i
Termodinamika
Penulis:
Ach. Muhib Zainuri, ST., M.T.
Penyunting:
Dhega Febiharsa
ISBN :
Cetakan Pertama : 2022
Penerbit :
Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor - Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-4431347, 412387 Faks. 4431347
e-mail : info@cerdas.co.id
Distributor Tunggal:
Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor - Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-4431347, 412387 Faks. 4431347
e-mail : info@cerdas.co.id
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua dan sholawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga buku ini dapat
diselesaikan. Terima kasih disampaikan kepada Direktur dan Pembantu
Direktur Bidang I Politeknik Negeri Malang yang telah memberikan dukungan
sangat besar sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca.
Buku “Termodinamika” ini dikembangkan sebagai versi alternatif
beberapa buku sejenis yang ditulis oleh penulis lain. Pada seluruh bagian buku,
nilai metodologi sistematik dalam analisa lebih ditekankan. Pendekatan
sedemikian sangat penting, dengan memberikan berbagai tugas (pertanyaan
dan soal) kepada mahasiswa di akhir setiap pembahasan. Kekurangpahaman
mengenai berbagai dasar keteknikan seringkali timbul karena mahasiswa
tidak mempelajari teori terlebih dahulu namun langsung contoh soal. Berbagai
soal yang diberikan di akhir setiap bab yang mudah acapkali dapat dipecahkan
dengan cara demikian, dan ndengan tujuan tertentu penulis telah memberikan
berbagai soal yang lebih panjang dan sulit, terutama di bab-bab akhir (Bab 6,
7, dan 8) di mana berbagai prinsip termodinamika dapat dilibatkan dalam satu
analisa. Penulis telah mengungkapkan bahwa keterlibatan dalam analisa
berbagai sistem termodinamika dasar yang sederhana (Bab 1, 2, dan 3) dapat
menimbulkan motivasi bagi pengembangan lanjut dalam teori (Bab 4 dan 5).
Oleh karena itu, berbagai penerapan balans energi ditelaah sebelum
pengenalan terhadap berbagai konsep hukum kedua. Susunan sedemikian
memberi waktu pemahaman yang cukup bagi berbagai konsep tingkat keadaan
dan hukum pertama, dan membantu pengenalan berbagai gagasan baru secara
lebih komprehensif dalam perkuliahan.
Tujuan penulis adalah mengembangkan materi subjek dengan cara
mempertahankan generalitas dan kesederhanaan termodinamika makrosko-
pik. Namun demikian, argumentasi mikroskopik digunakan untuk mempe-
roleh basis intuitif bagi berbagai postulasi makroskopik. Berbagai hukum
termodinamika tidak dijabarkan dari berbagai postulasi mikroskopik. Cara
pendekatan ini diterapkan untuk kemudahan dalam mempelajari subjek
termodinamika dan pada saat yang sama menumbuhkan berbagai akar dari
aspek energi, entropi, tekanan, dan temperatur secara lebih baik dalam
argumentasi mikroskopik.
Pembuatan buku teks ini ditujukan bagi para mahasiswa teknik
khususnya Jurusan Teknik Mesin. Teori yang diberikan bertujuan agar para
mahasiswa memperoleh pengertian tentang prinsip dasar termodinamika
dengan setiap pokok bahasan dilengkapi contoh soal yang sedapat mungkin
merupakan keadaan riil di lapangan (contextual teaching and learning). Buku
“Termodinamika” ini tampil dengan gamblang sebagai “monolingual secara
iii
dimensional” pada satu satuan metrik (SI) saja. Penulis yakin akan pentingnya
para rekayasawan untuk berpikir satuan metrik dan pada buku ini berbagai
contoh soal dan data termodinamik disajikan dalam satuan SI.
Termodinamika sering dikaraktreristikkan sebagai subjek yang sukar.
Tentu saja, jika pendekatan yang ditempuh adalah dengan menghafalkan
setiap persamaan yang diberikan selama perkuliahan, materi ini menjadi
sangat sulit. Tetapi penulis menyarankan mahasiswa untuk menempuh
pendekatan fundamental, bekerjalah untuk memahami berbagai konsep dan
kembangkan kemampuan untuk menerapkan berbagai prinsip dasar dengan
cara yang sistematik. Mahasiswa yang menempuh pendekatan ini akan
menjumpai bahwa subjek ini memberi suatu himpunan perangkat yang sangat
berguna bagi analisa rekayasa (engineering analysis).
Buku ini tidak dapat ditulis tanpa dorongan dan berbagai saran yang
berkesinambu-ngan dari para kolega dosen dan mahasiswa pada Prodi D-4
TMPP Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang. Secara khusus,
penulis menyampaikan terima kasih kepada isteri dan anak penulis yang tiada
henti mendampingi penulisan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Akhirnya penulis mengharapkan bantuan koreksi dan
bahan masukan dari para pakar untuk penyempurnaan naskah buku ini dan
supaya isinya lebih bermanfaat bagi anak didik dalam upaya ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semoga Allah SWT meridloi usaha penulis dalam upaya ikut
menyediakan buku yang bermutu sehingga menumbuhkan generasi cerdas
dan berakhlak mulia. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah dipulangkan,
karena tanpa ijin dan kehendak-Nya maka penyusunan buku “termodinamika”
ini tidak akan terlaksana.
iv
DAFTAR ISI
v
4.2.1 Diagram permukaan 𝒑-𝒗-𝑻 ............................................................ 53
4.2.2 Berbagai sifat campuran ................................................................. 55
4.3 Analisa Energi Massa Atur ............................................................. 58
4.4 Transformasi Volume Atur ............................................................. 60
4.5 Kekekalan Massa pada Volume Atur ............................................. 64
4.6 Analisa Volume Atur Kondisi Steady ............................................. 67
4.6.1 Nosel dan difuser ............................................................................ 68
4.6.2 Turbin. ............................................................................................. 70
4.6.3 Kompresor dan pompa ................................................................... 72
4.6.4 Penukar kalor .................................................................................. 75
Pertanyaan-Pertanyaan ................................................................................. 78
Soal-Soal ......................................................................................................... 79
BAB V ENTROPI DAN HUKUM KEDUA ........................................................ 81
vi
7.2 Terminologi Mesin Pembakaran Dalam ...................................... 148
7.3 Siklus Otto Udara Standar ............................................................ 151
7.4 Siklus Diesel Udara Standar .......................................................... 157
7.5 Instalasi Daya Turbin Gas .............................................................163
7.6 Siklus Brayton Udara Standar.......................................................164
7.6.1 Evaluasi kerja dan perpindahan panas utama .................................. 165
7.6.2 Siklus Brayton udara standar ideal ...................................................166
7.6.3 Ireversibilitas dan kerugian pada turbin gas ....................................170
7.7 Turbin Gas Regeneratif ................................................................. 174
Pertanyaan-Pertanyaan................................................................................ 178
Soal-Soal ....................................................................................................... 179
BAB VIII SIKLUS REFRIGERASI ................................................................... 183
Tabel T−3 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel tekanan ............................ 215
Tabel T−6 Sifat-sifat Refrigerant-134a jenuh (cair-uap): Tabel tekanan .... 221
vii
Halaman kosong
viii
BAB I
BEBERAPA TINJAUAN PENGANTAR
1
mengkonversikan sampai 55% dari energi bahan bakar menjadi nergi listrik,
jika saja peralatan yang terlibat dapat bekerja seperti hasil prediksi analisa
termodinamik. Perbaikan efisiensi pusat pembangkit tenaga listrik merupakan
tujuan utama yang ingin dicapai oleh berbagai program konservasi nasional di
Indonesia.
2
1.2 Konsep, Model dan Hukum
Konsep membentuk dasar suatu ilmu, adalah berbagai hasil pemikiran,
kadang-kadang agak kabur (terutama apabila baru didengar), seringkali pula
tidak sempurna definisinya. Pengenalan konsep, pengintegrasiannya dengan
pengetahuan yang sudah dikuasai dan pengasosiasiannya dengan pengalaman
seseorang membutuhkan cukup waktu. Ketidaktahuan untuk memahami
detail suatu objek kajian baru lebih disebabkan karena kelemahan penguasaan
konsep dasar yang terlibat.
Alam fisik ini kompleks sekali dan untuk mencakup setiap detail kecil
dalam analisa teoritik tentu tidak praktis. Ilmu pengetahuan mencapai
kemajuan yang besar melalui penggunaan model, yang walalupun merupakan
penyederhanaan terhadap keadaan yang sebenarnya, memungkinkan
penciutan dari persamaan matematika yang perlu dilakukan hingga tingkat
yang dapat dipahami. Rangkuman dayaguna dan keabsahan dari teori yang
dihasilkan tentulah terbatas oleh berbagai idealisasi yang dibuat sewaktu
merumuskan model. Mekanika newtonian memadai memadai untuk analisa
kebanyakan proses yang dijumpai sehari-hari dalam proses rekayasa
keteknikan. Dengan demikian, mengikutsertakan efek relativitas dalam
analisa sedemikian merupakan komplikasi yang tidak perlu. Namun untuk
beberapa penerapan khusus efek relativitas tidak boleh diabaikan. Jadi setiap
pemakai teori harus dapat mengetahui dasar maupun keterbatasan dari teori
yang akan digunakannya.
Konsep dan model saja tidak cukup dalam pengembangan teori fisik.
Pengertian yang terkandung dalam konsep dan model itu harus dinyatakan
dengan istilah matematik yang tepat dalam persamaan hukum dasar. Hukum
fisika dipandang sebagai alat yang dikembangkan manusia untuk memberinya
kemampuan memahami dan memprediksi gejala alam. Prediksi sedemikian
hanya teliti dan berdayarangkum sepadan dengan keabsahan model yang
mendasari hukum tersebut, dan dengan terkumpulnya informasi yang lebih
mutakhir karena berkembangnya pengertiasn yang baru, ilmuwan akan
merasa pantas, atau perlu, untuk memperbaiki hukum dasar yang sudah
usang.
Sebagai contoh, mekanika adalah perkembangan langsung dari kajian
astronomi Kepler dan hukumnya yang menghubungkan gerakan perplanetan
di sekeliling matahari. Newton menggeneralisasi berbagai pengamatan Kepler
itu dan mengembangkan hukum yang lebih dasar dan baru, sedemikian
sehingga, hukum Kepler itu dapat dideduksi sebagai konsekuensi khusus.
Kemudian mekanika Newton menjadi hanya suatu kasus khusus dari
mekanika relativitasnya Einstein. Umumnya, kebanyakan hukum menjadi
usang bukan karena salah, tetapi karena daerah keabsahannya menjadi
terbatas. Demikian halnya sewaktu termodinamika mulai dikembangkan,
sewaktu pada saat di mana panas dianggap sebagai sesuatu yang dapat
3
terkandung dalam zat. Berdasarkan konsep ini dikembangkanlah teori kalori
panas, model matematis dan hukum perpindahan panas.
4
jam, dan sebaliknya, dan (3) Setiap gaya yang arahnya tidak berpusat pada
sumbu putar benda atau titik massa benda dapat dikatakan memberikan torsi
pada benda tersebut.
5
1.4 Sistem Dimensi dan Satuan
Kata dimensi berarti nama yang diberikan kepada setiap besaran yang
terukur. Panjang, waktu, massa, luas, dan kecepatan, semuanya dimensi.
Besaran primer sistem dimensi tertentu adalah berbagai besaran yang
diberikan skala ukuran sebarang. Besaran sekunder adalah berbagai besaran
yang dimensinya dinyatakan dari dimensi berbagai besaran primer. Skala
primer suatu ukuran disebut satuan di mana berbagai sistem dimensi berbeda
bukan oleh satuan yang digunakan melainkan oleh dimensi primernya. SI
menggunakan massa-panjang-waktu (MLT) sebagai besaran primer sedang-
kan semua besaran lainnya adalah sekunder.
Satuan Internasional (Systeme International d’Unites disingkat SI)
membagi satuan dalam tiga kelompok, yaitu: (1) satuan dasar, (2) satuan
tambahan, dan (3) satuan turunan. SI dibuat dari tujuh satuan dasar dan dua
satuan tambahan (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Satuan Dasar dan Tambahan
Besaran Nama Satuan Simbol
Satuan Dasar SI
Panjang meter M
Massa kilogram kg
Waktu second s
Arus Listrik ampere A
Temperatur kelvin K
Jumlah Zat mole mol
Intensitas Cahaya candela cd
Satuan Tambahan SI
Sudut bidang radial rad
Sudut ruang steradial sr
Satuan turunan dinyatakan secara aljabar dalam bentuk satuan dasar dan/
atau satuan tambahan dengan cara perkalian dan/ atau pembagian satuan
dasar. Satuan turunan dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2.
Satuan gaya adalah newton (N), yaitu gaya yang mengakibatkan
percepatan 1 m/s2 apabila bekerja pada sebuah benda yang mempunyai massa
1 kg. Maka, 1 N = 1 kg ∙ m/s2. Sebuah benda dengan massa 1 kg mengalami gaya
gravitasi sebesar 9,81 N, nilai tepatnya tergantung pada tempat di bumi. Gaya
9,81 N ini sering ditulis 1 kg f . Maka gaya 5 kg f adalah gaya yang sama dengan
gaya gravitasi yang bekerja pada benda massa 5 kg. Jika suatu gaya bekerja
pada sebuah benda yang mengakibatkan percepatan, maka arah percepatan
tergantung pada arah gaya. Dengan demikian besar dan arah gaya yang bekerja
dapat ditentukan.
6
Tabel 1.2 Satuan Turunan
Besaran Dimensi Satuan Nama Lain Simbol
Luas 𝐿2
m2
− −
Kecepatan 𝐿 ⁄𝑇 m⁄s − −
Percepatan 𝐿 ⁄𝑇 2 m⁄s 2 − −
Frekuensi 1⁄𝑇 1⁄s hertz Hz
Gaya 𝑀𝐿⁄𝑇 2 kg ∙ m⁄s 2 newton N
Tekanan 𝑀 ⁄𝑇 2 𝐿 kg/(s 2 ∙ m) = N⁄m2 pascal Pa
Energi 𝑀𝐿2 ⁄𝑇 2 kg ∙ m2 ⁄s 2 = N ∙ m joule J
Daya 𝑀𝐿2 ⁄𝑇 3 kg ∙ m2 ⁄s 3 = J⁄s watt W
7
Gambar 1. S1. Ilustrasi contoh soal 1.1
Penyelesaian
1 1 km 1.000 m 1 jam 2
𝐸𝑘 = × mV 2 = × 60.500 kg × (40 ∙ ∙ )
2 2 jam 1 km 3600 s
𝐸𝑘 = 3,735 × 106 kg ∙ m2 ⁄s 2 = 3,74 MJ ⊲
Untuk menentukan hubungan di antara berat dan massa, tinjau benda
(gbr. 1.4) yang sedang ditarik ke atas dengan tali di dalam medan gravitasi.
Berat adalah gaya tarik yang dilakukan bumi terhadap benda. Jika benda
berada dalam keadaan diam, gaya yang dilakukan tali terhadap benda sama
dengan berat tetapi berlawanan arah. Hubungan berat dengan massa menjadi
jelas jika tali diputuskan sehingga benda jatuh dengan percepatan gravitasi 𝑔.
