Anda di halaman 1dari 238

TERMODINAMIKA

Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T.

i
Termodinamika

Copyrights © 2022. All Rights Reserved


Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis:
Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T.

Penyunting:
Dhega Febiharsa

Desain & Tata Letak:


Tim Penerbit Cerdas Ulet Kreatif

ISBN :
Cetakan Pertama : 2022
Penerbit :
Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor - Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-4431347, 412387 Faks. 4431347
e-mail : info@cerdas.co.id

Distributor Tunggal:
Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor - Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-4431347, 412387 Faks. 4431347
e-mail : info@cerdas.co.id

Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002


Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (ayat 2)
Barang Siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua dan sholawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga buku ini dapat
diselesaikan. Terima kasih disampaikan kepada Direktur dan Pembantu
Direktur Bidang I Politeknik Negeri Malang yang telah memberikan dukungan
sangat besar sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca.
Buku “Termodinamika” ini dikembangkan sebagai versi alternatif
beberapa buku sejenis yang ditulis oleh penulis lain. Pada seluruh bagian buku,
nilai metodologi sistematik dalam analisa lebih ditekankan. Pendekatan
sedemikian sangat penting, dengan memberikan berbagai tugas (pertanyaan
dan soal) kepada mahasiswa di akhir setiap pembahasan. Kekurangpahaman
mengenai berbagai dasar keteknikan seringkali timbul karena mahasiswa
tidak mempelajari teori terlebih dahulu namun langsung contoh soal. Berbagai
soal yang diberikan di akhir setiap bab yang mudah acapkali dapat dipecahkan
dengan cara demikian, dan ndengan tujuan tertentu penulis telah memberikan
berbagai soal yang lebih panjang dan sulit, terutama di bab-bab akhir (Bab 6,
7, dan 8) di mana berbagai prinsip termodinamika dapat dilibatkan dalam satu
analisa. Penulis telah mengungkapkan bahwa keterlibatan dalam analisa
berbagai sistem termodinamika dasar yang sederhana (Bab 1, 2, dan 3) dapat
menimbulkan motivasi bagi pengembangan lanjut dalam teori (Bab 4 dan 5).
Oleh karena itu, berbagai penerapan balans energi ditelaah sebelum
pengenalan terhadap berbagai konsep hukum kedua. Susunan sedemikian
memberi waktu pemahaman yang cukup bagi berbagai konsep tingkat keadaan
dan hukum pertama, dan membantu pengenalan berbagai gagasan baru secara
lebih komprehensif dalam perkuliahan.
Tujuan penulis adalah mengembangkan materi subjek dengan cara
mempertahankan generalitas dan kesederhanaan termodinamika makrosko-
pik. Namun demikian, argumentasi mikroskopik digunakan untuk mempe-
roleh basis intuitif bagi berbagai postulasi makroskopik. Berbagai hukum
termodinamika tidak dijabarkan dari berbagai postulasi mikroskopik. Cara
pendekatan ini diterapkan untuk kemudahan dalam mempelajari subjek
termodinamika dan pada saat yang sama menumbuhkan berbagai akar dari
aspek energi, entropi, tekanan, dan temperatur secara lebih baik dalam
argumentasi mikroskopik.
Pembuatan buku teks ini ditujukan bagi para mahasiswa teknik
khususnya Jurusan Teknik Mesin. Teori yang diberikan bertujuan agar para
mahasiswa memperoleh pengertian tentang prinsip dasar termodinamika
dengan setiap pokok bahasan dilengkapi contoh soal yang sedapat mungkin
merupakan keadaan riil di lapangan (contextual teaching and learning). Buku
“Termodinamika” ini tampil dengan gamblang sebagai “monolingual secara

iii
dimensional” pada satu satuan metrik (SI) saja. Penulis yakin akan pentingnya
para rekayasawan untuk berpikir satuan metrik dan pada buku ini berbagai
contoh soal dan data termodinamik disajikan dalam satuan SI.
Termodinamika sering dikaraktreristikkan sebagai subjek yang sukar.
Tentu saja, jika pendekatan yang ditempuh adalah dengan menghafalkan
setiap persamaan yang diberikan selama perkuliahan, materi ini menjadi
sangat sulit. Tetapi penulis menyarankan mahasiswa untuk menempuh
pendekatan fundamental, bekerjalah untuk memahami berbagai konsep dan
kembangkan kemampuan untuk menerapkan berbagai prinsip dasar dengan
cara yang sistematik. Mahasiswa yang menempuh pendekatan ini akan
menjumpai bahwa subjek ini memberi suatu himpunan perangkat yang sangat
berguna bagi analisa rekayasa (engineering analysis).
Buku ini tidak dapat ditulis tanpa dorongan dan berbagai saran yang
berkesinambu-ngan dari para kolega dosen dan mahasiswa pada Prodi D-4
TMPP Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang. Secara khusus,
penulis menyampaikan terima kasih kepada isteri dan anak penulis yang tiada
henti mendampingi penulisan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Akhirnya penulis mengharapkan bantuan koreksi dan
bahan masukan dari para pakar untuk penyempurnaan naskah buku ini dan
supaya isinya lebih bermanfaat bagi anak didik dalam upaya ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semoga Allah SWT meridloi usaha penulis dalam upaya ikut
menyediakan buku yang bermutu sehingga menumbuhkan generasi cerdas
dan berakhlak mulia. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah dipulangkan,
karena tanpa ijin dan kehendak-Nya maka penyusunan buku “termodinamika”
ini tidak akan terlaksana.

Malang, Juni 2022

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I BEBERAPA TINJAUAN PENGANTAR ................................................... 1

1.1 Hakikat Termodinamika ................................................................... 1


1.2 Konsep, Model dan Hukum ............................................................. 3
1.3 Beberapa Konsep Mekanika ............................................................. 4
1.4 Sistem Dimensi dan Satuan ............................................................. 6
1.5 Konsep Mekanika bagi Energi ..........................................................7
1.6 Satuan Energi dan Daya ..................................................................10
1.6 Contoh Praktis Konversi Energi ...................................................... 11
Pertanyaan-Pertanyaan.................................................................................. 12
Soal-Soal ......................................................................................................... 12
BAB II ENERGI DAN HUKUM PERTAMA ..................................................... 15

2.1 Berbagai Sistem Termodinamika .................................................... 15


2.2 Sifat Makroskopik Benda ................................................................ 17
2.3 Model Energi Makroskopik .............................................................18
2.4 Perpindahan Energi sebagai Kerja ................................................ 20
2.5 Model Kerja Ekspansi dan Kompresi Fluida .................................. 21
2.6 Kerja Bergantung Proses ................................................................. 21
2.7 Perpindahan Energi sebagai Panas ............................................... 27
Pertanyaan-Pertanyaan.................................................................................. 31
Soal-Soal ......................................................................................................... 31
BAB III TINGKAT KEADAAN BERBAGAI ZAT ............................................. 33

3.1 Konsep Sifat dan Tingkat Keadaan ................................................ 33


3.2 Keseimbangan Berbagai Sifat Termodinamik .............................. 34
3.3 Sifat Tekanan dalam Termodinamika ........................................... 37
3.4 Sifat Temperatur dalam Termodinamika ....................................... 41
3.5 Tingkat Keadaan Intensif dan Ekstensif ....................................... 43
3.6 Tingkat Keadaan Termodinamik ................................................... 44
3.7 Postulasi Tingkat Keadaan ............................................................. 47
Pertanyaan-Pertanyaan................................................................................. 48
Soal-Soal ........................................................................................................ 49
BAB IV ANALISA ENERGI ............................................................................... 51

4.1 Metodologi Umum ........................................................................... 51


4.2 Karakteristik Zat Sederhana .......................................................... 52

v
4.2.1 Diagram permukaan 𝒑-𝒗-𝑻 ............................................................ 53
4.2.2 Berbagai sifat campuran ................................................................. 55
4.3 Analisa Energi Massa Atur ............................................................. 58
4.4 Transformasi Volume Atur ............................................................. 60
4.5 Kekekalan Massa pada Volume Atur ............................................. 64
4.6 Analisa Volume Atur Kondisi Steady ............................................. 67
4.6.1 Nosel dan difuser ............................................................................ 68
4.6.2 Turbin. ............................................................................................. 70
4.6.3 Kompresor dan pompa ................................................................... 72
4.6.4 Penukar kalor .................................................................................. 75
Pertanyaan-Pertanyaan ................................................................................. 78
Soal-Soal ......................................................................................................... 79
BAB V ENTROPI DAN HUKUM KEDUA ........................................................ 81

5.1 Pengantar Hukum Kedua ............................................................... 81


5.2 Pernyataan Hukum Kedua ............................................................. 83
5.3 Proses Reversibel dan Ireversibel .................................................. 86
5.4 Perpindahan dan Perubahan Entropi ............................................ 89
5.5 Entropi sebagai Fungsi Tingkat Keadaan ...................................... 91
5.6 Ukuran Kinerja Maksimum Siklus ................................................. 92
5.6.1 Siklus daya ....................................................................................... 93
5.6.2 Siklus refrigerasi dan pompa kalor ................................................ 95
5.7 Siklus Carnot ................................................................................... 99
Pertanyaan-Pertanyaan ................................................................................101
Soal-Soal ....................................................................................................... 102
BAB VI SISTEM TENAGA UAP ..................................................................... 105

6.1 Model Sistem Tenaga Uap ............................................................ 105


6.2 Analisis Sistem Tenaga Uap ......................................................... 107
6.2.1 Evaluasi unjuk kerja dan perpindahan panas .................................. 107
6.2.2 Siklus Rankine ideal .......................................................................110
6.3 Pengaruh Tekanan pada siklus Rankine ....................................... 115
6.4 Perbandingan dengan Siklus Carnot ............................................. 117
6.5 Ireversibilitas pada Siklus Rankine ...............................................118
6.6 Pemanasan Lanjut dan Ulang ...................................................... 123
6.7 Siklus Tenaga Uap Regeneratif .................................................... 130
6.7.1 Pemanas air pengisian terbuka. ........................................................ 130
6.7.2 Pemanas air pengisian tertutup. ....................................................... 136
6.7.3 Pemanas air pengisian bertingkat. ................................................... 138
Pertanyaan-Pertanyaan ............................................................................... 143
Soal-Soal ....................................................................................................... 144
BAB VII SISTEM TENAGA GAS .....................................................................147

7.1 Karakteristik Siklus Tenaga Gas ................................................... 147

vi
7.2 Terminologi Mesin Pembakaran Dalam ...................................... 148
7.3 Siklus Otto Udara Standar ............................................................ 151
7.4 Siklus Diesel Udara Standar .......................................................... 157
7.5 Instalasi Daya Turbin Gas .............................................................163
7.6 Siklus Brayton Udara Standar.......................................................164
7.6.1 Evaluasi kerja dan perpindahan panas utama .................................. 165
7.6.2 Siklus Brayton udara standar ideal ...................................................166
7.6.3 Ireversibilitas dan kerugian pada turbin gas ....................................170
7.7 Turbin Gas Regeneratif ................................................................. 174
Pertanyaan-Pertanyaan................................................................................ 178
Soal-Soal ....................................................................................................... 179
BAB VIII SIKLUS REFRIGERASI ................................................................... 183

8.1 Fungsi Sistem Refrigerasi ..............................................................183


8.2 Refrigerator dan Pompa Kalor ..................................................... 184
8.3 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Ideal .........................................185
8.4 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Aktual ..................................... 190
8.5 Inovasi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap ....................................193
8.5.1 Sistem refrigerasi cascade .............................................................194
8.5.2 Sistem refrigerasi kompresi multitingkat .................................... 198
8.6 Siklus Refrigerasi Gas ................................................................... 202
8.7 Pemilihan Refrigerant .................................................................. 206
Pertanyaan-Pertanyaan............................................................................... 208
Soal-Soal ...................................................................................................... 209
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 211

Tabel T−1 Sifat-sifat elemen dan senyawa tertentu ...................................... 213

Tabel T−2 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel temperatur....................... 214

Tabel T−3 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel tekanan ............................ 215

Tabel T−4 Sifat-sifat uap air panas lanjut ..................................................... 217

Tabel T−5 Sifat-sifat Refrigerant-134a (cair-uap): Tabel temperatur ........ 220

Tabel T−6 Sifat-sifat Refrigerant-134a jenuh (cair-uap): Tabel tekanan .... 221

Tabel T−7 Sifat-sifat Refrigerant-134a uap panas lanjut ............................. 222

Tabel T−8 Sifat-sifat gas ideal udara ............................................................ 224

INDEKS ............................................................................................................ 226

LAMPIRAN: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) ...................227

vii
Halaman kosong

viii
BAB I
BEBERAPA TINJAUAN PENGANTAR

1.1 Hakikat Termodinamika


Termodinamika merupakan salah satu bidang terpenting dalam ilmu
rekayasa. Cara kerja kebanyakan sistem dapat dijelaskan dengan termodina-
mika. Termodinamika adalah modal utama seorang sarjana teknik teoritik
untuk merancang motor bakar, pompa termal, motor roket, pusat pembangkit
tenaga listrik, sistem pendukung kehidupan, turbin gas, alat pengkondisi
udara, alat pemadam kebakaran, ginjal buatan, kawat transmisi super-
konduktor, penyuling kimia, laser berdaya tinggi, dan sistem pemanas surya.
Mahasiswa yang menaruh perhatian terhadap salah satu sistem ini, perlu
memahami dan menerapkan termodinamika.
Termodinamika memusatkan perhatian kepada energi, konsep bahwa
energi itu tetap dan kekal adalah hukum termodinamika pertama. Dari konsep
inilah titik tolak ilmu termodinamika dan analisa teknik. Konsep kedua dalam
termodinamika adalah entropi, dengan entropi kemungkinan dan kemusta-
hilan berlangsungnya suatu proses dapat ditentukan. Proses yang menghasil-
kan entropi mungkin terjadi, tetapi memusnahkan entropi mustahil dapat
terjadi. Konsep inilah yang mendasari hukum termodinamika kedua. Hukum
ini menjadi dasar dari analisa teknik untuk menentukan jumlah daya
maksimum yang dapat diperoleh dari sumber energi tertentu, atau jumlah
input maksimum untuk melaksanakan kerja tertentu.
Pengertian mendalam mengenai konsep energi dan entropi menjadi
begitu penting bagi seorang yang akan menggunakan termodinamika dalam
rekayasa teknik. Pada gbr. 1.1 diperlihatkan jenis sistem yang menjadi
perhatian seorang rekayasawan, sebuah pusat pembangkit tenaga listrik yang
besar. Dalam sistem ini sumber energi dapat berupa berbagai bentuk batubara,
bahan bakar minyak, atau mungkin juga gas alam, dan fungsi dari sistem
adalah untuk mengkonversikan sebanyak mungkin energi bahan bakar
menjadi energi listrik dan mengirimkan bentuk energi terakhir melalui kawat
transmisi ke pemakai.
Secara sederhana, di dalam PLTU itu air diuapkan dan uap air (steam)
tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin yang memutar generator
listrik. PLTU yang ditunjukkan pada gbr. 1.1 mengkonversikan energi sebesar
40% dan pusat pembangkit ini dirancang secara baik dengan penerapan
prinsip termodinamika secara cermat terhadap beratus-ratus komponen dari
sistem ini. Para sarjana teknik, perancang yang melakukan perhitungan,
menggunakan data sifat uap air yang telah dikembangkan berdasarkan
pengukuran eksperimental dan teori termodinamika. Pusat pembangkit
tenaga listrik yang kini berada dalam taraf pengembangan dapat

1
mengkonversikan sampai 55% dari energi bahan bakar menjadi nergi listrik,
jika saja peralatan yang terlibat dapat bekerja seperti hasil prediksi analisa
termodinamik. Perbaikan efisiensi pusat pembangkit tenaga listrik merupakan
tujuan utama yang ingin dicapai oleh berbagai program konservasi nasional di
Indonesia.

Gambar 1.1 PLTU Paiton


Krisis energi yang melanda dunia telah meningkatkan popularitas
termodinamika di berbagai jurusan teknik. Kenaikan harga minyak bumi telah
meningkatkan daya saing bentuk energi lainnya, dan sejumlah teknologi baru
perlu diterapkan untuk mengembangkan sumber-daya energi baru: surya,
geotermal, angin, gasifikasi batubara, perkebunan energi biomassa, dan akhir-
nya fusi. Untuk setiap kasus tersebut, termodinamika akan memainkan peran
penting dalam analisa keteknikannya. Selanjutnya, diperlukan cara-cara mela-
kukan berbagai kegiatan kehidupan yang lebih menghemat penggunaan
energi. Seorang sarjana teknik yang mempunyai dasar termodinamika yang
kuat dan mampu menggunakan kemahiran itu secara teliti dalam analisas
keteknikan akan dapat mengikuti perkembangan teknologi dalam penyiapan
energi baru dan terbarukan.
Atribut seorang sarjana teknik yang baik adalah kemampuannya untuk
bekerja dengan teliti, secara cermat dan terorganisasi dengan baik. Metodologi
yang sistematik sangat penting untuk dikuasasi, karena tanpa itu, masalah
yang mudah menjadi sukar, dan banyak waktu akan terbuang untuk mengitari
jawaban yang salah atau pembuatan peralatan yang tidak dapat berfungsi.
Paralel dengan pengembangan teori termodimika, akan diberikan metodologi
yang telah terbukti daya gunanya dalam analisa keteknikan. Tujuan pokok
kajian di sini adalah pemahaman prinsip dan konsep dasar termodinamika
serta kemampuan menerapkan prinsip dan konsep tersebut dalam
perkuliahan.

2
1.2 Konsep, Model dan Hukum
Konsep membentuk dasar suatu ilmu, adalah berbagai hasil pemikiran,
kadang-kadang agak kabur (terutama apabila baru didengar), seringkali pula
tidak sempurna definisinya. Pengenalan konsep, pengintegrasiannya dengan
pengetahuan yang sudah dikuasai dan pengasosiasiannya dengan pengalaman
seseorang membutuhkan cukup waktu. Ketidaktahuan untuk memahami
detail suatu objek kajian baru lebih disebabkan karena kelemahan penguasaan
konsep dasar yang terlibat.
Alam fisik ini kompleks sekali dan untuk mencakup setiap detail kecil
dalam analisa teoritik tentu tidak praktis. Ilmu pengetahuan mencapai
kemajuan yang besar melalui penggunaan model, yang walalupun merupakan
penyederhanaan terhadap keadaan yang sebenarnya, memungkinkan
penciutan dari persamaan matematika yang perlu dilakukan hingga tingkat
yang dapat dipahami. Rangkuman dayaguna dan keabsahan dari teori yang
dihasilkan tentulah terbatas oleh berbagai idealisasi yang dibuat sewaktu
merumuskan model. Mekanika newtonian memadai memadai untuk analisa
kebanyakan proses yang dijumpai sehari-hari dalam proses rekayasa
keteknikan. Dengan demikian, mengikutsertakan efek relativitas dalam
analisa sedemikian merupakan komplikasi yang tidak perlu. Namun untuk
beberapa penerapan khusus efek relativitas tidak boleh diabaikan. Jadi setiap
pemakai teori harus dapat mengetahui dasar maupun keterbatasan dari teori
yang akan digunakannya.
Konsep dan model saja tidak cukup dalam pengembangan teori fisik.
Pengertian yang terkandung dalam konsep dan model itu harus dinyatakan
dengan istilah matematik yang tepat dalam persamaan hukum dasar. Hukum
fisika dipandang sebagai alat yang dikembangkan manusia untuk memberinya
kemampuan memahami dan memprediksi gejala alam. Prediksi sedemikian
hanya teliti dan berdayarangkum sepadan dengan keabsahan model yang
mendasari hukum tersebut, dan dengan terkumpulnya informasi yang lebih
mutakhir karena berkembangnya pengertiasn yang baru, ilmuwan akan
merasa pantas, atau perlu, untuk memperbaiki hukum dasar yang sudah
usang.
Sebagai contoh, mekanika adalah perkembangan langsung dari kajian
astronomi Kepler dan hukumnya yang menghubungkan gerakan perplanetan
di sekeliling matahari. Newton menggeneralisasi berbagai pengamatan Kepler
itu dan mengembangkan hukum yang lebih dasar dan baru, sedemikian
sehingga, hukum Kepler itu dapat dideduksi sebagai konsekuensi khusus.
Kemudian mekanika Newton menjadi hanya suatu kasus khusus dari
mekanika relativitasnya Einstein. Umumnya, kebanyakan hukum menjadi
usang bukan karena salah, tetapi karena daerah keabsahannya menjadi
terbatas. Demikian halnya sewaktu termodinamika mulai dikembangkan,
sewaktu pada saat di mana panas dianggap sebagai sesuatu yang dapat

3
terkandung dalam zat. Berdasarkan konsep ini dikembangkanlah teori kalori
panas, model matematis dan hukum perpindahan panas.

1.3 Beberapa Konsep Mekanika


Beberapa konsep dasar mekanika, ilmu yang mempelajari gerak benda
akan diulang kembali. Pada umumnya persoalan termodinamika cukup
ditelaah dengan mekanika Newton saja, artinya efek relativitas tidak
diikutsertakan. Konsep mekanika yang diperlukan untuk pengembangan
bahan telaah dalam bab selanjutnya, seperti gaya, massa, kecepatan,
percepatan, kerja, torsi, energi kinetik, dan energi potensial. Mekanika
memiliki peran penting karena pengukuran energi diperoleh melalui
pengukuran kerja. Berikut beberapa konsep mekanika yang sudah dikenal
akan dibahas dengan cara pendekatan lain.
Gaya (force, simbol F) adalah konsep, karena itu tidak dapat
didefinisikan. Untuk dapat menjelaskan gaya digunakanlah kata-kata seperti
”dorongan” dan ”tarikan”, tetapi ini bukan definisi dari gaya. Bahwa gaya
merupakan besaran yang mempunyai besar, titik tangkap, dan arah (gbr. 1.2).
Dorongan atau tarikan menghasilkan percepatan, lendutan, perubahan
bentuk, atau perubahan perilaku lainnya pada benda. Jadi gaya merupakan
konsep bagi penggambaran berbagai perubahan yang dapat terjadi pada
benda.

Gambar 1.2 Gaya F menggantikan sejumlah tarikan


Apabila digunakan berbagai panah melalui sejumlah titik untuk
menandai gaya, secara tidak langsung dimaksudkan adalah bahwa gaya itu
besaran jenis vektor. Jadi gaya-gaya diperlakukan dengan matematika vektor,
asal titik tangkap melalui satu titik. Dua atau lebih gaya yang bekerja pada titik
tangkap yang sama mempunyai efek netto tepat sama dengan jumlah vektor
dari kedua atau ketiga gaya tersebut. Hakekat gaya yang vektor itu merupakan
bagian penting dari konsep gaya.
Momen (torque, T) adalah aspek lain dari sebuah gaya terhadap titik
tertentu (gbr. 1.3). Momen gaya atau torsi dapat didefinisikan dengan
beberapa pengertian: (a) Torsi adalah gaya pada sumbu putar yang dapat
menyebabkan benda bergerak melingkar atau berputar; (b) Torsi disebut juga
momen gaya, di mana momen gaya/torsi benilai positif untuk gaya yang
menyebabkan benda bergerak melingkar atau berputar searah dengan putaran

4
jam, dan sebaliknya, dan (3) Setiap gaya yang arahnya tidak berpusat pada
sumbu putar benda atau titik massa benda dapat dikatakan memberikan torsi
pada benda tersebut.

Gambar 1.3 Momen bekerja pada benda


Massa (m) sebuah benda dipahami sebagai sifat karakteristik dari
tahanan benda itu terhadap perubahan kecepatan. Dua benda yang mengalami
percepatan translasional yang identik apabila dibebani dengan gaya yang sama
mempunyai massa yang identik pula. Kecepatan sebuah benda yang dikenai
gaya yang tidak seimbang tidaklah meningkat secara cepat, tetapi mengalami
percepatan yang kian bertambah dengan laju sebanding dengan besarnya gaya
yang bekerja. Hal ini merupakan gagasan dalam konsep massa newtonian.
Gravitasi (g), menjelaskan fenomena alam di mana semua benda yang
memiliki massa atau energi di dalamya saling tarik-menarik satu sama lain.
Di bumi, gravitasi menye-babkan benda fisik memiliki berat, di mana
gravitasi memiliki bentang nilai tak terbatas, walaupun efeknya akan semakin
melemah seiring suatu benda berjarak semakin jauh. Tarik-menarik gravitasi
dipengaruhi jarak R di antara kedua benda yang dideduksi menjadi hukum
gravitasi universal (pers. 1.1).
𝐹
𝑚1 ∙ 𝑚2
= 𝑘𝐺 ∙ (1.1)
𝑅2
dengan 𝑘𝐺 : konstanta gravitasi = 6,673 × 10−11 N⁄m2 ∙ kg 2

5
1.4 Sistem Dimensi dan Satuan
Kata dimensi berarti nama yang diberikan kepada setiap besaran yang
terukur. Panjang, waktu, massa, luas, dan kecepatan, semuanya dimensi.
Besaran primer sistem dimensi tertentu adalah berbagai besaran yang
diberikan skala ukuran sebarang. Besaran sekunder adalah berbagai besaran
yang dimensinya dinyatakan dari dimensi berbagai besaran primer. Skala
primer suatu ukuran disebut satuan di mana berbagai sistem dimensi berbeda
bukan oleh satuan yang digunakan melainkan oleh dimensi primernya. SI
menggunakan massa-panjang-waktu (MLT) sebagai besaran primer sedang-
kan semua besaran lainnya adalah sekunder.
Satuan Internasional (Systeme International d’Unites disingkat SI)
membagi satuan dalam tiga kelompok, yaitu: (1) satuan dasar, (2) satuan
tambahan, dan (3) satuan turunan. SI dibuat dari tujuh satuan dasar dan dua
satuan tambahan (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Satuan Dasar dan Tambahan
Besaran Nama Satuan Simbol
Satuan Dasar SI
Panjang meter M
Massa kilogram kg
Waktu second s
Arus Listrik ampere A
Temperatur kelvin K
Jumlah Zat mole mol
Intensitas Cahaya candela cd
Satuan Tambahan SI
Sudut bidang radial rad
Sudut ruang steradial sr
Satuan turunan dinyatakan secara aljabar dalam bentuk satuan dasar dan/
atau satuan tambahan dengan cara perkalian dan/ atau pembagian satuan
dasar. Satuan turunan dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2.
Satuan gaya adalah newton (N), yaitu gaya yang mengakibatkan
percepatan 1 m/s2 apabila bekerja pada sebuah benda yang mempunyai massa
1 kg. Maka, 1 N = 1 kg ∙ m/s2. Sebuah benda dengan massa 1 kg mengalami gaya
gravitasi sebesar 9,81 N, nilai tepatnya tergantung pada tempat di bumi. Gaya
9,81 N ini sering ditulis 1 kg f . Maka gaya 5 kg f adalah gaya yang sama dengan
gaya gravitasi yang bekerja pada benda massa 5 kg. Jika suatu gaya bekerja
pada sebuah benda yang mengakibatkan percepatan, maka arah percepatan
tergantung pada arah gaya. Dengan demikian besar dan arah gaya yang bekerja
dapat ditentukan.

6
Tabel 1.2 Satuan Turunan
Besaran Dimensi Satuan Nama Lain Simbol
Luas 𝐿2
m2
− −
Kecepatan 𝐿 ⁄𝑇 m⁄s − −
Percepatan 𝐿 ⁄𝑇 2 m⁄s 2 − −
Frekuensi 1⁄𝑇 1⁄s hertz Hz
Gaya 𝑀𝐿⁄𝑇 2 kg ∙ m⁄s 2 newton N
Tekanan 𝑀 ⁄𝑇 2 𝐿 kg/(s 2 ∙ m) = N⁄m2 pascal Pa
Energi 𝑀𝐿2 ⁄𝑇 2 kg ∙ m2 ⁄s 2 = N ∙ m joule J
Daya 𝑀𝐿2 ⁄𝑇 3 kg ∙ m2 ⁄s 3 = J⁄s watt W

1.5 Konsep Mekanika bagi Energi


Konsep energi kinetik dan potensial yang diberikan dalam mekanika
dijelaskan melalui hukum gerak dan gravitasi. Percepatan adalah laju peruba-
han kecepatan terhadap waktu yang dinyatakan sebagai:
𝐅
1 𝑑V
= 𝑚 (1.2)
𝑔𝑐 𝑑𝑡
Kalikan dengan 𝑑𝑡, kemudian integrasi dari 𝑡1 ke 𝑡2 , maka:
𝑡2
1
∫ 𝐅 𝑑𝑡 = 𝑚(V2
𝑡1 𝑔𝑐
− V1 ) (1.3)
Integral di ruas kiri pers. (1.3) biasanya disebut impuls dan besaran 𝑚V disebut
momentum. Persamaan dasar mekanika ini menyatakan bahwa impuls yang
dihasilkan sebanding dengan perubahan momentum.
Apabila diingat dari definisi V = 𝑑𝑋⁄𝑑𝑡, pers. (1.2) dapat dikalikan
dengan 𝑑𝑋 (perkalian skalar) dan kemudian integrasi di antara dua titik
sebarang di dalam ruang diperoleh:
𝑋2
𝑚
∫ 𝐅 ∙ 𝑑𝐗 = (V 2 − V12 ) (1.4)
𝑋1 2𝑔𝑐 2
Integral di ruas kiri pers. (1.4) dinamakan kerja yang dilakukan pada
partikel sedangkan besaran 𝑀 ∙ V 2 ⁄2 dinamakan energi kinetik partikel.
Hukum dasar mekanika mengatakan bahwa kerja yang dilakukan gaya
terhadap partikel sama dengan pertambahan energi kinetiknya.
Contoh Soal 1.1
Berapakah energi kinetik sebuah truk kontainer dengan massa 60.500 kg (gbr.
1. S1) yang meluncur di jalan dengan kecepatan 40 km/jam.

7
Gambar 1. S1. Ilustrasi contoh soal 1.1
Penyelesaian
1 1 km 1.000 m 1 jam 2
𝐸𝑘 = × mV 2 = × 60.500 kg × (40 ∙ ∙ )
2 2 jam 1 km 3600 s
𝐸𝑘 = 3,735 × 106 kg ∙ m2 ⁄s 2 = 3,74 MJ ⊲
Untuk menentukan hubungan di antara berat dan massa, tinjau benda
(gbr. 1.4) yang sedang ditarik ke atas dengan tali di dalam medan gravitasi.
Berat adalah gaya tarik yang dilakukan bumi terhadap benda. Jika benda
berada dalam keadaan diam, gaya yang dilakukan tali terhadap benda sama
dengan berat tetapi berlawanan arah. Hubungan berat dengan massa menjadi
jelas jika tali diputuskan sehingga benda jatuh dengan percepatan gravitasi 𝑔.
Harga rata-rata besaran ini pada permukaan ini adalah:
𝑔 = 9,80 m⁄s 2

Gambar 1.4 Sistem yang dibahas


Jadi sewaktu jatuh,
1 1
𝐹=𝑤= 𝑚𝑎 = 𝑚𝑔 (1.5)
𝑔𝑐 𝑔𝑐
Sehingga hubungan berat dengan massa menjadi:
𝑔
𝑤= ∙𝑚 (1.6)
𝑔𝑐
Jika diumpamakan benda diangkat dengan menarik tali ke atas. Selama
proses ini ber-langsung gaya pada tali yaitu:
𝐹 = 𝑤 + 𝑚𝑎

8
dengan arah ke atas. Jika benda pada posisi awal berhenti dan kemudian
diangkat setinggi 𝑧 di mana benda itu berhenti, maka kerja yang dilakukan tali
terhadap benda adalah:
2 2
𝑚 𝑑𝑉
Kerja = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 = ∫ (𝑤 + ) 𝑑𝑥
1 1 𝑔𝑐 𝑑𝑡
2
𝑚
= w𝑧 + ∫ V𝑑V
1 𝑔𝑐
= w𝑧 (1.7)
Kerja terakhir menyatakan kerja netto yang dilakukan tali untuk mempercepat
dan memperlam-bat benda tersebut. Untuk kasus ini integral tersebut
berharga nol karena benda berhenti pada awal dan akhir proses. Kerja ini
merupakan energi yang dikeluarkan sesuatu yang menarik ujung tali hingga
proses tersebut dapat terjadi. Energi itu kini berada di dalam benda yang posi-
sinya lebih tinggi, dan suku w𝑧 disebut energi poetnsial gravitasi dari benda
itu.
Perhatikan bahwa telah digunakan konsep kekekalan energi pada saat
energi dibayangkan mengalir dari suatu pengangkat ke benda yang telah
diangkat melalui perpindahan energi sebagai kerja. Demikian pula halnya bagi
sebuah benda yang dipercepat, dalam hal ini, energi dipindahkan sebagai kerja
dari sesuatu yang menghasilkan gaya ke benda yang telah dipercepat dan
energi tersebut kemudian berada sebagai energi kinetik benda.
Konsep yang menyatakan bahwa energi adalah besaran kekal
memegang peranan penting dalam ilmu termodinamika. Pada awalnya konsep
ini digunakan hanya untuk benda yang jatuh bebas, tetapi penerapan konsep
ini terhadap berbagai sistem lainnya memerlukan bayangan adanya jenis-jenis
energi baru agar aspek kekekalan tersebuty dapat dipertahankan. Dengan
modifikasi mekanika dengan teori relativitas timbul pengertian energi massa
diam (rest mass energy). Namun demikian, para rekayasawan yang ada
sekarang haruslah menggunakan konsep, model, dan hukum untuk membuat
sistem-sistem yang diperlukan, dan konsep gaya, massa, dan khususnya
kekekalan energi, cukup memadai untuk berbagai tujuan di dalam ilmu
termodinamika.
Contoh Soal 1.2
Pegas (gbr. 1.S2) memanjang 0,2 cm setiap N gaya yang bekerja. Suatu benda
digantung pada pegas dan diamati pegas mengalami lendutan 𝑑𝑥 = 3 cm. Jika
𝑔 = 9,81 m⁄s 2 , berapa massa benda (dalam kg).
Penyelesaian:
3 cm
Fpegas = = 15 N
0,2 cm/N

9
Gambar 1. S2. Ilustrasi contoh soal 1.2
Asumsi massa benda adalah diam, maka tidak ada gaya vertikal (𝐹pegas = 0),
sehingga:
𝐹pegas = Fgrav = m ∙ g
𝐹pegas 15 N
𝑚= = = 1,53 kg ⊲ massa benda.
𝑔 9,81 m⁄s 2

1.6 Satuan Energi dan Daya


Dalam setiap sistem satuan, energi mempunyai mempunyai dimensi
gaya dikalikan jarak. Dalam SI hal ini sesuai dengan newton meter, disingkat
N ∙ m. Perhatikan bahwa N adalah nama lain untuk kg ∙ m⁄s 2 , jadi satu N ∙ m
adalah kg ∙ m2 ⁄s 2 . Seperti ditunjukkan pada Tabel 1.2, kelompok satuan ini
mempunyai nama lain joule (J); satu J adalah satu N ∙ m. Ada pula satuan
energi yang berasal dari sejarah. Kalori (kal) adalah besarnya energi yang
diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 𝑔 air sebesar 1℃; satu kal adalah
4,186 J.
Daya (power) didefinisikan sebagai laju perpindahan energi atau
pemakaian energi. Jadi, daya mempunyai dimensi energi/waktu. Dalam SI,
J/s memiliki nama lain watt (W). Adapula satuan daya lain, yaitu dayakuda
(dk, hp) yang didefinisikan sebesar 746 W.
Contoh Soal 1.3
Input poros ke gearbox (gbr. 1.S3) berputar pada 2.000 rpm (revolution per
minute, putaran per menit) dan mentransmisikan daya 40 kW. Output daya
poros adalah 36 kW pada putaran 500 rpm. Tentukan torsi pada setiap poros.
Penyelesaian:
𝑃input 40 × 103 J⁄s 1 N ∙ m 60 s
𝒯input = = ∙ ∙
𝜔input (2000 put 1 J 1 min
) (2π )
min put
𝒯input = 191 N ∙ m
𝑃output 36 × 103 J⁄s 1 N ∙ m 60 s
𝒯output = = ∙ ∙
𝜔output (500 put ) (2π 1 ) J 1 min
min put

10
𝒯input = 687,55 N ∙ m ⊲

Gambar 1. S3 Ilustrasi contoh soal 1.3

1.6 Contoh Praktis Konversi Energi


Untuk mengilustrasikan kegunaan praktis dari telaah yang sudah
dibahas, tinjau suatu kincir angin (gbr. 1.5), dan kemudian taksir keluaran
dayanya. Agar maksud ini tercapai terlebih dahulu akan dihitung energi
kinetik kolom udara yang melalui penampang rotor kincir angin tersebut
dengan kecepatan V dalam periode waktu t. Hal paling baik yang dapat terjadi
adalah apabila seluruh energi tersebut dikonversikan menjadi listrik oleh
kincir angin. Volume kolom udara adalah 𝐿𝐴 = V𝑡𝜋 𝐷2 ⁄4. Notasikan massa
jenis udara dengan 𝜌 (kg⁄m3 ), maka massa kolom udara adalah:

Gambar 1.5 Analisa kincir angin


2
𝜌V𝑡𝜋𝐷
𝑚=
4
Jadi energi kinetik kolom udara adalah:
𝑚V 2 𝜋
𝐸𝑘 = = ∙ 𝜌𝐷2 V 3 𝑡
2 g𝑐 8 𝑔
Energi kinetik per satuan waktu, 𝐸𝑘 ⁄𝑡 adalah daya dari aliran udara,
𝜋
𝑃= ∙ 𝜌𝐷2 V 3 (1.8)
8 𝑔𝑐
Analisa sederhana ini menyatakan bahwa daya tergantung pada kuadrat
diameter rotor dan pangkat tiga dari kecepatan angin.

11
Massa jenis udara atmosferik sekitar 1,2 kg/m3. Umpamakan bahwa
diameter rotor 10 m dan kecepatan angin 8 m/s. Sehingga, daya angin adalah:
𝜋
𝑃= × (1,2 kg⁄m3 ) ∙ (10 m)2 × (8 m⁄s)3 = 2,41 × 104 W = 24,1 kW
8∙1
Daya ini adalah daya maksimum yang mungkin diperoleh. Kincir angin yang
sebenarnya hanya akan menangkap 30% dari daya maksimum itu, atau sekitar
7,2 kW. Kabupaten berpenduduk sejuta orang di Indonesia memakai daya
sekitar 100 MWe. Dengan asumsi tersebut, kabupaten tersebut memerlukan
13.900 unit kincir angin jenis yang dibahas. Jika kecepatan angin oleh sesuatu
dan lain sebab turun dengan faktor 2, yaitu menjadi 4 m/s, maka diperlukan
111.200 unit kincir angin untuk menghasilkan daya yang diperlukan. Dari
perhitungam ini jelaslah mengapa PLN lebih memilih menggunakan batubara,
minyak, air dan bukan angin, untuk membangkitkan daya listrik.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Atribut seorang sarjana teknik yang baik adalah kemampuannya untuk
bekerja dengan teliti, secara cermat dan terorganisasi. Untuk itu
dikenalkan tentang: konsep, model, dan hukum.
(a) Jelaskan tentang konsep, model, dan hukum!
(b) Bagaimana sdr. menjelaskan tentang gaya, massa, gravitasi, dan
energi!
2. Orang mengira bawa tinggi ke atas, oleh sesuatu dan lain hal, berbeda
dengan panjang ke samping. Jadi awalnya ada dua konsep panjang, yaitu
tinggi dan panjang. Bahas bagaimana konsep dua panjang itu berubah!
3. doronglah sebuah tembok keras-keras. Berapakah besarnya kerja yang
dilakukan terhadap tembok? Mengapa saudara lelah?
4. Mempelajari termodinamika dapat dilakukan dengan pendekatan
makroskopik dan mikroskopik.
(a) Apakah yang dimaksud dengan pendekatan makroskopik?
(b) Apakah yang dimaksud dengan pendekatan mikroskopik?
5. Artikel surat kabar menyatakan bahwa energi matahari, angin, air, panas
bumi, dan biomassa sebagai sumber energi terbarukan (renewable
nergy). Apa yang dimaksud terbarukan? Sebutkan beberapa sumber
energi yang tidak dianggap terbarukan.

Soal-Soal
1. Suatu benda dengan massa 6,8 kg menempati volume 0,7 m3 . Tentukan
(a) berat dalam N dan kerapatan 𝜌 dalam 𝑘𝑔⁄𝑚3 pada lokasi dengan 𝑔 =
9,45 𝑚⁄𝑠 2 ; (b) berat dalam N dan kerapatan 𝜌 dalam 𝑘𝑔⁄𝑚3 pada bulan
dengan 𝑔 = 1,7 𝑚⁄𝑠 2 .
2. Pegas memanjang 40 mm setiap N gaya yang bekerja. Suatu benda
digantung pada pegas dan diamati pada pegas mengalami lendutan 50
mm. Jika 𝑔 = 9,81 m⁄s 2 , berapa massa benda (dalam kg).

12
3. Suatu sistem terdiri atas 1 kg gas mengalami suatu proses sedemikian
sehingga hubungan antara tekanan dan volume dinyatakan dalam 𝑝 ∙
𝑉 1,3 = konstan. Proses dimulai dengan 𝑝1 = 1 𝑏𝑎𝑟, 𝑉1 = 1 𝑚3 dan berakhir
pada 𝑉2 = 3 𝑚3 . Tentukan tekanan akhir 𝑝2 dan plot (gambarkan) proses
pada grafik tekanan terhadap volume.
4. Suatu objek dengan massa 2000 kg bergerak dengan kecepatan 50 m/s
pada ketinggian 400 m, keduanya diukur relatif terhadap permukaan
bumi. Percepatan gravitasi konstan sebesar g = 9,7 m/s2.
(a) Jika energi kinetik meningkat sebesar 2400 kJ tanpa perubahan
elevasi, berapakah kecepatan akhir, dalam m/s?
(b) Jika energi potensial meningkat sebesar 2500 kJ, tanpa perubahan
kecepatan, berapakah elevasi akhir, dalam m?
5. Suatu pesawat terbang berada pada ketinggian 10.700 meter di atas
permukaan air laut (mdpl). Perkirakan tekanan atomsfer (dalam bar)
pada ketinggian pesawat terbang tersebut. Asumsikan bahwa percepatan
gravitasi konstan pada 𝑔 = 9,8 m⁄s 2 . Diketahui volume jenis rata-rata
udara adalah 1,334 m3 ⁄kg.
6. Teentukan daya yang dapat ditransmisikan melalui poros suatu mobil
(gbr. 1.S6) jika bekerja torsi sebesar 200 N ∙ m di mana poros berputar
pada 4000 putaran per menit (rmp)

Gambar 1. S6 Ilustrasi soal 6


7. Suatu vacuum gage dipasang pada kondensor suatu pembangkit tenaga
yang memberikan pembacaan sebesar 70,76 cmHg. Tekanan atmosfer
sekeliling diketahui sebesar 76 cmHg. Tentukan tekanan absolut di dalam
kondensor, dalam kPa. Diketahui percepatan gravitasi 𝑔 = 9,81 m⁄s 2.
8. Suatu manometer air raksa (𝜌 = 13.600 𝑘𝑔⁄𝑚3 ) dihubungkan dengan
pipa udara untuk mengukur tekanan di dalamnya (gbr. 1.S4). Beda tinggi
manometer adalah 15 mm dan diketahui tekanan atmosfer adalah 100
kPa. Tentukan tekanan absolut di dalam pipa.

13
Gambar 1. S8 Ilustrasi soal 8

14
BAB II
ENERGI DAN HUKUM PERTAMA

2.1 Berbagai Sistem Termodinamika


Dalam setiap analisa ilmiah atau rekayasa (engineering) sangat penting
untuk mencirikan secara jelas apapun yang sedang ditinjau. Istilah sistem
akan digunakan secara luas untuk mencirikan subjek pembahasan atau
analisa. Sistem adalah sesuatu yang didefinisikan oleh analisawan mengenai
masalah yang dihadapinya. Sistem dapat berupa sekumpulan zat tertentu,
seperti gas di dalam sebuah tabung. Atau sistem dapat berupa suatu daerah
dalam ruang, seperti isi tabung termasuk apapun yang terjadi pada ketika itu
di dalamnya.
Sesudah sistem didefinisikan dengan cermat, maka semua yang tidak
termasuk sistem dinamakan lingkungannya (surroundings). Sistem
dibedakan dari lingkungannya dengan suatu batas (boundary) yang spesifik.
Interaksi antara sistem dan lingkungannya merupakan pokok perhatian dalam
kajian termodinamika. Biasanya penyederhaan analisa dapat diperoleh
apabila sistem yang sedang dikaji dikurung dengan garis putus-putus. Dari
sketsa dapat diketahui apakah sistem yang dimaksud terdiri dari massa yang
berada di dalam garis putus-putus atau ruang yang dikurung oleh garis putus-
putus tersebut (yang dapat terisi oleh zat yang berbeda pada waktu yang
berlainan).
Untuk membedakan kedua hal ini, massa atur (control mass) dipakai
untuk sistem yang terdiri dari massa zat. Dalam analisa yang berhubungan
dengan sifat satu bahan atau untuk meneliti berbagai sifat satu zat digunakan
konsep massa atur. Idealisasi diperlukan, berupa sistem yang diisolasi
(isolated system) dari segala interaksi dengan lingkungan sekelilingnya.
Semua besaran lestari akan terkungkung di dalam suatu sistem yang diisolasi.
Konsep isolasi dibutuhkan sebagai asumsi untuk menunjukkan massa sistem,
demikian pula energi di dalam sistem, tetap konstan dalam sistem tertutup
(closed system). Energi dapat menembus batas dari sistem yang sedemikian,
berbagai mekanisme perpindahan energi inilah yang menjadi bagian
pembahasan.
Untuk membahas analisa rekayasa yang menyangkut proses alir
digunakan konsep valume atur (control volume). Sistem termodinami-
ka volume atur adalah sistem termodinamika di mana selain berlangsung
perpindahan energi dalam bentuk kerja atau panas, pada saat yang bersamaan
berlangsung perpindahan massa aliran fluida gas atau cairan, atau campuran
keduannya. Sistem termodinamika volume atur merupakan model sederhana
mesin-mesin termal yang banyak dipergunakan di industri, baik sebagai
bagian dari instalasi mesin pembangkit tenaga dan/atau mesin-mesin

15
pendingin. Kinerja instalasi industri, baik itu daya yang dihasilkannya maupun
efisiensi pemakaian energi bahan bakar, sangat bergantung kepada unjuk
kerja sistem-sistem termalnya sehingga upaya perbaikan sistem menjadi hal
yang sangat penting. Untuk dapat memberikan kontribusi terhadap upaya-
upaya tersebut diperlukan kemampuan penerapan konsep volume atur dalam
analisis termodinamikanya.
Gambar 2.1 menunjukkan gas di dalam susunan silinder piston. Jika
katup ditutup, dapat dianggap gas berada di dalam sistem tertutup. Batas
terletak di sisi dalam antara dinding silinder dan piston, sebagaimana
ditunjukkan dengan garis putus-putus pada gbr. 2.1. Bagian batas di antara gas
dan piston bergerak bersama piston. Tidak ada massa yang melintas atau suatu
bagian komponen lain yang melintas batas ini.

Gambar 2.1 Sistem tertutup: gas di dalam susunan silinder piston


Suatu diagram permesinan ditunjukkan pada gbr. 2.2a. Garis putus-
putus menunjuk-kan volume atur yang mengelilingi mesin. Perhatikan bahwa
udara, bahan bakar, dan gas buang melintasi batas (boundary) sistem.
Skematis diagram seperti ditunjukkan pada gbr. 2.2b seringkali berguna untuk
analisa di dalam kajian termodinamika. Dalam konteks ini, seringkali konsep
volume atur merupakan sistem terbuka. Jika istilah massa atur dan volume
atur secara bersama digunakan, batas sistem sering dinyatakan sebagai
permukaan atur (control surface).

Gambar 2.2 Contoh volume atur (sistem terbuka): mesin mobil

16
2.2 Sifat Makroskopik Benda
Tiga sifat penting makroskopik di dalam rekayasa sistem termal adalah:
volume spesifik, tekanan dan temperatur.
Volume spesifik (specific volume).
Dari perspektif makroskopik, deskripsi benda disederhanakan dengan
menganggap benda terdistribusi secara merata kontinyu sekeliling suatu
luasan. Idealisasi ini dikenal sebagai hipotesis kontinum (continuum
hypothesis). Pada saat benda dapat diperlakukan sebagai kontinum, maka
kerapatan (density, 𝜌) didefinisikan sebagai:
𝜌
𝑚
= lim′ ( ) (2.1)
𝑉→𝑉 𝑉
dengan 𝑉 ′ merupakan volume terkecil yang merupakan nilai perbandingan
tertentu dari perbandingan yang ada. Definisi kerapatan dengan pers. 2.1
dapat dinyatakan secara matematis sebagai fungsi kontinum terhadap posisi
dan waktu. Kerapatan, atau massa per satuan volume yang bervariasi dari satu
keadaan ke keadaan lainnya di dalam sistem. Maka, massa dianggap bagian
dari volume 𝑉 yang ditentukan dengan prinsip integrasi:
𝑚
𝑉′
= ∫ 𝜌 𝑑𝑉 (2.2)
𝑉
Volume spesifik 𝑣 didefinisikan sebagai kebalikan dari kerapatan, 𝑣 = 1⁄𝜌,
yaitu volume per satuan massa. Seperti kerapatan, volume spesifik dapat
berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Satuan SI untuk kerapatan adalah
kg⁄m3 dan volume spesifik adalah m3 ⁄kg.
Tekanan (pressure).
Konsep tekanan dari sudut pandang kontinum, dengan memperhatikan
luasan kecil 𝐴 yang dilalui titik pada fluida diam. Fluida pada satu sisi dari
luasan mengalami gaya tekan arah normal , 𝐹normal . Pada fluida diam, tidak
ada gaya-gaya lain yang bekerja pada luasan. Tekanan 𝑝 pada titik tertentu
dinyatakan sebagai:
𝑝
𝐹normal
= lim′ ( ) (2.3)
𝐴→𝐴 𝐴

dengan 𝐴 merupakan luasan pada suatu titik pada definisi yang sama dengan
kerapatan. Satuan tekanan adalah pascal (pa).
1 pascal = 1 N⁄m2
1 kPa = 103 N⁄m2
1 bar = 105 N⁄m2
1 MPa = 106 N⁄m2

17
1 atm = 1,01325
× 105 N⁄m2 (2.4)
Tekanan yang dinyatakan merupakan tekanan absolut. Dalam termodinamika
bentuk tekanan mengacu pada tekanan absolut kecuali dinyatakan secara
eksplisit dalam keadaan yang lain.
Temperatur (temperature).
Temperatur adalah derajat panas suatu benda. Dua benda dikatakan
berada dalam keseimbangan termal apabila temperaturnya sama. Kalor (heat)
adalah energi yang mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda
yang bertemperatur rendah. Perubahan derajat panas suatu benda diukur
dengan termometer. Ada empat skala pengukuran termometer, yaitu: skala
temperatur Celsius, Kelvin, Fahrenheit, dan Rankine (gbr. 2.3). Hubungan di
antara ke-empat skala temperatur ini dinyatakan pada pers. 2.5.

Gambar 2.3 Skala pengukuran temperatur

𝑇(℃) = 𝑇(𝐾) − 273,15


𝑇(°𝑅) = 1,8 ∙ 𝑇(𝐾)
𝑇(℉) = 𝑇(°𝑅) − 459,67
𝑇(℉)
= 1,8 ∙ 𝑇(℃) (2.5)

2.3 Model Energi Makroskopik


Berbagai sistem dapat dipelajari dari sudut pandang makroskopik dan
mikroskopik. Pendekatan makroskopik adalah melihat suatu benda sebagai
bahan utuh dengan segala perilakunya. Tidak ada model struktur benda pada
tataran susunan molekul, atom, ataupun sub-atom. Meskipun perilaku sistem
dipengaruhi oleh struktur molekul, pendekatan makroskopik melihat aspek
penting perilaku sistem dengan mengamati sistem tersebut secara keseluru-
han. Pendekatan mikroskopik dengan cara mengamati perilaku sistem secara
langsung dengan struktur molekul atau atom suatu benda. Untuk utamanya
pada aplikasi sistem termal, pendekatan makroskopik lebih memudahkan

18
karena memerlukan lebih sedikit pemodelan matematis. Oleh karena itu, di
buku ini digunakan pendekatan makroskopik di dalam mengana-lisa sistem di
dalam termodinamika.
Untuk menjelaskan suatu sistem dan memprediksi perilakunya memer-
lukan pengetahuan dari sifat-sifatnya dan bagaimana sifat-sifat tersebut
berhubungan. Suatu sifat (property) adalah karakteristik makroskopik dari
suatu sistem seperti massa, volume, energi, tekanan, dan temperatur
sedemikian sehingga nilai numerik dapat disematkan pada suatu waktu tanpa
perlu mengetahui perilaku keadaan sebelumnya dari sistem tersebut. Kata
keadaan (state) mengacu pada kondisi dari suatu sistem yang dinyatakan
dengan sifat-sifatnya. Karena ada hubungan di antara sifat-sifat dari suatu
sistem, keadaan seringkali dinyatakan dengan memberikan nilai kualitatif dari
sifat suatu sistem.
Jika suatu sifat-sifat sistem berubah, keadaan berubah dan sistem
dikatakan mengalami proses. Suatu proses adalah transformasi perubahan
keadaan suatu sistem dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Jika suatu
sistem memperlihatkan nilai-nilai yang sama dari sifat-sifatnya pada dua
waktu yang berbeda, dikatakan sistem berada pada keadaan yang sama. Sistem
dikatakan pada keadaan tunak (steady state) jika tidak ada perubahan sifat-
sifatnya pada waktu yang sama. Sistem mengalami siklus termodinamika
(thermodyanamic cycle) yang merupakan rangkaian proses termis di mana
keadaan awal dan akhir sistem berada pada keadaan yang sama. Siklus
merupakan pengulangan keadaan secara periodik yang memainkan peran
penting di dalam banyak penerapan, misalnya uap yang bersirkulasi di dalam
siklus pembangkit daya.
Tinjau suatu massa atur yang terdiri atas milyaran molekul. Salah satu
pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengetahui berapa besarnya energi
sistem tersebut adalah dengan menganalisa besarnya energi total yang dimiliki
semua molekul dengan memperhitungkan semua modus energi mikroskopik
(energi translasi, rotasi, vibrasi, dan lain-lain). Energi total yang ditentukan
dengan pendekatan makroskopik ini disebut energi dalam (internal energy)
sistem yang dinotasikan dengan simbol 𝑈. Penentuan 𝑈 sebagai fungsi kondisi
atau keadaan suatu sistem merupakan salah satu persoalan pokok dalam
termodinamika. Sistem yang terdiri dari molekul yang banyak sekali
jumlahnya dapat ditanggapi dengan sederhana apabila bahannya dipandang
secara kontinu dalam ruang volumenya, dengan demikian cara penjabarannya
secara matematis menjadi lebih sederhana.
Dalam analisa kesinambungan (kontinum), energi kinetik suatu benda
yang memiliki massa 𝑚 dan bergerak dengan kecepatan V adalah 𝑚V 2 ⁄2.
Demikian pula halnya dengan energi potensial suatu benda yang dihitung dari
berat benda 𝑤, dan tingginya ℎ di atas suatu datum adalah 𝑤 ∙ ℎ. Kedua
perhitungan yang dikemukakan tadi menggunakan sifat-sifat yang dapat
diamati secara makroskopik: kecepatan, massa, berat, dan ketinggian, untuk

19
menghitung energi kinetik dan potensial. Energi kinetik yang dihitung dengan
cara ini tentulah belum memperhitungkan energi yang dikaitkan dengan
gerakan molekul yang acak (random), yang tersembunyi dari cara pengamatan
makroskopik. Oleh karena itu energi dalam harus ditampil-kan sebagai
besaran tersendiri untuk dapat memeprhitungkan energi sedemikian itu
(energi mikroskopik, yang tersembunyi itu). Jadi, dalam analisa kontinum
energi sebuah benda dinyatakan sebagai:
𝐸 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 + 𝑈 (2.6)
Di sini 𝐸𝑘 dan 𝐸𝑝 menyatakan energi kinetik dan energi potensial benda
itu, dapat diamati secara makroskopik dan dihitung dengan cara yang telah
diuraikan. Kedua bentuk energi ini mempunyai bentuk yang terorganisasi,
berbeda halnya dengan energi dalam 𝑈, yang dikaitkan dengan aspek acak
dan ketidak-teroganisasiannya berbagai molekul zat, umpamanya, translasi
netto dari semua molekul secara koheren dalam satu arah, atau perputaran
semua molekul secara koheren mengelilingi suatu sumbu, atau penempatan
semua molekul secara koheren pada suatu ketinggian di atas tanah. Aspek
konsep energi yang telah dimanfaatkan adalah bahwa energi dari dua sistem
yang digabungkan sama dengan jumlah ekdua energi masing-masing sistem.
Jadi, energi keseluruhan adalah jumlah dari berbagai energi dari setiap
bagian yang membentuk keseluruhan itu. Pengertian ini sanagat berguna
sewaktu menentukan energi suatu sistem yang kompleks untuk menentukan
energi sistem totalnya.

2.4 Perpindahan Energi sebagai Kerja


Hukum pertama termodinamika disebut juga sebagai hukum kekekalan
energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan tapi hanya dapat dikon-versi dari suatu bentuk ke bentuk
lain. Hukum pertama termodinamika menunjukkan bahwa berbagai bentuk
energi dapat saling dikonversikan, dan terdapat korespondensi kuatitatif
antara berbagai jenis energi. Persamaan-persamaan yang menyatakan hukum
ini merupakan landasan kuantitatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi
di antara berbagai sistem yang saling berinteraksi. Hukum I termodinamika
juga dapat dinyatakan bahwa untuk setiap proses apabila kalor (𝑄) diberikan
kepada sistem dan sistem melakukan usaha (𝑊), maka akan terjadi perubahan
energi dalam (𝑈). Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai
berikut.
𝑄 = 𝑊 + ∆𝑈 (2.7)
Untuk dapat melakukan analisa sistem energi, haruslah dapat
ditentukan besarnya perpindahan energi sebagai kerja, yaitu kerja yang
dilakukan terhadap atau oleh sistem. Dalam termodinamika teknik seringkali
dinyatakan dengan peralatan seperti misalnya mesin pembakaran dalam

20
(internal combustion engines) dan turbin. Untuk tujuan ini digunakan
konvensi tanda, yaitu:
𝑊 > 0: kerja dilakukan oleh sistem
𝑊 < 0: kerja dilakukan terhadap sistem

2.5 Model Kerja Ekspansi dan Kompresi Fluida


Banyak sistem termodinamika melibatkan berbagai fluida (yaitu cairan
dan gas). Dikenal berbagai model kerja makroskopik yang seringkali diguna-
kan dalam analisa termodinamika, yaitu ekspansi dan kompresi suatu fluida.
Jadi kerja yang dikaitkan dengan ekspansi atau kompresi fluida memiliki
peranan yang penting dalam analisa termodinamika. Sistem piston silinder
pada gbr. 2.4 memberikan cara menghitung besarnya perpindahan energi
sebagai kerja yang dikaitkan dengan perubahan volume fluida. Gaya per
satuan luas yang diterapkan fluida kepada piston disebut tekanan fluida 𝑝. Jika
luas piston 𝐴, maka gaya pada piston adalah 𝑝𝐴, dan besarnya perpindahan
energi sebagai kerja fluida ke piston. Kerja yang dilakukan oleh sistem sebagai
perubahan jarak 𝑑𝑥 dinyatakan sebagai:
𝛿𝑊 = 𝑝𝐴 𝑑𝑥
𝛿𝑊 = 𝑝 𝑑𝑉 (2.8)
Untuk perubahan volume dari 𝑉1 ke 𝑉2 kerja diperoleh dari integrasi
pers. (2.8):
𝑊
𝑉2
= ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑉 (2.9)
𝑉1

Meskipun pers. (2.9) diturunkan pada kasus gas atau cairan, per. (2.9) dapat
diterapkan pada bentuk sebarang sistem yang menerima tekanan merata
terhadap posisi pada batas yang bergerak.

Gambar 2.4 Ekspansi dan kompresi gas atau cairan

2.6 Kerja Bergantung Proses


Besarnya perpindahan energi sebagai kerja bagi proses tertentu dapat
dihitung apabila diketahu perubahan 𝐹 dengan 𝑥 selama proses berlangsung.

