Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“ FILSAFAT HELLENISME DAN NEOPLATONISME “


Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Dosen
pengampu : Nur Hamid, M. Hum

Di susun oleh :
Muhammad Ghifari Al Farisi 53020180044 Ulya
Amalia 53020180043

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA


JURUSAN ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat – Nyayang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah – Nya
kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pengantar filsafat ini. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal atas kerjasama dari kelompok kami untuk memenuhi tugas
Pengantar Filsafat ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi kami dan para
pembaca.

Salatiga, September 2018


Penulis

BAB I PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Setelah Aristoteles baru kira – kira lima abad kemudian bangkitlah pemikir yang genial
seperti dia, yaitu Plotinus. Selama kira – kira lima abad itu juga ada pemikir – pemikir yang
berpengaruh, akan tetapi tidak sedalam seperti pemikiran Plato dan Aristoteles. Pokok – pokok
besar yang menjadi bahan pemikiran telah membeku, yaitu tentang jiwa, tubuh, pengamatan,
pemikiran dan lain sebagainya.Semuanya itu tidak lagi di gali sampai sedalam – dalamnya, tetapi
hanya dibicarakandengan cara lebih atau kurang saja. Filsuf ang satu lebih menekankan pada hal
ini, sedang filsuf yang lain lebih menekankan pada hal yang itu. Demikian seterusnya.
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda sekali dengan zaman Aristoteles.
Zaman ini adalah zaman yang baru, yang dimulai dengan pemerintahan Aleksander yang Agung,
zaman yang disebut zaman Helenisme.
Pada zaman ini ada perpindahan pemikiran filsafati, yaitu dari filsafat yang teoritis menjadi
filsafat yang praktis. Ada banyak aliran yang semuanya berusaha menentukan cita – cita hidup
manusia. Ada aliran – aliran yang bersifat etis, yang menekankan kepada persoalan – persoalan
tentang kebijaksaan hidup yang praktis dan ada aliran – aliran yang diwarnai oleh agama.Yang
termasuk aliran yang bersifat etis diantaranya adalah Epikuros dan Stoa, sedang yang termasuk
aliran yang diwarnai agama diantaranya adalah Neoplatonisme. 1

 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat diketahui beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana sejarah filsafat Helenisme ?
2. Apa saja aliran yang muncul pada masa Helenisme yang bersifat etis?
3. Bagaimana sejarah lahirnya Neoplatonisme ?

 TUJUAN

Dari rumusan di atas maka dapat diketahui tujuan dari pembahasan tersebut :
1. Untuk mengetahui sejarah filsafat Helenisme
1 Hadiwijono, Harun.1980.Sari Sejarah Filsafat Barat 1.Yogyakarta:Kanisius.Hal 54
2. Untuk mengetahui apa saja aliran yang muncul pada masa Helenisme yang bersifat Etis 3.
Untuk mengetahui sejarah lahirnya Neoplatonisme

BAB II PEMBAHASAN

A. SEJARAH HELLENISME

Ditaklukkanya Asia Barat Daya oleh Aleksander Agung (333 – 323 SM), telah dianggap sebagai
permulaan suatu zaman baru, yang disebut zaman Helenis,atau disebut juga Helenisme. Yang
dimaksud dengan istilah ini ialah pergerakan kebudayaan sejak Aleksander, dimana bahasa Yunani
dan peradaban Yunani mendapatkan tempat yang tertinggi dalam kehidupan orang pada zaman itu.
Kemenangan – kemenangan Aleksander Agung, berarti pula kemajuan Helenisme di negara
asalnya Yunani, khususnya Macedonia.2

Aleksander Agung telah mendirikan suatu kerajaan besar yang meliputi bukan saja seluruh
kawasan Yunani, melainkan juga berbagai kerajaan Timur. Sesudah kematian Aleksander Agung
tahun 323 SM, kesatuan politik kerajaan ini lekas pecah. Tetapi yang penting ialah bahwa mulai
waktu itu kebudayaan Yunani tidak terbatas lagipada kota – kota Yunani saja, tetapi mencakup
juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Aleksander. Kebudayaan Yunani supranasional yang pada
waktu itu mulai berkembang, biasanya disebut “Kebudayaan Helenistis”.Dalam bidang filsafat,
Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat – pusat
intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika ahirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke
wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani. Kita dapat
menyaksikan bahwa dalam kekaisaran Romawi pintu di buka lebar untuk menerima warisan
kultural Yunani.3

Helenisme (yang berasal dari kata hellezein = berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani)
adalah roh dan kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri –
cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani di sekitar Laut Tengah, mengadakan perubahan –
perubahan di bidang kesusantraan, agama dan keadaan bangsa – bangsa itu.

Helenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase Helenisme dan fase Helenisme Romawi.
• Fase Helenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya di miliki oleh orang –
orang Yunani.
• Fase Helenisme Romawi adalah fase yang sudah datang setelah fase Helenisme dan
meliputi semua pemikiran yang ada pada kerajaan Romawi, yang ikut serta membicarakan
peninggalan pemikiran Yunani.

2 Jagersma, H.2003.Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba.Jakarta:GunungMulia.Hal 13


3 Bertens, K.1975.Ringkasan Sejarah Filsafat.Yogyakarta:Kanisius.Hal 16
Terdapat beberapa fenomena mengenai Helenisme :
1. Konteks Agama
Sepanjang masa Helenisme, pembentukan agama baru dilakukan dengan muatan ajaran
mengenai bagaimana umat manusia dapat terlepas dari kematian. Dengan menerima ajaran dan
menjalankan ritual – ritual tertentu, orang percaya dapat mengharapkan keabadian jiwa dan
kehidupan yang kekal.
2. Konteks Filsafat
Dalam konteks ini, filsafat bergerak mendekat ke arah keselamatan dan ketenangan.
Filsafat juga harus membebaskan manusia dari pesimisme dan rasa takut akan kematian. Dengan
demikian batasan antara agama dan filsafatlambat laun akan hilang.
3. Konteks Ilmu Pengetahuan
Pada masa ini, ilmu pengetahuan terpengaruh oleh campuran berbagai kebudayaan. Kota
Alexandria dijadikan sebagai tempat pertemuan antara Barat dan Timur. Sedangkan Athena tetap
merupakan pusat filsafat yang masih menjalankan ajaran – ajaran filsafat Plato dan Aristoteles,
Alexandria menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dengan perpustakaannya yang sangat besar, kota itu
menjadi pusat matematika, astronomi, biologi, dan ilmu pengobatan.

B. ALIRAN – ALIRAN PADA MASA HELENISME

Pada masa ini, dalam bidang filsafat tidak lagi terdapat seorang pemikir yang sungguh – sungguh
besar, kecuali Plotinos. Tetapi pengaruh filsafat sebagai salah satu unsur pendidikan, pada zaman
hellenisme jauh lebih luas daripada dahulu. Sekolah – sekolah filsafat di Athena seperti Akademia
dan Lykeion tetap meneruskan aktivitasnya. Tetapi juga didirikan sekolah baru. Pada umumnya,
dapat dikatakan bahwa yang ditekankan terutama soal – soal etika : bagaimana manusia harus
mengatur tingkah lakunya untuk hidup bahagia.

1. STOISISME

Mazhab Stoa didirikan di Athena oleh ZENO dari KITION sekitar tahun 300 SM. Nama “STOA”
menunjuk kepada serambi bertiang, tempat Zeno memberikan pelajaran. Menurut stoisisme, jagat
raya dari dalam sama sekali ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut “Logos” (rasio). Oleh
karenanya semua kejadian dari alam berlangsung menurut ketetapan yang tak dielakkan. Jiwa
manusia mengambil bagian dalam “ Logos” itu. Ia akan hidup bijaksana dan bahagia, asal saja ia
bertindak menurut rasionya. Jika memang demikian, maka ia akan menguasai nafsu- nafsunya dan
mengendalikan diri secara sempurna, supaya dengan penuh keinsyafan ia menaklukkan diri pada
hukum – hukum alam. Seorang yang hidup menurut prinsip – prinsip stoisisme, sama sekali tidak
mempedulikan kematian dan segala malapetaka lain, karena insyaf bahwa semua itu akan terjadi
menurut keharusan mutlak.
Mungkin karena cocok dengan tabiat Romawi yang bersifat agak pragmatis, di kemudian hari
stoisisme mengalami sukses besar dalam kekaisaran Romawi. Dua orang Roma yang terkenal
sebagai pengikut mazhab Stoa ialah SENECA (2 – 65) dan Kaisar MARCUS AURELIUS (121 –
180)

