DISUSUN OLEH :
SHERLY NOVIA HUTABARAT
7203342027
1. Sistem
Sebuah sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari dua atau lebih komponen
yang saling bekerja sama dan berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu (Romney dan
Steinbart, 2015). Sebuah organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu sistem, karena terdiri
dari berbagai departemen, komponen organisasi, dan fungsi kerja masing-masing yang
bertindak sebagai subsistem untuk menjalankan aktivitasnya dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan disepakati. Dalam sebuah sistem, seluruh subsistem/komponen memiliki
peran masing-masing, apabila salah satu dari komponen ini tidak bekerja, maka kerja sistem
akan terganggu dan tujuan dari sistem tidak pernah akan tercapai. Sebagai gambaran, dalam
sistem pernapasan manusia terdapat banyak sekali komponen dan prosedur yang saling
bekerja sesuai fungsinya masing-masing, dengan satu tujuan yaitu menghasilkan oksigen
untuk bernafas. Apabila salah satu fungsi saja tidak berjalan maka akan mengganggu fungsi
komponen lainnya, bahkan apabila sudah sangat besar pengaruhnya bisa membuat manusia
tersebut berhenti bernafas.
Tentunya sistem sangat diperlukan untuk menjalankan fungsi pengelolaan seluruh lini
kegiatan. Sebuah sistem diperlukan agar setiap aktivitas dan tindakan yang dilakukan dapat
berjalan sesuai standar, terkoordinasi, dan sistematis sehingga output yang dihasilkan
memenuhi kriteria yang diinginkan. Termasuk dalam kegiatan pengendalian, dengan
dimilikinya sebuah sistem pengendalian yang baik, maka diharapkan kegiatan yang dilakukan
dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Bahkan apabila seluruh sistem telah dapat menjamin
tindakan dilakukan dengan tepat dalam seluruh situasi, mungkin tidak akan lagi dibutuhkan
manajer manusia.
Sumber : http://coretanalfin.blogspot.com/2016/03/peran-analissistem.html
2. Pengendalian
Pengendalian digunakan oleh para manajer untuk membuat Langkah langkah agar
seluruh komponen di dalam sebuah organisasi dapat sejalan dengan apa yang diinginkan
dan yang telah direncanakan, sehingga dengan sendirinya pengendalian harus
mencerminkan perencanaan. Pengendalian juga berperan untuk mendeteksi potensi
adanya kelemahan yang terjadi sebagai umpan balik bagi manajemen dari suatu kegiatan
yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaannya. Pengendalian penting
dilakukan untuk mengamankan dari kemungkinan kegagalan dalam pencapaian tujuan,
karena dengan adanya pengendalian ini langkah-langkah yang diambil sudah ada
perencanaannya, termasuk perhitungan terhadap dampak dari risiko yang akan
ditimbulkan.
Salah satu alat yang biasanya digunakan sebagai media pengendalian adalah
anggaran. Penganggaran adalah perumusan rencana dalam angka-angka untuk periode
tertentu. Secara umum anggaran disusun melalui tahap sebagai berikut:
a. Penentuan Pedoman Anggaran
1) Menetapkan rencana besar perusahaan
2) Membentuk panitia penyusun anggaran
b. Persiapan Anggaran
▪ Membuat ramalan anggaran (forecast)
c. Penentuan Anggaran
1) Menyesuaikan rencana akhir komponen anggaran
2) Mengkoordinasikan & menelaah komponen anggaran
3) Pengesahan & pendistribusian anggaran
d. Pelaksanaan Anggaran
▪ Membuat laporan realisasi anggaran
Anggaran adalah laporan tentang hasil-hasil yang diantisipasikan dalam angka
keuangan. Menyatakan perencanaan dalam angka-angka dan memecahkannya dalam
komponen yang cocok dengan struktur organisasi, anggaran menghubungkan
perencanaan dan membolehkan pendelegasian wewenang tanpa hilangnya pengendalian.