21
Sebagai contoh, tinjau sistem yang terdiri dari gas tertentu yang massanya 𝑚,
yang dikompresikan dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2 (gbr. 2.5).
Kerja yang dilakukan terhadap gas adalah:
2
𝑊12 = − ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑉
1
Untuk menyelesaikan integral ini harus diketahui bagaimana 𝑃 berubah
dengan 𝑉 selama proses berlangsung. Sebagai contoh, diidealisasikan bahwa
tekanan yang diterapkan oleh gas berhubungan dengan volume dan
temperatur sebagai:
𝑃𝑉 = 𝑚𝑅𝑇
dengan 𝑅 adalah konstanta bagi gas. Perpindahan energi sebagai kerja ke gas
jadinya adalah:
2
𝑅𝑇
𝑊12 = −𝑚 ∫ ∙ 𝑑𝑉
1 𝑉

Gambar 2.5 Kerja sebagai proses kompresi


Bentuk perubahan temperatur dengan volume selama proses harus
diketahui sebelum integrasi dapat dilakukan. Secara khusus, bagi proses
isotermal (temperatur konstan), kerja yang dilakukan pada sistem adalah:
𝑉2
𝑊12 = −𝑚𝑅𝑇 ln (2.10)
𝑉1
Kasus lain adalah proses isobarik (tekanan konstan), untuk mana perpindahan
energi bentuk kerja ke gas adalah:

22
2
𝑊12 = ∫ −𝑝𝑑𝑉 = 𝑃(𝑉1 − 𝑉2 )
1

Contoh Soal 2.1


6 kg suatu zat dikompresikan di dalam suatu sistem piston silinder dari volume
awal 0,4 m3 hingga volume akhir 0,2 m3. Tekanan awal adalah 0,7 MN/m2.
Hitung besarnya perpindahan energi sebagai kerja ke zat apabila:
(a) Tekanan konstan selama kompresi,
(b) Tekanan berubah berbanding terbalik dengan volume,
(c) Apabila proses berlangsung adibatik, berapakah besarnya perubahan
energi dalam zat?
Penyelesaian
Diketahui: benda mengalami proses kompresi dalam sistem piston silinder.
Skematis diagram (ditunjukkan pada gbr. 2.S1):

Gambar 2. S1. Ilustrasi contoh soal 2.1


Perpindahan energi sebagai kerja:
2
𝑊 = ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑣
1

a. Tekanan konstan (𝑝 = konstan)


𝑊 = 𝑝 ∙ (𝑉2 − 𝑉1 )
N
𝑊 = 0,7 × 106 2 ∙ (0,4 − 0,2)m3
m
𝑊 = 1,4 × 106 J
b. Tekanan berubah berbanding terbalik dengan volume:
𝑝 ∙ 𝑉 = 𝑝1 ∙ 𝑉1
2
𝑝1 ∙ 𝑉1 𝑉1
𝑊=∫ 𝑑𝑉 = 𝑝1 ∙ 𝑉1 ln ( )
1 𝑉 𝑉2
N 0,4 m3
𝑊 = 0,7 × 106 ∙ 0,4m3
∙ ln ( )
m2 0,2 m3
𝑊 = 194 × 103 J
c. Adiabatik, artinya 𝑊 = ∆𝑈

23
𝑊 = ∆𝑈 = 194 × 103 J
194 × 103 J J
𝑤 = ∆𝑢 = = 32.000 ⊲
6 kg kg
Contoh Soal 2.2
Udara mengalami suatu proses dari keadaan awal di mana 𝑝1 = 97 kPa, 𝑉1 =
8 dm3 ke keadaan akhir 𝑝2 = 414 kPa, 𝑉2 = 2,5 dm3 . Hubungan antara tekanan
dan volume selama proses adalah 𝑝𝑉 𝑛 = konstan. Tentukan nilai konstanta 𝑛
dan hitung kerja, dalam kJ.
Penyelesaian:
Skematis diagram (ditunjukkan pada gbr. 2.S2).

Gambar 2. S2. Ilustrasi contoh soal 2.2


Asumsi:
(1) Udara merupakan sistem tertutup
(2) Proses adalah politropik

Analisisa: hubungan tekanan-volume


𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛
Diselesaikan untuk 𝑛, maka:
log(𝑝1 ⁄𝑝2 ) log(97/414)
𝑛= = = 1,248
log(𝑉2 ⁄𝑉1 ) log(2,5/8)
Dari pers. (2.9) untuk menentukan kerja:

24
𝑉2 𝑉2
konstanta
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = ∫ 𝑑𝑉
𝑉1 𝑉1 𝑉𝑛
konstanta ∙ 𝑉21−𝑛 − konstanta ∙ 𝑉11−𝑛
𝑊=
1−𝑛
Konstanta pada pernyataan ini dapat dinyatakan:
Konstanta = 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛
sehingga, kerja oleh sistem dapat dinyatakan:
(𝑝2 𝑉2𝑛 )𝑉21−𝑛 − (𝑝1 𝑉1𝑛 )𝑉1𝑛
𝑊=
1−𝑛
𝑝2 𝑉2 − 𝑝1 𝑉1
𝑊=
1−𝑛
(414 × 103 ∙ 2,5 × 10−3 ) − (97 × 103 ∙ 8 × 10−3 )
𝑊=
1 − 1,248
𝑊 = 3,125 × 10 J = 3,125 × 103 kJ ⊲
6

Contoh Soal 2.3


Suatu gas di dalam suatu susunan silinder-piston mengalami proses ekspansi
di mana hubungan antara tekanan dan volume dinyatakan dengan: 𝑝𝑉 𝑛 =
konstan. Tekanan awal adalah 5 bar, volume awal adalah 0,5 m 3 dan volume
akhir 1 m3. Tentukan kerja untuk proses, dalam kJ, jika (a) n = 1,5; (b) n = 1,0,
dan (c) n = 0.
Penyelesaian:
Skematis diagram (ditunjukkan pada grb. 2.S3).
Asumsi:
(1) Gas adalah sistem tertutup
(2) Ekspansi adalah proses politropik.
Analisis:
Hubungan tekanan-volume dinyatakan:
𝑝 = konstanta⁄𝑉 𝑛 , sehingga:
𝑉2 𝑉2
konstanta
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = ∫ 𝑑𝑉
𝑉1 𝑉1 𝑉𝑛
konstanta ∙ 𝑉21−𝑛 − konstanta ∙ 𝑉11−𝑛
𝑊=
1−𝑛

25
Gambar 2. S3. Ilustrasi contoh soal 2.3
Konstanta pada pernyataan ini dapat dinyatakan:
konstanta = 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛
sehingga, kerja oleh sistem dapat dinyatakan:
(𝑝2 𝑉2𝑛 )𝑉21−𝑛 − (𝑝1 𝑉1𝑛 )𝑉1𝑛
𝑊=
1−𝑛
𝑝2 𝑉2 − 𝑝1 𝑉1
𝑊=
1−𝑛
Untuk menentukan 𝑊 maka tekanan pada keadaan (2) ditentukan dulu.
a. Dengan menggunakan hubungan 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛 dan 𝑛 = 1,5 dan dengan
menyusunnya akan diperoleh:
𝑉1 𝑛 0,5 1,5
𝑝2 = 𝑝1 ∙ ( ) = (5 bar) ∙ ( ) = 1,77 bar
𝑉2 1
Sehingga, kerja yang dilakukan:
(1,77 bar)(1 m3 ) − (3bar)(0,1 m3 ) 105 N⁄m3 1 kJ
𝑊=( )∙| |∙| 3 |
1 − 1,77 1 bar 10 N ∙ m
𝑊 = 147 kJ ⊲
b. Untuk 𝑛 = 1 hubungan tekanan-volume: 𝑝𝑉 = konstan atau 𝑝 =
konstan⁄𝑉 . Kerja adalah:
𝑉2
𝑑𝑉 𝑉2
𝑊 = konstan ∫ = konstan ∙ ln
𝑉1 𝑉 𝑉1
𝑉2
𝑊 = (𝑝1 𝑉1 ) ∙ ln
𝑉1
105 N⁄m3 1 kJ 1
𝑊 = (5 bar)(0,5 m3 ) ∙ | |∙| 3 | ln ( )
1 bar 10 N ∙ m 0,5
𝑊 = 173,287 kJ ⊲

26
c. Untuk 𝑛 = 0 yang merupakan kasus khusus dengan 𝑝 = konstan dengan
pernyataan diperoleh dari bagian (a). Substitusi nilai dan konversikan
satuan maka:
𝑊 = 𝑝 ∙ (𝑉2 − 𝑉1 )
105 N⁄m3 1 kJ
𝑊 = (5 bar) ∙ (1 − 0,5)m3 ∙ | || 3 |
1 bar 10 N ∙ m
𝑊 = 250 kJ ⊲

2.7 Perpindahan Energi sebagai Panas


Telah diuraikan bagaimana cara kerja makroskopik ekspansi dan
kompresi terhadap atau oleh sistem sehingga mengubah energinya. Tetapi di
samping itu energi dapat pula dipindahkan ke suatu sistem dengan cara yang
lain dari yang diamati sebagai kerja makros-kopika. Tinjau sistem yang
diperlihatkan pada gbr. 2.6 yang menunjukkan dua sistem yang diberi tanda A
dan B. Pada sistem A, suatu gas diaduk dengan roda kayuh (paddle wheel).
Temperatur fluida dapat diubah dengan memindahkan energi sebagai kerja
melalui pengaduk. Pada sistem B gaya dan gerak tidak ada, lebih tepatnya ada
arus listrik 𝑖 yang digerakkan oleh beda potensial listrik yang terjadi di antara
terminal a dan b.

Gambar 2.6 Perpindahan energi sebagai bentuk panas dan arus listrik
Daya (power).
Banyak analisis termodinamika membahas laju perpindahan energi
terhadap waktu. Laju perpindahan energi menjadi kerja disebut daya dan
dinotasikan dengan 𝑊̇ . Jika interaksi kerja melibatkan gaya, laju perpindahan
energi oleh kerja sama dengan hasil kali gaya dan kecepatan, yang dinyatakan
sebagai:
𝑊̇
= F∙V (2.11)

27
Titik yang ada di atas simbol, sebagai 𝑊̇ digunakan untuk menunjukkan laju
laju waktu. Pada prinsipnya, pers, (2.11) dapat diintegrasikan dari waktu 𝑡1 ke
waktu 𝑡2 untuk mendapatkan total kerja selama interval waktu.
𝑡2 t2
𝑊 = ∫ 𝑊̇ 𝑑𝑡 = ∫ F ∙ V 𝑑𝑡
𝑡1 t1

Daya listrik.
Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 2.6, adalah suatu sistem yang
terdiri atas aki (accu) yang dihubungkan dengan sirkuit eksternal melalui
aliran arus listrik, 𝑖. Arus listrik digerakkan oleh beda potensial Ε yang ada
pada kedua terminal, yaitu terminal a dan b. Laju perpindahan energi menjadi
kerja, atau daya, adalah:
𝑊̇ = Ε ∙
V (2.12)
Daya yang ditransmisikan poros.
Poros yang berputar umumnya dapat dijumpai pada elemen mesin.
Perhatikan poros yang berputar dengan kecepatan sudut 𝜔 dan menyebabkan
torsi 𝒯 pada sekelilingnya (gbr. 2.7). Torsi dinyatakan dalam bentuk gaya
tangensial 𝐹t dan jari-jari 𝑅 adalah 𝒯 = 𝐹t ∙ 𝑅. Kecepatan yang timbul dari
penerapan dari gaya adalah V = 𝑅 ∙ 𝜔, di mana 𝜔 adalah radian per satuan
waktu. Menggunakan hubungan ini, dari pers. (2.11), diperoleh pernyataan
untuk daya yang ditrasmisikan dari poros ke lingkungannya adalah:
𝒯
𝑊̇ = 𝐹t ∙ V = ( ) (𝑅𝜔)
𝑅
=𝒯∙𝜔 (2.12)

Gambar 2.7 Transmisi daya melalui poros


Contoh Soal 2.4
Udara berada di dalam susunan silinder-piston vertikal yang dipasang dengan
resistor listrik. Tekanan atmosfir 𝑝𝑎𝑡𝑚 = 101,35 kPa di atas piston, dengan
massa 45 kg dengan luas penampang piston 930 cm2 . Arus listrik mengalir
melalui resistor sehingga volume udara 45 liter meningkat secara perlahan
pada tekanan tetap konstan. Massa udara 0,3 kg dan energi dalam spesifik
meningkat 42 kJ⁄kg. Udara dan piston awal dan akhirnya diam. Material
silider-piston terbuat dari keramik komposit yang merupakan bahan isolator
baik. Gesekan antara piston dan dinding silinder dapat diabaikan, dan
dianggap percepatan gravitasi 𝑔 = 9,8 m⁄s 2 . Tentukan perpinda-han panas

28
dari resistor ke udara, dalam kJ, untuk sistem yang terdiri dari (a) udara saja
dan (b) piston dan udara (lihat gb. 1).

Gambar 2.S4 Skematis diagram contoh soal 2.4


Penyelesaian
Asumsi:
a. dua sistem tertutup menjadi kajian, ditunjukkan pada skematis diagram
gbr. 2.S4 (a) dan (b);
b. perpindan panas signifikan hanya dari resis-tor ke udara, selama ini udara
berekspansi perlahan dan tekanannya tetap konstan;
c. tidak ada perubahan energi kinetik, peruba-han energi potensial diabaikan,
dan karena material piston merupakan insulator yang baik sehingga energi
dalam piston tidak dipengaruhi perpindahan panas;
d. gesekan di antara piston dan dinding silinder diabaikan
e. percepatan gravitasi konstan, g = 9,8 m/s2.
Soal a (lihat gbr. 2.S4a)
Kesetimbangan energi:
(∆𝐾𝐸 + ∆𝑃𝐸 + ∆𝑈)udara = 𝑄 − 𝑊
𝑄 = 𝑊 + ∆𝑈udara
Pada sistem ini, kerja oleh gaya tekan 𝑝 yang bekerja di bawah piston saat
udara berekspansi. Dengan asumsi tekanan konstan, maka:
𝑉2
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = 𝑝(𝑉2 − 𝑉1 )
𝑉1

Menentukan tekanan 𝑝 menggunakan kesetimbangan gaya piston:


𝑝𝐴piston = 𝑚piston 𝑔 + 𝑝atm 𝐴piston
𝑚piston 𝑔
𝑝= + 𝑝atm
𝐴piston
(45 kg)(9,8 m⁄s 2 )
𝑝= + 101,35 × 103 Pa
0,093 m2
𝑝 = 1,061 × 105 Pa
Sehingga kerja oleh sistem:

29
𝑊 = 𝑝(𝑉2 − 𝑉1 )
N
𝑊 = 1,061 × 105 ∙ (0,045 m3 )
m2
𝑊 = 4,774 × 103 J
Karena ∆𝑈udara = 𝑚udara (∆𝑢udara ), maka perpindahan panas yang terjadi
adalah:
𝑄 = 𝑊 + 𝑚udara (∆𝑢udara )
J
𝑄 = 4,774 × 103 J + (0,3 kg ∙ 42 × 103 )
kg
𝑄 = 1,737 × 103 J = 17,34 kJ ⊲
Soal b (lihat gbr. 2.S4b)
Sistem terdiri atas udara dan piston. Perubahan energi keseluruhan sistem
meruapakan jumlah dari perubahan energi udara dan piston. Sehingga,
persamaan energinya adalah:
(∆𝐾𝐸 + ∆𝑃𝐸 + ∆𝑈)udara+ (∆𝐾𝐸 + ∆𝑃𝐸 + ∆𝑈)piston = 𝑄 − 𝑊
𝑄 = 𝑊 + (∆𝑃𝐸)piston + (∆𝑈)udara
Pada sistem ini, kerja dilakukan pada atas piston yang mendorongnya ke
atmosfer sekeliling, sehingga:
𝑉2
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = 𝑝atmosfer (𝑉2 − 𝑉1 )
𝑉1
N
𝑊 = 101,35 × 103 ∙ (0,045)m3
m2
𝑊 = 4,56 × 103 N ∙ m = 4,56 kJ.
Perubahan elevasi, ∆𝑧, dihitung untuk menentukan perubahan energi
potensial piston yang dapat diperoleh dari perubahan volume udara dan
luasan piston, yaitu:
𝑉2 − 𝑉1 (0,045)m3
∆𝑧 = = = 0,484 m
𝐴piston 0,093 m2
Sehingga, perubahan energi potensial piston adalah:
(∆𝑃𝐸)piston = 𝑚piston 𝑔∆𝑧
m
(∆𝑃𝐸)piston = 45 kg ∙ 9,8 2 ∙ 0,484 m
s
(∆𝑃𝐸)piston = 213,44 J
Sehingga perpindahan panas adalah:
𝑄 = 𝑊 + (∆𝑃𝐸)piston + 𝑚udara ∆𝑢udara
J
𝑄 = (4,56 × 103 + 213,44)J + (0,3 kg ∙ 42 × 103 ) = 17,37 kJ ⊲
kg

30
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Suatu volume atur adalah sembarang daerah dalam ruang yang
didefinisikan. Pada kondisi-kondisi mana suatu volumen atur juga massa
atur? Bila pula volume dan sistem diisolasi?
2. Bagaimana saudara menerangkan konsep seperti energi, panas, kerja,
dan energi dalam?
3. ”Suatu tungku panasnya 300 derajat”. Apakah yang salah dalam
pernyataan ini?
4. ”Panas di dalam suatu gas diindikasikan oleh gerakan acak dari
molekulnya”. Apa yang salah dalam pernyataan ini.
5. Dapatkah energi dipindahkan ke sebuah molekul sebagai kerja? Sebagai
panas?
6. Aduklah seember air. Apa yang terjadi dengan energi yang dipindahkan
ke air sebagai kerja itu?
7. Kalau batu dikatakan mempunyai energi potensial di dalam medan
gravitasi bumi, apakah yang harus dikatakan tentang kerja yang
dilakukan oleh gaya berat apabila batu tersebut dijatuhkan?
8. Jelaskan perbedaan di antara panas dan energi dalam.

Soal-Soal
1. Air pada 0℃ memiliki berat jenis 999,873 kg⁄m3 , dan es pada
temperature yang sama berat jenisnya 916,256 kg⁄m3 . Tinjau suatu
system yang pada awalnya berupa kubus es bersisi 25 cm. Berapakah
kerja yang dilakukan oleh sistem ini terhadap astmosfer sekelilingnya
sewaktu sistem mencair?
2. Uap di dalam sistem piston silinder berekspansi dari 𝑝1 = 35 bar ke 𝑝2 =
7 bar. Hubungan tekanan volume selama proses adalah 𝑝𝑉 2 = konstan.
Massa uap adalah 2,3 kg. Sifat uap pada keadaan awal adalah 𝑢1 =
3282,1 kJ⁄kg dan 𝑣1 = 113,24 cm3 ⁄g dan pada akhir keadaan adalah 𝑢2 =
2124,1 kJ⁄kg. Dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan
potensial, hitung perpindahan panas, dalam kJ, untuk uap pada sistem
tersebut.
3. 5 kg suatu zat dipanaskan pada volume konstan dari tingkat keadaan awal
di mana energi dalamnya 40 MJ⁄kg ke tingkat keadaan yang energi
dalamnya 60 MJ⁄kg. Hitung besarnya perpindahan energi sebagai kerja
bagi proses ini, dalam J.
4. Suatu zat berekspansi dari 𝑉1 = 28 liter hingga 𝑉2 = 170 liter dengan
proses tekanan konstan pada 690 kPa. Energi dalam awal 𝑈1 = 42 kJ dan
𝑈2 = 21 kJ, Tentukan arah dan besaran perpindahan energi sebagai panas
bagi proses ini, dalam J.

31
5. Suatu sistem tertutup dengan massa 2 kg mengalami suatu proses
adiabatik. Kerja yang dilakukan pada sistem adalah 30 kJ. Kecepatan
sistem berubah dari 3 m⁄s menjadi 15 m⁄s. Selama proses, elevasi sistem
meningkat menjadi 45 meter. Percepatan gravitasi adalah 𝑔 = 9,1 m⁄s 2 .
Tentukan perubahan energi dalam sistem, dalam kJ.
6. Suatu system tertutup mengandung gas 2 kg mengalami suatu proses di
mana hubungan antara tekanan dan volume spesifik adalah 𝑝𝑣 1,3 =
konstan. Proses akan dimulai dengan 𝑝1 = 1 bar, 𝑣1 = 0,5 m3 ⁄kg dan
berakhir dengan 𝑝2 = 0,25 bar. Tentukan volume akhir, dalam m3 dan
plot proses pada grafik tekanan terhadap volume spesifik.
7. Sistem terdiri atas udara di dalam susunan piston silinder, awalnya pada
𝑝1 = 138 kPa yang menempati ruang dengan volume 42 liter. Udara
dikompresikan ke 𝑝2 = 690 kPa dan volume akhir 14 liter. Selama proses,
hubungan di antara tekanan dan volume adalah linier. Tentukan tekanan,
dalam Pa, pada keadaan antara di mana volumeny adalah 34 liter, dan
gambarkan proses tekanan terhadap volume.
8. Suatu gas di dalam susunan silider piston mengalami siklus termodi-
namika yang etrdiri atas tiga proses, yaitu:
Proses 1–2 : kompresi dengan 𝑝𝑉 = konstan dari 𝑝1 = 1 bar, 𝑉1 = 1 m3 ke
𝑉2 = 0,2 m3
Proses 2–3 : ekspansi tekanan konstan ke 𝑉3 = 1,0 m3
Proses 3–1 : volume konstan.
Sketsa siklus pada diagram 𝑝 − 𝑉 di mana dituliskan tekanan dan volume
pada setiap keadaan.

32
BAB III
TINGKAT KEADAAN BERBAGAI ZAT

3.1 Konsep Sifat dan Tingkat Keadaan


Setiap sistem rekayasa (engineering system) dibuat dengan menggu-
nakan berbagai jumlah dan jenis zat. Pemberian sistem sedemikian dan
prediksi berbagai karakteristik performasinya memerlukan pengetahuan
mengenai berbagai sifat dari pelbagai zat. Jadi, pemahaman konsep tingkat
keadaan dan konsep sifat merupakan hal yang esensial bagi seorang
rekayasawan. Sifat (property) adalah sembarang karakteristik atau atribut
yang dapat ditentukan secara kuantitatif. Volume, massa, energi, temperatur,
tekanan, magnetisasi, polarisasi, dan warna, semuanya adalah sifat zat.
Sifat adalah sesuatu yang dimiliki oleh zat. Kerja dan panas bukanlah
sifat, karena keduanya adalah sesuatu yang diterapkan terhadap suatu sistem
untuk menghasilkan berbagai perubahan sifat. Berlangsungnya perpindahan
energi sebagai kerja dan panas dapat dibuktikan oleh adanya berbagai
perubahan sifat, tetapi besarnya perpindahan energi bergantung kepada cara
terjadinya perubahan energi tersebut. Misalnya, tinjau persoalan kompresi
suatu gas dari kondisi di mana tekanannya 𝑝1 dan volumenya 𝑉1 hingga tingkat
keadaan lain 𝑝2 dan 𝑉2 . Kompresi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
yang tak berhingga banyaknya, dan dua di antaranya ditunjukkan pada gbr.
3.1. Besarnya kerja yang dilakukan terhadap gas jelas berbeda bagi kedua
kasus ini tetapi perubahan berbagai sifatnya identik. Integral ∫ 𝑑𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 di
antara kedua tingkat keadaan tersebut bergantung kepada lintasan integrasi
𝑝(𝑉).

Gambar 3.1 Perpindahan energi sebagai kerja bergantung lintasan


Tingkat keadaan dari sesuatu adalah kondisinya seperti digambarkan
oleh sederetan harga sifatnya. Umpamanya, berbagai koordinat posisi dan
berbagai komponen kecepatan secara sempurna sudah dapat menggambarkan
tingkat keadaan suatu partikel tunggal. Sebaliknya pada kasus lain sudah
cukup dengan hanya mengetahui massa dan energi dari partikel, jadi tingkat
keadaannya cukup baik digambarkan oleh jumlah sifat yang lebih sedikit.
Penggambaran yang lengkap dari suatu sistem yang terdiri dari banyak

33
partikel, seperti 1 cm3 gas, memerlukan spesifikasi berbagai koordinat posisi
dan berbagai komponen kecepatan dari setiap partikel yang berada di dalam
sistem. Jumlah sifat yang relevan untuk penggambaran sistem dapat diciutkan
lebih lanjut dengan memperhatikan bahwa tidak semua sifat makrosko-pik
relevan untuk analisa tertentu. Beberapa tingkat keadaan yang berbeda
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Beberapa tingkat keadaan yang berbeda
Tingkat keadaan Sifat-Sifat
Geometri Panjang, tebal, lebar, momen inersia, volume, dsb.
Kinematik Posisi, kecepatan, percepatan, dsb.
Hidrodinamik Tekanan, tegangan geser, laju peregangan, dsb.
Elektromagnetik Kekuatan medan listrik, momen dipole magnet,
muatan, dsb.
Kimia Komposisi kimia, muatan bebas, energi, entropi, dsb.
Estetik Bau, warna, daya penariknya, dsb.
Termodinamik Energi, temperatur, volume, tekanan, tegangan,
momen dipole magnetik, entropi, dsb.
Kuantum Mekanik Momentum dan energi setiap partikel, volume total,
dsb.
Termodinamika membahas berbagai aspek energi, dan sifat-sifat
termodinamika berkaitan dengan energi. Umpamanya, besarnya perpindahan
energi sebagai kerja ke suatu fluida apabila fluida tersebut dikompresikan,
adalah 𝑑𝑊 = −𝑝𝑑𝑉, di mana 𝑝 adalah tekanan dan 𝑉 adalah volume. Oleh
karena itu tekanan merupakan sifat termodinamika. Persamaan ini berlaku
tanpa peduli bagaimana volume berubah, jadi tidak bergantung kepada bentuk
fluida. Oleh karena itu bentuk tidak relevan bagi analisa termodinamika suatu
fluida. Panjang, lebar, dan kedalaman fluida merupakan berbagai sifat dari
tingkat keadaan geometrinya, jadi tidak relevan bagi tingkat keadaan
termodinamiknya. Tetapi, volume relevan dalam penentuan perpindahan
energi sebagai kerja dan oleh karena itu volume adalah sifat termodinamik.
Untuk menyelesaikan analisa termodinamik, bisa saja diperlukan
peninjauan terhadap jenis tingkat keadaan lain. Misalnya, tinjauan terhadap
tingkat keadaan geometri dapat menghasilkan informasi yang diperlukan
untuk perhitungan volume yang diperlukan dalam analisa termodinamik.
Tinjauan terhadap tingkat keadaan kinematika suatu aliran gas yang sedang
dipercepat mungkin perlu dilakukan untuk dapat menentukan temperatur
gas tersebut. Jadi, suatu analisa termodinamik selalu melibatkan berbagai
analisa lainnya: geometri, dinamik, elektrodinamik atau analisa kimia.

3.2 Keseimbangan Berbagai Sifat Termodinamik


Tingkat keadaan suatu sistem ditentukan oleh molekul-molekul yang
berada di dalam batas-batas sistem. Molekul-molekul ini mengalami peruba-

34
han tingkat keadaan yang berkesinambungan selama berinteraksi satu dengan
lainnya. Apabila suatu sistem diisolasi dan molekul-molekulnya dibiarkan
berinteraksi dengan bebas satu dengan lainnya, tingkat keadaan sistem akan
mengalami perubahan yang teramati secara makroskopik. Tetapi sesudah
suatu saat tertentu berlalu berbagai perubahan yang tadinya dapat diamati
dengan berbagai instrumen makroskopik berhenti, kegiatan mikroskopik
berlangsung terus tetapi tingkat keadaan makroskopik dengan satu atau cara
lain telah mencapai keseimbangan (equilibrium). Dalam keadaan ini berbagai
besaran makroskopik yang terukur mempunyai berbagai harga tertentu yang
konstan, berbagai besaran ini adalah berbagai sifat sistem bagi konfigurasi
keseimbangan tersebut.
Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gbr. 3.2. Silinder berisi piston yang
bergerak, sedangkan di sebelah piston ada gas A yang jumlahnya tidak sama
dengan gas B yang berada di kanannya. Umpamakan piston ditahan pada
suatu posisi tertentu dan tekanan kedua gas tidak sama. Apabila piston
dibebaskan, ketidakseimbangan tekanan akan mempercepat piston ke suatu
arah. Dikata-kan bahwa kedua sistem gas A dan B itu tidak berada dalam
keseimbangan mekanik satu dengan lainnya. Apabila sebaliknya, kedua gas
tersebut mempunyai tekanan yang identik piston tidak akan bergerak sesudah
dibebaskan, A dan B berada dalam keseimbangan mekanik satu dengan
lainnya. Terlihatlah bahwa tekanan merupakan sifat yang sama bagi kedua
sistem itu sewaktu berada dalam keseimbangan mekanik. Ini sebenarnya
adalah konsep termodinamik dari tekanan.

Gambar 3.2 Keseimbangan mekanik gas A dan B


Umpamakan sekarang bahwa piston ditahan lagi, dan kedua gas pada
gbr. 3.2 dibiarkan mempertukarkan energi melalui piston. Perpindahan energi
yang berlangsung haruslah sebagai panas, karena penahan piston pada posisi
tertentu mencegah berlangsungnya perpindahan energi sebagai kerja. Apabila
keadaan memungkinkan bagi berlangsungnya perpindahan energi sebagai
panas, tetapi aliran energi sedemikian tidak terjadi, dikatakan bahwa sistem A
dan B berada dalam keseimbangan termal dan keduanya mempunyai
temperatur yang sama. Temperatur adalah sifat yang sama bagi dua sistem,
sewaktu kedua sistem itu berada dalam keseimbangan termal. Ini adalah
konsep termodinamika dari temperatur.
Keseimbangan termodinamik digunakan untuk menyatakan suatu
keadaan keseimbangan terhadap semua perubahan makroskopik yang
mungkin terjadi di dalam suatu sistem di mana molekul-molekulnya bebas
berinteraksi satu dengan lainnya dengan sembarang cara manapun juga. Di
dalam sistem yang berada dalam keseimbangan termodinamik tidak ada aliran

35
energi, zat, ataupun muatan pada skala yang makroskopik, walaupun molekul-
molekul bebas bergerak. Untuk menguji apakah suatu zat berada dalam
keseimbangan termodinamik, bayangkan bahwa zat tersebut diisolasi dan
sesudah itu berbagai kemungkinan terjadinya perubahan makroskopik
diamati. Apabila tidak ada perubahan makroskopik yang terjadi, zat tersebut
berada dalam keseimbangan termodinamik pada saat pengisolasiannya.
Tingkat keadaan termodinamik adalah kondisi zat seperti digambarkan
oleh semua sifat termodinamiknya. Berbagai sifat termodinamiknya semua
tertentu dan tetap apabila tingkat keadaan termodinamik sudah ditentukan.
Tetapi berbagai sifat itu tidak semuanya variabel dengan bebas, oleh karena
itu tingkat keadaan termodinamik dapat ditentukan dengan menentukan
harga dari beberapa sifat termodinamik saja. Untuk menelaah sistem
kompleks yang tidak berada dalam keseimbangan, prosedur yang lazim
diterapkan adalah membagi sistem itu menjadi bagian-bagian kecil yang
secara individual dapat diperlakukan sebagai berada pada keseimbangan
termodinamik.
Beberapa bentuk keseimbangan energi dapat ditulis, sebagai contoh,
keseimbangan energi dalam bentuk differensial adalah:
𝑑𝐸 = 𝛿𝑄 − 𝛿𝑊 (3.1)
dengan 𝑑𝐸 adalah diferensial energi, suatu sifat. Karena 𝑄 dan 𝑊 bukanlah
sifat, sehingga differensialnya ditulis masing-masing sebagai 𝛿𝑄 dan 𝛿𝑊.
Kesetimbangan energi dalam bentuk laju waktu sesaat dinyatakan dalam
bentuk:
𝑑𝐸
= 𝑄̇ − 𝑊̇ (3.2)
𝑑𝑡
Contoh Soal 3.1
Suatu sistem mula-mula terdiri dari 1,4 kg suatu zat yang energi dalam
jenisnya 46 kJ⁄kg dan 2,7 kg zat yang sama dengan energi dalam sebesar
70 kJ⁄kg. Energi sebesar 158 kJ dipindah-kan sebagai panas ke dalam sistem
ini dan sistem dibiarkan mencapai keseimbangan. Berapa-kah energi dalam
spesifik zat pada tingkat keadaan keseimbangan akhir?
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 3.S1.

Gambar 3.S1 Diagram contoh soal 3.S1

36
Asumsi:
(1) Zat berada dalam sistem tertutup;
(2) Sistem diisolasi sempurna dari lingkungannya;
(3) Efek energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis: Sistem diisolasi sempurna, sehingga proses berlangsung adibatik
sedemikian sehingga besarnya perubahan energi dalam zat adalah:
𝑄12 = ∆𝑈
Energi dalam total adalah:
𝑈total = 𝑚1 ∙ 𝑢1 + 𝑚2 ∙ 𝑢2 = 1,4 kg ∙ 46 kJ⁄kg + 2,7 kg ∙ 70 kJ⁄kg
= 253,4 kJ
Perubahan energi dalam adalah:
∆𝑈 = 𝑄12 + 𝑈total = 158 kJ + 253,4 kJ = 411,4 kJ
Energi dalam spesifik adalah:
∆𝑢 = ∆𝑈⁄𝑚total = 411,4 kJ⁄4,1 kg = 100,34 kJ⁄kg ⊲

3.3 Sifat Tekanan dalam Termodinamika


Sebelum ini pada bagian 2.2 telah digunakan konsep tekanan berupa
gaya per satuan luas yang diterapkan oleh suatu fluida pada permukaan suatu
piston, permukaan suatu kapal selam, atau dasar suatu kolom barometer. Ini
adalah merupakan konsep mekanik dari tekanan. Walaupun mudah untuk
mengukur tekanan pada suatu dinding, yang sering dibicarakan adalah
tekanan di dalam fluida. Dengan cara ini dibayangkan terjadinya pengucilan
suatu kotak fluida kecil, menggantikan suatu kotak yang pejal, dan ukur
tekanan pada berbagai sisi-sisinya. Dalam berbagai cairan dan gas, andaian
yang mengatakan bahwa gaya per satuan luas adalah bebas dari orientasi kotak
kecil tersebut adalah benar (gbr. 3.3), artinya tekanan tidak bergantung
kepada arah. Tetapi apabila fluida bergerak cepat sekali dengan cara yang tidak
seragam, berbagai gaya viskos juga menjadi penting peranannya, dan bagi
suatu kasus sedemikian, suatu definisi tekanan yang lebih cermat mesti
dirumuskan.

Gambar 3.3 Tekanan pada setiap permukaan kubus


Tekanan dapat diukur dengan berbagai alat, dan semua peralatan
sedemikian pada dasarnya mengukur perbedaan di antara dua tekanan. Hanya
jika salah satu dari tekanan itu vakum barulah alat itu mengukur tekanan yang
sebenarnya. Sebagai contoh, manometer yang diperlihatkan pada gbr. 3.4

37
mengukur beda tekanan 𝑝B − 𝑝A . Analisa tekanan di dalam fluida yang diam
disebut hidrostatika yang diajarkan pada materi matakuliah mekanika fluida.
Hidrostatika digunakan untuk menentukan berbagai hubungan di antara
berbagai perbedaan tekanan dan ketinggian suatu manometer.

Gambar 3.4 Manometer mengukur perbedaan tekanan


Umpamanya, balans gaya pada kolom fluia yang pendek (gbr. 3.5)
menunjukkan bahwa tekanan pada bagian bawah lebih besar dari tekanan
pada bagian atas kolom sebesar perkalian dari berat jenis fluida, 𝛾 (N⁄m3 )
dengan ketinggian, ℎ (m). Apabila gagasan ini diterapkan kepada manometer
yang diperlihatkan pada gbr. 3.4, seiring dengan gagasan bahwa tekanan
dalam fluida 2 pada bagian bawah dari kedua kolom adalah sama (lihat gbr.
3.5), diperoleh bahwa:

Gambar 3.5 Mengukur penurunan tekanan

𝑝B − 𝑝A = ℎ ∙ (𝛾2
− 𝛾2 ) (3.3)
di mana subskrip 1 dan 2 menyatakan kedua fluida yang terlibat.
Jika fluida 1 suatu gas, dan 𝛾2 ≫ 𝛾1 , 𝛾1 acapkali diabaikan dalam
praktek. Dengan digunakannya manometer sebagai cara dasar mengukur
berbagai tekanan fluida, berbagai alat pengukur lainnya dapat ditera.
Kebanyakan alat ukur tekanan memberikan beda tekanan di antara tekanan
yang diukur dengan tekanan atmosfer. Beda tekanan ini disebut tekanan ukur
(gauge pressure), acapkali dinotasikan dengan Pag (pascal gage). Tekanan
sebenarnya atau mutlak seringkali dinyatakan dengan Pa (N⁄m2 ) kecuali jika
disebutkan dengan yang lain. Satuan tekanan lain yang sering digunakan

38
adalah bar, didefinisikan sebagai 105 N⁄m2 . Ini kira-kira sama dengan
tekanan atmosfer rata-rata. Satu atmosfer biasanya dinyatakan sebagai:
1 atm = 1,013 × 105 N⁄m2

Contoh Soal 3.2


Suatu manometer air-raksa (gbr. 3.S2)
menunjukkan perbedaan ketinggian sebesar 0,8 m.
Berapakah besarnya perbedaan tekanan jika
diketahui berat jenis air adalah 𝛾air = 9,87 ×
103 N⁄m3 dan berat jenis air-raksa adalah
𝛾air−raksa = 133,7 × 103 N⁄m3 .

Penyelesaian
Gambar 3.S2 Skematis
𝑝Hg − 𝑝w = 0,8 m × (133,7 − 9,87) ∙ 103 N⁄m3 diagram contoh soal 3.2

= 9,91 × 104 Pa ⊲

Contoh Soal 3.3


Air di dalam tanki diberi tekanan udara, dan tekanan diukur dengan manome-
ter multifluid sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 3.S3. Tanki berada pada
suatu ketinggian 1.400 m di mana tekanan atmosfer 85,6 kPa. Tentukan
tekanan udara di dalam tanki jika ℎ1 = 0,1 m, ℎ2 = 0,2 m, dan ℎ3 = 0,1 m.
Diketahui rapat massa air, olie dan air raksa masing-masing adalah
1000 kg⁄m3 , 850 kg⁄m3 dan 13.600 kg⁄m3 .
Penyelesaian.
Tekanan tanki air diukur dengan manometer multifluid. Diasumsikan bahwa
tekanan udara di dalam tanki, yaitu variasi tekanan akibat perbedaan elevasi
bisa diabaikan, karena kerapatan udara kecil, sedemikian sehingga bisa
ditentukan tekanan pada antarmuka (interface) udara-air.

Gambar 3.S3 Manometer multifluid


Analisis: dimulai dari tekanan di titik (1) yaitu pada antarmuka udara-air,
berpindah sepanjang tubing dengan menambah atau mengurangi dengan

39
bentuk 𝜌𝑔ℎ hingga ke titik (2), dan setting hasil sama dengan 𝑝atm karena
tubing terbuka ke atmosfer, memberikan:
𝑝1 + 𝜌air 𝑔ℎ1 + 𝜌olie 𝑔ℎ2 − 𝜌air raksa 𝑔ℎ3 = 𝑝atm
Selesaikan untuk 𝑝1 dan substitusikan,
𝑝1 = 𝑝atm − 𝜌air 𝑔ℎ1 − 𝜌olie 𝑔ℎ2 + 𝜌air raksa 𝑔ℎ3
= 𝑝atm + 𝑔 ∙ (𝜌air raksa ℎ3 − 𝜌air ℎ1 − 𝜌olie ℎ2 )

m
= 85,6 kPa + {9,81
s2

kg kg
∙ ((13.600 ∙ 0,35 m) − (1.000 3 ∙ 0,1 m)
m3 m

kg 1N 1 kPa
− (850 ∙ 0,2 m)) ∙ ( m) ∙ ( )}
m3 1 kg. 2 N
s 1000 2
m
𝑝1 = 130 kPa ⊲
Contoh Soal 3.4
Piston dengan massa 60 kg memiliki luas penampang 0,04 m2 sebagaimana
ditunjukkan pada gbr. 3.S4. Diketahui tekanan atmosfer adalah 0,97 bar dan
percepatan gravitasinya 9,81 m⁄s 2 . (a) Tentukan tekanan di sisi dalam
silinder, (b) jika sejumlah panas ditransfer ke gas sedemikian sehingga
volumenya menjadi dua kali, berapakah perubahan tekanan di sisi dalam
silinder?

Gambar 3.S4 Skematis contoh soal 3.4 dan diagram benda bebas piston
Penyelesaian
Suatu gas berada di dalam silinder vertikal dengan dimensi piston yang berat.
Tekanan di sisi dalam silinder dan pengaruh perubahan volume akibat tekanan
akan ditentukan.
Asumsi: gesekan di antara piston dan silinder diabaikan.
Analisis.
(a) tekanan gas di dalam peralatan silinder-piston tergantung pada tekanan
atmosfer dan berat piston. Gambar diagram benda bebas yang

40
ditunjukkan pada gbr. 3.S3 dan kesetimbangan gaya-gaya vertikal
menghasilkan:
𝑚𝑔
𝑝𝐴 = 𝑝atm +
𝐴
m
(60 kg) (9,81 2 ) 1N 1 bar
= 0,97 bar + s ( )( )
0,04 m 2 m 5 N
1 kg ∙ 2 10
s m 2

= 1,12 bar ⊲
(b) Perubahan volume tidak akan berpengaruh pada diagram benda bebas
yang digambar pada bagian (gbr. 3.S4a), dan selanjutnya tekanan di sisi
dalam silinder tetap sama (gbr. 3.4Sb. Jika gas adalah gas ideal, tekanan
absolut menjadi dua kali maka volume menjadi dua kali pula.

3.4 Sifat Temperatur dalam Termodinamika


Salah satu dari berbagai konsep sifat penting di dalam termodinamika
adalah temperatur. Pandangan awam tentang ini menyatakan temperatur
adalah sesuatu yang dibaca pada termometer tabung gelas yang diisi dengan
air raksa. Pertanyaan-pertanyaan yang menngemuka dalam mencari gagasan
fundamental yang mendasari konsep temperatur adalah (1) siapa yang meng-
goreskan berbagai garis skala pada tabung termometer tersebut, (2) apakah
sebenarnya makna dari goresan-goresan ini, dan (3) apakah keistimewaan dari
tabung gelas berisi air raksa sehingga itu yang dipakai.
Kalau istilah temperatur dibicarakan, maka seorang ibu rumah tangga
akan terus teringat pengaturan tungku pembakar agar kue dapat dibuatnya
dengan tidak gosong. Seorang ahli komputer akan mengasosiasikan dengan
sedingin apa berbagai transistor dalam komputernya harus dipertahankan
agar komponen dapat berfungsi dengan baik. Ahli fisika plasma (gas yang
berorientasi pada temperatur tinggi) akan memandang temperatur sebagai
takaran bagi energi kinetik dari berbagai molekul atau elektron. Dan seorang
astronomiawan akan melihat temperatur sebagai takaran bagi energi radiasi
yang diemisikan dari perbintangan. Semua konsep temperatur yang beraneka
ragam ini mempunyai satu persamaan: berkaitan dengan energi, dan oleh
karena itu berbagai konsep tersebut dengan jelas mencirikan temperatur itu
sebagai suatu sifat termodinamik.
Gagasan penting lainnya mengenai temperatur adalah bahwa sifat ini
merupakan penunjuk bagi arah perpindahan energi sebagai panas. Energi
cenderung untuk berpindah sebagai panas dari daerah bertemperatur tinggi
ke berbagai daerah yang temperaturnya lebih rendah. Berbagai gerakan
molekul cenderung untuk lebih aktif pada temperatur tinggi, dan energi
cenderung untuk bergerak dari berbagai molekul yang membentuk suatu
daerah yang bertemperatur lebih tinggi ke berbagai molekul yang lebih lamban
yang membentuk suatu daerah yang bertemperatur lebih rendah. Namun, jika

41
dua buah sistem atau lebih berada dalam kesetimbangan termal, kesemua
sistem haruslah mempunyai temperatur yang sama.
Dalam termodinamika penting untuk membedakan antara konsep
energi dalam, panas, dan temperatur. Energi dalam adalah energi yang
dimiliki oleh berbagai molekul yang tersembunyi dari pandangan
makroskopik langsung, disebabkan oleh karakteristik tingkat keadaan
mikroskopik yang tidak terorganisasi itu. Energi sedemikian dapat memasuki
zat melalui perpindahan energi sebagai panas atau bentuk lain. Panas adalah
perpindahan energi yang tidak dapat diperhitungkan secara makroskopik
sewaktu secara makroskopik menghitung perpindahan energi sebagai kerja.
Panas adalah kerja mikroskopik yang tersembunyi dari pandangan
makroskopik kopik langsung, disebabkan oleh karena ketidakteraturan hakiki
proses perpindahan energi ini. Temperatur adalah sifat dari zat, apabila
temperatur suatu zat lebih tinggi dari benda yang kedua, perpindahan energi
sebagai panas berlangsung dari benda pertama ke yang kedua. Energi dalam
suatu zat bergantung secara parsial dari temperaturnya.
Untuk membuat konsep temperatur itu operasional diperlukan suatu
skala. Garis-garis yang berjarak sama satu dengan lainnya pada termometer
tabung gelas yang berisi air raksa atau fluida lain merupakan contoh skala yang
meliputi kisaran ukuran tertentu. Temperatur gas empirik didasarkan pada
temperatur suatu gas yang dipertahankan pada volume konstan merupakan
fungsi yang meningkat secara monotonik dengan tekanannya. Skala
ditetapkan dengan memilih secara sebarang harga bagi temperatur campuran
air, uap air, dan es yang berada pada kesetimbangan termal. Campuran
sedemikian hanya mungkin ada pada satu temperatur (disebut titik tripel), dan
temperatur campuran sedemikian merupakan suatu standar yang mudah
dihasilkan secara berulang (reproducible).
Contoh Soal 3.5
Suatu chip silikon dengan panjang sisi-sisinya 5 mm dan tebal 1 mm ditanam
(embedded) di dalam substrat keramik yang dialiri daya listrik 0,225 W.
Permukaan atas chip komputer dikontakkan ke pendingin bertemperatur
20℃. Laju perpindahan panas di antara chip dan pendingin dinyatakan
dengan 𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑓 ), dengan 𝑇𝑏 dan 𝑇𝑓 masing-masing adalah
temperatur permukaan dan temepartur pendingin, 𝐴 adalah luas permukaan,
dan ℎ = 150 W⁄m2 ∙ K. Jika perpindahan panas antara chip dan siubstrat
keramik diabaikan, tentukan temperatur permukaan chip, dalam ℃.

42
Penyelesaian
Skematis diagram

Gambar 3.S5 Chip ditanam di dalam substrat keramik


Analisis: Temperatur permukaan chip, 𝑇𝑏 , dapat ditentukan menggunakan
keseimbangan laju energi, pers. 3.2, di mana pada kondisi tunak (steady state)
dinyatakan sebagai:
𝑑𝐸
= 𝑄̇ − 𝑊̇
𝑑𝑡 0
Dengan asumsi 2, hanya perpindahan panas ke pendingin, diberikan dengan:
𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇b − 𝑇t ) − 𝑊̇
0 = −ℎ𝐴(𝑇b − 𝑇t ) − 𝑊̇
Selesaikan untuk 𝑇b maka:

−𝑊̇
𝑇b = + 𝑇t
ℎ𝐴
Pada persoalan ini, 𝑊̇ = −0,225 W, 𝐴 = 25 × 10−6 m3 , ℎ = 150 W⁄m2 ∙ K dan
𝑇t = 293 K maka:
−(−0,225 W)
𝑇b = + 293 K
(150 W⁄m2 ∙ K)(25 × 10−6 m3 )
= 353 K = 80℃ ⊲

3.5 Tingkat Keadaan Intensif dan Ekstensif


Berbagai hal menjadi sederhana jika berbagai sifat dibedakan ke dalam
dua jenis. Umpamakan ada dua buah zat yang sama dan berada dalam
kesetim-bangan satu dengan lainnya. Apabila kedua zat ini disatukan dan
dipandang sebagai satu sistem, energi dan volume sistem yang baru akan sama
dengan jumlah berbagai energi dan berbagai volume dari kedua bagian sistem
tersebut. Tetapi temperatur dan tekanan sistem yang baru akan sama dengan
temperatur dan tekanan setiap bagian sistem. Berbagai sifat yang bergantung
pada ukuran atau rangkuman sistem dinamakan sebagai sifat ekstensif,
misalnya: volume, massa, energi, energi, luas permukaan, dan momen dipole

43
listrik, semuanya adalah sifat ekstensif. Berbagai sifat ekstensif mempunyai
harga tanpa perduli apakah sistem berada dalam keseimbangan atau tidak.
Sebaliknya, berbagai sifat yang tidak bergantung kepada ukuran sistem
dinamakan sifat intensif, misalnya: temperatur, tekanan, dan intensitas
medan listrik adalah berbagai sifat intensif. Berbagai sifat sedemikian hanya
berarti bagi berbagai sistem yang berada pada tingkta keadaan keseimbangan.
Lazimnya didefinisikan berbagai sifat intensif tambahan yang berkaitan
dengan sifat ekstensif. Umpamanya, volume per satuan massa dinamakan
volume spesifik, dan energi dalam per satuan massa disebut energi dalam
spesifik, 𝑢 = 𝑈⁄𝑚. Berbagai sifat intensif sangat berguna karena dapat
ditabelkan atau didiagramkan tanpa merujuk kepada jumlah zat yang sedang
dikaji. Berbagai diagram dan tabel pada Lampiran B merupakan contoh-
contoh bagi hal yang baru diuraikan.
Tinjau suatu sistem yang terdiri dari zat tunggal yang berada dalam
keseimbangan termodinamik. Apabila berbagai sifat intensif zat itu
diklasifikasikan, tingkat keadaan sistem diketahui seluruhnya, kecuali satu
takarannya, yaitu besarnya (katakanlah massanya). Tingkat keadaan sistem
yang dispesifikasikan oleh berbagai sifat termodinamiknya yang intensif
dinamakan tingkat keadaan termodinamik intensif. Apabila dilengkapi dengan
ukuran besarnya (massa) diperoleh pemberian tingkat keadaan termodinamik
secara ekstensif.

3.6 Tingkat Keadaan Termodinamik


Berbagai sifat termodinamik suatu zat tidak variabel dengan bebas,
karena terdapat berbagai hubungan di antara berbagai sifat termodinamik
intensif. Umpamanya, hubungan di antara tekanan, temperatur, dan volume
jenis suatu gas seringkali diidealisasikan sebagai:
𝑝𝑣 = 𝑅 ∙ 𝑇
dengan 𝑅 adalah konstanta bagi suatu gas. Hanya dua saja dari 𝑝, 𝑣, dan 𝑇 yang
dapat diubah dengan bebas. Termodinamika menyangkut energi dan berbagai
sifat termodinamik adalah sifat-sifat yang dengan satu dan lain cara mempu-
nyai kaitan dengan energi. Jumlah cara di mana energi suatu zat tertentu dapat
diubah dengan bebas menyatakan jumlah sifat termodinamik yang bebas.
Pertama-tama tinjau berbagai cara untuk memindahkan energi sebagai
kerja ke zat yang sedang ditelaah. Apabila zat kompresibel, energinya dapat
ditingkatkan dengan kerja yang dinyatakan −𝑝𝑑𝑉. Bagi suatu zat dapat
ditinjau semua modus kerja relevan yang diberikan, karena setiap modus itu
sekurang-kurangnya mempunyai satu sifat yang variabel dengan bebas
(volume, misalnya). Berbagai sifat tersebut dapat dipertahankan konstan
sedangkan energinya diubah dengan perpindahan energi sebagai panas (yang
mengubah termperatur). Ini memberikan satu lagi variabel yang bebas.
Dengan demikian perhitungan dapat dilakukan, bagi setiap cara yang bebas

44
untuk mengubah energi suatu zat tertentu ada satu sifat termodinamik yang
variabel dengan bebas.
Selanjutnya tinjau hakekat dari berbagai modus kerja itu. Seperti yang
telah disampaikan, setiap modus itu berbentuk 𝐅 ∙ 𝑑𝑿, di mana 𝐅 adalah suatu
gaya yang digeneralisasikan dan 𝑑𝑿 suatu pergeseran yang digeneralisasikan.
Apabila 𝐅 tidak bergantung kepada arah dan laju perubahan dari proses,
jumlah perpindahan energi ke sistem jika 𝑿 ditingkatkan sebesar 𝑑𝑿 akan
tepat sama dengan jumlah perpindahan energi dari sistem sewaktu 𝑿
diturunkan dengan besaran yang sama. Ini berarti bahwa modus kerja itu
reversibel, jumlah energi yang dimasukkan pada proses maju dapat
dikeluarkan dengan proses mundur. Jelas bahwa sebarang modus kerja yang
𝐅-nya adalah sifat tingkat keadaan termodinamik zat itu akan reversibel dalam
konteks yang dibahas. Jika sebaliknya, 𝐅 tidak hanya bergantung kepada
tingkat keadaan termodinamik tetapi juga pada arah atau laju proses, maka
proses dapat mempunyai histeresis, oleh karena itu ireversibel.
Sekarang tinjau sejumlah fluida dan amati bagaimana tingkat keadaan
termodinamiknya dapat diubah. Ambil suatu massa dari fluida tertentu,
sehingga komposisi sistem tetap. Jelas bahwa tingkat keadaannya dapat
diubah dengan mengkompresikan fluida itu, dengan demikian mengubah
volume dan energinya. Serentak dengan itu, fluida dapat didinginkan untuk
membuat energinya tetap konstan; dengan ini diperoleh perubahan tingkat
keadaan pada energi tetap, dengan volume sebagai variabel yang dapat diubah.
Volume dapat pula ditetapkan konstan dan energi diatur dengan bebas melalui
perpindahan energi sebagai panas. Jadi, jelas bahwa volume dan energi
merupakan dua sifat yang dapat variabel dengan bebas. Dapatkah volume dan
energi dipertahankan tetap sedangkan berbagai sifat termodinamik lainnya
diubah? Dapat dicoba untuk mengubah tekanan, tetapi hal ini tidak mungkin
dilakukan jika volume dan energi dipertahankan tetap.
Penekanan fluida tentu menaikkan tekanannya, tapi akan mengubah
pula volumenya. Pemanasan akan menaikkan tekanan, tapi juga akan
mengubah energinya. Umpamakan fluida itu diaduk, ini akan meningkatkan
tekanan tapi juga menaikkan energi. malah, perubahan tingkat keadaan yang
sama dengan yang terakhir secara alternatif dapat dihasilkan dengan
perpindahan energi sebagai panas. Dapat pula dicoba berbagai modus kerja
ireversibel itu dapat dicapai melalui kerja reversibel disertai dengan
perpindahan eenrgi sebagai panas. Himpunan sifat (𝑋1 , 𝑋2 , … . 𝑋3 , 𝑈) dapat
dipandang sebagai himpunan yang variabel bebas. Pengendalian salah satu
variabel tersebut dapat dilepaskan dan dengan itu memperoleh kebebasan
untuk mengubah suatu sifat yang lain. Umpamanya, tekanan dan volume
suatu sistem fluida dapat diubah dengan bebas, apabila serentak dengan ini
tidak pula menuntut pengendalian terhadap energi. hal ini dapat diwujudkan
dengan memanaskan zat yang diinginkan hingga mencapai tekanan yang
diinginkan.

45
Contoh Soal 3.6
Selam operasional yang dianggap steady state (keadaan tunak), suatu gearbox
menerima daya sebesar 60 kW melalui poros input dan mengirim daya melalui
poros output. Untuk gearbox sebagai sistem, laju perpindahan energi dalam
bentuk panas dinyatakan dengan:
𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑡 )
dengan ℎ adalah konstanta, ℎ = 0,171 kW⁄m2 ∙ K, 𝐴 = 1 m2 adalah luas
permukaan luar gearbox, 𝑇b = 300 K (27℃), adalah temperatur pada sisi luar
permukaan, dan 𝑇t = 293 K (20℃) adalah temperatur udara sekitar. Untuk
gearbox, tentukan perpindahan panas dan daya yang disalurkan melalui poros
output, dalam kJ.
Penyelesaian
Gearbox beroperasi pada steady state dengan daya input yang diketahui. Laju
perpindahan panas dari permukaan luar juga diketahui.
Analisis: Menggunakan pernyataan yang diberikan untuk 𝑄̇ bersama dengan
data yang diketahui, laju perpindahan energi panas adalah:

𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑡 )
𝑘𝑊
= − (0,171 2 ) (1 𝑚2 )(300 − 293)𝐾 = −1,2 𝑘𝑊
𝑚 ∙𝐾
Tanda minus untuk 𝑄̇ menunjukkan bahwa energi dibawa ke luar gearbox
dengan perpindahan panas.

Gambar 3.S6 Skematis diagram contoh soal 3.6


Laju kesetimbangan energi, pers. 3.2, pada keadaan steady sate, menjadi:
𝑑𝐸
= 𝑄̇ − 𝑊̇ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑊̇ = 𝑄̇
𝑑𝑡 0
Simbol 𝑊̇ mewakili daya netto dari sistem. Daya netto adalah jumlah dari 𝑊̇1
dan daya output 𝑊̇2
𝑊̇ = 𝑊̇1 + 𝑊̇2
Dengan pernyataan untuk 𝑊̇ , laju kesetimbangan energi menjadi:

46
𝑊̇1 + 𝑊̇2 = 𝑄̇
̇ kW, dan 𝑊̇ = −60 kW, di
Selesaikan untuk 𝑊̇2, masukkan nilai 𝑄̇ = −1,2 1
mana tanda minus menunjukkan daya input menuju sistem, maka:
𝑊̇2 = 𝑄̇ − 𝑊̇1
= (−1,2 𝑘𝑊) − (−60 𝑘𝑊)
= +58,8 𝑘𝑊 ⊲
Tanda positif untuk 𝑊̇2 menunjukkan energi dipindahkan dari sistem melalui
poros output.

3.7 Postulasi Tingkat Keadaan


Berbagai gagasan yang telah dibahas diformalkan ke dalam postulasi
tingkat keadaan, yaitu: Jumlah sifat termodinamik yang dengan bebas variabel
bagi suatu sistem yang dispesifikasikan sama dengan jumlah modus kerja
reversibel yang relevan ditambah dengan satu. Terdapat beberapa gagasan
implisit yang terkandung dalam berbagai ungkapan yang digunakan. Sistem
yang dispesifikasikan berarti sejumlah tertentu dari zat tertentu. Sifat
termodinamik adalah berbagai karakteristik yang relevan dengan energi dan
dengan berbagai tingkat keadaan termodinamik yang berada dalam
keseimbangan. Rujukan modus kerja reversibel yang relevan berarti bahwa
yang dihitung hanya berbagai modus kerja yang penting bagi sistem yang
ditanggapi dan berbagai modus kerja ireversibel tidak diperhitungkan.
Ditambah dengan satu adalah untuk pengendalian energi dengan bebas
melalui pemanasan atau kerja ireversibel.
Postulasi yang telah dinyatakan berlaku untuk sembarang jumlah zat
yang dispesifika-sikan. Biasanya lebih mudah bekerja dengan satu satuan
massa zat, dan oleh karena itu bentuk postulasi tingkat keadaan yang
berhubungan dengan berbagai sifat termodinamik yang intensif banyak
dayagunanya. Bayangkan sistem yang terdiri dari satu satuan massa zat. Maka
postulasi tingkat keadaan dapat ditafsirkan sebagai aturan bagi jumlah sifat
termodinamik yang bebas bagi satu satuan massa, yaitu, menyangkut jumlah
sifat termodinamik intensif yang bebas bagi zat tersebut: Jumlah sifat
termodinamik intensif bebas bagi zat yang dispesifikasikan sama dengan
jumlah modus kerja reversibel yang relevan ditambahkan dengan satu.
Sehingga tafsiran implikasi dari berbagai ungkapan yang dipakai: zat
yang dispesifikasikan berarti persentase dari setiap jenis molekul. Sifat
termodinamik berarti berbagai sifat zat yang relevan dengan energi dan
dengan berbagai tingkat keadaan termodinamik yang berada dalam
kesetimbangan. Sama seperti penjelasan sebelumnya, hanya berbagai modus
kerja reversibel yang relevan saja yang diperhitungkan. Aturan ini
mengungkapkan jumlah sifat termodinamik intensif yang bebas, tidak berarti,
bahwa sembarang himpunan 𝑛 + 1 sifat intensif selalu dapat variabel dengan
bebas.

47
Untuk melukiskan dayaguna postulasi tingkat keadaan, tinjau suatu zat
yang mempunyai hanya modus kerja reversibel kompresi atau ekspansi (kerja
𝑝𝑑𝑉) yang relevan untuk diperhatikan. Aturan tersebut mengatakan bahwa
bagi zat sedemikian ada dua sifat termodinamik intensif yang variabel dengan
bebas. Penentuan harga sembarang dua sifat termo-dinamik intensif yang
variabel dengan bebas akan menetapkan harga dari semua sifat termodi-
namik intensif lainnya dari zat ini. Umpamanya penentuan volume spesifik,
tekanan dan semua sifat termodinamik intensif lainnya dari zat ini adalah
fungsi-fungsi yang unik dari 𝑢 dan 𝑣,
𝑇 = 𝑇(𝑢, 𝑣) 𝑝 = 𝑝(𝑢, 𝑣)
Berbagai tabel pada Tabel (T1 hingga T-8) menampilkan berbagai sifat
termodinamik berbagai jenis zat dalam berbagai bentuk. Nanti, lebih lanjut
dalam telaahan di buku ini, akan diperkenalkan sifat termodinamik lainnya
yaitu entropi. Entropi total suatu sistem akan dinyatakan dengan 𝑆, dan
entropi per satuan massa dengan 𝑠. Dengan demikian, 𝑠, adalah sifat
termodinamik intensif dan bagi berbagai zat dari jenis yang telah dibahas, 𝑠 =
𝑠(𝑢, 𝑣). Entropi merupakan ukuran bagi acak mikroskopik suatu zat, yang
dipandang sebagai fungsi energi dan volume.
Sebagai penerapan kedua dari postulasi tingkat keadaan, tinjau zat yang
mempunyai modus kerja reversibel berupa perubahan volume (kerja 𝑝𝑑𝑉). Zat
demikian akan mempunyai minimal tiga sifat termodinamik intensif yang
bebas: volume spesifik, energi dalam spesifik, tekanan, dan temperatur. Harga
semua sifat termodinamik intensif lainnya bergantung pada harga sifat-sifat
ini. Jadi,
𝑝 = 𝑝(𝑢, 𝑣, 𝑇) 𝑇 = (𝑢, 𝑣, 𝑠) 𝑠 = (𝑢, 𝑣, 𝑝)
Berbagai hubungan di antara berbagai sifat ini dinamakan persamaan tingkat
keadaan. Berbagai contoh persamaan demikian, dalam bentuk tabel diberikan
pada pada Tabel T-1 hingga T-8.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Berikan contoh dari suatu sifat yang relevan dengan tingkat keadaan
termodinamik dan suatu sifat yang tidak relevan dengan tingkat keadaan
termodinamik.
2. Berikan contoh dari sistem yang tidak seimbang dan contoh sistem yang
berada pada tingkat keadaan keseimbangan termodinamik.
3. Panas dan energi mempunyai hubungan dengan zat seeprti halnya hujan
dan air berhubungan dengan suatu reservoir. Jelaskan analogi ini!
4. Dapatkah tingkat keadaan suatu sistem berubah tanpa perpindahan
energi menembus batas-batas sistem itu?
5. Apakah yang dimaksud dengan modus kerja reversibel?
6. Apakah perbedaan di antara sifat intensif dan sifat ekstensif?