2. EPIKURISME

EPIKUROS (341 – 270 SM) berasal dari pulau SAMOS dan mendirikan sekolah filsafat
baru di Athena. Ia menghidupkan kembali atomisme Demokritos. Menurut pendapat Epikuros,
segala – galanya terdiri dari atom – atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan
bertubrukan yang satu dengan yang lain. Manusia hidup bahagia jika ia mengakui susunan dunia
ini dan tidak ditakutkan oleh dewa – dewa atau apapun juga. Dewa – dewa tidak mempengaruhi
dunia. Lagi pula agar dapat bahagia, manusia mesti menggunakan kehenak bebas dengan mencari
kesenangan sedapat mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan akan menggelisahkan batin
manusia. Orang bijaksana tahu membatasi diri dan terutama mencari kesenangan rohani, supaya
keadaan batin tetap tenang.

3. SKEPTISISME

Pelopor skeptisisme di Yunani adalah PYRRHO (365 – 275 ). Menurut dia pengamatan memberi
pengetahuan yang sifatnya relatif. Manusia sering keliru melihat dan mendengar. Seandainya
pengamatan manusia ini benar, kebenaran itu hanya berlaku bagi hal – hal yang lahiriyah saja,
bukan bagi hakekat hal – hal itu. Bukan hanya pengamatan, tetapi akal juga hanya memberi
pengetahuan yang bersifat relatif. Oleh karena itu setiap dalil dapat sekaligus benar dan salah.
Maka sebaiknya manusia bertindak sesedikit mungkin,. Kebahagiaan hidup terletak di sini, bahwa
manusia dengan sengaja tidak berbuat dan tidak membuat penilaian.

4. EKLEKTISISME

Eklektisisme tidak dimaksudkan suatu mazhab atau aliran, melainkan suatu tendensi umum yang
memetik berbagai unsur filsafat dari aliran – aliran lain tanpa berhasil mencapai kesatuan
pemikiran yang sungguh – sungguh. Salah seorang warga Roma yang biasanya digolongkan dalam
eklektisisme adalah negarawan dan ahli berpidato tersohor yang bernama CICERO (106 – 43). Di
Alexandria hidup seorang pemikir Yahudi yang barangkali boleh juga terhitung dalam tendensi ini,
namnaya PHILO (25 SM – 50 M). Ia berusaha memperdamaikan agama Yahudi dengan filsafat
Yunani, khususnya Plato.

C. SEJARAH NEOPLATONISME

Puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani adalah ajaran yang disebut
“NEOPLATONISME”. Sebagaimana namanya sudah menyatakan itu, aliran ini bermaksud
menghidupkan kembali filsafat Plato. Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut – pengikutnya tidak
dipengaruhi oleh filsuf – filsuf lain, seperti Aristoteles misalnya dan mazhab Stoa.
Sebenarnya ajaran ini merupakan semacam sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu,
dimana Plato diberi tempat istimewa.
Filsuf yang menciptakan sintesa itu bernama PLOTINOS (203 – 270). Ia lahir di Mesir dan
pada umur 40 tahun ia tiba di Roma untuk mendirikan suatu sekolah filsafat disana. Sesudah
meninggalnya sekitar tahun 270 sesudah Masehi, karangan – karangan Plotinos dikumpulkan dan
diterbitkan oleh muridnya, PORPHYRIOS, dengan judul ENNEADEIS.
Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep kesatuan. Atau dapat juga kita
katakan bahwa seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada ALLAH, sebab Allah disebutnya
dengan nama “Yang Satu”. Semua yang ada berasal dari “Yang Satu”. Dan semua yang ada
berhasrat pula untuk kembali kepada “Yang Satu”. Oleh karenanya, dalam realitas seluruhnya
terdapat gerakan dua arah : dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Marilah kita membeberkan
lebih lanjut kedua arah ini.
a. Dari atas ke bawah