Anggaran melakukan langkah pengendalian dalam organisasi dengan membandingkan
antara hasil aktual dengan anggaran. Cara pengendalian lain di antaranya adalah:
a. analisis data statistik tentang aspek operasi perusahaan;
b. analisis laporan masalah;
c. audit operasional;
d. observasi personil.
Pengendalian biasanya tidak bersifat otomatis, dibutuhkan indra-indra manajer untuk
mendeteksi dan melakukan pengendalian. Proses pengendalian memerlukan interaksi
antarindividu. Untuk menilai apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan standar atau
tidak, seorang manajer harus turun langsung ke lapangan untuk melakukan tindakan
pengendalian. Kadangkala subjektivitas dan pengalaman juga diperlukan dalam proses
pengendalian. Masalah pengendalian yang utama adalah bagaimana memengaruhi pihak
lain dalam bertindak demi pencapaian tujuan pribadi sedemikian rupa sekaligus dapat
membantu pencapaian tujuan organisasi. Keselarasan tujuan berarti sejauh dimungkinkan,
tujuan pribadi dapat konsisten dengan tujuan organisasi itu sendiri.
B. TUJUAN DAN FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN
1. Tujuan Sistem Pengendalian
` Dengan adanya sistem pengendalian diharapkan dapat membantu manajemen dalam
memutuskan apa yang seharusnya dilakukan oleh organisasi, dan bagian dari sistem
pengendalian adalah perbandingan penyelesaian aktual dengan perencanaan yang telah
dibuat. Untuk mencapai tujuannya tersebut, menurut Anthony dan Govindarajan (2007),
sistem pengendalian membutuhkan beberapa elemen utama, yaitu sebagai berikut.
a. Pelacak (detector) – perangkat yang digunakan untuk mengukur apa yang sesungguhnya
terjadi dalam proses yang sedang dikendalikan.
b. Penaksir (assessor) – perangkat yang menentukan signifikansi dari peristiwa aktual dengan
membandingkannya dengan beberapa standar atau ekspektasi dari apa yang seharusnya
terjadi.
c. Pelaksana (effector) – perangkat yang mengubah perilaku jika assessor mengindikasikan
kebutuhan yang perlu dipenuhi.
d. Jaringan komunikasi (communication network) – perangkat yang meneruskan informasi
antara detector dan assessor, dan antara assessor dengan effector.
Gambar 1.2
Elemen-elemen Proses Kendali
2. Fungsi Pengendalian
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan, sehingga dibutuhkannya
sistem pengendalian adalah sebagai berikut.
a. Kekurangjelasan dalam memberikan arahan. Beberapa orang kadangkala gagal menjalankan
pekerjaan yang mudah, karena dia tidak benar-benar paham apa tujuan sebenarnya dari yang dia
kerjakan. Oleh karena itu, salah satu fungsi sistem pengendalian adalah untuk menginformasikan
kepada pegawai bagaimana agar mereka bisa memaksimalkan kontribusinya untuk mencapai tujuan
keseluruhan dari organisasi.
b. Motivasi untuk mencapai tujuan. Kadangkala walaupun seseorang paham apa yang harus
dikerjakan, namun dia tidak mengerjakannya karena tidak memiliki motivasi untuk mengerjakannya.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh ketidaksamaan antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi. Hal
yang paling bahaya dari masalah ini adalah pegawai bisa melakukan kecurangan dan pencurian.
Dengan adanya sistem pengendalian hal-hal tersebut tentu saja dapat dihindari dengan cara
menyelaraskan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.
c. Keterbatasan individu. Apabila arahan sudah jelas dan motivasi untuk mencapai tujuan sudah
dimiliki oleh para pegawai, namun pencapaian tujuan juga bisa jadi gagal dilakukan dikarenakan
keterbatasan orang tersebut untuk mencapai tujuan. Keterbatasan tersebut mencakup keterbatasan
dalam hal kepandaian, pengalaman, pengetahuan, fisik, maupun hal-hal lainnya. Dengan adanya
sistem pengendalian, masalah tersebut bisa dengan cepat diketahui dan dibuatkan solusi alternatif
untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Sistem pengendalian yang baik selain digunakan sebagai media pengendalian dari strategi yang
sedang dilaksanakan, juga dapat berfungsi sebagai dasar pembuatan strategi baru di masa yang akan
datang, yang biasa dikenal sebagai pengendalian interaktif. Pengendalian interaktif merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengendalian manajemen.