48
7. Kemukakan suatu cara untuk mengubah tekanan dan volume sjuatu gas
dengan bebas. Dapatkah tekanan dan volume diperlakukan sebagai sifat-
sifat yang bebas.

Soal-Soal
1. Dalam suatu penelitian mengenai sifat-sifat suatu cairan dilakukan
pemanasan dari 2 kg sample cairan tersebut dalam proses volume
konstan dari 800 hingga 850 K. Proses ini memerlukan energi sebagai
panas sebesar 11,2 watt-hour. Hitung beda energi dalam spesifik (J/kg) di
antara tingkat keadaan awal dan akhir.
2. Dalam suatu penelitian mengenai sifat-sifat dari suatu gas, 1,5 kg sample
gas dipanaskan pada volume konstan dari 600 hingga 620 oC. Hal ini
memerlukan masukan energi sebagai panas sebesar 37 kJ. Hitung beda
energi dalam spesifik di antara tingkat keadaan awal dan akhir.
3. Dalam mengkaji berbagai sifat suatu cairan, 2 kg sampel cairan ini
dipanaskan pada tekanan konstan 1 atm dari 500 hingga 600 K. Massa
jenis cairan adalah 608 kg⁄m3 pada tingkat keadaan awal dan 590 kg⁄m3
pada tingkat keadaan akhir. Diperlukan masukan energi sebagai panas
sebesar 42 kJ. Tentukan beda energi dalam spesifik di antara tingkat
keadaan awal dan akhir (kJ⁄kg).
4. Untuk menentukan berbagai dari sifat suatu gas yang rapat pada kisaran
tekanan tinggi, 4,5 kg gas ini dipanaskan pada 27,5 MPa dari 370℃ hingga
395℃. Volume gas pada tingkat keadaan awal dan akhir, masing-masing,
adalah 8,1 liter dan 9,3 liter, dan besarnya perpindahan energi panas ke
gas adalah 567 kJ. Tentukan beda energi dalam spesifik di antara tingkat
keadaan awal dan akhir.
5. Suatu sistem tertutup dengan massa 2 kg mengalami proses adiabatik.
Kerja oleh sistem adalah 30 kJ. Kecepatan sistem berubah dari 3 m/s
menjadi 15 m/s. Selama proses, elevasi sistem meningkat 45 meter. Jika
diketahui bahwa percepatan gravitasi 𝑔 = 9,8 m⁄s 2 , tentukan perubahan
energi dalam 𝑈 dalam kJ dan energi dalam spesifik 𝑢, dalam kJ/kg.
6. Kerja netto siklus tenaga sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 3.S7a
adalah 10.000 kJ, dan diketahui efisiensi termal 40%. Tentukan
perpindahan panas masuk 𝑄in dan ke luar 𝑄out , masing-masing dalam kJ.
7. Suatu siklus refrigerasi beroperasi sebagaimana ditunjukkan pada gbr.
3.S7b, terjadi perpindahan panas 𝑄in = 2.110 kJ dan 𝑄o𝑢𝑡 = 3.376 kJ.
Tentukan kerja netto yang diperlukan, dalam kJ, dan COP siklus.

49
Gambar 3.S7 Skematis diagram soal no. 8 dan 9
(a) Siklus tenaga dan (b) siklus refrigerasi

50
BAB IV
ANALISA ENERGI

4.1 Metodologi Umum


Prinsip kekekalan energi dan berbagai persamaan tingkat keadaan
memungkinkan pemecahan berbagai persoalan termodinamika. Analisa
energi pada hakekatnya adalah suatu prosedur baku di mana berbagai
perpindahan energi ke dan dari suatu sistem dan berbagai perubahan energi
di dalam sistem diperhitungkan. Dikenal dua jenis prosedur baku yang utama;
dalam analisa massa atur persamaan kekekalan energi dirumuskan bagi
sejumlah zat tertentu, sedangkan dalam analisa volume atur digunakan
daerah-daerah tertentu dalam ruang. Pada buku ini, uraian dimulai dengan
analisa energi bagi massa atur dan selanjutnya volume atur.
Langkah esensial dalam analisa massa atur adalah penentuan dari basis
waktu (time base). Ini dapat berupa suatu periode waktu yang diketahui, atau
jangka waktu yang diperlukan bagi terjadinya suatu gejala yang bisa saja
dilakukan atas dasar laju sesaat (instantaneous rate). Prosedur ini dilaksana-
kan dengan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan berbagai perpin-
dahan energi ke dan dari massa atur, dan suatu konvensi tanda selalu harus
ditetapkan untuk menyatakan arah berbagai aliran energi. hal yang penting
dalam suatu analisa energi adalah kemampuan untuk mengenali semua
perpindahan energi yang berlangsung serta berbagai perubahan yang terjadi
dan menghubungkannya secara matematis. Dalam menanggapi perubahan
energi digunakan konvensi kalkulus, di mana 𝑑𝑥 dan ∆𝑥 selalu menyatakan
peningkatan atau kenaikan dari harga 𝑥. ∆𝐸 selalu menyatakan peningkatan
energi yang terkandung dalam massa atur.
Sesudah pelaksanaan balans energi, langkah berikutnya adalah mencari
informasi lain secukupnya untuk menciutkan (mendekomposisi) persoalan
menjadi sebuah persamaan yang mudah dikerjakan. Informasi ini dapat
berupa berbagai persamaan tingkat keadaan, informasi mengenai hakekat
proses, atau informasi lain yang diperoleh dari penerapan prinsip kekekalan
massa, hukum Newton, atau berbagai prinsip fundamental lainnya terhadap
sistem. Dalam setiap analisa, berbagai idealisasi haruslah dibuat untuk
dekomposisi persoalan yang dihadapi hingga mudah diselesaikan. Berbagai
idealisasi tersebut harus jelas dipahami oleh analisawan maupun pembaca
analisa. Oleh karena itu daftar dari idealisasi-idealisasi yang dibuat sebaiknya
dicantumkan secara terinci pada awal suatu analisa.
Tak dapat dipungkiri betapa pentingnya membuat suatu sketsa analisa
yang baik dari sistem yang dianalisa lengkap dengan semua suku energinya
yang relevan. Sketsa yang baik sangat berharga untuk merumuskan pe,mikiran
analisawan mengenai proses yang berlangsung, untuk menjaga konsistensi

51
meliputi seluruh analisa, dan untuk menemukan berbagai langkah yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan analisa. Diagram kerja yang sama pentingnya
dengan sketsa sistem adalah pernyataan proses. Ini dapat berupa satu atau
lebih diagram yang menunjukkan apa yang terjadi terhadap zat yang berada di
dalam sistem pada bidang termodinamika yang sesuai. Penting dalam analisa
menentukan tingkat keadaan zat pada awal dan akhir dari proses, dan suatu
pernyataan proses sangat berguna untuk membantu analisawan menemukan
jalannya dalam memecahkan persoalan.
Sebagai ikhtisar, metodologi umum bagi analisa balans energi adalah
sebagai berikut.
− Definisikan sistem dengan teliti dan lengkap dengan menunjukkan batas-
batasnya di dalam suatu sketsas (massa atur atau volume atur);
− Tulis daftar idealisasi yang relevan;
− Tunjukkan berbagai aliran energi yang akan diikutsertakan dalam balans
energi dan cantumkan tanda bagi berbagai aliran energi tersebut pada
sketsa sistem;
− Nyatakan basis waktu bagi balans energi;
− Buat sketsa pernyataan proses;
− Tuliskan balans energi dengan menggunakan simbol-simbol yang tampil
pada sketsa sistem. Harus terdapat korespondensi satu-satu di antara
suku-suku persamaan dengan simnol-simbol pada sketsa; dan
− Himpun persamaan tingkat keadaan dan informasi lain yang diperlukan
untuk memungkinkan pemecahan persoalan.

4.2 Karakteristik Zat Sederhana


Untuk menerapkan balans energi terhadap suatu sistem yang ditinjau
memerlukan pengetahuan akan sifat-sifat dari sistem dan bagaimana sifat-
sifat termodimik tersebut saling dihubungkan. Cara analisa zat yang paling
sederhana adalah dengan mengandaikan zat sebagai hanya mempunyai satu
modus kerja saja. Zat yang sedemikian disebut zat sederhana yang dari
postulasi tingkat keadaan hanya mempunyai dua sifat termodinamik intensif
yang dapat merupakan variabel secara bebas.
Zat kompresibel sederhana adalah istilah yang digunakan bagi zat yang
mempunyai kerja reversibel yang berperan penting, dan kerja itu dikaitkan
dengan perubahan volume (kerja 𝑝𝑑𝑉). Teori zat kompresibel sederhana
dikembangkan untuk menghubungkan berbagai sifat termodinamik zat. Pada
hakekatnya tidak suatu zat pun dapat dikatakan sebagai sederhana secara
murni, walaupun demikian berbagai analisa rekayasa dapat dilakukan dengan
memandang berbagai zat yang terlibat sebagai zat kompresibel sederhana. Zat
kompresibel sederhana dapat berada dalam berbagai bentuk. Dalam bentuk
gas molekul-molekulnya saling berjauhan dan selalu bergerak dengan bebas.
Dalam keadaan sedemikian sedikit sekali energi yang dapat dikaitkan dengan
gaya-gaya antarmolekul. Molekul-molekul dalam bentuk cairan berada lebih

52
rapat satu dengan lainnya, tapi masih bebas untuk selalu bergerak. Diperlukan
masukan energi yang cukup banyak ke dalam cairan sebelum ikatan-ikatan
berbagai gaya antarmolekul itu dapat dipecahkan, dengan demikian cairan
lebih rapat dari gas. Dalam bentuk padat molekul-molekul terperangkap pada
posisi-posisi yang telah tertentu di dalam kisi (lattice) kristal. Peleburan suatu
bentuk padat dapat dicapai apabila energi yang cukup banyak dimasukkan ke
dalamnya sehingga molekul-molekulnya dapat dibebaskan dari berbagai
ikatan.

4.2.1 Diagram permukaan 𝒑-𝒗-𝑻


Gambar 4.1 merupakan diagram permukaan air. Karena adanya kesa-
maan di dalam perilaku sebagian besar zat, gbr. 4.1 dapat dianggap mewakili
persamaan tingkat keadaan grafik bagi suatu zat kompresibel sederhana.
Terlihat bahwa tekanan merupakan fungsi spesifik dari temperatur dan
volume. Terlihat pula bahwa temperatur campuran fase ganda ditentukan oleh
tekanan. Dengan kata lain, dalam daerah fase campuran, temperatur dan
tekanan tidak dapat dipilih secara bebas. Pemetaan hubungan fungsional 𝑝 =
𝑝(𝑇, 𝑣) memerlukan diagram berdimensi tiga, walaupun berbagai gambar
proyeksi, lebih tepat bagi pemakaian kuantitatif. Persamaan tingkat keadaan
𝑝 = 𝑝(𝑇, 𝑣) tampil sebagai suatu permukaan dalam ruang 𝑝-𝑣-𝑇.

Gambar 4.1 Permukaan ruang 𝑝-𝑣-𝑇 zat komptresibel sederhana


Terdapat daerah pada diagram permukaan pada gbr. 4.1 yang diberi
tanda padat, cair, dan uap (gas). Pada daerah ini fase tunggal ini, keadaan ini
ditentukan oleh sifat-sifat: tekanan, volume spesifik, dan temperatur, karena
kesemuanya bebas jika berada pada fase tunggal. Lokasi di antara fase tunggal
adalah daerah dua fase di mana ada dua fase dalam kesetimbangan: air-uap,
padat-cair, dan padat-uap. Dua fase dapat saling berimpit selama perubahan
fase, seperti: penguapan (perubahan wujud dari cair ke uap), mencair
(perubahan wujud dari padat ke cair), dan sublimasi (perubahan wujud dari
padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu). Di dalam daerah dua fase,

53
tekanan dan temperatur tidaklah bebas, perubahan satu sifat akahn diikuti
perubahan yang lain.
Berbagai tingkat keadaan di mana perubahan fase mulai atau berakhir
dinamakan tingkat keadaan jenuh (saturation state). Temperatur dan tekanan
tertinggi di mana fase gas dan cair berimpitan dengan jelas mendefinisikan
titik kritis (critical point), di mana tiga fase dapat terjadi pada garis
kesetimbangan yang disebut garis tripel (gbr. 4.2a). Daerah berbentuk kubah
pada gbr. 4.2b yang dibatasi oleh garis cairan jenuh dan garis uap jenuh
dinamakan kubah uap (vapor dome). Garis yang membatasi kubah uap
disebut garis cair jenuh (saturated liquid lines) dan garis uap jenuh (saturated
vapor lines). Pada titik tertinggi kubah, di mana garis caie jenuh dan garis uap
jenuh bertemu adalah titik kritid. Temperatur kritis 𝑇c dari suatu zat adalah
temperatur maksimum di mana fase cair dan uap saling berhimpitan dalam
kesetimbangan. Tekanan pada titik kritis disebut tekanan kritis, 𝑝c , dan
volume spesifik padfa keadaan ini disebut volume spesifik kritis, 𝑣c . Nilai-nilai
titik kritis ini untuk beberapa zat diberikan pada Tabel T-1 di dalam Lampiran.

Gambar 4.2 Diagram fase 𝑝-𝑇 dan 𝑝-𝑣 zat kempresibel sederhana
Dalam berbagai sistem termodinamika, seorang analisawan terutama
akan berurusan dengan fase cair, campuran, dan uap atau gas. Daerah di
sebelah kanan kubah uap (gbr. 4.3) disebut daerah uap panas lanjut
(superheated steam). Di sebelah kiri garis cair jenuh zat dikatakan berada
pada tingkat keadaan cair subdingin (subcooled liquid). Pada umumnya,
berbagai tingkat keadaan pada garis cair jenuh dinotasikan dengan subskrip f
dan berbagai tingkat keadaan pada garis uap jenuh dengan subskrip g. Beda di
antara berbagai sifat uap jenuh dan cair jenuh dinotasikan dengan subskrip fg.
Umpamanya, untuk volume spesifik dan energi dalam spesifik campuran
dinyatakan sebagai:
𝑣𝑓𝑔 = 𝑣𝑔 − 𝑣𝑓
𝑢𝑓𝑔 = 𝑢𝑔 − 𝑢𝑓

54
Gambar 4.3 Kubah uap dalam bidang 𝑝-𝑣

4.2.2 Berbagai sifat campuran


Sifat-sifat dari campuran cair uap dapat langsung dibaca dari berbagai
persamaan, grafik, dan tabel. Sebagai cara alternatif, sifat-sifat campuran
dapat dihitung dari berbagai fase-fase individualnya yang dinyatakan dalam
berbagai tabel jenuh, asal saja jumlah relatif dari setiap afse yang ada dalam
campuran sudah diketahui. Dalam hubungan ini, diperkenalkan suatu sifat
tambahan, yaitu kualitas, yang didefinisikan sebagai pecahan dari massa total
campuran yang berada dalam bentuk uap jenuh. Simbol 𝑥 biasanya digunakan
untuk menotasi-kan sifat dari campuran ini, yaitu:
𝑥
𝑚uap
= (4.1)
𝑚cair + 𝑚uap
Jadi, volume spesifik dan energi dalam spesifik suatu zat kompresibel
sederhana yang berada dalam fase campuran dinyatakan sebagai:
𝑣 = (1 − 𝑥)𝑣𝑓 + 𝑥𝑣𝑔
𝑢 = (1 − 𝑥)𝑢𝑓 + 𝑥𝑢𝑔
Dengan menggunakan sifat kualitas, 𝑥 = 𝑚uap ⁄𝑚, dan 𝑚cair ⁄𝑚 = 1 − 𝑥,
pernyataan tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai:
𝑣 = (1 − 𝑥)𝑣𝑓 + 𝑥𝑣𝑔 = 𝑣𝑓 + 𝑥(𝑣𝑔 − 𝑣𝑓 ) (4.2)

Contoh Soal 4.1


Tentukan fase dari sistem zat kompresibel sederhana H 2O pada kondisi
tekanan 𝑝 = 500 kPa dan temperatur 𝑇 = 200℃. Tempatkan pada diagram 𝑝-
𝑣 dan 𝑇-𝑣.

55
Penyelesaian
Dari Lampiran pada Tabel T-4, diketahui temperatur jenuh pada 𝑝 =
500 kPa = 5 bar adalah 𝑇jenuh = 151,86℃, sehingga zat H2O berada pada
kondisi uap panas lanjut (superheated steam). Jika dinyatakan pada diagram
𝑝-𝑣 dan 𝑇-𝑣 adalah:

Gambar 4.S1 Diagram 𝑝-𝑣 dan 𝑇-𝑣 contoh soal 4.1

Contoh Soal 4.2


Suatu wadah tertutup dengan volume 0,5 m 3 ditempatkan di atas kompor
listrik. Awalnya, wadah dijaga pada fase campuran uap air jenuh pada 𝑝1 =
1 bar dengan kualitas 𝑥 = 50%. Setelah pemanasan, tekanan di dalam wadah
menunjukkan 𝑝2 = 1,5 bar. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram
𝑇-𝑣 dan tentukan:
(a) Temperatur, dalam ℃, pada setiap keadaan;
(b) Massa uap air yang ada pada setiap keadaan;
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, tentukan tekanan, dalam bar, saat wadah
dijaga hanya pada keadaan uap jenuh.
Penyelesaian
Asumsi:
1. Air di dalam wadah merupakan sistem tertutup;
2. Keadaan 1, 2, dan 3 berada dalam kesetimbangan;
3. Volume wadah tetap konstan.
Skematis diagram dari data yang diberikan ditunjukkan pada gbr. 4.S2.
Analisis: Dua sifat bebas diperlukan untuk menunjukkan keadaan 1 dan 2.
Pada keadaan awal, tekanan dan kualitas diketahui. Keadaan 1 ditunjukkan
pada diagram 𝑇-𝑣. Volume spesifik keadaan 1 diperoleh menggunakan kualitas
yang diberikan menggunakan pers. 4.2, maka:

56
Gambar 4.S2a Diagram contoh soal 4.2

𝑣1 = 𝑣𝑓1 + 𝑥(𝑣𝑔1 − 𝑣𝑓1 )


Dari Tabel T-3 pada 𝑝1 = 1 bar, 𝑣𝑓1 = 1,0432 × 10−3 m3 ⁄kg dan 𝑣𝑔1 =
1,694 m3 ⁄kg, maka:
𝑣1 = 1,0432 × 10−3 + 0,5(1,694 − 1,0432 × 10−3 ) = 0,8475 m3 ⁄kg
Pada keadaan 2, tekanan diketahui. Sifat lain diperlukan untuk menyatakan
volume spesifik 𝑣2 . Volume dan massa masing-masing konstan, sehingga 𝑣1 =
𝑣2 = 0,8475 m3 ⁄kg. Pada 𝑝2 = 1,5 bar, dari Tabel T-3, memberikan data 𝑣𝑓2 =
1,0582 × 10−3 dan 𝑣𝑔2 = 1,159 m3 ⁄kg. Karena 𝑣𝑓2 < 𝑣2 < 𝑣𝑔2 , sehingga
keadaan 2 haruslah berada pada dua fase. Keadaan 2 juga telah ditunjukkan
pada diagram 𝑇-𝑣 di atas.
(a) Karena keadaan 1 dan 2 berada dalam dua fase, yaitu fase cair-uap, maka
temperaturnya berhubungan dengan temperatur jenuh pada temperatur
yang diberikan. Dari Tabel T-3 dapat ditentukan bahwa:
𝑇1 = 99,63℃ dan 𝑇2 = 111,4℃ ⊲
(b) Untuk memperoleh massa uap air yang ada, didapatkan dengan
menggunakan data volume total dan volume spesifik yang dtelah
dihitung, sehingga:
𝑉 0,5 𝑚3
𝑚= = = 0,59 kg
𝑣 0,8475 m3 ⁄kg
Dengan mengaplikasikan pers. 4.1 dan nilai kualitas yang diberikan,
massa uap pada keadaan 1 adalah:
𝑚𝑔1 = 𝑥1 𝑚 = 0,5(0,59 kg) = 0,259 kg ⊲
Massa uap pada keadaan 2 diperoleh dengan menentukan kualitas 𝑥2 .
Untuk menentukan 𝑥2 , diperoleh dari data volume spesifik pada tekanan
𝑝2 = 1,5 bar, di mana pada Tabel T-3 diperoleh 𝑣𝑓2 = 1,0528 ×
10−3 m3 ⁄kg dan 𝑣𝑔2 = 1,159 m3 ⁄kg, sehingga:
𝑣 − 𝑣𝑓2
𝑥2 =
𝑣𝑔2 − 𝑣𝑓2

57
0,8475 − 1,0528 × 10−3
= = 0,731
1,159 − 1,0528 × 10−3
Maka, dari pers. 4.1 diperoleh:
𝑚𝑔2 = 𝑥2 𝑚 = 0,731(0,59 kg) = 0,431 kg ⊲
(c) Jika panas dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh,
sebagaimana ditunjukkan pada diagram 𝑇-𝑣 (gbr. 4.S2). Sehingga,
tekanan akan berkorelasi dengan tekanan jenuh. Pada 𝑣1 = 𝑣2 = 𝑣3 =
𝑣𝑔 = 0,8475 m3 ⁄kg, dari interpolasi linier (gbr. 4.S2b) diperoleh:
(2,5 − 2,0)bar (𝑝3 − 2,0) bar
kemiringan = =
(0,7187 − 0,8857) m3 ⁄kg (0,8475 − 0,8857) m3 ⁄kg
0,5 bar (𝑝 − 2,0) bar
= 3
=
−0,167 m ⁄kg −0,038 m3 ⁄kg
(−0,038 m3 ⁄kg)
(𝑝3 − 2,0) bar = 0,5 bar ∙
(−0,167 m3 ⁄kg)
𝑝3 = {0,5 bar ∙ (0,228)} + 2,0 bar = 2,114 bar ⊲

Gambar 4.S2b Interpolasi linier contoh 4.2

4.3 Analisa Energi Massa Atur


Berikut diberikan contoh analisa energi massa atur terhadap penguapan
pada tekanan konstan. Tiga kg H2O dalam sistem piston silinder (gbr. 4.4a)
mula-mula berada pada tingkat keadaan cair jenuh 0,6 MPa (gbr. 4.4b). Energi
ditambahkan secara perlahan sebagai panas ke air, dan piston bergerak
sedemikian sehingga tekanan tetap konstan (gbr. 4.4c). Berapa besarnya kerja
yang dilakukan air, dan berapa banyak energi yang harus dipindahkan sebagai
panas untuk mengubah air tersebut ke tingkat keadaan uap jenuh, akan
diberikan penjelasannya. Dalam kasus ini, bisa saja dipilih air bersama piston
sebagai massa atur. Karena yang ingin diketahui adalah berbagai perpindahan
energi ke air, sedangkan piston hanyalah alat untuk memperta-hankan agar
tekanan tetap konstan, maka pada kasus ini dipilih air (tanpa piston) sebagai

58
massa atur. Perubahan tingkat keadaan yang terjadi ditampilkan oleh
pernyataan prosesnya, yang ditunjukkan pada bidang 𝑝-𝑣 (gbr. 4.4d).

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4.4 Penguapan air pada tekanan konstan

Untuk dapat memecahkan persoalan ini diidealisasikan bahwa energi


potensial gravitasi dari air dapat diabaikan dibandingkan dengan berbagai
perubahan energi dalam yang terlibat. Air diidealisasikan berkelakuan seperti
zat kompresibel sederhana dan bahwa tingkat keadaan keseimbangan berlaku
pada awal dan akhir proses. Dengan penerapan berbagai idealisasi tersebut,
balans energi, yang dirumuskan untuk periode yang meliputi terjadinya
proses, adalah:
𝑄 = 𝑊 + ∆𝑈
masukan energi = keluaran energi + perubahan energi dalam
dengan ∆𝑈 = 𝑚(𝑢2 − 𝑢1 ).
Tingkat keadaan awal dan akhir ditetapkan dari Tabel T-3, pada tingkat
keadaan awal (cair jenuh pada 0,6 MPa):
𝑝1 = 6 bar = 6 × 105 N⁄m2 𝑇1 = 432 𝐾 (158,9 ℃)
𝑢1 = 669,90 kJ⁄kg 𝑣1 = 1,101 × 10−3 m3 ⁄kg
Dan pada tingkat keadaan akhir (uap jenuh pada 0,6 MPa) adalah:
𝑝2 = 6 bar = 6 × 105 N⁄m2 𝑇2 = 432 K (158,9 ℃)
𝑢2 = 2.567,4 kJ⁄kg 𝑣2 = 0,3157 m3 ⁄kg
Perhatikan bahwa volume air sangat meningkat dalam proses ini.
Sekarang dapat dihitung besarnya penambahan energi netto ke air,
tetapi pada tahap ini belum dapat ditentukan besarnya pertambahan sebagai
panas dan besarnya energi yang dikeluarkan sebagai kerja. Karena tekanan
tetap konstan selama proses, kerja yang dilakukan air adalah:
2 2 2
𝑊 = ∫ 𝑑𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = 𝑚 ∫ 𝑝𝑑𝑣
1 1 1

Karena tekanan konstan, maka:


𝑊 = 𝑚𝑝(𝑣2 − 𝑣1 )
Jadi kerja yang dilakukan adalah:

59
N m3
𝑊 = 3 kg ∙ 6 × 105 ∙ (0,3157 − 1,101 × 10 −3 )
m2 kg
= 566,300 J = 566,3 kJ
Akhirnya dapat dihitung besarnya penambahan energi sebagai panas, yaitu:
𝑄in = 𝑊 + 𝑚(𝑢2 − 𝑢1 )
= 566,3 kJ + 3kg ∙ (2.567,4 − 669,90) kJ⁄kg = 6.259 kJ
Perpindahan energi sebagai panas seharusnya dapat dihitung langsung
apabila dari semula diperkenalkan besaran entalpi (h), yang didefinisikan
sebagai:
𝐻 = 𝑈 + 𝑝𝑉
ℎ = 𝑢 + 𝑝𝑣
Sehingga, 𝑄in = 𝑚(ℎ2 − ℎ1 ) = 3kg ∙ (2.756,8 − 670,56) kJ⁄kg = 6.259 kJ
Perhatikan bahwa perpindahan energi sebagai panas (per satuan
massa0 ke suatu zat kompresibel sederhana selama suatu proses tekanan
konstan adalah sama dengan peningkatan entalpinmya. Harga-harga ℎ1 dan
ℎ2 dapat dibaca dari tabel T-3. Jadi besarnya perpindahan energi sebagai
panas yang diperlukan untuk menguapkan satu satuan massa suatu zat
kompresibel sederhana pada tekanan konstan adalah tak lain ℎ𝑔 − ℎ𝑓 = ℎ𝑓𝑔
dan kadang-kadang dinamakan entalpi penguapan zat tersebut.

4.4 Transformasi Volume Atur


Volume atur adalah sembarang daerah ruang yang dibatasi, daerah ini
dapat bergerak, sedangkan bentuk dan volumenya dapat berubah. Tetapi, yang
lazim diketahui adalah volumen atur yang bentuk dan ukurannya tetap dan
kedudukannya tetap terhadap suatu sumbu referensi. Jadi, kasus khusus ini
yang terlebih dahulu akan ditinjau di sini. Tinjau volume atur yang batas-
batasnya tetap dalam ruang stasioner (tidak bergerak). Zat mengalir
menembus batas volume atur ini pada dua bagian seperti ditunjukkan pada
gbr. 4.5.

60
𝒅𝑬𝑪𝑽

Gambar 4.5 Sebuah volumen atur

Andaikan bahwa berbagai arus aliran (gbr. 4.5) mempunyai satu


dimensi pada penampang di mana massa melintasi batas volume atur.
Andaikan pula bahwa tekanan yang diterapkan fluida terhadap dinding-
dinding pipa sama dengan gaya per satuan luas penampang imajiner yang
melintang pipa (dengan mengabaikan efek viskos). Perpindahan energi
sebagai panas terjadi melintasi batas-batas volume atur melalui sisi masuk dan
ke luar. Andaikan pula bahwa batas volume atur dapat dipilih sedemikian rupa
sehingga kerja yang timbul dengan berbagai gerakan batas oleh gesekan
tangensial dapat diabaikan. Jadi berbagai batasan penting telah dilakukan,
walaupun demikian, semua batasan tersebut dapat nanti ditiadakan dengan
perluasan analisa secara lebih mendalam.
Untuk menjabarkan pernyataan kekekalan massa yang tepat bagi
volume atur, tinjau dua waktu yang berbeda secara infinitesimal, 𝑡 + 𝑑𝑡, dan
kemudian terapkan prinsip kekekalan energi terhadap suatu massa atur. Kerja
dilakukan terhadap massa atur oleh poros berputar dan juga oleh gerakan
tegaklurus dari batas massa atur pada dua penampang di mana zat mengalir
ke dalam dan ke luar volume atur. Balans energi untuk massa atur,
dirumuskan untuk periode waktu 𝑑𝑡, berbentuk:
(𝑃𝐴)1 𝑉1 𝑑𝑡 + 𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 + 𝑑𝑄
= (𝑃𝐴)2 𝑉2 𝑑𝑡 + 𝑑𝐸𝐶𝑉 (4.3)
masukan keluaran pertambahan energi
energi energi yang terkandung
di sini 𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 menyatakan perpindahan energi sebagai kerja melalui poros
berputar.
Dalam transformasi volume atur semua suku balans energi ini ingin
dinyatakan dalam sifat-sifat volume atur (bukan massa atur). Energi yang
terkandung di dalam massa atur pada saat 𝑡 identik dengan energi yang berada
dalam volume atur pada saat tersebut. Pada saat 𝑡 + 𝑑𝑡, energi dalam massa

61
atur sama dengan energi dari zat yang terkandung dalam batas volume atur
saat 𝑡 + 𝑑𝑡, ditambah dengan energi zat yang terkandung dalam daerah 1,
dikurangi dengan energi zat yang terkandung dalam daerah 1. Oleh karena itu
per. 4.3 dapat dinyatakan:
𝑝 𝑝
𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 + 𝑑𝑄 + (𝐴𝜌𝑉)1 (𝑒 + ) 𝑑𝑡 = (𝐴𝜌𝑉)2 (𝑒 + ) 𝑑𝑡 + 𝑑𝐸𝐶𝑉
𝜌 1 𝜌 2
dengan 𝑒 menyatakan energi total zat per satuan massa. Suku-suku 𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
dan 𝑑𝑄 menyata-kan berbagai perpindahan energi yang menembus batas-
batas yang tumpah tindih di antara massa atur (CM) dan volume atur (CV),
jadi menembus batas volume atur dalam interval waktu 𝑑𝑡. Substitusi
pernyataan untuk 𝑑𝐸𝐶𝑀 , maka:
𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 + 𝑑𝑄 + [(𝑒 + 𝑝𝑉)𝑑𝑚]in = [(𝑒 + 𝑝𝑉)𝑑𝑚]out + 𝑑𝐸𝐶𝑉 (4.4)
masukan energi keluaran energi pertambahan energi
yang terkandung
Persamaan (4.4) dapat dipandang sebagai persamaan kekekalan energi untuk
volume atur (control volume, CV) yang dirumusakan untuk periode waktu
tertentu. Persamaan (4.4) dapat pula ditampilkan sebagai balans energi
dengan basis laju setelah semua sukunya dibagi dengan dt, sebagai:
𝑑𝐸
𝑊poros + 𝑄̇ + [𝑚̇(𝑒 +̇ 𝑝𝑉)]in = [𝑚̇(𝑒 + 𝑝𝑉)]out + ( ) (4.5)
𝑑𝑡 𝐶𝑉
laju masukan energi laju keluaran energi laju pertambahan
kandungan energi

Contoh Soal 4.3


Suatu tanki kaku yang diisolasi baik dengan volume 0,3 m3 berisi air jenuh
pada 100℃. Air diaduk hingga pada tekanan 1,5 bar. Tentukan temperature
pada keadaan akhir, dalam ℃, dan kerja selama proses, dalam kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.3S.
Asumsi:
a. Air berada dalam sistem tertutup;
b. Keadaan awal dan akhir verada dalam kesetimbangan. Tidak ada
perubahan energi kinetik dan potensial;
c. Tidak perpindahan panas ke lingkungan; dan
d. Volume tanki tetap konstan.

62
Gambar 4.3S Skematis diagram contoh soal 4.3
Analisis: Untuk menentukan keadaan kesetimbangan, nilai-nilai dari dua
sifat intensif bebas diperlukan.Volume spesifik awal dan akhir sama karena
volume dan massa total tak berubah selama proses. Keadaan awal dan akhir
ditempatkan pada diagram 𝑝-𝑣 dan 𝑇-𝑣 (gbr. 4.3s). Dari Tabel T-2, pada
temperatur 100 oC, maka:
𝑣1 = 𝑣2 = 1,673 m3 ⁄kg, yaitu sama dengan 𝑣𝑔 pada 100 oC
𝑢1 = 𝑢𝑔 (100℃) = 2506,5 kJ⁄kg
Dengan menggunakan data bahwa 𝑣1 = 𝑣2 maka dengan interpolasi dari Tabel
T-4 yaitu pada 𝑝2 = 1,5 bar diperoleh:
𝑝2 = 1,5 bar
3⁄
𝑣 (m kg) 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(℃)
1,570 2.717,2 240
1,673 𝑢2 𝑇2
1,695 2778,6 280

(1,695 − 1,570) m3 ⁄kg (2.778,6 − 2.717,2) kJ⁄kg


3
=
(1,673 − 1,570) m ⁄kg (𝑢2 − 2.717,2) kJ⁄kg
0,125 61,4 kJ⁄kg
=
0,103 (𝑢2 − 2.717,2) kJ⁄kg
0,125 ∙ (𝑢2 − 2.717,2) kJ⁄kg = 0,103 ∙ 61,4 kJ⁄kg
(0,125𝑢2 − 339,65) kJ⁄kg = 6,3242 kJ⁄kg
(6,3242 + 339,65) kJ⁄kg
𝑢2 = = 2.767,79 kJ⁄kg ⊲
0,125
Dengan cara yang sama:

63
(1,695 − 1,570) m3 ⁄kg (280 − 240)℃
3
=
(1,673 − 1,570) m ⁄kg (𝑇2 − 240)℃
0,125 40 ℃
=
0,103 (𝑇2 − 240)℃
0,125 ∙ (𝑇2 − 240)℃ = 0,103 ∙ 40 ℃
0,125𝑇2 − 30℃ = 4,12℃
(4,12 + 30)℃
𝑇2 = = 272,96 ℃ ⊲
0,125
Maka, dengan asumsi 2 dan 3, kesetimbangan energi menjadi:
∆𝑈 + ∆𝐸𝑘 + ∆𝐸𝑝 = 𝑄 − 𝑊
𝑊 = −(𝑈2 − 𝑈1 ) = −𝑚(𝑢2 − 𝑢1 )
Massa air diperoleh dari volume dan volume spesifik, yaitu:
𝑉 0,3 m3
𝑚= = = 0,179 kg
𝑣1 1,673 m3 ⁄kg
Sehingga:
𝑊 = −0,179 kg (2.767,79 − 2506,5) kJ⁄kg = −46,77 kJ ⊲
Tanda minus (−) menunjukkan bahwa energi dipindahkan oleh kerja
pengaduk ke dalam sistem.

4.5 Kekekalan Massa pada Volume Atur


Kesetimbangan laju massa pada volume atur dinyatakan pada gbr. 4.6,
yang menun-jukkan volume atur dengan aliran massa masuk pada 𝑖 dan aliran
ke luar pada 𝑒. Jika diterapkan terhadap volume atur, prinsip kekekalan massa
dinyatakan sebagai:
laju perubahan waktu laju waktu alir
[ massa yang dikandung ] = [ massa melintasi ] −
volume atur pada waktu 𝑡 masuk 𝑖 pada waktu 𝑡
laju waktu alir
[ massa ke luar ]
𝑒 pada waktu 𝑡
Massa yang terkandung di dalam volume atur pada waktu 𝑡 dinyatakan dengan
𝑚cv (𝑡), yang dengan mengaplikasikan prinsip kekekalan massa dapat
dinyatakan sebagai:
𝑑𝑚cv
𝑑𝑡
= 𝑚̇𝑖 − 𝑚̇𝑒 (4.6)
dengan 𝑚̇𝑖 dan 𝑚̇𝑒 adalah laju alir massa sesaat pada inlet dan outlet, dalam
satuan massa per satuan waktu kg⁄s.

64
Gambar 4.6 massa inlet dan outlet pada volume atur
Jika suatu zat mengalir masuk atau ke luar volume atur mengikuti
idealisasi berikut, aliran katakanlah satu dimensi: (1) aliran tegaklurus
terhadap batas pada lokasi di mana massa masuk atau ke luar volume atur, (2)
semua sifat-sifat intensif, meliputi kecepatan dan volume spesifik sama di
setiap posisi menggunakanm nilai rata-rata, baik pada sisi inlet maupun
outlet. Oleh karena itu analisa volume atur dipilih sedemikian sehingga
pendekatan idealisasi ini menjadi tepat. Gambar 4.7 mengilustrasikan aliran
satu dimensi. Luasan yang dilalui massa zat dinotasikan A. Simbol V
menunjukkan nilai tunggal kecepatan aliran udara, 𝑇 dan 𝑣 menun-jukkan
masing-masing nilai temperatur dan volume spesifik aliran udara. Jika aliran
satu dimensi, laju alir massa dapat dinyatakan sebagai:
𝑚̇
𝐴𝑉
= (aliran satu dimensi) (4.7)
𝑣
atau dalam bentuk rapat massa, pers. (4.7) dapat dinyatakan:
𝑚̇ = 𝜌𝐴𝑉 (aliran satu dimensi) (4.8)
Pada banyak sistem rekayasa dapat pula sistem diidealisasikan pada kondisi
tunak (steady state), yang berarti semua sifat tak berubah terhadap waktu.

Gambar 4.7 Ilustrasi model aliran satu dimensi


Contoh Soal 4.4
Suatu pemanas air pengisi boiler (feedwater) beroperasi pada kondisi steady
memiliki dua inlet dan satu outlet. Pada inlet 1, uap air masuk pada 𝑝1 = 7 bar,

65
𝑇1 = 200℃ dengan laju alir massa 40 kg⁄s. Pada inlet 2, air fase cair pada 𝑝2 =
7 bar, 𝑇2 = 40℃ masuk melalui suatu luasan 𝐴2 = 25 cm2 . Air pada fase cair
jenuh pada 𝑝3 = 7 bar ke luar dengan laju volume 0,06 m3 ⁄s. Tentukan laju
alir massa pada inlet 2 dan pada outlet 3 serta kecepatan air pada inlet 2, dalam
satuan m⁄s.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.4S.

Gambar 4.4S Volume atur air pengisi boiler pada kondisi steady
Analisis: kesetimbangan laju alir massa dari gbr. 4.4S dapat dinyatakan
sebagai:
𝑑𝑚cv
= 𝑚̇1 + 𝑚̇2 − 𝑚̇3
𝑑𝑡
𝑚̇2 = 𝑚̇3 − 𝑚̇1
Laju alir massa 𝑚̇1 diketahui, laju alir massa pada sisi ke luar (outlet) dapat
dihitung dari laju alir volumetrik:
(𝐴𝑉)3
𝑚̇3 =
𝑣3
dengan 𝑣3 adalah volume spesifik pada sis ke luar yang diasumsikan aliran satu
dimensi. Dari Tabel T-3, pada 𝑝3 = 7 bar, maka 𝑣3 = 1,108 × 10−3 m3 ⁄kg,
sehingga:
0,06 m3 ⁄s
𝑚̇3 = = 54,15 kg⁄s
1,108 × 10−3 m3 ⁄kg
Laju alir massa pada inlet 2 menjadi:
𝑚̇2 = 𝑚̇3 − 𝑚̇1 = (54,15 − 40) kg⁄s = 14,5 kg⁄s ⊲
Untuk aliran satu dimensi pada 2, 𝑚̇2 = 𝐴2 𝑉2 ⁄𝑣2 , sehingga:
𝑚̇2 𝑣2
𝑉2 =
𝐴2

66
Volume spesifik pada keadaan 2 dapat diperoleh dari Tabel 2, di mana pada
𝑇2 = 40℃ diperoleh 𝑣2 = 1,0078 × 10−3 m3 ⁄kg, sehingga:
(14,5 kg⁄s)(, 0078 × 10−3 m3 ⁄kg) 104 cm2
𝑉2 = ∙| | = 5,7 m⁄s ⊲
25 cm2 1 m2

4.6 Analisa Volume Atur Kondisi Steady


Pada keadaan tunak (steady state) kondisi massa di dalam volume atur
dan pada batas sistem tidak berubah terhadap waktu. Laju alir massa dan laju
perpindahan energi dalam bentuk panas dan kerja juga tetap terhadap waktu.
Sehingga bisa jadi tidak ada akumulasi massa di dalam volume atur, sehingga
𝑑𝑚cv ⁄𝑑𝑡 = 0 dan kesetimbangan laju massa pers. (4.6) dapat dinyatakan
dalam bentuk:
∑ 𝑚̇𝑖
𝑖

= ∑ 𝑚̇𝑒 (4.9)
𝑒
(laju massa masuk) = (laju massa ke luar)
Hal ini juga, pada keadaan steady, 𝑑𝐸cv ⁄𝑑𝑡 = 0, sehingga pers. (4.9) dapat
ditulis:
V𝑖2
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + ∑ 𝑚̇𝑖 (ℎ𝑖 + + 𝑔𝑧𝑖 )
2
𝑖
V𝑒2
− ∑ 𝑚̇𝑒 (ℎ𝑒 + + 𝑔𝑧𝑒 ) (4.10a)
2
𝑒
atau, pers. (4.10a) dapat dinyatakan dalam bentuk:
V𝑖2 V𝑒2
𝑄̇cv − 𝑊̇cv + ∑ 𝑚̇𝑖 (ℎ𝑖 + + 𝑔𝑧𝑖 ) = ∑ 𝑚̇𝑒 (ℎ𝑒 + + 𝑔𝑧𝑒 ) (4.10b)
2 2
𝑖 𝑒
Persamaan (4.10) menegaskan bahwa pada kondisi steady, laju total massa
masuk volume atur sama dengan total laju alir massa ke luar sistem. Atau
dengan kata lain, pers. (4.10) menegaskan bahwa laju total energi yang
dipindahkan ke dalam volume atur sama dengan laju total energi yang
dikelurakan dari sistem.
Banyak penerapan penting yang meliputi satu inlet, satu outlet volume
atur pada kondisi steady. Kesetimbangan laju massa dinyatakan dalam bentuk
𝑚̇1 = 𝑚̇2 , yaitu laju alir massa pada outlet 2 harus sama dengan pada inlet 1.
Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk:
(V12 − V22 )
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ1 − ℎ2 ) + + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )] (4.11a)
2
atau, jika dibagi dengan laju alir massa, pers. (4.11a) dapat dinyatakan sebagai:

67
𝑄̇cv 𝑊̇cv (V12 − V22 )
0= − + (ℎ1 − ℎ2 ) + + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 ) (4.11b)
𝑚̇ 𝑚̇ 2
Entalpi (ℎ), energi kinetik, dan energi potensial pada pers. (4.11) muncul
sebagai perbedaan antara nilai-nilai pada sisi masuk (inlet) dan sisi ke luar
(outlet). Ini mengilustrasikan bahwa titik acuan yang digunakan untuk
menetapkan nilai-nilai enthalpi spesifik, kecepatan, dan elevasi dinyatakan
sama yang digunakan untuk sisi inlet dan outlet. Pada pers. (4.11b), perban-
dingan 𝑄̇cv ⁄𝑚̇ dan 𝑊̇cv ⁄𝑚̇ adalah laju perpindahan energi per satuan massa
yang mengalir melalui volume atur.

4.6.1 Nosel dan difuser


Nosel dan difuser adalah sebuah komponen mekanis yang fungsinya
utamanya untuk mengatur arah dan karakteristik dari aliran fluida. Nosel
digunakan untuk meningkatkan kecepatan aliran fluida sesuai dengan tekanan
yang diberikan sedangkan difuser digunakan sebaliknya untuk menurunkan
kecepatan fluida (gas dan cairan). Gambar 4.8 menunjukkan sebuah nosel
yang mana luas penampang berkurang dalam arah aliran dan sebuah difuser
yang mana laluan dinding aliran membesar. Nosel dan difuser digunakan pada
aliran fluida kecepatan tinggi dibentuk dari bagian konvergen diikuti bagian
divergen banyak ditemui di dalam penerapan bidang keteknikan (misalnya
dalam fasilitas wind tunnel).

Gambar 4.8 Ilustrasi nosel dan difuser


Pada nosel dan difuser, bentuk 𝑊̇cv dikeluarkan dari persamaan energi
dan perubahan energi potensial dalam banyak kasus diabaikan. Pada keadaan
steady, kesetimbangan laju alir massa dan energi dapat dinyatakan:
𝑑𝑚cv
= 𝑚̇1 − 𝑚̇2
𝑑𝑡
𝑑𝐸cv V12 V22
= 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇1 (ℎ1 + + 𝑔𝑧2 ) − 𝑚̇2 (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
𝑑𝑡 2 2
dengan 1 menunjukkan inlet dan 2 outlet. Dengan mengkombinasikan ini ke
dalam pernyataan tunggal dan mengeluarkan perubahan energi potensial,
maka:

68
𝑄̇cv 𝑉12 − 𝑉22
0= + (ℎ1 − ℎ2 ) + ( ) (4.12)
𝑚̇ 2
dengan 𝑚̇ adalah laju alir massa. Bentuk 𝑄̇cv ⁄𝑚̇ menunjukkan perpindahan
panas dengan lingkungannya per satuan massa yang mengalir melalui nosel
atau difuser.
Contoh Soal 4.5
Uap menuju konvergen-divergen nosel yang beroprasi pada keadaan tunak
(steady state) dengan 𝑝1 = 40 bar, 𝑇1 = 400℃ dan kecepatan 10 m/s. Uap
mengalir melalui nosel dengan perpindahan panas dan perubahan energi
potensial yang diabaikan. Pada sisi ke luar diketahui 𝑝2 = 15 bar dengan
kecepatan 665 m/s. Diketahui laju alir massa 2 kg/s. Tentukan luasan ke luar
nosel, dalam m2 .
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.5S.

Gambar 4.5S Skematis diagram contoh soal 4.5


Asumsi:
1. Volume atur ditunjukkan pada gbr. 4.5S pada kondisi steady.
2. Perpindahan panas diabaikan dan 𝑊̇cv = 0
3. Perubahan energi potensial dari sisi masuk dan ke luar diabaikan.
Analisis. Luasan sisi ke luar dapat ditentukan dari laju alir massa 𝑚̇ yang
dapat ditentukan dari:
𝑚̇𝑣2
𝐴2 =
𝑉2
Untuk menentukan 𝐴2 dari persamaan ini memerlukan nilai volume spesifik
𝑣2 pada sisi ke luar. Keadaan pada sisi ke luar ditentunkan oleh nilai dua sifat
intensif bebas, yaitu tekanan 𝑝2 yang diketahui dan nilai enthalpi spesifik ℎ2
yang ditentukan dari kesetimbangan laju energi pada kondisi steady:
𝑉12 𝑉22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) − 𝑚̇ (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2

69
dengan 𝑄̇cv dan 𝑊̇cv diabaikan dengan memperhatikan asumsi 2. Perubahan
energi potensial juga diabaikan, sehingga persamaan akan menjadi:
𝑉12 − 𝑉22
0 = (ℎ1 − ℎ2 ) + ( )
2
𝑉12 − 𝑉22
ℎ2 = ℎ1 + ( )
2
dari Tabel T-4, ℎ1 = 3.213,6 kJ⁄kg. Kecepatan V1 dan V2 diketahui, masukkan
nilai-nilai tersebut dan konvsersikan satuan energi kinetik ke kJ⁄kg, sehingga:
kJ (10)2 − (665)2 m 2 1N 1 kJ
ℎ2 = 3.213,6 +[ ]( ) | || |
kg 2 s 1 kg ∙ m⁄s 2 103 N ∙ m
= (3.213,6 − 221,1) kJ⁄kg = 2.992,5 kJ⁄kg
Akhirnya, dari Tabel T-4 pada 𝑝2 = 15 bar dengan ℎ2 = 2.992,5 kJ⁄kg, maka
volume spesifik pada sisi ke luar 𝑣2 = 0,1627 m3 ⁄kg, sehingga luasan sisi ke
luar menjadi:
(2 kg⁄s)(0,1627 m3 ⁄s)
𝐴2 = = 4,89 × 10−4 m2 ⊲
665 m⁄s

4.6.2 Turbin.
Turbin adalah suatu peralatan mekanis yang bekerjanya dikembangkan
sebagai hasil dari fluida (gas atau cair) yang bergerak melalui serangkaian
sudu-sudu yang dipasang pada poros bebas untuk berputar. Skematik diagram
turbin gas atau turbin uap aliran aksial ditunjukkan pada gbr. 4.9a. Turbin
secara luas digunakan di dalam instalasi pembangkit tenaga uap, instalasi
pembangkit tenaga gas, dan mesin-mesin pesawat terbang. Di dalam
penerapan-penerapan tersebut, uap panas lanjut (superheated steam) atau
gas menuju turbin dan berekspansi ke tekanan outlet yang lebih rendah
sedemi-kian sehingga dihasilkan tenaga. Suatu turbin hidraulik dipasang di
dalam suatu sistem bendungan yang ditunjukkan pada gbr. 4.9b. Pada
penerapan turbin hidraulik ini, air jatuh mengalir melalui propeller
mengakibatkan poros berputar dan dihasilkan kerja.
Turbin hidraulik (gbr. 4.9b) berfungsi untuk mengubah energi potensial
fluida menjadi energi mekanik. Gaya jatuh atau gaya aliran fluida yang
mendorong atau memutar baling-baling menyebabkan turbin berputar.
Perputaran turbin ini dihubungkan ke generator untuk mengubah energi
mekanik menjadi energi listrik. Pada turbin keadaan steady, laju
kesetimbangan energi dan massa menggunakan pers. (4.11b). Saat gas yang
menjadi fluida kerjanya, perubahan energi potensial diabaikan. Dengan
penentuan pemilihan batas volume atur pada turbin, perubahan energi kinetik
biasanya cukup kecil dan perpindahan panas di antara turbin dan lingkungan-
nya yang tidak dapat diabaikan serta perubahan enthalpi yang menjadi
perhatian sebagaimana ditunjukkan pada contoh soal berikut ini.

70
(a) (b)
Gambar 4.9 Skematis diagram turbin
(a) Turbin aliran aksial dan (b) Turbin hidraulik

Contoh Soal 4.6


Uap menuju turbin yang beroperasi pada kondisi steady dengan laju alir 4.600
kg/h. Turbin bekerja dengan menghasilkan tenaga 1.000 kW. Pada sisi masuk,
tekanan 60 bar dan tempera-tur 400oC, dan kecepatan 10 m/s. Pada sisi ke
luar, tekanan menjadi 0,1 bar, kualitas uap 0,9 (90%) dan kecepatan 50 m/s.
Hitung laju perpindahan panas di antara turbin dan lingkungannya, dalam
kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.6S.
Asumsi:
(1) Volume atur ditunjukkan pada gbr. 4.6S dalam keadaan steady.
(2) Perubahan energi potensial dari sisi masuk dan ke luar turbin dapat
diabaikan.

Gambar 4.6S Skematis diagram contoh soal 4.6


Analisis. Untuk menentukan laju perpindahan panas, dimulai dengan satu
sisi masuk, satu sisi ke luar, dengan kesetimbangan laju energi untuk volume
atur pada kondisi setady

71
V12 V22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ (ℎ1 + + 𝑔𝑧2 ) − 𝑚̇ (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2
dengan 𝑚̇ adalah laju aliran massa. Selesaikan untuk 𝑄̇cv dan keluarkan
perubahan energi potensial dari sisi masuk dan ke luar, maka:
V12 − V22
𝑄̇cv = 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ1 − ℎ2 ) + ( )]
2
Menggunakan Tabel T-4, pada 𝑝1 = 60 bar dan 𝑇1 = 400℃, maka ℎ1 =
3.177,2 kJ⁄kg. Pada keadaan 2 pada keadaan campuran dua fase cair-gas, dari
Tabel T-3 dan kualitas 90%, maka:
ℎ2 = ℎ𝑓2 + 𝑥2 (ℎ𝑔2 − ℎ𝑓2 )
= [191,83 + 0,9(2392,8)] kJ⁄kg = 2.345,4 kJ⁄kg
Sehingga,
ℎ2 − ℎ1 = (2.345,4 − 3.177,2) kJ⁄kg = −831,8 kJ⁄kg
Perubahan energi kinetik, menggunakan data kecepatan:
V12 − V22 (50)2 − (10)2 m2 1N 1 kJ
( )=[ ]( 2 )| 2
|| 3 | = 1,2 kJ⁄kg
2 2 s 1 kg ∙ m⁄s 10 N ∙ m
Menentukan 𝑄̇cv dari hasil perhitungan yang telah diperoleh:
kg kJ 1h
𝑄̇cv = (1.000 kW) + [(4.600 ) (−831,8 + 1,2) ( ) | |]
h kg 3600 s
= −61,3 kW ⊲

4.6.3 Kompresor dan pompa


Kompresor merupakan alat mekanik di mana input kerja digunakan
untuk menghasilkan fluida gas bertekanan dengan cara menghisap dan
memampatkannya. Gambar 4.10 menunjukkan beberapa jenis kompresor:
kompresor torak (reciprocating compressor), kompresor aliran aksial (axial
flow compressor), dan kompresor sentrifugal (centrifugal compressor). Pada
pompa, input kerja digunakan untuk memindahkan fluida cair yang
melewatinya dengan cara menaikkan kecepatannya. Baik pada kompresor
maupun pompa, perubahan energi kinetik dan potensial spesifik dari sisi inlet
dan outlet relatif kecil dibandingkan dengan kerja per satuan massa fluida
yang melewatinya. Dua contoh ilustrasi berikut, memberikan cara analisis
daya yang dibutukan untuk menggerakkan kompresor dan pompa.

72
(a) (b) (c)
Gambar 4.10 Jenis-jenis kompresor
(a) kompresor torak, (b) kompresor aliran aksial, (c) kompresor sentrifugal

Contoh Soal 4.7


Udara menuju sebuah kompresor udara (air compressor) yang beroperasi
pada keadaan steady pada tekanan 1 bar, temperatur 290 K, dan kecepatan 6
m/s melalui inlet dengan luas penampang 0,1 m 2. Pada sisi outlet, tekanan 7
bar, temperatur 450 K, dan kecepatan 2 m/s. Perpindahan panas dari
kompresor ke lingkungannya terjadi pada laju 180 kJ/min. Anggap udara
merupakan gas ideal, tentukan daya input yang dibutuhkan kompresor, dalam
kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.7S.
Asumsi:
(1) Volume atur ditunjukkan pada gbr. 4.7S dalam keadaan steady.
(2) Perubahan energi potensial dari sisi masuk dan ke luar kompresor dapat
diabaikan.
(3) Udara dianggap sebagai gas ideal.

Gambar 4.7S Skematis diagram contoh soal 4.7


Analisis: untuk menentukan daya input pada kompresor, dimulai dengan
kesetimbangan laju energi untuk satu inlet, satu outlet volume atur pada
kondisi steady:
V12 V22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) − 𝑚̇ (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2
(V12 − V22 )
𝑊̇cv = 𝑄̇cv + 𝑚̇ [(ℎ1 − ℎ2 ) + ]
2
Perubahan energi potensial dari sisi inlet ke sisi outlet dikeluarkan
berdasarkan asumsi 2. Laju alir massa 𝑚̇ dapat ditentukan dari data yang
diberikan pada sisi inlet dan dengan menerapkan persamaan gas ideal:
𝐴1 𝑉1 𝐴1 𝑉1 𝑝1 (0,1 m2 )(6 m/s)(105 N/m2 )
𝑚̇ = = = = 0,72 kg/s
𝜐1 (𝑅̅ ⁄𝑀)𝑇1 (8.314 N ∙ m⁄28,97 kg ∙ K)(290 K)

73
Enthalpi spesifik ℎ1 dan ℎ2 diperoleh dari Tabel T-8, di mana pada 𝑇1 = 290 K
maka ℎ1 = 290,16 kJ/kg dan pada 𝑇2 = 450 K maka ℎ2 = 451,80 kJ/kg.
Substitusikan nilai-nilai ini ke dalam 𝑊̇cv , maka:
kJ 1 min kg kJ
𝑊̇cv = (−180 )| | + (0,72 ) [(290,16 − 451,80) ] +
min 60 s s kg
62 − 22 m2 1N 1 kJ
( )( 2 )| || |
2 𝑠 1 kg ∙ m⁄s 2 103 N ∙ m
kJ kg kJ
= −3 + (0,72 ) (−161,64 + 0,02)
s s kg

kJ 1 kW
= −119,4 | | = −119,4 kW ⊲
s 1 kJ
s
Contoh Soal 4.8
Suatu pompa membawa air pada laju volumetrik 0,05 m3/s melalui sebuah
pipa inlet yang berdiameter 18 cm yang terletak 100 m di atas pipa outlet yang
berdiameter 15 cm. Tekanan pada inlet dan outlet pompa sebesar 1 bar dengan
temperatur air 20oC. Tentukan daya pompa yang diperlukan, dalam kW, jika
diketahui percepatan gravitasi g = 9,81 m/s2.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.8S.
Asumsi:
(1) Volume atur ditunjukkan pada gbr. 4.8S dalam keadaan steady.
(2) Air adalah zat tak mampu mampat (incompressible fluids).
Analisis: menggunakan persamaan energi keadaan steady:
𝑉12 − 𝑉22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ2 − ℎ1 ) + ( ) + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )]
2
Karena 𝑇 dan 𝑝 konstan, sehingga ℎ juga konstan. Sehingga:
𝑉12 − 𝑉22
𝑊̇cv = 𝑚̇ [( ) + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )]
2

74
Gambar 4.8S Skematis diagram contoh soal 4.8
Pada temperatur air 𝑇1 = 𝑇2 = 20 ℃, dari Tabel T-2, volume spesifik 𝑣1 = 𝑣2 =
1,0018 × 10−3 m3 ⁄kg maka:
(𝐴𝑉)2 (0,05 m3 ⁄s) kg
𝑚̇ = = = 49,41
𝜐2 (1,0018 × 10−3 m3 ⁄kg) s
karena 𝑉2 = 𝑉1 , dengan demikian (𝐴𝑉)2 = (𝐴𝑉)1 = 0,05 m3 ⁄s, sehingga:
(𝐴𝑉)2 (0,05 m3 ⁄s)
𝑉2 = = = 1,965 m⁄s
𝐴2 π(0,182 ⁄4) m2
dan

(𝐴𝑉)1 (0,05 m3 ⁄s)


𝑉1 = = = 2,829 m⁄s
𝐴1 π(0,152 ⁄4) m2
maka
kg 2,8292 − 1,9652 m m
𝑊̇cv = 49,41 ∙ [( ) ( ) + 9,81 2 ∙ (−100 m)] ∙
s 2 s s
1N 1 kJ 1 kW
| 2
|| 3 || |
1 kg ∙ m⁄s 10 N ∙ m 1 kJ⁄s
= −48,9 𝑘𝑊 ⊲

4.6.4 Penukar kalor


Peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi di antara fluida-
fluida dengan perpindahan panas karena perbedaan temperatur dinamakan
penukar kalor (heat exchanger). Satu jenis penukar kalor yang umum adalah
bejana (vessel) di mana fluida panas dan dingin dicampur secara langsung.
Beberapa jenis penukar kalor lainnya ditunjukkan pada gbr. 4.11. Interaksi

75
perpindahan energi pada kondisi batas volume atur penukar kalor terjadi
akibat aliran fluida masuk dan ke luar. Sehingga, bentuk 𝑊̇cv dapat diasum-
sikan sama dengan nol, demikian pula perubahan energi potensial dan energi
kinetik dapat diabaikan. Contoh berikut akan memberikan ilustrasi analisa
sistem penukar kalor.

Gambar 4.11 Jenis penukar kalor yang umum


(a) Penukar kalor kontak langsung, (b) Penukar kalor tubing dengan tubing aliran tak searah, (c)
Penukar kalor tubing dengan tubing aliran sejajar, dan (d) Penukar kalor aliran tak sejajar

Contoh Soal 4.9


Uap menuju kondensor suatu instalasi pembangkit uap pada 0,1 bar dengan
kualitas uap 0,95% dan kondensat ke luar pada 0,1 bar dan 45 oC. Air
pendingin menuju kondensor dalam aliran terpisah sebagai cairan pada 20 oC
dan ke luar pada 35 oC dengan tidak ada perubahan tekanan. Perpindahan
panas dari lingkungan luar kondensor dan perubahan energi kinetik dan
potensial dari aliran fluida dapat diabaikan. Untuk operasional keadaan
steady, tentukan:
(a) perbandingan laju alir massa air pendingin dan air kondensat.
(b) laju perpindahan energi dari air pendingin dan air kondensat, dalam
kJ/kg uap yang melewati kondensor.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.9S.