Harga rata-rata besaran ini pada permukaan ini adalah:
𝑔 = 9,80 m⁄s 2
8
dengan arah ke atas. Jika benda pada posisi awal berhenti dan kemudian
diangkat setinggi 𝑧 di mana benda itu berhenti, maka kerja yang dilakukan tali
terhadap benda adalah:
2 2
𝑚 𝑑𝑉
Kerja = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 = ∫ (𝑤 + ) 𝑑𝑥
1 1 𝑔𝑐 𝑑𝑡
2
𝑚
= w𝑧 + ∫ V𝑑V
1 𝑔𝑐
= w𝑧 (1.7)
Kerja terakhir menyatakan kerja netto yang dilakukan tali untuk mempercepat
dan memperlam-bat benda tersebut. Untuk kasus ini integral tersebut
berharga nol karena benda berhenti pada awal dan akhir proses. Kerja ini
merupakan energi yang dikeluarkan sesuatu yang menarik ujung tali hingga
proses tersebut dapat terjadi. Energi itu kini berada di dalam benda yang posi-
sinya lebih tinggi, dan suku w𝑧 disebut energi poetnsial gravitasi dari benda
itu.
Perhatikan bahwa telah digunakan konsep kekekalan energi pada saat
energi dibayangkan mengalir dari suatu pengangkat ke benda yang telah
diangkat melalui perpindahan energi sebagai kerja. Demikian pula halnya bagi
sebuah benda yang dipercepat, dalam hal ini, energi dipindahkan sebagai kerja
dari sesuatu yang menghasilkan gaya ke benda yang telah dipercepat dan
energi tersebut kemudian berada sebagai energi kinetik benda.
Konsep yang menyatakan bahwa energi adalah besaran kekal
memegang peranan penting dalam ilmu termodinamika. Pada awalnya konsep
ini digunakan hanya untuk benda yang jatuh bebas, tetapi penerapan konsep
ini terhadap berbagai sistem lainnya memerlukan bayangan adanya jenis-jenis
energi baru agar aspek kekekalan tersebuty dapat dipertahankan. Dengan
modifikasi mekanika dengan teori relativitas timbul pengertian energi massa
diam (rest mass energy). Namun demikian, para rekayasawan yang ada
sekarang haruslah menggunakan konsep, model, dan hukum untuk membuat
sistem-sistem yang diperlukan, dan konsep gaya, massa, dan khususnya
kekekalan energi, cukup memadai untuk berbagai tujuan di dalam ilmu
termodinamika.
Contoh Soal 1.2
Pegas (gbr. 1.S2) memanjang 0,2 cm setiap N gaya yang bekerja. Suatu benda
digantung pada pegas dan diamati pegas mengalami lendutan 𝑑𝑥 = 3 cm. Jika
𝑔 = 9,81 m⁄s 2 , berapa massa benda (dalam kg).
Penyelesaian:
3 cm
Fpegas = = 15 N
0,2 cm/N
9
Gambar 1. S2. Ilustrasi contoh soal 1.2
Asumsi massa benda adalah diam, maka tidak ada gaya vertikal (𝐹pegas = 0),
sehingga:
𝐹pegas = Fgrav = m ∙ g
𝐹pegas 15 N
𝑚= = = 1,53 kg ⊲ massa benda.
𝑔 9,81 m⁄s 2
10
𝒯input = 687,55 N ∙ m ⊲
11
Massa jenis udara atmosferik sekitar 1,2 kg/m3. Umpamakan bahwa
diameter rotor 10 m dan kecepatan angin 8 m/s. Sehingga, daya angin adalah:
𝜋
𝑃= × (1,2 kg⁄m3 ) ∙ (10 m)2 × (8 m⁄s)3 = 2,41 × 104 W = 24,1 kW
8∙1
Daya ini adalah daya maksimum yang mungkin diperoleh. Kincir angin yang
sebenarnya hanya akan menangkap 30% dari daya maksimum itu, atau sekitar
7,2 kW. Kabupaten berpenduduk sejuta orang di Indonesia memakai daya
sekitar 100 MWe. Dengan asumsi tersebut, kabupaten tersebut memerlukan
13.900 unit kincir angin jenis yang dibahas. Jika kecepatan angin oleh sesuatu
dan lain sebab turun dengan faktor 2, yaitu menjadi 4 m/s, maka diperlukan
111.200 unit kincir angin untuk menghasilkan daya yang diperlukan. Dari
perhitungam ini jelaslah mengapa PLN lebih memilih menggunakan batubara,
minyak, air dan bukan angin, untuk membangkitkan daya listrik.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Atribut seorang sarjana teknik yang baik adalah kemampuannya untuk
bekerja dengan teliti, secara cermat dan terorganisasi. Untuk itu
dikenalkan tentang: konsep, model, dan hukum.
(a) Jelaskan tentang konsep, model, dan hukum!
(b) Bagaimana sdr. menjelaskan tentang gaya, massa, gravitasi, dan
energi!
2. Orang mengira bawa tinggi ke atas, oleh sesuatu dan lain hal, berbeda
dengan panjang ke samping. Jadi awalnya ada dua konsep panjang, yaitu
tinggi dan panjang. Bahas bagaimana konsep dua panjang itu berubah!
3. doronglah sebuah tembok keras-keras. Berapakah besarnya kerja yang
dilakukan terhadap tembok? Mengapa saudara lelah?
4. Mempelajari termodinamika dapat dilakukan dengan pendekatan
makroskopik dan mikroskopik.
(a) Apakah yang dimaksud dengan pendekatan makroskopik?
(b) Apakah yang dimaksud dengan pendekatan mikroskopik?
5. Artikel surat kabar menyatakan bahwa energi matahari, angin, air, panas
bumi, dan biomassa sebagai sumber energi terbarukan (renewable
nergy). Apa yang dimaksud terbarukan? Sebutkan beberapa sumber
energi yang tidak dianggap terbarukan.
Soal-Soal
1. Suatu benda dengan massa 6,8 kg menempati volume 0,7 m3 . Tentukan
(a) berat dalam N dan kerapatan 𝜌 dalam 𝑘𝑔⁄𝑚3 pada lokasi dengan 𝑔 =
9,45 𝑚⁄𝑠 2 ; (b) berat dalam N dan kerapatan 𝜌 dalam 𝑘𝑔⁄𝑚3 pada bulan
dengan 𝑔 = 1,7 𝑚⁄𝑠 2 .
2. Pegas memanjang 40 mm setiap N gaya yang bekerja. Suatu benda
digantung pada pegas dan diamati pada pegas mengalami lendutan 50
mm. Jika 𝑔 = 9,81 m⁄s 2 , berapa massa benda (dalam kg).
12
3. Suatu sistem terdiri atas 1 kg gas mengalami suatu proses sedemikian
sehingga hubungan antara tekanan dan volume dinyatakan dalam 𝑝 ∙
𝑉 1,3 = konstan. Proses dimulai dengan 𝑝1 = 1 𝑏𝑎𝑟, 𝑉1 = 1 𝑚3 dan berakhir
pada 𝑉2 = 3 𝑚3 . Tentukan tekanan akhir 𝑝2 dan plot (gambarkan) proses
pada grafik tekanan terhadap volume.
4. Suatu objek dengan massa 2000 kg bergerak dengan kecepatan 50 m/s
pada ketinggian 400 m, keduanya diukur relatif terhadap permukaan
bumi. Percepatan gravitasi konstan sebesar g = 9,7 m/s2.
(a) Jika energi kinetik meningkat sebesar 2400 kJ tanpa perubahan
elevasi, berapakah kecepatan akhir, dalam m/s?
(b) Jika energi potensial meningkat sebesar 2500 kJ, tanpa perubahan
kecepatan, berapakah elevasi akhir, dalam m?
5. Suatu pesawat terbang berada pada ketinggian 10.700 meter di atas
permukaan air laut (mdpl). Perkirakan tekanan atomsfer (dalam bar)
pada ketinggian pesawat terbang tersebut. Asumsikan bahwa percepatan
gravitasi konstan pada 𝑔 = 9,8 m⁄s 2 . Diketahui volume jenis rata-rata
udara adalah 1,334 m3 ⁄kg.
6. Teentukan daya yang dapat ditransmisikan melalui poros suatu mobil
(gbr. 1.S6) jika bekerja torsi sebesar 200 N ∙ m di mana poros berputar
pada 4000 putaran per menit (rmp)
13
Gambar 1. S8 Ilustrasi soal 8
14
BAB II
ENERGI DAN HUKUM PERTAMA
15
pendingin. Kinerja instalasi industri, baik itu daya yang dihasilkannya maupun
efisiensi pemakaian energi bahan bakar, sangat bergantung kepada unjuk
kerja sistem-sistem termalnya sehingga upaya perbaikan sistem menjadi hal
yang sangat penting. Untuk dapat memberikan kontribusi terhadap upaya-
upaya tersebut diperlukan kemampuan penerapan konsep volume atur dalam
analisis termodinamikanya.
Gambar 2.1 menunjukkan gas di dalam susunan silinder piston. Jika
katup ditutup, dapat dianggap gas berada di dalam sistem tertutup. Batas
terletak di sisi dalam antara dinding silinder dan piston, sebagaimana
ditunjukkan dengan garis putus-putus pada gbr. 2.1. Bagian batas di antara gas
dan piston bergerak bersama piston. Tidak ada massa yang melintas atau suatu
bagian komponen lain yang melintas batas ini.
16
2.2 Sifat Makroskopik Benda
Tiga sifat penting makroskopik di dalam rekayasa sistem termal adalah:
volume spesifik, tekanan dan temperatur.
Volume spesifik (specific volume).
Dari perspektif makroskopik, deskripsi benda disederhanakan dengan
menganggap benda terdistribusi secara merata kontinyu sekeliling suatu
luasan. Idealisasi ini dikenal sebagai hipotesis kontinum (continuum
hypothesis). Pada saat benda dapat diperlakukan sebagai kontinum, maka
kerapatan (density, 𝜌) didefinisikan sebagai:
𝜌
𝑚
= lim′ ( ) (2.1)
𝑉→𝑉 𝑉
dengan 𝑉 ′ merupakan volume terkecil yang merupakan nilai perbandingan
tertentu dari perbandingan yang ada. Definisi kerapatan dengan pers. 2.1
dapat dinyatakan secara matematis sebagai fungsi kontinum terhadap posisi
dan waktu. Kerapatan, atau massa per satuan volume yang bervariasi dari satu
keadaan ke keadaan lainnya di dalam sistem. Maka, massa dianggap bagian
dari volume 𝑉 yang ditentukan dengan prinsip integrasi:
𝑚
𝑉′
= ∫ 𝜌 𝑑𝑉 (2.2)
𝑉
Volume spesifik 𝑣 didefinisikan sebagai kebalikan dari kerapatan, 𝑣 = 1⁄𝜌,
yaitu volume per satuan massa. Seperti kerapatan, volume spesifik dapat
berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Satuan SI untuk kerapatan adalah
kg⁄m3 dan volume spesifik adalah m3 ⁄kg.
Tekanan (pressure).
Konsep tekanan dari sudut pandang kontinum, dengan memperhatikan
luasan kecil 𝐴 yang dilalui titik pada fluida diam. Fluida pada satu sisi dari
luasan mengalami gaya tekan arah normal , 𝐹normal . Pada fluida diam, tidak
ada gaya-gaya lain yang bekerja pada luasan. Tekanan 𝑝 pada titik tertentu
dinyatakan sebagai:
𝑝
𝐹normal
= lim′ ( ) (2.3)
𝐴→𝐴 𝐴
′
dengan 𝐴 merupakan luasan pada suatu titik pada definisi yang sama dengan
kerapatan. Satuan tekanan adalah pascal (pa).
1 pascal = 1 N⁄m2
1 kPa = 103 N⁄m2
1 bar = 105 N⁄m2
1 MPa = 106 N⁄m2
17
1 atm = 1,01325
× 105 N⁄m2 (2.4)
Tekanan yang dinyatakan merupakan tekanan absolut. Dalam termodinamika
bentuk tekanan mengacu pada tekanan absolut kecuali dinyatakan secara
eksplisit dalam keadaan yang lain.
Temperatur (temperature).
Temperatur adalah derajat panas suatu benda. Dua benda dikatakan
berada dalam keseimbangan termal apabila temperaturnya sama. Kalor (heat)
adalah energi yang mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda
yang bertemperatur rendah. Perubahan derajat panas suatu benda diukur
dengan termometer. Ada empat skala pengukuran termometer, yaitu: skala
temperatur Celsius, Kelvin, Fahrenheit, dan Rankine (gbr. 2.3). Hubungan di
antara ke-empat skala temperatur ini dinyatakan pada pers. 2.5.
18
karena memerlukan lebih sedikit pemodelan matematis. Oleh karena itu, di
buku ini digunakan pendekatan makroskopik di dalam mengana-lisa sistem di
dalam termodinamika.
Untuk menjelaskan suatu sistem dan memprediksi perilakunya memer-
lukan pengetahuan dari sifat-sifatnya dan bagaimana sifat-sifat tersebut
berhubungan. Suatu sifat (property) adalah karakteristik makroskopik dari
suatu sistem seperti massa, volume, energi, tekanan, dan temperatur
sedemikian sehingga nilai numerik dapat disematkan pada suatu waktu tanpa
perlu mengetahui perilaku keadaan sebelumnya dari sistem tersebut. Kata
keadaan (state) mengacu pada kondisi dari suatu sistem yang dinyatakan
dengan sifat-sifatnya. Karena ada hubungan di antara sifat-sifat dari suatu
sistem, keadaan seringkali dinyatakan dengan memberikan nilai kualitatif dari
sifat suatu sistem.
Jika suatu sifat-sifat sistem berubah, keadaan berubah dan sistem
dikatakan mengalami proses. Suatu proses adalah transformasi perubahan
keadaan suatu sistem dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Jika suatu
sistem memperlihatkan nilai-nilai yang sama dari sifat-sifatnya pada dua
waktu yang berbeda, dikatakan sistem berada pada keadaan yang sama. Sistem
dikatakan pada keadaan tunak (steady state) jika tidak ada perubahan sifat-
sifatnya pada waktu yang sama. Sistem mengalami siklus termodinamika
(thermodyanamic cycle) yang merupakan rangkaian proses termis di mana
keadaan awal dan akhir sistem berada pada keadaan yang sama. Siklus
merupakan pengulangan keadaan secara periodik yang memainkan peran
penting di dalam banyak penerapan, misalnya uap yang bersirkulasi di dalam
siklus pembangkit daya.
Tinjau suatu massa atur yang terdiri atas milyaran molekul. Salah satu
pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengetahui berapa besarnya energi
sistem tersebut adalah dengan menganalisa besarnya energi total yang dimiliki
semua molekul dengan memperhitungkan semua modus energi mikroskopik
(energi translasi, rotasi, vibrasi, dan lain-lain). Energi total yang ditentukan
dengan pendekatan makroskopik ini disebut energi dalam (internal energy)
sistem yang dinotasikan dengan simbol 𝑈. Penentuan 𝑈 sebagai fungsi kondisi
atau keadaan suatu sistem merupakan salah satu persoalan pokok dalam
termodinamika. Sistem yang terdiri dari molekul yang banyak sekali
jumlahnya dapat ditanggapi dengan sederhana apabila bahannya dipandang
secara kontinu dalam ruang volumenya, dengan demikian cara penjabarannya
secara matematis menjadi lebih sederhana.