Sumber : https://pixabay.com/id/vectors/perencana-mengevaluasipenilaian-3643025/
Gambar 1.3
Ilustrasi Pengendalian interaktif
Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/kualitas-tanda-centang-kait2470673
Gambar 1.4
Kualitas Pengendalian dalam Tindakan
2. Pengecekan sebelum bekerja. Pengecekan meliputi di dalamnya adalah pengecekan
terhadap keberlangsungan dari rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Manajemen
dapat memberi masukan untuk menyetujui kegiatan, memberikan modifikasi, atau
merekomendasikan hal lainnya sebelum persetujuan akhir dari kegiatan diberikan.
Artinya tipe ini mempelajari terlebih dahulu sebuah tindakan yang akan dilakukan secara
matang, termasuk di dalamnya mempertimbangkan aspek-aspek yang akan terjadi atau
timbul. Bentuk pengecekan bisa dibagi dalam bentuk formal maupun informal.
3. Akuntabilitas tindakan. Akuntabilitas berkaitan dengan kemampuan individu/organisasi
untuk menyampaikan dan melaporkan kegiatannya secara terbuka dan transparan sesuai
dengan standar yang telah dibuat. Implementasi akuntabilitas tindakan membutuhkan
beberapa tahapan, yaitu:
a. mendefinisikan tindakan apa yang disetujui dan tidak disetujui;
b. mengomunikasikannya dengan pelaksana kegiatan;
c. mengamati pelaksanaan kegiatan;
d. memberikan reward dan punishment dari hasil yang terjadi.
4. Redundansi. Redundansi melibatkan penugasan komponen organisasi cadangan untuk
melakukan pekerjaan, tujuannya adalah untuk mengantisipasi apabila terjadi hal-hal
tertentu agar proses pencapaian tujuan dapat terus berjalan.
Tabel 1.1
Hubungan Pengendalian Masalah dengan Pengendalian Tindakan.
Dalam pengendalian tindakan ini, upaya pengendalian lebih dititikberatkan pada aspek pencegahan
dan pendeteksian masalah. Dalam format pencegahan, upaya pengendalian dibuat sebelum
permasalahan terjadi, sementara reaksi pendeteksian masalah dilakukan setelah masalah ditemukan
baru kemudian dibuatkan pengendaliannya.
2. PENGENDALIAN HASIL
Pengendalian ini sangat berorientasi pada hasil dan performa akhir yang bertujuan
memberikan motivasi dan gambaran kepada para pelaksana untuk mengetahui apa dampak
yang dapat mereka rasakan apabila sebuah tujuan berhasil ataupun gagal dikerjakan. Dasar
yang digunakan untuk pengendalian berorientasi hasil ini, selain berdasar pada rencana awal
yang sudah direncanakan, juga berdasar pada perbandingan antara personil satu dengan
lainnya. Dengan adanya pengendalian berorientasi hasil ini, seluruh elemen dapat
mengetahui konsekuensi dari segala yang dilakukannya. Sehingga seluruh elemen dituntut
untuk lebih dapat menemukan dan meningkatkan potensi dan ritmenya masing-masing.
Seperti jenis pengendalian lainnya, jenis pengendalian ini juga belum tentu dapat
dilaksanakan di seluruh kondisi. Tipe pengendalian ini biasanya akan efektif dilaksanakan
pada lingkungan yang seluruh komponennya bisa saling berkompetisi dan dapat bekerja
secara profesional. Tipe pengendalian ini juga kerap disebut dengan pengendalian yang
terdesentralisasi, karena manajemen bersikap menunggu umpan balik (feed back) dari para
pegawainya untuk menilai efektivitas sistem kerja, baru kemudian membuatkan sistem
pengendaliannya.
Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/bisnis-ide-pertumbuhanide-bisnis-3189797/
Gambar 1.5
Ilustrasi Pencapaian Tujuan Organisasi
Tanpa supervisi dan intervensi dari manajer, seharusnya tujuan organisasi sudah dapat dimengerti
dan diwujudkan oleh para pelaksana, sehingga pelaksana dapat menggunakan potensinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Beberapa elemen dari pengendalian hasil adalah sebagai berikut. 1.
Pendefinisian dimensi kinerja. Pendefinisian ini diperlukan agar seluruh komponen organisasi dapat
memahami apa yang sebenarnya diinginkan. Apabila target yang diinginkan sudah jelas, maka
diharapkan dapat memberikan gambaran kepada mereka tentang bagaimana strategi
pencapaiannya. 2. Mengukur kinerja. Pada dasarnya cara pengukuran kinerja dibagi dalam dua
kategori, yaitu dengan ukuran finansial dan non-finansial. Ukuran dari aspek finansial dapat diukur
dari laba neto (net income), laba per saham (EPS), imbal hasil aset (ROA), imbal hasil investasi (ROI),
dan lainnya. Sedangkan aspek non-finansial berupa tingkat pertumbuhan pasar, kepuasan pelanggan,
kepuasan kerja pegawai, dan lain-lain.
3. Membuat target kinerja. Target kinerja kemudian akan dikembangkan sebagai standar kerja di
kemudian harinya. Pembuatan target kinerja yang jelas diharapkan dapat memengaruhi motivasi
kerja, karena apabila target yang diinginkan dapat dengan jelas tergambar akan memudahkan para
personil untuk membuat tahapan untuk mencapai tujuan tersebut dan selanjutnya memberikan
motivasi untuk mencapai tujuan. 4. Membuat skema hadiah dan hukuman (reward and punishment).
Pemberian hadiah dan hukuman merupakan elemen terakhir dari sistem pengendalian berorientasi
hasil ini. Hadiah dapat bisa berbentuk macammacam seperti kenaikan gaji, bonus, promosi,
kesempatan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan individu, dan masih banyak lagi. Sementara
hukuman dapat berupa penurunan pangkat, gaji, bahkan yang terberat bisa sampai pemecatan.
Pemberian skema hadiah dan hukuman ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan peringatan
kepada para personil. Namun terkadang pemberian skema hadiah dan hukuman dapat membuat
suasana kerja menjadi tidak nyaman dan menjadi hal yang cukup sensitif, hal ini terutama
disebabkan oleh kurang jelasnya aturan main dalam pemberian hadiah dan hukuman tersebut.
Sehingga dibutuhkan aturan yang jelas dan objektivitas dalam menilai seseorang berkaitan dengan
pemberian hadiah dan hukuman. Dalam pengendalian berorientasi hasil ini diasumsikan seluruh
komponen organisasi sudah mengetahui dan memiliki gambaran tentang tujuan yang ingin dicapai,
sehingga dalam beberapa hal pimpinan cenderung sangat percaya kepada bawahannya. Berikut tiga
hal yang dapat membuat sebuah pengendalian berorientasi hasil dapat berjalan efektif: 1. pimpinan
harus mengetahui target tujuan yang ingin dikendalikan; 2. harus dimilikinya kemampuan untuk
memengaruhi pihak lain di internal organisasi dalam mencapai tujuan; 3. harus dimilikinya
kemampuan untuk mengukur tujuan secara efektif.
Dalam pengendalian personil dan lingkungan ini, organisasi memberikan landasan kerja, kemudian
para pelaksana menggunakan landasan tersebut untuk bertindak dan memotivasi dirinya sendiri.