76
Gambar 4.9S Skematis diagram contoh soal 4.9
Asumsi:
(1) Setiap dua volume atur yang ditunjukkan pada gbr. 4.9S dalam keadaan
steady.
(2) Tidak ada perpindahan panas yang signifikan di antara kondensor dan
lingkungannya, dan 𝑊̇cv = 0.
(3) Perubahan energi kinetik dan potensial aliran fluida masuk dan ke luar
dapat diabaikan.
(4) pada keadaan 2, 3, dan 4, ℎ ≈ ℎf (𝑇)
Analisis: Aliran uap dan air pendingin tidak bercampur. Maka, laju
kesetimbangan untuk setiap kedua aliran pada keadaan steady dinyatakan
sebagai berikut.
𝑚̇1 = 𝑚̇2 dan 𝑚̇3 = 𝑚̇4
(a) Perbandingan laju alir massa air pendingin terhadap laju alir massa uap
kondensasi, 𝑚̇3 ⁄𝑚̇1 diperoleh dari keadaan steady kesetimbangan laju
energi pada kondensor:
V12 V32
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ 1 (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) + 𝑚̇ 3 (ℎ3 + + 𝑔𝑧3 )
2 2
V22 V42
−𝑚̇ 2 (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 ) − 𝑚̇ 4 (ℎ4 + + 𝑔𝑧4 )
2 2
Bagian yang dicoret dikeluarkan berdasarkan asumsi 2 dan 3. Dengan
penyederhanaan ini, bersama dengan hubungan laju alir massa,
kesetimbangan laju energi menjadi:
0 = 𝑚̇ 1 (ℎ1 − ℎ2 ) + 𝑚̇ 3 (ℎ3 − ℎ4 )

77
diselesaikan, akan diperoleh:
𝑚̇3 ℎ1 − ℎ2
=
𝑚̇ 1 ℎ4 − ℎ3
Enthalpi spesifik ℎ1 dapat ditentukan menggunakan kualitas uap yang
diberikan dan data dari Tabel T-3 pada 𝑝1 = 0,1 bar, maka ℎf =
191,83 kJ⁄kg dan ℎg = 2.584,7 kJ⁄kg, sehingga:
kJ kJ
ℎ1 = [191,83 + 0,95 ∙ (2.584,7 − 191,83) ] = 2.465,1
kg kg
Menggunakan asumsi 4, enthalpi spesifik pada 2 adalah ℎ2 = ℎf (𝑇2 ) =
188,45 kJ⁄kg, ℎ3 = ℎf (𝑇3 ) = 83,96 kJ⁄kg dan ℎ4 = ℎf (𝑇4 ) = 146,68 kJ⁄kg.
Sehingga:
𝑚̇3 2.465,1 − 188,45 2.276,65
= = = 36,3 ⊲
𝑚̇ 1 146,68 − 83,96 62,72
(b) Untuk volume atur yang meliputi sisi uap dari kondensor saja, kesetim-
bangan laju energi pada keadaan steady adalah:
V12 V22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ 1 (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) − 𝑚̇ 2 (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2
Bagian yang dicoret dikeluarkan berdasarkan asumsi 2 dan 3. Kombinasi
persamaan ini dengan 𝑚̇ 1 = 𝑚̇ 2 , pernyataan untuk laju perpindahan
energi di antara uap kondensasi dan air pendingin menjadi:
𝑄̇cv = 𝑚̇ 1 (ℎ2 − ℎ1 )
Dibagi dengan laju alir massa uap, 𝑚̇ 1 , dan substitusikan nilainya, maka:

𝑄̇cv kJ kJ
= (188,45 − 2.465,1 ) = −2.276,7 ⊲
𝑚̇ 1 kg kg
di mana tanda minus menunjukkan bahwa energi dipindahkan dari uap
kondensat ke air pendingin.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan tingkat keadaan itu? Berapakah sifat
termodinamik intensif yang bebas yang dimiliki oleh suatu zat sederhana?
2. Apakah yang dimaksud dengan fase? Aapak kubah uap itu? Apakah uap
panas lanjut itu? Apakah tingkat keadaan superkritis itu? Apakah cairan
jenuh itu?
3. Apa yang terjadi apabila suatu cairan jenuh dipanaskan pada tekanan
konstan? Apakah yang terjadi apabila cairan itu didinginkan pada
tekanan konstan?
4. Apakah yang akan terjadi apabila suatu cairan jenuh dipanaskan pada
volume konstan?

78
5. Menurut saudara apakah yang akan terjadi apabila suatu uap jenuh
dikompresikan secara adibatik? Apa yang terjadi apabila uap tersebut
diekspansikan secara adibatik?
6. Mengapa cairan dan uap dalam suatu campuran dari zat yang sama
mempunyai tekanan dan temperatur yang sama?apakah dua gas yang
berada dalam campuran masing-masing akan menerapkan tekanan yang
sama?
7. Apabila es dimasukkan ke dalam suatu panci bertekanan (pressure
cooker) yang panas dan campuran dibiarkan dingin di atas tungku,
apakah tingkat keadaan akhirnya akan mencapai titik triple?
8. Mengapa secara sembarang energi suatu zat dipilih sebagai berharga nol
pada suatu titik? Bagaimanakah titik ini harus digambarkan (tekanan,
temperatur, atau keduanya)?

Soal-Soal
1. Uap menuju suatu turbin melalui sebuah pipa (duct) berdiameter 0,2 m.
Kecepatan uap adalah 100 m/s, tekanan uap 14 MPa, dan temperatur uap
600oC. Uap ke luar turbin melalui pipa berdiameter 0,8 m dengan
tekanan 500 kPa dan temperatur 180oC. Jika operasional turbin pada
keadaan steady, tentukan:
(a) kecepatan uap di sisi ke luar, dalam m/s;
(b) laju alir massa uap, dalam kg/h.
2. Uap menuju nosel yang beroperasi pada keadaan steady pada tekanan 3
MPa, temperatur 320oC dan kecepatan masuk diabaikan. Uap ke luar
nosel dengan laju alir 2,22 kg/s pada tekanan 1,5 MPa, dan kecepatan 500
m/s. Dengan mengabaikan perpindahan panas dan energi potensial,
tentukan:
(a) temperatur uap ke luar, dalam oC;
(b) luas permukaan sisi ke luar nosel, dalam cm 2.
3. Udara berekspansi dengan laju alir massa 10 kg/s melalui sebuah turbin
dari 5 bar, 900 K ke 1 bar, 600 K. Kecepatan masuk sangat kecil
dibandingkan dengan kecepata ke luar yang sebesar 100 m/s. Turbin
beroperasi pada keadaan steady. Perpindahan panas dari turbin ke
lingkungan dan pengaruh energi potensial diabaikan. Hitung daya yang
dihasilkan turbin, dalam kW, dan luas permukaan sisi ke luar, dalam m 2.
4. Sebuah kompresor beroperasi pada keadaan steady dengan amonia
sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur pada sisi masuk dan ke luar
masing-masing adalah 2 bar, 0oC dan 12 bar, 60oC. Laju alir volumetrik
refrigerant (amonia) adalah 0,5 m3/min. Perpindahan panas dari
komprsor terjadi pada laju 5 kJ per kg aliran refrigerant. Dengan
mengabaikan pengaruh energi kinetik dan potensial, hitung daya
kompresor, dalam kW.

79
5. Suatu pompa yang beroperasi secara steady memompa air dari suatu
sumur pada laju alir volumetrik 1.000 liter/menit melalui suatu pipa inlet
berdiameter 125 cm. Air dipindahkan melalui hose dengan konvergin
nosel. Keluaran nosel berdiameter 25 cm yang terletak pada 150 m di atas
pipa inlet. Air masuk pada 22oC, 1 atm dan ke luar tanpa ada perubahan
temperatur dan tekanan. Tentukan kecepatan air masuk dan ke luar
pompa, dalam m/s, serta daya pompa yang diperlukan, dalam kW, jika
diketahui percepatan gravitasi g = 9,81 m/s2.
6. Uap pada 120 bar, 520oC, menuju volume atur yang beroperasi pada
keadaan steady dengan laju alir volumetrik 460 m3/min. Dua puluh dua
persen laju alir massa yang masuk ke luar pada 10 bar, 220 oC, dengan
kecepatan 20 m/s. Sisanya ke luar pada lokasi yang lain pada 0,06 bar,
kualitas 86,2%, dan kecepatan 500 m/s. Tentukan diameter setiap sisi ke
luar pipa (duct), dalam meter.
7. Suatu pemanas air pengisi terbuka (open feedwater heater) beroperasi
pada keadaan steady dengan air cair masuk pada sisi masuk 1 pada 50 oC
dan 1,0 MPa. Suatu aliran terpisah air masuk pada inlet 2 dengan
𝑚̇2 ⁄𝑚̇ 1 = 0,22 dan tekanan 1,0 MPa. Aliran tunggal air cair jenuh ke luar
dengan tekanan 1,0 MPa. Abaikan perpindahan panas dengan lingkungan
dan abaikan pengaruh energi kinetik dan potensial. Untuk aliran yang
masuk pada inlet 2, tentukan temepratur, dalam oC, uap panas lanjut,
atau kualitas, jika jenuh.
8. Uap pada 0,06 bar dan 50oC menuju kondensor yang beroperasi pada
keadaan steady dan berkondensasi ke cair jenuh pada 0,06 bar pada sisi
bagian luar pipa-pipa yang dilalui aliran air pendingin. Laju alir massa
uap adalah 90.720 kg/h. Akibat aliran uap melalui pipa-pipa, temperatur
air pendingin meningkat 7oC tanpa ada penurunan tekanan (pressure
drop). Dengan mengabaikan pengaruh energi kinetik dan potensial dan
mengabaikan perpindahan panas dari lingkungan kondensor, tentukan:
(a) laju alir massa air pendingin, dalam kg/h;
(b) Laju perpindahan energi, dalam kJ/h, dari uap kondensasi ke air
pendingin.

80
BAB V
ENTROPI DAN HUKUM KEDUA

5.1 Pengantar Hukum Kedua


Gagasan penting dalam ilmu pengetahuan adalah bahwa alam itu
berperilaku sedemi-kian sehingga dapat diprediksikan. Sejauh ini telah
ditunjukkan penggunaan analisa balans energi untuk memprediksikan
perubahan tingkat keadaan suatu sistem yang disebabkan oleh
berlangsungnya berbagai perpindahan energi sebagai panas dan kerja, atau
oleh berbagai perubahan spontan di dalam sistem. Dari pengalaman sehari-
hari diketahui bahwa walaupun beberapa perubahan tingkat keadaan dapat
berlangsung spontan dalam sistem terisolasi, tetapi, berbagai perubahan
dalam arah kebalikannya tidak pernah diamati kejadiannya. Oksigen dan
hidrogen selalu bereaksi membentuk air, tetapi hingga kini belum seorangpun
pernah melihat air mengurai secara spontan menjadi kedua elemen dasarnya.
Dengan analisa hukum pertama saja kemungkinan atau kemustahilan
berlangsungnya suatu proses belum dapat diungkapkan.
Dengan analisa hukum pertama saja kemungkinan atau kemustahilan
kelangsungan suatu proses belum dapat diungkapkan. Hukum pertama tidak
mampu menunjukkan arah dari perubahan waktu. Penjajagan gagasan ini
lebih lanjut merujuk kepada gbr. 5.1. Suatu benda yang jatuh akan bertambah
panas jika dihentikan saat membentur tanah. Tetapi belum seorangpun
pernah melihat suatu benda yang mendingin melompat sendiri ke atas.
Kemampuan untuk dapat membedakan proses yang tidak mungkin terjadi
dari berbagai proses yang mungkin berlangsung alamiah tentulah diperlukan
untuk kesempurnaan suatu teori prediktif tentang alam yang mapan. Hukum
kedua termodinamika menebarkan kerangka yang diperlukan bagi
pelaksanaan analisa jenis kedua tersebut. Balans energi bagi proses yang baru
diberikan adalah:
(𝑈 + 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 )𝐴 =
𝑈𝐵 (5.1)
energi awal energi akhir
dengan 𝑈 energi dalam total dari sistem, 𝐸𝑘 dan 𝐸𝑝 masing-masing adalah
menunjukkan energi kinetik dan potensial benda. Semua uraian tersebut di
atas rasional sekali kedengarannya.
Kini diberikan suatu proses yang kemungkinan berlangsungnya tidak
dapat diterima akal. Umpamakan uraian mulai dengan sistem 𝐵, yaitu suatu
sistem yang panas dan tak bergerak, dan sistem dibiarkan berubah ke tingkat
keadaan 𝐴, untuk mana semua bagian sistem lebih dingin sedang benda
bergerak. Balans energi untuk proses kedua ini adalah:

81
𝑈𝐵 = (𝑈 + 𝐸𝑘
+ 𝐸𝑝 )𝐴 (5.2)
energi awal energi akhir

Gambar 5.1 Proses spontan benda jatuh


Persamaan (5.1) dan (5.2) identik, jadi jika pers. (5.1) terpenuhi, demikian
pulalah halnya dengan pers. (5.2). Proses kedua tersebut, jelas tidak akan
pernah dapat berlangsung, tetapi prinsip kekekalan energi, yaitu hukum
pertama termodinamika, tidak mengungkapkan mengenai kemustahilan
terjadinya proses ini. Hukum pertama tidak peka terhadap arah proses.
Contoh ini akan ditelaah lebih lanjut lagi. Pada awal dari tingkat
keadaan 𝐴 sebagian besar energi berada dalam bentuk yang sangat
terorganisasi. Semua molekul massa 𝑚 berputar mengelilingi sumbu
perputaran, dan keteror-ganisasian ini memungkinkan penambahan energi
dengan mudah. Tetapi setelah sistem mencapai tingkat keadaan 𝐵, dalam
keadaan mana semua energi tak terorganisasi secara mikroskopik,
penambahan energi tersebut sebagai kerja berguna menjadi lebih sukar.
Dalam proses dari 𝐴 ke 𝐵 sesuatu telah hilang sehingga pengacakan energi
terorganisasi tercapai, kemampuan untuk melakukan energi berguna, hingga
suatu derajat tertentu telah hilang. Seiring dengan ini sesuatu telah
diproduksi, tingkat keadaan kekacauan (chaos) molekuler yang lebih besar.
Apabila kekacauan molekuler diproduksikan, kemampuan untuk melakukan
kerja berguna semakin berkurang.
Entropi adalah sifat zat yang mengukur derajat keacakan atau
ketidakteraturan pada tingkat mikroskopik. Entropi selalu diproduksikan oleh
semua proses. Berkaitan dengan produksi entropi adalah hilangnya
kemampuan untuk melakukan kerja berguna. Energi merosot ke bentuk yang
kurang berguna, dan kadangkala hal ini disebut sebagai penurunan dayaguna
energi (availability of energy). Gagasan yang menyatakan dapatnya entropi
diproduksi tetapi tidak pernah dapat dihancurkan, itulah, hukum
termodinamika yang kedua. Bertambah besarnya entropi mencerminkan

82
berkurangnya kemampuan manusia untuk mendayagunakan sejumlah energi
tertentu menjadi konversi kerja yang berguna.
Entropi dinotasikan dengan simbol 𝑆 dan produksi entropi oleh𝒫𝑆 . Jika
sistem terisolasi, oleh karena itu tidak ada entropi yang dapat mengalir dari
atau ke luar sistem, jadi setiap perubahan entropi di dalam sistem haruslah
timbul oleh karena adanya produksi entropi di bagian dalam. Sehingga entropi
adalah:
𝒫𝑆 = 𝑆akhir −
𝑆awal (5.3)
Hukum kedua mengharuskan produksi entropi ini sama atau lebih besar dari
nol, jadi:
𝑆akhir − 𝑆awal ≥ 0 (5.4)
Untuk sembarang sistem terisolasi, besarnya produksi entropi adalah sama
dengan perubahan entropi yang terkandung dalam sistem. Dengan demikian
hukum kedua untuk sistem yang diisolasi dapatlah dirumuskan kembali
sebagai:
∆𝑆
≥0 sistem terisolasi (5.5)
Dari kedua tanda pada pernyataan ini, pada umumnya ketidaksamaan yang
berlaku, artimnya berbagai proses di dalam sistem-sistem yang terisolasi akan
memproduksi entropi. Kesamaan berlaku untuk kasus limit yang khusus, yang
berkorespondensi dengan proses yang diidealisasikan sebagai melestarikan
entropi. Pernyataan (5.5) adalah bentuk matematika yang paling lazim bagi
hukum termodinamika yang kedua.

5.2 Pernyataan Hukum Kedua


Tiga pernyataan penting hukum kedua termodinamika adalah (1)
Clausius, (2) Kelvin-Planck, dan (3) pernyataan entropi. Pernyataan Clausius
dan Kelvin-Planck adalah rumusan yang sering digunakan dalam rekayasa
termodinamika. Pernyataan mereka sebelumnya telah dibahas dalam
matakuliah pengantar fisika. Meskipun pernyataan Clausius lebih sesuai
dengan pengalaman dan dengan demikian lebih mudah untuk menerima,
pernyataan Kelvin-Planck menyediakan cara yang lebih efektif untuk ke luar
dari deduksi hukum kedua yang terkait dengan siklus termodinamika yang
menjadi fokus dari bab ini. Pernyataan Kelvin-Planck juga mendasari
pernyataan entropi, yang merupakan bentuk paling efektif dari hukum kedua
untuk aplikasi rekayasa yang lebih luas.
Pernyataan Clausius dari hukum kedua menegaskan bahwa: Tidak
mungkin bagi sistem apapun untuk beroperasi sedemikian rupa sehingga satu-
satunya hasil adalah menjadi perpindahan energi panas dari benda yang lebih
dingin ke benda yang lebih panas. Pernyataan Clausius tidak mengesam-
pingkan kemungkinan mentransfer energi panas dari benda yang lebih dingin

83
ke benda yang lebih panas (gbr. 5.2). Namun, ketika terjadi perpindahan panas
tersebut, pasti memerlukan mesin untuk mencapai perpindahan panas dalam
sistem yang beroperasi dalam siklus termodinamika. Misalnya, pendinginan
makanan dilakukan oleh mesin pendingin yang digerakkan oleh motor listrik
yang membutuhkan kerja dari lingkungan untuk mengo-perasikannya.
Pernyataan Clausius menyiratkan bahwa tidak mungkin untuk membangun
sebuah mesin pendingin di mana siklus beroperasi tanpa masukan kerja.

Gambar 5.2 Pernyataan Clausius


Sebelum memberikan pernyataan Kelvin-Planck tentang hukum kedua,
konsep termal reservoir diperkenalkan. Reservoir termal, atau hanya
reservoir, adalah jenis khusus dari sistem yang selalu tetap pada temperatur
konstan meskipun energi ditambahkan atau dihilangkan dengan perpindahan
panas. Reservoir adalah suatu idealisasi, yang dapat didekati dengan beberapa
cara, misal oleh atmosfer bumi, air (sungai, danau, dan lautan), balok tembaga
besar, dan sistem yang terdiri dari dua fase pada tekanan tertentu (di mana
rasio massa dari dua fase berubah jika sistem dipanaskan atau didinginkan
pada tekanan konstan dan temperatur tetap konstan selama kedua fase berada
berdampingan). Sifat ekstensif dari reservoir termal, seperti energi dalam,
dapat berubah dalam interaksi dengan sistem lain meskipun reservoir
temperatur tetap konstan.
Setelah diperkenalkan konsep reservoir termal, disampaikan pernya-
taan Kelvin-Planck dari hukum kedua: Tidak mungkin bagi sistem apapun
untuk beroperasi dalam siklus termodinamika dan memberikan sejumlah
energi netto dalam bentuk kerja ke sekelilingnya saat menerima energi panas
dari reservoir termal tunggal. Pernyataan Kelvin-Planck tidak mengesam-
pingkan kemungkinan sistem berkembang dengan sejumlah kerja netto dari
perpindahan panas yang diambil dari reservoir tunggal. Pernyataan Kelvin-
Planck hanya menyangkal kemungkinan ini terjadi jika sistem tanpa
mengalami siklus termodinamika.
Pernyataan Kelvin-Planck dapat dinyatakan secara analitis. Perhatikan
sistem yang mengalami siklus sambil bertukar energi dengan perpindahan
panas pada reservoir tunggal sebagaimana yang ditunjukkan pada gbr. 5.3.
Dari sistem kesetimbangan energi, diperoleh:

84
𝑊siklus = 𝑄siklus (5.6)

Gambar 5.3 Pernyataan Kelvin-Planck


Dengan kata lain, kerja bersih yang dilakukan oleh (atau pada) sistem
yang menjalani siklus sama dengan perpindahan panas bersih ke (atau dari)
sistem. Meskipun keseimbangan energi siklus memungkinkan siklus kerja
bersih menjadi positif atau negatif, hukum kedua memberlakukan batasan,
seperti yang dipertimbangkan selanjutnya.
Ekuivalensi pernyataan Clausius dengan Kelvin-Planck ditunjukkan
pada gbr. 5.4. Perhatikan sistem gabungan yang ditunjukkan dengan garis
putus-putus pada gbr. 5.4, yang terdiri dari: reservoir panas dan dingin dan
dua alat. Sistem di sebelah kiri mentransfer energi 𝑄C dari reservoir dingin ke
reservoir panas dengan perpindahan panas tanpa efek lain yang terjadi. Sistem
di sebelah kanan beroperasi dalam siklus saat menerima 𝑄H (lebih besar dari
𝑄C ) dari reservoir panas, dan memberikan pekerjaan 𝑊siklus ke lingkungan.
Aliran energi pada gbr. 5.4 dalam arah yang ditunjukkan oleh panah.

Gambar 5.4 Equivalensi pernyataan Clausius dan Kelvin-Planck


Pernyataan entropi dari hukum kedua menyatakan: Tidak mungkin bagi
sistem apapun untuk beroperasi sedemikian sehingga entropi dihancurkan.
Oleh karena itu, istilah produksi entropi dari pers. 5.3 mungkin positif atau nol
tetapi tidak pernah negatif. Jadi, produksi entropi merupakan indikator
apakah suatu proses itu mungkin atau tidak mungkin. Seperti massa dan
energi, entropi dapat ditransfer melintasi batas sistem. Untuk sistem tertutup,

85
ada satu cara transfer entropi, yaitu, transfer entropi dengan perpindahan
panas yang menyertainya. Untuk volume atur, entropi juga ditransfer ke dalam
dan ke luar oleh aliran massa.

5.3 Proses Reversibel dan Ireversibel


Proses-proses yang tidak melanggar hukum kedua dapat diklasifikasi-
kan sebagai reversibel dan ireversibel. Konsep proses reversibel sangat penting
di dalam termodinamika, dan kemampuan untuk mengenal, mengevaluasi,
dan menciutkan ireversibilitas suatu proses merupakan hal yang esensial bagi
seorang termodinamikawan teknik yang kompeten.
Umpamakan bahwa sistem yang ditinjau adalah sistem yang diisolasi.
Hukum kedua mengatakan bahwa proses yang menciutkan entropi suatu
sistem yang diisolasi tidak mungkin terjadi. Misalkan suatu proses
berlangsung di dalam sistem yang diisolasi dalam arah yang dinamakan arah
maju. Apabila perubahan tingkat keadaan sistem adalah sedemikian rupa
sehingga entropi bertambah besar bagi proses maju, maka bagi proses mundur
(yaitu kebalikan perubahan tingkat keadaan) entropi akan berkurang. Oleh
karena itu proses mundur tidak mungkin terjadi, jadi dikatakan bahwa proses
maju adalah ireversibel. Apabila entropi tidak berubah selama proses maju
berlangsung, maka entropi tidak berubah pula selama proses kebalikannya,
dan proses dapat berlangsung dalam arah maju ataupun mundur tanpa
melanggar hukum kedua, proses sedemikian dinamakan reversibel. Proses
reversibel adalah proses yang tidak memproduksi entropi.
Karena proses reversibel tidak memproduksi entropi, disorganisasi
molekuler total di dalam sistem yang diisolasi tetap konstan. Tidak mungkin
mengetahui tingkat keadaan mana yang lebih dulu terjadi untuk proses
reversibel. Proses reversibel tidak meninggalkan jejak pada siklus waktu.
Proses reversibel adalah idealisasi, seperti halnya katrol tak berfriksi dan
kawat yang tak bertahanan. Proses reversibel dapat didekati hingga derajat
yang tinggi, umpamanya terdapat beberapa bukti bahwa pada berbagai
temperatur yang sangat rendah aliran arus listrik dapat emnjadi reversibel
secara sempurna. Arus yang dimulai dari sakelar (switch) tertutup yang
terbuat dari material superkonduktor telah diamati bertahan terus-menerus,
dan barangkali suatu proses yang reversibel secara sempurna.
Suatu proses ireversibel adalah proses yang tidak reversibel, yakni
proses yang memproduksi entropi. Semua proses yang real (dengan
pengecualian aliran arus superkon-duktor) adalah ireversibel hingga suatu
derjat tertentu, walaupun banyak proses yang dapat dianalisas dengan
ketelitian yang memadai atas dasar pengandaian reversibel. Beberapa proses
yang jelas ireversibel, meliputi: pencampuran dua gas, proses pembakaran,
friksi, dan perpin-dahan energi sebagai panas dari benda bertemperatur tinggi
ke benda bertemperatur rendah. Proses-proses ini dan beberapa proses lain
yang jelas ireversibel ditunjukkan pada gbr. 5.5. Setiap proses dari gbr. 5.5

86
menghasilkan pertambahan entropi dari sistema yang diisolasi, yaitu, suatu
produksi entropi.

(a) pencampuran dua gas (b) pembakaran spontan (c) friksi (d) perpindahan
panas
Gambar 5.5 Beberapa proses ireversibel
Pemahaman akan adanya ireversibilitas dari suatu proses riel (yang
sebenarnya) sangat penting dalam rekayasa. Ireversibiltas, atau ke luar dari
kondisi reversibilitas yang ideal mencerminkan pertambahan jumlah energi
yang tak terorganisasi dengan mengorbankan energi yang terorganisasi.
Energi yang terorganisasi (seperti energi suatu bobot yang diangkat ke
ketinggian tertentu) sangat mudah dikerahkan untuk kegunaan praktis. Energi
yang tak terorganisasi (seperti gerakan acak dari molekul-molekul di dalam
gas) memerlukan dilakukan-nya mobilisasi sebelum dapat digunakan secara
efektif. Oleh karena itu seorang rekayasawan selalu berusaha untuk
menciutkan ireversibilitas di dalam berbagai sistem untuk memperoleh
performansi yang lebih baik.
Contoh Soal 5.1
Suatu sistem terdiri atas bejana yang diisolasi yang pada awalnya berisi 4,22
kg uap jenuh pada 10 MPa dan 5,78 air jenuh pada 1 MPa. Berapakah produksi
entropi jika kemudian sistem berada pada keseimbangan.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.1S.
Asumsi:
(1) Volume atur yang ditunjukkan pada gbr. 5.1S dalam keadaan steady.
(2) Tidak ada perpindahan panas yang signifikan di antara bejana dan
lingkungannya 𝑄̇cv = 0 dan kerja pada sistem, 𝑊̇cv = 0.
Pada tingkat keadaan awal:
Cairan jenuh 𝐴 = 5,78 kg pada 1 MPa (10 bar), dari Tabel T-3, temperatur
179,9oC.
𝑢 = 761.68 kJ⁄kg
𝜐 = 1,1273 × 10−3 m3 ⁄kg
𝑠 = 2,1387 kJ⁄(kg ∙ K)

87
Gambar 5.1S Skematis diagram contoh soal 5.1
Uap jenuh 𝐵 = 4,22 kg pada 10 MPa (100 bar), dari Tabel T-4, temperatur
311,06 oC :
𝑢 = 2544,4 kJ⁄kg
𝜐 = 0,01803 m3 ⁄kg
𝑠 = 5,6141 kJ⁄(kg ∙ K)
Sehingga, energi total, volume dan entropi dari sistema sewaktu verada pada
tingkat keadaan awal (1) adalah:
kJ kJ
𝑈1 = (5,78 kg ∙ 761.68 ) + (4,22 kg ∙ 2544,4 ) = 15.140 kJ
kg kg
m3 m3
𝑉1 = (5,78 kg ∙ 1273 × 10−3 ) + (4,22 kg ∙ 0,01803 ) = 0,0826 m3
kg kg
kJ kJ kJ
𝑆1 = (5,78 kg ∙ 2,1387 ) + (4,22 kg ∙ 5,6141 ) = 36,07
kg ∙ K kg ∙ K K
Tingkat keadaan akhir (2) ditentukan dengan analisa hukum pertama. Karena
sistem diisolasi, balans energi menghasilkan:
𝑈2 = 𝑈1 dan 𝑉2 = 𝑉1
Jika seluruh sistem berada dalam kesetimbangan pada akhir proses, dengan
Mtot = 4,22 + 5,78 = 10 kg. Oleh karena itu energi dalam dan volume dapat
dipakai untuk menentukan tingkat keadaan 2. Energi dalam spesifik dan
volume spesifik pada tingkat keadaan akhir menjadi:
𝑈2 15.140 kJ kJ
𝑢2 = = = 1.514
Mtot 10 kg kg
𝑉2 0,0826 m3 m3
𝜐2 = = = 0,00826
Mtot 10 kg kg
Sekarang 𝑢2 dan 𝜐2 telah menetapkan tingkat keadaan akhir. Harga 𝑢2 adalah
sedemikian sehingga dapat dipastikan bahwa tingkat keadaan akhir adalah
campuran cairan uap, yang seimbang pada suatu tekanan yang berada di

88
antara 10 dan 1 MPa. Dengan mencoba berbagai tekanan diperoleh tekanan
akhir adalah 𝑝akhir = 6 MPa, sebagai berikut:
𝜐𝑓 = 1,3187 × 10−3 m3 ⁄kg 𝜐𝑔 = 0,03244 m3 ⁄kg
𝑢𝑓 = 1.205,4 kJ⁄kg 𝑢𝑔 = 2.589,7 kJ⁄kg
𝑠𝑓 = 3,0267 kJ⁄(kg ∙ K) 𝑠𝑔 = 5,8892 kJ⁄(kg ∙ K)
dari 𝜐2 dihitung kualitas akhir:
m3 m3
(1 − 𝑥)(1,3187 × 10−3 ) + 𝑥(0,03244) = 0,00826
kg kg
𝑥 = 0,223
pada kualitas ini energi dalam adalah:
kJ kJ kJ
𝑢 = 0,777 ∙ 1.205,4 + 0,223 ∙ 2.589 = 1.514
kg kg kg
dan terlihat bahwa harga ini sama besar dengan 𝑢2 . Jadi tingkat keadaan
akhirn adalah:
𝑥 = 0,223 𝑝 = 6 MPa
Entropi sistem pada tingkat keadaan ini adalah:
kJ kJ kJ
𝑆2 = 10 kg ∙ (0,777 ∙ 3,0267 + 0,223 ∙ 5,8892 ) = 36,66
(kg ∙ K) (kg ∙ K) K
Karena sistem diisolasi sedemikian sehingga tidak ada perpindahan entropy
menembus batas sistem, sehingga produksi entropi sama dengan
pertambahan dari kandungan entropi. Sehingga:
𝒫𝑆 = 𝑆2 − 𝑆1
produksi entropi pertambahan entropi

𝒫𝑆 = 36,66 − 36,07 = 0,59 kJ⁄K ⊲


Karena 𝒫𝑆 ≥ 0, artinya proses memproduksi entropi sehingga proses ini
adalah ireversibel.

5.4 Perpindahan dan Perubahan Entropi


Hingga saat ini pembahasan dipusatkan pada sistem yang diisolasi, di
mana entropi hanya dapat bertambah. Tapi bagaimana halnya dengan sistem
yang tidak diisolasi? Tinjau pembekuan suatu cairan (gbr. 5.6). Pada tingkat
keadaan awal, berbagai molekul cairan bergerak agak bebas dalam pola yang
tak terorganisasi. Dengan memindahkan energi ke luar dari cairan sebagai
panas pembekuan dapat terjadi, dan dalam keadaan padat terdapat disorgani-
sasi molekuler yang lebih sedikit. Jadi entropi suatu zat seolah-olah harus
turun jika membeku. Bagaimana hal ini dapat konsisten dengan gagasan
bahwa entropi selalu harus diproduksi?

89
Gambar 5.6 Pembekuan suatu zat cair
Untuk mendapat jawabannya, perlu ditinjau kedua sistem pembekuan
dan lingkungan, ke mana perpindahan energi yang berasal dari cairan
tersebut. Secara sederhana, bayangkan lingkungan sebagai zat padat lain yang
berasal dari titik leburnya. Kemudian sewaktu energi berpindah dari zat
pertama untuk masuk ke zat kedua, zat pertama membeku dan seiring dengan
ini peleburan terjadi dalam zat kedua. Jadi, sewaktu zat pertama menjadi lebih
terorganisasi secara mikroskopik serta menurun entropinya, berbagai melekul
zat kedua menjadi lebih tak terorganisasi dan meningkat entropinya. Kondisi
yang dituntut hukum kedua hanyalah agar entropi total sistem yang diisolasi
lebih meningkat, untuk kasus ini, turunnya entropi suatu bagian diiringi oleh
naiknya entropi bagian lain, sedangkan entropi total meningkat.
Perilaku serupa diamati pada proses evaporasi (penguapan) dan
kondensasi (pengem-bunan). Evaporasi memerlukan masukan energi dalam
bentuk panas dan entropi meningkat selama proses. Umpamanya, air pada
100oC, dari Tabel T-2, diperoleh harga entropi spesifik cairan dan uap berikut.
𝑠𝑓 = 1,3071 kJ⁄(kg ∙ K) 𝑠𝑔 = 7,3557 kJ⁄(kg ∙ K)
Terlihat behawa benar 𝑠𝑔 lebih besar dari 𝑠𝑓 . Tetapi uap juga dapat
dikondensasikan menjadi air dengan pendinginan, dengan demikian
entropinya menciut dari 𝑠𝑔 ke 𝑠𝑓 . Energi yang berpindah ke tempat lain
menimbulkan penurunan entropi ini akan menghasilkan kenaikan entropi di
sana sehingga kenaikan entropi total akan berharga positif.
Kini uraian kembali kepada persoalan perubahan entropi dari suatu
sistem yang tidak diisolasi. Dari contoh yang telah dikemukakan jelas bahwa
pendinginan menurunkan entropi dari sistem yang didinginkan dan seiring
dengan kejadian ini entropi sekeliling sistema tersebut meningkat. Berbagai
perpindahan entropi selalu terkait dengan perpindahan energi sebagai panas.
Bagaimanapun juga, panas adalah proses perpindahan energi yang tak
terorganisasi, dengan demikian pastilah dapat diharapkan adanya
disorganisasi yang ikut mengalir dengan energi sebagai panas. Dalam berbagai

90
analisa rekayasa berbagai kemudahan akan dapat diperoleh melalui
penggunaan konsep perpindahan entropi dengan panas yang diuraikan tadi.
Bagaimana halnya dengan perpindahan entropi yang dikaitkan dengan
perpindahan energi sebagai kerja? Kerja adalah perpindahan energi yang
secara mikroskopik terorganisasi, dan oleh karena itu bahwa kerja tidak ada
kaitannya dengan perpindahan entropi. Bayangkan suatu sistem yang
memberikan kerja kepada sistem pully (gbr. 5.7), di mana energi disimpan
dalam bentuk yang sepenuhnya dapat diperoleh kembali pada sistem kopling.
Dengan adanya masukan kerja melalui crankshaft yang berputar dihubungkan
dengan sistem belt dalam pola yang terorganisasi sempurna, dan tidak ada
kenaikan entropi yang terjadi pada sistem.

Gambar 5.7 Transmisi otomatis pada continous various transmission

5.5 Entropi sebagai Fungsi Tingkat Keadaan


Hingga saat ini telah dikembangkan konsep entropi dan berbagai
gagasan yang melatarbelakangi hukum termodinamika yang kedua.
Sesungguhnya sangat bermanfaat untuk memandang entropi sebagai ukuran
keacakan dari, atau ketidakpastian akan, tingkat keadaan mikroskopik dari
suatu sistem. Beda entropi di antara dua tingkat keadaan termodinamik dapat
dihubungkan dengan berbagai sifat lain yang terukur secara makroskopis. Hal
ini memung- kinkan penentuan entropi dari suatu zat sebagai fungsi tingkat
keadaan (relatif terhadap suatu datum sembarang). Oleh karena itu entropi
per satuan massa dapat ditabulasikan, dipetakan dalam diagram, atau
disimpan dalam tabel bersama sifat-sifat termodinamik lainnya untuk
pemakaian dalam berbagai perhitungan rekayasa.

91
Pada tingkat keadaan keseimbangan, entropi adalah sifat termodinamik
zat, dan dari postulasi tingkat keadaan diketahui bahwa entropi adalah fungsi
dari hanya beberapa sifat mikroskopik. Umpamanya, entropi keseimbangan
sejumlah zat kompresibel sederhana adalah suatu fungsi dari energi dan
volume,
𝑆=
𝑆(𝑈, 𝑉) (5.7)
Hal yang ingin dicapai adalah menemukan cara makroskopik untuk
menentukan fungs-fungsi ini.
Seperti halnya pentabulasian energi dalam melalui penggunaan energi
per satuan massa, berbagai kemudahan dapat pula dicapai dengan
mengintensifkan entropi. Sebagai contoh, untuk zat kompresibel sederhana
dapat digunakan entropi spesifik, atau entropi per satuan massa. Simbol 𝑠
digunakan untuk entropi yang diintensifkan, sedangkan 𝑆 digunakan untuk
entropi total (ekstensif).
𝑆
𝑠≡
𝑚
Jadi, untuk zat kompresibel sederhana,
𝑠 = 𝑠(𝑢, 𝑣) (5.8)
Dimensi entropi adalah energi/temperatur, dengan satuan J⁄K atau cal⁄K.
Dengan demikian, dimensi 𝑠 adalah energi/temperatur ∙ massa, dengan satuan
J⁄(kg ∙ K) atau cal⁄(kg ∙ K). Entropi spesifik suatu campuran cairan-uap dapat
dinyatakan dengan menggunakan kualitas 𝑥 dari entropi spesifik cairan dan
uap,
𝑠 = (1 − 𝑥) ∙ 𝑠𝑓 + 𝑥 ∙
𝑠𝑔 (5.9)
Dalam penjelasan selanjutnya akan diteliti hakekat dari berbagai hubungan
fungsional di antara entropi, energi dan volume bagi zat kompresibel
sederhana.

5.6 Ukuran Kinerja Maksimum Siklus


Pada bagian ini, pembahasan akan diberikan untuk penentuan efisiensi
termal maksimum dari siklus daya dan koefisien kinerja maksimum
(coefficient of performance, COP) siklus mesin pendingin (refrigerasi) dan
pompa kalor (heat pump) dalam hal temperatur reservoir dievaluasi pada
skala Kelvin. Pembahasan ini dapat digunakan sebagai standar perbandingan
untuk daya aktual, pendinginan, dan siklus pompa kalor. Ukuran kinerja ini
meningkatkan pemahaman akan implikasi dari hukum kedua dan
memberikan dasar untuk deduksi penting dari hukum kedua yang
diperkenalkan pada bagian-bagian berikutnya. Pemahaman akan
termodinamika siklus diperlukan, di mana siklus mempertimbangkan dari

92
aspek energi, atau hukum pertama, perspektif dan efisiensi termal dari siklus
daya dan COP untuk pendinginan dan siklus pompa kalor.

5.6.1 Siklus daya


Efisiensi termal dari sistem yang mengalami siklus daya reversibel saat
beroperasi di antara reservoir termal pada temperatur 𝑇H dan 𝑇C , adalah:
𝜂max
𝑇C
= 1− (5.10𝑎)
𝑇H
𝑊siklus 𝑄C
𝜂max = =1− (5.10𝑏)
𝑄H 𝑄H
yang dikenal sebagai efisiensi Carnot. Implikasi dari efisiensi Carnot yang
diberikan pada pers. 5.10 adalah efisiensi termal maksimum dari semua siklus
daya reversibel yang beroperasi di antara dua reservoir pada temperatur 𝑇H
dan 𝑇C . Dengan inspeksi, nilai efisiensi Carnot meningkat dengan
meningkatnya 𝑇H dan/atau 𝑇C menurun.
Persamaan 5.10 ditampilkan secara grafis pada gbr. 5.8. Temperatur 𝑇C
yang digunakan dalam membangun angka tersebut adalah 298 K (25 oC)
dengan kenyataan bahwa sebenarnya siklus daya pada akhirnya melepaskan
energi dengan perpindahan panas sekitar temperatur atmosfer setempat atau
air pendingin yang diambil dari sungai atau danau terdekat. Amati bahwa
meningkatkan efisiensi termal siklus daya dengan mengurangi 𝑇C di bawah
temperatur sekitar adalah tidak layak. Misalnya, mengurangi 𝑇C di bawah
ambient menggunakan siklus pendinginan yang sebenarnya membutuhkan
input kerja ke pendinginan siklus yang akan melebihi peningkatan kerja siklus
daya, memberikan output kerja bersih yang lebih rendah.
Gambar 5.8 menunjukkan bahwa efisiensi termal meningkat dengan
meningkatnya nilai 𝑇H . Mengacu pada segmen a-b pada kurva, di mana 𝑇H
relatif rendah, dapat dilihat bahwa 𝜂max meningkat dengan cepat saat 𝑇H
meningkat dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kisaran ini,
peningkatan kecil dalam 𝑇H dapat memiliki efek yang besar pada efisiensi.
Meskipun kesimpulan ini, ditarik dari pers. (5.10), berlaku hanya untuk sistem
yang mengalami siklus reversibel, 𝜂max secara kualitatif benar untuk siklus
daya yang sebenarnya. Efisiensi termal dari siklus aktual diamati meningkat
sebagai fungsi temperatur rata-rata di mana energi ditambahkan oleh
perpindahan panas akibat kenaikan dan/atau temperatur rata-rata di mana
energi dilepaskan melalui perpindahan panas yang menurun. Namun,
memaksimalkan efisiensi termal dari siklus daya tidaklah menjadi satu-
satunya tujuan. Dalam praktiknya, pertimbangan lain seperti biaya perlu
dimasukkan dalam perhitungan.

93
Gambar 5.8 Efisiensi Carnot terhadap 𝑇H pada 𝑇C = 298 K

Contoh Soal 5.2


Siklus daya yang beroperasi di antara dua reservoir termal yang menerima
energi 𝑄H melalui perpindahan panas dari reservoir panas pada 𝑇H = 2000 K
dan mengeluarkan energi 𝑄C dengan perpindahan panas ke reservoir dingin
pada 𝑇H = 400 K. Untuk masing-masing kasus berikut, tentukan apakah siklus
beroperasi secara reversibel, beroperasi secara ireversibel, atau tidak mungkin
beroperasi.
(a) 𝑄H = 1000 kJ, 𝜂 = 60%
(b) 𝑄H = 1000 kJ, 𝑊siklus = 850 kJ
(c) 𝑄H = 1000 kJ, 𝑄siklus = 200 kJ
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.2S.
Diketahui: Sistem beroperasi dalam siklus daya sambil menerima energi
melalui perpindahan panas dari reservoir pada 2000 K dan melepaskan energi
melalui perpindahan panas ke reservoir pada 400 K.

Gambar 5.2S Skematis diagram contoh soal 5.2

Asumsi:
1. Sistem yang ditunjukkan pada gbr. 5.2S menjalankan siklus daya.
2. Setiap transfer energi positif dalam arah panah.

94
Analisis: Efisiensi termal maksimum untuk setiap siklus daya yang
beroperasi antara dua reservoir termal diberikan oleh pers. 5.10. Dengan
temperatur yang ditentukan:
𝑇C 400 K
𝜂max = 1 − = 1− = 0,8 (80%)
𝑇H 2.000 K
(a) Efisiensi termal yang diberikan adalah 𝜂 = 60%. Karena 𝜂 < 𝜂maz , siklus
beroperasi ireversibel ⊲
(b) Menggunakan data 𝑄H = 1000 kJ, 𝑊siklus = 850 kJ, efisiensi termal
adalah:
𝑊siklus 850 kJ
𝜂= = = 0,85 (85%)
𝑄H 1000 kJ
Karena 𝜂 > 𝜂max , siklus daya tidak mungkin ⊲
(c) Menerapkan kesetimbangan energi dengan data yang diberikan:
𝑊siklus = 𝑄H − 𝑄C = 1000 kJ − 200 kJ = 800 kJ
Efisiensi termal menjadi:
𝑊siklus 800 kJ
𝜂= = = 0,8 (80%)
𝑄H 1000 kJ
Karena 𝜂 = 𝜂max , siklus daya beroperasi reversibel ⊲

5.6.2 Siklus refrigerasi dan pompa kalor


Pada siklus refrigerasi reversibel dan pompa kalor yang beroperasi di
antara dua reservoir termal, 𝑄C mewakili panas yang ditambahkan ke siklus
dari reservoir dingin pada temperatur 𝑇C pada skala Kelvin dan 𝑄H adalah
panas dibuang ke reservoir panas pada temperatur 𝑇H . Persamaan yang
menyatakan koefisien kinerja sistem yang beroperasi dalam siklus refrigerasi
reversibel (𝛽)saat beroperasi antara dua reservoir adalah:

𝑄C 𝑄C
COPref = = (5.11)
𝑊siklus 𝑄H − 𝑄C
dan, koefisien kinerja sistem siklus refrigerasi reversibel saat beroperasi
maksimum (COPmax ) antara dua reservoir adalah:
𝑇C
COPref max = (5.12)
𝑇H − 𝑇C
Demikian pula, ekspresi untuk koefisien kinerja sistem apa pun yang
menjalani siklus pompa kalor reversibel yang beroperasi di antara dua
reservoir adalah:
𝑄H
COPHP =
𝑊siklus
𝑄H
= (5.13)
𝑄H − 𝑄C

95
dan, koefisien kinerja sistem siklus pompa reversibel saat beroperasi
maksimum (𝛾max ) di antara dua reservoir adalah:
𝑇H
COPHP max = (5.14)
𝑇H − 𝑇C
Perlu diingat, temperatur yang digunakan untuk menentukan COPref ,
COPref max , COPHP dan COPHP harus temperatur absolut dalam skala Kelvin (K).
Dari pembahasan pada bagian 5.6.1, maka pers. (5.12 dan (5.14) adalah
maksimum koefisien kinerja yang dapat dimiliki oleh setiap siklus
pendinginan dan pompa kalor saat beroperasi di antara dua reservoir pada
temperatur 𝑇H dan 𝑇C . Adapun kasus efisiensi Carnot, dapat digunakan sebagai
standar pembanding untuk aktual mesin pendingin dan pompa kalor. Dalam
contoh berikut, dilakukan evaluasi koefisien kinerja lemari es dan
dibandingkan dengan nilai teoretis maksimum, yang menggambarkan
penggunaan persamaan tersebut implikasi dari pernyataan hukum kedua
termodinamika.
Contoh Soal 5.3
Refrigeran bersirkulasi secara steady pada temperatur rendah melalui saluran
di dinding kompartemen freezer, di mana mesin pendingin mempertahankan
kompartemen freezer pada -5oC ketika udara di sekitar mesin pendingin
berada pada 22oC. Laju perpindahan panas dari kompartemen freezer ke
refrigeran adalah 8000 kJ/h dan input daya yang diperlukan untuk
mengoperasikan mesin pendingin adalah 3200 kJ/h. Tentukan koefisien
kinerja mesin pendingin dan bandingkan dengan koefisien dengan kinerja
siklus refrigerasi reversibel yang beroperasi di antara reservoir pada dua
temperatur yang sama.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.3S.
Diketahui: Refrigerasi menjaga kompartemen freezer pada −5℃(268 K).
Laju perpindahan panas dari ruang mesin pendingin 8000 kJ/h, daya input
3200 kJ/h, dan temperatur udara lingkungan 22℃(295 K).
Asumsi:
(1) Sistem bekerja dalam keadaan steady,
(2) Kompartemen freezer dan udara luar dianggap sebagai reservoir dingin
dan panas,
(3) Perpindahan energi dianggap positif dalam arah panas yang ditunjukkan
pada skematis diagram.

96
Gambar 5.3S Skematis diagram contoh soal 5.3
Analisis: masukkan nilai-nilai data operasional yang diberikan ke dalam pers.
5.11, maka koefisien kinerja mesin pendingin adalah:
𝑄̇C 8000 kJ/h
COPref = = = 2,5 ⊲
𝑊̇siklus 3200 kJ/h
Substitusikan nilai ke dalam pers. 5.11, memberikan nilai koefisien kinerja
maksimum siklus mesin pendingin yang beroperasi di antara temperatur
reservoir 𝑇C = −5℃(268 K) dan 𝑇H = 22℃(295 K)
𝑇C 268 K
COPref max = = = 9,9 ⊲
𝑇H − 𝑇C (295 K − 268 K)
Karena koefisien kinerja mesin pendingin (COPref ) lebih kecil daripada nilai
koefisien kinerja maksimum siklus mesin pendingin (COPref max ) yang bekerja
pada dua temperatur resevoir yang sama, maka siklus mesin pendingin
beroperasi ireversibel ⊲

Contoh Soal 5.4


Suatu bangunan memerlukan energi 528 MJ per hari untuk mempertahankan
temperaturnya pada 21℃ (294 K) pada saat temperatur di luar 0℃ (273 K).
(a) Jika energi listrik digunakan untuk suplai energi pada pompa kalor,
tentukan input kerja teoritis minimum untuk satu hari operasi, dalam
kJ/hari;
(b) Jika harga energi listrik Rp 1.444,70 per kW ∙ h, tentukan biaya minimum
teoritis untuk mengoperasikan pompa kalor, dalam Rp/hari.

97
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.4S.

Gambar 5.4S Skematis diagram contoh soal 5.4


Diketahui: Suatu pompa kalor menjaga temperatur sebuah bangunan pada
21℃ (294 K). Energi yang dimasukkan ke bangunan 528 MJ (528 × 103 kJ) per
hari, di mana temperatur udara luar adalah 0℃ (273 K), dengan harga listrik
adalah Rp 1.444,70 per kW ∙ h.
Asumsi:
(1) Sistem yang ditunjukkan pada gbr. 5.4S bekerja dengan siklus pompa
kalor,
(2) Bangunan dan udara luar dianggap masing-masing sebagai reservoir
panas dan dingin,
(3) Harga energi listrik adalah Rp 1.444,70 per kW ∙ h.
(4) Perpindahan energi dianggap positif dalam arah panas yang ditunjukkan
pada skematis diagram.
Analisis:
(a) Menggunakan pers. 5.13, kerja untuk suatu siklus pompa kalor dapat
dinyatakan sebagai 𝑊siklus = 𝑄H ⁄𝛾 . Koefisien kinerja siklus pompa kalor
𝛾 suatu pompa kalor aktual lebih kecil, atau sama dengan, koefisien
kinerja siklus pompa kalor maksimum 𝛾max yang beroperasi di antara dua
temperatur reservoir yang sama adalah 𝛾 ≤ 𝛾max . Untuk nilai yang
diketahui 𝑄H , maka:
𝑄H
𝑊siklus ≥
𝛾max
dari per. 5.11, maka:
𝑇H 294 K 294 K
𝛾max = = = = 14
𝑇H − 𝑇C (294 K − 273 K) 21 K
Substitusikan nilainya, maka:
528 × 103 kJ⁄hari
𝑊siklus ≥ = 37.714,29 kJ⁄hari ⊲
14

98
Input kerja teoritis minimum untuk satu hari operasi adalah
37.714,29 kJ⁄hari.
(b) Menggunakan data hasil di (a), dari harga biaya per kW ∙ h, maka:
harga / hari kJ 1 hari 2,78 × 10−4 ∙ kW ∙ 24 h
[ teoritis ] = (37.714,29 )∙( )| |
hari 24 h kJ⁄jam
minimum
Rp 1.444,70
∙( ) = Rp 15.147,06 ⊲
kW ∙ h
5.7 Siklus Carnot
Siklus Carnot adalah siklus reversible yang didefinisikan oleh dua
proses isotermal dan dua proses isentropik (gbr. 5.9). Karena proses isentropik
reversibel adalah adiabatik, perpindahan energi sebagai panas ke atau dari zat
yang mengalami suatu siklus Carnot berlangsung hanya selama berbagai
proses isothermal. Siklus Carnot merupakan suatu mesin 2T reversible, jadi
perbandingan di antara berbagai perpindahan energi sebagai panas, seperti
yang didefinisikan dalam gbr. 5.9, dinyatakan oleh:
𝑄H 𝑇H
=
𝑄C 𝑇C

Gambar 5.9 Mesin Carnot


Oleh karena itu efisiensi konversi energi mesin Carnot adalah
𝑊siklus 𝑄H − 𝑄C
𝜂= =
𝑄H 𝑄H
𝑇C
= 1− (5.15)
𝑇H
Berbagai efisiensi tertinggi akan dicapai apabila perbandingan 𝑇C ⁄𝑇H
mempunyai harga sekecil mungkin. Jadi yang diinginkan adalah untuk
memasukkan energi sebagai panas pada temperartur setinggi mungkin dan
membuang energi sebagai panas pada temperature serendah mungkin.
Siklus Carnot bekerja sebagai mesin pendingin (refrigerator) apabila
siklusnya dibalik (gbr. 5.10). Luas daerah yang dibatasi oleh lintasan proses p-
v-nya menyatakan kerja per siklus operasi yang diperlukan, dan yang

99
diinginkan adalah agar ini sekecil mungkin. Hal ini menyarankan bahwa harga
𝑇H yang dekat dengan harga 𝑇C sangat diinginkan. Suatu daur refrigerasi dinilai
dengan menggunakan koefisien kinerja sistem (coefficient of performance of
Carnot, disingkat cop):
coprefrigerasi
𝑄C
= (5.16)
𝑊
Untuk refrigerator Carnot,
𝑄𝐶
cop =
𝑄H − 𝑄C
𝑇C
= (5.17)
𝑇H − 𝑇C

Gambar 5.10 Refrigerator Carnot


Lain halnya dengan efisiensi, cop dapat berkisar dari nol hingga tak
berhingga. Pemakaian refrigerator yang menarik adalah pompa kalor (heat
pump). Dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai tidaklah mempertahankan
agar suatu ruangan tetap dingin, tetapi sebaliknya, untuk menjaga agar suatu
ruangan tetap hangat. Perpindahan energi ke ruang hangat menjadi perhatian
utama di sini dan biasanya untuk kasus ini cop didefinisikan sebagai:
coppompa kalor
𝑄H
= (5.18)
𝑊
Jadi, untuk sebuah pompa kalor Carnot,

𝑄H 𝑇H
cop = = (5.19)
𝑄H − 𝑄C 𝑇H − 𝑇C
Siklus Carnot sangat berguna untuk memperkirakan berbagai limit
efisiensi bagi temperatur-temperatur kerja yang diberikan. Tidak suatu sistem
riel pun, yang bekerja di antara temperatur-temperatur yang sama dapat
menandingi performansi siklus Carnot, karena efisiensi dari sembarang mesin
2𝑇 yang reversibel adalah lebih kecil dari efisiensi siklus Carnot. Sayang sangat

100
sukar untuk membuat suatu perangkat riel yang bekerja dengan siklus Carnot,
dan nilai utama dari siklus Carnot adalah sebagai standar pembanding untuk
berbagai sistem konversi energi dan refrigerator riel.
Contoh Soal 5.5
Seorang penemu (inventor) mengaku telah mengembangkan siklus daya yang
mampu menghasilkan kerja netto 410 kJ untuk input energi dengan
perpindahan panas 1000 kJ. Sistem mengalami siklus yang menerima
perpindahan panas dari gas pada temperatur 500 K dan mengeluarkan energi
dengan perpindahan panas ke atmosfer pada 300 K. Evaluasikan pengakuan
inventor tersebut.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.5S.

Gambar 5.5S Skematis diagram contoh soal 5.5


Diketahui: Suatu system beroperasi dalam siklus daya dan menghasilkan
kerja netto 410 kJ dan menerima energi panas sebesar 1000 kJ.
Asumsi:
1. Sistem yang ditunjukkan pada gbr. 5.5S menjalankan siklus daya.
2. Gas panas berfungsi sebagai reservoir panas dan atmosfer sebagai reservoir
dingin.
3. Setiap transfer energi positif dalam arah panah.
Analisis: masukkan data nilai yang diklaim inventor ke dalam pers. 5.15:
𝑊siklus 410 kJ
𝜂= = = 0,41 (41%) ⊲
𝑄H 1000 kJ
Efisiensi termal maksimum suatu siklus daya yang beroperasi pada reservoir
TH = 500 K dan TC = 300 K dinyatakan dengan pers. 5.10a
𝑇C 300 K
𝜂max = 1 − = 1− = 0,40 (40%) ⊲
𝑇H 500 K
Karena efisiensi termal (𝜂) aktual siklus daya lebih besar dari pada efisiensi
termal maksi-mum (𝜂max ), sehingga pengakuan inventor tersebut tidak valid.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Mengapa diperlukan hukum kedua termodinamika?

101
2. Sifat konseptual dasar apa yang mendasari hukum kedua?
3. Apakah hukum pertama memustahilkan kemungkinan penguraian air
secara spontan menjadi hidrogen dan oksigen di dalam sebuah wadah
yang diisolasi?
4. Apakah entropi dari sesuatu pernah akan menciut?
5. Apakah entropi berpindah dengan panas? Dengan massa? Dengan kerja?
6. Aapakah entropi itu sebuah sifat yang intensif atau ekstensif?
7. Dapatkah entropi suatu sistem berkurang?
8. Apa hubungan konsep ketidakpastian dengan termodinamika?
9. Apakah proses reversibel itu? Apakah proses ireversibel itu?
10. Sebuah mesin reversibel 2𝑇 menggunakan air raksa sebagai fluida kerja,
dan mesin lain menggunakan uap (steam). Apabila kedua mesin bekerja
di antara dua temperatur yang sama, bagaimanakah efisiensi-efisiensinya
akan berbeda?

Soal-Soal
1. Seorang inventor mengaku telah mengembangkan suatu sistem siklus
daya yang menerima energi dari reservoir panas 1000 oC dan
mengeluarkan ke reservoir lainnya pada 300oC. Efisiensi termal
dianggap 65% untuk siklus ini. Evaluasi pengakuan ini.
2. Suatu proposal siklus menerima energi dari perpindahan panas uap jenuh
pada tekanan 1 atmosfer dan mengeluarkan energi dengan perpindahan
panas ke dekat sungai pada temperatur 21oC. Mungkinkah siklus ini
mencapai efisiensi termal 30%?
3. Pada keadaan steady, suatu instalasi pembangkit tenaga uap
membangkitkan laju energi listrik 106 kW. Temperatur rata-rata uap
meninggalkan boiler 600 K, dan temperatur rata-rata air pendingin
meninggalkan kondensor 300 K. Tentukan laju teoritis minimum energi
yang dipindahkan ke air pendingin, dalam kW. Apa konsekuensi yang bisa
diakibatkan dari perpindahan energi ini ke lingkungan?
4. Pada keadaan steady, suatu siklus daya dengan efisiensi termal 38%
membangkitkan daya 100 MW listrik sambil mengeluarkan energi
dengan perpindahan panas ke air pendingin pada temperatur rata-rata
21oC. Temperatur rata-rata uap meninggalkan boiler adalah 482 oC.
Tentukan:
(a) Laju perpindahan energi yang dipindahkan ke air pendingin, dalam
kW.
(b) Laju teoritis minimum energi yang bisa dibuang air pendingin,
dalam kW. Bandingkan hasilnya dengan laju aktual.
5. Sebuah aplikasi paten menggambarkan suatu mesin pendingin
(refrigerator) yang dapat menjaga ruang pendingin pada temperatur −7℃

102
sambil beroperasi pada temperatur lingkungan 24℃. Koefisien kinerja
sistem dinyatakan 9,0. Apakah koefisien kinerja sistem ini bisa
dilakukan?
6. Suatu pompa kalor dengan koefisien kinerja sistem 3,5 memberikan
energi rata-rata 70.000 kJ/h untuk menjaga temperatur bangunan pada
20℃ pada saat temperatur lingkungan −5℃. Jika harga energi listrik
adalah Rp 1.444,70 per kW ∙ h, tentukan:
(a) Biaya operasi aktual dan biaya operasi teoritis mínimum, dalam
Rp/hari.
(b) Bandingkan hasil bagian (a) dengan biaya jika menggunakan energi
listrik.
7. Air di dalam silinder-piston bekerja sebagai siklus daya Carnot. Selama
ekspansi isotermal, air dipanaskan dari keadaan cair jenuh ke uap jenuh
pada tekanan 15 bar. Uap kemudian berekspansi secara adibatis pada
tekanan 1 bar dan kualitas uap 84,9%. Untuk setiap 1 kg air:
(a) Tunjukkan siklus pada diagram 𝑝-𝑣,
(b) Tentukan panas dan kerja untuk setiap proses, dalam kJ.
8. Suatu siklus refrigerasi dengan koefisien kinerja sistem 75%, bekerja pada
di antara temperatur reservoir dingin −5℃ dan reservoir panas 40℃.
Pada keadaan operasional steady, tentukan daya input, dalam kW per kW
pendinginan, yang diperlukan untuk:
(a) Siklus refrigerasi actual, dan
(b) siklus refrigerasi reversibel. Bandingkan hasilnya.
9. Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 5.6S, suatu pompa kalor
memindahkan energi dengan perpindahan panas ke air yang menguap
dari cair jenuh (saturated liquid) ke uap jenuh (saturated vapor) pada
tekanan 2 bar dan laju alir massa 0,05 kg/s. Pompa kalor menerima
dengan perpindahan panas dari sungai pada 16℃. Ini adalah satu-
satunya transfer panas yang signifikan. Efek energi kinetik dan potensial
dapat diabaikan. Lembar data (name plate) yang pudar dan sulit dibaca
menunjukkan daya yang dibutuhkan oleh pompa kalor pada keadaan
tunak adalah 35 kW. Bisakah nilai menjadi benar? Jelaskan.

103
Gambar 5.6S Skematis diagram soal no. 9
10. Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 5.7S, suatu siklus daya menerima
750 kJ perpindahan panas pada temperatur 1500 K dan mengeluarkan
energi pada 100 kJ sebagai perpindahan panas pada 500 K. Perpindahan
panas lain dari sistem terjadi pada temperatur 1000 K. Tentukan efisiensi
termal sistem.