Dalam analisa kesinambungan (kontinum), energi kinetik suatu benda
yang memiliki massa 𝑚 dan bergerak dengan kecepatan V adalah 𝑚V 2 ⁄2.
Demikian pula halnya dengan energi potensial suatu benda yang dihitung dari
berat benda 𝑤, dan tingginya ℎ di atas suatu datum adalah 𝑤 ∙ ℎ. Kedua
perhitungan yang dikemukakan tadi menggunakan sifat-sifat yang dapat
diamati secara makroskopik: kecepatan, massa, berat, dan ketinggian, untuk
19
menghitung energi kinetik dan potensial. Energi kinetik yang dihitung dengan
cara ini tentulah belum memperhitungkan energi yang dikaitkan dengan
gerakan molekul yang acak (random), yang tersembunyi dari cara pengamatan
makroskopik. Oleh karena itu energi dalam harus ditampil-kan sebagai
besaran tersendiri untuk dapat memeprhitungkan energi sedemikian itu
(energi mikroskopik, yang tersembunyi itu). Jadi, dalam analisa kontinum
energi sebuah benda dinyatakan sebagai:
𝐸 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 + 𝑈 (2.6)
Di sini 𝐸𝑘 dan 𝐸𝑝 menyatakan energi kinetik dan energi potensial benda
itu, dapat diamati secara makroskopik dan dihitung dengan cara yang telah
diuraikan. Kedua bentuk energi ini mempunyai bentuk yang terorganisasi,
berbeda halnya dengan energi dalam 𝑈, yang dikaitkan dengan aspek acak
dan ketidak-teroganisasiannya berbagai molekul zat, umpamanya, translasi
netto dari semua molekul secara koheren dalam satu arah, atau perputaran
semua molekul secara koheren mengelilingi suatu sumbu, atau penempatan
semua molekul secara koheren pada suatu ketinggian di atas tanah. Aspek
konsep energi yang telah dimanfaatkan adalah bahwa energi dari dua sistem
yang digabungkan sama dengan jumlah ekdua energi masing-masing sistem.
Jadi, energi keseluruhan adalah jumlah dari berbagai energi dari setiap
bagian yang membentuk keseluruhan itu. Pengertian ini sanagat berguna
sewaktu menentukan energi suatu sistem yang kompleks untuk menentukan
energi sistem totalnya.
20
(internal combustion engines) dan turbin. Untuk tujuan ini digunakan
konvensi tanda, yaitu:
𝑊 > 0: kerja dilakukan oleh sistem
𝑊 < 0: kerja dilakukan terhadap sistem
Meskipun pers. (2.9) diturunkan pada kasus gas atau cairan, per. (2.9) dapat
diterapkan pada bentuk sebarang sistem yang menerima tekanan merata
terhadap posisi pada batas yang bergerak.
21
Sebagai contoh, tinjau sistem yang terdiri dari gas tertentu yang massanya 𝑚,
yang dikompresikan dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2 (gbr. 2.5).
Kerja yang dilakukan terhadap gas adalah:
2
𝑊12 = − ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑉
1
Untuk menyelesaikan integral ini harus diketahui bagaimana 𝑃 berubah
dengan 𝑉 selama proses berlangsung. Sebagai contoh, diidealisasikan bahwa
tekanan yang diterapkan oleh gas berhubungan dengan volume dan
temperatur sebagai:
𝑃𝑉 = 𝑚𝑅𝑇
dengan 𝑅 adalah konstanta bagi gas. Perpindahan energi sebagai kerja ke gas
jadinya adalah:
2
𝑅𝑇
𝑊12 = −𝑚 ∫ ∙ 𝑑𝑉
1 𝑉
22
2
𝑊12 = ∫ −𝑝𝑑𝑉 = 𝑃(𝑉1 − 𝑉2 )
1
23
𝑊 = ∆𝑈 = 194 × 103 J
194 × 103 J J
𝑤 = ∆𝑢 = = 32.000 ⊲
6 kg kg
Contoh Soal 2.2
Udara mengalami suatu proses dari keadaan awal di mana 𝑝1 = 97 kPa, 𝑉1 =
8 dm3 ke keadaan akhir 𝑝2 = 414 kPa, 𝑉2 = 2,5 dm3 . Hubungan antara tekanan
dan volume selama proses adalah 𝑝𝑉 𝑛 = konstan. Tentukan nilai konstanta 𝑛
dan hitung kerja, dalam kJ.
Penyelesaian:
Skematis diagram (ditunjukkan pada gbr. 2.S2).
24
𝑉2 𝑉2
konstanta
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = ∫ 𝑑𝑉
𝑉1 𝑉1 𝑉𝑛
konstanta ∙ 𝑉21−𝑛 − konstanta ∙ 𝑉11−𝑛
𝑊=
1−𝑛
Konstanta pada pernyataan ini dapat dinyatakan:
Konstanta = 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛
sehingga, kerja oleh sistem dapat dinyatakan:
(𝑝2 𝑉2𝑛 )𝑉21−𝑛 − (𝑝1 𝑉1𝑛 )𝑉1𝑛
𝑊=
1−𝑛
𝑝2 𝑉2 − 𝑝1 𝑉1
𝑊=
1−𝑛
(414 × 103 ∙ 2,5 × 10−3 ) − (97 × 103 ∙ 8 × 10−3 )
𝑊=
1 − 1,248
𝑊 = 3,125 × 10 J = 3,125 × 103 kJ ⊲
6
25
Gambar 2. S3. Ilustrasi contoh soal 2.3
Konstanta pada pernyataan ini dapat dinyatakan:
konstanta = 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛
sehingga, kerja oleh sistem dapat dinyatakan:
(𝑝2 𝑉2𝑛 )𝑉21−𝑛 − (𝑝1 𝑉1𝑛 )𝑉1𝑛
𝑊=
1−𝑛
𝑝2 𝑉2 − 𝑝1 𝑉1
𝑊=
1−𝑛
Untuk menentukan 𝑊 maka tekanan pada keadaan (2) ditentukan dulu.
a. Dengan menggunakan hubungan 𝑝1 𝑉1𝑛 = 𝑝2 𝑉2𝑛 dan 𝑛 = 1,5 dan dengan
menyusunnya akan diperoleh:
𝑉1 𝑛 0,5 1,5
𝑝2 = 𝑝1 ∙ ( ) = (5 bar) ∙ ( ) = 1,77 bar
𝑉2 1
Sehingga, kerja yang dilakukan:
(1,77 bar)(1 m3 ) − (3bar)(0,1 m3 ) 105 N⁄m3 1 kJ
𝑊=( )∙| |∙| 3 |
1 − 1,77 1 bar 10 N ∙ m
𝑊 = 147 kJ ⊲
b. Untuk 𝑛 = 1 hubungan tekanan-volume: 𝑝𝑉 = konstan atau 𝑝 =
konstan⁄𝑉 . Kerja adalah:
𝑉2
𝑑𝑉 𝑉2
𝑊 = konstan ∫ = konstan ∙ ln
𝑉1 𝑉 𝑉1
𝑉2
𝑊 = (𝑝1 𝑉1 ) ∙ ln
𝑉1
105 N⁄m3 1 kJ 1
𝑊 = (5 bar)(0,5 m3 ) ∙ | |∙| 3 | ln ( )
1 bar 10 N ∙ m 0,5
𝑊 = 173,287 kJ ⊲
26
c. Untuk 𝑛 = 0 yang merupakan kasus khusus dengan 𝑝 = konstan dengan
pernyataan diperoleh dari bagian (a). Substitusi nilai dan konversikan
satuan maka:
𝑊 = 𝑝 ∙ (𝑉2 − 𝑉1 )
105 N⁄m3 1 kJ
𝑊 = (5 bar) ∙ (1 − 0,5)m3 ∙ | || 3 |
1 bar 10 N ∙ m
𝑊 = 250 kJ ⊲
Gambar 2.6 Perpindahan energi sebagai bentuk panas dan arus listrik
Daya (power).
Banyak analisis termodinamika membahas laju perpindahan energi
terhadap waktu. Laju perpindahan energi menjadi kerja disebut daya dan
dinotasikan dengan 𝑊̇ . Jika interaksi kerja melibatkan gaya, laju perpindahan
energi oleh kerja sama dengan hasil kali gaya dan kecepatan, yang dinyatakan
sebagai:
𝑊̇
= F∙V (2.11)
27
Titik yang ada di atas simbol, sebagai 𝑊̇ digunakan untuk menunjukkan laju
laju waktu. Pada prinsipnya, pers, (2.11) dapat diintegrasikan dari waktu 𝑡1 ke
waktu 𝑡2 untuk mendapatkan total kerja selama interval waktu.
𝑡2 t2
𝑊 = ∫ 𝑊̇ 𝑑𝑡 = ∫ F ∙ V 𝑑𝑡
𝑡1 t1
Daya listrik.
Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 2.6, adalah suatu sistem yang
terdiri atas aki (accu) yang dihubungkan dengan sirkuit eksternal melalui
aliran arus listrik, 𝑖. Arus listrik digerakkan oleh beda potensial Ε yang ada
pada kedua terminal, yaitu terminal a dan b. Laju perpindahan energi menjadi
kerja, atau daya, adalah:
𝑊̇ = Ε ∙
V (2.12)
Daya yang ditransmisikan poros.
Poros yang berputar umumnya dapat dijumpai pada elemen mesin.
Perhatikan poros yang berputar dengan kecepatan sudut 𝜔 dan menyebabkan
torsi 𝒯 pada sekelilingnya (gbr. 2.7). Torsi dinyatakan dalam bentuk gaya
tangensial 𝐹t dan jari-jari 𝑅 adalah 𝒯 = 𝐹t ∙ 𝑅. Kecepatan yang timbul dari
penerapan dari gaya adalah V = 𝑅 ∙ 𝜔, di mana 𝜔 adalah radian per satuan
waktu. Menggunakan hubungan ini, dari pers. (2.11), diperoleh pernyataan
untuk daya yang ditrasmisikan dari poros ke lingkungannya adalah:
𝒯
𝑊̇ = 𝐹t ∙ V = ( ) (𝑅𝜔)
𝑅
=𝒯∙𝜔 (2.12)
28
dari resistor ke udara, dalam kJ, untuk sistem yang terdiri dari (a) udara saja
dan (b) piston dan udara (lihat gb. 1).
29
𝑊 = 𝑝(𝑉2 − 𝑉1 )
N
𝑊 = 1,061 × 105 ∙ (0,045 m3 )
m2
𝑊 = 4,774 × 103 J
Karena ∆𝑈udara = 𝑚udara (∆𝑢udara ), maka perpindahan panas yang terjadi
adalah:
𝑄 = 𝑊 + 𝑚udara (∆𝑢udara )
J
𝑄 = 4,774 × 103 J + (0,3 kg ∙ 42 × 103 )
kg
𝑄 = 1,737 × 103 J = 17,34 kJ ⊲
Soal b (lihat gbr. 2.S4b)
Sistem terdiri atas udara dan piston. Perubahan energi keseluruhan sistem
meruapakan jumlah dari perubahan energi udara dan piston. Sehingga,
persamaan energinya adalah:
(∆𝐾𝐸 + ∆𝑃𝐸 + ∆𝑈)udara+ (∆𝐾𝐸 + ∆𝑃𝐸 + ∆𝑈)piston = 𝑄 − 𝑊
𝑄 = 𝑊 + (∆𝑃𝐸)piston + (∆𝑈)udara
Pada sistem ini, kerja dilakukan pada atas piston yang mendorongnya ke
atmosfer sekeliling, sehingga:
𝑉2
𝑊 = ∫ 𝑝𝑑𝑉 = 𝑝atmosfer (𝑉2 − 𝑉1 )
𝑉1
N
𝑊 = 101,35 × 103 ∙ (0,045)m3
m2
𝑊 = 4,56 × 103 N ∙ m = 4,56 kJ.
Perubahan elevasi, ∆𝑧, dihitung untuk menentukan perubahan energi
potensial piston yang dapat diperoleh dari perubahan volume udara dan
luasan piston, yaitu:
𝑉2 − 𝑉1 (0,045)m3
∆𝑧 = = = 0,484 m
𝐴piston 0,093 m2
Sehingga, perubahan energi potensial piston adalah:
(∆𝑃𝐸)piston = 𝑚piston 𝑔∆𝑧
m
(∆𝑃𝐸)piston = 45 kg ∙ 9,8 2 ∙ 0,484 m
s
(∆𝑃𝐸)piston = 213,44 J
Sehingga perpindahan panas adalah:
𝑄 = 𝑊 + (∆𝑃𝐸)piston + 𝑚udara ∆𝑢udara
J
𝑄 = (4,56 × 103 + 213,44)J + (0,3 kg ∙ 42 × 103 ) = 17,37 kJ ⊲
kg
30
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Suatu volume atur adalah sembarang daerah dalam ruang yang
didefinisikan. Pada kondisi-kondisi mana suatu volumen atur juga massa
atur? Bila pula volume dan sistem diisolasi?
2. Bagaimana saudara menerangkan konsep seperti energi, panas, kerja,
dan energi dalam?
3. ”Suatu tungku panasnya 300 derajat”. Apakah yang salah dalam
pernyataan ini?
4. ”Panas di dalam suatu gas diindikasikan oleh gerakan acak dari
molekulnya”. Apa yang salah dalam pernyataan ini.
5. Dapatkah energi dipindahkan ke sebuah molekul sebagai kerja? Sebagai
panas?
6. Aduklah seember air. Apa yang terjadi dengan energi yang dipindahkan
ke air sebagai kerja itu?
7. Kalau batu dikatakan mempunyai energi potensial di dalam medan
gravitasi bumi, apakah yang harus dikatakan tentang kerja yang
dilakukan oleh gaya berat apabila batu tersebut dijatuhkan?
8. Jelaskan perbedaan di antara panas dan energi dalam.
Soal-Soal
1. Air pada 0℃ memiliki berat jenis 999,873 kg⁄m3 , dan es pada
temperature yang sama berat jenisnya 916,256 kg⁄m3 . Tinjau suatu
system yang pada awalnya berupa kubus es bersisi 25 cm. Berapakah
kerja yang dilakukan oleh sistem ini terhadap astmosfer sekelilingnya
sewaktu sistem mencair?
2. Uap di dalam sistem piston silinder berekspansi dari 𝑝1 = 35 bar ke 𝑝2 =
7 bar. Hubungan tekanan volume selama proses adalah 𝑝𝑉 2 = konstan.
Massa uap adalah 2,3 kg. Sifat uap pada keadaan awal adalah 𝑢1 =
3282,1 kJ⁄kg dan 𝑣1 = 113,24 cm3 ⁄g dan pada akhir keadaan adalah 𝑢2 =
2124,1 kJ⁄kg. Dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan
potensial, hitung perpindahan panas, dalam kJ, untuk uap pada sistem
tersebut.
3. 5 kg suatu zat dipanaskan pada volume konstan dari tingkat keadaan awal
di mana energi dalamnya 40 MJ⁄kg ke tingkat keadaan yang energi
dalamnya 60 MJ⁄kg. Hitung besarnya perpindahan energi sebagai kerja
bagi proses ini, dalam J.