Pengendalian personil dan lingkungan memiliki peranan cukup penting dalam sebuah sistem
pengendalian yang menyeluruh karena apabila organisasi berhasil mendapatkan orang yang tepat,
ditempatkan di tempat yang tepat, dan tentu saja ditunjang dengan lingkungan serta budaya kerja
yang baik hal tersebut sudah memberikan nilai yang sangat besar bagi organisasi untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
1. Pengendalian Personil
Seperti judulnya tipe pengendalian personil ini berorientasi personil untuk dapat mengontrol
dirinya sendiri. Tipe pengendalian ini biasa juga dikenal dengan istilah self monitoring
(penilaian pribadi). Dengan adanya prinsip penilaian pribadi ini memberikan kesan bahwa
organisasi memberikan kepercayaan penuh dan tanggung jawab kepada tiap-tiap personil
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian personil ini menuntut pimpinan
organisasi sudah mengetahui dengan baik pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, para personil yang dilibatkan ini haruslah
sudah terjamin kapasitasnya. Untuk mendapatkan personil yang memiliki kapasitas yang
baik, pimpinan harus memperketat proses pemilihan personil tersebut. Beberapa hal yang
perlu dilakukan agar pengendalian personil ini dapat berjalan dengan baik adalah: a. Seleksi
dan penempatan kerja yang baik. Menemukan orang yang tepat untuk ditempatkan pada
posisi tertentu adalah hal yang mutlak dilakukan, terutama ketika tipe pengendalian yang
dipilih adalah pengendalian personil, atau biasa dikenal dengan istilah the right man in the
right place (orang yang tepat di tempat yang tepat pula). Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penempatan kerja adalah mengenai latar belakang pendidikan,
pengalaman, kepribadian, dan kemampuan-kemampuan tertentu. Memang sebenarnya
urusan seleksi dan penempatan kerja ini juga digunakan pada tipe pengendalian lainnya,
namun dalam pengendalian berorientasi personil ini, peran seleksi dan penempatan kerja
sangat penting sekali. b. Pelatihan kerja. Pelatihan kerja merupakan cara yang sering
dilakukan untuk membuat pekerja memiliki keterampilan tertentu untuk memberikan nilai
tambah dalam pencapaian tujuan organisasi. Pelatihan kerja dapat bersifat formal maupun
informal. c. Pemenuhan kebutuhan personil. Organisasi harus dapat memberikan keperluan-
keperluan yang dapat digunakan untuk membantu para personil dalam memenuhi harapan
yang diberikan. Beberapa keperluan tersebut di antaranya berkaitan dengan gambaran dan
rancangan kerja, sarana, prasarana, informasi terkait, kemampuan pengambilan keputusan
menyangkut wewenangnya.
2. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan digunakan untuk mendorong terciptanya lingkungan dan budaya
kerja yang baik, seperti kedisiplinan, kesopanan, perilaku, sistem kerja, dan lain sebagainya.
Pengendalian lingkungan akan lebih efektif apabila setiap individu dalam organisasi memiliki
keterkaitan dan komunikasi yang baik. Budaya kerja dibangun dari beberapa komponen
dasar yaitu tradisi, norma, nilai-nilai, dan ideologi. Budaya kerja harus memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di organisasi agar para personil organisasi tidak merasa
asing dengan lingkungan kerjanya. Manajemen juga harus memperhatikan apakah budaya
kerja yang dirancang dapat dilaksanakan atau tidak, jangan sampai budaya kerja yang
dibangun sangat sulit untuk dilakukan karena disebabkan standar yang dibuat terlalu tinggi
atau bahkan terlalu rendah, sehingga pada akhirnya rancangan budaya kerja yang akan
dilaksanakan hanya menjadi semboyan-semboyan saja.
Proses mendesain dan memperbaharui sebuah sistem pengendalian berkaitan dengan dua hal utama
yaitu sistem pengendalian apa yang diharapkan dan sistem pengendalian seperti apa yang disukai.
