Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM DIAGNOSTIK MOLEKULER

Desain Primer

Disusun oleh :
Intan Komalasari
P3.73.34.2.20.121
Dibimbing oleh dosen praktikum :
Agustiningsih, MBiomedSc.
Ririn Ramadhany, Ph.D.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
DIV ALIH JENJANG TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2020
A. Tujuan Praktikum

Membuat desain primer terhadap spesies Chlamydia trachomatis berdasarkan


kriteria umum menggunakan metode situs online.

B. Metode Praktikum
 Menggunakan fitur NCBI nucleotide :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide
 Menggunakan program tool pada primer3 : https://primer3.ut.ee/
 Menggunakan fitur primer blast : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-
blast/

C. Cara Kerja
1. Gen target pada organisme atau spesies tertentu yang akan kita desain
sebagai primer diobservasi dengan membaca jurnal-jurnal penelitian pada
website https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ sebagai bahan referensi.
2. Website https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide dibuka, kemudian ketik gen
target organisme atau spesies yang kita inginkan untuk desain primer
selengkap atau sedetail mungkin kemudian pilihan search diklik, sebagai
berikut :
3. Setelah muncul tampilan dibawah ini, kemudian dipilih sekuens yang

lengkap / complete yang akan kita desain sebagai primer, seperti pada

gambar di bawah ini :

4. Kemudian diklik pilihan FASTA, setelah itu akan muncul tampilan dibawah

ini, sekuens tersebut dibawah di block kemudian di copy :


5. Sekuens yang sudah di copy kemudian di paste pada kolom di primer3 web

https://primer3.ut.ee/, untuk left primer (forward) dan right primer (reverse)

sudah otomatis terpilih kemudian dipilih pick primers seperti pada gambar di

bawah ini :

Kemudian akan muncul output seperti dibawah ini :


Satu per satu sekuens forward dan reverse di copy.

6. Setelah di copy sekuens di paste pada kolom di web


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/, kemudian dipilih
Nucleotide collection (nr/nt) pada pilihan database, setelah itu diklik
pilihan Blast pada bagian bawah, seperti pada gambar dibawah ini :
(dilakukan untuk kedua sekuens forward dan reverse). kemudian dianalisis
hasil dari blast.

Kemudian akan muncul output seperti ini :


D. Hasil
Pada primer3
Chlamydia trachomatis isolate I-174 OmpA (ompA) gene

Keterangan :
 Sekuens Left primer (forward primer) : CGATTCGTATAGCCCAGCCA.

terdapat pada posisi 902 dengan panjang sekuens 20 basa, melting

temperature 59,68o C, GC content 55 %, serta tidak memberikan

secondary structure (hairpin dan dimer), tidak terdapat pengulangan basa

yang sama lebih dari 3, tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa lebih

dari 4, pada ujung 3’ terdapat ikatan GC clamp pada 5 basa terakhir.

 Sekuens Right primer (reverse primer) : GCTCTCTCATCGATCAAGCG,

terdapat pada posisi 1151 dengan panjang sekuens 20 basa, melting

temperature 58,59o C, GC content 55 %, serta tidak memberikan secondary

structure (hairpin dan dimer), tidak terdapat pengulangan basa yang sama

lebih dari 3, tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa lebih dari 4, pada

ujung 3’ terdapat ikatan GC clamp pada 5 basa terakhir.

 Panjang produk PCR sebesar 250.


Sekuens Forward (setelah di BLAST)
Sekuens reverse (setelah di blast) :
Keterangan :
Setelah di Blast sekuens Chlamydia trachomatis isolate I-174 OmpA 
(ompA) gene baik forward maupun reverse, dapat dinyatakan sebagai primer
spesifik terhadap gen ompA spesies Chlamydia trachomatis.