4. Suatu zat berekspansi dari 𝑉1 = 28 liter hingga 𝑉2 = 170 liter dengan
proses tekanan konstan pada 690 kPa. Energi dalam awal 𝑈1 = 42 kJ dan
𝑈2 = 21 kJ, Tentukan arah dan besaran perpindahan energi sebagai panas
bagi proses ini, dalam J.
31
5. Suatu sistem tertutup dengan massa 2 kg mengalami suatu proses
adiabatik. Kerja yang dilakukan pada sistem adalah 30 kJ. Kecepatan
sistem berubah dari 3 m⁄s menjadi 15 m⁄s. Selama proses, elevasi sistem
meningkat menjadi 45 meter. Percepatan gravitasi adalah 𝑔 = 9,1 m⁄s 2 .
Tentukan perubahan energi dalam sistem, dalam kJ.
6. Suatu system tertutup mengandung gas 2 kg mengalami suatu proses di
mana hubungan antara tekanan dan volume spesifik adalah 𝑝𝑣 1,3 =
konstan. Proses akan dimulai dengan 𝑝1 = 1 bar, 𝑣1 = 0,5 m3 ⁄kg dan
berakhir dengan 𝑝2 = 0,25 bar. Tentukan volume akhir, dalam m3 dan
plot proses pada grafik tekanan terhadap volume spesifik.
7. Sistem terdiri atas udara di dalam susunan piston silinder, awalnya pada
𝑝1 = 138 kPa yang menempati ruang dengan volume 42 liter. Udara
dikompresikan ke 𝑝2 = 690 kPa dan volume akhir 14 liter. Selama proses,
hubungan di antara tekanan dan volume adalah linier. Tentukan tekanan,
dalam Pa, pada keadaan antara di mana volumeny adalah 34 liter, dan
gambarkan proses tekanan terhadap volume.
8. Suatu gas di dalam susunan silider piston mengalami siklus termodi-
namika yang etrdiri atas tiga proses, yaitu:
Proses 1–2 : kompresi dengan 𝑝𝑉 = konstan dari 𝑝1 = 1 bar, 𝑉1 = 1 m3 ke
𝑉2 = 0,2 m3
Proses 2–3 : ekspansi tekanan konstan ke 𝑉3 = 1,0 m3
Proses 3–1 : volume konstan.
Sketsa siklus pada diagram 𝑝 − 𝑉 di mana dituliskan tekanan dan volume
pada setiap keadaan.
32
BAB III
TINGKAT KEADAAN BERBAGAI ZAT
33
partikel, seperti 1 cm3 gas, memerlukan spesifikasi berbagai koordinat posisi
dan berbagai komponen kecepatan dari setiap partikel yang berada di dalam
sistem. Jumlah sifat yang relevan untuk penggambaran sistem dapat diciutkan
lebih lanjut dengan memperhatikan bahwa tidak semua sifat makrosko-pik
relevan untuk analisa tertentu. Beberapa tingkat keadaan yang berbeda
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Beberapa tingkat keadaan yang berbeda
Tingkat keadaan Sifat-Sifat
Geometri Panjang, tebal, lebar, momen inersia, volume, dsb.
Kinematik Posisi, kecepatan, percepatan, dsb.
Hidrodinamik Tekanan, tegangan geser, laju peregangan, dsb.
Elektromagnetik Kekuatan medan listrik, momen dipole magnet,
muatan, dsb.
Kimia Komposisi kimia, muatan bebas, energi, entropi, dsb.
Estetik Bau, warna, daya penariknya, dsb.
Termodinamik Energi, temperatur, volume, tekanan, tegangan,
momen dipole magnetik, entropi, dsb.
Kuantum Mekanik Momentum dan energi setiap partikel, volume total,
dsb.
Termodinamika membahas berbagai aspek energi, dan sifat-sifat
termodinamika berkaitan dengan energi. Umpamanya, besarnya perpindahan
energi sebagai kerja ke suatu fluida apabila fluida tersebut dikompresikan,
adalah 𝑑𝑊 = −𝑝𝑑𝑉, di mana 𝑝 adalah tekanan dan 𝑉 adalah volume. Oleh
karena itu tekanan merupakan sifat termodinamika. Persamaan ini berlaku
tanpa peduli bagaimana volume berubah, jadi tidak bergantung kepada bentuk
fluida. Oleh karena itu bentuk tidak relevan bagi analisa termodinamika suatu
fluida. Panjang, lebar, dan kedalaman fluida merupakan berbagai sifat dari
tingkat keadaan geometrinya, jadi tidak relevan bagi tingkat keadaan
termodinamiknya. Tetapi, volume relevan dalam penentuan perpindahan
energi sebagai kerja dan oleh karena itu volume adalah sifat termodinamik.
Untuk menyelesaikan analisa termodinamik, bisa saja diperlukan
peninjauan terhadap jenis tingkat keadaan lain. Misalnya, tinjauan terhadap
tingkat keadaan geometri dapat menghasilkan informasi yang diperlukan
untuk perhitungan volume yang diperlukan dalam analisa termodinamik.
Tinjauan terhadap tingkat keadaan kinematika suatu aliran gas yang sedang
dipercepat mungkin perlu dilakukan untuk dapat menentukan temperatur
gas tersebut. Jadi, suatu analisa termodinamik selalu melibatkan berbagai
analisa lainnya: geometri, dinamik, elektrodinamik atau analisa kimia.
34
han tingkat keadaan yang berkesinambungan selama berinteraksi satu dengan
lainnya. Apabila suatu sistem diisolasi dan molekul-molekulnya dibiarkan
berinteraksi dengan bebas satu dengan lainnya, tingkat keadaan sistem akan
mengalami perubahan yang teramati secara makroskopik. Tetapi sesudah
suatu saat tertentu berlalu berbagai perubahan yang tadinya dapat diamati
dengan berbagai instrumen makroskopik berhenti, kegiatan mikroskopik
berlangsung terus tetapi tingkat keadaan makroskopik dengan satu atau cara
lain telah mencapai keseimbangan (equilibrium). Dalam keadaan ini berbagai
besaran makroskopik yang terukur mempunyai berbagai harga tertentu yang
konstan, berbagai besaran ini adalah berbagai sifat sistem bagi konfigurasi
keseimbangan tersebut.
Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gbr. 3.2. Silinder berisi piston yang
bergerak, sedangkan di sebelah piston ada gas A yang jumlahnya tidak sama
dengan gas B yang berada di kanannya. Umpamakan piston ditahan pada
suatu posisi tertentu dan tekanan kedua gas tidak sama. Apabila piston
dibebaskan, ketidakseimbangan tekanan akan mempercepat piston ke suatu
arah. Dikata-kan bahwa kedua sistem gas A dan B itu tidak berada dalam
keseimbangan mekanik satu dengan lainnya. Apabila sebaliknya, kedua gas
tersebut mempunyai tekanan yang identik piston tidak akan bergerak sesudah
dibebaskan, A dan B berada dalam keseimbangan mekanik satu dengan
lainnya. Terlihatlah bahwa tekanan merupakan sifat yang sama bagi kedua
sistem itu sewaktu berada dalam keseimbangan mekanik. Ini sebenarnya
adalah konsep termodinamik dari tekanan.
35
energi, zat, ataupun muatan pada skala yang makroskopik, walaupun molekul-
molekul bebas bergerak. Untuk menguji apakah suatu zat berada dalam
keseimbangan termodinamik, bayangkan bahwa zat tersebut diisolasi dan
sesudah itu berbagai kemungkinan terjadinya perubahan makroskopik
diamati. Apabila tidak ada perubahan makroskopik yang terjadi, zat tersebut
berada dalam keseimbangan termodinamik pada saat pengisolasiannya.
Tingkat keadaan termodinamik adalah kondisi zat seperti digambarkan
oleh semua sifat termodinamiknya. Berbagai sifat termodinamiknya semua
tertentu dan tetap apabila tingkat keadaan termodinamik sudah ditentukan.
Tetapi berbagai sifat itu tidak semuanya variabel dengan bebas, oleh karena
itu tingkat keadaan termodinamik dapat ditentukan dengan menentukan
harga dari beberapa sifat termodinamik saja. Untuk menelaah sistem
kompleks yang tidak berada dalam keseimbangan, prosedur yang lazim
diterapkan adalah membagi sistem itu menjadi bagian-bagian kecil yang
secara individual dapat diperlakukan sebagai berada pada keseimbangan
termodinamik.
Beberapa bentuk keseimbangan energi dapat ditulis, sebagai contoh,
keseimbangan energi dalam bentuk differensial adalah:
𝑑𝐸 = 𝛿𝑄 − 𝛿𝑊 (3.1)
dengan 𝑑𝐸 adalah diferensial energi, suatu sifat. Karena 𝑄 dan 𝑊 bukanlah
sifat, sehingga differensialnya ditulis masing-masing sebagai 𝛿𝑄 dan 𝛿𝑊.
Kesetimbangan energi dalam bentuk laju waktu sesaat dinyatakan dalam
bentuk:
𝑑𝐸
= 𝑄̇ − 𝑊̇ (3.2)
𝑑𝑡
Contoh Soal 3.1
Suatu sistem mula-mula terdiri dari 1,4 kg suatu zat yang energi dalam
jenisnya 46 kJ⁄kg dan 2,7 kg zat yang sama dengan energi dalam sebesar
70 kJ⁄kg. Energi sebesar 158 kJ dipindah-kan sebagai panas ke dalam sistem
ini dan sistem dibiarkan mencapai keseimbangan. Berapa-kah energi dalam
spesifik zat pada tingkat keadaan keseimbangan akhir?
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 3.S1.
36
Asumsi:
(1) Zat berada dalam sistem tertutup;
(2) Sistem diisolasi sempurna dari lingkungannya;
(3) Efek energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis: Sistem diisolasi sempurna, sehingga proses berlangsung adibatik
sedemikian sehingga besarnya perubahan energi dalam zat adalah:
𝑄12 = ∆𝑈
Energi dalam total adalah:
𝑈total = 𝑚1 ∙ 𝑢1 + 𝑚2 ∙ 𝑢2 = 1,4 kg ∙ 46 kJ⁄kg + 2,7 kg ∙ 70 kJ⁄kg
= 253,4 kJ
Perubahan energi dalam adalah:
∆𝑈 = 𝑄12 + 𝑈total = 158 kJ + 253,4 kJ = 411,4 kJ
Energi dalam spesifik adalah:
∆𝑢 = ∆𝑈⁄𝑚total = 411,4 kJ⁄4,1 kg = 100,34 kJ⁄kg ⊲
37
mengukur beda tekanan 𝑝B − 𝑝A . Analisa tekanan di dalam fluida yang diam
disebut hidrostatika yang diajarkan pada materi matakuliah mekanika fluida.
Hidrostatika digunakan untuk menentukan berbagai hubungan di antara
berbagai perbedaan tekanan dan ketinggian suatu manometer.
𝑝B − 𝑝A = ℎ ∙ (𝛾2
− 𝛾2 ) (3.3)
di mana subskrip 1 dan 2 menyatakan kedua fluida yang terlibat.
Jika fluida 1 suatu gas, dan 𝛾2 ≫ 𝛾1 , 𝛾1 acapkali diabaikan dalam
praktek. Dengan digunakannya manometer sebagai cara dasar mengukur
berbagai tekanan fluida, berbagai alat pengukur lainnya dapat ditera.
Kebanyakan alat ukur tekanan memberikan beda tekanan di antara tekanan
yang diukur dengan tekanan atmosfer. Beda tekanan ini disebut tekanan ukur
(gauge pressure), acapkali dinotasikan dengan Pag (pascal gage). Tekanan
sebenarnya atau mutlak seringkali dinyatakan dengan Pa (N⁄m2 ) kecuali jika
disebutkan dengan yang lain. Satuan tekanan lain yang sering digunakan
38
adalah bar, didefinisikan sebagai 105 N⁄m2 . Ini kira-kira sama dengan
tekanan atmosfer rata-rata. Satu atmosfer biasanya dinyatakan sebagai:
1 atm = 1,013 × 105 N⁄m2
Penyelesaian
Gambar 3.S2 Skematis
𝑝Hg − 𝑝w = 0,8 m × (133,7 − 9,87) ∙ 103 N⁄m3 diagram contoh soal 3.2
= 9,91 × 104 Pa ⊲
39
bentuk 𝜌𝑔ℎ hingga ke titik (2), dan setting hasil sama dengan 𝑝atm karena
tubing terbuka ke atmosfer, memberikan:
𝑝1 + 𝜌air 𝑔ℎ1 + 𝜌olie 𝑔ℎ2 − 𝜌air raksa 𝑔ℎ3 = 𝑝atm
Selesaikan untuk 𝑝1 dan substitusikan,
𝑝1 = 𝑝atm − 𝜌air 𝑔ℎ1 − 𝜌olie 𝑔ℎ2 + 𝜌air raksa 𝑔ℎ3
= 𝑝atm + 𝑔 ∙ (𝜌air raksa ℎ3 − 𝜌air ℎ1 − 𝜌olie ℎ2 )
m
= 85,6 kPa + {9,81
s2
kg kg
∙ ((13.600 ∙ 0,35 m) − (1.000 3 ∙ 0,1 m)
m3 m
kg 1N 1 kPa
− (850 ∙ 0,2 m)) ∙ ( m) ∙ ( )}
m3 1 kg. 2 N
s 1000 2
m
𝑝1 = 130 kPa ⊲
Contoh Soal 3.4
Piston dengan massa 60 kg memiliki luas penampang 0,04 m2 sebagaimana
ditunjukkan pada gbr. 3.S4. Diketahui tekanan atmosfer adalah 0,97 bar dan
percepatan gravitasinya 9,81 m⁄s 2 . (a) Tentukan tekanan di sisi dalam
silinder, (b) jika sejumlah panas ditransfer ke gas sedemikian sehingga
volumenya menjadi dua kali, berapakah perubahan tekanan di sisi dalam
silinder?
Gambar 3.S4 Skematis contoh soal 3.4 dan diagram benda bebas piston
Penyelesaian
Suatu gas berada di dalam silinder vertikal dengan dimensi piston yang berat.
Tekanan di sisi dalam silinder dan pengaruh perubahan volume akibat tekanan
akan ditentukan.
Asumsi: gesekan di antara piston dan silinder diabaikan.
Analisis.
(a) tekanan gas di dalam peralatan silinder-piston tergantung pada tekanan
atmosfer dan berat piston. Gambar diagram benda bebas yang
40
ditunjukkan pada gbr. 3.S3 dan kesetimbangan gaya-gaya vertikal
menghasilkan:
𝑚𝑔
𝑝𝐴 = 𝑝atm +
𝐴
m
(60 kg) (9,81 2 ) 1N 1 bar
= 0,97 bar + s ( )( )
0,04 m 2 m 5 N
1 kg ∙ 2 10
s m 2
= 1,12 bar ⊲
(b) Perubahan volume tidak akan berpengaruh pada diagram benda bebas
yang digambar pada bagian (gbr. 3.S4a), dan selanjutnya tekanan di sisi
dalam silinder tetap sama (gbr. 3.4Sb. Jika gas adalah gas ideal, tekanan
absolut menjadi dua kali maka volume menjadi dua kali pula.
41
dua buah sistem atau lebih berada dalam kesetimbangan termal, kesemua
sistem haruslah mempunyai temperatur yang sama.