Tadi sudah dikatakan bahwa Plotinos sangat mementingkan kesatuan. Semua makhluk yang ada,
bersama – sama merupakan keseluruhan yang tersusun sebagai suatu hirarki. Pada puncak hirarki
terdapat “Yang Satu” (To Hen) yaitu Allah. Setiap taraf dalam hirarki berasal dari taraf yang lebih
tinggi yang paling berdekatan dengannya. Taraf satu berasal dari taraf lain melalui jalan
pengeluaran atau “Emanasi” (red : Emanation). Dengan istilah “Emanasi” mau ditunjukkan bahwa
pengeluaran itu berlangsung secara mutlak perlu, seperti air sungai perlu mutlak memancar dari
sumbernya. Taraf lebih tinggi tidak bebas mengeluarkan taraf berikutnya. Tetapi dalam proses
pengeluaran ini taraf lebih tinggi tidak berubah dan kesempurnaannya tidak hilang sedikitpun.
Proses pengeluaran dilukiskan Plotinus sebagai berikut. Dari “Yang Satu” dikeluarkan Akal Budi
(Nus). Akal budi ini sama saja dengan ide – ide Plato yang di anggap Plotinus sebagi intelek yang
memikirkan dirinya sendiri. Jadi Akal Budi sudah tidak satu lagi, karena disini terdapat Dualitas :
pemkiran dan apa yang dipikirkan. Dari Akal Budi itu berasallah Jiwa Dunia (Psykhe). Akhirnya
dari Jiwa Dunia dikeluarkan Materi (Hyle), yang bersama Jiwa Dunia merupakan Jagat Raya.
Selaku taraf yang paling rendah dalam seluruh hirarki, materi adalah makhluk yang paling kurang
kesempurnaannya dan sumber segala kejahatan.

b. Dari bawah ke atas

Setiap taraf hirarki mempunyai tujuan untuk kembali kepada taraf lebih tinggi yang paling dekat
dan karena itu secara tak langsung menuju ke Allah. Karena hanya manusia yang mempunyai
hubungan dengan semua taraf hirarki, dialah yang dapat melaksanakan pengembalian kepada
Allah. Hal itu dapat di capai melalui tiga langkah. Langkah pertama adalah Penyucian, dimana
manusia melepaskan diri dengan materi melalui laku tapa. Langkah kedua adalah Penerangan,
dimana ia di terangi dengan pengetahuan tenatang Idea – idea Akal Budi. Akhirnya, langkah ketiga
adalah Penyatuan dengan Tuhan yang melebihi segala pengetahuan. Langkah yang terakhir ini
ditunjukkan Plotinus dengan nama “EKSTASIS” (Inggris : Ecstasy). Porphyrios menceritakan
bahwa selama 6 tahun ia berada bersama dengan Plotinos, empat kali ia menyaksikan bahwa
gurunya mengalami “ekstasi” itu.
Dalam hampir seluruh wilayah Hellenistis, Neoplatonisme diterima sebagai filsafat baru. Pada
akhir masa kuno Neoplatonisme merupakan aliran intelektual yang dominan, yang seakan – akan
bersaing dengan pandangan dunia yang berdasarkan agama kristen. PORPHYRIOS (232 – 301)
misalnya, murid Plotinos yang sudah disebut di atas, menulis suatu karangan yang dengan tajam
menyerang agama Kristen. Seorang filsuf yang mengalami sukses besar dalam mengajarkan
Neoplatonisme di Athena adalah PROKLOS(410 – 485).
Pada tahun 529 sesudah masehi Kaisar Justinianus dari Byzantium, terdorong oleh kerajinan
untuk agama Kristen, menutup semua sekolah filsafat kafir di Athena. Peristiwa itu biasanya di
anggap sebagai akhir masa Yunani Kuno.4

BAB III PENUTUP

Hellenisme dan Neoplatonisme termasuk filsafat Yunani Kuno, yang keduanya sama –
sama mempelajari masalah ketuhanan, tetapi keduanya memiliki perbedaan dalam pemikirannya.
Hellenisme memiliki objek pada pemikiran yang ada (alam, manusia), sedangkan pada
Neoplatonisme memiliki objek pemikiran yang mungkin ada (Tuhan).
Hellenisme memusatkan permasalahn pada cara hidup manusia, sehingga orang yang dikatakan
bijaksana adalah orang ynag mengatur hidupnya menurut budinya. Sedangkan Neoplatonisme
memusatkan permasalahan bahwa asas yang menguasai segala sesuatu adalah satu (Tuhan).

4 Bertens, K.1975.Ringkasan Sejarah Filsafat.Yogyakarta:Kanisius.Hal 19


DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.1975.Ringkasan Sejarah Filsafat.Yogyakarta:Kanisius.Hal 19


Jagersma, H.2003.Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba.Jakarta:GunungMulia.Hal 13

Hadiwijono, Harun.1980.Sari Sejarah Filsafat Barat 1.Yogyakarta:Kanisius.Hal 54

Anda mungkin juga menyukai