Pada praktiknya terkadang sesuatu yang diinginkan dan yang disukai akan berbeda, apalagi dalam
kaitannya dengan sistem pengendalian. Sering terjadi perbedaanperbedaan yang cukup jauh antara
harapan yang diinginkan pihak manajemen, dengan apa yang diinginkan para pelaksana di lapangan.
Biasanya semakin ketat sistem pengendalian akan membuat semakin tidak disukai atau merepotkan
pelaksana pekerjaan. Fungsi pendesainan dan evaluasi sistem pengendalian inilah yang digunakan
untuk menganalisis dan mengobservasi kemungkinan mengimplementasikan sistem pengendalian di
dalam sebuah organisasi, dengan memperhatikan kedua aspek tersebut.
Untuk dapat merancang sebuah sistem pengendalian Merchant dan Stede (2017) mengatakan
diperlukan pemahaman atas beberapa konsep dasarnya yaitu sebagai berikut.
1) Komponen operasi yang terpasang secara terus-menerus. Pengendalian manajemen adalah suatu
rangkaian tindakan dan aktivitas yang terjadi pada seluruh kegiatan organisasi dan berjalan secara
terus-menerus. Pengendalian manajemen merupakan bagian dari sistem terintegrasi dari suatu
organisasi.
2) Pengendalian manajemen dipengaruhi oleh manusia. Sistem pengendalian manajemen dapat
berjalan efektif jika dilaksanakan dengan sungguhsungguh oleh manusia. Tanggung jawab
berjalannya sistem pengendalian manajemen sangat tergantung pada manajemen. Karakter dan
motivasi manusia memegang peranan penting dalam membangun suatu sistem pengendalian
manajemen yang efektif.
3) Memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak. Perancangan dan
pelaksanaan sistem pengendalian yang baik dalam suatu organisasi tidak secara langsung menjamin
sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya, karena sistem pengendalian merupakan salah satu
komponen dalam pencapaian tujuan. Sehingga sistem pengendalian tersebut tidak dapat
memberikan jaminan keyakinan yang mutlak agar tujuan organisasi dapat tercapai, tetapi dapat
memberikan jaminan keyakinan yang memadai.
Pemahaman terhadap tujuan dan strategi organisasi memberikan petunjuk dalam membuat rencana
aksi, dari rencana aksi inilah baru kemudian didesain sistem pengendaliannya. Untuk tujuan
pengendalian, penjelasan lebih spesifik tentang tujuan dan strategi sebuah organisasi akan membuat
sistem pengendalian yang dibuat semakin kuat dan apa saja yang perlu dikendalikan.
Dua hal yang dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal yang perlu dikendalikan (Merchant dan
Stede, 2017) adalah berikut ini. 1. Tindakan kunci. Tindakan kunci adalah tindakan utama yang harus
dilakukan untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan sebuah tujuan. Tindakan kunci ini yang
perlu diketahui, karena terkadang tindakan kunci tidak secara jelas dapat diidentifikasi. Tindakan
kunci untuk pegawai pabrik garmen di bagian pemotongan misalnya adalah posisi tubuh untuk
memotong kain, posisi kain, ketebalan kain yang dapat dipotong, dan lain sebagainya. Namun
semakin tinggi level tanggung jawab kerja seseorang akan semakin sulit dipahami tindakan kuncinya,
karena bersifat tidak rutin dan kadangkala belum pernah ditemui kejadian seperti itu. Oleh karena
itu, pengendalian untuk level pegawai terbawah akan lebih terdefinisikan secara jelas, dibandingkan
dengan pimpinan di organisasi tersebut. 2. Hasil kunci. Hasil kunci dapat didefinisikan sebagai hal
yang seharusnya terjadi. Pada praktiknya hasil kunci yang menjadi kewajiban pimpinan biasanya
jumlahnya tidak terlalu banyak, namun bersifat umum. Misalnya dalam sebuah perusahaan hasil
kunci yang ditargetkan adalah mencapai keuntungan yang besar dan pengeluaran operasional dapat
ditekan. Namun untuk level di bawah hasil kunci yang diharapkan lebih banyak secara kuantitas
namun bersifat lebih spesifik. Misalnya pegawai bagian keuangan, dengan tujuan yang sama seperti
pimpinannya di atas dia harus dapat menghitung besaran pemasukan dan pengeluaran secara
akurat, membuat anggaran keuangan lebih rinci, menyeleksi pengeluaran agar lebih efisien, dan lain
sebagainya. Dalam pembuatan sistem pengendalian, pimpinan harus dapat mengomunikasikan
kedua faktor tersebut kepada para bawahannya. Komunikasi yang baik dalam dua faktor tersebut
diharapkan dapat membuat harapan yang diinginkan pihak manajemen dengan keinginan para
pegawai tidak jauh berbeda. Apabila harapan dan keinginan tersebut tidak jauh berbeda dapat
disimpulkan bahwa sistem pengendalian dapat berjalan efektif.
Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/pertemuan-bisnis-curahgagas-1453895/
Gambar 1.7
Ilustrasi Pemilihan Pengendalian secara Tepat
Di antara ketiga tipe pengendalian, manajemen sebaiknya memulai dari pengendalian personil dan
budaya terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena pengendalian personil dan budaya bersifat sentral
dan cenderung tidak terlalu mengeluarkan biaya yang besar. Apabila suatu organisasi sudah memiliki
personil dan budaya kerja yang dapat diandalkan, hal ini akan sangat memudahkan dalam proses
pengendalian lainnya. Kedua faktor itu juga dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan tipe-tipe
pengendalian lainnya.
Tabel 1.2
Tipe Pengendalian dan Tipe Permasalahan
Tiga hal yang menjadi pertimbangan untuk menentukan apakah pengendalian di sebuah
organisasi harus ketat atau tidak adalah berikut ini.
1. Keterkaitan antara tingkat keketatan pengendalian dengan efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam sebagian besar kasus, semakin kritikal faktor yang dapat menunjang pencapaian
tujuan organisasi, akan semakin ketat tingkat pengendaliannya.
2. Biaya yang harus dikeluarkan untuk keketatan tingkat pengendalian. Seperti yang sudah
diketahui, semakin ketat tingkat pengendalian tentunya semakin besar sumber daya yang
dibutuhkan dan digunakan. Semakin besar sumber daya yang digunakan artinya akan
semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan
pula aspek biaya dan manfaat yang nantinya akan didapat, apakah biaya yang dikeluarkan
akan senilai dengan hasil yang didapatkan nantinya atau tidak.
3. Apakah ada efek samping bila mengaplikasikan pengendalian dengan tingkat keketatan
tertentu. Perlu diperhatikan pula apabila ada dampak dari tingkat keketatan pengendalian.
Biasanya untuk industri yang menuntut tingkat kreativitas yang tinggi, tingkat pengendalian
dilakukan tidak terlalu ketat. Di sisi lain apabila dengan dilonggarkannya pengendalian dapat
pula membuat personil dalam industri tertentu untuk tidak menunjukkan performanya
secara maksimal.
Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/bisnis-pohon-pertumbuhan sukses-1137366/
Gambar 1.8
Ilustrasi Pengendalian yang Konsisten
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
C. DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R.N. & Govindarajan, V. (2007). Management control system (12th ed). New York :
McGraw-Hill Companies, Inc.
Koontz, H., et al. (2010). Essentials of management (8 th ed). New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Maciariello, J.A. & Kirby, C.J. (1994). Management control systems (2 th ed). New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Merchant, K., & Stede, W.V.d. (2017). Management control systems: Performance measurement,
evaluation and incentives (14th ed). New Jersey: Prentice Hall Inc.
Romney, M.B. & Steinbart, P.J. (2015). Accounting information systems (13th ed). New Jersey :
Prentice-Hall. Inc.
Williams, C. (2010). Management (6 th ed). Ohio: South-Western College.