Dalam termodinamika penting untuk membedakan antara konsep
energi dalam, panas, dan temperatur. Energi dalam adalah energi yang
dimiliki oleh berbagai molekul yang tersembunyi dari pandangan
makroskopik langsung, disebabkan oleh karakteristik tingkat keadaan
mikroskopik yang tidak terorganisasi itu. Energi sedemikian dapat memasuki
zat melalui perpindahan energi sebagai panas atau bentuk lain. Panas adalah
perpindahan energi yang tidak dapat diperhitungkan secara makroskopik
sewaktu secara makroskopik menghitung perpindahan energi sebagai kerja.
Panas adalah kerja mikroskopik yang tersembunyi dari pandangan
makroskopik kopik langsung, disebabkan oleh karena ketidakteraturan hakiki
proses perpindahan energi ini. Temperatur adalah sifat dari zat, apabila
temperatur suatu zat lebih tinggi dari benda yang kedua, perpindahan energi
sebagai panas berlangsung dari benda pertama ke yang kedua. Energi dalam
suatu zat bergantung secara parsial dari temperaturnya.
Untuk membuat konsep temperatur itu operasional diperlukan suatu
skala. Garis-garis yang berjarak sama satu dengan lainnya pada termometer
tabung gelas yang berisi air raksa atau fluida lain merupakan contoh skala yang
meliputi kisaran ukuran tertentu. Temperatur gas empirik didasarkan pada
temperatur suatu gas yang dipertahankan pada volume konstan merupakan
fungsi yang meningkat secara monotonik dengan tekanannya. Skala
ditetapkan dengan memilih secara sebarang harga bagi temperatur campuran
air, uap air, dan es yang berada pada kesetimbangan termal. Campuran
sedemikian hanya mungkin ada pada satu temperatur (disebut titik tripel), dan
temperatur campuran sedemikian merupakan suatu standar yang mudah
dihasilkan secara berulang (reproducible).
Contoh Soal 3.5
Suatu chip silikon dengan panjang sisi-sisinya 5 mm dan tebal 1 mm ditanam
(embedded) di dalam substrat keramik yang dialiri daya listrik 0,225 W.
Permukaan atas chip komputer dikontakkan ke pendingin bertemperatur
20℃. Laju perpindahan panas di antara chip dan pendingin dinyatakan
dengan 𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑓 ), dengan 𝑇𝑏 dan 𝑇𝑓 masing-masing adalah
temperatur permukaan dan temepartur pendingin, 𝐴 adalah luas permukaan,
dan ℎ = 150 W⁄m2 ∙ K. Jika perpindahan panas antara chip dan siubstrat
keramik diabaikan, tentukan temperatur permukaan chip, dalam ℃.
42
Penyelesaian
Skematis diagram
−𝑊̇
𝑇b = + 𝑇t
ℎ𝐴
Pada persoalan ini, 𝑊̇ = −0,225 W, 𝐴 = 25 × 10−6 m3 , ℎ = 150 W⁄m2 ∙ K dan
𝑇t = 293 K maka:
−(−0,225 W)
𝑇b = + 293 K
(150 W⁄m2 ∙ K)(25 × 10−6 m3 )
= 353 K = 80℃ ⊲
43
listrik, semuanya adalah sifat ekstensif. Berbagai sifat ekstensif mempunyai
harga tanpa perduli apakah sistem berada dalam keseimbangan atau tidak.
Sebaliknya, berbagai sifat yang tidak bergantung kepada ukuran sistem
dinamakan sifat intensif, misalnya: temperatur, tekanan, dan intensitas
medan listrik adalah berbagai sifat intensif. Berbagai sifat sedemikian hanya
berarti bagi berbagai sistem yang berada pada tingkta keadaan keseimbangan.
Lazimnya didefinisikan berbagai sifat intensif tambahan yang berkaitan
dengan sifat ekstensif. Umpamanya, volume per satuan massa dinamakan
volume spesifik, dan energi dalam per satuan massa disebut energi dalam
spesifik, 𝑢 = 𝑈⁄𝑚. Berbagai sifat intensif sangat berguna karena dapat
ditabelkan atau didiagramkan tanpa merujuk kepada jumlah zat yang sedang
dikaji. Berbagai diagram dan tabel pada Lampiran B merupakan contoh-
contoh bagi hal yang baru diuraikan.
Tinjau suatu sistem yang terdiri dari zat tunggal yang berada dalam
keseimbangan termodinamik. Apabila berbagai sifat intensif zat itu
diklasifikasikan, tingkat keadaan sistem diketahui seluruhnya, kecuali satu
takarannya, yaitu besarnya (katakanlah massanya). Tingkat keadaan sistem
yang dispesifikasikan oleh berbagai sifat termodinamiknya yang intensif
dinamakan tingkat keadaan termodinamik intensif. Apabila dilengkapi dengan
ukuran besarnya (massa) diperoleh pemberian tingkat keadaan termodinamik
secara ekstensif.
44
untuk mengubah energi suatu zat tertentu ada satu sifat termodinamik yang
variabel dengan bebas.
Selanjutnya tinjau hakekat dari berbagai modus kerja itu. Seperti yang
telah disampaikan, setiap modus itu berbentuk 𝐅 ∙ 𝑑𝑿, di mana 𝐅 adalah suatu
gaya yang digeneralisasikan dan 𝑑𝑿 suatu pergeseran yang digeneralisasikan.
Apabila 𝐅 tidak bergantung kepada arah dan laju perubahan dari proses,
jumlah perpindahan energi ke sistem jika 𝑿 ditingkatkan sebesar 𝑑𝑿 akan
tepat sama dengan jumlah perpindahan energi dari sistem sewaktu 𝑿
diturunkan dengan besaran yang sama. Ini berarti bahwa modus kerja itu
reversibel, jumlah energi yang dimasukkan pada proses maju dapat
dikeluarkan dengan proses mundur. Jelas bahwa sebarang modus kerja yang
𝐅-nya adalah sifat tingkat keadaan termodinamik zat itu akan reversibel dalam
konteks yang dibahas. Jika sebaliknya, 𝐅 tidak hanya bergantung kepada
tingkat keadaan termodinamik tetapi juga pada arah atau laju proses, maka
proses dapat mempunyai histeresis, oleh karena itu ireversibel.
Sekarang tinjau sejumlah fluida dan amati bagaimana tingkat keadaan
termodinamiknya dapat diubah. Ambil suatu massa dari fluida tertentu,
sehingga komposisi sistem tetap. Jelas bahwa tingkat keadaannya dapat
diubah dengan mengkompresikan fluida itu, dengan demikian mengubah
volume dan energinya. Serentak dengan itu, fluida dapat didinginkan untuk
membuat energinya tetap konstan; dengan ini diperoleh perubahan tingkat
keadaan pada energi tetap, dengan volume sebagai variabel yang dapat diubah.
Volume dapat pula ditetapkan konstan dan energi diatur dengan bebas melalui
perpindahan energi sebagai panas. Jadi, jelas bahwa volume dan energi
merupakan dua sifat yang dapat variabel dengan bebas. Dapatkah volume dan
energi dipertahankan tetap sedangkan berbagai sifat termodinamik lainnya
diubah? Dapat dicoba untuk mengubah tekanan, tetapi hal ini tidak mungkin
dilakukan jika volume dan energi dipertahankan tetap.
Penekanan fluida tentu menaikkan tekanannya, tapi akan mengubah
pula volumenya. Pemanasan akan menaikkan tekanan, tapi juga akan
mengubah energinya. Umpamakan fluida itu diaduk, ini akan meningkatkan
tekanan tapi juga menaikkan energi. malah, perubahan tingkat keadaan yang
sama dengan yang terakhir secara alternatif dapat dihasilkan dengan
perpindahan energi sebagai panas. Dapat pula dicoba berbagai modus kerja
ireversibel itu dapat dicapai melalui kerja reversibel disertai dengan
perpindahan eenrgi sebagai panas. Himpunan sifat (𝑋1 , 𝑋2 , … . 𝑋3 , 𝑈) dapat
dipandang sebagai himpunan yang variabel bebas. Pengendalian salah satu
variabel tersebut dapat dilepaskan dan dengan itu memperoleh kebebasan
untuk mengubah suatu sifat yang lain. Umpamanya, tekanan dan volume
suatu sistem fluida dapat diubah dengan bebas, apabila serentak dengan ini
tidak pula menuntut pengendalian terhadap energi. hal ini dapat diwujudkan
dengan memanaskan zat yang diinginkan hingga mencapai tekanan yang
diinginkan.
45
Contoh Soal 3.6
Selam operasional yang dianggap steady state (keadaan tunak), suatu gearbox
menerima daya sebesar 60 kW melalui poros input dan mengirim daya melalui
poros output. Untuk gearbox sebagai sistem, laju perpindahan energi dalam
bentuk panas dinyatakan dengan:
𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑡 )
dengan ℎ adalah konstanta, ℎ = 0,171 kW⁄m2 ∙ K, 𝐴 = 1 m2 adalah luas
permukaan luar gearbox, 𝑇b = 300 K (27℃), adalah temperatur pada sisi luar
permukaan, dan 𝑇t = 293 K (20℃) adalah temperatur udara sekitar. Untuk
gearbox, tentukan perpindahan panas dan daya yang disalurkan melalui poros
output, dalam kJ.
Penyelesaian
Gearbox beroperasi pada steady state dengan daya input yang diketahui. Laju
perpindahan panas dari permukaan luar juga diketahui.
Analisis: Menggunakan pernyataan yang diberikan untuk 𝑄̇ bersama dengan
data yang diketahui, laju perpindahan energi panas adalah:
𝑄̇ = −ℎ𝐴(𝑇𝑏 − 𝑇𝑡 )
𝑘𝑊
= − (0,171 2 ) (1 𝑚2 )(300 − 293)𝐾 = −1,2 𝑘𝑊
𝑚 ∙𝐾
Tanda minus untuk 𝑄̇ menunjukkan bahwa energi dibawa ke luar gearbox
dengan perpindahan panas.
46
𝑊̇1 + 𝑊̇2 = 𝑄̇
̇ kW, dan 𝑊̇ = −60 kW, di
Selesaikan untuk 𝑊̇2, masukkan nilai 𝑄̇ = −1,2 1
mana tanda minus menunjukkan daya input menuju sistem, maka:
𝑊̇2 = 𝑄̇ − 𝑊̇1
= (−1,2 𝑘𝑊) − (−60 𝑘𝑊)
= +58,8 𝑘𝑊 ⊲
Tanda positif untuk 𝑊̇2 menunjukkan energi dipindahkan dari sistem melalui
poros output.
47
Untuk melukiskan dayaguna postulasi tingkat keadaan, tinjau suatu zat
yang mempunyai hanya modus kerja reversibel kompresi atau ekspansi (kerja
𝑝𝑑𝑉) yang relevan untuk diperhatikan. Aturan tersebut mengatakan bahwa
bagi zat sedemikian ada dua sifat termodinamik intensif yang variabel dengan
bebas. Penentuan harga sembarang dua sifat termo-dinamik intensif yang
variabel dengan bebas akan menetapkan harga dari semua sifat termodi-
namik intensif lainnya dari zat ini. Umpamanya penentuan volume spesifik,
tekanan dan semua sifat termodinamik intensif lainnya dari zat ini adalah
fungsi-fungsi yang unik dari 𝑢 dan 𝑣,
𝑇 = 𝑇(𝑢, 𝑣) 𝑝 = 𝑝(𝑢, 𝑣)
Berbagai tabel pada Tabel (T1 hingga T-8) menampilkan berbagai sifat
termodinamik berbagai jenis zat dalam berbagai bentuk. Nanti, lebih lanjut
dalam telaahan di buku ini, akan diperkenalkan sifat termodinamik lainnya
yaitu entropi. Entropi total suatu sistem akan dinyatakan dengan 𝑆, dan
entropi per satuan massa dengan 𝑠. Dengan demikian, 𝑠, adalah sifat
termodinamik intensif dan bagi berbagai zat dari jenis yang telah dibahas, 𝑠 =
𝑠(𝑢, 𝑣). Entropi merupakan ukuran bagi acak mikroskopik suatu zat, yang
dipandang sebagai fungsi energi dan volume.
Sebagai penerapan kedua dari postulasi tingkat keadaan, tinjau zat yang
mempunyai modus kerja reversibel berupa perubahan volume (kerja 𝑝𝑑𝑉). Zat
demikian akan mempunyai minimal tiga sifat termodinamik intensif yang
bebas: volume spesifik, energi dalam spesifik, tekanan, dan temperatur. Harga
semua sifat termodinamik intensif lainnya bergantung pada harga sifat-sifat
ini. Jadi,
𝑝 = 𝑝(𝑢, 𝑣, 𝑇) 𝑇 = (𝑢, 𝑣, 𝑠) 𝑠 = (𝑢, 𝑣, 𝑝)
Berbagai hubungan di antara berbagai sifat ini dinamakan persamaan tingkat
keadaan. Berbagai contoh persamaan demikian, dalam bentuk tabel diberikan
pada pada Tabel T-1 hingga T-8.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Berikan contoh dari suatu sifat yang relevan dengan tingkat keadaan
termodinamik dan suatu sifat yang tidak relevan dengan tingkat keadaan
termodinamik.
2. Berikan contoh dari sistem yang tidak seimbang dan contoh sistem yang
berada pada tingkat keadaan keseimbangan termodinamik.
3. Panas dan energi mempunyai hubungan dengan zat seeprti halnya hujan
dan air berhubungan dengan suatu reservoir. Jelaskan analogi ini!
4. Dapatkah tingkat keadaan suatu sistem berubah tanpa perpindahan
energi menembus batas-batas sistem itu?
5. Apakah yang dimaksud dengan modus kerja reversibel?
6. Apakah perbedaan di antara sifat intensif dan sifat ekstensif?
48
7. Kemukakan suatu cara untuk mengubah tekanan dan volume sjuatu gas
dengan bebas. Dapatkah tekanan dan volume diperlakukan sebagai sifat-
sifat yang bebas.
Soal-Soal
1. Dalam suatu penelitian mengenai sifat-sifat suatu cairan dilakukan
pemanasan dari 2 kg sample cairan tersebut dalam proses volume
konstan dari 800 hingga 850 K. Proses ini memerlukan energi sebagai
panas sebesar 11,2 watt-hour. Hitung beda energi dalam spesifik (J/kg) di
antara tingkat keadaan awal dan akhir.
2. Dalam suatu penelitian mengenai sifat-sifat dari suatu gas, 1,5 kg sample
gas dipanaskan pada volume konstan dari 600 hingga 620 oC. Hal ini
memerlukan masukan energi sebagai panas sebesar 37 kJ. Hitung beda
energi dalam spesifik di antara tingkat keadaan awal dan akhir.
3. Dalam mengkaji berbagai sifat suatu cairan, 2 kg sampel cairan ini
dipanaskan pada tekanan konstan 1 atm dari 500 hingga 600 K. Massa
jenis cairan adalah 608 kg⁄m3 pada tingkat keadaan awal dan 590 kg⁄m3
pada tingkat keadaan akhir. Diperlukan masukan energi sebagai panas
sebesar 42 kJ. Tentukan beda energi dalam spesifik di antara tingkat
keadaan awal dan akhir (kJ⁄kg).