E. Pembahasan
1. Ada beberapa metode yang dapat digunakan pada pembuatan desain
primer, metode yang dilakukan penulis merupakan salah satu dari banyak
metode yang ada, yaitu menggunakan fitur dari beberapa situs online yang
reliable secara global.
2. Untuk membuat desain primer dilakukan dengan beberapa proses yang
panjang dan penuh ketelitian untuk mendapatkan produk yang memiliki
sensitivitas dan spesifisitas baik sehingga membantu dalam deteksi dan
identifikasi gen target tertentu pada suatu organisme dengan tepat dan
akurat. Proses yang digunakan penulis dalam praktikum ini merupakan
metode yang sederhana dalam mendesain primer.
3. NCBI nucleotide merupakan fitur dari situs NCBI yang berfungsi sebagai
pencari sekuens pada suatu gen yang sudah terdaftar atau tersimpan dalam
genebank.
4. FASTA merupakan suatu format file sekuens yang terdiri dari nukleotida
yang di sejajarkan.
5. Primer3 merupakan program yang digunakan untuk mendesain primer
dengan merekomendasi sekuens forward dan reverse yang berasal dari
suatu sekuens yang sudah kita download dan copy paste dari situs NCBI
nucleotide secara otomatis.
6. NCBI Blast merupakan fitur dari NCBI yang berfungsi untuk mengetahui
spesifisitas dari sekuens primer rekomendasi dari program primer3.
7. Primer yang baik ditentukan oleh beberapa sifat atau karakter primer, yaitu :
a) Panjang primer
Desain primer yang diperlukan untuk PCR adalah sepasang primer
yang dikenal dengan forward primer dan reverse primer.Primer yang
diperoleh merupakan rangkaian basa nukleotida yang unik dan
diusahakan memiliki ukuran pendek untuk meminimalkan biaya.Panjang
primer berkisar 18-30 basa, didasarkan pada pertimbangan kombinasi
acak yang mungkin ditemukan pada satu urutan genom. Probabilitas
menemukan 1 basa A, G, C atau T pada satu basa adalah ¼ (4-1),
probabilitas menemukan dua basa sequence (AG, AC, CG, dll) adalah
1/16 (4-2), probabilitas menemukan 4 basa sequence (ACGT, CGAT,
dll) adalah 1/256 (4-4). Sehingga 17 basa primer secara statistik akan
ditemukan sekali dalam setiap 417basa sequence, atau sekitar 17 miliar
basa sequence. Primer dengan panjang lebih dari 30 basa tidak
disarankan, karena tidak menunjukkan spesifisitas yang lebih tinggi.
Selain itu, primer yang panjang dapat berakibat terhibridasi dengan
primer lain sehingga tidak membentuk polimerisasi DNA.
b) Primer Melting Temperature (Tm)
Primer Melting Temperature (Tm) atau suhu leleh merupakan
temperatur yang diperlukan oleh primer untuk mengalami disosiasi /
lepas ikatan. Suhu leleh primer yang digunakan harus sama untuk
memastikan kinerja yang konsisten pada pasangan primer. Temperatur
ini dipengaruhi oleh rasio GC/AT primer. Makin besar ratio, makin tinggi
temperatur. Temperatur yang rendah menghasilkan amplikon non
spesifik (non-target) dan mengurangi efisiensi amplifikasi karena primer
yang telah menempel (annealing atau renaturasi) terlepas bila
suhudinaikkan pada saat sintesis (elongation) DNA. Temperatur kedua
primer (forward dan reverse) yang tidak berselang jauh akan
memudahkan penentuan waktu denaturasi.
c) Primer Annealing Temperature (Ta)
Primer Annealing Temperature (Ta) merupakan suhu yang
diperkirakan agar primer dapat berkaitan dengan template (DNA)
secara stabil. Suhu annealing yang tinggi akan menyulitkan terjadinya
ikatan primer sehingga menghasilkan produk PCR yang kurang
efisien. Sebaliknya, suhu annealing yang terlalu rendah menyebabkan
terjadinya penempelan primer pada DNA di tempat yang tidak
spesifik. Nilai suhu annealing yang sebanding dengan suhu leleh
menyebabkan suhu annealing tidak dimasukkan dalam perhitungan ke
optimalan desain primer.
Ta = 0.3∗Tm (P) + 0.7 ∗Tm (product) − 14.9
Ket :
Ta : Primer Annealing Temperature
Tm (P ) : Primer Melting Temperature
Tm (product) : Product Melting Temperature, suhu leleh pada
produk
d) Selisih Primer Melting Temperature (∆Tm)
Pasangan primer sebaiknya tidak memiliki selisih suhu leleh yang
tinggi. Pasangan primer dengan selisih suhu leleh yang lebih dari 5°C
menyebabkan penurunan proses amplifikasi, atau bahkan
memungkinkan tidak terjadi proses amplifikasi.
e) GC content
Aturan umum yang diikuti oleh sebagian besar program desain
primer adalah menggunakan persen basa G dan C antara 40% hingga
60%.
GCcontent  nG nC
/ p/ x100

