Anda di halaman 1dari 2

SAINS MEMBUKTIKAN KEBENARAN AL-QUR’AN

- Dua air laut yang tidak menyatu


Ada fenomena unik yaitu air laut tidak menyatu. Ketika dua lautan ini bertemu, tetapi airnya
mempertahankan sifat individu seperti suhu, warna, dan kepadatan. Di dalam Al Quran telah
dijelaskan bahwa ada dua laut yang saling bertemu namun di antaranya memiliki batasan. Ini
terjadi di Selat Gibraltar yang menghubungkan Lautan Mediterania dan Samudra Atlantik.
Fenomena bertemunya dua lautan ini telah dijelaskan Al Quran surah Ar-Rahman ayat 19-20.
"Dia membiarkan dua lautan, yang keduanya kemudian bertemu (berdampingan). Di antara
keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui masing-masing." (QS. Ar-Rahman: 19-20).

Penjelasan secara fisika modern terkait fenomena ini baru ada di abad 20 M oleh ahli-
ahli Oceanografi. Para ilmuwan menjelaskan, karena Selat Gibraltar merupakan pertemuan
antara dua laut yang berbeda, yaitu laut Atlantik dan laut tengah, maka ada fenomena yang
menarik yang terjadi di sana. Kedua air laut bertemu namun kedua jenis air tersebut tidak
bercampur. Dan garis batasnya pun dapat terlihat jelas. Fenomena ini disebut halocline.

Air laut dari Lautan Atlantik memasuki Laut Mediterania atau laut Tengah
(Mediterania) melalui Selat Gibraltar. Keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda.
Suhu air berbeda. Kadar garam nya berbeda. Kerapatan air (density) airpun berbeda.

Laut Tengah mempunyai suhu 11,5 derajat C, salinitas > 36,5 per mil, dan kepadatan yang
tinggi. Sedangkan Lautan Atlantik memiliki suhu 10 derajat C, salinitas < 36 per mil, dengan
kepadatan lebih rendah dari Laut Tengah. Terlihat dengan jelas mana air yang berasal dari
Lautan Atlantik, dan mana air yang berasal dari laut tengah. Dilihat dari warnanya, kedua air
laut itu berbeda. Air laut dari Samudera Atlantik berwarna biru lebih cerah. Sedangkan air
laut dari Laut Tengah berwarna lebih gelap.

Jika dipikir secara logika, pasti bercampur, nyatanya tidak bercampur. Kedua air laut
itu membutuhkan waktu lama untuk bercampur, agar karakteristik air melebur. Penguapan air
yang di Laut Mediterania sangat besar, sedang air dari sungai yang bermuara di Laut Tengah
berkurang sekali. Itulah sebabnya air Lautan Atlantik mengalir deras ke Laut Tengah.

Fenomena bertemunya dua air laut namun tidak saling bercampur ini juga disebabkan karena
gaya fisika yang disebut ‘tegangan permukaan’. Para ahli kelautan menemukan bahwa air
dari laut-laut yang bersebelahan memiliki perbedaan massa jenis. Karena perbedaan massa
jenis ini, tegangan permukaan mencegah dua lautan untuk saling bercampur, seolah-olah
terdapat dinding tipis yang memisahkan keduanya.

Pembatas yang ada di antara pertemuan dua jenis air ini dijelaskan sekira 14 abad lalu di
dalam salah satu ayat Alquran. “Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan
antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”(Q.S. Al-Furqaan:53)
PEMIKIRAN SAINS MENURUT AL-GHAZALI

Pemikir Islam, Ulil Abshar Abdalla, mengatakan, Al-Ghazali dalam memandang


sains memiliki keunikan. Selama ini, penulis kitab Ihya Ulumuddin itu justru dituduh
sebagian orang sebagai ‘pembunuh’ filasafat. Namun, kenyataannya tidak demikian.

AL-Ghazali memandang sains memiliki sebuah keunikan yang dituliskan dalam sebuah
karya-karyanya. Al-Ghazali membagi sains menjadi enam bagian. Pertama, riyadiyyat atau
ilmu matematika. Kedua, manthiqiyyat atau ilmu logika. Ketiga, thobi’iyyat yaitu ilmu fisika.
Ketiganya ini tidak ada urusan dengan agama. Semua itu diterima dalam Islam. Karena itu
netral isinya.

Yang keempat adalah akhlaqiyat atau filsafat moral tentang aturan baik buruk. Kelima
siyasiyyat, yakni tentang ilmu politik atau bernegara. Al-Ghazali menilai, baik
akhlaqiyat maupun siyasiyyat keduanya tidak ada masalah dalam garis besar. Yang menjadi
masalah adalah ilmu filsafat yang spesifik terkait poin keenam, yaitu ilahiyyat atau kaitannya
dengan aqidah. “Terkait pandangan orang Yunani mengenai masalah ketuhanan, itu yang
bermasalah dari sudut aqidah Islam,”

- Salah kaprah istilah filsafat

Ada dua tradisi besar sains dalam sejarah dunia. Pertama, adalah Aristotelian. Kedua
Demokritos. Aristotelian inilah yang dikembangkan dan diwarisi sains Muslim. Filsafat
adalah ilmu yang mencakup berbagai cabang keilmuan. Di dalamnya ada matematika, fisika,
biologi, termasuk ada ilmu teologi. Tetapi teologi yang dimaksud di sini bukan didasarkan
kepada wahyu. Namun, pemikiran ketuhanan yang berdasar observasi naturalistik,
berdasarkan observasi terhadap fenomena-fenomena alam. “Maka mereka berkesimpulan ada
Tuhan di balik alam raya ini,”

Dalam filsafat ada juga ilmu filsafat politik dan filsafat moral. Jadi, yang disebut
filsafat pada masa klasik dulu berarti sains di masa saat ini. Istilah falsafah, tidak bisa
dipahami dalam pengertian sekarang. Karena zaman klasik, disiplin ilmu belum mengalami
spesialisasi yang rumit seperti sekarang. Jadi falsafah dalam tradisi Islam di dalamnya itu ada
sains. Sains yang dimaksut yaitu ada fisika, biologi, kimia, dan astronomi. Tetapi juga ada
matematika dan juga logika. Jadi kalau disebut filosof, itu juga dapat disebut dengan saintis.

Pada masa klasik, ada dua jenis ilmu. Pertama adalah ilmu kewahyuan dan yang
kedua yaitu ilmu-ilmu yang basis sumbernya bukan wahyu tetapi observasi ataupun
penalaran rasional. Di zaman Al-Ghazali, disiplin ilmu itu terangkum ‘gelondongan’ yang
disebut filsafat itu. Maka semua pengetahuan yang sumbernya bukan kitap suci adalah
falsafah. Sementara semua pengetahuan yang bersumber kepada wahyu disebut dengan ilmu
agama atau juga yang biasa disebut dengan al-ulumul syar’iyyah.

Anda mungkin juga menyukai