Gambar 5.7S Skematis diagram soal no. 10

104
BAB VI
SISTEM TENAGA UAP

6.1 Model Sistem Tenaga Uap


Proses yang terjadi dalam sistem pembangkit tenaga uap cukup rumit,
sehingga perlu dilakukan idealisasi untuk membuat model termodinamika
yang mudah dipelajari. Pembuatan model merupakan langkah awal yang
penting dalam pembuatan rancangan teknik. Walaupun studi mengenai
model-model yang disederhanakan hanya menghasilkan kesimpulan kualitatif
mengenai kinerja alat-alat aktualnya, model tersebut dapat menunjukkan
bagaimana perubahan suatu parameter operasi yang penting akan
mempengaruhi kinerja aktual. Model juga memberikan kerangka yang
sederhana untuk pembahasan fungsi dan kelebihan proses yang dirancang
untuk memperbaiki kinerja keseluruhan.
Sebagian besar instalasi pembangkit listrik merupakan variasi dari
pembangkit tenaga uap, yang menggunakan air sebagai fluida kerja.
Komponen-komponen dasar suatu instalasi pembangkit tenaga uap berbahan
bakar fosil ditunjukkan secara skematik pada gbr. 6.1. Untuk memfasilitasi
analisis termodinamika, keseluruhan instalasi dibagi dalam 4 bagian besar
subsistem yang diberi tanda dengan huruf-huruf A sampai D dalam diagram
tersebut. Perhatian utama diberikan pada subsistem A, tempat terjadinya
konversi energi yang penting, yaitu dari panas ke kerja. Tapi, secara singkat
akan dibahas terlebih dulu subsistem yang lainnya.
Fungsi subsistem B adalah memasok energi yang dibutuhkan untuk
menguapkan air yang mengalir melalui boiler. Dalam instalasi pembangkit
berbahan bakar fosil ini, terjadi melalui perpindahan panas dari gas panas
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil ke fluida kerja yang
mengalir melalui pipa dan drum di dalam boiler. Uap yang dihasilkan dalam
boiler dialirkan melalui turbin, di mana uap mengalami proses ekspansi untuk
menurunkan tekanannya. Poros dari turbin dihubungkan ke generator listrik
(subsistem D). Uap meninggalkan turbin menuju ke kondensor, dan
terkondensasi di bagian luar pipa-pipa yang membawa air pendingin. Sirkulasi
air pendingin membentuk subsistem C. Untuk pembangkit tenaga yang
ditunjukkan di sini, air hangat (warm water) dikirim ke cooling tower, di
mana energi yang diserap oleh kondensor dibuang ke atmosfer. Air pendingin
kemudian disirkulasikan kembali melalui kondensor.
Pada subsistem A (gbr. 6.1), perhatikan bahwa setiap satuan massa
secara periodik melewati suatu siklus termodinamika ketika fluida kerja
bersirkulasi melalui keempat komponen yang terkoneksi satu dengan
lainnya. Oleh sebab itu, beberapa konsep yang berkaitan dengan siklus
tenaga termodinamika yang diperkenalkan pada bab-bab sebelumnya
menjadi sangat penting dalam pembahasan ini. Harus diingat bahwa

105
prinsip kekekalan energi mengharuskan kerja netto yang dihasilkan oleh
siklus tenaga sebanding dengan kalor yang ditambahkan. Satu hal penting
yang dapat dideduksi dari hukum kedua termodinamika adalah bahwa
efisiensi termal, yang mengindikasikan seberapa banyak kalor yang
ditambahkan terkonversi menjadi keluaran kerja netto, harus lebih kecil
dari 100%. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan
efisiensi termodinamika terjadi bersamaan dengan pengurangan
ireversibilitas. Akan tetapi, seberapa jauh ireversibilitas dapat dikurangi
dalam sistem pembangkit tenaga tergantung dari faktor termodinamika,
ekonomi dan faktor-faktor lainnya.

Gambar 6.1 Sistem pembangkit uap sederhana


Kepedulian terhadap lingkungan hidup dan pertimbangan
keselamatan menjadi faktor utama yang menentukan apa saja yang
diijinkan di dalam interaksi di antara subsistem B dan C dan lin gkungan
sekelilingnya. Salah satu kesulitan dalam menentukan lokasi instalasi
pembangkit tenaga uap adalah akses untuk mendapatkan jumlah air
pendingin (cooling water) yang memadai. Karena alasan ini dan untuk
mengurangi pengaruh polusi termal, kebanyakan instalasi pembangkit
tenaga uap menggunakan cooling tower. Selain faktor akses air pendingin,
pemrosesan dan pengangkutan bahan bakar yang aman, pengawasan
pembuangan polutan, dan pengolahan limbah merupakan isu-isu yang
harus diperhatikan pada instalasi pembangkit tenaga berbahan bakar fosil
untuk menjamin keselamatan dan pengoperasian yang sesuai dengan
standar pelestarian lingkungan.

106
6.2 Analisis Sistem Tenaga Uap
Dasar-dasar yang diperlukan untuk melakukan analisis termodina-
mika dari sistem pembangkit uap mencakup prinsip kekekalan massa dan
energi, hukum kedua, dan data termodinamika. Prinsip-prinsip ini berlaku
untuk setiap komponen pembangkit tenaga uap seperti turbin, pompa, dan
alat penukar kalor, dan juga pada seluruh pembangkit tenaga yang lain.
Tujuan dari sub-bab ini adalah untuk memperkenalkan siklus Rankine,
yang merupakan suatu siklus termodinamika yang memodelkan sub -
sistem A pada gbr. 6.1. Pembahasan akan dimulai dengan analisis
termodinamika dari sub-sistem ini.

6.2.1 Evaluasi unjuk kerja dan perpindahan panas


Prinsip kerja dan perpindahan panas sub-sistem A diilustrasikan
pada gbr. 6.2. Diasumsikan, perpindahan energi dianggap positif ke arah
tanda panah. Perpindahan panas ”liar” yang tidak dapat dihindari di antara
komponen pembangkit dan sekelilingnya diabaikan untuk memudahkan
analisis. Perubahan energi kinetik dan potensial juga diabaikan. Setiap
komponen dianggap beroperasi pada keadaan steady. Dengan
menggunakan prinsip kekekalan massa dan kekekalan energi bersama -
sama dengan idealisasi tersebut, dapat dikembangkan persamaan untuk
perpindahan energi seperti diperlihatkan pada gbr. 6.2, dimulai dari
kondisi 1 dan berlanjut melalui setiap komponen lainnya.
Turbin. Uap dari boiler pada kondisi 1, yang berada pada temperatur
dan tekanan yang sudah dinaikkan, berekspansi melalui turbin untuk
menghasilkan kerja dan kemudian dibuang ke kondensor pada kondisi 2
dengan tekanan yang relatif rendah. Dengan mengabaikan perpindahan
panas dengan sekelilingnya, perubahan energi kinetik dan potensial, maka
kesetimbangan laju energi dan massa untuk volume atur di sekitar turbin
pada kondisi steady menjadi:
𝑉12 − 𝑉22
0 = 𝑄̇𝑐𝑣 − 𝑊̇𝑡 + 𝑚̇ [ℎ1 − ℎ2 + + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )]
2
atau
𝑊̇𝑡
𝑚̇
= ℎ1 − ℎ2 (6.1)
dengan 𝑚̇ menyatakan laju aliran massa dari fluida kerja, dan 𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇ adalah
laju kerja yang dihasilkan per satuan massa uap yang melalui turbin .
Seperti telah dinyatakan, perubahan energi kinetik dan potensial
diabaikan.

107
Gambar 6.2 Analisis subsistem A
Kondensor. Dalam kondensor terjadi perpindahan panas dari uap ke
air pendingin yang mengalir dalam aliran yang terpisah. Uap terkondensasi
dan dan temperatur air pendingin meningkat. Pada kondisi steady,
kesetimbangan laju massa dan energi untuk volume atur yang melingkupi bagian
kondensasi dari penukar kalor adalah:
𝑄̇𝑜𝑢𝑡
= ℎ2 − ℎ3 (6.2)
𝑚̇
dengan 𝑄̇𝑜𝑢𝑡 ⁄𝑚̇ merupakan laju perpindahan energi dari fluida kerja ke air
pendi-ngin per satuan massa fluida kerja yang melalui kondensor.
Perpindahan energi ini bernilai positif ke arah tanda panah seperti
diperlihatkan pada gbr. 6.2.
Pompa. Kondensat cair yang meninggalkan kondensor di kondisi 3
dipompa dari kondensor ke dalam boiler yang bertekanan lebih tinggi.
Dengan menggunakan volume atur di sekitar pompa dan mengasumsikan
tidak ada perpindahan panas dengan sekitarnya, kesetimbangan laju massa
dan energi adalah:
𝑊̇𝑝
= ℎ4 − ℎ3 (6.3)
𝑚̇
dengan 𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇ adalah tenaga masuk per satuan massa yang melalui pompa.
Perpindahan energi adalah positif searah dengan tanda panah pada gbr.
6.2.
Boiler. Fluida kerja menyelesaikan siklus ketika cairan yang mening-
galkan pompa pada kondisi 4 yang disebut air pengisian (feeding water),
dipanaskan sampai jenuh dan diuapkan di dalam boiler. Dengan
menggunakan volume atur yang melingkupi tabung boiler dan drum yang
mengalirkan air pengisian dari kondisi 4 ke kondisi 1, kesetimbangan laju
massa dan energi menghasilkan:

108
𝑄̇𝑖𝑛
= ℎ1 − ℎ4 (6.4)
𝑚̇
dengan 𝑄̇𝑖𝑛 ⁄𝑚̇ adalah laju perpindahan panas dari sumber energi ke dalam
fluida kerja per satuan massa yang melalui boiler.
Parameter Kinerja.
Efisiensi termal mengukur seberapa banyak energi yang masuk ke
dalam fluida kerja melalui boiler yang dikonversi menjadi ke luaran kerja
netto. Efisiensi termal dari siklus tenaga pada gbr. 6.2 adalah:

𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇ − 𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇


𝜂=
𝑄̇𝑖𝑛 ⁄𝑚̇
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
= (6.5a)
(ℎ1 − ℎ4 )
Keluaran kerja netto sebanding dengan masukan kerja netto. Jadi, sebagai
alternatif efisiensi termal dapat dituliskan sebagai:
𝑄̇𝑖𝑛 ⁄𝑚̇ − 𝑄̇𝑜𝑢𝑡 ⁄𝑚̇ 𝑄̇𝑜𝑢𝑡 ⁄𝑚̇
𝜂= = 1−
̇
𝑄𝑖𝑛 ⁄𝑚̇ 𝑄̇𝑖𝑛 ⁄𝑚̇
=1
(ℎ2 − ℎ3 )
− (6.5b)
(ℎ1 − ℎ4 )
Laju kalor (heat rate).
Laju kalor adalah jumlah energi yang ditambahkan melalui
perpinda-han kalor ke dalam siklus, biasanya dalam Joule (J), untuk
menghasilkan satu satuan keluaran kerja netto, biasanya dalam kW ∙ h.
Oleh karena itu, laju kalor, yang berbanding terbalik dengan efisiensi
termal, memiliki satuan J/ kW ∙ h.
Parameter lain yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangkit
tenaga adalah nisbah kerja balik (back work ratio), atau bwr, yang
didefinisikan sebagai rasio masukan kerja pompa terhadap kerja yang
dihasilkan oleh turbin. Dengan menggunakan pers. 6.1 dan 6.3, nisbah
kerja balik untuk siklus tenaga pada gbr. 6.2 adalah:
𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇ (ℎ4 − ℎ3 )
bwr = = (6.6)
𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇ (ℎ1 − ℎ2 )
Contoh-contoh selanjutnya akan memberikan ilustrasi bahwa perubahan
spesifik entalpi untuk ekspansi uap melalui turbin biasanya beberapa kali
lebih besar daripada peningkatan entalpi dari cairan yang melalui pompa.
Oleh karena itu, nisbah kerja balik secara karakteristik cukup rendah untuk
pembangkit tenaga uap.

Jika kondisi 1 sampai dengan 4 tidak berubah, pers. 6.1 hingga 6.6
dapat diaplikasikan untuk menentukan kinerja termodinamika pembangkit

109
tenaga uap sederhana. Karena persamaan-persamaan ini diperoleh dari
kesetimbangan laju massa dan energi, persamaan-persamaan ini berlaku
untuk kinerja aktual yang memiliki ireversibilitas maupun kinerja ideal.
Bisa diperkirakan bahwa ireversibilitas dari berbagai komponen
pembangkit tenaga akan mempengaruhi kinerja keseluruhan. Walaupun
demikian, sangat disarankan untuk tetap memperhatikan siklus ideal di
mana ireversibilitas tidak terjadi, karena siklus semacam itu menjadi limit
atas bagi kinerja siklus Rankine. Siklus ideal juga memberikan kemudahan
dalam mempelajari berbagai aspek kinerja pembangkit tenaga uap.

6.2.2 Siklus Rankine ideal


Jika fluida kerja mengalir melalui berbagai komponen dari sebuah
siklus tenaga uap sederhana tanpa ireversibilitas, penurunan tekanan
secara fraksional tidak akan terjadi di dalam boiler dan kondensor, dan
fluida kerja akan mengalir melalui komponen-komponen ini pada tekanan
konstan. Selain itu, dengan tidak adanya ireversibilitas dan perpindahan
panas dengan lingkungan sekitar, proses yang terjadi melalui turbin dan
pompa adalah isentropik. Suatu siklus mendekati idealisasi ini adalah
siklus Rankine ideal seperti diperlihatkan pada gbr. 6.3.

Gambar 6.3 Diagram 𝑇 − 𝑠 siklus Rankine sederhana


Mengacu pada gbr. 6.3, terlihat fluida kerja melewati urutan proses
yang reversibel secara internal sebagai berikut:
Proses 1−2: Ekspansi isentropik dari fluida kerja melalui turbin dari uap
jenuh pada kondisi 1 hingga mencapai tekanan kondensor.
Proses 2−3: Perpindahan panas dari fluida kerja ketika mengalir pada
tekanan konstan melalui kondensor dengan cairan jenuh
pada kondisi 3.
Proses 3−4: Kompresi isentropik dalam pompa menuju ke kondisi 4
dalam daerah cairan hasil kompresi.

Proses 4−5: Perpindahan panas ke fluida kerja ketika mengalir pada


tekanan konstan melalui boiler untuk menyelesaikan siklus.

110
Siklus Rankine ideal juga mencakup kemungkinan melakukan
pemanasan lanjut pada uap, seperti siklus l'−2'−3−4−1'. Pentingnya
pemanasan lanjut akan dibicarakan dalam sub-bab 6.3.
Karena pompa diidealisasikan beroperasi tanpa ireversibilitas, maka
untuk mengevaluasi kerja pompa menggunakan persamaan:
𝑊̇𝑝
( )
𝑚̇ int
rev
4
= ∫ 𝜈 𝑑𝑝 (6.7a)
3
dengan subskrip ”int rev” menunjukkan bahwa persamaan ini terbatas
untuk suatu proses yang reversibel secara internal melalui pompa.
Penyelesaian integral dalam pers. 6.7a memerlukan suatu hubungan antara
volume spesifik dan tekanan pada proses yang dimaksud. Karena volume
spesifik dari cairan biasanya berubah hanya sedikit ketika cairan mengalir
dari bagian masuk ke bagian ke luar pompa, nilai dari integral tersebut
dapat diperkirakan dengan cukup baik dengan menggunakan nilai volume
spesifik, 𝜈3 , di bagian masuk pompa sebagai nilai yang konstan selama
proses berlangsung. Maka:
𝑊̇𝑝
( ) = 𝜈3 (𝑝4
𝑚̇ int
rev
− 𝑝3 ) (6.7b)
Contoh berikut mengilustrasikan analisis siklus Rankine ideal.
Perhatikan bahwa dalam contoh ini dan beberapa contoh selanjutnya
terdapat sedikit penyimpangan dari metodologi pemecahan masalah yang
biasanya dilakukan. Pada bagian analisis dalam prosedur penyelesaian,
awalnya perhatian difokuskan pada perhitungan sistematis terhadap
entalpi spesifik dan nilai properti lain yang dibutuhkan pada setiap kondisi
yang diberi nomor sesuai dalam siklus. Ini menghilangkan keperluan
menginterupsi proses penyelesaian berulangkali untuk menghitung
properti dan memperkuat apa yang diketahui tentang proses di setiap
komponen, karena informasi dan asumsi yang diberikan biasanya
diperlukan untuk menetapkan kondisi-kondisi tersebut.
Contoh Soal 6.1
Uap merupakan fluida kerja dalam sebuah siklus Rankine ideal. Uap jenuh
masuk ke dalam turbin pada 8,0 MPa dan cairan jenuh ke luar dari
kondensor pada tekanan 0,008 MPa. Keluaran kerja netto siklus adalah
100 MW. Tentukanlah untuk siklus tersebut: (a) efisiensi termal, (b) nisbah
kerja balik, (c) laju aliran massa uap, dalam kg/ h, (d) laju perpindahan
panas, 𝑄̇in , ke dalam fluida kerja sewaktu mengalir melalui boiler, dalam
MW, (e) laju perpindahan panas, 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika melewati

111
kondensor, dalam MW, (f) laju aliran massa air pendingin kondensor,
dalam kg/h, jika air pendingin masuk kondensor pada 15°C dan ke luar
pada 35°C.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.1S.

Gambar 6.1S Skematis diagram contoh soal 6.1


Diketahui: Siklus bekerja dengan Rankine ideal, beroperasi dengan uap
sebagai fluida kerja, tekanan uap ke luar boiler, tekanan kondensor,
keluaran daya netto, dan temperatur air pendingin masuk dan ke luar.
Asumsi:
(1) Setiap komponen siklus dianalisis sebagai volume atur pada kondisi
steady. Volume atur tersebut diperlihatkan pada gbr. 6.1S dengan
garis putus-putus;
(2) Semua proses oleh fluida kerja adalah reversibel secara internal;
(3) Turbin dan pompa beroperasi secara adiabatik;
(4) Efek perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan;
(5) Uap jenuh masuk ke dalam turbin. Kondensat ke luar dari kondensor
sebagai cairan jenuh.
Analisis: Uap masuk turbin, tekanannya adalah 8 MPa dan uapnya
berbentuk uap jenuh, sehingga dari Tabel T-3, ℎ1 = 2758,0 kJ/kg dan 𝑠1 =
5,7432 kJ/kg ∙ K.
Kondisi 2 ditetapkan oleh 𝑝2 = 0,008 MPa. Entropi spesifik adalah
konstan untuk ekspansi yang adiabatik dan reversibel secara internal
melalui turbin. Dengan menggunakan data cairan jenuh dan uap jenuh dari
Tabel T-3, kualitas pada kondisi 2 adalah:

𝑠2 − 𝑠𝑓 5,7432 − 0,5926
𝑥2 = = = 0,6745
𝑠𝑔 − 𝑠𝑓 7,6361
Maka entalpi menjadi:

112
ℎ2 = ℎ𝑓 + 𝑥2 ℎ𝑓𝑔 = 173,88 + (0,6745) ∙ 2403,1 = 1794,8 kJ/kg
Kondisi 3 adalah cairan jenuh pada 0,008 MPa, sehingga ℎ2 =
173,88 kJ/kg.
Kondisi 4 ditetapkan oleh tekanan boiler 𝑝4 dan entropi spesifik 𝑠4 =
𝑠3 . Entalpi spesifik ℎ4 , dapat dihitung melalui interpolasi dalam tabel
cairan hasil kompresi. Akan tetapi, karena data cairan hasil kompresi relatif
jarang dijumpai, dapat digunakan pers. 8.3 untuk mendapatkan ℎ4 , dan
menggunakan pers. 8.7b untuk memperkirakan kerja pompa. Dengan
memakai pendekatan ini:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇ = ℎ3 + 𝜈3 (𝑝4 − 𝑝3 )
Dengan memasukkan nilai dari Tabel T-3:
ℎ4 = 173,88 kJ⁄kg
+ (1,008 × 10−3 m3 ⁄kg)(8,0
106 N⁄m2 1 kJ
− 0,008)MPa | || 3 |
1 MPa 10 N ∙ m
= 173,88 + 8,06 = 181,94 kJ⁄kg
a. Kerja netto yang dihasilkan oleh siklus ini adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p
Kesetimbangan laju massa dan energi untuk volume atur di sekeliling
turbin dan pompa masing-masing menghasilkan:
𝑊̇t 𝑊̇p
= ℎ1 − ℎ2 dan = ℎ4 − ℎ3
𝑚̇ 𝑚̇
di mana 𝑚̇ adalah laju aliran massa uap. Laju perpindahan panas ke
fluida kerja ketika melewati boiler ditentukan dengan menggunakan
kesetimbangan laju massa dan energi untuk mendapatkan:
𝑄̇in
= ℎ1 − ℎ4
𝑚̇
Efisiensi termalnya adalah:
𝑊̇t − 𝑊̇p (ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
𝜂= =
𝑄̇in ℎ1 − ℎ4
(2758,0 − 1794,8) − (181,94 − 173,88) kJ⁄kg
=
(2758,0 − 181,94) kJ⁄kg
= 0,371 (37,1%) ⊲

b. Nisbah kerja baliknya adalah:


𝑊̇p ℎ4 − ℎ3 (181,94 − 173,88) kJ⁄kg
bwr = = =
𝑊̇t ℎ1 − ℎ2 (2758,0 − 1794,8) kJ⁄kg

113
8,06
= = 8,37 × 10−3 (0,84%) ⊲
963,2
c. Laju aliran massa uap diperoleh dari persamaan untuk kerja netto yang
diperoleh pada bagian (a). Jadi:
𝑊̇siklus
𝑚̇ =
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
(100 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
=
(963,2 − 8,06) kJ⁄kg
= 3,77 × 105 kg⁄h ⊲
d. Dengan menggunakan pers. 𝑄̇in dari bagian (a) dan nilai entalpi spesifik
yang telah dihitung sebelumnya:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
(3,77 × 105 kg⁄h)(2758,0 − 181,94) kJ⁄kg
=
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
= 269,77 MW ⊲
e. Kesetimbangan laju massa dan energi yang diterapkan pada volume atur
yang mengelilingi sisi uap dari kondensor memberikan:
𝑄̇out = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
(3,77 × 105 kg⁄h)(1794,8 − 173,88) kJ⁄kg
=
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
= 169,75 MW ⊲
Perhatikan bahwa rasio 𝑄̇out terhadap 𝑄̇in adalah 0,629 (62,9%).
Sebagai alternatif, 𝑄̇out dapat ditentukan dari kesetimbangan laju energi
terhadap instalasi pembangkit tenaga uap keseluruhan. Pada kondisi
steady, daya netto yang dihasilkan sebanding dengan perpmdahan kalor
ke pembangkit:
𝑊̇siklus = 𝑄̇in − 𝑄̇out
Dengan menyusun ulang persamaan ini dan memasukkan nilai-nilai
yang diketahui:
𝑄̇out = 𝑄̇in − 𝑊̇siklus = 269,77 MW − 100 MW = 169,77 MW
Perbedaan tipis pada nilai di atas jika dibandingkan dengan nilai
sebelumnya disebabkan oleh pembulatan.

f. Dengan memakai volume atur yang melingkupi kondensor, maka


kesetimbangan laju massa dan energi pada kondisi steady:
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇cv (ℎcw,in − ℎcw,out ) + 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
dengan 𝑚̇cw adalah laju aliran massa air pendingin. Selesaikan 𝑚̇cw :
𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇cw =
(ℎcw,out − ℎcw,in )

114
Pembilang dalam persamaan di atas telah dihitung di bagian (e). Untuk
air pendingin, ℎ ≈ ℎ𝑓 (𝑇), jadi dengan nilai entalpi cairan jenuh dari
Tabel T-2 pada temperatur masuk dan ke luar dari air pendingin:
(169,75 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
𝑚̇cw = = 7,3 × 106 kg⁄h ⊲
(146,68 − 62,99) kJ⁄kg

6.3 Pengaruh Tekanan pada siklus Rankine


Karena siklus Rankine ideal seluruhnya terdiri dari proses yang
reversibel secara internal, persamaan untuk efisiensi termalnya dapat
diperoleh dalam bentuk temperatur rata-rata selama proses interaksi kalor.
Dimulai dari pengembangan persamaan ini dengan memperhatikan bahwa
luas area di bawah garis-garis proses pada gbr. 6.3 dapat diinterpretasikan
sebagai perpindahan panas per satuan massa yang mengalir melalui
masing-masing komponen. Sebagai contoh, luas total area l-b-c-4-a-l
mewakili perpindahan panas ke fluida kerja per satuan massa yang melalui
boiler. Dalam simbol,
𝑄̇in 1
( ) = ∫ 𝑇 𝑑𝑠 = luasan 1 − b − c − 4 − a − 1
𝑚̇ int 4
rev
Integral ini dapat ditulis dalam bentuk temperatur rata-rata penambahan
kalor, 𝑇̅in , sebagai berikut:
𝑄̇in
( ) = 𝑇̅in (𝑠1 − 𝑠4 )
𝑚̇ int
rev
di mana tanda garis di atas menunjukkan rata-rata. Demikian juga, area 2-
b-c-3-2 mewakili perpindahan panas dari uap kondensasi per satuan massa
yang melewati kondensor:
𝑄̇out
( ) = 𝑇out (𝑠2 − 𝑠3 ) = luasan 2 − b − c − 3 − 2
𝑚̇ int
rev
= 𝑇out (𝑠1 − 𝑠4 )
di mana 𝑇out menyatakan temperatur pada sisi uap dari kondensor pada
siklus Rankine seperti diperlihatkan pada gbr. 6.3. Efisiensi termal dari
siklus Rankine ini dapat dinyatakan dalam bentuk perpindahan panas ini
sebagai:
(𝑄̇out ⁄𝑚̇) int 𝑇out
rev
𝜂ideal = 1 − = 1− (6.8)
(𝑄̇in ⁄𝑚̇) int 𝑇̅in
rev
Dengan melihat pers. 6.8, disimpulkan bahwa efisiensi termal siklus ideal
cenderung meningkat jika temperatur rata-rata penambahan energi
melalui proses perpindahan panas meningkat dan/atau temperatur
pelepasan energi menurun. Dengan alasan yang sama, kesimpulan ini

115
berlaku juga untuk siklus ideal lainnya yang dibahas pada bab ini dan
berikutnya.
Persamaan 6.8 digunakan untuk mempelajari pengaruh perubahan
dalam tekanan boiler dan kondensor terhadap efisiensi siklus. Walaupun
kesimpulan ini diperoleh berdasarkan siklus Rankine ideal, kesimpulan ini
secara kualitatif berlaku juga untuk kondisi instalasi pembangkit tenaga
uap yang aktual. Gambar 6.4a menunjukkan dua siklus ideal yang memiliki
tekanan kondensor yang sama tapi tekanan boiler yang berbeda. Melalui
pengamatan, temperatur rata-rata penambahan kalor terlihat lebih besar
untuk siklus l'-2'-3'-4'- l' yang memiliki tekanan lebih besar dibandingkan
siklus 1-2-3-4-1. Dapat disimpulkan bahwa pening-katan tekanan boiler
pada siklus Rankine ideal cenderung meningkatkan efisiensi termal.
Gambar 6.4b memperlihatkan dua siklus dengan tekanan boiler yang
sama tetapi tekanan kondensor yang berbeda. Satu kondensor beroperasi
pada tekanan atmosfer dan lainnya pada tekanan di bawah tekanan
atmosfer. Temperatur pelepasan kalor pada siklus 1-2-3-4-1 yang
berkondensasi pada tekanan atmosfer adalah 100°C. Temperatur
pelepasan kalor pada siklus l-2"-3"-4"-l yang bertekanan lebih rendah
adalah lebih rendah, sehingga siklus ini memiliki efisiensi termal yang lebih
besar. Dapat disimpulkan bahwa penurunan tekanan kondensor cenderung
meningkatkan efisiensi termal.

(a) (b)
(a) Pengaruh tekanan boiler (b) Pengaruh tekanan kondensor
Gambar 6.4 Pengaruh variasi tekanan operasi pada siklus Rankine ideal.

Tekanan kondensor terendah adalah tekanan jenuh yang berkaitan


dengan temperatur udara sekitar (ambient temperature), karena ini
merupakan temperatur terendah yang dapat dicapai untuk pelepasan kalor
ke lingkungan sekitar. Tujuan untuk menjaga tekanan ke luar turbin
(kondensor) serendah mungkin merupakan alasan utama dipakainya
kondensor di dalam sebuah pembangkit tenaga. Air cair pada tekanan
atmosfer dapat ditarik ke dalam boiler melalui pompa, dan uap dapat
dikeluarkan langsung ke atmosfer pada bagian ke luar turbin. Akan tetapi,
dengan memakai kondensor yang sisi uapnya beroperasi pada tekanan di
bawah tekanan atmosfer, turbin memiliki daerah bertekanan rendah yang

116
dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan, sehingga menghasilkan
peningkatan yang signifikan pada kerja netto dan efisiensi termal.
Penambahan kondensor memungkinkan fluida kerja untuk mengalir dalam
siklus tertutup. Pengaturan ini memungkinkan sirkulasi kontinu oleh
fluida kerja, sehingga air murni yang tingkat korosinya lebih rendah
daripada air ledeng dapat dimanfaatkan.

6.4 Perbandingan dengan Siklus Carnot


Persamaan 6.8 memiliki bentuk yang sama dengan persamaan yang
digunakan untuk menentukan efisiensi termal dari siklus tenaga uap
Carnot. Akan tetapi, dengan mengacu pada gbr. 6.5, jelas bahwa siklus
Rankine ideal 1−2−3−4−4'−1 memiliki efisiensi termal yang lebih rendah
dibandingkan siklus Carnot l−2−3'−4'−l yang memiliki temperatur
maksimum 𝑇H dan temperatur minimum 𝑇C yang sama, karena temperatur
rata-rata antara 4 dan 4' lebih rendah daripada 𝑇H . Walaupun terdapat
efisiensi termal yang lebih besar pada siklus Carnot, siklus ini memiliki dua
kelemahan untuk digunakan sebagai model dari siklus tenaga uap
sederhana. Pertama, kalor yang berpindah ke fluida kerja suatu
pembangkit tenaga uap biasanya diperoleh dari produk panas hasil
pendinginan pembakaran pada tekanan yang kira-kira konstan. Untuk
memanfaatkan secara optimal energi yang dilepaskan melalui pembakaran,
produk panas harus didinginkan serendah mungkin. Bagian pertama dalam
proses pemanasan siklus Rankine seperti diperlihatkan pada gbr. 6.5,
Proses 4-4', dicapai dengan mendinginkan produk pembakaran di bawah
temperatur maksimum 𝑇H . Akan tetapi, dengan siklus Carnot, hasil
pembakaran dapat didinginkan hanya sampai 𝑇𝐻 . Jadi, pemanfaatan energi
yang dilepaskan dari pembakaran menjadi lebih kecil. Kelemahan kedua
dari siklus tenaga uap Carnot terdapat di dalam proses pemompaan. Pada
kondisi 3' dari gbr. 6.5 merupakan campuran dua-fase cairan-uap. Banyak
masalah praktis yang dihadapi dalam mengembangkan pompa yang dapat
menangani campuran dua-fase, yang diperlukan untuk mengaplikasikan
siklus Carnot 1−2−3'−4'−1.

117
Gambar 6.5 Perbandingan siklus Rankine ideal dengan siklus Carnot
Jauh lebih mudah untuk mengkondensasi uap seluruhnya dan hanya
menangani cairan dalam pompa, seperti yang dilakukan dalam siklus
Rankine. Pemompaan dari kondisi 3 ke 4 dan pemanasan pada tekanan
konstan tanpa kerja dari 4 ke 4' merupakan proses yang cukup mudah
untuk dicapai dalam praktik.

6.5 Ireversibilitas pada Siklus Rankine


Ireversibilitas dan rugi terdapat dalam keempat sub-sistem seperti
diperlihatkan pada gbr. 6.1. Beberapa di antara efek-efek tersebut memiliki
pengaruh yang lebih besar pada kinerja dibandingkan dengan yang lainnya.
Pada bagian ini akan dibahas ireversibilitas dan rugi yang dialami fluida
kerja ketika bersirkulasi melalui sirkuit tertutup dari siklus Rankine.
Turbin. Ireversibilitas utama yang dialami oleh fluida kerja ada
hubungannya dengan ekspansi melalui turbin. Perpindahan panas dari
turbin ke sekitarnya merupakan salah satu bentuk rugi, tapi karena rugi ini
biasanya tidak terlalu penting, rugi ini akan diabaikan dalam diskusi -
diskusi selanjutnya. Seperti diilustrasikan pada proses 1-2 dari gbr. 6.6,
ekspansi adiabatik aktual dalam turbin selalu disertai oleh kenaikan
entropi. Kerja yang dihasilkan per satuan massa dalam proses ini lebih kecil
daripada ekspansi isentropik l-2s. Efisiensi isentropik turbin 𝜂t ,
memperlihatkan pengaruh ireversibilitas dalam turbin melalui
perbandingan jumlah kerja aktual dan isentropik. Dengan menggunakan
kondisi penomoran seperti pada gbr. 6.6, efisiensi isentropik turbin adalah:
(𝑊̇t ⁄𝑚̇) ℎ1 − ℎ2
𝜂𝑡 = = (6.9)
̇
(𝑊t ⁄𝑚̇)s ℎ1 − ℎ2𝑠

di mana pembilang merupakan kerja aktual yang dihasilkan per satuan


massa melalui turbin dan penyebut merupakan kerja untuk ekspansi

118
isentropik dari daerah masuk turbin ke tekanan ke luar turbin.
Ireversibilitas dalam turbin menyebabkan penurunan yang cukup
signifikan dalam keluaran daya netto dari pembangkit tenaga.

Gambar 6.6 Pengaruh ireversibilitas turbin dan pompa


Pompa. Masukan kerja ke pompa yang diperlukan untuk mengatasi
gesekan juga mengurangi keluaran daya netto dari pembangkit tenaga uap.
Jika tidak ada perpindahan panas ke lingkungan sekelilingnya, akan terjadi
peningkatan entropi di dalam aliran yang melewati pompa. Proses 3-4 pada
gbr. 6.6 mengilustrasikan proses pemompaan yang iktual. Masukan kerja
untuk proses ini lebih besar daripada untuk proses isentropik 3−4s.
Efisiensi pompa isentropik 𝜂𝑝 memperlihatkan pengaruh ireversibilitas
dalam pompa melalui perbandingan jumlah kerja aktual dan kerja
isentropik. Dengan menggunakan penomoran kondisi seperti pada gbr. 6.6,
efisiensi isentropik pompa adalah:
(𝑊̇p ⁄𝑚̇) ℎ4𝑠 − ℎ3
s
𝜂𝑝 = = (6.10)
(𝑊̇p ⁄𝑚̇) ℎ4 − ℎ3
Dalam persamaan ini, kerja pompa untuk proses isentropik muncul sebagai
pembilang. Kerja pompa aktual, yang kuantitasnya lebih besar, adalah
penyebutnya. Karena kerja pompa jauh lebih kecil dari kerja turbin,
ireversibilitas pompa memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap kerja
netto siklus dibandingkan dengan ireversibilitas dalam turbin.
Ketidakidealan lainnya. Ireversibilitas turbin dan pompa yang
disebutkan di atas adalah ireversibilitas internal yang dialami oleh fluida
kerja ketika mengalir dalam sirkuit tertutup dari siklus Rankine. Akan
tetapi, sumber terpenting dari ireversibilitas untuk keseluruhan
pembangkit tenaga uap berbahan bakar fosil adalah berkaitan dengan
pembakaran bahan bakar dan perpindahan panas yang kemudian terjadi
dari produk pembakaran yang panas ke fluida kerja siklus. Pengaruh -
pengaruh ini terjadi di lingkungan sekitar subsistem berlabel A pada gbr.
6.1 sehingga merupakan ireversibilitas eksternal untuk siklus Rankine.
Ireversibilitas ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam sub -bab 6.6.
Pengaruh lain yang timbul di lingkungan sekitar adalah pelepasan

119
energi ke air pendingin ketika fluida kerja mengalami kondensasi.
Walaupun cukup banyak energi yang dibawa pergi oleh air pendingin,
ternyata pemanfaatannya terbatas. Untuk kondensor di mana uap
berkondensasi dekat dengan temperatur ambien, air pendingin mengalami
peningkatan hanya beberapa derajat lebih tinggi dari temperatur ambien
ketika melalui kondensor sehingga memiliki kegunaan yang terbatas. Oleh
karena itu, signifikansi dari rugi ini jauh lebih kecil daripada yang diduga
dari besarnya energi yang dipindahkan ke air pendingin. Pemanfaatan
kondensor air pendingin dibicarakan lebih jauh di sub-bab 6.6 dengan
menggunakan konsep exergi.
Selain yang sudah disebutkan sejauh ini, terdapat beberapa sumber
ketidakidealan lainnya. Sebagai contoh, perpindahan panas ”liar” dari
permukaan-permukaan luar komponen pembangkit tenaga uap memiliki
efek yang merugikan kinerja, karena rugi-rugi tersebut mengurangi
keefektifan konversi dari masukan kalor menjadi keluaran kerja. Pengaruh
gesekan yang mengakibatkan penurunan tekanan merupakan sumber
ireversibilitas internal ketika fluida kerja mengalir melalui boiler,
kondensor, dan pipa-pipa yang menghubungkan berbagai komponen.
Analisis termodinamika yang terperinci akan memperhitungkan efek-efek
ini. Akan tetapi, untuk memudahkan pembahasan, efek-efek tersebut akan
diabaikan dalam diskusi-diskusi selanjutnya. Jadi, gbr. 6.3 tidak menun-
jukkan adanya penurunan tekanan dalam aliran yang melalui boiler dan
kondensor atau antara komponen-komponen pembangkit lainnya. Hal lain
yang mempengaruhi kinerja dapat dilihat dari peletakan kondisi 3 pada
gbr. 6.3. Pada kondisi ini, temperatur fluida kerja yang ke luar dari
kondensor memiliki nilai yang lebih rendah daripada temperatur jenuh
yang berkaitan dengan tekanan kondensor. Hal ini merugikan karena
diperlukan perpindahan panas yang lebih besar di dalam boiler untuk
mengubah air ke kondisi jenuh. Pada contoh berikut, siklus Rankine ideal
dalam Contoh 6.2 dimodifikasi untuk memperhitungkan pengaruh
ireversibilitas dalam turbin dan pompa.
Contoh Soal 6.2
Ulangi lagi analisis terhadap siklus tenaga uap pada Contoh 6.1, tapi kali ini
turbin dan pompa masing-masing memiliki efisiensi isentropik sebesar
85%. Tentukanlah untuk siklus yang dimodifikasi ini (a) efisiensi termal,
(b) laju aliran massa uap, kg/h, untuk keluaran daya netto sebesar 100 MW,
(c) laju perpindahan panas, 𝑄̇in ke dalam fluida kerja ketika melalui boiler,
dalam MW, (d) nilai perpindahan panas, 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika
melalui kondensor, dalam MW, (e) laju aliran massa air pendingin
kondensor, kg/h, jika air pendingin masuk ke kondensor pada 15°C dan ke
luar pada 35°C. Jelaskan pengaruh ireversibilitas di dalam turbin dan
pompa terhadap siklus uap tersebut.

120
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.1S dan diagram 𝑇 − 𝑠 ditunjukkan
pada gbr. 6.2S.

Gambar 6.2S Diagram 𝑇 − 𝑠 contoh soal 6.2


Diketahui : Suatu siklus tenaga uap beroperasi dengan uap sebagai fluida
kerja. Turbin dan pompa keduanya memiliki efisiensi 85%.
Asumsi :
(1) Setiap komponen dari siklus dianalisis sebagai volume atur pada
kondisi steady;
(2) Fluida kerja mengalir melalui boiler dan kondensor pada tekanan
konstan. Uap jenuh masuk ke turbin. Kondensat berada pada kondisi
jenuh di sisi luar kondensor;
(3) Turbin dan pompa dianggap adiabatik dengan efisiensi 85%; dan
(4) Pengaruh energi potensial dan kinetik diabaikan.
Analisis: Karena adanya ireversibilitas selama uap berekspansi melalui
turbin, terjadi peningkatan entropi spesifik dari bagian masuk turbin ke
bagian ke luar, seperti ditunjukkan diagram T-s pada gbr. 6.6. Demikian
pula, terjadi peningkatan entropi spesifik dari bagian masuk pompa ke
bagian ke luar. Analisis dimulai dengan menetapkan setiap kondisi utama.
Kondisi 1 sama dengan Contoh 6.1, jadi ℎ1 = 2758,0 kJ/kg dan 𝑠1 =
5,7432 kJ/kg ∙ K.

Entalpi spesifik pada bagian ke luar turbin, kondisi 2, dapat dihitung


dengan menggunakan efisiensi turbin:
(𝑊̇t⁄𝑚̇) ℎ1 − ℎ2
𝜂t = =
̇ ⁄
(𝑊t 𝑚̇)s ℎ1 − ℎ2𝑠

di mana ℎ2𝑠 adalah entalpi spesifik pada kondisi 2s dalam diagram T−s.
Dari penyelesaian Contoh 6.1, ℎ2𝑠 = 1794,8 kJ/kg. Menyelesaikan ℎ2 dan
memasukkan nilai yang diketahui:
ℎ2 = ℎ1 − 𝜂𝑡 (ℎ1 − ℎ2𝑠 )
= 2758 − 0,85(2758 − 1794,8) = 1939,3 kJ/kg
Kondisi 3 sama dengan Contoh 6.1, jadi ℎ3 = 173,88 kJ/kg.

121
Untuk menentukan entalpi spesifik pada bagian ke luar pompa,
kondisi 4, lakukan penyederhanaan terhadap kesetimbangan laju massa
dan energi untuk volume atur di sekeliling pompa untuk memperoleh
𝑊̇p ⁄𝑚̇ = ℎ4 − ℎ3 . Setelah disusun ulang, entalpi spesifik pada kondisi 4
adalah:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇p ⁄𝑚̇
Untuk menentukan ℎ4 dari persamaan ini diperlukan kerja pompa, yang
dapat diperoleh dari efisiensi pompa, 𝜂p , sebagai berikut. Berdasarkan
definisi:
(𝑊̇p ⁄𝑚̇)
s
𝜂p =
(𝑊̇p ⁄𝑚̇)
Suku (𝑊̇p ⁄𝑚̇) dapat dievaluasi dengan menggunakan pers. 6.7b. Maka
s
penyelesaian terhadap (𝑊̇p ⁄𝑚̇) menghasilkan:
𝑊̇p 𝑣3 (𝑝4 − 𝑝3 )
=
𝑚̇ 𝜂p
Pembilang dari persamaan di atas telah ditentukan pada penyelesaian
Contoh 6.1, maka:
𝑊̇p 8,06 kJ⁄kg
= = 9,48 kJ⁄kg
𝑚̇ 0,85
Maka entalpi spesifik pada bagian ke luar pompa adalah:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇p ⁄𝑚̇ = 173,88 + 9,48 = 183,36 kJ⁄kg
a. Daya netto yang dihasilkan oleh siklus adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p = 𝑚̇[(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )]
Laju perpindahan panas ke fluida kerja ketika melalui boiler adalah:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
Jadi, efisiensi termal adalah:
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
𝜂=
(ℎ1 − ℎ4 )
Dengan memasukkan nilai yang diketahui:
(2758 − 1939,3) − 9,48
𝜂= = 0,314 (31,4%) ⊲
(2758 − 183,36)
b. Dengan menggunakan persamaan untuk daya netto dalam bagian (a),
laju aliran massa uap adalah:
𝑊̇siklus
𝑚̇ =
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
(100 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
= = 4,449 × 105 kg⁄h ⊲
(818,7 − 9,48) kJ⁄kg

122
c. Dengan menggunakan persamaan untuk 𝑄̇in dari bagian (a) dan nilai-
nilai entalpi spesifik yang dihitung sebelumnya:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
(4,449 × 105 kg⁄h)(2758 − 183,36) kJ⁄kg
= = 318,2 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
d. Laju perpindahan panas dari uap kondensasi ke air pendingin adalah:
𝑄̇out = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
(4,449 × 105 kg⁄h)(1939,3 − 173,88) kJ⁄kg
= = 218,2 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
e. Laju aliran massa air pendingin dapat ditentukan dari:
𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇cw =
(ℎcw,out − ℎcw,in )
(218,2 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
= = 9,39 × 106 kg⁄h ⊲
(146,68 − 62,99) kJ⁄kg

6.6 Pemanasan Lanjut dan Ulang


Representasi dari siklus tenaga uap yang dibahas sejauh ini tidak
menggambarkan secara tepat instalasi pembangkit tenaga uap yang aktual,
karena berbagai modifikasi biasanya diterapkan untuk meningkatkan
kinerja keselurahan. Di dalam sub-bab ini akan dibahas dua modifikasi
siklus yang dikenal sebagai pemanasan lanjut (superheat) dan pemanasan
ulang (reheat). Keduanya seringkali dikombinasikan ke dalam instalasi
pembangkit daya uap.
Penjelasan akan dimulai dengan memperhatikan bahwa peningkatan
tekanan boiler atau penurunan tekanan kondensor mengakibatkan penuru -
nan kualitas uap pada bagian ke luar turbin. Ini dapat dilihat dengan
membandingkan kondisi 2' dan 2" pada gbr. 6.4a dan 6.4b dengan kondisi
2 pada masing-masing diagram. Jika kualitas campuran yang melalui
turbin menjadi sangat rendah, pengaruh dari butir-butir cairan pada sudu
turbin dapat mengakibatkan pengikisan, yang menyebabkan terjadinya
penurunan efisiensi turbin dan peningkatan biaya perawatan. Oleh karena
itu, yang biasa dilakukan adalah mempertahankan paling tidak kualitas
90% (𝑥2 ≥ 0,9) pada bagian ke luar turbin. Modifikasi siklus yang dikenal
sebagai pemanasan lanjut dan pemanasan ulang memungkinkan
dicapainya tekanan yang menguntungkan di dalam boiler dan kondensor
sekaligus menghindari masalah kualitas rendah pada bagian ke luar turbin.
Pemanasan lanjut. Pertama-tama, akan dibahas pemanasan lanjut.
Karena tidak ada batasan untuk uap jenuh pada bagian masuk turbin,
energi bisa ditambahkan lebih lanjut melalui proses perpindahan panas ke
uap, sehingga mencapai kondisi uap panas lanjut di daerah masuk turbin.
Ini dilakukan di dalam suatu penukar kalor terpisah yang disebut

123
superheater. Kombinasi boiler dan superheater dikenal sebagai generator
uap. Gambar 6.3 menunjukkan siklus Rankine ideal dengan uap panas
lanjut di bagian masuk turbin: siklus l'−2'−3−4−l'. Siklus dengan pemanas
lanjut memiliki temperatur rata-rata yang lebih tinggi karena ada
penambahan panas dibandingkan dengan siklus tanpa ada superheater
(siklus 1−2−3−4−1), sehingga efisiensi termalnya pun lebih tinggi. Selain
itu, kualitas pada bagian ke luar turbin kondisi 2' lebih besar daripada pada
kondisi 2, yang adalah kondisi bagian ke luar turbin tanpa superheater.
Oleh sebab itu, superheater juga memiliki kecenderungan menghilangkan
masalah kualitas uap yang rendah pada bagian ke luar turbin. Dengan
pemanasan lanjut yang memadai, kondisi bagian ke luar turbin dapat
mencapai daerah uap panas lanjut.
Pemanasan ulang. Modifikasi lebih lanjut yang umum dipakai di
dalam instalasi pembangkit tenaga uap adalah penambahan pemanas ulang
(reheater). Dengan pemanasan ulang, suatu instalasi pembangkit tenaga
uap dapat memanfaatkan peningkatan efisiensi yang dihasilkan dari
tekanan boiler yang lebih tinggi sekaligus menghindari kualitas rendah uap
pada bagian ke luar turbin. Dalam siklus pemanasan ulang ideal pada gbr.
6.7, uap berekspansi hingga mencapai tekanan kondensor tidak dalam satu
tingkat saja. Uap berekspansi melalui turbin tingkat-pertama (proses 1−2)
ke suatu nilai tekanan di antara tekanan generator uap dan kondenser. Uap
kemudian dipanaskan kembali di dalam generator uap (proses 2−3).
Idealnya, tidak terjadi penurunan tekanan ketika uap dipanaskan ulang.
Setelah pemanasan ulang, uap berekspansi di dalam turbin tingkat -kedua
hingga mencapai tekanan kondenser (proses 3−4). Keuntungan utama dari
pemanasan ulang adalah untuk meningkatkan kualitas uap di bagian keluar
turbin. Hal ini bisa dilihat dari diagram T−s pada gbr. 6.7 dengan
membandingkan kondisi 4 dengan 4', kondisi bagian keluar turbin tanpa
pemanasan ulang. Ketika menghitung efisiensi termal dari suatu siklus
pemanasan ulang, perlu dilakukan perhitungan keluaran kerja dari kedua
tingkatan turbin dan juga penambahan kalor total yang terjadi di dalam
proses penguapan/pemanasan lanjut dan pemanasan ulang. Perhitungan
ini diilustrasikan pada contoh soal 6.3.

124
Gambar 6.7 Siklus pemanasan ulang ideal
Contoh soal 6.3
Uap dipakai sebagai sebagai fluida kerja dalam siklus Rankine ideal dengan
pemanasan lanjut dan ulang. Uap memasuki turbin tingkat-pertama pada
8,0 MPa, 480°C, dan berekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan
ulang ke 440°C sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi
hingga tekanan kondenser 0,008MPa. Keluaran daya netto adalah 100
MW. Tentukan (a) efisiensi termal siklus, (b) laju aliran massa uap, dalam
kg/h, (c) laju perpindahan panas 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika melalui
kondenser, dalam MW, dan (d) jelaskan pengaruh pemanasan ulang pada
siklus tenaga uap.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.3S.
Diketahui : Suatu siklus pemanasan ulang ideal beroperasi dengan uap
sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur operasi diketahui dan
keluaran daya netto diberikan.

125
Gambar 6.3S Skematis diagram soal dari data yang diketahui
Ditanyakan : efisiensi termal, laju aliran massa uap, dalam kg/h, laju
perpindahan panas dari uap kondensasi ketika melalui kondenser, dalam
MW, dan pengaruh pemanasan ulang pada siklus tenaga uap.
Asumsi :
(1) Setiap komponen dalam siklus dianalisis sebagai sebuah volume atur
pada kondisi steady. Volume atur diperlihatkan pada gambar dengan
garis putus-putus;
(2) Seluruh proses yang dialami fluida kerja bersifat ireversibel secara
internal;
(3) Turbin dan pompa beroperasi secara adiabatik;
(4) Kondensat ke luar dari kondenser sebagai cairan jenuh; dan
(5) Efek energi potensial dan kinetik dapat diabaikan.
Analisis: Sebagai langkah awal, akan ditetapkan kondisi-kondisi utama.
Dimulai dari bagian masuk turbin tingkat-pertama, tekanannya adalah 8,0
MPa dan temperatur 480°C, jadi uap berada dalain kondisi uap panas lanjut.
Dari Tabel T-4, ℎ1 = 3348,4 kJ/kg, dan 𝑠1 = 6,6586 kJ/kg ∙ K.
Kondisi 2 ditetapkan oleh 𝑝2 = 0,7 MPa dan 𝑠2 = 𝑠1 untuk ekspansi
isentropik melaiui turbin tingkat-pertama. Dengan menggunakan data
cairan jenuh dan uap jenuh dari Tabel T-3, kualitas pada kondisi 2 adalah:
𝑠2 − 𝑠f 6,6586 − 1,9922
𝑥2 = = = 0,9895
𝑠g − 𝑠f 6,708 − 1,9922
Entalpi spesifik adalah:
ℎ2 = ℎ𝑓 + 𝑥2 ℎ𝑓𝑔
= 697,22 + (0,9895)2066,3 = 2741,8 kJ/kg
Kondisi 3 adalah uap pemanasan lanjut dengan 𝑝3 = 0,7 MPa dan 𝑇3 =
440°C, jadi dari Tabel T-4, ℎ3 = 3353,3 kJ/kg dan 𝑠3 = 7,7571 kJ/kg ∙ K.

126
Untuk menentukan kondisi 4, gunakan 𝑝4 = 0,008 MPa dan 𝑠4 = 𝑠3
untuk ekspansi isentropik melaiui turbin tingkat-kedua. Dengan data dari
Tabel T-3, kualitas kondisi 4 adalah:
𝑠4 − 𝑠f 7,7571 − 0,5926
𝑥4 = = = 0,9382
𝑠g − 𝑠f 8,2287 − 0,5926
Entalpi spesifik adalah:
ℎ2 = 173,88 + (0,9382)2403,1 = 2428,5 kJ/kg
Kondisi 5 adalah cairan jenuh pada 0,008 MPa, jadi ℎ𝑠 = 173,88 kJ/kg.
Akhirnya, kondisi pada bagian ke luar pompa sama dengan Contoh 6.1, jadi
ℎ6 = 181,94 kJ/kg.
a. Daya netto yang dihasilkan oleh siklus adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t1 + 𝑊̇t2 + 𝑊̇t3
Kesetimbangan laju massa dan energi untuk kedua tingkat turbin dan
pompa masing-masing disederhanakan menjadi:
Turbin 1: 𝑊̇t1 ⁄𝑚̇ = ℎ1 − ℎ2
Turbin 2: 𝑊̇t2⁄𝑚̇ = ℎ3 − ℎ4
Pompa: 𝑊̇p ⁄𝑚̇ = ℎ6 − ℎ5
dengan 𝑚̇ adalah laju aliran massa uap.
Laju perpindahan panas total ke fluida kerja ketika melalui boiler
super-heater dan reheater adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ6 ) + (ℎ3 − ℎ2 )
𝑚̇
Menggunakan persamaan ini, efisiensi termal adalah:

(ℎ1 − ℎ2 ) + (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ6 − ℎ5 )


𝜂=
(ℎ1 − ℎ6 ) + (ℎ3 − ℎ2 )
(3348,4 − 2741,8) + (3353,3 − 2428,5) − (181,94 − 173,88)
=
(3348,4 − 181,94) + (3353,3 − 2741,8)
606,6 + 924,8 − 8,06 1523,3 kJ/kg
= = = 0,403 (40,3%) ⊲
3166,5 − 611,5 3778 kJ/kg
b. Laju aliran massa uap dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
untuk daya netto yang diberikan di bagian (a):
𝑊̇siklus
𝑚̇ =
(ℎ1 − ℎ2 ) + (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ6 − ℎ5 )
(100 MW)|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
= = 2,363 × 105 kg⁄h ⊲
(606,6 + 924,8 − 8,06) kJ/kg
c. Laju perpindahan panas dari uap kondensasi ke air pendingin adalah:
𝑄̇out = 𝑚̇(ℎ4 − ℎ5 )

127
2,363 × 105 kg/h(2428,5 − 173,88) kJ/kg
= = 148 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
Untuk melihat pengaruh pemanasan ulang, bandingkan nilai-nilai
pada contoh ini dengan nilai-nilai pada Contoh 6.1. Dengan pemanasan
lanjut dan ulang, efisiensi termal meningkat melebihi siklus pada Contoh 6.1.
Untuk daya netto yang diberikan (100 MW), efisiensi termal yang lebih besar
berarti laju aliran uap yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Selain itu,
dengan efisiensi termal yang lebih besar, laju perpindahan panas ke air
pendingin juga menjadi berkurang, sehingga kebutuhan akan air pendingin
juga berkurang. Dengan pemanasan ulang, kualitas uap pada bagian ke luar
turbin secara substantif meningkat melebihi nilai siklus pada contoh soal 6.1.
Contoh berikut memberikan ilustrasi akan pengaruh ireversibilitas
turbin pada siklus pemanasan ulang ideal pada contoh soal 6.3.
Contoh soal 6.4
Perhatikan lagi siklus pemanasan ulang pada contoh soal 6.3, tapi kali ini
setiap turbin memiliki efisiensi isentropik 𝜂𝑡 = 85%, tentukan efisiensi
termalnya.
Penyelesaian
Diketahui : Suatu siklus pemanasan ulang dioperasikan dengan
menggunakan uap sebagai fluida kerjanya. Tekanan dan temperatur
pegoperasian diberikan. Setiap tingkat turbin memiliki efisiensi isentropik
yang sama.
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.4S

Gambar 6.4S Skematis diagram contoh soal 6.4


Ditanyakan : efisiensi termal jika 𝜂𝑡 = 85%.
Asumsi :
(1) Setiap komponen dianalisis sebagai volume atur pada kondisi steady;
(2) Kecuali untuk kedua tingkat turbin, semua proses adalah reversibel
secara internal;
(3) Turbin dan pompa beroperasi secara adiabatik;
(4) Kondensat keluar dari kondenser sebagai cairan jenuh; dan

128
(5) Efek energi potensial dan kinetik dapat diabaikan.
Analisis: dari penyelesaian pada Contoh 6.3, nilai-nilai entalpi berikut
diketahui, dalam kJ/kg: ℎ1 = 3348,4; ℎ2s = 2741,8; ℎ3 = 3353,3; ℎ4s = 2428,5;
ℎ5 = 173,88; dan ℎ6 = 181,94.
Entalpi spesifik di bagian keluar turbin tingkat pertama, ℎ2 , dapat
ditentukan dengan menyelesaikan persamaan efisiensi turbin sehingga
diperoleh:
ℎ2 = ℎ1 − 𝜂𝑡 (ℎ1 − ℎ2s )
= 3348,4 − 0,85(3348,4 − 2741,8) = 2832,8 kJ/kg
Entalpi spesifik di bagian keluar turbin tingkat kedua dapat diperoleh
dengan cara yang sama:
ℎ4 = ℎ3 − 𝜂𝑡 (ℎ3 − ℎ4s )
= 3353,3 − 0,85(3353,3 − 2428,5) = 2567,2 kJ/kg
Dengan demikian efisiensi termalnya adalah:
(ℎ1 − ℎ2 ) + (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ6 − ℎ5 )
𝜂=
(ℎ1 − ℎ6 ) + (ℎ3 − ℎ2 )
(3348,4 − 2832,8) + (3353,3 − 2567,2) − (181,94 − 173,88)
=
(3348,4 − 181,94) + (3353,3 − 2832,8
1293,6
= = 0,351 (35,1%) ⊲
3687,0
Siklus Superkritis. Temperatur dari uap yang masuk ke turbin
dibatasi oleh limitasi metalurgi yang dimiliki oleh oleh bahan yang
digunakan untuk membuat superheater, reheater, dan turbin. Tekanan
tinggi dalam generator uap (boiler) memerlukan pipa yang mampu
menahan tegangan-tegangan besar pada temperatur-temperatur tinggi.
Walaupun faktor-faktor ini membatasi keuntungan yang dapat diperoleh
melalui pemanasan lanjut dan pemanasan ulang, kemajuan dalam
teknologi bahan dan metode fabrikasi selama bertahun-tahun telah
memungkinkan dinaikkannya batas maksimum untuk temperatur siklus
dan tekanan generator uap, sehingga menghasilkan peningkatan efisiensi
termal. Kemajuan yang dicapai sudah sedemikian jauh halnya sehingga
pembangkit tenaga uap dapat didesain untuk beroperasi dengan tekanan
generator uap yang melebihi tekanan kritis air (22,1 MPa) dan temperatur
masuk turbin yang melebihi 600°C. Gambar 6.8 memperlihatkan suatu
siklus pemanasan ulang ideal dengan tekanan generator uap superkritis.
Perhatikan bahwa tidak terdapat perubahan fase selama proses
penambahan kalor dari 6 ke 1.

129
Gambar 6.8 Siklus pemanasan ulang ideal superkritis

6.7 Siklus Tenaga Uap Regeneratif


Cara lain yang sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi termal
dari pembangkit tenaga uap adalah pemanasan air regeneratif, atau
regenerasi saja. Ini akan menjadi topik pembahasan dalam subbab ini. Untuk
memperkenalkan prinsip yang mendasari pemanasan air regeneratif,
perhatikan gbr. 6.3 sekali lagi. Dalam siklus 1−2−3−4−a−l, fluida kerja
memasuki boiler sebagai cairan terkompresi pada kondisi 4 dan dipanaskan
di dalam fase cair hingga mencapai kondisi a. Dengan pemanasan air
regeneratif, fluida kerja akan memasuki boiler antara kondisi 4 dan a.
Sebagai hasilnya, temperatur rata-rata di dalam proses penambahan kalor
akan mengalami peningkatan, sehingga memicu peningkatan efisiensi
termal.