Keterangan :
nG : Jumlah basa G pada primer
nC : Jumlah basa C pada primer
/p/ : Panjang primer
f) GC clamp
Beberapa program mensyaratkan pasangan primer memiliki basa
GC pada ujung 3’ dari primer. GC Clamp yang dimaksud adalah ujung
C, G, CG atau GC, yang diyakini membuat hibridisasi lebih stabil.
Namun perlu dihindari lebih dari 3 basa G atau C pada 5 basa terakhir
ujung 3′ karena ujung 3′-nya bisa melipat membentuk struktur dimer
yang mengakibatkan ujung 3′ primer tidak terikat pada template.
g) Secondary structure
Reaksi PCR sebaiknya tidak mengandung secondary structures
berupa hairpin atau dimer. Stabilitas secondary structure ditentukan
oleh energi bebas (∆G) dan suhu lelehnya. Hal ini menyebabkan
primer tidak dapat menempel dengan template DNA.
 Hairpin
Hairpin adalah struktur yang dibentuk oleh basis pasangan
asam polynucleic antara urutan komplementer untai tunggal baik
DNA maupun RNA. Terbentuknya struktur loop / hairpin pada
primer sebaiknya dihindari, namun sangat sulit untuk memperoleh
primer tanpa memiliki struktur haripin. Hairpin pada ujung 3' dengan
ΔG (energy yang dipelukan untuk memecah struktur hairpin) = -2
kcal/mol dan hairpin internal dengan ΔG = -3 kcal/mol masih dapat
ditoleransi. Kedua primer sebaiknya tidak memiliki basa nukleotida
T pada ujung 3’-nya karena dapat menyebabkan
mismatch/ketidakcocokan. Banyaknya mismatch atau mismatch
pada ujung 3’-primer juga dapat menyebabkan hairpin.
 Self Dimer dan Cross Dimer
Primer yang berikatan dengan primer lainnya yang sejenis
disebut dengan self-dimer. Self-dimer pada ujung 3’ dengan ΔG =
-5 kcal/mol dan self-dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6
kcal/mol masih dapat ditoleransi. Primer yang berikatan dengan
primer pasangannya (reverse dan forward) disebut dengan Cross-
Dimer.Cross-dimer pada ujung 3’ dengan ΔG= -5 kcal/mol dan self-
dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6 kcal/mol masih dapat
ditoleransi.
h) Self-Complementary (SC) dan Pair-Complementary (PC)
Selain secondary structures, complementary pada primer dan
pasangan primer juga harus dihindari. Self complementary dapat
menyebabkan struktur hairpin yang stabil hanya dengan 4 pasangan
basa GC pada ujung maupun bagian tengah primer. Primer harus
berisi kurang dari 4 basa komplementer, terutama pada ujung 3’. Pair
complementary terutama pada ujung 3’ primer dapat menyebabkan
struktur dimer.
i) Repeats & Runs
Perulangan yang cukup panjang dengan basa sama (lebih dari tiga
basa berurutan sama, misal basa AGCGGGGGATG memiliki 5 basa
berurutan G) harus dihindari karena dapat menyebabkan terjadinya
breathing pada primer dan mispirming, sehingga proses penempelan
primer menjadi sulit. Primer sebaiknya juga tidak memiliki urutan
pengulangan dari 2 basa dan maksimum pengulangan 2 basa sebanyak
4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya ATATATAT Hal ini juga
menyebabkan terbentuknya struktur hairpin.
j) Specificity atau keunikan
Primer merupakan rangkaian basa nukleotida yang berasal dari
template/DNA target. Primer yang baik adalah rangkaian basa
nukleotida yang unik pada template tersebut, sehingga tidak terdapat
pada sequenceatau lokasi lain pada template. Bahkan sebaiknya untuk
menghindari cross homologi, primer dilakukan analsis melalui BLAST-
NCBI untuk mengetahui bahwa primer yang digunakan benar-benar
unik dan tidak menempel pada organisme lain.
k) Product length
Jarak antara ujung 5’ kedua primer dikenal dengan istilah amplicon
atau product length. Pada umumnya, product length yang digunakan
adalah <2000 basa. Jarak ini dirasa cukup untuk proses amplifikasi
pada template.
l) Restriction site
Restriction Site diberikan jika diperlukan. Untuk kasus primer yang
memiliki restriction site, algoritma tertentu digunakan untuk memeriksa
kesamaan pola dari ujung 5’ ke ujung 3’ primer, dan memproses apakah
terdapat enzim sesuai restriction yang diberikan atau tidak. Jika
terdapat restriction site yang sama (panjang pola primer yang cocok,
kurang dari atau sama dengan panjang enzim restriksi, dan lebih dari
atau sama dengan panjang enzim restriksi minus 3 [(Le-3)≤|Pm≤Le] ),
maka algoritma yang digunakan akan menyesuaian nilai yang dimiliki
untuk proses seleksi primer yang optimal.
8. Strain Chlamydia trachomatis diklasifikasikan menjadi serovar berdasarkan
perbedaan sekuens nukleotida di ompA (outer membrane protein A). Gen
ompA mengkodekan determinan antigenik utama yang terpapar permukaan.
9. Gen ompA Chlamydia trachomatis isolate I-174 OmpA merupakan gen dari
clinical isolate, nomor taxon 813 pada situs NCBI, dengan panjang BP 1191.
10. Dari hasil diatas berdasarkan syarat dalam mendesain suatu primer
didapatkan bahwa pada panjang sekuens memenuhi syarat, melting
temperature antara primer forward dan reverse memenuhi syarat dan tidak
berbeda jauh antara keduanya, presentase GC Content memenuhi syarat,
spesifisitas hanya pada spesies Chlamydia trachomatis, dan tidak
membentuk secondary structure.