4. Untuk menentukan berbagai dari sifat suatu gas yang rapat pada kisaran
tekanan tinggi, 4,5 kg gas ini dipanaskan pada 27,5 MPa dari 370℃ hingga
395℃. Volume gas pada tingkat keadaan awal dan akhir, masing-masing,
adalah 8,1 liter dan 9,3 liter, dan besarnya perpindahan energi panas ke
gas adalah 567 kJ. Tentukan beda energi dalam spesifik di antara tingkat
keadaan awal dan akhir.
5. Suatu sistem tertutup dengan massa 2 kg mengalami proses adiabatik.
Kerja oleh sistem adalah 30 kJ. Kecepatan sistem berubah dari 3 m/s
menjadi 15 m/s. Selama proses, elevasi sistem meningkat 45 meter. Jika
diketahui bahwa percepatan gravitasi 𝑔 = 9,8 m⁄s 2 , tentukan perubahan
energi dalam 𝑈 dalam kJ dan energi dalam spesifik 𝑢, dalam kJ/kg.
6. Kerja netto siklus tenaga sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 3.S7a
adalah 10.000 kJ, dan diketahui efisiensi termal 40%. Tentukan
perpindahan panas masuk 𝑄in dan ke luar 𝑄out , masing-masing dalam kJ.
7. Suatu siklus refrigerasi beroperasi sebagaimana ditunjukkan pada gbr.
3.S7b, terjadi perpindahan panas 𝑄in = 2.110 kJ dan 𝑄o𝑢𝑡 = 3.376 kJ.
Tentukan kerja netto yang diperlukan, dalam kJ, dan COP siklus.
49
Gambar 3.S7 Skematis diagram soal no. 8 dan 9
(a) Siklus tenaga dan (b) siklus refrigerasi
50
BAB IV
ANALISA ENERGI
51
meliputi seluruh analisa, dan untuk menemukan berbagai langkah yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan analisa. Diagram kerja yang sama pentingnya
dengan sketsa sistem adalah pernyataan proses. Ini dapat berupa satu atau
lebih diagram yang menunjukkan apa yang terjadi terhadap zat yang berada di
dalam sistem pada bidang termodinamika yang sesuai. Penting dalam analisa
menentukan tingkat keadaan zat pada awal dan akhir dari proses, dan suatu
pernyataan proses sangat berguna untuk membantu analisawan menemukan
jalannya dalam memecahkan persoalan.
Sebagai ikhtisar, metodologi umum bagi analisa balans energi adalah
sebagai berikut.
− Definisikan sistem dengan teliti dan lengkap dengan menunjukkan batas-
batasnya di dalam suatu sketsas (massa atur atau volume atur);
− Tulis daftar idealisasi yang relevan;
− Tunjukkan berbagai aliran energi yang akan diikutsertakan dalam balans
energi dan cantumkan tanda bagi berbagai aliran energi tersebut pada
sketsa sistem;
− Nyatakan basis waktu bagi balans energi;
− Buat sketsa pernyataan proses;
− Tuliskan balans energi dengan menggunakan simbol-simbol yang tampil
pada sketsa sistem. Harus terdapat korespondensi satu-satu di antara
suku-suku persamaan dengan simnol-simbol pada sketsa; dan
− Himpun persamaan tingkat keadaan dan informasi lain yang diperlukan
untuk memungkinkan pemecahan persoalan.
52
rapat satu dengan lainnya, tapi masih bebas untuk selalu bergerak. Diperlukan
masukan energi yang cukup banyak ke dalam cairan sebelum ikatan-ikatan
berbagai gaya antarmolekul itu dapat dipecahkan, dengan demikian cairan
lebih rapat dari gas. Dalam bentuk padat molekul-molekul terperangkap pada
posisi-posisi yang telah tertentu di dalam kisi (lattice) kristal. Peleburan suatu
bentuk padat dapat dicapai apabila energi yang cukup banyak dimasukkan ke
dalamnya sehingga molekul-molekulnya dapat dibebaskan dari berbagai
ikatan.
53
tekanan dan temperatur tidaklah bebas, perubahan satu sifat akahn diikuti
perubahan yang lain.
Berbagai tingkat keadaan di mana perubahan fase mulai atau berakhir
dinamakan tingkat keadaan jenuh (saturation state). Temperatur dan tekanan
tertinggi di mana fase gas dan cair berimpitan dengan jelas mendefinisikan
titik kritis (critical point), di mana tiga fase dapat terjadi pada garis
kesetimbangan yang disebut garis tripel (gbr. 4.2a). Daerah berbentuk kubah
pada gbr. 4.2b yang dibatasi oleh garis cairan jenuh dan garis uap jenuh
dinamakan kubah uap (vapor dome). Garis yang membatasi kubah uap
disebut garis cair jenuh (saturated liquid lines) dan garis uap jenuh (saturated
vapor lines). Pada titik tertinggi kubah, di mana garis caie jenuh dan garis uap
jenuh bertemu adalah titik kritid. Temperatur kritis 𝑇c dari suatu zat adalah
temperatur maksimum di mana fase cair dan uap saling berhimpitan dalam
kesetimbangan. Tekanan pada titik kritis disebut tekanan kritis, 𝑝c , dan
volume spesifik padfa keadaan ini disebut volume spesifik kritis, 𝑣c . Nilai-nilai
titik kritis ini untuk beberapa zat diberikan pada Tabel T-1 di dalam Lampiran.
Gambar 4.2 Diagram fase 𝑝-𝑇 dan 𝑝-𝑣 zat kempresibel sederhana
Dalam berbagai sistem termodinamika, seorang analisawan terutama
akan berurusan dengan fase cair, campuran, dan uap atau gas. Daerah di
sebelah kanan kubah uap (gbr. 4.3) disebut daerah uap panas lanjut
(superheated steam). Di sebelah kiri garis cair jenuh zat dikatakan berada
pada tingkat keadaan cair subdingin (subcooled liquid). Pada umumnya,
berbagai tingkat keadaan pada garis cair jenuh dinotasikan dengan subskrip f
dan berbagai tingkat keadaan pada garis uap jenuh dengan subskrip g. Beda di
antara berbagai sifat uap jenuh dan cair jenuh dinotasikan dengan subskrip fg.
Umpamanya, untuk volume spesifik dan energi dalam spesifik campuran
dinyatakan sebagai:
𝑣𝑓𝑔 = 𝑣𝑔 − 𝑣𝑓
𝑢𝑓𝑔 = 𝑢𝑔 − 𝑢𝑓
54
Gambar 4.3 Kubah uap dalam bidang 𝑝-𝑣
55
Penyelesaian
Dari Lampiran pada Tabel T-4, diketahui temperatur jenuh pada 𝑝 =
500 kPa = 5 bar adalah 𝑇jenuh = 151,86℃, sehingga zat H2O berada pada
kondisi uap panas lanjut (superheated steam). Jika dinyatakan pada diagram
𝑝-𝑣 dan 𝑇-𝑣 adalah:
56
Gambar 4.S2a Diagram contoh soal 4.2
57
0,8475 − 1,0528 × 10−3
= = 0,731
1,159 − 1,0528 × 10−3
Maka, dari pers. 4.1 diperoleh:
𝑚𝑔2 = 𝑥2 𝑚 = 0,731(0,59 kg) = 0,431 kg ⊲
(c) Jika panas dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh,
sebagaimana ditunjukkan pada diagram 𝑇-𝑣 (gbr. 4.S2). Sehingga,
tekanan akan berkorelasi dengan tekanan jenuh. Pada 𝑣1 = 𝑣2 = 𝑣3 =
𝑣𝑔 = 0,8475 m3 ⁄kg, dari interpolasi linier (gbr. 4.S2b) diperoleh:
(2,5 − 2,0)bar (𝑝3 − 2,0) bar
kemiringan = =
(0,7187 − 0,8857) m3 ⁄kg (0,8475 − 0,8857) m3 ⁄kg
0,5 bar (𝑝 − 2,0) bar
= 3
=
−0,167 m ⁄kg −0,038 m3 ⁄kg
(−0,038 m3 ⁄kg)
(𝑝3 − 2,0) bar = 0,5 bar ∙
(−0,167 m3 ⁄kg)
𝑝3 = {0,5 bar ∙ (0,228)} + 2,0 bar = 2,114 bar ⊲
58
massa atur. Perubahan tingkat keadaan yang terjadi ditampilkan oleh
pernyataan prosesnya, yang ditunjukkan pada bidang 𝑝-𝑣 (gbr. 4.4d).
59
N m3
𝑊 = 3 kg ∙ 6 × 105 ∙ (0,3157 − 1,101 × 10 −3 )
m2 kg
= 566,300 J = 566,3 kJ
Akhirnya dapat dihitung besarnya penambahan energi sebagai panas, yaitu:
𝑄in = 𝑊 + 𝑚(𝑢2 − 𝑢1 )
= 566,3 kJ + 3kg ∙ (2.567,4 − 669,90) kJ⁄kg = 6.259 kJ
Perpindahan energi sebagai panas seharusnya dapat dihitung langsung
apabila dari semula diperkenalkan besaran entalpi (h), yang didefinisikan
sebagai:
𝐻 = 𝑈 + 𝑝𝑉
ℎ = 𝑢 + 𝑝𝑣
Sehingga, 𝑄in = 𝑚(ℎ2 − ℎ1 ) = 3kg ∙ (2.756,8 − 670,56) kJ⁄kg = 6.259 kJ
Perhatikan bahwa perpindahan energi sebagai panas (per satuan
massa0 ke suatu zat kompresibel sederhana selama suatu proses tekanan
konstan adalah sama dengan peningkatan entalpinmya. Harga-harga ℎ1 dan
ℎ2 dapat dibaca dari tabel T-3. Jadi besarnya perpindahan energi sebagai
panas yang diperlukan untuk menguapkan satu satuan massa suatu zat
kompresibel sederhana pada tekanan konstan adalah tak lain ℎ𝑔 − ℎ𝑓 = ℎ𝑓𝑔
dan kadang-kadang dinamakan entalpi penguapan zat tersebut.
60
𝒅𝑬𝑪𝑽
61
atur sama dengan energi dari zat yang terkandung dalam batas volume atur
saat 𝑡 + 𝑑𝑡, ditambah dengan energi zat yang terkandung dalam daerah 1,
dikurangi dengan energi zat yang terkandung dalam daerah 1. Oleh karena itu
per. 4.3 dapat dinyatakan:
𝑝 𝑝
𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 + 𝑑𝑄 + (𝐴𝜌𝑉)1 (𝑒 + ) 𝑑𝑡 = (𝐴𝜌𝑉)2 (𝑒 + ) 𝑑𝑡 + 𝑑𝐸𝐶𝑉
𝜌 1 𝜌 2
dengan 𝑒 menyatakan energi total zat per satuan massa. Suku-suku 𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
dan 𝑑𝑄 menyata-kan berbagai perpindahan energi yang menembus batas-
batas yang tumpah tindih di antara massa atur (CM) dan volume atur (CV),
jadi menembus batas volume atur dalam interval waktu 𝑑𝑡. Substitusi
pernyataan untuk 𝑑𝐸𝐶𝑀 , maka:
𝑑𝑊𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 + 𝑑𝑄 + [(𝑒 + 𝑝𝑉)𝑑𝑚]in = [(𝑒 + 𝑝𝑉)𝑑𝑚]out + 𝑑𝐸𝐶𝑉 (4.4)
masukan energi keluaran energi pertambahan energi
yang terkandung
Persamaan (4.4) dapat dipandang sebagai persamaan kekekalan energi untuk
volume atur (control volume, CV) yang dirumusakan untuk periode waktu
tertentu. Persamaan (4.4) dapat pula ditampilkan sebagai balans energi
dengan basis laju setelah semua sukunya dibagi dengan dt, sebagai:
𝑑𝐸
𝑊poros + 𝑄̇ + [𝑚̇(𝑒 +̇ 𝑝𝑉)]in = [𝑚̇(𝑒 + 𝑝𝑉)]out + ( ) (4.5)
𝑑𝑡 𝐶𝑉
laju masukan energi laju keluaran energi laju pertambahan
kandungan energi
62
Gambar 4.3S Skematis diagram contoh soal 4.3
Analisis: Untuk menentukan keadaan kesetimbangan, nilai-nilai dari dua
sifat intensif bebas diperlukan.Volume spesifik awal dan akhir sama karena
volume dan massa total tak berubah selama proses. Keadaan awal dan akhir
ditempatkan pada diagram 𝑝-𝑣 dan 𝑇-𝑣 (gbr. 4.3s). Dari Tabel T-2, pada
temperatur 100 oC, maka:
𝑣1 = 𝑣2 = 1,673 m3 ⁄kg, yaitu sama dengan 𝑣𝑔 pada 100 oC
𝑢1 = 𝑢𝑔 (100℃) = 2506,5 kJ⁄kg
Dengan menggunakan data bahwa 𝑣1 = 𝑣2 maka dengan interpolasi dari Tabel
T-4 yaitu pada 𝑝2 = 1,5 bar diperoleh:
𝑝2 = 1,5 bar
3⁄
𝑣 (m kg) 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(℃)
1,570 2.717,2 240
1,673 𝑢2 𝑇2
1,695 2778,6 280
63
(1,695 − 1,570) m3 ⁄kg (280 − 240)℃
3
=
(1,673 − 1,570) m ⁄kg (𝑇2 − 240)℃
0,125 40 ℃
=
0,103 (𝑇2 − 240)℃
0,125 ∙ (𝑇2 − 240)℃ = 0,103 ∙ 40 ℃
0,125𝑇2 − 30℃ = 4,12℃
(4,12 + 30)℃
𝑇2 = = 272,96 ℃ ⊲
0,125
Maka, dengan asumsi 2 dan 3, kesetimbangan energi menjadi:
∆𝑈 + ∆𝐸𝑘 + ∆𝐸𝑝 = 𝑄 − 𝑊
𝑊 = −(𝑈2 − 𝑈1 ) = −𝑚(𝑢2 − 𝑢1 )
Massa air diperoleh dari volume dan volume spesifik, yaitu:
𝑉 0,3 m3
𝑚= = = 0,179 kg
𝑣1 1,673 m3 ⁄kg
Sehingga:
𝑊 = −0,179 kg (2.767,79 − 2506,5) kJ⁄kg = −46,77 kJ ⊲
Tanda minus (−) menunjukkan bahwa energi dipindahkan oleh kerja
pengaduk ke dalam sistem.
64
Gambar 4.6 massa inlet dan outlet pada volume atur
Jika suatu zat mengalir masuk atau ke luar volume atur mengikuti
idealisasi berikut, aliran katakanlah satu dimensi: (1) aliran tegaklurus
terhadap batas pada lokasi di mana massa masuk atau ke luar volume atur, (2)
semua sifat-sifat intensif, meliputi kecepatan dan volume spesifik sama di
setiap posisi menggunakanm nilai rata-rata, baik pada sisi inlet maupun
outlet. Oleh karena itu analisa volume atur dipilih sedemikian sehingga
pendekatan idealisasi ini menjadi tepat. Gambar 4.7 mengilustrasikan aliran
satu dimensi. Luasan yang dilalui massa zat dinotasikan A. Simbol V
menunjukkan nilai tunggal kecepatan aliran udara, 𝑇 dan 𝑣 menun-jukkan
masing-masing nilai temperatur dan volume spesifik aliran udara. Jika aliran
satu dimensi, laju alir massa dapat dinyatakan sebagai:
𝑚̇
𝐴𝑉
= (aliran satu dimensi) (4.7)
𝑣
atau dalam bentuk rapat massa, pers. (4.7) dapat dinyatakan:
𝑚̇ = 𝜌𝐴𝑉 (aliran satu dimensi) (4.8)
Pada banyak sistem rekayasa dapat pula sistem diidealisasikan pada kondisi
tunak (steady state), yang berarti semua sifat tak berubah terhadap waktu.
