“Serangan Hama Ulat (Setora Nitens) Api Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.)”
Oleh :
M. RIVALDO MAULANA PUTRA
420220102015
SEMESTER II (GENAP)
HIPOTESIS
INTENSITAS SERANGAN HAMA ULAT API (Setora nitens) DI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq), Dinamika Populasi dan Tingkat
Kerusakan Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit Pasca Replanting,
EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP HAMA ULAT API
(Setora nitens, Walker) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq)
HASIL
Survai pendahuluan dilaksanakan berupa peninjauan lokasi penelitian sekaligus
wawancara dengan petani, wawancara bertujuan untuk mengetahui informasi
tentang kondisi pertanaman kelapa sawit. Data ini dikumpulkan dengan
menggunakan kuisioner pada setiap lokasi sampel, kemudian ditentukan lahan
pertanaman kelapa Sawit yang memenuhui kriteria sebagai lokasi pengamatan dan
tanaman sampel yang akan di amati. Deskripsi hama dan kerusakannya yang di
amati adalah berdasarkan hama yang menyerang pertanaman kelapa sawit, gejala
serangan mulai awal serangan sampai dengan gejala serangan lanjut yang
disebabkan oleh ulat api.
Intesitas Serangan Hama ( % ) Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara
visual berdasarkan gejala serangan hama ulat api. Setiap plot di ambil 100 pokok
untuk diamati. 1 plot 5 titik sampel dan 1 titik sampel 20 pokok. pokok tanaman yang
sudah terlihat gejala serangannya di hitung satu persatu, kemudian hitung berapa
jumlah pokok tanaman yang terserang dari 100 tanaman. Adapun rumus yang
digunaakan untuk menghitung intensitas serangan hama ulat api dilakukan dengan
menggunakan rumus oleh Tulung (2000):
n
I= x 100 %
N
Keterangan:
I = Intensitas Serangan oleh hama ulat api (%)
n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama ulat api
N = Jumlah pokok keseluruhan yang diamati Tabel 1.
Pengamatan bulan Februari diketahui kelimpahan ulat api lebih tinggi di kebun
dengan umur dua tahun. Pada bulan Maret kelimpahan populasi pada dua kelas
umur kelapa sawit pasca replanting meningkat, hanya saja kelimpahan tertinggi
terdapat pada umur empat tahun setelah replanting. Hal yang menarik ditemukan
pada pengamatan bulan April dimana kelimpahan ulat api turun drastis pada dua
kelas umur kelapa sawit
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tanaman kelapa sawit pasca replanting lebih
cepat terserang ulat api. Dimana selama ini sebagian besar lahan kelapa sawit yang
terserang ulat api berumur > 6 tahun. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik ulat api
yang menyukai daun kelapa sawit yang sudah tua. Bahkan pada penelitian ini
ditemukan ulat api sudah menyerang kelapa sawit pada umur dua tahun. Hal ini
tentu menarik untuk dicermati karena selama ini dilaporkan preferensi Ulat api lebih
tinggi pada daun tua. Kondisi ini diduga disebabkan serangan ulat api tersebut
adalah ulat api yang bertahan pada berbagai tumbuhan liar selama replanting
dilakukan. Pada saat tanaman baru di tanam ulat api tersebut langsung menyerang
tanaman yang baru di tanam. Ketika ulat api mendapatkan sumber makanan utama
yakni kelapa sawit, maka hal ini akan mendorong terbentuknya populasi yang lebih
cepat pada suatu perkebunan. Terbukti pada bulan kedua (Maret) populasi ulat api
pada kedua kelas umur kelapa sawit yang diamati meningkat drastis.