F. Kesimpulan
Telah dibuat desain primer terhadap spesies Chlamydia trachomatis
berdasarkan karakteristik umum menggunakan metode situs online.

G. Daftar Pustaka
1. Gomes JP, Bruno WJ, Nunes A, et al. Evolution of Chlamydia trachomatis
diversity occurs by widespread interstrain recombination involving
hotspots. Genome Res. 2007;17(1):50-60. doi:10.1101/gr.5674706.
2. Brunelle BW, Sensabaugh GF. The ompA gene in Chlamydia trachomatis
differs in phylogeny and rate of evolution from other regions of the genome.
Infect Immun. 2006 ; 74(1) : 578-585. doi:10.1128/IAI.74.1.578-585.2006.
3. Brunelle BW, Sensabaugh GF. Nucleotide and phylogenetic analyses of the
Chlamydia trachomatis ompA gene indicates it is a hotspot for mutation.
BMC Res Notes. 2012 Jan 20;5:53. doi: 10.1186/1756-0500-5-53. PMID:
22264291; PMCID: PMC3296649.
4. Sasmito, DEK., Kurniawan, R., Muhimmah, I. Karakteristik Primer pada
Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Sekuensing DNA: Mini Review.
Prosiding SNIMED. 2014. https://journal.uii.ac.id/.
5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide
6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/
7. https://primer3.ut.ee/

Anda mungkin juga menyukai