6.7.1 Pemanas air pengisian terbuka.


Pemanas air pengisian terbuka merupakan alat penukar kalor jenis
kontak langsung di mana aliran-aliran pada temperatur yang berbeda
bercampur untuk membentuk satu aliran dengan temperatur tengah.
Gambar 6.9 menunjukkan gambar skema dan diagram 𝑇 − 𝑠 untuk sebuah
siklus tenaga uap regeneratif yang memiliki satu pemanas air pengisian
terbuka. Untuk siklus ini, fluida kerja mengalir secara isentropik melalui
tingkat-tingkat turbin dan pompa, dan aliran yang melewati generator uap,
kondensor, dan pemanas air pengisian terjadi tanpa adanya penurunan
tekanan di setiap komponen tersebut. Uap air memasuki turbin tingkat-
pertama pada kondisi 1 dan mengalami ekspansi ke kondisi 2, di mana
sebagian dari aliran total diekstraksi, atau ditarik, ke dalam suatu pema nas
air pengisian terbuka yang dioperasikan pada tekanan ekstraksi, 𝑝2 . Sisa uap
mengalami ekspansi melalui turbin tingkat kedua ke kondisi 3. Bagian aliran
ini terkondensasi menjadi cairan jenuh, kondisi 4, dan kemudian dipompa
mencapai tekanan ekstraksi dan dialirkan ke dalam pemanas air pengisian
pada kondisi 5. Suatu aliran campuran keluar dari pemanas air-pengisian

130
pada kondisi 6. Untuk kasus yang diperlihatkan pada gbr. 6.9, laju aliran
massa dari aliran yang memasuki pemanas air pengisian dipilih sedemikian
sehingga aliran yang keluar dari pemanas air pengisian berupa cairan jenuh
pada tekanan ekstraksi. Cairan pada kondisi 6 kemudian dipompa hingga
mencapai tekanan generator uap dan memasuki generator uap pada kondisi
7. Akhirnya, fluida kerja dipanaskan dari kondisi 7 ke kondisi 1 di dalam
generator uap.
Mengacu kepada diagram T−s dari siklus tersebut, perhatikan bahwa
penambahan kalor terjadi dari kondisi 7 ke kondisi 1, dan bukan dari kondisi
a ke kondisi 1, sebagaimana di dalam kasus tanpa regenerasi. Oleh sebab itu,
jumlah energi yang harus dipasok dari pembakaran bahan bakar fosil, atau
sumber lainnya, untuk penguapan dan pemanasan lanjut akan berkurang.
Ini adalah hasil yang ingin dicapai. Akan tetapi, hanya sebagian dari aliran
total mengalami ekspansi melalui turbin tingkat kedua (Proses 2-3),
sehingga kerja yang dihasilkan juga lebih kecil. Dalam praktiknya, kondisi
operasi dipilih sedemikian sehingga pengurangan pasokan kalor terjadi lebih
cepat dibandingkan penurunan kerja netto yang dihasilkan, sehingga
menghasilkan peningkatan efisiensi termal dalam pembangkit tenaga
regeneratif.
Analisis Siklus. Perhatikan analisis termodinamika dari siklus
regeneratif yang diilustrasikan pada gbr. 6.9. Langkah awal yang penting
dalam menganalisis siklus uap regeneratif adalah evaluasi terhadap laju
aliran massa yang melalui setiap komponen. Dengan menggunakan satu
volume atur yang melingkupi kedua tingkat turbin, kesetimbangan laju
massa pada kondisi steady adalah:
𝑚̇2 + 𝑚̇3 = 𝑚̇1
dengan 𝑚̇1 adalah laju massa yang masuk ke dalam turbin tingkat pertama
pada kondisi 1, 𝑚̇2 adalah laju massa yang diekstrak dan keluar pada kondisi
2, dan 𝑚̇3 adalah laju massa yang keluar dari turbin tingkat kedua pada
kondisi 3. Jika dibagi dengan 𝑚̇1; akan diperoleh nilai berdasarkan satuan
massa yang melewati turbin tingkat-pertama:
𝑚̇2 𝑚̇3
+ =1
𝑚̇1 𝑚̇1

131
Gambar 6.9 Siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian terbuka
Jika fraksi dari aliran total yang diekstraksi pada kondisi 2 diwakili oleh
variabel 𝑦(𝑦 = 𝑚̇2 /𝑚̇1 ), fraksi dari aliran total yang melewati turbin tingkat
kedua adalah:
𝑚̇3
𝑚̇1
= 1−𝑦 (6.11)
Fraksi 𝑦 dapat dihitung dengan menerapkan prinsip-prinsip
kekekalan massa dan kekekalan energi rada volume atur di sekeliling
pemanas air pengisian. Jika tidak terjadi perpindahan panas antara pemanas
air pengisian dan lingkungan sekitarnya serta efek energi kinetik dan
potensial dapat diabaikan, kesetimbangan laju massa dan energi pada
kondisi steady akan menghasilkan:
0 = 𝑦ℎ2 + (1 − 𝑦)(ℎ5 − ℎ6 )
Menyelesaikan 𝑦:
𝑦
ℎ6 − ℎ5
= (6.12)
ℎ2 − ℎ5
Persamaan 6.12 memungkinkan fraksi 𝑦 dihitung jika kondisi 2, 5, dan 6
telah ditentukan. Fraksi dari aliran total pada berbagai lokasi seperti
diperlihatkan oleh gbr. 6.9.
Persamaan untuk kerja utama dan perpindahan panas dari siklus
regeneratif dapat ditentukan dengan menerapkan kesetimbangan laju massa
dan energi pada volume atur yang melingkupi setiap komponen. Dimulai
dari turbin, kerja total adalah jumlah kerja yang dihasilkan oleh setiap

132
tingkat turbin. Dengan mengabaikan efek energi kinetik dan potensial dan
mengasumsikan tidak terjadi perpindahan panas dengan lingkungan
sekitarnya, dapat dituliskan kerja total turbin berdasarkan basis satuan
massa yang melewati turbin tingkat-pertama sebagai:
𝑊̇t
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦)(ℎ2
𝑚̇1
− ℎ3 ) (6.13)
Kerja total pompa adalah jumlah kerja yang dibutuhkan untuk mengo-
perasikan setiap pompa secara independen. Berdasarkan basis satuan massa
yang melewati turbin tingkat-pertama, kerja total pompa adalah:
𝑊̇p
= (ℎ7 − ℎ6 ) + (1 − 𝑦)(ℎ5
𝑚̇1
− ℎ4 ) (6.14)
Energi yang ditambahkan melalui perpindahan panas ke fluida kerja yang
melewati generator uap, per satuan massa yang berekspansi melalui turbin
tingkat pertama, adalah:
𝑄̇in
𝑚̇1
= (ℎ1 − ℎ7 ) (6.15)
dan energi yang dibuang melalui perpindahan panas ke air pendingin adalah:
𝑄̇out
= (1 − 𝑦)(ℎ3 − ℎ4 )
𝑚̇1
Contoh berikut memberikan ilustrasi tentang analisis terhadap siklus
regeneratif yang memiliki satu pemanas air pengisian terbuka, termasuk
perhitungan properti-properti pada titik-titik kondisi di seputar siklus dan
penentuan fraksi aliran total di berbagai lokasi.
Contoh soal 6.5
Perhatikan sebuah siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian terbuka. Uap metnasuki turbin pada 8,0 MPa, 480°C dan
berekspansi ke 0,7 MPa, di mana sebagian dari uap tersebut diekstraksi dan
dialihkan ke pemanas air pengisian terbuka yang dioperasikan pada 0,7 MPa.
Uap yang tersisa berekspansi melalui turbin tingkat-kedua hingga mencapai
tekanan kondenser 0,008 MPa. Cairan jenuh keluar dari pemanas air-
peagisian terbuka pada 0,7 MPa. Efisiensi isentropik dari setiap tingkat
turbin adalah 85% dan setiap pompa dioperasikan secara isentropik. Jika
keluaran daya netto dari siklus tersebut adalah 100 MW, tentukanlah (a)
efisiensi termalnya dan (b) laju aliran massa dari uap yang memasuki turbin
tingkat pertama, dalam kg/h.

133
Penyelesaian:
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.5S.

Gambar 6.5S Skematis diagram Contoh soal 6.4


Diketahui : Siklus tenaga uap regeneratif dioperasikan dengan
menggunakan uap sebagai fluida kerjanya. Tekanan dan temperatur
pengoperasian ditentukan; efisieasi dari setiap tingkat turbin dan keluaran
daya netto juga diberikan.
Analisis : Entalpi spesifik pada kondisi 1 dan 4 dapat dilihat dari tabel-tabel
uap. Entalpi spesiflk pada kondisi 2 dihitung pada penyelesaian contoh soal
6.3. Entropi spesiflk pada kondisi 2 dapat diperoleh dari tabel-tabel uap
dengan menggunakan nilai entalpi dan tekanan yang diketahui pada kondisi
ini, Sebagai rangkuman, ℎ1 = 3348,4 kJ/kg, ℎ2 = 2832,8 kJ/kg , 𝑠2 =
6,8606 kJ/kg ∙ K, ℎ4 = 173,88 kJ/kg.
Entalpi spesifik pada kondisi 3 dapat ditentukan dengan
menggunakan efisiensi dari turbin tingkat kedua:
ℎ3 = ℎ2 − 𝜂(ℎ2 − ℎ3s )
dengan 𝑠3s = 𝑠2 , kualitas pada kondisi 3s adalah 𝑥3s = 0,8208; dengan
mengguna-kan ini, diperoleh ℎ3s = 2146,3 kJ/kg. Sehingga:
ℎ3 = 2832,8 − 0,85(2832,8 − 2146,3) = 2249,3 kJ/kg
Kondisi 6 merupakan cairan jenuh pada 0,7 MPa. Jadi, ℎ6 =
697,22 kJ/kg. Karena pompa diasumsikan beroperasi tanpa ireversibilitas,
nilai entalpi spesifik pada kondisi 5 dan 7 dapat ditentukan, yaitu:
ℎ5 = ℎ4 + 𝑣4 (𝑝5 − 𝑝4 )
m3
= 173,88 + (1,0084 + 10−3 ) ( ) (0,7
kg
106 N⁄m2 1 kJ
− 0,008)MPa | || 3 |
1 MPa 10 N ∙ m

134
= 174,6 kJ/kg
ℎ7 = ℎ6 + 𝑣6 (𝑝7 − 𝑝6 )
= 697,22 + (1,1080 × 10−3 )(8,0 − 0,7)|103 |
= 705,3 kJ/kg
Dengan menerapkan kesetimbangan laju massa dan energi pada
volume atur yang melingkupi pemanas terbuka, diperoleh fraksi y dari aliran
yang diekstraksi pada kondisi 2 melalui:
ℎ6 − ℎ5 697,22 − 174,6
𝑦= = = 0,1966
ℎ2 − ℎ5 2832,8 − 174,6
a. Berdasarkan basis satuan massa yang melalui tutbin tingkat pertama,
keluaran kerja total turbin adalah:
𝑊̇t
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦)(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 2832,8) + (0,8034)(2832,8 − 2249,3)
= 984,4 kJ/kg ⊲
Kerja total pompa per satuan massa yang melalui turbia tingkat-pertama
adalah:
𝑊̇p
= (ℎ7 − ℎ6 ) + (1 − 𝑦)(ℎ5 − ℎ4 )
𝑚̇1
= (705,3 − 697,22) + (0,8034)(174,6 − 173,88)
= 8,7 kJ/kg ⊲
Penambahan kalor dalam generator uap per satuan massa yang melewati
turbin tingkat pertama adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ7 ) = 3348,4 − 705,3 = 2643,1 kJ/kg
𝑚̇1
Efisiensi termalnya adalah:
𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p ⁄𝑚̇1 984,4 − 8,7
𝜂= = = 0,369 (36,9%) ⊲
𝑄̇in ⁄𝑚̇1 2643,1
b. Laju aliran massa dari uap yang memasuki turbin, 𝑚̇1 , dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai yang diberikan untuk keluaran daya netto,
100 MW. Karena:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p
dan
𝑊̇t kJ 𝑊̇p kJ
= 984,4 dan = 8,7
𝑚̇1 kg 𝑚̇1 kg
maka
(100 MW)|3600 s/h| 103 kJ/s
𝑚̇1 = | | = 3,69 × 105 kg/h ⊲
(984,4 − 8,7) kJ/kg 1 MW

135
6.7.2 Pemanas air pengisian tertutup.
Pemanasan air regeneratif juga dapat dilakukan dengan menggunakan
pemanas air pengisian tertutup. Pemanas tertutup adalah jenis di mana
temperatur air meningkat dengan terjadinya kondensasi uap di bagian luar
dari pipa-pipa yang mengalirkan air. Kedua aliran tersebut tidak bercampur
sehingga dapat memiliki tekanan yang berbeda. Diagram pada gbr. 6.10
menunjukkan dua skema berbeda untuk mengeluarkan kondensat dari
pemanas air pengisian tertutup. Pada gbr. 6.10a, ini dilakukan dengan
menggunakan pompa yang berfungsi memompa kondensat ke depan hingga
mencapai titik di dalam siklus dengan tekanan yang lebih tinggi. Pada gbr.
6.10b, kondensat dialirkan melalui sebuah steam trap ke dalam pemanas air
yang dioperasikan pada tekanan yang lebih rendah atau ke dalam kondenser.
Steam trap sejenis valve (katup) yang mengalirkan cairan hanya ke daerah
yang bertekanan lebih rendah.

Gambar 6.10 Contoh pemanas air pengisian tertutup


Siklus tenaga uap regeneratif yang memiliki satu pemanas air
pengisian tertutup di mana kondensat terperangkap ke dalam kondenser
ditunjukkan secara skematis pada gbr. 6.11. Untuk siklus ini, fluida kerja
mengalir secara isentropik melewati tingkat-tingkat turbin dan pompa, dan
tidak terjadi penurunan tekanan selama aliran mengalir melalui komponen-
komponen yang lain. Diagram 𝑇 − 𝑠 menunjukkan kondisi-kondisi utama
dari siklus ini. Aliran uap total berekspansi melalui turbin tingkat pertama
dari kondisi 1 ke kondisi 2. Pada lokasi ini, sebagian dari aliran dialihkan ke
dalam pemanas air pengisian tertutup, di mana terjadi kondensasi uap.
Cairan jenuh pada tekanan ekstraksi keluar dari pemanas air pengisian pada
kondisi 7. Kondensat kemudian terperangkap ke dalam kondenser, dan
digabungkan kembali dengan aliran yang melalui turbin tingkat kedua.
Ekspansi dari kondisi 7 ke kondisi 8 melalui steam trap (perangkap uap)
terjadi secara ireversibel, sehingga ditunjukkan dengan garis putus-putus
pada diagram 𝑇 − 𝑠. Aliran total yang keluar dari kondenser sebagai cairan
jenuh pada kondisi 4 dipompa hingga mencapai tekanan generator uap
(boiler) dan memasuki pemanas air pengisian pada kondisi 5. Temperatur

136
air mengalami kenaikan ketika melewati pemanas air pengisian. Air
kemudian keluar pada kondisi 6. Siklus ini menjadi lengkap setelah fluida
kerja dipanaskan di dalam generator uap pada tekanan konstan dari kondisi
6 ke kondisi 1. Walaupun pemanas tertutup yang diperlihatkan pada gambar
ini dioperasikan tanpa terjadi penurunan tekanan di kedua cabang aliran,
terdapat juga sumber ireversibilitas yang disebabkan oleh perbedaan
temperatur di antara cabang-cabang aliran.

Gambar 6.11 Siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian tertutup
Analisis Siklus. Gambar skema dari siklus yang diperlihatkan pada
gbr. 6.11 yang dilengkapi dengan nilai fraksi dari aliran total di berbagai
lokasi. Informasi ini sangat berguna di dalam melakukan analisis terhadap
siklus-siklus semacam ini. Fraksi dari aliran total yang diekstraksi, y, dapat
ditentukan dengan menerapkan prinsip-prinsip kekekalan massa dan energi
pada volume atur di sekeliling pemanas tertutup. Dengan mengasumsikan
tidak terjadi perpindahan panas antara pemanas air pengisian dan
lingkungan sekelilingnya dan mengabaikan efek energi kinetik dan potensial,
kesetimbangan laju massa dan energi pada kondisi steady dapat
disederhanakan menjadi:
0 = 𝑦(ℎ2 − ℎ7 ) + (ℎ5 − ℎ6 )
Menyelesaikan y
𝑦
ℎ6 − ℎ5
= (6.17)
ℎ2 − ℎ7
Kerja utama dan perpindahan panas dapat dihitung seperti dalam
pembahasan sebelumnya.

137
6.7.3 Pemanas air pengisian bertingkat.
Efisiensi termal dari siklus regeneratif dapat ditingkatkan dengan
memanfaatkan beberapa pemanas air-pengisian pada tekanan yang sesuai.
Jumlah pemanas air-pengisian yang digunakan ditentukan oleh
pertimbangan ekonomis, karena peningkatan efisiensi termal yang diperoleh
dengan setiap penambahan pemanas haras sepadan dengan biaya tambahan
yang dikeluarkan (pemanas, sambungan-sambungan pipa, pompa, dll.).
Desainer instalasi pembangkit tenaga menggunakan program komputer
untuk membantu mereka menentukan jumlah pemanas yang akan
digunakan, jenis pemanas, dan tekanan pengoperasiannya.
Gambar 6.12 menunjukkan tata letak suatu pembangkit tenaga dengan
tiga pemanas air pengisian tertutup dan satu pemanas air pengisian terbuka.
Pembangkit tenaga dengan pemanas air pengisian bertingkat umumnya
memiliki paling tidak satu pemanas air pengisian terbuka yang dioperasikan
pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer sehingga oksigen dan
gas-gas lain yang tercampur dapat dikeluarkan dari siklus. Prosedur ini, yang
disebut deaeration, diperlukan untuk menjaga kemurnian fluida kerja
sehingga mencegah terjadinya korosi. Pembangkit-pembangkit tenaga saat
ini memiliki banyak fitur-fitur dasar seperti diperlihatkan pada gbr. 6.12.
Dalam melakukan analisis terhadap siklus tenaga uap regenaratif
dengan pemanas air pengisian bertingkat, disarankan untuk mendasarkan
analisis pada satuan massa yang memasuki turbin tingkat pertama. Untuk
memastikan jumlah materi yang mengalir melalui berbagai komponen
pembangkit, nilai-nilai fraksi dari aliran total yang diambil di setiap titik
ekstraksi dan nilai fraksi dari aliran total yang tersisa di setiap titik kondisi
di dalam siklus harus diberi tanda pada gambar skema siklus tersebut. Fraksi
yang diekstrak ditentukan dari kesetimbangan laju massa dan energi untuk
volume atur di sekeliling setiap pemanas air pengisian, dimulai dari pemanas
dengan tekanan tertinggi dan berlanjut kepada pemanas dengan tekanan
yang lebih rendah. Prosedur ini digunakan pada contoh berikut yang
melibatkan siklus tenaga uap regeneratif, reheater dengan dua pemanas air
pengisian, yaitu satu heater untuk air pengisian terbuka dan satu heater
untuk air pengisian tertutup.

138
Gambar 6.12 Instalasi pembangkit uap pemanas bertingkat
Contoh soal 6.6
Perhatikan sebuah siklus tenaga uap regeneratif-reheater dengan dua
pemanas air-pengisiaan, satu pemanas air-pengisian tertutup dan satu
pemanas air-pengisian terbuka. Uap memasuki turbin pertama pada 8,0
MPa, 480°C dan berekspansi hingga 0,7 MPa. Uap dipanaskan hingga 440°C
sebelum memasuki turbin kedua, di mana terjadi ekspansi hingga tekanan
kondenser sebesar 0,008 MPa. Uap diekstraksi dari turbin pertama pada 2
MPa dan dialirkan ke pemanas air-pengisian tertutup. Air meninggalkan
pemanas tertutup pada 205°C dan 8,0 MPa, dan kondensat ke luar sebagai
cairan jenuh pada 2 Mpa. Kondensat terperangkap ke dalam pemanas air-
pengisian terbuka. Uap diekstraksi dari turbin kedua pada 0,3 MPa dan
dialirkan juga ke pemanas air-pengisian terbuka, yang dioperasikan pada 0,3
MPa. Aliran yang keluar dari pemanas air-pengisian terbuka berupa cairan
jenuh pada 0,3 MPa. Keluaran daya netto dari siklus adalah 100 MW. Tidak
terjadi perpindahan panas "liar" dari komponen manapun ke lingkungan
sekitarnya. Jika fluida kerja tidak mengalami ireversibilitas ketika melewati
turbin, pompa, generator uap, pemanas ulang, dan kondenser, tentukanlah
(a) efisiensi tetmalnya, (b) laju aliran massa dari aliran yang memasuki
turbin pertama, dalam kg/h.

Penyelesaian
Diketahui : Sebuah siklus tenaga uap regeneratif-reheater dioperasikan
dengan meng-gunakan uap sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur
pengoperasian diketahui, dan keluaran daya netto juga diberikan.

139
Ditanyakan : efisiensi termal dan laju aliran massa yang masuk ke turbin,
dalam kg/h.
Asumsi :
1. Setiap komponen dalam siklus dianalisis sebagai volume atur pada
kondisi steady. Volume atur diperlihatkan pada gambar dengan garis
putus-putus;
2. Tidak terjadi perpindahan panas ”liar” dari komponen manapun ke
lingkungan sekitarnya;
3. Fluida kerja mengalami proses reversibel secata internal ketika melewati
turbin, pompa, generator uap, pemanas ulang, dan kondenser;
4. Ekspansi melewati trap (penjebak) merupakan proses trotel (throttling
process);
5. Efek energi kinetik dan potensial dapat diabaikan; dan
6. Kondensat keluar dari pemanas tertntup sebagai cairan jenuh pada 2
MPa. Air keluar dari heater terbuka sebagai cairan jenuh pada 0,3 MPa.
Kondensat keluar dari kondenser sebagai cairan jenuh.

Gambar 6.6S Skematis diagram contoh soal 6.6


Analisis : Entalpi spesifik pada kondisi 1 sama dengan Contoh 6.3, jadi ℎ1 =
3348,4 kJ/kg dan 𝑠1 = 6,6586 kJ/kg ∙ K.
Kondisi 2 ditentukan pada 𝑝2 = 2,0 MPa dan entropi spesifik 𝑠, yang
sama dengan kondisi 1. Dengan melakukan interpolasi dalam Tabel T-4,
diperoleh ℎ2 = 2963,5 kJ/kg. Kondisi pada bagian keluar turbin pertama

140
adalah sama dengan pada bagian keluar turbin pertama pada Contoh 6.3,
jadi ℎ3 = 2741,8 kJ/kg.
Kondisi 4 adalah uap panas lanjut (superheated steam) pada 0,7 MPa,
440°C. Dari Tabel T-4, ℎ4 = 3353,3 kJ/kg dan 𝑠4 = 7,7571 kJ/kg ∙ K. Dengan
melakukan interpolasi dalam Tabel T-4 pada 𝑝5 = 0,3 MPa dan 𝑠5 = 𝑠4 =
7,7571 kJ/kg ∙ K, entalpi pada kondisi 5 adalah ℎ5 = 3101,5 kJ/kg.
Dengan menggunakan 𝑠6 = 𝑠4 , kualitas pada kondisi 6 diperoleh
sebesar 𝑥6 = 0,9382. Sehingga:
ℎ6 = ℎ𝑓 + 𝑥6 ℎ𝑓𝑔
= 173,88 + (1,9382)2403,1 = 2428,5 kJ/kg
Pada lubang ke luar kondenser, ℎ7 = 173,88 kJ/kg. Entalpi spesifik pada
bagian ke-luar pompa pertama adalah:
ℎ8 = ℎ7 + 𝑣7 (𝑝8 − 𝑝7 )
= 173,88 + (1,0084)(0,3 − 0,008) = 174,17 kJ/kg
Cairan yang meninggalkan heater air pengisian terbuka pada kondisi
9 adalah cairan jenuh pada 0,3 MPa. Entalpi spesifiknya adalah ℎ9 =
561,47 kJ/kg. Entalpi spesifik di bagian keluar pompa kedua adalah:
ℎ10 = ℎ9 + 𝑣9 (𝑝10 − 𝑝9 )
= 561,47 + (1,0732)(8,0 − 0,3) = 569,73 kJ/kg
Kondensat yang meninggalkan heater tertutup berada pada kondisi
jenuh sebesar 2 MPa. Dari Tabel T-3, ℎ12 = 908,79 kJ/kg. Fluida yang
melewati perangkap (trap) mengalami proses trotel, sehingga ℎ13 =
908,79 kJ/kg.
Entalpi spesifik dari air yang keluar dari heater tertutup pada 8,0 MPa
dan 205°C diperoleh dengan menggunakan persamaan:
ℎ11 = ℎ𝑓 + 𝑣𝑓 (𝑝11 − 𝑝sat )
= 875,1 + (1,1646)(8,0 − 1,73) = 882,4 kJ/kg
dengan ℎ𝑓 and 𝑣𝑓 adalah masing-masing entalpi spesifik dan volume spesifik
cairan jenuh pada 205°C, dan 𝑝sat adalah tekanan jenuh dalam MPa pada
temperatur ini.
Gambar skema siklus disertai dengan informasi nilai fraksi dari aliran
total ke dalam turbin yang tersisa ditunjukkan pada gbr. 6.6S. Fraksi dari
aliran total yang dialihkan ke heater tertutup dan heater terbuka, masing-
masing adalah 𝑦 ′ = 𝑚̇2 ⁄𝑚̇1 dan 𝑦 ′′ = 𝑚̇5⁄𝑚̇1 , dengan 𝑚̇1 menyatakan laju
aliran massa yang memasuki turbin pertama.
Fraksi 𝑦 ′ dapat ditentukan melalui penerapan kesetimbangan laju
massa dan energi pada volume atur yang melingkupi heater tertutup.
Hasilnya adalah:
ℎ11 − ℎ10 882,3 − 569,73
𝑦′ = = = 0,1522
ℎ2 − ℎ12 2963,5 − 908,79

141
Fraksi 𝑦 ′′ dapat ditentukan melalui penerapan kesetimbangan laju
massa dan energi pada volume atur yang melingkupi heater terbuka,
sehingga menghasilkan:
0 = 𝑦 ′′ ℎ5 + (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )ℎ8 + 𝑦 ′ ℎ13 − ℎ9
Sehingga diperoleh nilai 𝑦 ′′ :
(1 − 𝑦 ′ )ℎ8 + 𝑦 ′ ℎ13 − ℎ9
𝑦 ′′ =
ℎ8 − ℎ5
(0,8478)174,17 + (0,1522)908,79 − 561,47
= = 0,0941
174,17 − 3101,5
a. Nilai kerja dan perpindahan panas dinyatakan berdasarkan satuan massa
yang masuk ke dalam turbin pertama. Kerja yang dihasilkan turbin
pertama per satuan massa yang masuk adalah:
𝑊̇t1
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦 ′ )(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 2963,5) + (0,8478)(2963,5 − 2741,8)
= 572,9 kJ/kg
Demikian juga, untuk turbin kedua:
𝑊̇t2
= (1 − 𝑦 ′ )(ℎ4 − ℎ5 ) + (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )(ℎ5 − ℎ6 )
𝑚̇1
= (0,8478)(3353,3 − 3101,5) + (0,7537)(3101,5 − 2428,5)
= 720,7 kJ/kg
Untuk pompa pertama:
𝑊̇p1
= (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )(ℎ8 − ℎ7 )
𝑚̇1
= (0,7537)(174,17 − 173,88) = 0,22 kJ/kg
dan untuk pompa kedua:
𝑊̇p2
= (ℎ10 − ℎ9 )
𝑚̇1
= 569,73 − 561,47 = 8,26 kJ/kg
Total kalor yang ditambahkan adalah jumlah dari energi yang
ditambahkan melaiui perpindahan panas selama pemanasan lanjut dan
pemanasan ulang. Jika diekspresikan berdasarkan satuan massa yang
masuk ke dalam turbin pertama, nilai ini adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ11 ) + (1 − 𝑦 ′ )(ℎ4 − ℎ63 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 882,4) + (0,8478)(3353,3 − 2741,8)
= 2984,4 kJ/kg
Dengan menggunakan nilai -nilai di atas, efisiensi termal adalah:

142
𝑊̇t1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇t2 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇p2 ⁄𝑚̇1
𝜂=
𝑄̇in ⁄𝑚̇1
572,9 + 720,7 − 0,22 − 8,26
= = 0,431 (43,1%)
2984,4
b. Laju aliran massa yang masuk ke turbin pertama dapat ditentukan
dengan meaggunakan nilai yang diberikan untuk keluaran daya netto.
Jadi:
𝑊̇siklus
𝑚̇1 =
𝑊̇t1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇t2 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇p2 ⁄𝑚̇1
(100 MW)|3600 s/h||103 kW/MW|
= = 2,8 × 105 kg/h
1285,1 kJ/kg
Jadi, dibandingkan dengan nilai yang diperoleh untuk siklus Rankine
sederhana pada contoh soal 6.1, efisiensi termal dari siklus regeneratif pada
contoh ini lebih besar dan laju aliran massanya lebih kecil.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Apakah makna luas di bawah suatu garis pada bidang diagram 𝑇 − 𝑠?
2. Jelaskan efisiensi siklus Carnot dari berbagai perspektif yang diketahui.
3. Apakah proses isentropik itu? Proses-proses mana saja yang dengan baik
dapat diideali-sasikan sebagai isentropik?
4. Apakah efisiensi isentropik itu?
5. Untuk zat manakah batas pernyataan proses pada siklus Carnot yang
merupakan suatu mesin 2𝑇 reversibel berlaku?
6. Apakah alasan penggunaan pemanasan lanjut dan pemanasan ulang
dalam daur Rankine?
7. Bagaimana pengaruh ireversibilitas pada siklus Rankine?
8. Untuk tujuan apa siklus Rankine regeneratif itu dilaksanakan? Dari 3
siklus pemanasan air (terbuka, tertutup, dan bertingkat), manakah yang
paling baik efisiensi termalnya? Manakah yang paling mudah
dilaksanakan?
9. Selama proses regeneratif, sebagian uap diekstraksikan dari turbin dan
digunakan untuk memanaskan air ke luar pompa. Cara ini sepertinya
bukan cara yang ”cerdas” karena uap ekstraksi dapat menghasilkan kerja
lebih dari turbin. Bagaimana saudara melihat hal ini?
10. Kenapa kandungan uap air tidak disukai ada dalam uap yang menuju
turbin uap? Berapa kandungan uap air yang diijinkan ada dalam uap
menuju turbin uap?

143
Soal-Soal
1. Air menjadi fluida kerja di siklus tenaga uap Carnot. Cairan jenuh
memasuki boiler pada tekanan 70 bar, dan uap jenuh masuk ke turbin.
Tekanan kondenser adalah 8 kPa. Tentukan: (a) Efisiensi termalnya; (b)
Nisbah kerja baliknya, (c) kerja siklus per satuan massa air yang
mengalir, dalam kJ/kg; (d) perpindahan panas dari fluida kerja per
satuan massa yang melalui kondenser, dalam kJ/kg.
2. Air menjadi fluida kerja di sebuah siklus Rankine ideal. Uap panas lanjut
menuju turbin pada 60 bar, 600 oC. Tekanan kondenser 0,1 bar. Laju
aliran massa uap 45000 kg/h. Tentukan: (a) Laju perpindahan panas
kepada fluida yang melalui boiler, dalam kW; (b) Daya yang dibangki-
tkan, dalam MW; dan (c) Efisiensi termalnya.
3. Suatu instalasi pembangkit daya uap beroperasi dengan kondisi uap
menuju turbin pada 17 MPa, 540 oC, dan tekanan kondenser 0,07 bar.
Turbin dan pompa beroperasi dengan efisiensi isentropik masing-
masing 82% dan 77%. Tentukan: (a) Kerja turbin, kJ/kg aliran uap; (b)
Efisiensi termal; (c) Perpindahan kalor ke air pendingin pada konden-
ser, dalam kJ/kg.
4. Suatu instalasi pembangkit daya berdasarkan siklus Rankine dirancang
menghasilkan daya 10 MW (gbr. 6.7S). Solar collector digunakan
sebagai generator uap pada 300 oC dan 2 MPa untuk ekspansi melalui
turbin. Air pendingin tersedia pada 20 oC. Tekanan kondenser 0,08 bar,
efisiensi turbin dan pompa masing-masing adalah 80% dan 70%.
Tentukan: (a) efisiensi termal, (b) laju aliran massa uap, dalam kg/h,
dan (c) laju aliran air pendingin, dalam kg/h.
5. Pada desain awal instalasi daya uap, siklus ideal Rankine superkritis
bekerja pada tekanan boiler 24 MPa dan tekanan kondenser 7 kPa.
Temperatur maksimum siklus tidak boleh mencapai 600 oC. (a) Jika
hanya menggunakan turbin tahap I, tentukan kualitas uap yang
meninggalkan turbin, (b) Jika uap turbin tahap I berekspansi ke tekanan
2,07 MPa, yang dipanaskan ulang ke 600 oC sebelum berekspasi ke
turbin tingkat II, tentukan kualitas uap yang meninggalkan turbin
tingkat II.

144
Gambar 6.7S Skematis diagram soal no. 4
6. Uap pada 10MPa, 600 oC menunju turbin tahap I suatu siklus Rankine
dengan pemanasan ulang (reheat). Uap menuju turbin tahap II setelah
dipanaskan ulang ke 500 oC. Uap jenuh keluar dari turbin tahap II.
Tekanan kondenser 6 kPa. Setiap hap turbin beroperasi dengan efi-
siensi isentropik 85%. Tentukan efisiensi termal siklus.
7. Air sebagai fluida kerja dalam siklus daya uap dengan superheat dan
reheat. Uap memasuki turbin tingkat pertama pada 8 MPa, 480°C, dan
ekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan ulang ke 480°C
sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi hingga
tekanan kondenser 8 kPa. Laju alir massa uap masuk turbin tingkat
pertama 2,63 x 105 kg/h. Setiap tahap turbin beroperasi pada efisiensi
isentropik 88%. Pompa beroperasi pada efisiensi 80%. Tentukan (a)
daya yang dibangkitkan, (b) efi-siensi termal, (c) laju perpindahan
panas ke air pendingin yang melalui kondenser, dalam kW.
8. Air sebagai fluida kerja dalam siklus daya uap dengan superheat dan
reheat. Uap memasuki turbin tingkat pertama pada 8 MPa, 480°C, dan
ekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan ulang ke 480°C
sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi hingga
tekanan kondenser 8 kPa. Laju alir massa uap masuk turbin tingkat
pertama 2,63 x 105 kg/h. Setiap tahap turbin beroperasi pada efisiensi
isentropik 88%. Pompa beroperasi pada efisiensi 80%.
9. Siklus daya uap regeneratif memi-liki tiga tahap turbin. Uap menuju
turbin tahap pertama pada 172 bar, 540 oC. Siklus memiliki dua
pemanas air pengisi, satu pemanas tertutup menggunakan ekstraksi
uap pada 41 bar dan yang lain pemanas air pengisi terbuka pada 4 bar.
Kondensat cair jenuh me-ngalir dari pemanas tertutup pada 41 bar dan
mengalir melalui trap ke dalam pemanas terbuka. Air pengisi
meninggalkan pemanas tertutup pada 172 bar, 248 oC. Cair jenuh

145
meninggalkan pemanas terbuka pada 4 bar, dan tekanan kondenser
0,07 bar. Pada operasional turbin dan pompa, tentukan efisiensi
termal siklus.
10. Perhatikan instalasi cogeneration pada gbr. 6.8S. Uap menuju turbin
pada 7 MPa dan 500oC. Sebagian uap diektraksikan dari turbin pada 500
kPa untuk proses pemanasan. Sisa uap kemudian berekspansi ke 5 kPa.
Uap kemudian dikondensasikan pada tekanan konstan dan dipompa ke
boiler pada 7 MPa. Pada saat kebutuhan tinggi untuk process heater,
sebagian uap meninggalkan boiler yang di throttling ke 500 kPa dan
dimasukkan ke pemanas sistem. Bagian ekstraksi diatur sedemikian
sehingga uap meninggalkan process heater sebagai cairan jenuh pada
500 kPa, kemudian dipompa ke 7 MPa. Laju alir massa uap ke luar boiler
15 kg/h. Dengan mengabaikan pressure drop dan kerugaian panas di
dalam pemipaan dan anggap turbin dan pompa isentropik, tentukan: (a)
laju maksimum proses panas yang dihasilkan, (b) daya yang dihasilkan
dengan asumsi tidak ada proses panas yang dihasilkan, (c) laju panas
yang dihasilkan jika 10% uap diekstraksi sebelum menuju turbin dan 70%
uap diektraksi dari turbin pada 500 kPa untuk proses pemanasan.

Gambar 6.8S Skematis diagram soal no. 10

146
BAB VII
SISTEM TENAGA GAS

7.1 Karakteristik Siklus Tenaga Gas


Siklus yang telah dipelajari di Bab 6 menggunakan fluida kerja dalam
fase cair dan gas (uap). Keunggulan dari siklus sedemikian adalah bahwa kerja
yang diperlukan untuk menekan cairan lebih kecil dibandingkan dengan kerja
yang diperoleh dari pengekspansian gas, karena itu nisbah kerja balik (back
work ratio, atau bwr)-nya cukup rendah. Oleh karena itu, rendahnya
efisiensi dalam proses kompresi dan ekspansi masih dapat ditolerir.
Apabila sebagai penggantinya dibuat agar fluida kerja tetap serba gas di
seluruh siklus, akan timbul masalah akibat tingginya bwr. Ini berarti,
proses kompresi akan menguras suatu bagian besar dari kerja yang
diperoleh dari proses ekspansi. Keunggulan berupa rendahnya bwr bagi
siklus Rankine, adalah alasan utama berkembangnya teknologi sistem
tenaga uap sehingga mencapai tingkat kemajuan yang bisa dinikmati
hingga saat ini.
Berbagai siklus tenaga gas yang bekerja secara stasioner (sistem tenaga
turbin gas) terbatas pada berbagai temperatur maksimum yang lebih rendah,
dan sebagai konsekuensinya kerapatan fluida yang harus dikompresikan dan
yang dapat diekspansikan hampir sama. Hal ini cenderung menghasilkan bwr
yang tinggi, dan sebagai konsekuensinya berbagai efisiensi isentropik turbin
dan kompresor yang tinggi perlu dicapai apabila kerja netto ingin dihasilkan.
Sejak abad ke-20, berbagai efisiensi kompresor yang cukup tinggi untuk
menghasilkan kerja netto yang positif dari siklus berhasil dicapai. Sejak itu
berbagai kemajuan yang pesat dalam teknologi kompresor aliran sentrifugal
dan aksial dicapai. Dan sekarang, berbagai sistem tenaga gas turbin yang
mempunyai berbagai efisiensi yang dapat bersaing dengan berbagai sistem
tenaga uap dan motor torak pembakaran dalam, sudah dapat dibuat. Berbagai
sistem turbin gas telah digunakan sebagai penggerak mula (prime mover)
standar bagi pesawat udara, digunakan dalam berbagai kendaraan militer, dan
di masa akan datang besar kemungkinannya akan menjadi penting pula untuk
penggunaan dalam berbagai bus, truk, kereta api, dan lain-lain.
Walaupun berbagai sistem serba gas mempunyai beberapa kelemahan
dari segi termodimaik teoritis, keunggulan-keunggulan praktisnya sangat
banyak. Fluida kerjanya bersih dan tidak aktif secara sempurna. Teknologi
bantalan gas telah pula berkembang sehingga fluida kerja dapat juga berfungsi
sebagai pelumas, dengan demikian operasi dan perawatan sistem
disederhanakan dan berbagai biaya bisa diciutkan. Dengan munculnya
berbagai piranti pengaturan fluidik, malah sistem pengaturannya dapat pula
dioperasikan oleh fluida kerja, sehingga suatu sistem integral yang handal
dapat diperoleh. Berbagai turbin tidak diganggu oleh masalah erosi uap basah,

147
sedang kavitasi tidak menjadi masalah di dalam kompresor. Berbagai tekanan
dapat relatif rendah, oleh karena itu pemipaan yang berat tidak diperlukan.
Oleh karena itu berbagai sistem turbin gas cenderung berbentuk kompak dan
mempunyai rasio daya terhadap berat yang lebih tinggi dari berbagai pusat
tenaga uap, dan sebagai konsekuen-sinya berharga lebih murah dan dapat
dipasang dengan lebih cepat. Berbagai perusahaan utilitas listrik
menggunakan tenaga turbin gas pada beban puncak. Berbagai keunggulan
praktisnya akan menjadi berbagai sistem tenaga turbin gas yang makin
penting dalam dasawarsa berikut ini, terutama untuk berbagai pemakaian
sebagai penggerak mula.
Berbagai masalah pencemaran atmosferik akan mempengaruhi hakekat
berbagai sistem penggerak mula yang digunakan, terutama untuk berbagai
mode transportasi, misal mobil dan truk. Di dalam berbagai motor busi
konvensional, gabungan dari terjadinya tempera-tur tinggi yang seketika
dengan pemadaman segera oleh ekspansi gas buang ’membekukan’ berbagai
hidrogen oksida dan karbon monoksida yang berbahaya dalam luaran gas
buang. Hal ini ditambah dengan adanya berbagai hidrokarbon yang tidak
terbakar akibat operasional dengan campuran kaya (bahan bakar berlebih)
diperkirakan menjadi penyebab timbulnya kabut di berbagai kota besar di
Indonesia. Berbagai siklus yang bekerja dengan campuran bahar bakar miskin
(udara berlebih) dan beroperasi pada berbagai temperatur puncak dapat
mengurangi masalah kabut di berbagai daerah tersebut.

7.2 Terminologi Mesin Pembakaran Dalam


Berbagai sistem tenaga gas yang pertama dikembangkan adalah mesin
pembakaran dalam (internal combustion engine). Di dalam sistem mesin
pembakaran dalam, berbagai kisaran temperatur kerja yang digunakan adalah
sedemikian besarnya sehingga gas bertemperatur rendah yang harus
dikompresikan jauh lebih rapat dari gas bertemperatur tinggi yang
berekspansi, karena itu, dalam hal ini nilai bwr yang sedang saja diperlukan
sistem. Oleh karena berbagai mesin sedemikian merupakan mesin torak,
berbagai komponen logamnya hanya seketika saja dibebani oleh berbagai
temperatur tinggi tersebut (±2.200 oC), sehingga dengan pendinginan yang
memadai sistem sedemikian dapat dibuat menjadi praktis.
Gambar 7.1 adalah sketsa mesin pembakaran dalam arah bolak-balik
yang terdiri dari piston yang bergerak di dalam silinder yang dilengkapi
dengan dua katup. Sketsa diberi label dengan beberapa istilah khusus. Lubang
silinder adalah diameternya. Langkah (stroke) adalah jarak piston bergerak
bolak-balik (reciprocating) ke atas dan ke bawah. Piston dikatakan berada
pada titik mati atas (top dead center) ketika telah pindah ke posisi di mana
volume silinder minimum di mana minimal ini volume ini disebut sebagai
volume celah (clearance volume). Ketika piston telah pindah ke posisi volume
silinder maksimum, piston berada di titik mati bawah (bottom dead center).

148
Volume menekan ke luar piston saat bergerak dari titik mati atas ke titik mati
bawah posisinya disebut volume perpindahan (displacement volume). Rasio
kompresi 𝑟 didefinisikan sebagai volume pada titik mati bawah dibagi dengan
volume pada titik mati atas. Gerakan bolak-balik piston diubah untuk gerakan
putar dengan mekanisme engkol (crank mechanism).

Gambar 7.1 Nomenklatur mesin pembakaran dalam


Dalam mesin pembakaran internal empat langkah, piston
mengeksekusi empat langkah yang berbeda di dalam silinder untuk setiap dua
putaran poros engkol. Gambar 7.2 menunjukkan diagram tekanan-volume, di
mana langkah proses adalah sebagai berikut.
1. Langkah hisap (intake stroke): pada langkah ini piston bergerak dari titik
mati atas ke titik mati bawah. Secara bersamaan katup membuka yang
membuat campuran bahan bakar dan udara pembakaran masuk ke ruang
silinder.
2. Langkah kompresi (compression stroke): piston bergerak naik dari titik
mati bawah ke titik mati atas, hal ini mengakibatkan katup isap dan katup
buang tertutup. Piston yang naik akan memampatkan campuran bahan
bakar dan udara di ruang silinder hingga temperatur udara menjadi
meningkat.
3. Langkah kerja (power stroke) mengikuti langkah kompresi di mana bahan
bakar dan udara dalam tekanan dan temperatur tinggi menyebabkan busi
menyala dan memercikkan bunga api yang membakar campuran bahan
bakar dan udara yang sudah panas. Hal ini menyebabkan campuran
mengembang yang membuat piston dari titik mati atas menuju titik mati
bawah. Akibat gerakan piston ini menyebabkan poros engkol berputar dan
menghasilkan tenaga.

149
4. Langkah buang (exhaust stroke), setelah terjadi pembakaran piston
kembali bergerak dari titik mati bawah ke titik mati atas. Pada langkah ini
secara bersamaan terjadi pembukaan katup buang dan gas sisa
pembakaran akan ke luar melalui katup buang.
Setelah langkah buang, siklus kerja mesin 4 langkah akan kembali
diulang lagi ke langkah hisap. Katup buang akan menutup dan katup hisap
akan kembali terbuka saat piston turun ke titik mati bawah dan seterusnya.
Mesin yang lebih kecil beroperasi pada siklus dua langkah. Pada mesin dua
langkah, langkah hisap, kompresi, tenaga, dan buang tercapai dalam satu
putaran poros engkol.

Gambar 7.2 Diagram p-v mesin pembakaran dalam


Suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan unjuk kerja mesin
piston bolak-balik adalah tekanan efektif rata-rata (mean effective pressure,
atau mep). Tekanan efektif rata-rata atau mep adalah tekanan konstan teoritis
yang jika bekerja pada piston selama langkah kerja, akan menghasilkan kerja
netto yang sama dengan yang dihasilkan dalam satu siklus, yaitu:
mep
kerja netto untuk satu siklus
= (7.1)
volume langkah
Kajian tentang unjuk kerja mesin pembakaran dalam bolak-balik
dengan memperhitungkan banyak hal. Ini akan meliputi proses pembakaran
yang terjadi di dalam silinder serta pengaruh ireversibilitas akibat gesekan dan
gradien temperatur dan tekanan. Perpindahan panas di antara gas-gas di
dalam dinding silinder dan kerja yang diperlukan untuk mengisi silinder dan
membuang hasil pembakaran perlu dipertimbangkan. Untuk melakukan
analisis termodinamika dasar mesin pembakaran dalam, perlu dilakukan

150
penyederhanaan. Salah satu prosedurnya adalah dengan menggunakan
analisis udara standar.

7.3 Siklus Otto Udara Standar


Siklus Otto merupakan siklus model untuk berbagai motor bakar piston
dengan pengapian busi. Tekanan gas di dalam silinder suatu motor bakar
pengapian busi yang diidealisasikan ditunjukkan sebagai fungsi dari posisi
piston pada gbr. 7.3. Sewaktu piston berada pada titik mati atas (tma),
berbagai katup pemasukan membuka dan campuran bahan bakar dan judara
diisap ke dalam silinder. Pada titik mati bawah (tmb) katup pemasukan
menutup dan selama langkah kembali ke tma gas akan dikompresikan. Dalam
sistem yang diidealisasikan, pengapian terjadi dengan seketika pada tma,
sehingga menimbulkan peningkatan temperatur dan tekanan yang cepat.
Kemudian gas diekspansikan selama langkah kerja, hingga pada tmb berbagai
katup pembuangan membuka, dan gas akan ditekan ke luar melalui lubang
pembuangan. Dengan langkah keempat (dari tmb ke tma) semua gas
dikeluarkan dari silinder. Dalam siklus Otto ideal proses kompresi dan
ekspansi diumpamakan reversibel dan adiabatik, yaitu isentropik, sedangkan
selama langkah-langkah pemasukan dan pengeluaran tekanan dalam silinder
diandaikan sama dengna tekanan atmosfer. Kerja oleh piston terhadap gas di
dalam silinder selama langkah pembuangan secara eksak sama dengan kerja
yang dilakukan oleh gas terhadap piston selama langkah isap, sehingga
keluaran kerja berguna dihasilkan semata-mata oleh kelebihan kerja yang
dilakukan terhadap gas selama langkah kompresi.
Proses pembakaran diidealisasikan dengan suatu penambahan energi
sederhana (sebagai kalor), dan berbagai perubahan komposisi kimia dari
campuran diabaikan. Apabila selanjutnya diidealisasikan pula berbagai gas
merupakan gas ideal yang memiliki berbagai panas spesifik yang konstan,
suatu analisa termodinamik yang tepat akan menghasilkan pernyataan aljabar
sederhana bagi efisiensi siklus Otto sebagai fungsi dari perbandingan
kompresi. Siklus Otto udara standar terdiri atas dua proses di mana ada kerja
tetapi tidak ada perpindahan panas, proses 1-2 dan 3-4 dan dua proses di mana
ada perpindahan panas tetapi tidak ada kerja, proses 2-3 dan 4-1 (gbr. 7.3).

151
Gambar 7.3 Siklus Otto standar dan diagram 𝑝 − 𝑣
Pernyataan untuk perpindahan energi pada siklus Otto diperoleh dari
kesetimbangan energi dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan
potensial. Hasilnya adalah:
𝑊12 𝑊34
= 𝑢2 − 𝑢1 = 𝑢3 − 𝑢4
𝑚 𝑚
𝑄23 𝑄41
= 𝑢3 − 𝑢2 = 𝑢4 − 𝑢1 (7.2)
𝑚 𝑚
Kerja netto siklus dinyatakan sebagai:
𝑊siklus 𝑊34 𝑊12
= − = (𝑢3 − 𝑢4 ) − (𝑢2 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
Alternatifnya, kerja netto dapat dievaluasi sebagai panas yang ditambahkan:
𝑊siklus 𝑄23 𝑄41
= − = (𝑢3 − 𝑢2 ) − (𝑢4 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
Efisiensi termal adalah perbandingan kerja netto siklus terhadap kalor yang
ditambahkan:

(𝑢3 − 𝑢2 ) − (𝑢4 − 𝑢1 )
𝜂=
(𝑢3 − 𝑢2 )
(𝑢4 − 𝑢1 )
= 1− (7.3)
(𝑢3 − 𝑢2 )

152
Jika data tabel udara digunakan untuk melakukan analisis pada siklus
Otto udara standar, nilai-nilai energi dalam spesifik diperlukan pada pers.
(7.3) yang didapatkan dari Tabel T-8. Hubungan berikut diberikan pada proses
isentropik 1-2 dan 3-4,
𝑉2 𝜐𝑟1
𝜐𝑟2 = 𝜐𝑟1 ( ) = (7.4)
𝑉1 𝑟
𝑉4
𝜐𝑟4 = 𝜐𝑟3 ( ) = 𝑟𝜐𝑟3 (7.5)
𝑉3
dengan 𝑟 menunjukkan perbandingan kompresi. Dari diagram 𝑝 − 𝑣 pada gbr.
7.3, nampak bahwa 𝑉3 = 𝑉2 dan 𝑉4 = 𝑉1 , 𝑟 = 𝑉1 ⁄𝑉2 = 𝑉4 ⁄𝑉3 . Parameter 𝜐𝑟
ditabulasikan terhadap temperatur untuk udara pada Tabel T-8.
Jika siklus Otto dianalisa pada basis udara standar dingin, persamaan-
persamaan berikut digunakan dalam proses isentropik di dalam pers. 7.4 dan
7.5, yaitu:

𝑇2 𝑉1 𝑘−1
=( ) = 𝑟 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.6)
𝑇1 𝑉2

𝑇4 𝑉3 𝑘−1 1
=( ) = 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.7)
𝑇3 𝑉4 𝑟
dengan 𝑘 adalah perbandingan kalor spesifik, 𝑘 = 𝑐𝑝 ⁄𝑐𝑣 .
Pengaruh perbandingan kompresi pada unjuk kerja siklus
Otto. Dengan mengacu diagram 𝑇 − 𝑠 pada gbr. 7.4, dapat disimpulkan bahwa
efisiensi termal siklus Otto meningkat dengan peningkatan perbandingan
kompresi. Suatu peningkatan perbandingan kompresi merubah siklus dari 1 −
2 − 3 − 4 − 1 ke 1 − 2’ − 3’ − 4 − 1. Karena temperatur rata-rata penambahan
kalor lebih besar pada siklus terakhir dan kedua siklus memiliki proses
pengeluaran kalor yang sama, siklus 1 − 2’ − 3’ − 4 − 1 akan memiliki efisiensi
termal yang lebih besar.
Peningkatan efisiensi termal dengan perbandingan kompresi, pada 𝑐𝑣
konstan, mengakibatkan pers. (7.3) menjadi:
𝑐𝑣 (𝑇4 − 𝑇1 )
𝜂 =1−
𝑐𝑣 (𝑇3 − 𝑇2 )
𝑇1 𝑇4 ⁄𝑇1 − 1
= 1− ( )
𝑇2 𝑇3 ⁄𝑇2 − 1
Dari pers. (7.6) dan (7.7), 𝑇4 ⁄𝑇1 = 𝑇3 ⁄𝑇2 , sehingga:

𝑇1
𝜂 =1− sehingga,
𝑇2
1
𝜂 = 1 − 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.8)
𝑟

153
Gambar 7.4 Diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 siklus Otto udara standar
Persamaan (7.8) menunjukkan bahwa efisiensi termal siklus Otto udara
standar dingin adalah fungsi dari perbandingan kompresi dan kalor spesifik.
Contoh Soal 7.1
Temperatur pada awal proses kompresi siklus Otto udara standar dengan
perbandingan kompresi 8 adalah 300K, tekanan 1 atm, dan volume silinder
566 cm3. Temperatur maksimum selama siklus adalah 2000K. Tentukan
(a) temperatur dan tekanan pada akhir setiap proses dari siklus, (b)
efisiensi termal, (c) mep, dalam atm.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.1S.

Gambar 7.1S Skematis diagram siklus Otto contoh soal 7.1

Asumsi:
1. Udara di dalam susunan silinder-piston merupakan sistem tertutup;
2. Proses kompresi dan ekspansi adalah adibatik reversibel (isentropik);
3. Udara dimodelkan sebagai gas ideal;
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis:

154
a. Pertama, menentukan temperatur, tekanan, dan energi dalam spesifik pada
setiap keadaan dari siklus Otto. Pada 𝑇1 = 300K, diperoleh dari Tabel T-8,
bahwa 𝑢1 = 214,07 kJ⁄kg dan 𝜐𝑟1 = 621,2.
Kompresi isentropik proses 1 − 2:
𝑉2 𝜐𝑟1 621,2
𝜐𝑟2 = 𝜐𝑟1 = = = 77,65
𝑉1 𝑟 8
Dengan menggunakan data 𝜐𝑟2 = 77,65, interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 78,61 dan pada 𝜐𝑟 = 75,50 diperoleh:
𝜐𝑟 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(K)
78,61 488,81 670
77,65 𝑢2 𝑇2
75,50 496,62 680

(496,62 − 488,81) kJ⁄kg (𝑢2 − 488,81) kJ⁄kg


=
(75,50 − 78,61) (77,65 − 78,61)
7,81 kJ⁄kg (𝑢2 − 488,81) kJ⁄kg
=
−3,11 −0,96
−3,11 ∙ (𝑢2 − 488,81) kJ⁄kg = −0,96 ∙ 7,81 kJ⁄kg
(−3,11 ∙ 𝑢2 + 1.520,2) kJ⁄kg = −7,4976 kJ⁄kg
−3,11 ∙ 𝑢2 = (−7,4976 − 1.520,2) kJ⁄kg
(−1.527,7) kJ⁄kg
𝑢2 = = 491,22 kJ⁄kg ⊲
−3,11
(680 − 670)K (𝑇2 − 670)K
=
(75,50 − 78,61) (77,65 − 78,61)
10K (𝑇2 − 670)K
=
−3,11 −0,96
−3,11 ∙ (𝑇2 − 670)K = −0,96 ∙ 10K
(−3,11 ∙ 𝑇2 + 2.083,7)K = −9,6K
−3,11 ∙ 𝑇2 = (−9,6 − 2.083,7)K
(−2.093,3)K
𝑇2 = = 673,09K ⊲
−3,11
Dari persamaan keadaan gas ideal, maka:

𝑇2 𝑉1 673,09K
𝑝2 = 𝑝1 ∙ = (1 atm) ∙ ( ) ∙ 8 = 17,95 atm ⊲
𝑇1 𝑉2 300K
Karena proses 2 − 3 terjadi pada volume konstan, persamaan keadaan gas
ideal memberikan:
𝑇3 2000K
𝑝3 = 𝑝2 = (38,53 atm) ( ) = 53,33 atm ⊲
𝑇2 1.444,94K

155
Pada 𝑇3 = 2.000K, dari Tabel T-8, diketahui 𝑢3 = 1.678,7 kJ⁄kg dan 𝜐𝑟3 =
2,776
Untuk proses ekspansi isentropik proses 3 − 4:
𝑉4 𝑉1
𝜐𝑟4 = 𝜐𝑟3 = 𝜐𝑟3 = 2,776(8) = 22,21
𝑉3 𝑉2

Dengan menggunakan data 𝜐𝑟4 = 22,21, interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 22,39 dan pada 𝜐𝑟 = 21,14 diperoleh:
𝜐𝑟 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(K)
22,39 793,36 1.040
22,21 𝑢4 𝑇4
21,14 810,62 1.060

(810,62 − 793,36) kJ⁄kg (𝑢4 − 793,36) kJ⁄kg


=
(21,14 − 22,39) (22,21 − 22,39)
17,26 kJ⁄kg (𝑢4 − 793,36) kJ⁄kg
=
−1,25 −0,18
−1,25 ∙ (𝑢4 − 793,36) kJ⁄kg = −0,18 ∙ 17,26 kJ⁄kg
(−1,25𝑢4 + 991,7) kJ⁄kg = −3,1068 kJ⁄kg
−1,25𝑢4 = (−3,1068 − 991,7) kJ⁄kg
(−994,8068) kJ⁄kg
𝑢4 = = 795,85 kJ⁄kg ⊲
−1,25
(1.060 − 1.040)K (𝑇4 − 1.040)K
=
(21,14 − 22,39) (22,21 − 22,39)
20K (𝑇4 − 1.040)K
=
−1,25 −0,18
−1,25 ∙ (𝑇4 − 1.040)K = −0,18 ∙ 20K
(−1,25𝑇4 + 1.300)K = −3,6K
−1,25𝑇4 = (−3,6 − 1.300)K
(−1.303,6)K
𝑇4 = = 1.042,88K ⊲
−1,25
Tekanan pada keadaan 4 dapat diperoleh dari persamaan gas ideal, di mana
𝑉4 = 𝑉1 , sehingga:

𝑇4 1.042,88K
𝑝4 = 𝑝1 = (1 atm) ∙ ( ) = 3,48 atm ⊲
𝑇1 300K
b. Efisiensi termal adalah:
𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂 =1− =1−
𝑄23 ⁄𝑚 𝑢3 − 𝑢2
(795,85 − 214,07) kJ⁄kg
= 1− = 0,51 (51%) ⊲
(1.678,7 − 491,22) kJ⁄kg

156
c. Untuk menentukan tekanan efektif rata-rata (mean effective pressure, atau
mep) memerlukan data kerja netto per siklus, yaitu:
𝑊siklus = 𝑚 ∙ [(𝑢3 − 𝑢4 ) − (𝑢2 − 𝑢1 )]

dengan 𝑚 adalah massa udara yang ditentukan dari persamaan keadaan


gas ideal, yaitu:
𝑝1 𝑉1 101.325 N⁄m2 ∙ 5,66 × 10−4 m3
𝑚= = = 6,66 × 10−4 kg
(𝑅̅ ⁄𝑀) ∙ 𝑇1 8.314 × 103 N ∙ m
( ) ∙ (300K)
28,97 kg ∙ K
Masukkan nilai 𝑚 = 6,66 × 10−4 kg ke dalam 𝑊siklus sehingga:
𝑊siklus = 6,66 × 10−4 kg
∙ [(1.678,7 − 795,85) − (491,22 − 214,07) kJ⁄kg]
= 0,403 kJ
Volume langkah adalah 𝑉1 − 𝑉2 , sehingga mep adalah:
𝑊siklus 𝑊siklus
mep = =
𝑉1 − 𝑉2 𝑉 ∙ (1 − 𝑉2 )
1 𝑉1
403 J 403 N. m
= = = 8,137 × 105 Pa
1 4,952 × 10−4 m2
5,66 × 10−4 m3 ∙ (1 − )
8
1 atm
mep = 8,137 × 105 Pa × = 8,031 atm ⊲
1,01325 × 105 Pa

7.4 Siklus Diesel Udara Standar


Siklus Diesel adalah siklus model bagi motor bakar piston dengan
pengapian kompresi. Dalam siklus yang diidealisasikan udara dikompresikan
hingga tma, pada saat mana bahan bakar diinjeksikan, dan diidealisasikan
bahwa proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan pada sebagian
dari langkah kerja. Sisa langkah kerja dan langkah kompresi diidealisasikan
sebagai isentropik. Tekanan di dalam silinder suatu motor bakar Diesel yang
diidealisasikan, sebagai fungsi pergeseran dan pernyataan proses ditunjukkan
pada diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 ditunjukkan pada gbr. 7.5.
Siklus Diesel udara standar terdiri atas empat proses internal reversibel.
Proses pertama dari keadaan 1 ke keadaan 2 merupakan kompresi isentropik.
Kalor tidak dipindahkan ke fluida kerja pada volume konstan sebagaimana
siklus Otto. Pada siklus Diesel, kalor dipindahkan ke fluida kerja, yaitu pada
proses kedua, proses 2 ke 3, yang merupakan langkah kerja awal. Proses ketiga,
dari 3 ke 4 yang menjadi akhir langkah kerja. Proses keempat, proses 4 ke 1 di
mana kalor dikeluarkan dari siklus bersamaan dengan piston bergerak ke tmb.
Karena siklus Diesel udara standar disusun atas proses reversibel internal,
luasan pada diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 pada gbr. 7.5 dapat dianggap sebagai
kalor dan kerja.