65
𝑇1 = 200℃ dengan laju alir massa 40 kg⁄s. Pada inlet 2, air fase cair pada 𝑝2 =
7 bar, 𝑇2 = 40℃ masuk melalui suatu luasan 𝐴2 = 25 cm2 . Air pada fase cair
jenuh pada 𝑝3 = 7 bar ke luar dengan laju volume 0,06 m3 ⁄s. Tentukan laju
alir massa pada inlet 2 dan pada outlet 3 serta kecepatan air pada inlet 2, dalam
satuan m⁄s.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.4S.
Gambar 4.4S Volume atur air pengisi boiler pada kondisi steady
Analisis: kesetimbangan laju alir massa dari gbr. 4.4S dapat dinyatakan
sebagai:
𝑑𝑚cv
= 𝑚̇1 + 𝑚̇2 − 𝑚̇3
𝑑𝑡
𝑚̇2 = 𝑚̇3 − 𝑚̇1
Laju alir massa 𝑚̇1 diketahui, laju alir massa pada sisi ke luar (outlet) dapat
dihitung dari laju alir volumetrik:
(𝐴𝑉)3
𝑚̇3 =
𝑣3
dengan 𝑣3 adalah volume spesifik pada sis ke luar yang diasumsikan aliran satu
dimensi. Dari Tabel T-3, pada 𝑝3 = 7 bar, maka 𝑣3 = 1,108 × 10−3 m3 ⁄kg,
sehingga:
0,06 m3 ⁄s
𝑚̇3 = = 54,15 kg⁄s
1,108 × 10−3 m3 ⁄kg
Laju alir massa pada inlet 2 menjadi:
𝑚̇2 = 𝑚̇3 − 𝑚̇1 = (54,15 − 40) kg⁄s = 14,5 kg⁄s ⊲
Untuk aliran satu dimensi pada 2, 𝑚̇2 = 𝐴2 𝑉2 ⁄𝑣2 , sehingga:
𝑚̇2 𝑣2
𝑉2 =
𝐴2
66
Volume spesifik pada keadaan 2 dapat diperoleh dari Tabel 2, di mana pada
𝑇2 = 40℃ diperoleh 𝑣2 = 1,0078 × 10−3 m3 ⁄kg, sehingga:
(14,5 kg⁄s)(, 0078 × 10−3 m3 ⁄kg) 104 cm2
𝑉2 = ∙| | = 5,7 m⁄s ⊲
25 cm2 1 m2
= ∑ 𝑚̇𝑒 (4.9)
𝑒
(laju massa masuk) = (laju massa ke luar)
Hal ini juga, pada keadaan steady, 𝑑𝐸cv ⁄𝑑𝑡 = 0, sehingga pers. (4.9) dapat
ditulis:
V𝑖2
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + ∑ 𝑚̇𝑖 (ℎ𝑖 + + 𝑔𝑧𝑖 )
2
𝑖
V𝑒2
− ∑ 𝑚̇𝑒 (ℎ𝑒 + + 𝑔𝑧𝑒 ) (4.10a)
2
𝑒
atau, pers. (4.10a) dapat dinyatakan dalam bentuk:
V𝑖2 V𝑒2
𝑄̇cv − 𝑊̇cv + ∑ 𝑚̇𝑖 (ℎ𝑖 + + 𝑔𝑧𝑖 ) = ∑ 𝑚̇𝑒 (ℎ𝑒 + + 𝑔𝑧𝑒 ) (4.10b)
2 2
𝑖 𝑒
Persamaan (4.10) menegaskan bahwa pada kondisi steady, laju total massa
masuk volume atur sama dengan total laju alir massa ke luar sistem. Atau
dengan kata lain, pers. (4.10) menegaskan bahwa laju total energi yang
dipindahkan ke dalam volume atur sama dengan laju total energi yang
dikelurakan dari sistem.
Banyak penerapan penting yang meliputi satu inlet, satu outlet volume
atur pada kondisi steady. Kesetimbangan laju massa dinyatakan dalam bentuk
𝑚̇1 = 𝑚̇2 , yaitu laju alir massa pada outlet 2 harus sama dengan pada inlet 1.
Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk:
(V12 − V22 )
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ1 − ℎ2 ) + + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )] (4.11a)
2
atau, jika dibagi dengan laju alir massa, pers. (4.11a) dapat dinyatakan sebagai:
67
𝑄̇cv 𝑊̇cv (V12 − V22 )
0= − + (ℎ1 − ℎ2 ) + + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 ) (4.11b)
𝑚̇ 𝑚̇ 2
Entalpi (ℎ), energi kinetik, dan energi potensial pada pers. (4.11) muncul
sebagai perbedaan antara nilai-nilai pada sisi masuk (inlet) dan sisi ke luar
(outlet). Ini mengilustrasikan bahwa titik acuan yang digunakan untuk
menetapkan nilai-nilai enthalpi spesifik, kecepatan, dan elevasi dinyatakan
sama yang digunakan untuk sisi inlet dan outlet. Pada pers. (4.11b), perban-
dingan 𝑄̇cv ⁄𝑚̇ dan 𝑊̇cv ⁄𝑚̇ adalah laju perpindahan energi per satuan massa
yang mengalir melalui volume atur.
68
𝑄̇cv 𝑉12 − 𝑉22
0= + (ℎ1 − ℎ2 ) + ( ) (4.12)
𝑚̇ 2
dengan 𝑚̇ adalah laju alir massa. Bentuk 𝑄̇cv ⁄𝑚̇ menunjukkan perpindahan
panas dengan lingkungannya per satuan massa yang mengalir melalui nosel
atau difuser.
Contoh Soal 4.5
Uap menuju konvergen-divergen nosel yang beroprasi pada keadaan tunak
(steady state) dengan 𝑝1 = 40 bar, 𝑇1 = 400℃ dan kecepatan 10 m/s. Uap
mengalir melalui nosel dengan perpindahan panas dan perubahan energi
potensial yang diabaikan. Pada sisi ke luar diketahui 𝑝2 = 15 bar dengan
kecepatan 665 m/s. Diketahui laju alir massa 2 kg/s. Tentukan luasan ke luar
nosel, dalam m2 .
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.5S.
69
dengan 𝑄̇cv dan 𝑊̇cv diabaikan dengan memperhatikan asumsi 2. Perubahan
energi potensial juga diabaikan, sehingga persamaan akan menjadi:
𝑉12 − 𝑉22
0 = (ℎ1 − ℎ2 ) + ( )
2
𝑉12 − 𝑉22
ℎ2 = ℎ1 + ( )
2
dari Tabel T-4, ℎ1 = 3.213,6 kJ⁄kg. Kecepatan V1 dan V2 diketahui, masukkan
nilai-nilai tersebut dan konvsersikan satuan energi kinetik ke kJ⁄kg, sehingga:
kJ (10)2 − (665)2 m 2 1N 1 kJ
ℎ2 = 3.213,6 +[ ]( ) | || |
kg 2 s 1 kg ∙ m⁄s 2 103 N ∙ m
= (3.213,6 − 221,1) kJ⁄kg = 2.992,5 kJ⁄kg
Akhirnya, dari Tabel T-4 pada 𝑝2 = 15 bar dengan ℎ2 = 2.992,5 kJ⁄kg, maka
volume spesifik pada sisi ke luar 𝑣2 = 0,1627 m3 ⁄kg, sehingga luasan sisi ke
luar menjadi:
(2 kg⁄s)(0,1627 m3 ⁄s)
𝐴2 = = 4,89 × 10−4 m2 ⊲
665 m⁄s
4.6.2 Turbin.
Turbin adalah suatu peralatan mekanis yang bekerjanya dikembangkan
sebagai hasil dari fluida (gas atau cair) yang bergerak melalui serangkaian
sudu-sudu yang dipasang pada poros bebas untuk berputar. Skematik diagram
turbin gas atau turbin uap aliran aksial ditunjukkan pada gbr. 4.9a. Turbin
secara luas digunakan di dalam instalasi pembangkit tenaga uap, instalasi
pembangkit tenaga gas, dan mesin-mesin pesawat terbang. Di dalam
penerapan-penerapan tersebut, uap panas lanjut (superheated steam) atau
gas menuju turbin dan berekspansi ke tekanan outlet yang lebih rendah
sedemi-kian sehingga dihasilkan tenaga. Suatu turbin hidraulik dipasang di
dalam suatu sistem bendungan yang ditunjukkan pada gbr. 4.9b. Pada
penerapan turbin hidraulik ini, air jatuh mengalir melalui propeller
mengakibatkan poros berputar dan dihasilkan kerja.
Turbin hidraulik (gbr. 4.9b) berfungsi untuk mengubah energi potensial
fluida menjadi energi mekanik. Gaya jatuh atau gaya aliran fluida yang
mendorong atau memutar baling-baling menyebabkan turbin berputar.
Perputaran turbin ini dihubungkan ke generator untuk mengubah energi
mekanik menjadi energi listrik. Pada turbin keadaan steady, laju
kesetimbangan energi dan massa menggunakan pers. (4.11b). Saat gas yang
menjadi fluida kerjanya, perubahan energi potensial diabaikan. Dengan
penentuan pemilihan batas volume atur pada turbin, perubahan energi kinetik
biasanya cukup kecil dan perpindahan panas di antara turbin dan lingkungan-
nya yang tidak dapat diabaikan serta perubahan enthalpi yang menjadi
perhatian sebagaimana ditunjukkan pada contoh soal berikut ini.
70
(a) (b)
Gambar 4.9 Skematis diagram turbin
(a) Turbin aliran aksial dan (b) Turbin hidraulik
71
V12 V22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ (ℎ1 + + 𝑔𝑧2 ) − 𝑚̇ (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2
dengan 𝑚̇ adalah laju aliran massa. Selesaikan untuk 𝑄̇cv dan keluarkan
perubahan energi potensial dari sisi masuk dan ke luar, maka:
V12 − V22
𝑄̇cv = 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ1 − ℎ2 ) + ( )]
2
Menggunakan Tabel T-4, pada 𝑝1 = 60 bar dan 𝑇1 = 400℃, maka ℎ1 =
3.177,2 kJ⁄kg. Pada keadaan 2 pada keadaan campuran dua fase cair-gas, dari
Tabel T-3 dan kualitas 90%, maka:
ℎ2 = ℎ𝑓2 + 𝑥2 (ℎ𝑔2 − ℎ𝑓2 )
= [191,83 + 0,9(2392,8)] kJ⁄kg = 2.345,4 kJ⁄kg
Sehingga,
ℎ2 − ℎ1 = (2.345,4 − 3.177,2) kJ⁄kg = −831,8 kJ⁄kg
Perubahan energi kinetik, menggunakan data kecepatan:
V12 − V22 (50)2 − (10)2 m2 1N 1 kJ
( )=[ ]( 2 )| 2
|| 3 | = 1,2 kJ⁄kg
2 2 s 1 kg ∙ m⁄s 10 N ∙ m
Menentukan 𝑄̇cv dari hasil perhitungan yang telah diperoleh:
kg kJ 1h
𝑄̇cv = (1.000 kW) + [(4.600 ) (−831,8 + 1,2) ( ) | |]
h kg 3600 s
= −61,3 kW ⊲
72
(a) (b) (c)
Gambar 4.10 Jenis-jenis kompresor
(a) kompresor torak, (b) kompresor aliran aksial, (c) kompresor sentrifugal
73
Enthalpi spesifik ℎ1 dan ℎ2 diperoleh dari Tabel T-8, di mana pada 𝑇1 = 290 K
maka ℎ1 = 290,16 kJ/kg dan pada 𝑇2 = 450 K maka ℎ2 = 451,80 kJ/kg.
Substitusikan nilai-nilai ini ke dalam 𝑊̇cv , maka:
kJ 1 min kg kJ
𝑊̇cv = (−180 )| | + (0,72 ) [(290,16 − 451,80) ] +
min 60 s s kg
62 − 22 m2 1N 1 kJ
( )( 2 )| || |
2 𝑠 1 kg ∙ m⁄s 2 103 N ∙ m
kJ kg kJ
= −3 + (0,72 ) (−161,64 + 0,02)
s s kg
kJ 1 kW
= −119,4 | | = −119,4 kW ⊲
s 1 kJ
s
Contoh Soal 4.8
Suatu pompa membawa air pada laju volumetrik 0,05 m3/s melalui sebuah
pipa inlet yang berdiameter 18 cm yang terletak 100 m di atas pipa outlet yang
berdiameter 15 cm. Tekanan pada inlet dan outlet pompa sebesar 1 bar dengan
temperatur air 20oC. Tentukan daya pompa yang diperlukan, dalam kW, jika
diketahui percepatan gravitasi g = 9,81 m/s2.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 4.8S.
Asumsi:
(1) Volume atur ditunjukkan pada gbr. 4.8S dalam keadaan steady.
(2) Air adalah zat tak mampu mampat (incompressible fluids).
Analisis: menggunakan persamaan energi keadaan steady:
𝑉12 − 𝑉22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ [(ℎ2 − ℎ1 ) + ( ) + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )]
2
Karena 𝑇 dan 𝑝 konstan, sehingga ℎ juga konstan. Sehingga:
𝑉12 − 𝑉22
𝑊̇cv = 𝑚̇ [( ) + 𝑔(𝑧1 − 𝑧2 )]
2
74
Gambar 4.8S Skematis diagram contoh soal 4.8
Pada temperatur air 𝑇1 = 𝑇2 = 20 ℃, dari Tabel T-2, volume spesifik 𝑣1 = 𝑣2 =
1,0018 × 10−3 m3 ⁄kg maka:
(𝐴𝑉)2 (0,05 m3 ⁄s) kg
𝑚̇ = = = 49,41
𝜐2 (1,0018 × 10−3 m3 ⁄kg) s
karena 𝑉2 = 𝑉1 , dengan demikian (𝐴𝑉)2 = (𝐴𝑉)1 = 0,05 m3 ⁄s, sehingga:
(𝐴𝑉)2 (0,05 m3 ⁄s)
𝑉2 = = = 1,965 m⁄s
𝐴2 π(0,182 ⁄4) m2
dan
75
perpindahan energi pada kondisi batas volume atur penukar kalor terjadi
akibat aliran fluida masuk dan ke luar. Sehingga, bentuk 𝑊̇cv dapat diasum-
sikan sama dengan nol, demikian pula perubahan energi potensial dan energi
kinetik dapat diabaikan. Contoh berikut akan memberikan ilustrasi analisa
sistem penukar kalor.
76
Gambar 4.9S Skematis diagram contoh soal 4.9
Asumsi:
(1) Setiap dua volume atur yang ditunjukkan pada gbr. 4.9S dalam keadaan
steady.
(2) Tidak ada perpindahan panas yang signifikan di antara kondensor dan
lingkungannya, dan 𝑊̇cv = 0.