Dapat dilihat bahwa kelimpahan S. nitens mencapai 274 ekor pada umur tanaman
dua tahun dan 238 ekor pada umur tanaman empat tahun pasca replanting. Pada
pengamatan kedua mengalami peningkatan menjadi 338 ekor pada umur tanaman
dua tahun dan 535 ekor pada umur empat tahun pasca replanting. Peningkatan
kelimpahan S. nitens tersebut disebabkan kemampuan berkembangbiak yang
tergolong cepat. Selain faktor itu yang menyebabkan tingginya populasi S. nitens
dibulan Maret karena itu merupakan serangan pertama dimana sumber makanan
yang tersedia sangat baik bagi perkebangan ulat api
Secara umum populasi S. asigna tergolong sangat rendah di lapangan. Hal ini
diduga karena kemampuannya dalam bersaing untuk bertahan hidup sangat rendah
sehingga kelimpahan S. asigna tergolong rendah dibandingkan dengan S. nitens. S.
asigna juga memiliki siklus hidup yang lebih lama yaitu selama 92 hari berbeda
dengan larva S. nitens.
Pada perkebunan kelapa sawit, serangan ulat api umumnya diatasi dengan
menggunakan insektisida kimia sintetik yang terbukti mampu menurunkan populasi
hama dengan cepat, sehingga dapat terhindar dari kerusakan daun lebih lanjut.
Akan tetapi, penggunaan insektisida kimia sintetik juga dapat menimbulkan efek
negatif seperti masalah resistensi hama terhadap insektisida, resurgensi atau
peningkatan populasi hama dari sebelumnya sehingga jauh melampaui ambang
ekonomi, eksplosi hama sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan. Untuk
dapat menghindari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh pestisida kimia
sintetik seperti yang telah disebut diatas.
Solusi terbaik untuk menggantikan insektisida kimia sintetik adalah dengan
menggunakan insekstisida nabati. Selain bahan – bahan utama pembuatan
insektisida nabati relatif mudah untuk didapatkan, insektisida nabati juga dapat
meminimalisir output karena bahannya banyak terdapat di alam, aman terhadap
hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan
pengaruh negatif terhadap lingkungan sehingga dapat mencegah pencemaran
lingkungan.
Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan ekstrak insektisida nabati dari beberapa
jenis tumbuhan untuk mengatasi ulat api (setora nitens) yang banyak menyerang
tanaman kelapa sawit. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
sirsak (Annona muricata, L), daun serai (Cymbopogon citratus, DC), umbi bawang
putih (Allium sativum, L), biji lada (Piper nigrum, L), daun mimba (Azadirachta indica,
A. Juss), daun tembelekan (Lantana camara, L), daun kapuk randu (Ceiba
Pentandra, L. Gaertn), dan daun gelinggang (Cassia alata, L. Roxb). Dimana
berdasarkan beberapa literature mengatakan bahwa tanaman ini sangat baik
digunakan sebagai pestisida nabati.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial, dengan
9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut antara lain: E0 = Kontrol; E1 =
Ekstrak daun sirsak (Annona muricata, L); E2 = Ekstrak daun serai (Cymbopogon
citratus, DC.); E3= umbi bawang putih (Allium sativum, L); E4 = Ekstrak biji lada
(Piper nigrum, L); E5 = Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica, A. Juss); E6 =
Ekstrak daun tembelekan (Lantana camara, L); E7 = Ekstrak daun kapuk randu
(Ceiba pentandra, L. Gaertn); dan E8 = Ekstrak daun gelinggang (Cassia alata, L)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi beberapa insektisida nabati
berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap uji mortalitas hama ulat api. Persentase
motalitas hama ulat api akibat aplikasi beberapa insektisida nabati dapat dilihat pada Tabel
1. Persentase mortalitas hama ulat api pada 12 JSA, perlakuan E3, E4, dan E7 berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan E4 dan E7 lebih
efektif sehingga dengan cepat dapat menyebabkan kematian pada larva. Sedangkan pada
24 JSA perlakuan E7 dan E8 menunjukkan persentase mortalitas hama ulat api tertinggi dan
secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan E1, E2, E3, E4 ,E5, E6 dan berbeda
sangat nyata dengan perlakuan E0 dan E2. Hal ini membuktikan bahwa insektisida nabati
belum bekerja dengan baik dan kerjanya agak lambat sehingga membutuhkan waktu untuk
menunjukkan gejala keracunan. Sesuai dengan pendapat Hidayanti, dkk (2016) menyatakan
bahwa ekstrak insektisida nabati juga mempunyai beberapa kelemahan seperti daya
kerjanya lambat, tidak dapat dilihat dalam jangka waktu cepat, pada umumnya tidak
mematikan langsung hama sasaran, tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan
hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budi daya.