157
Gambar 7.5 Diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 siklus Diesel udara standar
Analisis siklus Diesel. Pada siklus Diesel penambahan kalor terjadi pada
tekanan konstan. Dengan demikian pada proses 2 − 3, meliputi kerja dan
kalor. Kerja dinyatakan dengan:
3
𝑊23
= ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑣 = 𝑝2 (𝑣3
𝑚 2
− 𝑣2 ) (7.9)
Kalor yang ditambahkan pada proses 2−3 dapat diperoleh dengan menerapkan
kesetimbangan energi sistem tertutup:
𝑚(𝑢3 − 𝑢2 ) = 𝑄23 − 𝑊23
Menggabungkannya dengan pers. (7.9), dan menyelesaikannya untuk
perpindahan panas,
𝑄23
= (𝑢3 − 𝑢2 ) + 𝑝(𝑣3 − 𝑣2 ) = (𝑢3 + 𝑝𝑣3 ) − (𝑢2 + 𝑝𝑣2 )
𝑚
= ℎ3 − ℎ2 (7.10)
dengan ℎ adalah entalpy spesifik.
Pengeluaran panas pada proses 4 − 1 dinyatakan dengan:
𝑄41
= 𝑢4 − 𝑢1
𝑚
Efisiensi termal siklus Diesel adalah perbandingan antara kerja netto
siklus terhadap kalor yang ditambahkan. Sehinga efisiensi termal dinyatakan
dengan:
𝑊siklus ⁄𝑚 𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂= =1− = 1− (7.11)
𝑄23 ⁄𝑚 𝑄23 ⁄𝑚 ℎ3 − ℎ2
Sebagaimana siklus Otto, efisiensi termal siklus Diesel meningkat dengan
peningkatan perbandingan kompresi. Untuk evaluasi efisiensi termal dari
pers. (7.11) diperlukan nilai-nilai 𝑢1 , 𝑢4 , ℎ2 dan ℎ3 atau ekuivalensi temperatur
pada keadaan utama siklus. Untuk temperatur awal yang diberikan 𝑇1 dan

158
perbandingan kompresi 𝑟, temperatur pada keadaan 2 dapat dipero-leh
menggunakan hubungan isentropik dan data 𝜈𝑟 ,
𝑉2 1
𝜈𝑟2 = 𝜈𝑟1 = 𝜈𝑟1
𝑉1 𝑟
Untuk menentukan 𝑇3 dengan menerapkan eprsamaan gas ideal dengan
memperha-tikan bahwa 𝑝3 = 𝑝2 , sehingga:
𝑉3
𝑇3 = 𝑇2 = 𝑟𝑐 𝑇2
𝑉2
dengan 𝑟𝑐 = 𝑉3 ⁄𝑉2 , yang disebut nisbah pancung (cutoff ratio, 𝑟𝑐 ).
Karena 𝑉4 = 𝑉1 , perbandingan volume untuk proses isentropik 3 − 4
dapat dinyata-kan sebagai:
𝑉4 𝑉4 𝑉2 𝑉1 𝑉2 𝑟
= ∙ = ∙ = (7.12)
𝑉3 𝑉2 𝑉3 𝑉2 𝑉3 𝑟𝑐
Menggunakan pers. (7.12) bersama dengan 𝜈𝑟3 pada 𝑇3 , temperatura 𝑇4 dapat
ditentukan dengan interpolasi sekali 𝜈𝑟4 diperoleh dari hubungan isentropik,
𝑉4 𝑟
𝜈𝑟4 = 𝜈𝑟3 = 𝜈𝑟3
𝑉3 𝑟𝑐
Pada analisis udara standar, pernyataan yang tepat untuk evaluasi 𝑇2
dinyatakan dengan,
𝑇2 𝑉1 𝑘−1
=( ) = 𝑟 𝑘−1 (k konstan)
𝑇1 𝑉2
Temperatur 𝑇4 didapatkan dengan cara yang sama dari,
𝑇4 𝑉3 𝑘−1 𝑟𝑐 𝑘−1
=( ) =( ) (k konstan)
𝑇3 𝑉4 𝑟
Pengaruh perbandingan kompresi pada unjuk kerja. Sebagaimana pada
siklus Otto, efisiensi termal siklus Diesel meningkat dengan peningkatan
perbandingan kompresi. Hal ini dapat dilakukan secara sederhana
menggunakan analisis udara standar dingin. Pada basis udara standar dingin,
efisiensi termal siklus Diesel dapat dinyatakan sebagai,

1 𝑟𝑐𝑘 − 1
𝜂 =1− 𝑘−1
[ ] (k konstan) (7.13)
𝑟 𝑘(𝑟𝑐 − 1)
dengan 𝑟 adalah perbandingan kompresi dan 𝑟𝑐 adalah nisbah pancung.
Contoh Soal 7.2
Pada awal proses kompresi suatun siklus Diesel udara estándar yang
beroperasi dengan perbandingan kompresi 18, temperaturnya adalah 300K
dan tekanan 0,1 MPa. Nisbah pancung (cutoff ratio) siklus adalah 2.
Tentukan (a) temperatur dan tekanan pada akhir setiap proses siklus, (b)
efisiensi termal, (c) mep, dalam MPa.

159
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.2S.

Gambar 7.2S Skematis diagram siklus Diesel contoh 7.2

Asumsi:
1. Udara di dalam susunan silinder-piston merupakan sistem tertutup;
2. Proses kompresi dan ekspansi adalah adibatik reversibel (isentropik);
3. Udara dimodelkan sebagai gas ideal;
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis:
a. Pertama dengan menentukan sifat-sifat pada setiap keadaan utama dari
siklus. Pada 𝑇1 = 300K, dari Tabel T-8 diketahui 𝑢1 = 214,07 kJ⁄kg dan
𝜈𝑟1 = 621,2. Pada proses kompresi isentropik 1 − 2:
𝑉2 1 1
𝜈𝑟2 = 𝜈𝑟1 = 𝜈𝑟1 = ∙ 621,2 = 34,51
𝑉1 𝑟 18
Dengan menggunakan data 𝜐𝑟2 = 34,51; interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 36,61 dan pada 𝜐𝑟 = 34,31 diperoleh:
𝜐𝑟 ℎ (kJ⁄kg) 𝑇(K)
36,61 910,56 880
34,51 ℎ2 𝑇2
34,31 932,93 900

(932,93 − 910,56) kJ⁄kg (ℎ2 − 910,56) kJ⁄kg


=
(34,31 − 36,61) (34,51 − 36,61)
22,37 kJ⁄kg (ℎ2 − 910,56) kJ⁄kg
=
−2,3 −2,1
−2,3 ∙ (ℎ2 − 910,56) kJ⁄kg = −2,1 ∙ 22,37 kJ⁄kg
(−2,3 ∙ ℎ2 + 2.094,288) kJ⁄kg = −46,977 kJ⁄kg
−2,3 ∙ ℎ2 = (−46,977 − 2.094,288) kJ⁄kg
(−2.141,265) kJ⁄kg
ℎ2 = = 930,98 kJ⁄kg ⊲
−2,3

160
(900 − 880)K (𝑇2 − 880)K
=
(34,31 − 36,61) (34,51 − 36,61)
20K (𝑇2 − 670)K
=
−2,3 −2,1
−2,3 ∙ (𝑇2 − 880)K = −2,1 ∙ 20K
(−2,3 ∙ 𝑇2 + 2.024)K = −42K
−2,3 ∙ 𝑇2 = (−42 − 2.024)K
(−2.066)K
𝑇2 = = 898,3K ⊲
−2,3
Dari persamaan keadaan gas ideal, maka:
𝑇2 𝑉1 898,3K
𝑝2 = 𝑝1 ∙ = (0,1 MPa) ∙ ( ) ∙ 8 = 5,39 MPa ⊲
𝑇1 𝑉2 300K
Karena proses 2 − 3 terjadi pada tekanan konstan, dari persamaan keadaan
gas ideal:
𝑉3
𝑇3 = 𝑇2
𝑉2
= 𝑟𝑐 𝑇2 = 2 ∙ 898,3K = 1.796,6K
Interpolasi dari Tabel T-8, pada 𝑇 = 1.750K dan 𝑇 = 1.800K
𝑇(K) ℎ (kJ⁄kg) 𝜐𝑟
1.750 1.941,6 4,328
1.796,52 ℎ3 𝜐𝑟3
1.800 2.003,3 3,944

(2.003,3 − 1.941,6) kJ⁄kg (ℎ3 − 1.941,6) kJ⁄kg


=
(1.800 − 1.750)K (1.796,52 − 1.750)K
61,7 kJ⁄kg (ℎ3 − 1.941,6) kJ⁄kg
=
50K 46,52K
50K ∙ (ℎ3 − 1.941,6) kJ⁄kg = 46,52K ∙ 61,7 kJ⁄kg
(50K ∙ ℎ3 − 97.080) kJ⁄kg = 2.870,284 kJ⁄kg ∙ K
50K ∙ ℎ3 = (2.870,284 + 97.080) kJ⁄kg ∙ K
(99.950,284) kJ⁄kg ∙ K
ℎ3 = = 1.999,1 kJ⁄kg ⊲
50K
(3,944 − 4,328) (𝜐𝑟3 − 4,328)
=
(1.800 − 1.750)K (1.796,52 − 1.750)K
−0,384 (𝜐𝑟3 − 4,328)
=
50K 46,52K
50K ∙ (𝜐𝑟3 − 4,328) = 46,52K ∙ −0,384
(50K ∙ 𝜐𝑟3 − 216,4𝐾) = −17,86368K
50𝐾 ∙ 𝜐𝑟3 = (216,4 − 17,86368)K

161
(198,53632)K
𝜐𝑟3 = = 3,97 ⊲
50K
Untuk ekspansi isentropik proses 3 − 4
𝑉4 𝑉4 𝑉2
𝜈𝑟4 = 𝜈𝑟3 = ∙ ∙ 𝜐𝑟3
𝑉3 𝑉2 𝑉3

Karena 𝑉4 = 𝑉1 , perbandingan kompresi 𝑟 = 18, dan nisbah pancung 𝑟𝑐 =


2, 𝜈𝑟4 dapat pula dihitung dengan
𝑟 18
𝜈𝑟4 = 𝜈𝑟3 = (3,97) = 35,73
𝑟𝑐 2
Interpolasi dari Tabel 9, pada 𝜐𝑟 = 36,61 dan 𝜐𝑟 = 34,31, diperoleh
𝜐𝑟 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(K)
36,61 657,95 880
35,73 𝑢4 𝑇4
34,31 674,58 900

(674,58 − 657,95) kJ⁄kg (𝑢4 − 657,95) kJ⁄kg


=
(34,31 − 36,61) (35,73 − 36,61)
16,63 kJ⁄kg (𝑢4 − 657,95) kJ⁄kg
=
−2,3 −0,88
−2,3 ∙ (𝑢4 − 657,95) kJ⁄kg = −0,88 ∙ 16,63 kJ⁄kg
(−2,3 ∙ 𝑢4 + 1.513,285) kJ⁄kg = −14,6344 kJ⁄kg
−2,3 ∙ 𝑢4 = (−14,6344 − 1.513,285) kJ⁄kg
(−1.527,9194) kJ⁄kg
𝑢4 = = 664,3 kJ⁄kg ⊲
−2,3
(900 − 880)K (𝑇4 − 880)K
=
(34,31 − 36,61) (35,73 − 36,61)
20K (𝑇4 − 880)K
=
−2,3 −0,88
−2,3 ∙ (𝑇4 − 880)K = −0,88 ∙ 20K
(−2,3 ∙ 𝑇4 + 2.024)K = −17,6K
−2,3 ∙ 𝑇4 = (−17,6 − 2.024)K
(−2.041,6)K
𝑇4 = = 887,7K ⊲
−2,3
Tekanan pada keadaan 4 dapat diperoleh menggunakan hubungan
isentropik 𝑝4 = 𝑝3 (𝑝𝑟4 ⁄𝑝𝑟3 ) atau persamaan gas ideal pada keadaan 1 dan
4. Dengan 𝑉4 = 𝑉1 , persamaan gas ideal pada keadaan yang diberikan:
𝑇4 887,7K
𝑝4 = 𝑝1 = (0,1 MPa) ∙ ( ) = 0,3 MPa ⊲
𝑇1 300K

162
b. Efisiensi termal diperoleh dengan menggunakan
𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂 =1− =1−
𝑄23 ⁄𝑚 ℎ3 − ℎ2
664,3 − 214,07
= 1− = 0,578 (57,8%) ⊲
1.999,1 − 930,98
c. Tekanan efektif rata-rata (mep) ditentukamn sebagai berikut:
𝑊siklus ⁄𝑚 𝑊siklus ⁄𝑚
mep = =
𝜈1 − 𝜈2 𝜈1 (1 − 1/𝑟)
Kerja netto siklus sama dengan kalor netto yang ditambahkan,
𝑊siklus 𝑄23 𝑄41
= − = (ℎ3 − ℎ2 ) − (𝑢1 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
= (1.999,1 − 930,98) − (664,3 − 214,07)
= 617,9 kJ/kg
Volume spesifik pada keadaan 1 adalah:
8.314 N ∙ m
(𝑅̅ ⁄𝑀)𝑇1 (28,97 kg ∙ K) (300K)
𝜈1 = = = 0,861 m3 ⁄kg
𝑝1 105 N⁄m2
Masukkan nilai-nilainya, maka:
617,9 kJ/kg 103 N ∙ m 1 MPa
mep = | || 6 | = 0,76 MPa ⊲
1 1 kJ 10 N⁄m2
0,861 (1 − ) m3 ⁄kg
18
7.5 Instalasi Daya Turbin Gas
Turbin gas cenderung lebih ringan dan lebih kompak daripada
pembangkit listrik tenaga uap yang dipelajari di Bab 6. Output daya yang
menguntungkan rasio terhadap berat turbin gas membuat turbin gas sangat
cocok untuk aplikasi transportasi (penggerak pesawat, pembangkit listrik di
kapal laut, dan sebagainya). Turbin gas juga biasa digunakan untuk
pembangkit listrik stasioner.
Model pembangkit tenaga turbin gas. Pembangkit tenaga turbin gas
bisa beroperasi baik sistem terbuka maupun tertutup. Model sistem terbuka
ditunjukkan pada gbr. 7.6a, pada sistem ini udara atmosfer secara terus-
menerus dihisap ke dalam kompresor, yang kemudian dikompresikan hingga
tekanan tinggi. Udara kemudian menuju ruang bakar (combustion
chamber), yang kemudian dicampur dengan bahan bakar dan terjadi proses
pembakaran, menghasilkan produk-produk pembakaran pada suatu
temperatur tertentu. Produk-produk pembakaran berekspansi melalui
turbin dan selanjutnya dibuang ke lingkungan. Sebagian kerja turbin
digunakan untuk menggerakkan kompresor, sebagian untuk
membangkitkan energi listrik, menggerakkan kendaraan, atau untuk
maksud tujuan lainnya. Pada sistem tertutup gbr. 7.6b, fluida kerja
menerima input energi dengan perpindahan panas dari sumber luar. Gas ke

163
luar turbin dialirkan melalui penukar kalor (heat exchanger), yang
kemudian didinginkan sebelum masuk kembali ke kompresor.

(a) (b)
Gambar 7.6 Turbin gas sederhana
(a) sistem terbuka dan (b) sistem tertutup

Idealisasi yang sering digunakan dalam mempelajari instalasi daya


turbin gas adalah analisis udara standar. Di dalam analisis udara standar, dua
asumsi selalu dilakukan: (1) fluida kerja adalah udara yang berperilaku sebagai
gas ideal, dan (2) peningkatan temperatur akibat proses pembakaran dilaksa-
nakan dengan perpindahan panas dari sumber luar. Dengan analisis udara
standar, pembahasan terkait kompleksitas proses pembakaran dan perubahan
komposisi kimia selama proses yang terjadi dapat dihindari. Analisis udara
standar merupakan penyederhaan dalam kajian pembangkit tenaga turbin gas.
Selanjutnya, nilai-nilai numerik yang dihitung dengan basis analisis ini bisa
memberikan data kualitatif unjuk kerja instalasi tenaga turbin gas.

7.6 Siklus Brayton Udara Standar


Skematis diagram siklus turbin gas udara standar ditunjukkan pada gbr.
7.7. Arah perpindahan energi utama ditunjukkan pada gbr. 7.7. Berdasarkan
asumsi analisis udara standar, peningkatan temperatur akan dicapai dalam
proses pembakaran terjadi akibat perpindahan panas ke fluida kerja dari
sumber luar dan fluida kerja dianggap sebagai gas ideal. Dengan idealisasi
udara standar, udara dihisap ke dalam kompresor pada keadaan 1 dari
lingkungan dan kemudian dikembalikan ke lingkungannya pada keadaan 4
dengan temperatur yang lebih tinggi dari temperatur sekelilingnya.

164
Gambar 7.7 Siklus turbin gas udara standar
Sesudah interaksi dengan lingkungannya, setiap satuan massa udara
masuk kompresor dianggap bahwa udara yang melewati komponen turbin gas
mengalami siklus termodinamika. Suatu penyederhaan dari keadaan yang
dialami udara dari siklus dapat diturunkan dengan memperhatikan bahwa
udara ke luar turbin disimpan ke komponen pada keadaan masuk yang
melewati suatu penukar kalor (heat exchanger) di mana terjadi pembuangan
kalor ke lingkungannya. Siklus yang terjadi dengan idealisasi ini selanjutnya
disebut siklus Brayton udara standar.

7.6.1 Evaluasi kerja dan perpindahan panas utama


Pernyataan untuk kerja dan perpindahan panas dari energi yang
terjadi pada kondisi tunak (steady state) diturunkan dengan memperhatikan
massa dan volume atur serta laju kesetimbangan energi. Perpindahan energi
ini adalah positif dalam arah panah yang ditunjukkan oleh gbr. 7.7.
Diasumsikan turbin beroperasi secara adiabtis dan dengan mengabaikan
pengaruh energi kinetik dan potensial, kerja yang dihasilkan tiap satuan
massa adalah:
𝑊̇t
= ℎ3 − ℎ4 (7.14)
𝑚̇
dengan 𝑚̇ menunjukkan laju alir masa dan 𝑊̇ t menunjukkan kerja turbin.
Dengan asumsi yang sama, kerja kompresor tiap satuan massa adalah:
𝑊̇c
= ℎ2 − ℎ1 (7.15)
𝑚̇
Simbol 𝑊̇c menunjukkan input kerja kompresor. Kalor yang ditambahkan ke
siklus tiap satuan massa adalah:

165
𝑄̇in
= ℎ3 − ℎ2 (7.16)
𝑚̇
Kalor yang dikeluarkan per satuan massa adalah:
𝑄̇out
= ℎ4 − ℎ1 (7.17)
𝑚̇
Efisiensi siklus Brayton udara standar yang dinyatakan dari gbr. 7.7 adalah:
𝑊̇t ⁄𝑚̇ − 𝑊̇c ⁄𝑚̇ (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= = (7.18)
̇
𝑄in ⁄𝑚̇ ℎ3 − ℎ2
Nisbah kerja balik (back work ratio), atau bwr siklus Brayton udara
standar adalah:
𝑊̇c ⁄𝑚̇ ℎ2 − ℎ1
bwr = = (7.19)
̇ ⁄
𝑊t 𝑚̇ ℎ3 − ℎ4
Untuk kenaikan tekanan yang sama, suatu kompresor turbin gas akan
memerlukan masukan kerja yang lebih besar per satuan aliran massa daripada
pemompaan uap dari siklus tenaga uap karena volume spesifik gas yang
mengalir melalui kompresor akan jauh lebih besar daripada cairan yang
mengalir melalui pompa. Oleh karena itu relatif lebih besar kerja yang
dibutuhkan oleh turbin gas untuk menggerakkan kompresor. Pada umumnya,
bwr suatu turbin gas bervariasi antara 40 hingga 80% dibandingkan dengan
bwr suatu instalasi tenaga uap yang berkisar hanya 1 atau 2%.
Jika temperatur pada nomor keadaan siklus Brayton udara standar
diketahui, dibutuhkan nilai-nilai enthalpi spesifik yang ditunjukkan pada
Tabel T-8. Sebagaimana ditunjukkan pada mesin pembakaran dalam
sebelumnya, kemudahan utama dari asumsi kalor spesifik konstan adalah
penyederhanaan pernyataan kuantitas efisiensi termal. Karena persamaan
7.14 hingga 7.19 telah dikembangkan dari laju kesetimbangan massa dan
energi dengan mengabaikan adanya ireversibilitas. Meskipun ireversibiltas
dan kerugian (losses) terjadi di dalam beberapa instalasi komponen tenaga
yang mempengaruhi unjuk kerja sistem secara keseluruhan, pada pembahasan
awal hal ini diabaikan. Hal ini untuk menentukan batas atas unjuk kerja siklus
Brayton udara standar. Namun, pengaruh ireversibilitas dan kerugian-
kerugian pada beberapa komponen akan dibahas pada sub-sub bab
berikutnya.

7.6.2 Siklus Brayton udara standar ideal


Mengabaikan ireversibilitas udara yang bersirkulasi melalui beberapa
komponen siklus Brayton, tidak ada penurunan tekanan akibat gesekan, dan
dengan menganggap aliran udara pada tekanan konstan melalui penukar
kalor. Jika perpindahan panas menyimpang ke lingkungan juga diabaikan,
proses melewati turbin dan kompresor dianggap isentropik. Siklus ideal
ditunjukkan pada diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 pada gbr. 7.8 mengikuti idealisasi
ini.

166
Luasan pada diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 gbr. 7.8 dapat diinterpretasikan
sebagai kalor dan kerja per satuan aliran massa. Pada diagram 𝑇 − 𝑠, luasan
2−3−a−b−2 menunjukkan kalor yang ditambahkan, luasan 1−2−a−b−1
menunjukkan kerja input kompresor, dan luasan 3−4−b−a−3 adalah kerja
output turbin semuanya adalah per satuan massa. Luasan di dalam gambar
dapat diinterpretasikan sebagai kerja output netto dan panas netto yang
ditambahkan. Jika data tabel udara digunakan dalam analisis siklus ideal
Brayton, persamaan-persamaan berikut dapat digunakan pada proses
isentropik 1−2 dan 3−4:
𝑝r2
𝑝2
= 𝑝r1 (7.20)
𝑝1
𝑝4
𝑝r4 = 𝑝r3
𝑝3
𝑝1
= 𝑝r3 (7.21)
𝑝2
Karena udara yang mengalir melalui penukar kalor siklus ideal dianggap
terjadi pada tekanan konstan, sehingga 𝑝4 ⁄𝑝3 = 𝑝1 ⁄𝑝2 . Hubungan ini telah
dinyatakan pada pers. 7.21.
Jika siklus Brayton ideal dianalisa pada basis udara standar dingin,
kalor spesifik dianggap konstan. Persamaan tekanan pada pers. 7.20 dan 7.21
dapat diberlakukan juga pada temperatur, sehingga persamaan temperatur
dapat dinyatakan dengan:
𝑝2 (𝑘−1)⁄𝑘
𝑇2 = 𝑇1 ( ) (7.22)
𝑝1
𝑝4 (𝑘−1)⁄𝑘
𝑇4 = 𝑇3 ( )
𝑝3
𝑝1 (𝑘−1)⁄𝑘
= 𝑇3 ( ) (7.23)
𝑝2
dengan 𝑘 adalah perbandingan kalor spesifik, 𝑘 = 𝑐𝑝 ⁄𝑐𝑣 .

Gambar 7.8 Siklus Brayton udara standar ideal

167
Contoh Soal 7.3
Udara menuju kompresor pada suatu siklus Brayton udara standar pada
100 kPa, 300K, dengan laju alir volumetrik 5 m 3/s. Perbandingan tekanan
kompresor adalah 10. Temperatur inlet turbin adalah 1400 K. Tentukan (a)
efisiensi termal siklus, (b) bwr, dan (c) daya netto yang dihasilkan, dalam
kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.3S.

Gambar 7.3S Skematis diagram siklus Brayton contoh 7.3


Asumsi:
1. Setiap komponen siklus dianalisa sebagai volume atur pada kondisi steady.
Volume atur ditunjukkan pada gbr. 7.3S dengan garis putus-putus.
2. Porses di dalam turbin dan kompresor adalah isentropik.
3. Tidak terjadi penurunan tekanan aliran melalui penukar kalor.
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
5. Fluida kerja adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal.
Analisis:
Pertama dengan menentukan enthalpi spesifik pada setiap nomor keadaan
dari siklus. Pada keadaan 1, temperatur 300K. Dari Tabel T-8, ℎ1 =
300,19 kJ/kg dan 𝑝𝑟1 = 1,386. Karena proses di kompresor adalah isentropik,
hubungan berikut digunakan untuk menentukan 𝑝𝑟2 ,
𝑝2
𝑝𝑟2 = 𝑝𝑟1 = (10)(1,386) = 13,86
𝑝1
Interpolasi linier dari Tabel T-8 diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
13,50 575,59
13,86 ℎ2
14,38 586,04

168
(586,04 − 575,59) kJ⁄kg (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg
=
(14,38 − 13,50) (13,86 − 13,50)
10,3745 kJ⁄kg (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg
=
0,88 0,36
0,88 ∙ (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg = 0,36 ∙ 10,3745 kJ⁄kg
(0,88 ∙ ℎ2 − 506,5192) kJ⁄kg = 3,73482 kJ⁄kg
0,88 ∙ ℎ2 = (3,73482 + 506,5192) kJ⁄kg
(510,2574) kJ⁄kg
ℎ2 = = 579,84 kJ⁄kg ⊲
0,88
Temperatur pada keadaan 3 diketahui 𝑇3 = 1.400K. Pada temperatura ini,
enthalpi spesifik pada keadaan 3 dari Tabel 8 adalah ℎ3 = 1.515,42 kJ⁄kg dan
𝑝𝑟3 = 450,5.
Enthalpi spesifik pada keadaan 4 diperoleh dari hubungan isentropik,
𝑝4 1
𝑝𝑟4 = 𝑝𝑟3 = (450,5) ( ) = 45,05
𝑝3 10
Interpolasi linier dari Tabel T-8 diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
43,35 800,03
45,05 ℎ4
45,55 810,99

(810,99 − 800,03) kJ⁄kg (ℎ4 − 800,03) kJ⁄kg


=
(45,55 − 43,35) (45,05 − 43,35)
10,96 kJ⁄kg (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg
=
2,2 1,7
2,2 ∙ (ℎ4 − 800,03) kJ⁄kg = 1,7 ∙ 10,96 kJ⁄kg
(2,2 ∙ ℎ4 − 1.760,066) kJ⁄kg = 18,632 kJ⁄kg
2,2 ∙ ℎ4 = (18,632 + 1.760,066) kJ⁄kg
(1.778,698) kJ⁄kg
ℎ4 = = 808,5 kJ⁄kg ⊲
2,2
a. Efisiensi termal adalah:
𝑊̇t ⁄𝑚̇ − 𝑊̇c ⁄𝑚̇ (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= =
̇
𝑄in ⁄𝑚̇ ℎ3 − ℎ2
(1.515,42 − 808,5) − (579,84 − 300,19)
= = 0,457(45,7%) ⊲
(1.515,42 − 579,84)
b. Nisbah kerja balik (bwr) adalah:
𝑊̇c ⁄𝑚̇ ℎ2 − ℎ1 579,84 − 300,19 279,65
bwr = = = =
̇
𝑊t⁄𝑚̇ ℎ 3 − ℎ4 1.515,42 − 808,5 706,92

169
= 0,3956(39,56%) ⊲
c. Daya netto yang dihasilkan adalah:
𝑊̇siklus = 𝑚̇ [(ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )]
Untuk menentukan daya netto memerlukan data laju alir massa 𝑚̇, yang
dapat ditentukan dari laju alir volumetrik dan volume spesifik masuk
kompresor, yaitu:
(𝐴𝑉)1 𝑝1 (5 m3 ⁄s)(100 × 103 N⁄m2 )
𝑚̇ = = = 5,807 kg⁄s
(𝑅̅ ⁄𝑀 )𝑇1 (
8.314 N ∙ m
) (300 K)
28,97 kg ∙ K
Sehingga,
kg kJ
𝑊̇siklus = (5,807 ) ∙ [(1.515,42 − 808,5) − (579,84 − 300,19) ]
s kg
kg kJ 1 kW
= (5,807 ) (706,92 − 279,65) | | = 2.481,16 𝑘𝑊 ⊲
s kg 1 kJ⁄s

7.6.3 Ireversibilitas dan kerugian pada turbin gas


Keadaan titik-titik utama turbin gas udara standar secara realistis
sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 7.9a. Karena pengaruh gesekan di dalam
kompresor dan turbin, fluida kerja akan mengalami peningkatan entropy
spesifik melewati komponen-komponen tersebut. Sebab karena gesekan,
juga akan ada penurunan tekanan fluida kerja melewati penukar kalor.
Bagaimanapun, sebab gesekan tekanan akan turun menyebabkan ireversi-
bilitas, yang dalam pembahasan sebelumnya diabaikan untuk penyederha-
naan analisis aliran melewati penukar kalor. Pengeluaran perpindahan
panas dari komponen-komponen instalasi daya ke lingku-ngannya
menunjukkan kerugian (losses), tetapi pengaruh-pengaruh ini biasanya
dianggap sebagai faktor sekunder dan juga akan diabaikan dalam
pembahasan berikut.

(a) (b)
Gambar 7.9 Pengaruh ireversibilitas pada turbin gas udara standar

170
Pengaruh ireversibilitas di dalam turbin dan kompresor menjadi lebih
kentara, kerja yang dihasilkan oleh turbin menurun dan kerja input ke
kompresor meningkat, akibatnya ditandai menurunnya kerja netto instalasi
daya. Dengan demikian, pada suatu jumlah kerja netto tinggi yang ingin
dihasilkan, dibutuhkan efisiensi turbin dan kompresor relatif tinggi. Setelah
beberap[a dekade upaya pengembangan, efisiensi 80 hingga 90% saat ini
telah dapat dicapai pada turbin dan kompresor di dalam suatu instalasi daya
turbin gas. Dinyatakan keadaan pada gbr. 7.9b, efisiensi isentropik turbin
dan kompresor:
(𝑊̇t⁄𝑚̇)
𝜂t =
(𝑊̇t⁄𝑚̇)s
ℎ3 − ℎ4
= (7.24)
ℎ3 − ℎ4s
(𝑊̇c ⁄𝑚̇)s ℎ2s − ℎ1
𝜂c = = (7.25)
(𝑊̇c ⁄𝑚̇) ℎ2 − ℎ1

Contoh Soal 7.4


Perhatikan kembali contoh 7.3, tetapi dengan analisis bahwa efisiensi
isentropik turbin dan kompresor adalah sebesar 80%. Tentukan untuk
siklus modifikasi (a) efisiensi termal siklus, (b) bwr, dan (c) daya netto yang
dihasilkan, dalam kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.4S.

Gambar 7.4S Skematis diagram contoh 7.4


Asumsi:
1. Setiap komponen yang dianalisa sebagai volume atur pada keadaan
steady.

171
2. Kompresor dan turbin dianggap adibatis.
3. Tidak ada penurunan tekanan aliran melalui penukar kalor.
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
5. Fluida kerja adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal.
Analisis:
a. Efisiensi termal dinyatakan dengan:
𝑊̇t ⁄𝑚̇ − 𝑊̇c ⁄𝑚̇
𝜂=
𝑄̇in ⁄𝑚̇
Bentuk kerja pada pernyataan ini dievaluasi menggunakan nilai-nilai
efisiensi isentropik turbin dan kompresor yang diberikan:
Kerja turbin per satuan massa adalah:
𝑊̇𝑡 𝑊̇𝑡
= 𝜂𝑡 ( )
𝑚̇ 𝑚̇ 𝑠
dengan 𝜂t adalah efisiensi turbin. Nilai (𝑊̇ t ⁄𝑚̇)s ditentukan dari
penyelesaian pada contoh 7.3 yaitu = 706,9 kJ/kg, sehingga:
𝑊̇𝑡
= 0,8(706,9 𝑘𝐽/𝑘𝑔) = 565,5 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇
Enthalpi spesifik ke luar turbin, ℎ4 , ditentukan sebagai berikut:
ℎ4 = ℎ3 − (𝑊̇t⁄𝑚̇) = 1.515,4 − 565,5 = 949,5 kJ⁄kg
Kerja kompresor per satuan massa adalah:
𝑊̇𝑐 (𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇)𝑠
=
𝑚̇ 𝜂𝑐
dengan 𝜂c adalah efisiensi kompresor. Nilai ((𝑊̇c ⁄𝑚̇)s ) ditentukan dari
penyelesaian pada contoh 7.3 yaitu = 279,7 kJ/kg, sehingga:
𝑊̇𝑐 279,7 𝑘𝐽/𝑘𝑔
= = 349,6 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇ 0,8
Enthalpi spesifik keluar kompresor, ℎ2 , ditentukan sebagai berikut:
𝑊̇𝑐
= ℎ2 − ℎ1
𝑚̇
ℎ2 = ℎ1 + 𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇ = (300,19 + 349,6) 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔 = 649,8 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
Perpindahan panas ke fluida kerja per satuan aliran massa adalah:
𝑄̇𝑖𝑛
= ℎ3 − ℎ2 = 1.515,4 − 649,8 = 865,6 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇
di mana ℎ3 diperoleh dari penyelesaian contoh 7.3.
Sehingga, efisiensi termal adalah:
565,5 − 349,6
𝜂= = 0,249 (24,9%) ⊲
865,6

172
173
b. Nisbah kerja balik (bwr) adalah:
𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇ 349,6
𝑏𝑤𝑟 = = = 0,618 (61,8%) ⊲
𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇ 565,5
c. Laju alir massa sama sebagaimana telah dihitung pada contoh 7.3. Kerja
netto yang dihasilkan oleh siklus menjadi:
𝑊̇𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 = 𝑚̇[(ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )]
𝑘𝑔 𝑘𝐽
= (5,807 ) ∙ [(1.515,42 − 949,5 ) − (649,8 − 300,19) ]
𝑠 𝑘𝑔
kg kJ 1 kW
= (5,807 ) (565,92 − 349,61) | | = 1.256,1 𝑘𝑊 ⊲
s kg 1 kJ⁄s

7.7 Turbin Gas Regeneratif


Temperatur udara buang turbin gas umumnya di atas temperatur
lingkungannya. Dengan demikian, gas buang yang masih panas dari turbin gas
memiliki potensi untuk digunakanm kembali sebelum dibuang ke atmosfer.
Salah satu cara adalah dengan meman-faatkan panas gas buang ini di dalam
suatu penukar kalor yang disebut regenerator, dengan cara memanfaatkan
udara panas yang ke luar kompresor untuk memanaskan udara pembakaran
sebelum masuk ruang bakar (kombustor). Hal ini dilakukan untuk
mengurangi jumlah bahan bakar yang mesti dibakar di dalam kombutor.

Suatu modifikasi dari siklus Brayton udara standar diilustrasikan pada


gbr. 7.10. Regenerator yang ditunjukkan adalah penukar kalor aliran tak
searah (counterflow heat exchanger) melalui gas buang panas turbin dan
udara yang meninggalkan kompresor mengalir dalam arah berlawanan.
Idealnya, tidak ada penurunan tekanan akibat gesekan yang terjadi di dalam
aliran tersebut. Gas buang turbin didinginkan dari keadaan 4 ke keadaan 𝑦,
sambil udara yang meninggalkan kompresor dipanasi dari keadaan 2 ke
keadaan 𝑥. Dengan demikian, perpindahan panas dari sumber eksternal ke
siklus diperlukan untuk menaikkan temperatur udara dari keadaan 𝑥 ke
keadaan 3. Panas yang ditambahkan per satuan massa adalah:
𝑄̇in
𝑚̇
= ℎ2 − ℎ𝑥 (7.26)
Kerja netto yang dihasilkan per satuan aliran massa tidak disebabkan oleh
adanya regenerator. Namun, karena kalor yang ditambahkan di dalam siklus
berkurang memngakibatkan efisiensi termal meningkat.

174
Gambar 7.10 Siklus turbin gas udara standar regeneratif
Keefektifan regenerator (regenerator effectiveness). Dari pers. (7.26),
dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas eksternal dibutuhkan oleh
instalasi daya turbin gas untuk menurunkan enthalpi spesifik ℎx dan
temperatur 𝑇x . Nampak ada insentif dalam bentuk bahan bakar yang dihemat
dengan penggunaan regenerator akibat peningkatan temperatur ini. Untuk
mengetahui nilai teoritis maksimum 𝑇x , perhatikan gbr. 7.11a, yang
menunjukkan variasi temperatur aliran panas dan dingin suatu penukar kalor
aliran tak searah. Karena beda hingga temperatur di antara aliran dibutuhkan
agar terjadi perpindahan panas, temperatur aliran dingin pada suatu titik
lokasi, dinotasikan dengan koordinat 𝑧, harus lebih kecil daripada aliran
panas. Jika luas perpindahan panas diperbesar, menyebabkan laju
perpindahan panas di antara dua aliran semakin besar. Sebagaimana
ditunjukkan pada gbr. 7.11b, hal ini menyebabkan beda temperatur di antara
dua aliran akan sangat kecil. Pada keadaan ini, temperatur ke luar aliran
dingin akan mendekati temperatur masuk aliran panas, dan perpindahan
panas kemudian menjadi reversibel.

175
(a) (b)
Gambar 7.11 Distribusi temperatur penukar kalor aliran tak searah
(a) aktual, (b) reversibel

Mengacu kembali regenerator gbr. 7.10, dapat ditarik kesimpulan dari


gbr. 7.11 bahwa nilai teoritis maksimum temperatur 𝑇x adalah temperatur
buang turbin 𝑇4 , diperoleh jika regerator beroperasi secara reversibel.
Keefektifan regenerator, 𝜂reg , adalah parameter untuk mengukur unjuk kerja
regenerator aktual dan ideal. Hal ini didefinisikan sebagai perbandingan
peningkatan enthalpi udara yang mengalir melalui sisi kompresor ke
regenerator terhadap peningkatan enthalpi teoritis. Keefektifan regenerator
adalah:
𝜂reg
ℎx − ℎ2
= (7.27)
ℎ4 − ℎ2
dengan ℎx dan 𝜂reg masing-masing adalah enthalpi reversibel dan keefektifan
regenerator.
Dalam praktek, nilai-nilai keefektifan regenerator biasanya antara 60
hingga 80%, dan temperatur 𝑇x dari udara yang ke luar pada kompresor dari
sisi regenerator umumnya di bawah temperatur gas buang turbin. Untuk
meningkatkan kefektifan regenerator memerlukan luasan perpindahan panas
yang lebih besar, menyebabkan bertambahnya biaya peralatan yang bisa
mengurangi keuntungan dari sisi penghematan bahan bakar. Namun, lebih
besarnya luasan perpindahan panas dapat menyebabkan penurunan tekanan
gesek yang signifikan pada aliran melewati regenerator sehingga
mempengaruhi unjuk kerja keseluruhan. Keputusan untuk menambah
regenerator dipengaruhi hal-hal tersebut dan sebab alasan ekonomi.

176
Contoh Soal 7.5
Suatu regenerator ditambahkan dalam siklus padav contoh 7.3. (a)
Tentukan efisiensi termal pada kefektifan regenerator 80%. (b) Plot
efisiensi termal terhadap keefektifan regenerator pada rentang antara 0
hingga 80%.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.5S.

Gambar 7.5S Skematis diagram contoh soal 7.5


Asumsi:
1. Setiap komponen dianalisas sebagai volume atur pada kondisi steady.
Volume atur ditunjukkan pada gbr. 7.5S dengan garis putus-putus.
2. Proses di dalam turbin dan kompresor adalah isentropik.
3. Tidak terjadi penurunan tekanan aliran melalui penukar kalor.
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
5. Fluida kerja adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal.
Sifat-sifat: Nilai-nilai enthalpi spesifik pada nomor keadaan di diagram
T−s sama dengan contoh 7.3, yaitu: ℎ1 = 300,19 kJ⁄kg, ℎ2 = 579,9 kJ⁄kg,
ℎ3 = 1.515,4 kJ⁄kg, dan ℎ4 = 808,5 kJ⁄kg.
Untuk mendapatkan enthalpi spesifik, ℎx , keefektifan regenerator
digunakan berdasarkan definisi:
ℎx − ℎ2
𝜂reg =
ℎ4 − ℎ2
Selesaikan untuk ℎx , maka:
ℎx = 𝜂reg (ℎ4 − ℎ2 ) + ℎ2
= (0,8)(808,5 − 579,9) + 579,9 = 762,8 kJ⁄kg
Analisis:
a. dengan nilai-nilai spesifik enthalpi yang telah ditentukan, efisiensi
termal menjadi:

177
(𝑊̇t⁄𝑚̇) − (𝑊̇c ⁄𝑚̇) (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= =
(𝑄̇in ⁄𝑚̇) (ℎ1 − ℎx )
(1.515,4 − 808,5) − (579,9 − 300,19)
= = 0,568 (56,8%) ⊲
(1.515,4 − 762,8)
b. plot efisiensi termal terhadap keefektifan regenerator:

Gambar 7.6S Plotting 𝜂reg terhadap 𝜂

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Bagaimanakah perbandingan nisbah kerja balik (back work ratio, bwr)
antara siklus Otto, Diesel dan Brayton?
2. Bagaimana penjelasannya bahwa efisiensi termal siklus Otto ideal
berubah dengan perbandingan kompresi mesin dan perbandingan kalor
spesifik fluida kerja? Mengapa perbandingan kompresi tinggi tidak
digunakan motor bakar pengapian busi?
3. Jelaskan perbedaan di antara siklus Otto ideal, skiklus Diesel ideal, dan
siklus Brayton ideal?
4. Apakah pengertian nisbah pancung (cutoff ratio)? Bagaimana
pengaruhnya pada efisiensi termal siklus Diesel?
5. Sebut dan jelaskan empat proses pada siklus Brayton ideal. Kenapa
nisbah kerja balik (bwr) relatif lebih tinggi pada siklus Brayton ideal
dibandingkan siklus Otto dan Diesel ideal?
6. Untuk temperatur minimum dan maksimum yang tetap, apa pengaruh
perbandingan tekanan terhadap (a) efisiensi termal-nya dan (b) keluaran
kerja netto siklus Brayton ideal?

178
Soal-Soal
1. Suatu siklus Otto udara standar memiliki perbandingan kompresi 8,5.
Pada langkah awal kompresi, 𝑝1 = 100 kPa dan 𝑇1 = 300 K. Penambahan
kalor per satuan massa udara 1400 kJ/kg. Tentukan:
(a) kerja netto, dalam kJ per kg udara,
(b) efisiensi termal siklus,
(c) tekanan efektif rata-rata (mep), dalam kPa,
(d) temperatur maksimum siklus, dalam K.
2. Pada awal proses kompresi siklus Otto udara standar, 𝑝1 = 1,0 bar, 𝑇1 =
290 K, 𝑉1 = 400 cm3 . Temperatur maksimum 2.200 K dan perbadningan
kompresi 8. Tentukan:
(a) kalor yang ditambahkan, dalam kJ.
(b) kerja netto, dalam kJ,
(c) Efisiensi termal
(d) tekanan efektif rata, mep, dalam bar.
3. Suatu mesin pembakaran dalam dengan empat silinder dan empat
langkah beroperasi pada 2.800 rpm. Proses di dalam setiap silinder
dimodelkan sebagai siklus Otto udara standar dengan tekanan 1 atm,
temperatur 300K, dan volume 555 cm3. Tentukan dengan menggunakan
analisis udara dingin dengan 𝑘 = 1,4, daya yang dihasilkan mesin dalam
hp, dan mep dalam kPa.
4. Suatu siklus Diesel udara standar memiliki perbandingan kompresi 18
dan nisbah pancung (cutoff ratio) 2,5. Keadaan pada awal kompresi pada
𝑝1 = 0,9 bar dan 𝑇1 = 300 K. Tentukan:
(a) kerja netto per satuan massa udara, dalam kJ/kg.
(b) efisiensi termal.
(c) tekanan maksimum siklus, dalam kPa,
(d) tekanan efektif rata-rata, mep, dalam kPa.
(e) ulangi soal (a) hingga (d) pada basis udara standar dingin dengan
panas spesifik pada 300K.
5. Suatu siklus Diesel udara standar memiliki perbandingan kompresi 15
dan nisbah pancung (cutoff ratio) 1,1. Keadaan pada awal kompresi pada
𝑝1 = 1 atm dan 𝑡1 = 27 ℃. Tekanan menjadi dua Kali selama Tentukan:
(a) kerja netto per satuan massa udara, dalam kJ/kg.
(b) efisiensi termal.
(c) tekanan maksimum siklus, dalam kPa,
(d) tekanan efektif rata-rata (mep), dalam kPa.
(e) ulangi soal (a) hingga (d) pada basis udara standar dingin dengan
panas spesifik pada 300K.
6. Pada awal proses kompresi siklus modifikasi (dual) udara standar (gbr.
7.7S) dengan perbandingan kompresi 18, temperatur 300 K, dan tekanan
0,1 MPa. Perbandingan tekanan pada volume konstan proses pemanasan

179
15:1. Perbandingan volume pada bagian tekanan konstan proses
pemanasan adalah 12:1. Tentukan (a) efisiensi termal dan (b) tekanan
efektif rata-rata (mep), dalam MPa.

Gambar 7.7S Skematis diagram p−v dan T−s soal no. 6


7. Daya netto yang dihasilkan siklus Brayton udara standar ideal adalah
7.325 kW. Perbandingan tekanan siklus adalah 12 dan temperatur
minimum dan maksimum masing-masing adalah 290 K dan 1.550K.
Tentukan:
(a) Efisiensi termal siklus.
(b) laju alir massa udara, dalam kg/s.
(c) Ulangi soal (a) dan (b) pada basis udara dingin dengan kalor spesifik
pada 290K.
8. Udara masuk kompresor suatu siklus turbin gas sederhana pada 100 kPa,
300 K, dengan laju alir volumetrik 5 m3/s. Perbandingan tekanan
kompresor adalah 10 dan efisiensi isentropiknya 85%. Pada sisi masuk
turbin, tekanan adalah 950 kPa dan temperaturnya adalah 1400 K.
Efisiensi isentropik turbin diketahui 88% dan tekanan ke luar 100 kPa.
Berdasarkan basis analisis udara estándar, tentukan:
(a) efisiensi termal siklus

(b) daya netto yang dihasilkan, dalam kW


(c) Ulangi soal (a) dan (b) pada basis udara dingin dengan 𝑘 = 1,4.
9. Suatu ionstalasi daya turbin gas beroperasi dengan siklus Brayton (gbr.
P.8S) di antara batas tekanan 100 dan 700 kPa. Udara menuju kompresor
pada 30oC pada laju 12,6 kg/s dan ke luar pada 260oC. Bahan bakar Diesel
dengan nilai kalor 42.000 kJ/kg dibakar di dalam suatu ruang bakar
(combustion chamber) dengan perbandingan udara-bahan bakar 60 dan
efisiensi pembakaran 97%. Gas-gas pembakaran ke luar ruang bakar dan
menuju turbin yang memiliki efisiensi isentropik 85%. Perlakukan gas-
gas pembakaran sebagai udara menggunakan kalor spesifik konstan pada

180
500oC. Tentukan (a) efisiensi isentropik kompresor, (b) daya output
netto, (c) bwr, dan (d) efisiensi termal.

Gambar 7.8S Skematis diagram soal no. 9

181
Halaman kosong

182
BAB VIII
SIKLUS REFRIGERASI

8.1 Fungsi Sistem Refrigerasi


Salah satu bidang kajian termodinamika adalah refrigerasi, yang
memindahkan panas dari temperatur yang lebih rendah ke tempat dengan
temperatur lebih tinggi. Alat yang meng-hasilkan refrigerasi disebut
refrigerasi disebut refrigerator (mesin pendingin), dan siklusnya disebut siklus
refrigerasi. Berdasarkan fungsinya ada dua jenis refrigerator, yaitu untuk:
pengawetan bahan makanan (preservation of food) dan pengkondisian udara
(air conditioning). Penggunaan teknik refrigerasi untuk pengawetan bahan
makanan dimaksudkan untuk mencegah atau memperlambat perkembangan
mikroorganisme yang hidup pada bahan makanan dengan menciptakan
kondisi yang tidak cocok bagi mikroorganisme dan juga memperlambat reaksi
kimia seperti oksidasi yang membuat produk berbau dan tidak sehat
dikonsumsi manusia.
Pengaruh pendinginan akan menghambat atau menyebabkan kematian
sebagain besar mikroorganisme, karena:
− Proses pendinginan mengubah cairan di dalam produk makanan menjadi
kristal-kristal es sehingga kehidupan mikroorganisme terganggu dan
mengalami kesulitam dalam menyerap bahan makanan,
− Selain cairan di dalam produk makanan, cairan yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme juga akan membeku, sehingga volume cairan selnya
menjadi besar dan akan memecahkan dinding sel, sehingga dapat
mematikan mikroorganisme, dan
− Proses pendinginan juga akan menghambat aktifitas penyebab proses pem-
busukan maupun oksidasi lemak oleh oksigen.
Hukum alam yang mendasari penyimpanan produk dalam ruang
bertemperatur rendah adalah kenyataan bahwa reaksi kimia terjadi lebih
lambat pada temperatur rendah. Umumnya setiap penurunan temperatur 6℃,
laju reaksi kimia berkurang setengahnya. Untuk setiap reaksi kimia terdapat
temperatur optimum di mana reaksi kimia maksimum yang terletak di antara
0 hingga 100℃. Di luar temperatur tersebut berdasarkan pengalaman
nikroorganisme tidak mampu berkembang dan bereproduksi. Refrigerator
untuk pengkondisian udara bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
nyaman bagi manusia (human comfort) yang berada di dalamnya. Umumnya,
kondisi nyaman ini pada rentang temperatur di antara 15 hingga 25℃.

183
8.2 Refrigerator dan Pompa Kalor
Diketahui dari pengalaman bahwa kalor mengalir dalam arah
temperatur yang lebih rendah, yaitu, dari daerah bertemperatur lebih tinggi ke
temperatur yang lebih rendah. Proses perpindahan panas ini terjadi secara
alamiah tanpa memerlukan suatu alat. Proses sebaliknya, dengan demikian,
tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Perpindahan panas dari daerah
bertemperatur rendah ke daerah bertemperatur lebih tinggi memerlukan alat
khusus yang disebut refrigerator (mesin pendingin). Refrigerator adalah
perangkat siklik, dan fluida kerja yang digunakan di dalam siklus refrigerasi
disebut refrigerant.
Suatu refrigerator ditunjukkan secara skematis pada gbr. 8.11a. Di sini,
𝑄L adalah besaran kalor yang dikeluarkan dari ruang pendingin pada
temperatrur 𝑇L , 𝑄H adalah besaran kalor yang dikeluarkan ke daerah hangat
pada temperatur 𝑇H , dan 𝑊net,in adalah input kerja netto ke refrigerator. Alat
lain yang memindahkan kalor dari daerah bertemperatur rendah ke daerah
bertemperatur tinggi adalah pompa kalor (heat pump). Refrigeratror dan
pompa kalor pada dasarnya adalah alat yang sama, yang berbeda hanya dalam
fungsinya. Tujuan refrigerator adalah untuk menjaga ruang refrigerator pada
temperatur rendah dengan mengeluarkan kalor dari dalamnya pada
lingkunmgan yang hangat. Sedangkan tujuan pompa kalor adalah untuk
menjaga temperatur ruangan tetap hangat dengan menyerap kalor di dalam
ruangan dan mengeluarkannya pada temperatur lingkungan lebih dingin (gbr.
8.1b).
Unjuk kerja refrigerator dan pompa kalor dinyatakan dalam bentuk
koefisien unjuk kerja (coefficient of performance, COP), yang didefinisikan
sebagai:
Output yang diinginkan efek pendinginan 𝑄L
COPR = = = (8.1)
Input yang diperlukan Input kerja 𝑊net,in
Output yang diinginkan efek pemanasan
COPHP = =
Input yang diperlukan Input kerja
𝑄H
= (8.2)
𝑊net,in

Hubungan-hubungan ini dapat juga dinyatakan dalam bentuk laju dengan


mengubah besaran 𝑄L , 𝑄H dan 𝑊net,in dengan 𝑄̇L , 𝑄̇H dan 𝑊̇net,in . Sebagai
catatan, bahwa keduanya, COPR dan COPHP , nilainya lebih besar dari 1. Suatu
perbandingan dari pers, (11.1) dan (11.2), dapat dinyatakan bahwa:
COPHP = COPR + 1 (8.3)
untuk nilai-nilai yang sama dari 𝑄L dan 𝑄H . Hubungan ini berimplikasi bahwa
COPHP > 1 karena COPR adalah besaran positif. Artinya, pompa kalor berfungsi,
paling sedikit, sebagai pemanas resistansi yang memasok energi ke gedung

184
sebanyak yang dikonsumsi. Dalam kenyataannya, 𝑄H adalah bagian yang
hilang ke udara lingkungan melalui sistem perpipaan dan peralatan lainnya,
dan COPHP bisa turun di bawah satu jika temperatur udara luar sangat rendah.
Jika hal ini terjadi, sistem normalnya akan berganti menggunakan bahan
bakar (gas alam, propana, minyak, dan sebagainya). Kapasitas pendinginan
dari sistem refrigerasi adalah laju pengeluaran kalor dari ruang pendinginan,
sering dinyatakan dalam bentuk ton refrigerasi (ton of refrigeration, TOR).
Kapasitas suatu sistem refrigerasi yang dapat membekukan 1 ton air dalam
fase cair pada 0℃ hingga berubah fase menjadi es pada 0℃ selama 24 jam
dikatakan 1 ton. Satu TOR sama dengan 211 kJ/min.

(a) Refrigerator (b) Pompa kalor


Gambar 8.1 Refrigerator dan pompa kalor

8.3 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Ideal


Siklus ideal refrigerasi kompresi uap ditunjukkan secara skematis pada
diagram T−s pada gbr. 8.2. Siklus refrigerasi kompresi uap secara luas
digunakan sebagai siklus refrigerasi, sistem pengkondisian udara (air
conditioning, AC), dan pompa kalor. Siklus ini terdiri atas empat proses, yaitu:
1−2 : kompresi isentropik di dalam kompresor,
2−3 : Pengeluaran kalor pada tekanan konstan di dalam kondensor,
3−4 : Penurunan tekanan kondensasi (throttling process) di dalam katup
ekspansi,
4−1 : Penyerapan kalor tekanan konstan di dalam evaporator.

185
Gambar 8.2 Diagram skematis dan T−s siklus refrigerasi kompresi uap
Pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal, refrigerant menuju
kompresor pada keadaan 1 sebagai uap jenuh dan dikompresikan secara
isentropik ke tekanan kondensor. Temperatur refrigerant meningkat selama
proses kompresi isentropik ini di atas temperatur lingkungan (menengah).
Refrigerant kemudian menuju kondensor sebagai uap panas lanjut pada
keadaan 2 dan ke udara luar pada keadaan 3 sebagai hasil pengeluaran panas
ke lingkungan. Refrigerant cair jenuh pada keadaan 3 diturunkan tekanan
kondensasinya yang melewati katup ekspansi atau pipa-pipa kapiler.
Temperatur refrigerant turun di bawah temperatur ruang berpendingin
selama proses ini. Refrigerant menuju evaporator pada keadaan 4 sebagai
campuran jenuh kualitas rendah, dan kemudian menguap dengan menyerap
kalor dari ruang berpendingin. Refrigerant meninggalkan evaporator sebagai
uap jenuh dan menuju kembali kompresor untuk melenmgkapi siklus.
Luasan di bawah kurva proses pada diagram T−s (gbr. 8.2b) menun-
jukkan perpindahan panas pada proses reversibel internal. Area di bawah
kurva 4−1 menunjukkan kalor yang diserap oleh refrigerant di dalam
evaporator, dan luasan di bawah kurva proses 2−3 menunjukkan kalor yang
dibuang di dalam kondensor. Aturan praktis menunjukkan bahwa COP
meningkat sebesar 2 hingga 4% pada setiap oC temperatur penguapan yang
dinaikkan atau temperatur kondensasi yang diturunkan.
Di dalam refrigerator rumahan, pipa-pipa dan kompartemen freezer di
mana kalor diserap oleh refrigerant berfungsi sebagai evaporator. Koil-koil di
belakang refrigerator, di mana kalor dibuang ke udara di dalam dapur
berfungsi sebagai kondensor (gbr. 8.3).

186
Gambar 8.3 Refrigerator rumahan
Diagram lain yang seringkali digunakan di dalam analisas siklus
refrigerasi uap adalah diagram p−h . sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 8.4.
Pada diagram ini, tiga dari empat proses nampak sebagai garis lurus, dan
perpindahan panas di dalam kondensor sebanding dengan panjang
proporsional kurva proses yang bersesuaian. Tidak seperti diklus ideal yang
dijelaskan sebelumnya, siklus refrigerasi kompresi uap ideal tidaklah siklus
reversibel internal karena siklus ini terdiri dari suatu proses ireversibiltas
(yaitu di dalam proses penurunan tekanan kondensasi di dalam katup
ekspansi). Proses ini dilakukan di dalam siklus untuk membuat modelnya
lebih realistik pada siklus refrigerasi kompresi uap aktual. Jika peralatan
penurun tekanan digantikan dengan turbin isentropik, refrigerant akan
menuju evaporator pada keadaan 4′ menggantikan keadaan 4. Sebagai
hasilnya, kapasitas refrigerasi akan meningkat (dengan luasan di bawah kurva
proses 4′ −4 pada gbr. 8.2) dan input kerja netto akan berkurang (dengan
jumlah output kerja turbin). Mengganti katup ekspansi dengan sebuah turbin
tidaklah praktis karena tambahan keuntungan tidaklah sebanding dengan
biaya yang dikeluarkan dan adanya kompleksitas proses yang terjadi.
Keempat komponen yang berhubungan dengan siklus refrigerasi
kompresi uap adalah peralatan aliran steady dan dengan demikian keempat
proses siklus dapat dibuat analisanya sebagai proses aliran steady. Perubahan
energi kinetik dan potensial refrigerant umumnya relatif kecil terhadap kerja
dan perpindahan panas yang terjadi sehingga dapat diabaikan. Persamaan
energi aliran steady berdasarkan satuan massa dinyatakan sebagai:

187
(𝑞in − 𝑞out ) + (𝑤in − 𝑤out ) = ℎ𝑒 −
ℎ𝑖 (8.4)

Gambar 8.4 diagram tekanan (p) dan enthalpi


Kondersor dan evaporator tidak melakukan kerja dan komprseor dapat
dianggap adiabatik. Dengan demikian COP refrigerator dan pompa kalor yang
beroperasi pada siklus kompresi uap dapat dinyatakan sebagai:
𝑞L ℎ1 − ℎ4
COPR = = (8.5)
𝑤net,in ℎ2 − ℎ1
dan
𝑞𝐻
𝐶𝑂𝑃𝐻𝑃 =
𝑤𝑛𝑒𝑡,𝑖𝑛
ℎ2 − ℎ3
= (8.6)
ℎ2 − ℎ1
dengan ℎ1 = ℎ𝑔 @𝑝1 dan ℎ3 = ℎ𝑓 @𝑝3 untuk kasus siklus ideal.

Contoh Soal 8.1


Refrigerant-134a digunakan sebagai fluida kerja pada siklus refrigerasi
kompresi uap ideal. Siklus bekerja di antara 0,14 dan 0,8 MPa. Diketahui
bahwa laju alir massa refrigerant adalah 0,05 kg/s. Tentukan (a) laju
pengeluaran kalor dari kompartemen dingin, (b) daya kompresor, dalam
kW, (c) laju pembuangan kalor ke lingkungan, (d) kapasitas refrigerasi,
dalam ton, dan (e) COP refrigerator.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.1S.
Asumsi:
1. Setiap komponen siklus dianalisa sebagai volume atur pada steady state.
Volume atur ditunjukkan dengan garis putus-putus pada sketsa grafik.
2. Kecuali pada katup ekspansi yang merupakan proses penurunan tekanan
kondensasi (throttling process), semua proses refrigerant adalah reversibel
internal.
3. Kompresor dan katup ekspansi bekerja secara adibatis.
4. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.

188
5. Refrigerant pada keadaan uap jenuh menuju kompresor dan meninggalkan
kondensor pada cair jenuh.

Gambar 8.1S Skematis dan diagram T−s siklus refrigerasi soal 8.1

Analisis: Diagram T−s siklus refrigerasi kompresi uap ideal ditunjukkan


pada gbr. 8.1S. Pada inlet kompresor, refrigerant-134a pada keadaan uap
jenuh pada 𝑝1 = 1,4 bar sehingga dari Tabel T-7, : ℎ1 = 236,04 kJ⁄kg dan 𝑠1 =
0,9322 kJ⁄kg ∙ K. Pada keadaan 2s yaitu tekanan uap panas lanjut, pada 𝑝2 =
8 bar, refrigerant-134a pada keadaan ini 𝑠2 = 𝑠1 = 0,9190 kJ⁄kg ∙ K, sehingga
dari Tabel T-8:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9066 264,15
0,9190 ℎ2
0,9374 273,66

(273,66 − 264,15) kJ⁄kg (ℎ2 − 264,15) kJ⁄kg


=
(0,9374 − 0,9066) (0,9190 − 0,9066)
9,11 kJ⁄kg (ℎ2 − 264,15) kJ⁄kg
=
0,0308 0,0124
0,0308 ∙ (ℎ2 − 264,15) kJ⁄kg = 0,0124 ∙ 9,11 kJ⁄kg
(0,0308 ∙ ℎ2 − 8,13582) kJ⁄kg = 0,112964 kJ⁄kg
0,0308 ∙ ℎ2 = (0,112964 + 8,13582) kJ⁄kg
(8,248784) kJ⁄kg
ℎ2 = = 267,82 kJ⁄kg ⊲
0,0308
Pada keadaan 3 yaitu pada keadaan cair jenuh pada 𝑝3 = 8 bar, sehingga
dari Tabel T-7 ℎ3 = 93,42 kJ⁄kg. Ekspansi melalui katup yaitu proses

189
penurunan tekanan kondensasi (throttling process) dari asumsi 2, sehingga
ℎ4 = ℎ3 = 93,42 kJ⁄kg.
a. Laju penyerapan kalor dari ruang berpendingin (refrigerated space):
kg kJ
𝑄̇L = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 ) = (0,05 ) (236,04 − 93,42) = 7,13 kW ⊲
s kg
b. Daya input kompresor:
kg kJ
𝑊̇in = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ1 ) = (0,05 ) (267,82 − 236,04) = 1,59 kW ⊲
s kg
c. Laju pembuangan kalor dari refrigerant ke lingkungan:
kg kJ
𝑄̇H = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 ) = (0,05 ) (267,82 − 93,42) = 8,72 kW ⊲
s kg
d. Kapasitas refrigerasi yaitu laju perpindahan panas terhadap refrigerant
yang mengalir melalui evaporator, yang dinyatakan dengan:
kg 60 s kJ 1 ton
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 ) = (0,05 ) | | (236,04 − 93,42) | |
s 1 min kg 211 kJ⁄min
= 2,03 ton ⊲
e. koefisien unjuk kerja refrigerator, COP refrigerator:
𝑄̇L 7,13 kW
𝐶𝑂𝑃𝑅 = = = 4,48
̇
𝑊in 1,59 kW
Ini berarti refrigerator mengeluarkan hampir lima kali energi termal dari
ruang berpendingin untuk setiap satuan energi listrik yang dikonsumsi.

