610
pada program Primer-BLAST. Hasil percobaan menunjukkan 6 pasangan primer
yang dapat digunakan untuk mengkloning gen glukosa oksidase dengan metode PCR.
Primer PCR dirancang sebagai primer forward dan reverse yang berperan
mengkloning suatu gen pada PCR untuk membatasi daerah yang ingin diamplifikasi
(Pradnyaniti et al. 2013). Primer mempengaruhi spesifisitas dan sensitivitas reaksi
PCR sebab rancangan primer yang kurang baik dapat menyebabkan reaksi PCR tidak
bekerja maksimal sehingga produk PCR menjadi tidak spesifik dan atau terbentuknya
primer dimer (Yustianadewi et al. 2018). Pada Gambar 1 ditunjukkan grafik daerah
yang akan diamplifikasi setiap pasangan primer.
Gambar 1 Grafik tampilan pasangan promer sekuens DNA.

Gambar 2 Karakteristik pasangan primer sekuens DNA.

Gambar 2 menunjukkan informasi detail setiap pasangan primer yang dimiliki


oleh database. Kualitas primer yang akan digunakan harus memenuhi kriteria primer
dengan sifat spesifik. Sifat ini penting dimiliki oleh primer sebab primer perlu
mengamplifikasi area spesifik dalam genom selama proses PCR (Praja dan Rosalina
2021). Kriteria tersebut dapat ditentukan berdasarkan beberapa paramater, yaitu
panjang primer, melting temperature (Tm), %GC, GC clamp, interaksi primer
(hairpin dan dimer), run, repeat, stabilitas, dan false priming (Sari et al. 2018).
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa panjang pasangan primer berkisar
antara 19-22 basa. Hal ini sesuai dengan panjang primer yang ideal yaitu 18-30
oligonukleotida yang diharapkan mampu mengikat template pada suhu annealing dan
memperoleh sekuen yang spesifik (Yustianadewi et al. 2018). Jika suatu primer
terlalu pendek akan mengurangin spesifikasi primer, sedangkan jika terlalu panjang
akan menghasilkan reaksi PCR yang tidak efektif dan polimerisasi DNA tidak
terbentuk karena terhibridisasi dengan primer lain (Anika et al. 2019).
Primer Melting Temperature (Tm) adalah titik temperatur saat primer
mengalami disosiasi atau terlepasnya ikatan. Pada Gambar 2, nilai melting
temperature (Tm) dari primer forward dan primer reverse dari tiap pasangan primer
berkisar antara 58.98 °C-
61.75 °C dan dengan selisih Tm yaitu 2.77 °C. Primer dengan nilai Tm yang terlalu
tinggi bahkan melebihi 70°C dapat menyebabkan misspriming pada temperatur
rendah,
sedangkan primer yang memiliki Tm terlalu rendah tidak akan dapat bekerja pada
temperatur yang tinggi. Oleh karena itu nilai Tm primer yang digunakan harus sama
atau memiliki selisih tidak terlalu jauh agar memastikan kinerja yang konsisten pada
pasangan primer. Perbedaan nilai Tm antara sepasang primer yang diperbolehkan,
yakni tidak melebihi 5°C (Maitriani et al. 2015).
Nilai persentase GC pasangan primer pada praktikum ini berkisar antara 50.00
– 60.00%. Persen GC menunjukkan persentase banyaknya basa guanine (G) dan
cytosine
(C) dalam suatu primer. Berdasarkan Sasmito et al. (2014), persentase GC memiliki
nilai ideal berkisar 40 – 60%. Persentase GC mempengaruhi nilai Tm primer dan
kekuatan ikatan antar nukleotida. Semakin tinggi kandungan GC akan mempersulit
pemisahan rantai untai ganda pada primer dan template. Sebaliknya, primer yang
memiliki kandungan GC yang rendah tidak akan mampu menempel secara efektif
pada target dan berakibat pada penurunan efisiensi PCR (Sasmitha et al. 2018).
Parameter self-compelementary yang didapat dari desain primer menggunakan
Primer-Blast menunjukkan kemungkinan terbentuknya struktur secondary antar-
primer atau dengan primer lain, sedangkan parameter 3’self-complementary dapat
memprediksi terjadinya primer dimer atau ikatan primer pada dirinya sendiri di ujung
3’. Menurut teori, primer yang baik memiliki nilai self-complementary dan 3’self-
complementary yang rendah karena nilai yang tinggi menunjukkan kemungkinan
terjadinya formasi dimer (Ye et al. 2012).
Analisis desain primer menggunakan Primer-BLAST menggunakan teori
primer ideal untuk menentukan primer yang paling optimum dalam mengkloning
genom target. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pasangan primer
2 merupakan pasangan primer terbaik yang dapat dipilih untuk mengkloning gen
glukosa oksidase dari bakteri Escherichia coli. Pasangan primer 2 memiliki urutan
primer forward
TCCTTGTGAGCTCGCTTGTG dan primer reverse
CAGGTCAAGCTCGTTGAGGAA pada sekuens (5’→ 3’). Panjang primer forward
dan primer reverse bernilai 20 dan 21 basa. Sedangkan nilai Tm primer forward dan
primer reverse masing-masing yaitu 60.60 °C dan 60.27 °C dengan selisih nilai Tm
kurang dari 1 °C. Nilai persentase GC pasangan primer tersebut juga memenuhi
kriteria primer yang ideal, yaitu 53.69%. Pasangan primer 2 juga tidak memiliki
pengulangan basa lebih dari tiga dan mempunyai nilai self-complementary dan 3’self-
complementary yang relatif rendah, sehingga diharapkan tidak terjadi misspriming
atau penempelan primer tidak pada tempat yang diinginkan (Maitriani et al. 2015).