Pada 48, 72, dan 96 JSA perlakuan E1, E2, E3, E4 ,E5, E6, E7 dan E8 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan E0. Hal ini menunjukkan kedelapan ekstrak insektisida nabati yang
digunakan sudah menunjukkan efektifitasnya dalam mengendalikan hama ulat api. Adapun
perlakuan E4 menunjukkan persentase kematian hama ulat api tertinggi sejak 48 JSA atau
paling cepat bila dibandingkan dengan perlakuan E2 dan E8 yang ketiga perlakuan ini sama
– sama menunjukkan persentase kematian hama ulat api tertinggi pada 96 JSA yaitu
mencapai 100 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aplikasi insektisida
nabati ekstrak umbi bawang putih, ekstrak biji lada, dan ekstrak daun kapuk randu sangat
efektif untuk membunuh hama ulat api dibandingkan dengan 5 ekstrak lainnya. Ketiga
ekstrak insektisida nabati tersebut mampu membunuh ulat api dengan persentase tertinggi
sejak 12 JSA atau tercepat dibandingkan dengan 5 ekstrak lainnya. Tingginya efektifitas
insektisida nabati berbahan ekstrak biji lada, bawang putih dan daun gelinggang dipengaruhi
oleh senyawa kimia yang terkandung didalamnya.
KESIMPULAN
Rata – rata intensitas serangan tanaman kelapa sawit diperkebunan Kelompok Tani
Hamparan Rizki akibat serangan ulat api 51%, yang tergolong dalam kategori berat,
Tingginya suhu pada saat pengamatan diduga sebagai penyebab banyaknya populasi hama
yang di temukan yang akhirnya berimplikasi terhadap intensitas serangan, dan Rata – rata
populasi ulat api yang paling tinggi tedapat pada bulan Mei sebesar 9,40 dan paling rendah
pada Juni sebesar 1,70 dengan kriteria berdasarkan ketetapan sebesar >5 ekor / pelepah
termasuk dalam kategori berat.
Spesies ulat api yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak dua spesies yakni S. nitens
dan S. asigna. Kelimpahan spesies ulat api tertinggi yakni S. nitens dengan jumlah 1.450
ekor sedangkan kelimpahan spesies ulat api terendah yakni S. asigna dengan jumlah 10
ekor. Tingkat kerusakan ulat api meningkat selama tiga bulan pengamatan dengan
kerusakan tertinggi terjadi pada bulan April, dan kondisi tersebut ditemukan pada kedua
umur tanaman yaitu umur dua tahun dan empat tahun.
Perlakuan E4 (Ekstrak biji lada ) merupakan ekstrak insektisida paling efektif dari pelakuan
lainnya terhadap daya mortalitas hama ulat api karena mampu membunuh hama ulat api
dengan cepat. Terbukti dengan 12 JSA mampu membunuh 30 persen hama ulat api.
Kemudian pada 72 JSA persentase mortalitasnya tertinggi dari perlakuan lainnya dan
mampu membunuh 100 persen hama pada 96 JSA.
DAFTAR PUSTAKA
Ezward, Chairil, and Angga Pramana. "Intensitas serangan hama ulat api (Setora
nitens) di perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada tanaman
menghasilkan (TM) di Desa Simpang Raya. Kabupaten Kuantan Singingi." (2018).
Lubis, Fachruddin Salim, Nalwida Rozen, and Siska Efendi. "Dinamika Populasi dan
Tingkat Kerusakan Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit Pasca
Replanting." Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS. Vol. 5. No. 1.
2021.
Roiyan, Muhammad Faza, Cut Mulyani, and Maria Heviyanti. "Efektivitas Beberapa
Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Api (Setora nitens, Walker) Pada Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq)." Prosiding Seminar Nasional Pertanian. Vol.
1. No. 1. 2018.