8.4 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Aktual


Siklus refrigerasi kompresi uap aktual berbeda dari siklus ideal,
terutama karena pengaruh ireversibilitas yang terjadi pada beberapa
komponen. Dua sumber umum dari ireversibilitas adalah gesekan fluida (yang
menyebabkan penurunan tekanan) dan perpindahan panas ke dan/atau dari
lingkungan. Diagram T−s dari siklus refrigerasi kompresi uap aktual
ditunjukkan pada gbr. 8.5.
Pada siklus ideal, refrigerant meninggalkan evaporator dan menuju
kompresor sebagai uap jenuh (saturated vapor). Pada praktiknya, tidak
mungkin untuk mengontrol keadaan (fase) refrigerant secara tepat. Namun
demikian, lebih mudah untuk mendesain sistem sedemikian sehingga
refrigerant sedikit dalam fase uap panas lanjut (superheated vapor) pada
inlet kompresor. Hal ini menyebabkan refrigerant berada pada fase uap
penuh saat menuju kompresor. Juga, pipa hubung evaporator ke
kompresor menjadi lebih panjang, dengan demikian penurunan tekanan
disebabkan gesekan fluida dan perpindahan panas dari lingkungan ke
refrigerant menjadi lebih signifikan. Akibat dari panas lanjut ini, kalor yang
diperoleh pada pipa hubung, penurunan tekanan di evaporator dan pipa
hubung meningkat sebab volume spesifiknya meningkat, sehingga

190
meningkatkan daya input yang dibutuhkan oleh kompresor karena kerja
aliran steady sebanding dengan volume spesifik.

Gambar 8.5 Skematis diagram siklus refrigerasi kompresi uap aktual


Proses kompresi dalam siklus ideal adalah reversibel internal dan
adiabatik, sehingga isentropik. Proses kompresi aktual meliputi pengaruh
gesekan yang meningkatkan entropi dan perpindahan panas, yang bisa
meningkatkan atau menurunkan entropi, tergantung arah prosesnya.
Sehingga, entropi refrigerant bisa meningkat (proses 1−2) atau menurun
(proses 1−2’) selama proses kompresi aktual, tergantung pengaruh mana
yang dominan. Proses kompresi 1−2’ mungkin lebih diinginkan daripada
proses kompresi isentropik karena volume spesifik refrigerant dan dengan
demikian input kerja yang diperlukan lebih kecil dalam kasus ini.
Pada kasus ideal, refrigerant dianggap meninggalkan kondensor
sebagai cair jenuh (saturated liquid) pada tekanan ke luar kompresor.
Kenyataannya, tidak dapat dihindari penurunan tekanan kondensor, pada
pipa hubung kondensor ke evaporator dan ke katup ekspansi. Juga tidaklah
mudah melakukan proses kondensasi dengan tepat yaitu refrigerant berada
pada fase cair jenuh pada akhir proses, dan ini tidak diinginkan untuk
melewatkan refrigerant ke katup ekspansi sebelum refrigerant
berkondensasi secara sempurna. Maka, refrigerant agak didinginkan
sebelum menuju ke katup ekspansi. Namun demikian, hal ini tidak terlalu
dipikirkan karena refrigerant pada kasus ini menuju evaporator pada
entlalpi yang lebih rendah dan dapat menyerap lebih banyak kalor dari
ruang berpendingin. Katup ekspansi dan evaporator ditempatkan sedekat

191
mungkin satu sama lain sehingga penurunan tekanan di dalam pipa hubung
menjadi kecil.
Contoh Soal 8.2
Refrigerant-134a menuju kompresor suatu refrigerator sebagai uap panas
lanjut pada 0,14 MPa dan −10oC pada laju 0,05 kg/s dan ke luar pada 0,8
MPa dan 50 oC. Refrigerant dikondensasikan pada kondensor pada 26 oC
dan 0,72 MPa dan diekspansikan ke 0,15 MPa. Dengan mengabaikan
perpindahan panas dan penurunan tekanan di dalam pipa-pipa hubung di
antara komponen, tentukan (a) laju pengeluaran kalor dari ruang
berpendingin, (b) daya input kompresor, (c) efisiensi isentropik
kompresor, dan (d) koefisien unjuk kerja refrigerator.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.2S.
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.

Gambar 8.2S Diagram T−s contoh soal 8.2

Analisis: Diagram T−s siklus refrigerasi kompresi uap aktual ditunjukkan


pada gbr. 8.2S. Pada inlet kompresor, refrigerant-134a pada keadaan uap
panas lanjut dari Tabel T-7 pada 𝑝1 = 0,14 MPa dan 𝑇1 = −10℃ sehingga:
ℎ1 = 243,40 kJ⁄kg dan 𝑠1 = 0,9606 kJ⁄kg ∙ K. Pada keadaan 2, yaitu tekanan
uap panas lanjut pada 𝑝2 = 8 bar dan 𝑇2 = 50℃ dari Tabel T-7, ℎ2 =
284,39 kJ⁄kg. Pada keadaan 3, pada 𝑝3 = 7 bar dan 𝑇3 = 26,72℃ dari Tabel T-
7, ℎ3 = 86,78 kJ⁄kg. Karena keadaan 4 adalah throttling, ℎ4 ≅ ℎ3 =
86,78 kJ⁄kg.
a. Laju pengeluaran kalor dari ruang berpendingin:
kg kJ
𝑄̇L = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 ) = (0,05 ) (243,40 − 86,78) = 7,83 kW ⊲
s kg

192
b. Daya input kompresor:
𝑘𝑔 𝑘𝐽
𝑊̇𝑖𝑛 = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ1 ) = (0,05 ) (284,39 − 243,40) = 2,05 𝑘𝑊 ⊲
𝑠 𝑘𝑔
c. Efisiensi isentropik kompresor, ditentukan dari:
ℎ2𝑠 − ℎ1
𝜂𝐶 =
ℎ2 − ℎ1
dengan enthalpi pada keadaan 2s, yaitu pada 𝑝2𝑠 = 0,8 MPa dan 𝑠2𝑠 =
𝑠1 = 0,9606 kJ⁄kg ∙ K ditentukan dengan interpolasi linier dari Tabel T-7:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9374 273,66
0,9606 ℎ2𝑠
0,9711 284,39

(284,39 − 273,66) kJ⁄kg (ℎ2𝑠 − 273,66) kJ⁄kg


=
(0,9711 − 0,9374) (0,9606 − 0,9374)
10,73 kJ⁄kg (ℎ2𝑠 − 273,66) kJ⁄kg
=
0,0337 0,0232
0,0337 ∙ (ℎ2𝑠 − 273,66) kJ⁄kg = 0,0232 ∙ 10,73 kJ⁄kg
(0,0337 ∙ ℎ2𝑠 − 9,222342) kJ⁄kg = 0,248936 kJ⁄kg
0,0337 ∙ ℎ2𝑠 = (0,248936 + 9,222342) kJ⁄kg
(9,471278) kJ⁄kg
ℎ2𝑠 = = 281,05 kJ⁄kg ⊲
0,0337
Sehingga, efisiensi isentropik adalah:
281,05 − 243,40
𝜂C = = 0,9185 (91,85%) ⊲
284,39 − 243,40
𝑘𝑔 𝑘𝐽
𝑄̇𝐻 = 𝑚̇ (ℎ2 − ℎ3 ) = (0,05 ) (267,82 − 93,42) = 8,72 𝑘𝑊 ⊲
𝑠 𝑘𝑔
d. Koefisien unjuk kerja refrigerator, COP refrigerator:

𝑄̇L 7,83 kW
𝐶𝑂𝑃𝑅 = = = 3,82 ⊲
𝑊̇in 2,05 kW

8.5 Inovasi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap


Siklus refrigerasi kompresi uap yang telah dijelaskan secara luas
digunakan di dalam sistem refrigerasi dan ini sudah cukup untuk keperluan
praktis. Sistem refrigerasi kompresi uap yang umum ini adalah sederhana,
tidak mahal, dapat diandalkan, dan praktis bebas perawatan. Namun
demikian, untuk penerapan di industri skala besar, sistem refrigerasi ini
menjadi tidak cukup praktis sehingga memerlukan beberapa modifikasi dan
inovasi. Berikut ini akan disampaikan beberapa modifikasi dan
penyempurnaannya.

193
8.5.1 Sistem refrigerasi cascade
Beberapa industri memerlukan temperatur yang cukup rendah, dan
rentang temperatur yang terlibat mungkin menjadi terlalu besar sehingga
siklus refrigerasi kompresi uap tunggal menjadi tidak praktis. Pada rentang
temperatur yang tinggi berarti rentang tekanan tinggi pula pada siklus dan
sulit dicapai unjuk kerja pada kompresor bolak-balik (reciprocating
compressor). Salah satu cara menghadapi kendala ini adalah dengan dua atau
lebih siklus refrigerasi yang betroperasi secara seri. Sistem refrigerasi ini
disebut siklus refrigerasi cascade.
Siklus refrigerasi cascade dua tingkat ditunjukkan pada gbr. 8.6. Dua
siklus dihubungkan melalui penukar kalor di tengah, yang berfungsi sebagai
evaporator pada siklus atas (siklus A) dan kondensor pada siklus bawah (siklus
B). Diasumsikan bahwa penukar kalor diisolasi sempurna dan perubahan
energi kinetik dan potensial diabaikan, perpindahan panas dari fluida siklus
bawah sama dengan perpindahan panas dari fluida siklus atas. Sehingga,
perbandingan laju alir massa melalui setiap siklus menjadi:
𝑚̇A ℎ2 − ℎ3
𝑚̇A (ℎ5 − ℎ8 ) = 𝑚̇B (ℎ2 − ℎ3 ) ⟶ = (8.7)
𝑚̇B ℎ5 − ℎ8
dan
𝑄L 𝑚̇B (ℎ1 − ℎ4 )
COPR,cascade = = (8.8)
𝑊net,in 𝑚̇A (ℎ6 − ℎ5 ) + 𝑚̇B (ℎ2 − ℎ1 )
Di dalam sistem cascade ( gbr. 8.6), refrigerant pada kedua siklus
dianggap sama. namun ini juga tidak selalu karena tidak ada pencampuran
yang terjadi di dalam penukar kalor. Refrigerant dengan karateristik yang
lebih diinginkan dapat digunakan pada setiap siklus. Pada kasus ini, akan ada
pemisahan kubah jenuh (saturation dome) pada setiap fluida, dan diagram
T−s untuk satu siklus dapat berbeda. Juga, di dalam sistem refrigerasi cascade
dua siklus bisa saja saling tumpang-tindih karena adanya beda temperatur di
antara dua fluida. Nampak dari diagram T−s bahwa kerja kompresor
berkurang dan jumlah kalor yang diserap dari ruang berpendingin meningkat
sebagai akibat cascade. Selanjutnya, cascade meningkatkan COP sistem
refrigerasi. Beberapa sistem refrigerasi menggunakan tiga atau empat tingkat
cascade.

194
Gambar 8.6 Sistem refrigerasi cascade dua tingkat
Contoh Soal 8.3
Sistem refrigerasi cascade dua tingakt beroperasi di antara batas tekanan
0,8 dan 0,14 MPa. Setiap tingkat beroperasi pada siklus refrigerasi
kompresi uap ideal dengan refrigerant-134a sebagai fluida kerja.
Pengeluaran kalor dari siklus bawah ke siklus atas terjadi di dalam penukar
kalor aliran tak searah adibatik di mana ke dua aliran terjadi pada 0,32
MPa. Jika laju alir massa refrigerant melalui siklus atas 0,05 kg/s, tentukan
(a) laju alir massa refrigerant melalui siklus bawah, (b) laju pengeluaran
kalor dari ruang berpendingin, (c) daya input kompresor, dan (d) COP
refrigerator cascade.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.3S.

195
Gambar 8.3S Diagram T-s siklus refrigerasi cascade contoh soal 3
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
3. Penukar kalor adalah adiabatik.
Analisis: Diagram T−s siklus refrigerasi sistem cascade ditunjukkan pada
gbr. 8.3S.

𝑝1 = 0,14 MPa ⟶ ℎ1 = ℎ𝑔@0,14 MPa = 236,04 kJ⁄kg


𝑠1 = 𝑠𝑔@0,14 MPa = 0.9322 kJ⁄kg ∙ K

𝑝2 = 0,32 MPa ⟶ 𝑠2 = 𝑠1 = 𝑠𝑔@0,14 MPa = 0.9322 kJ⁄kg ∙ K


Interpolasi linier dari Tabel T-7:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9177 248,66
0,9322 ℎ2
0,9427 255,65

(255,65 − 248,66) kJ⁄kg (ℎ2 − 248,66) kJ⁄kg


=
(0,9427 − 0,9177) (0,9322 − 0,9177)
6,99 kJ⁄kg (ℎ2 − 248,66) kJ⁄kg
=
0,025 0,0145
0,025 ∙ (ℎ2 − 248,66) kJ⁄kg = 0,0145 ∙ 6,99 kJ⁄kg
(0,025 ∙ ℎ2 − 6,2165) kJ⁄kg = 0,101355 kJ⁄kg
0,025 ∙ ℎ2 = (0,101355 + 6,2165) kJ⁄kg
(6,317855) kJ⁄kg
ℎ2 = = 252,71 kJ⁄kg ⊲
0,025
𝑝3 = 0,32 MPa ⟶ ℎ3 = ℎ𝑓@0,32 MPa = 53,31 kJ⁄kg

196
𝑠3 = 𝑠𝑓@0,32 MPa = 0,2089 kJ⁄kg ∙ K
𝑝4 = 0,14 MPa ⟶ 𝑠4 = 𝑠3 = 0,2089 kJ⁄kg ∙ K
ℎ4 ≅ ℎ3 = 53,31 kJ⁄kg
𝑝5 = 0,32 MPa ⟶ ℎ5 = ℎ𝑔@0,32 MPa = 248,66 kJ⁄kg
𝑠5 = 𝑠𝑔@0,32 MPa = 0,9177 kJ⁄kg ∙ K
𝑝6 = 0,8 MPa ⟶ 𝑠6 = 𝑠5 = 0,9177 kJ⁄kg ∙ K
Interpolasi linier dari Tabel T-6:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9066 264,15
0,9177 ℎ6
0,9374 273,66

(273,66 − 264,15) kJ⁄kg (ℎ6 − 264,15) kJ⁄kg


=
(0,9374 − 0,9066) (0,9177 − 0,9066)
9,51 kJ⁄kg (ℎ6 − 264,15) kJ⁄kg
=
0,0308 0,0111
0,0308 ∙ (ℎ6 − 264,15) kJ⁄kg = 0,0111 ∙ 9,51 kJ⁄kg
(0,0308 ∙ ℎ6 − 8,13582) kJ⁄kg = 0,105561 kJ⁄kg
0,0308 ∙ ℎ6 = (0,105561 + 8,13582) kJ⁄kg
(8,241381) kJ⁄kg
ℎ6 = = 267,58 kJ⁄kg ⊲
0,0308
𝑝7 = 0,8 MPa ⟶ ℎ7 = ℎ𝑓@0,8 MPa = 93,42 kJ⁄kg
ℎ8 ≅ ℎ7 = 93,42 kJ⁄kg
a. Laju alir massa refrigerant melalui siklus bawah, ditentukan dari
kesetimbangan energi aliran steady pada penukar kalor adiabatik:
𝐸̇𝑜𝑢𝑡 = 𝐸̇𝑖𝑛 ⟶ 𝑚̇𝐴 ℎ5 + 𝑚̇𝐵 ℎ3 = 𝑚̇𝐴 ℎ8 + 𝑚̇𝐵 ℎ2
𝑚̇𝐴 (ℎ5 − ℎ8 ) = 𝑚̇𝐵 (ℎ2 − ℎ3 )
kg kJ kJ
(0,05 ) [(248,66 − 93,42) ] = 𝑚̇𝐵 [(252,71 − 53,31) ]
s kg kg
kg 155,24 kJ⁄kg kg
𝑚̇𝐵 = (0,05 ) = 0,0389 ⊲
s 199,4 kJ⁄kg s
b. Laju pengeluaran kalor dari ruang berpendingin siklus cascade adalah
laju penyerapan evaporator pada tingkat bawah (siklus B), yaitu:
𝑄̇L = 𝑚̇𝐵 (ℎ1 − ℎ4 ) = (0,0389 kg⁄s)[(236,04 − 53,31) kJ⁄kg]
= 7,11 kW ⊲

c. Daya input kompresor siklus cascade adalah jumlah daya input semua
kompresor:

197
𝑊̇in = 𝑊̇comp1,in + 𝑊̇comp2,in = 𝑚̇𝐴 (ℎ6 − ℎ5 ) + 𝑚̇𝐵 (ℎ2 − ℎ1 )
kg kJ
= (0,05 ) [(267,58 − 248,66) ]
s kg
kg kJ
+ (0,0389 ) [(252,71 − 236,04) ]
s kg
kJ 1 kW
= (0,946 + 0,648) | | = 1,59 kW ⊲
s 1 kJ⁄s
d. COP sistem refrigerasir cascade adalah perbandingan laju refrigerasi
terhadap daya input netto:
𝑄̇L 7,11 kW
COPR = = = 4,47 ⊲
𝑊̇in 1,59 kW

8.5.2 Sistem refrigerasi kompresi multitingkat


Jika fluida kerja yang digunakan dalam sistem refrigerasi cascade sama,
penukar kalor di antara antar tingkat dapat diganti dengan ruang pencampur
(mixing chamber) yang disebut pula sebagai flash chamber (ruang flash)
karena menyebabkan karakteristik perpindahan panas yang lebih baik. Suatu
sistem yang disebut sistem refrigerasi kompresi multitingkat (multistage
compression refrigeration systems) yang ditunjukkan pada gbr. 8.7.

Gambar 8.7 Sistem refrigerasi kompresi dua tingkat


Pada sistem ini (gbr. 8.7), refrigerant cair berekspansi di dalam katup
ekspansi pertama di dalam tekanan ruang pencampur (mixing chamber atau
flash chamber), di mana tekanannya sama dengan tekanan antar kompresor
tekanan tinggi dan rendah. Bagian dari cairan refrigerant menguap selama

198
proses ini. Uap jenuh ini (keadaan 3) dicampur dengan uap panas lanjut dari
kompresor tekanan rendah (keadaan 2), dan campuran ini menuju kompresor
tekanan tinggi pada keadaan 9. Ini dilakukan melalui suatu proses regeneratif.
Cair jenuh (keadaan 7) berekspansi melalui katup ekspansi ke dua ke dalam
evaporator, yang membawa panas dari ruang berpendingin. Proses kompresi
dalam sistem ini menyerupai kompresi dua tahap dengan pendinginan antara
(intercooling), sehingga kerja kompresor berkurang. Perhatian perlu
diberikan di dalam menginterpretasikan luasan pada diagram T−s di dalam
sistem refrigerasi kompresi dua tingkat dengan ruang pencampur karena laju
alir massa berbeda di dalam setiap komponen siklus.
Contoh Soal 8.4
Sistem refrigerasi kompresi dua tingkat beroperasi di antara batas tekanan
0,8 dan 0,14 MPa. Fluida kerja yang digunakan adalah refrigerant -134a.
Refrigerant ke luar meninggal-kan kondensor sebagai cair jenuh dan
tekanannya diturunkan sehingga terjadi kondensasi (throttling process) ke
ruang pencampur (flashing chamber) pada 0,32 MPa. Sebagian refrigerant
menguap selama proses flashing, dan uap ini dicampur dengan refrigerant
yang meninggalkan kompresor tekanan rendah. Campuran kemudian
dikompresikan hingga tekanan kondensor oleh kompresor tekanan tinggi.
Cairan di dalam ruang pencampur diturunkan tekanannya ke tekanan
evaporator dan mendinginkan raung berpendinmgin (refrigerated chamber)
sebagai penguapan di dalam evaporator. Asumsikan refrigerant yang
meninggalkan evaporator sebagai uap jenuh dan kedua kompresor adalah
isentropik, tentukan (a) fraksi refrigerant yang menguap dan dikondensasikan
di dalam ruamng pencampur, (b) jumlah kalor yang dikeluarkan dari ruang
berpendingin, (c) kerja kompresor per satuan massa refrigerant yang mengalir
ke kondensor, (d) koefisien unjuk kerja, COP.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.4S.
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
3. Ruang pencampur (flash chamber) adalah adiabatik.

199
Gambar 8.4S Diagram T−s siklus refrigerasi kompresi dua tingkat

Analisis: Diagram T−s siklus refrigerasi kompresi dua tingkat ditunjukkan


pada gbr. 8.4S.
𝑝1 = 0,14 MPa ⟶ ℎ1 = ℎ𝑔@0,14 MPa = 236,04 kJ⁄kg ⊲
𝑠1 = 𝑠𝑔@0,14 MPa = 0.9322 kJ⁄kg ∙ K
𝑝fc = 0,32 MPa ⟶ 𝑠2 = 𝑠1 = 𝑠𝑔@0,14 MPa = 0.9322 kJ⁄kg ∙ K
ℎ2 = 252,71 kJ⁄kg ⟶ interpolasi linier dari Tabel T − 8 ⊲
𝑝fc = 0,32 MPa ⟶ ℎ3 = ℎ𝑔@0,32 MPa = 248,66 kJ⁄kg ⊲
ℎ7 = ℎ𝑓@0,32 MPa = 53,31 kJ⁄kg ⊲
ℎ8 = ℎ7 = 53,31 kJ⁄kg ⊲
𝑝2 = 0,8 MPa ⟶ ℎ5 = ℎ𝑓@0,8 MPa = 93,42 kJ⁄kg
ℎ6 = ℎ5 = 93,42 kJ⁄kg
a. Fraksi refrigerant yang menguap dan dikondensasikan di dalam ruang
pencampur, menyatakan kualitas refrigerant di dalam ruang pencampur
(flash chamber):
ℎ6 − ℎ𝑓 (93,43 − 53,31) kJ⁄kg
𝑥6 = = = 0,235
ℎ𝑓𝑔 170,73 kJ⁄kg
b. Jumlah kalor yang dikeluarkan dari ruang berpendingin,
𝑞L = (1 − 𝑥6 )(ℎ1 − ℎ8 )
= (1 − 0,235)[(236,04 − 53,31) kJ⁄kg] = 139,79 kJ⁄kg ⊲
c. Kerja kompresor per satuan massa refrigerant yang mengalir ke kondensor:
𝑤in = 𝑤comp1,in + 𝑤comp2,in = (1 − 𝑥6 )[(ℎ2 − ℎ1 ) + (ℎ4 − ℎ9 )]
Enthalpi pada keadaan 9 ditentukan dari kesetimbangan energi pada ruang
pencampur:

200
𝐸out = 𝐸in

ℎ9 = 𝑥6 ℎ3 + (1 − 𝑥6 )ℎ2

ℎ9 = (0,235)(248,66 kJ⁄kg) + (1 − 0,235)252,71 kJ⁄kg


= 251,76 kJ⁄kg ⊲
Entropi pada keadaan 9 diperoleh dari interpolasi linier Tabel T-7 pada
𝑝fc = 0,32 MPa:
ℎ (kJ⁄kg) 𝑠(kJ⁄kg ∙ K)
248,66 0,9177
251,76 𝑠9
255,65 0,9427

(0,9427 − 0,9177) kJ⁄kg ∙ K (𝑠9 − 0,9177) kJ⁄kg ∙ K


=
(255,65 − 248,66) (251,76 − 248,66)
0,025 kJ⁄kg ∙ K (𝑠9 − 0,9177) kJ⁄kg ∙ K
=
6,99 3,1
6,99 ∙ 9 − 0,9177) kJ kg ∙ K = 3,1 ∙ 0,025 kJ⁄kg ∙ K
(𝑠 ⁄
(6,99 ∙ 𝑠9 − 6,414723) kJ⁄kg ∙ K = 0,0775 kJ⁄kg ∙ K
6,99 ∙ 𝑠9 = (0,0775 + 6,414723) kJ⁄kg ∙ K
(6,492223) kJ⁄kg
𝑠9 = = 0,9288 kJ⁄kg ∙ K ⊲
6,99
Karena isentropik, 𝑠4 = 𝑠9 = 0,9288 kJ⁄kg ∙ K, sehingga ℎ4 dapat
ditentukan dari inter-polasi Tabel T-7 pada 𝑝2 = 0,8 MPa:

𝑠 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9217 271,25
0,9288 ℎ4
0,9566 282,34

(282,34 − 271,25) kJ⁄kg (ℎ4 − 271,25) kJ⁄kg


=
(0,9566 − 0,9217) (0,9288 − 0,9217)
11,09 kJ⁄kg (ℎ4 − 271,25) kJ⁄kg
=
0,0349 0,0071
0,0349 ∙ (ℎ4 − 271,25) kJ⁄kg = 0,0071 ∙ 11,09 kJ⁄kg
(0,0349 ∙ ℎ4 − 9,466625) kJ⁄kg = 0,078739 kJ⁄kg
0,0349 ∙ ℎ4 = (0,078739 + 9,466625) kJ⁄kg
(9,545364) kJ⁄kg
ℎ4 = = 273,51 kJ⁄kg ⊲
0,0349
Substitusikan ke dalam 𝑤in = 𝑤comp1,in + 𝑤comp2,in = (1 − 𝑥6 )[(ℎ2 − ℎ1 ) +
(ℎ4 − ℎ9 )]

201
𝑤in = (1 − 0,235)[(252,71 − 236,04) kJ⁄kg + (273,51 − 251,76) kJ⁄kg]
= 29,39 kJ/kg
d. Koefisien unjuk kerja, COP:
𝑞L 139,79 kJ⁄kg
COPR = = = 4,76 ⊲
𝑤in 29,39 kJ/kg

8.6 Siklus Refrigerasi Gas


Sebenarnya, siklus refrigerasi kompresi uap pada dasarnya adalah
modifikasi siklus Rankine yang dibalik. Pada bagian ini, akan disampaikan
siklus Brayton terbalik yang dikenal sebagai siklus refrigerasi gas. Perhatikan
siklus yang ditunjukkan pada gbr. 8.8. Temperatur sekeliling adalah 𝑇0 , dan
ruang berpendingin dijaga pada temepratur tetap pada 𝑇L . Gas dikompresikan
selama proses 1−2. Tekanan dan temperatur tinggi pada keadaan 2 kemudian
didinginkan pada tekanan konstan ke 𝑇0 dengan membuang kalor ke
lingkungan. Hal ini akan diikuti dengan proses ekspansi di dalam turbin, dan
proses ini temperatur gas akan turun ke 𝑇4 yang dapat dicapai dengan efek
pendinginan menggunakan turbin yang menggantikan fungsi katup ekspansi.
Pada akhirnya, gas pendingin akan menyerap kalor dari ruang berpendingin
hingga temperaturnya naik ke 𝑇1 .
Semua proses yang dijelaskan adalah reveribel internal dan siklus
diperlakukan sebagai siklus refrigerasi gas ideal. Di dalam siklus refrigerasi gas
aktual, proses kompresi dan ekspansi berdeviasi dari nilai isentropiknya, dan
nilai 𝑇3 lebih tinggi daripada 𝑇0 kecuali kapasitas penukar kalornya cukup
tinggi. Pada diagram T−s, luasan di bawah kurva proses 4−1 menunjukkan
kalor yang dikeluarkan dari ruang berpendingin, dan luasan 1−2−3−4−1
menunjukkan kerja input netto. Perbandingan luasan tersebut adalah COP
siklus, yang dinyatakan sebagai:
𝑞L
COPR =
𝑤net,in
𝑞L
= (8.9)
𝑤comp,in − 𝑤turb,out
dengan
𝑞L = ℎ1 − ℎ4
𝑤turb,out = ℎ3 − ℎ4
𝑤comp,in = ℎ2 − ℎ1

202
Gambar 8.8 Siklus refrigerasi gas sederhana
Meskipun COP-nya relatif rendah, siklus refrigerasi gas memiliki dua
karakteristik yang diinginkan, yaitu: operasionalnya sederhana, komponen-
komponennya ringan yang membuatnya sesuai untuk penggunaan di pesawat
udara, dan siklus ini bisa dibuat regeneratif yang membuatnya sesuai untuk
pencairan gas serta penerapan di bidang cryogenic. Suatu sistem pendinginan
pesawat udara siklus terbuka ditunjukkan pada gbr. 8.9. Udara atmosfer
dikompresikan oleh kompresor, didinginkan dengan udara lingkungan, dan
diekspansikan di dalam turbin. Udara dingin meninggalkan turbin dan
kemudian secara langsung dialirkan ke dalam kabin.

Gambar 8.9 Sistem pendingin pesawat udara siklus terbuka


Siklus gas regeneratif ditunjukkan pada gbr. 8.10. Pendingin regeneratif
dicapai dengan memasukkan penukar kalor aliran tak searah ke dalam siklus.

203
Tanpa regenerasi, temperatur masuk turbin terendah adalah 𝑇0 , temperatur
lingkungan atau media pendingin lainnya. Dengan regenerasi, gas tekanan
tinggi selanjutnya didinginkan ke 𝑇4 sebelum berekspansi di dalam turbin.
Rendahnya temperatur inlet turbin secara otomatis temperatur ke luat turbin
menjadi lebih rendah, yang berarti temperatur siklus menjadi lebih rendah.
Artinya, temp[eratur rendah dapat dicapai dengan mengulang siklus ini.
Contoh Soal 8.5
Udara menuju kompresor siklus refrigerasi gas pada 1 atm, 270K, dengan
laju alir volumetrik 1,5 m 3/s. Jika perbandingan tekanan kompresor 3 dan
temperatur inlet turbin 300K, tentukan (a) input daya netto, dalam kW, (b)
kapasitas refrigerasi, dalam kW, dan (c) koefisien unjuk kerja.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.5S.

Gambar 8.5S Siklus refrigerasi gas


Asumsi:
1. Setiap komponen siklus dianalisa sebagai volume atur pada kondisi steady.
Volume atur ditunjukkan pada gbr. 8.5S dengan garis putus-putus.
2. Proses di dalam turbin dan kompresor adalah isentropik.
3. Tidak terjadi penurunan tekanan aliran melalui penukar kalor.
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
5. Fluida kerja adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal.
Analisis: Pertama dengan menentukan enthalpi spesifik pada setiap nomor
keadaan dari siklus. Pada keadaan 1, temperatur 270K. Dari Tabel T-8, ℎ1 =
270,11 kJ/kg dan 𝑝𝑟1 = 0,9590. Karena proses di kompresor adalah isentropik,
hubungan berikut digunakan untuk menentukan 𝑝𝑟2 ,

204
𝑝2
𝑝𝑟2 = 𝑝 = (3)(0,9590) = 2,877
𝑝1 𝑟1
Interpolasi linier dari Tabel T-8, diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
2,626 360,58
2,877 ℎ2𝑠
2,892 370,67

(370,67 − 360,58) kJ⁄kg (ℎ2s − 360,58) kJ⁄kg


=
(2,892 − 2,626) (2,877 − 2,626)

10,09 kJ kg (ℎ2s − 360,58) kJ⁄kg
=
0,266 0,251
0,266 ∙ (ℎ2s − 360,58) kJ⁄kg = 0,251 ∙ 10,09 kJ⁄kg
(0,266 ∙ ℎ2s − 95,91428) kJ⁄kg = 2,53259 kJ⁄kg
0,266 ∙ ℎ2s = (2,53259 + 95,91428) kJ⁄kg
(98,44687) kJ⁄kg
ℎ2s = = 370,10 kJ⁄kg ⊲
0,266
Temperatur pada keadaan 3 dinyatakan 𝑇3 = 300K, dari Tabel 9, ℎ3 =
300,19 kJ⁄kg, 𝑝𝑟3 = 1,3860. Karena proses di turbin adalah isentropik,
hubungan berikut digunakan untuk menentukan 𝑝𝑟4 ,
𝑝2 1
𝑝𝑟4 = 𝑝𝑟3 = (1,3860) ( ) = 0,462
𝑝1 3
Interpolasi linier dari Tabel T-8, diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
0,3987 209,97
0,462 ℎ4𝑠
0,4690 219,97

(219,97 − 209,97) kJ⁄kg (ℎ4s − 209,97) kJ⁄kg


=
(0,4690 − 0,3987) (0,462 − 0,3987)
10 kJ⁄kg (ℎ4s − 209,97) kJ⁄kg
=
0,0703 0,0633
0,0703 ∙ (ℎ4s − 209,97) kJ⁄kg = 0,0633 ∙ 10 kJ⁄kg
(0,0703 ∙ ℎ4s − 14,760891) kJ⁄kg = 0,633 kJ⁄kg
0,0703 ∙ ℎ4s = (0,633 + 14,760891) kJ⁄kg
(15,393891) kJ⁄kg
ℎ4s = = 218,97 kJ⁄kg ⊲
0,0703
a. Input daya netto,
𝑊̇in = 𝑚̇[(ℎ2s − ℎ1 ) − (ℎ3 − ℎ4s )]

205
Ini memerlukan laju alir massa 𝑚̇, yang dapat ditentukan dari alju alir
volumetrik dan volume spesifik pada inlet kompresor:
𝑝1 𝑉1̇ 101.325 N⁄m2 ∙ 1,5 m3 ⁄s
𝑚̇ = = = 1,961 kg⁄s
(𝑅̅ ⁄𝑀 ) ∙ 𝑇1 8.314 × 103 N ∙ m
( ) ∙ (270K)
28,97 kg ∙ K
Substitusikan nilai-nilainya untuk menentukan input daya netto
kompresor:
kg kJ
𝑊̇in = (1,961 ) [(370,10 − 270,11) − (300,19 − 218,97) ]
s kg
= 36,81 kW
b. Kapasitas refrigerasi,
kg kJ
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4s ) = (1,961 ) (270,11 − 218,97)
s kg
= 100,29 kW ⊲
c. Koefisien unjuk kerja,
𝑄̇in 100,29 kW
COPR = = = 2,72 ⊲
𝑊̇in 36,81 kW

8.7 Pemilihan Refrigerant


Dalam merancang sistem refrigerasi, ada beberapa refrigerant yang bisa
dipilih, seperti chlorofluorocarbons (CFCs), ammonia, hydrocarbons
(propane, ethane, ethylene, dan sebagainya), carbon dioxide, udara (di dalam
pengkondisian udara pada pesawat terbang), dan juga air (pada penerapan di
atas titik beku). Pemilihan tepat refrigerant tergantung pada situasi. Oleh
karena itu, refrigerant seperti R−11, R−12, R−22, R−134a, dan R−502 tercatat
dipakai hampir 90% di dunia. Ethyl ether pertama kali digunakan secara
komersial sebagai refrigerant pada sistem kompresi uap pada 1850-an, diikuti
ammonia, carbon dioxide, methyl chloride, sulphur dioxide, butane, ethane,
propane, isobutane, gasoline, dan chlorofluorocarbons, dan lain-lain.
Sektor industri dan perdagangan masih sangat puas dengan refrigerant
jenis ammonia, hingga saat ini, meskipun ammonia beracun. Keuntungan
ammonia dibandingkan dengan refrigerant lainnya adalah biaya murah, COP
lebih tinggi (dan dengan demikian biaya energi lebih rendah), lebih diminati
sifat-sifat termodinamiknya dan perpindahan oleh karena lebih tingginya
koefisien perpindahan panas (memerlukan penukar kalor yang lebih kecil dan
biaya lebih murah), lebih mudah dideteksi jika terjadi kebocoran, dan tidak
mempengaruhi pada lapisan ozone. Kekuarangan utama ammonia adalah
toksisitasnya yang membuatnya tidak sesuai untuk penggunaan rumah
tangga. Ammonia banyak digunakan dalam fasilitas refrigerasi produk
makanan, seperti: pendinginan buah-buahan segar, sayuran, daging, dan ikan.
Refrigerant ammonia juga digunakan dalam sistem refigerasi untuk minuman
dan produk susu, seperti: susu, keju, ice cream, produksi es, dan refrigerasi

206
temperatur rendah di bidang industri farmasi dan proses-proses industri
lainnya.
Pada awal-awal penggunaan refrigerant di sektor industri kecil,
mengenah dan rumah tangga seperti misalnya sulfur dioxide, ethyl chloride,
dan methyl chloride sangatlah beracun. Publisitas yang luas dari beberapa
contoh kebocoran yang mengakibatkan penyakit serius dan kematian pada
tahun 1920-an menyebabkan seruan publik untuk melarang atau membatasi
penggunaan refrigeran ini, menciptakan kebutuhan untuk pengembangan
suatu refrigerant yang aman untuk penggunaan rumah tangga. Atas desakan
ini maka lembaga riset Frigidaire Corporation dan General Motors
mengembangkan R−21, yang merupakan kelompok CFC pertama pada 1928.
Beberapa CFCs yang menghasilkan R−12 sebagai refrigerant yang lebih sesuai
untuk maksud tujuan komersial dan memberikan nama merk dagang ”Freon”.
Produksi komersial R−11 dan R−12 telah dimulai pada 1931 oleh suatu
perusahaan yang dibentuk secara bersama antara General Motors and E. I. du
Pont de Nemours and Co., Inc. Fleksibilitas dan harganya yang murah
menjadikan Freon sebagai refrigerant pilihan. CFCs telah digunakan secara
luas dalam aerosol, isolasi busa, dan industri elektronik sebagai pelarut
(solvent) untuk membersihkan chip-chip komputer.
R−11 digunakan terutama pada pendingin air (water chiller) dalam
system pengkondi-sian udara di dalam Gedung-gedung bertingkat. R−12
digunakan dalam refrigerator rumahan dan freezer, dan juga pengkondisian
udara (AC) di dalam mobil. R−22 digunakan pada AC window, pompa kalor,
AC pada gedung komersil, dan sistema refrigerasi industri besar yang
menyebabkannya mampu bersaing dengan ammonia. R−502 (campuran
R−115 dan R−22) menjadi refrigerant dominal dalam pemanfaatannya pada
sistem refrigerasi komersial seperti supermarket karena memungkinkan
temperatur rendah di evaporator pada saat beroperasi pada kompresi satu
tingkat.
Krisis ozone telah menimbulkan kegelisahan yang ditimbulkan industri
refrigerasi dan telah memicu perdebatan kritis atas penggunaan refrigerant.
Disadari pada pertengahan 1970-an bahwa CFC memungkinkan lebih banyak
radiasi ultraviolet ke atmosfer bumi dengan merusak lapisan pelindung ozone
dan dengan demikian berkontribusi pada efek rumah kaca yang menyebabkan
pemanasan global. Akibatnya, penggunaan beberapa CFCs dilarang dengan
perjanjian Internasional. CFC terhalogenasi penuh (seperti R−11, R−12, dan
R−115) paling merusak lapisan ozon. Refrigeran yang tidak sepenuhnya
terhalogenasi seperti R−22 memiliki sekitar 5% dari kemampuan penipisan
ozon dibandingkan R−12. Refrigeran yang ramah terhadap lapisan ozone yang
melindungi bumi dari sinar ultraviolet yang berbahaya telah dikembangkan.
Refrigeran R−12 yang dulu populer sebagian besar telah telah digantikan oleh
R−134a yang bebas klorin telah dikembangkan baru-baru ini.

207
Dua parameter penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan suatu
refrigeran adalah temperatur dari dua media (ruang didinginkan dan
lingkungan) di mana refrigeran bertukar panas. Untuk memiliki perpindahan
panas pada tingkat yang wajar, perbedaan temperatur 5 − 10°C harus dijaga
antara refrigeran dan media yang bertukar panas. Jika ruang berpendingin
harus dipertahankan pada 10°C, misalnya, temperatur zat pendingin harus
tetap pada sekitar 20oC sementara menyerap panas di evaporator. Tekanan
terendah dalam siklus refrigerasi terjadi di evaporator, dan tekanan ini harus
dijaga di atas tekanan atmosfer untuk mencegah kebocoran ke udara dalam
sistem refrigerasi. Oleh karena itu, refrigerant harus memiliki tekanan jenuh 1
atm atau lebih tinggi pada 20oC dalam kasus khusus ini. Ammonia dan R−134a
adalah dua zat tersebut.
Temperatur (dan dengan demikian tekanan) refrigerant pada sisi
kondensor tergantung pada media panas yang dikeluarkan. Temperatur yang
lebih rendah di kondensor (dengan demikian COP yang lebih tinggi) dapat
dipertahankan jika refrigeran didinginkan oleh air cair bukan udara.
Penggunaan pendingin air tidaklah dibenarkan secara ekonomi, kecuali dalam
sistem refrigerasi industri skala besar. Temperatur refrigerant di kondensor
tidak dapat jatuh di bawah temperatur media pendingin (sekitar 20oC untuk
penerapan kulkas di rumah tangga), dan tekanan jenuh zat pendingin pada
temperatur ini harus jauh di bawah tekanan kritisnya jika pengeluaran proses
panasnya secara isotermal. Jika tidak ada satu refrigeran yang dapat
memenuhi persyaratan temperatur, digunakan dua atau lebih siklus
refrigerasi dengan refrigerant berbeda yang digunakan secara seri. Sistem
refrigerasi seperti ini disebut sistem cascade telah dibahas pada bab ini.
Karakteristik lain yang diinginkan dari refrigerant adalah tidak beracun, tidak
korosif, tidak mudah terbakar, dan stabil secara kimia, memiliki entalpi
penguapan tinggi (yang meminimalkan laju aliran massa), dan tersedia
dengan biaya rendah.

Pertanyaan-Pertanyaan
1. Berdasarkan fungsinya ada dua jenis sistem refrigerasi, yaitu untuk:
pengawetan bahan makanan (preservation of food) dan pengkondisian
udara (air conditioning). Jelaskan kedua fungsi tersebut.
2. Saat memilih refrigerant untuk suatu aplikasi tertentu, apa pertimbangan
yang harus dilakukan?
3. Pada bidang apa saja aplikasi teknik refrigerasi yang ada, jelaskan apa
fungsinya.
4. Kenapa sistem refrigerasi dapat menghambat atau menyebabkan
kematian sebagian besar mikroorganisme penyebab pembusukan
makakan. Jelaskan.

208
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah berikut: (a) kerja dan energi,
(b) proses gas ideal, dan (c) proses isentropik yang digunakan dalam
teknik refrigerasi.

Soal-Soal
1. Refrigerant−134a menuju kompresor suatu sistem refrigerasi kompresi
uap ideal sebagai uap jenuh pada −16℃ dengan laju volumetrik
1 m3 ⁄min. Refrigerant meninggalkan kondensor pada 36℃, 18 bar.
Tentukan (a) daya kompersor, dalam kW, (b) kapasitas refrigerasi, dalam
ton, dan (c) COP siklus.
2. Sistem refrigerasi kompresi uap mensirkulasikan refrigerant−134a pada
laju 6 kg/min. Refrigerant menuju kompresor pada −20℃, 1,5 bar, dan ke
luar pada 12 bar dengan efisiensi isentropik kompresor 67%. Tidak terjadi
penurunan tekanan (pressure drop) aliran refrigerant melalui kondensor
dan evaporator. Refrigerant ke luar kondensor sebagai cair jenuh pada 12
bar. Abaikan eprpindahan panas antara kompresor dan lingkungannya,
tentukan (a) COP siklus, (b) kapasitas refrigerasi, dalam ton, (c) laju
ireversibilitas kompresor dan katup ekspansi, masing-masing dalam kW,
(d) perubahan aliran refrigerant yang mengalir melalui evaporator dan
kondensor, masing-masing dalam kJ/kg dengan mengasumsikan 𝑇0 =
21℃ dan 𝑝0 = 1 bar.
3. Sistem refrigerasi kompresi uap menggunakan R−134a sebagai fluida
kerja, dengan tekanan evaporator 1,4 bar dan tekanan kondensor 12 bar.
R−134a melewati setiap penukar kalor dengan mengabaikan penurunan
tekanan. Pada sisi masuk dan sisi ke luar kompresor temperaturnya
adalah masing-masing −10℃ dan 80℃. Laju perpiundahan panas dari
fluida kerja yang memngalir melewati kondensor adalah 15 kW, dan cair
jenuh ke luar pada 12 bar. Kompersor beroperasi secara adibatis,
tentukan (a) daya input kompresor, dalam kw, dan (b) COP siklus.
4. Udara menuju kompresor suatu siklus refrigerasi gas pada 1 bar, 280K,
dengan laju alir volumetrik 1,2 m3/s. Temperatur pada inlet turbin adalah
320K. Perbandingan tekanan di dalam kompresor adalah 3,5. Tentukan
(a) daya input netto, dalam kW, (b) kapasitas refrigerasi, dalam kW, dan
(c) COP siklus.
5. Suatu refrigerator komersial (gbr. 8.6S) dengan R−134a sebagai fluida
digunakan untuk menjaga ruang berpendingin pada temperatur −30℃
dengan mengeluarkan kalor ke pendingin air (cooling water) yang
menuju kondensor pada 18℃ pada laju 0,25 kg⁄s dan ke luar pada 26℃.
Refrigerant menuju kondensor pada 1,2 MPa dan 65℃ dan ke luar pada
42℃. Keadaan masuk kompresor adalah 60 kPa dan −34℃ dan
kompresor diperkirakan mendapat kalor netto 450 kW dari lingkungan.

209
Tentukan (a) kualitas refrigerant masuk evaporator, (b) beban refrigerasi,
dan (c) COP refrigerator.
6. Suatu refrigerator (gbr. 8.7S) menggunakan refrigerant−134a sebagai
fluida kerja dan beroperasi pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal.
Refrigerant menuju evaporator pada 120 kPa dengan kualitas 30% dan
meninggalkan kompresor pada 60℃. Jika daya input kompresor 450 kW,
tentukan (a) laju alir massa refrigerant, (b) tekanan kondensor, dan (c)
COP refrigerator.

Gambar 8.6S Siklus refrigerasi Gambar 8.7S Siklus refrigerasi


komersial soal 5 kompresi uap soal 6

210
DAFTAR PUSTAKA

A. Bejan. Advanced Engineering Thermodynamics. 2nd ed. New York:Wiley,


1997.
A. Bejan. Entropy Generation through Heat and Fluid Flow. New York: Wiley
Inter-science, 1982.
A. F. Mills. Basic Heat and Mass Transfer. Burr Ridge, IL: Richard D. Irwin,
1995.
ASHRAE Handbook of Fundamentals. SI version. Atlanta, GA: American
Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Inc.,
1993.
ASHRAE Handbook of Refrigeration. SI version. Atlanta, GA: American
Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers, Inc.,
1994.
B. Nagengast. “A Historical Look at CFC Refrigerants.” ASHRAE Journal 30,
no. 11 (November 1988), pp. 37–39.
C. R. Ferguson and A. T. Kirkpatrick, Internal Combustion Engines: Applied
Thermosciences, 2nd ed., New York, Wiley, 2000.
D. W. Nutter, A. J. Britton, and W. M. Heffington. “Conserve Energy to Cut
Operating Costs.” Chemical Engineering, September 1993, pp. 127–137.
J. Heywood, Internal Combustion Engine Fundamentals, New York: McGraw-
Hill, 1988.
J. P. Holman. Thermodynamics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill, 1980.
J. Rifkin. Entropy. New York: The Viking Press, 1980.
J. Weisman and R. Eckart. Modern Power Plant Engineering.Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1985.
K. W. Li and A. P. Priddy. Power Plant System Design New York: John Wiley
& Sons, 1985.
K. Wark and D. E. Richards. Thermodynamics. 6th ed. New York: McGraw-
Hill, 1999.
K. Wark and D. E. Richards. Thermodynamics. 6th ed. New York: McGraw-
Hill, 1999.
K. Wark, Jr. Advanced Thermodynamics for Engineers. New York: McGraw-
Hill, 1995.
M. Kostic. Analysis of Enthalpy Approximation for Compressed Liquid
Water. IMECE 2004, ASME Proceedings, ASME, New York, 2004.
M. M. El-Wakil. Powerplant Technology. New York: McGraw-Hill, 1984.
M. S. Moran and H. N. Shapiro. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. New York: John Wiley & Sons, 1988.

211
R. A. Harmon. “The Keys to Cogeneration and Combined Cycles.” Mechanical
Engineering, February 1988, pp. 64–73.
R. L. Bannister and G. J. Silvestri. “The Evolution of Central Station Steam
Turbines.” Mechanical Engineering, February 1989, pp. 70–78.
R. L. Bannister, G. J. Silvestri, A. Hizume, and T. Fujikawa. “High
Temperature Supercritical Steam Turbines.” Mechanical Engineering,
February 1987, pp. 60–65.
S. W. Angrist. Direct Energy Conversion. 4th ed. Boston: Allyn and Bacon,
1982.
Steam, Its Generation and Use. 39th ed. New York: Babcock and Wilcox Co.,
1978.
Turbomachinery 28, no. 2 (March/April 1987). Norwalk, CT: Business
Journals, Inc.
W. F. E. Feller. Air Compressors: Their Installation, Operation, and
Maintenance. New York: McGraw-Hill, 1944.
W. F. Stoecker and J. W. Jones. Refrigeration and Air Conditioning. 2nd ed.
New York: McGraw-Hill, 1982.
W. F. Stoecker. “Growing Opportunities for Ammonia Refrigeration.”
Proceedings of the Meeting of the International Institute of Ammonia
Refrigeration, Austin, Texas, 1989.
W. Pulkrabek, Engineering Fundamentals of the Internal Combustion
Engine, 2nd ed., Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, 2004.
W. Z. Black and J. G. Hartley. Thermodynamics. New York: Harper & Row,
1985.
Y. A. . Çengel and J. M. Cimbala, Fluid Mechanics: Fundamentals and
Applications. New York: McGraw-Hill, 2006.
Y. Çerci, Y. A. Çengel, and R. H. Turner, “Reducing the Cost of Compressed Air
in Industrial Facilities.” International Mechanical Engineering
Congress and Exposition, San Francisco, California, November 12–17,
1995.

212
Tabel T−1 Sifat-sifat elemen dan senyawa tertentu

213
Tabel T−2 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel temperatur

214
Tabel T-2 (sambungan)

Tabel T−3 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel tekanan

215
Tabel T-3 (sambungan)

216
Tabel T−4 Sifat-sifat uap air panas lanjut

217
Tabel T-4 (sambungan)

218
Tabel T-4 (sambungan)

219
Tabel T−5 Sifat-sifat Refrigerant-134a (cair-uap): Tabel temperatur

220
Tabel T−6 Sifat-sifat Refrigerant-134a jenuh (cair-uap): Tabel tekanan

221
Tabel T−7 Sifat-sifat Refrigerant-134a uap panas lanjut

222
Tabel T-7 (sambungan)

223
Tabel T−8 Sifat-sifat gas ideal udara

224
Tabel T-8 (sambungan)

225
INDEKS

back work ratio, 147 mean effective pressure, 150


boiler, 105 Momen, 4
centrifugal compressor, 72 Nosel, 68
clearance volume, 148 postulasi, 47
coefficient of performance, 92 power stroke, 149
compression stroke, 149 reciprocating, 148
counterflow heat exchanger, 174 reciprocating compressor, 72
Daya, 27 refrigerasi, 183
Daya listrik, 28 refrigerasi reversibel, 95
difuser, 68 regenerator effectiveness, 175
ekspansi, 21 reheater, 124
Elektromagnetik, 34 reproducible, 42
energi massa atur, 58 Reservoir, 84
engineering system, 33 reversibel dan ireversibel, 86
entropi, 91 reversibel kompresi, 48
Entropi, 82 Satuan Internasional, 6
equilibrium, 35 siklus Brayton, 166
Estetik, 34 Siklus Brayton, 164
exhaust stroke, 150 Siklus Carnot, 99
Gaya, 4 Siklus Diesel, 157
Geometri, 34 Siklus Otto, 151
Gravitasi, 5 siklus Rankine, 202
heat exchanger, 75 siklus Rankine ideal, 110
Hidrodinamik, 34 Sistem Tenaga Uap, 107
hukum kekekalan energi, 20 steady state, 67
instantaneous rate, 51 subcooled liquid, 54
intake stroke, 149 superheated steam, 54
internal combustion engine, 148 Tekanan, 17
Ireversibilitas, 118 temperatur, 41
Kekekalan Massa, 64 Temperatur, 18
Kimia, 34 Termodinamik, 34
Kinematik, 34 Termodinamika, 1, 34, 44
kompresi, 21 Turbin, 70, 107
Kompresor, 72 Turbin gas, 163
Kuantum Mekanik, 34 vessel, 75
makroskopik, 17 Volume atur, 60
Massa, 5 Zat kompresibel sederhana, 52

226
LAMPIRAN:
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

Jurusan : Teknik Mesin Program TMPP


Studi:
Matakuliah : Termodinamika Semester : IV (empat)
Bobot SKS : 3 (tiga) SKS Dosen 1.
Pengampu: 2.
3.
I DESKRIPSI MATA KULIAH

Materi yang dipelajari pada matakuliah ini meliputi Tinjauan Pengantar


(hakikat termodinamika; konsep, model, dan hukum; konsep mekanika;
sistem dimensi dan satuan; konsep mekanika bagi energi), Energi dan
Hukum Pertama (sifat makroskopik benda; model energi makroskopik;
perpindahan energi sebagai kerja; model kerja ekspansi dan kompresi
benda); perpindahan energi sebagai panas), Tingkat Keadaan Berbagai Zat
(konsep sifat dan tingkat keadaan; keseimbangan berbagai sifat termodina-
mik; sifat tekanan dan temperatur; tingkat keadaan termodinamik), Analisa
Energi (metodologi umum, karakteristik zat sederhana; diagram permukaan
p−v−T; berbagai sifat campuran; analisa energi volume dan massa atur),
Entropi dan Hukum Kedua (pernyataan hukum kedua; proses reversibel dan
ireversibel; perpindahan dan perubahan entropi; entropi sbagai fungsi
tingkat keadaan; ukuran kinerja maksimum siklus), Sistem Tenaga Uap
(model sistem tenaga uap; analisis sistem tenaga uap; evaluasi unjuk kerja
dan perpindahan panas siklus Rankine dengan berbagai modifikasinya),
Sistem Tenaga Gas (karakteristik siklus tenaga gas; mesin pembakaran
dalam, siklus Otto, siklus Diesel; siklus Brayton; ireversibilitas siklus serba
gas), Siklus Refrigerasi (fungsi sistem refrigerasi; refrigerator dan pompa
kalor; siklus refrigerasi kompresi uap; siklus refrigerasi gas; pemilihan
refrigerant). Metode pembelajaran meliputi ceramah, diskusi, analisa/
latihan dan penyelesaian soal, tugas, ujian tulis (quiz, UTS, dan UAS).

II CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH (CPMK)


No CPMK CPL*
1 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi CPL 3
dan ruang lingkup termodinamika, mempu menerapkan
hukum I dan II termodinamika pada berbagai proses, serta
menganalisanya.
2 Mahasiswa mampu mengetahui, menjelaskan, dan meng- CPL 3
analisis tingkat keadaan berbagai zat, sifat-sifat termodi- CPL 4
namika serta aplikasinya pada analisa massa dan volume
atur serta perpindahan energinya.

227
3 Mahasiswa mampu mengetahui, menjelaskan, dan meng- CPL 5
analisa energi pada kondisi steady pada berbagai bidang CPL 6
permesinan (pompa, kompresor, turbin, boiler, penukar
kalor), menentukan enthalpi sebagai fungsi keadaan dan
temperatur.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, menjelaskan, dan meng- CPL 7
analisa produksi tenaga dari panas (sistem tenaga uap dan CPL 8
gas) serta proses refrigerasi dengan berbagai modifikasi
sistem yang terlibat di dalamnya.
CPL 3 : mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
termodinamika secara logis, kritis, sistematis, dan inovatif untuk peningkatan aspek
kognitif.
CPL 4 : mampu melakukan evaluasi, dokumentasi, dan publikasi hasil pemikiran dalam bidang
termodinamika.
CPL 5 : mampu melakukan analisa, perancangan, penerapan, dan pengujian alat-alat permesi-
nan yang lebih berkualitas.
CPL 6 : mampu melakukan perancangan, pengembangan, dan visualisasi aplikasi alat-alat
permesinan yang edukatif dengan aplikasi perangkat lunak MathCAD.
CPL 7 : mampu menerapkan dan mengoptimalkan beragam metode analisis dan pengolahan
data untuk berbagai kebutuhan pemenuhan energi.
CPL 8 : mampu merancang, mengimplementasikan, mengevaluasi serta menginvestigasi sistem
energi menggunakan beragam metode yang relevan.

III CAPAIAN PEMBELAJARAN POKOK BAHASAN (CPPB)


No POKOK BAHASAN POKOK BAHASAN
1 Pokok Bahasan 1: Tinjauan Mahasiswa mengetahui RPS/si-
Pengantar labus mata kuliah, kontrak ku-
a. Kontrak kuliah, penjelasan liah, mampu mengenal dan men-
RPS/silabus mata kuliah. jelaskan definisi dan ruang ling-
b. Pendahuluan (definisi, ruang kup kuliah termodinamika, sa-
lingkup termodinamika, sa- tuan & dimensi SI, gaya, tekanan,
tuan, dimensi, gaya, tekanan, temperatur, kerja, energi dan
temperatur, kerja, dan energi. panas.
2 Pokok Bahasan 2: Energi dan Hu- Mahasiswa mampu mengenal,
kum pertama dan konsep dasar menjelaskan dan menganalisis
termodinamika lainnya (energi energi pada sistem tertutup,
dalam, balans energi pada sistem fungsi keadaan termodinamik,
tertutup, fungsi keadaan & fase, proses reversible, proses pada
proses reversible, proses pada tekanan (p) dan volume (v)
tekanan (p) dan volume (v) konstan, enthalpi zat, kapasitas
konstan, entalpi, kapasitas panas, panas cp & cv, balans energi untuk
analisa massa dan volume atur sistem tertutup dengan analisa
sistem tertutup). massa dan volume atur.

228
3 Pokok Bahasan 3: Tingkat Mahasiswa mampu mengenal,
Keadaan Berbagai Zat (konsep menjelaskan dan menganalisis
sifat dan tingkat keadaan, kese- diagram p-v-T untuk persamaan
imbangan berbagai sifat termodi- gas ideal, aplikasi persamaan
namik, sifat tekanan dan tempe- tingkat keadaan generalized
ratur, tingkat keadaan intensif correlation untuk fluida (gas dan
dan ekstensif, dan postulasi cairan) di dalam system termodi-
tingkat keadaan). mika tertutup.
4 Pokok Bahasan 4: Analisa Energi Mahasiswa mampu mengenal,
(metodologi umum, karakteristik menjelaskan dan menganalisis
zat sederhana, berbagai sifat energi dengan prinsip-prinsip
campuran, analisa energi massa hukum kekekalan massa dan
dan volume atur, kekekalan energi pada berbagai peralatan
energi pada kondisi steady). agar unjuk kerja yang optimum.
5 Pokok Bahasan 5: Entropi dan Mahasiswa mampu mengenal,
Hukum Kedua (pernyataan hu- menjelaskan dan menganalisis
kum kedua, proses reversibel dan entropi sebagai karakteristik in-
ireversibel, perpindahan & peru- tensif zat serta dapat menentu-
bahan entropi, ukuiran kinerja kan proses reversibel & reversi-
maksimum siklus dengan siklus bel suatu proses berlangsung &
Carnot). kinerja maksimum siklus.
6 Pokok Bahasan 6: Sistem Tenaga Mahasiswa mampu mengenal,
Uap (model dan analisis sistem menjelaskan dan menganalisis
tenaga uap, evaluasi unjuk kerja siklus Rankine dengan fluida
& perpindahan panas, analisis kerja air serta berbagai cara
siklus Rankine dengan berbagai untuk meningkatkan kinerja dan
modifikasinya untuk meningkat- efisiensi siklus.
kan efisiensi termis siklus).
7 Pokok Bahasan 7: Sistem Tenaga Mahasiswa mampu mengenal,
Gas (siklus Otto, Diesel, Brayton menjelaskan dan menganalisis
– udara standar, ireversibilitas siklus tenaga gas dengan berba-
dan kerugian pada komponen gai jenisnya, melakukan perhitu-
siklus tenaga gas, dan analisa ngan efisiensi & upaya mening-
turbin gas regeneratif). katkan unjuk kerjanya.
8 Pokok Bahasan 8: Siklus Mahasiswa mampu mengenal,
Refrigerasi (fungsi refrigerasi, menjelaskan dan menganalisis
refrigerator & pompa kalor, siklus refrigerasis dengan berba-
siklus refrigerasi kompresi uap, gai jenis dan modifikasinya dan
siklus refrigerasi cascade, siklus melakukan perhitungan efisiensi
refrigerasi gas, dan pemilihan & upaya meningkatkan unjuk
refrigerant). kerjanya.

229
IV RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER
Perte Bahan Kajian/ Bentuk dan Metode
muan Pokok Bahasan Pembelajaran
1 Tinjauan Pengantar Ceramah, diskusi
2 Energi dan Hukum I Ceramah, diskusi, latihan soal
3 Tingkat Keadaan Berbagai Zat Ceramah, diskusi, latihan soal
4 QUIZ I
5 Analisa Energi Ceramah, diskusi, latihan soal
6 Analisa Massa & Volume Atur Ceramah, diskusi, latihan soal
7 Entropi dan Hukum II Ceramah, diskusi, latihan soal
8 QUIZ II
9 Sistem Tenaga Uap Ceramah, diskusi, latihan soal
10 Siklus Rankine ideal Ceramah, diskusi, latihan soal
11 Siklus modifikasi Rankine Ceramah, diskusi, latihan soal
12 QUIZ III
13 Sistem Tenaga Gas Ceramah, diskusi, latihan soal
14 Siklus Otto, Diesel, Brayton Ceramah, diskusi, latihan soal
15 Sistem Refrigerasi Ceramah, diskusi, latihan soal
16 Inovasi Sistem refrigerasi Ceramah, diskusi, latihan soal
17 Ujian Akhir Semester (UAS)

230

Anda mungkin juga menyukai