SIMPULAN

Setelah melakukan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa pasangan primer


untuk amplifikasi dapat dilakukan secara in silico menggunakan Primer-BLAST
NCBI. Parameter yang perlu diperhatikan ketika memilih primer, antara lain panjang
primer, melting temperatur (Tm), selisih melting temperature (ΔTm), persentase GC ,
GC clamp, hairpin dan dimer, stabilitas primer, pengulangan, dan false priming.
Pasangan primer 2 dengan urutan primer forward TCCTTGTGAGCTCGCTTGTG
dan primer reverse CAGGTCAAGCTCGTTGAGGAA pada sekuens (5’→ 3’) ideal
untuk kloning gen Gox E. coli.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi M, Barido FH, Hertanto BS. 2018. Specific primer design of mitochondrial 12S
rRNA for species identification in raw meats. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science. 102(1): 012038
Garibyan L, Avashia N. 2013. Research techniques made simple: polymerase chain
reaction (PCR). The Journal of investigative dermatology, 133(3): e6.
Jaric M, Segal J, Silva-Herzog, E., Schneper L, Mathee, K, Narasimhan, G., 2013,
December. Better primer design for metagenomics applications by increasing
taxonomic distinguishability. BMC proceedings.
Maitriani LKB, Wirajana IN, Yowani SC. 2015. Desain primer untuk amplifikasi
fragmen gen inha isolat 134 multidrug resistance tuberculosis (mdr-tb) dengan
metode polymerase chain reaction. Cakra Kimia (Indonesia E-Journal of Applied
Chemistry. 3(2): 89-96.
Messe Y, Budiarsa IM, Laenggeng AH. 2020. Desain Primer Polymerase Chain Reaction
(PCR) secara In Silico untuk Amplifikasi Gen gyrA Extensively Drug Resistant
Tuberculosis (XDR-TB). Journal of Biology Science and Education, 8(2): 616-
622.
Praja RK, Rosalina R. 2021. Perancangan primer gen IktB pada Fusobacterium
necrophorum untuk analisis PCR. Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan. 2(2):
47- 55.
Sari EN, Dewi RW, Dewi VR, Yowani SC, Yustiantara PS. 2018. Desain primer untuk
amplifikasi regio promoter gen inhA isolat P016 multidrug resistance
Mycobacterium tuberculosis dengan metode polymerase chain reaction. Jurnal
Farmasi Udayana. 7(1): 34-39.
Sasmitha LV, Yustiantara PS, Yowani SC. 2018. Desain DNA primer secara in silico
sebagai pendeteksi mutasi gen gyrA Mycrobacterium tuberculosis untuk metode
polymerase chain reaction. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry). 8(1): 63-69.
Sasmito DEK, Kurniawan R, Muhimmah I. 2014. Karakteristik primer pada polymerase
chain reaction (PCR) untuk sekuensing DNA: mini review. Di dalam: Sasmito D,
editor. Seminar Nasional Informatika Media; 2014 Des 6; Yogyakarta, Indonesia.
Yogyakarta (ID): hlm 93-102.
Pradnyaniti DG, Wirajana IN, Yowani SC. 2013. Desain primer secara in silico untuk
amplifikasi fragmen gen rpoB Mycobacterium tuberculosis dengan polymerase
chain reaction (PCR). Jurnal Farmasi Udayana. 2(3): 124-130.
Ye J, Coulouris G, Zaretskaya I, Cutcutache I, Rozen S, Madden TL. 2012. Primer-
BLAST: a tool to design target-specific primers for polymerase chain
reaction.BMC bioinformatics, 13(1): 1-11.
Yustinadewi PD, Yustiantara PS, Narayani I. 2018. Teknik perancangan primer untuk
sekuen gen mdr-1 varian 1199 pada sampel buffy coat pasien anak dengan LLA.
Jurnal Metamorfosa. 5(1): 105-111.

Anda mungkin juga menyukai