(3) Perubahan energi kinetik dan potensial aliran fluida masuk dan ke luar
dapat diabaikan.
(4) pada keadaan 2, 3, dan 4, ℎ ≈ ℎf (𝑇)
Analisis: Aliran uap dan air pendingin tidak bercampur. Maka, laju
kesetimbangan untuk setiap kedua aliran pada keadaan steady dinyatakan
sebagai berikut.
𝑚̇1 = 𝑚̇2 dan 𝑚̇3 = 𝑚̇4
(a) Perbandingan laju alir massa air pendingin terhadap laju alir massa uap
kondensasi, 𝑚̇3 ⁄𝑚̇1 diperoleh dari keadaan steady kesetimbangan laju
energi pada kondensor:
V12 V32
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ 1 (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) + 𝑚̇ 3 (ℎ3 + + 𝑔𝑧3 )
2 2
V22 V42
−𝑚̇ 2 (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 ) − 𝑚̇ 4 (ℎ4 + + 𝑔𝑧4 )
2 2
Bagian yang dicoret dikeluarkan berdasarkan asumsi 2 dan 3. Dengan
penyederhanaan ini, bersama dengan hubungan laju alir massa,
kesetimbangan laju energi menjadi:
0 = 𝑚̇ 1 (ℎ1 − ℎ2 ) + 𝑚̇ 3 (ℎ3 − ℎ4 )
77
diselesaikan, akan diperoleh:
𝑚̇3 ℎ1 − ℎ2
=
𝑚̇ 1 ℎ4 − ℎ3
Enthalpi spesifik ℎ1 dapat ditentukan menggunakan kualitas uap yang
diberikan dan data dari Tabel T-3 pada 𝑝1 = 0,1 bar, maka ℎf =
191,83 kJ⁄kg dan ℎg = 2.584,7 kJ⁄kg, sehingga:
kJ kJ
ℎ1 = [191,83 + 0,95 ∙ (2.584,7 − 191,83) ] = 2.465,1
kg kg
Menggunakan asumsi 4, enthalpi spesifik pada 2 adalah ℎ2 = ℎf (𝑇2 ) =
188,45 kJ⁄kg, ℎ3 = ℎf (𝑇3 ) = 83,96 kJ⁄kg dan ℎ4 = ℎf (𝑇4 ) = 146,68 kJ⁄kg.
Sehingga:
𝑚̇3 2.465,1 − 188,45 2.276,65
= = = 36,3 ⊲
𝑚̇ 1 146,68 − 83,96 62,72
(b) Untuk volume atur yang meliputi sisi uap dari kondensor saja, kesetim-
bangan laju energi pada keadaan steady adalah:
V12 V22
0 = 𝑄̇cv − 𝑊̇cv + 𝑚̇ 1 (ℎ1 + + 𝑔𝑧1 ) − 𝑚̇ 2 (ℎ2 + + 𝑔𝑧2 )
2 2
Bagian yang dicoret dikeluarkan berdasarkan asumsi 2 dan 3. Kombinasi
persamaan ini dengan 𝑚̇ 1 = 𝑚̇ 2 , pernyataan untuk laju perpindahan
energi di antara uap kondensasi dan air pendingin menjadi:
𝑄̇cv = 𝑚̇ 1 (ℎ2 − ℎ1 )
Dibagi dengan laju alir massa uap, 𝑚̇ 1 , dan substitusikan nilainya, maka:
𝑄̇cv kJ kJ
= (188,45 − 2.465,1 ) = −2.276,7 ⊲
𝑚̇ 1 kg kg
di mana tanda minus menunjukkan bahwa energi dipindahkan dari uap
kondensat ke air pendingin.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan tingkat keadaan itu? Berapakah sifat
termodinamik intensif yang bebas yang dimiliki oleh suatu zat sederhana?
2. Apakah yang dimaksud dengan fase? Aapak kubah uap itu? Apakah uap
panas lanjut itu? Apakah tingkat keadaan superkritis itu? Apakah cairan
jenuh itu?
3. Apa yang terjadi apabila suatu cairan jenuh dipanaskan pada tekanan
konstan? Apakah yang terjadi apabila cairan itu didinginkan pada
tekanan konstan?
4. Apakah yang akan terjadi apabila suatu cairan jenuh dipanaskan pada
volume konstan?
78
5. Menurut saudara apakah yang akan terjadi apabila suatu uap jenuh
dikompresikan secara adibatik? Apa yang terjadi apabila uap tersebut
diekspansikan secara adibatik?
6. Mengapa cairan dan uap dalam suatu campuran dari zat yang sama
mempunyai tekanan dan temperatur yang sama?apakah dua gas yang
berada dalam campuran masing-masing akan menerapkan tekanan yang
sama?
7. Apabila es dimasukkan ke dalam suatu panci bertekanan (pressure
cooker) yang panas dan campuran dibiarkan dingin di atas tungku,
apakah tingkat keadaan akhirnya akan mencapai titik triple?
8. Mengapa secara sembarang energi suatu zat dipilih sebagai berharga nol
pada suatu titik? Bagaimanakah titik ini harus digambarkan (tekanan,
temperatur, atau keduanya)?
Soal-Soal
1. Uap menuju suatu turbin melalui sebuah pipa (duct) berdiameter 0,2 m.
Kecepatan uap adalah 100 m/s, tekanan uap 14 MPa, dan temperatur uap
600oC. Uap ke luar turbin melalui pipa berdiameter 0,8 m dengan
tekanan 500 kPa dan temperatur 180oC. Jika operasional turbin pada
keadaan steady, tentukan:
(a) kecepatan uap di sisi ke luar, dalam m/s;
(b) laju alir massa uap, dalam kg/h.
2. Uap menuju nosel yang beroperasi pada keadaan steady pada tekanan 3
MPa, temperatur 320oC dan kecepatan masuk diabaikan. Uap ke luar
nosel dengan laju alir 2,22 kg/s pada tekanan 1,5 MPa, dan kecepatan 500
m/s. Dengan mengabaikan perpindahan panas dan energi potensial,
tentukan:
(a) temperatur uap ke luar, dalam oC;
(b) luas permukaan sisi ke luar nosel, dalam cm 2.
3. Udara berekspansi dengan laju alir massa 10 kg/s melalui sebuah turbin
dari 5 bar, 900 K ke 1 bar, 600 K. Kecepatan masuk sangat kecil
dibandingkan dengan kecepata ke luar yang sebesar 100 m/s. Turbin
beroperasi pada keadaan steady. Perpindahan panas dari turbin ke
lingkungan dan pengaruh energi potensial diabaikan. Hitung daya yang
dihasilkan turbin, dalam kW, dan luas permukaan sisi ke luar, dalam m 2.
4. Sebuah kompresor beroperasi pada keadaan steady dengan amonia
sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur pada sisi masuk dan ke luar
masing-masing adalah 2 bar, 0oC dan 12 bar, 60oC. Laju alir volumetrik
refrigerant (amonia) adalah 0,5 m3/min. Perpindahan panas dari
komprsor terjadi pada laju 5 kJ per kg aliran refrigerant. Dengan
mengabaikan pengaruh energi kinetik dan potensial, hitung daya
kompresor, dalam kW.
79
5. Suatu pompa yang beroperasi secara steady memompa air dari suatu
sumur pada laju alir volumetrik 1.000 liter/menit melalui suatu pipa inlet
berdiameter 125 cm. Air dipindahkan melalui hose dengan konvergin
nosel. Keluaran nosel berdiameter 25 cm yang terletak pada 150 m di atas
pipa inlet. Air masuk pada 22oC, 1 atm dan ke luar tanpa ada perubahan
temperatur dan tekanan. Tentukan kecepatan air masuk dan ke luar
pompa, dalam m/s, serta daya pompa yang diperlukan, dalam kW, jika
diketahui percepatan gravitasi g = 9,81 m/s2.
6. Uap pada 120 bar, 520oC, menuju volume atur yang beroperasi pada
keadaan steady dengan laju alir volumetrik 460 m3/min. Dua puluh dua
persen laju alir massa yang masuk ke luar pada 10 bar, 220 oC, dengan
kecepatan 20 m/s. Sisanya ke luar pada lokasi yang lain pada 0,06 bar,
kualitas 86,2%, dan kecepatan 500 m/s. Tentukan diameter setiap sisi ke
luar pipa (duct), dalam meter.
7. Suatu pemanas air pengisi terbuka (open feedwater heater) beroperasi
pada keadaan steady dengan air cair masuk pada sisi masuk 1 pada 50 oC
dan 1,0 MPa. Suatu aliran terpisah air masuk pada inlet 2 dengan
𝑚̇2 ⁄𝑚̇ 1 = 0,22 dan tekanan 1,0 MPa. Aliran tunggal air cair jenuh ke luar
dengan tekanan 1,0 MPa. Abaikan perpindahan panas dengan lingkungan
dan abaikan pengaruh energi kinetik dan potensial. Untuk aliran yang
masuk pada inlet 2, tentukan temepratur, dalam oC, uap panas lanjut,
atau kualitas, jika jenuh.
8. Uap pada 0,06 bar dan 50oC menuju kondensor yang beroperasi pada
keadaan steady dan berkondensasi ke cair jenuh pada 0,06 bar pada sisi
bagian luar pipa-pipa yang dilalui aliran air pendingin. Laju alir massa
uap adalah 90.720 kg/h. Akibat aliran uap melalui pipa-pipa, temperatur
air pendingin meningkat 7oC tanpa ada penurunan tekanan (pressure
drop). Dengan mengabaikan pengaruh energi kinetik dan potensial dan
mengabaikan perpindahan panas dari lingkungan kondensor, tentukan:
(a) laju alir massa air pendingin, dalam kg/h;
(b) Laju perpindahan energi, dalam kJ/h, dari uap kondensasi ke air
pendingin.
80
BAB V
ENTROPI DAN HUKUM KEDUA
81
𝑈𝐵 = (𝑈 + 𝐸𝑘
+ 𝐸𝑝 )𝐴 (5.2)
energi awal energi akhir
82
berkurangnya kemampuan manusia untuk mendayagunakan sejumlah energi
tertentu menjadi konversi kerja yang berguna.
Entropi dinotasikan dengan simbol 𝑆 dan produksi entropi oleh𝒫𝑆 . Jika
sistem terisolasi, oleh karena itu tidak ada entropi yang dapat mengalir dari
atau ke luar sistem, jadi setiap perubahan entropi di dalam sistem haruslah
timbul oleh karena adanya produksi entropi di bagian dalam. Sehingga entropi
adalah:
𝒫𝑆 = 𝑆akhir −
𝑆awal (5.3)
Hukum kedua mengharuskan produksi entropi ini sama atau lebih besar dari
nol, jadi:
𝑆akhir − 𝑆awal ≥ 0 (5.4)
Untuk sembarang sistem terisolasi, besarnya produksi entropi adalah sama
dengan perubahan entropi yang terkandung dalam sistem. Dengan demikian
hukum kedua untuk sistem yang diisolasi dapatlah dirumuskan kembali
sebagai:
∆𝑆
≥0 sistem terisolasi (5.5)
Dari kedua tanda pada pernyataan ini, pada umumnya ketidaksamaan yang
berlaku, artimnya berbagai proses di dalam sistem-sistem yang terisolasi akan
memproduksi entropi. Kesamaan berlaku untuk kasus limit yang khusus, yang
berkorespondensi dengan proses yang diidealisasikan sebagai melestarikan
entropi. Pernyataan (5.5) adalah bentuk matematika yang paling lazim bagi
hukum termodinamika yang kedua.
83
ke benda yang lebih panas (gbr. 5.2). Namun, ketika terjadi perpindahan panas
tersebut, pasti memerlukan mesin untuk mencapai perpindahan panas dalam
sistem yang beroperasi dalam siklus termodinamika. Misalnya, pendinginan
makanan dilakukan oleh mesin pendingin yang digerakkan oleh motor listrik
yang membutuhkan kerja dari lingkungan untuk mengo-perasikannya.
Pernyataan Clausius menyiratkan bahwa tidak mungkin untuk membangun
sebuah mesin pendingin di mana siklus beroperasi tanpa masukan kerja.
84
𝑊siklus = 𝑄siklus (5.6)
85
ada satu cara transfer entropi, yaitu, transfer entropi dengan perpindahan
panas yang menyertainya. Untuk volume atur, entropi juga ditransfer ke dalam
dan ke luar oleh aliran massa.
86
menghasilkan pertambahan entropi dari sistema yang diisolasi, yaitu, suatu
produksi entropi.
(a) pencampuran dua gas (b) pembakaran spontan (c) friksi (d) perpindahan
panas
Gambar 5.5 Beberapa proses ireversibel
Pemahaman akan adanya ireversibilitas dari suatu proses riel (yang
sebenarnya) sangat penting dalam rekayasa. Ireversibiltas, atau ke luar dari
kondisi reversibilitas yang ideal mencerminkan pertambahan jumlah energi
yang tak terorganisasi dengan mengorbankan energi yang terorganisasi.
Energi yang terorganisasi (seperti energi suatu bobot yang diangkat ke
ketinggian tertentu) sangat mudah dikerahkan untuk kegunaan praktis. Energi
yang tak terorganisasi (seperti gerakan acak dari molekul-molekul di dalam
gas) memerlukan dilakukan-nya mobilisasi sebelum dapat digunakan secara
efektif. Oleh karena itu seorang rekayasawan selalu berusaha untuk
menciutkan ireversibilitas di dalam berbagai sistem untuk memperoleh
performansi yang lebih baik.
Contoh Soal 5.1
Suatu sistem terdiri atas bejana yang diisolasi yang pada awalnya berisi 4,22
kg uap jenuh pada 10 MPa dan 5,78 air jenuh pada 1 MPa. Berapakah produksi
entropi jika kemudian sistem berada pada keseimbangan.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.1S.
Asumsi:
(1) Volume atur yang ditunjukkan pada gbr. 5.1S dalam keadaan steady.
(2) Tidak ada perpindahan panas yang signifikan di antara bejana dan
lingkungannya 𝑄̇cv = 0 dan kerja pada sistem, 𝑊̇cv = 0.
Pada tingkat keadaan awal:
Cairan jenuh 𝐴 = 5,78 kg pada 1 MPa (10 bar), dari Tabel T-3, temperatur
179,9oC.
𝑢 = 761.68 kJ⁄kg
𝜐 = 1,1273 × 10−3 m3 ⁄kg
𝑠 = 2,1387 kJ⁄(kg ∙ K)
87
Gambar 5.1S Skematis diagram contoh soal 5.1
Uap jenuh 𝐵 = 4,22 kg pada 10 MPa (100 bar), dari Tabel T-4, temperatur
311,06 oC :
𝑢 = 2544,4 kJ⁄kg
𝜐 = 0,01803 m3 ⁄kg
𝑠 = 5,6141 kJ⁄(kg ∙ K)
Sehingga, energi total, volume dan entropi dari sistema sewaktu verada pada
tingkat keadaan awal (1) adalah:
kJ kJ
𝑈1 = (5,78 kg ∙ 761.68 ) + (4,22 kg ∙ 2544,4 ) = 15.140 kJ
kg kg
m3 m3
𝑉1 = (5,78 kg ∙ 1273 × 10−3 ) + (4,22 kg ∙ 0,01803 ) = 0,0826 m3
kg kg
kJ kJ kJ
𝑆1 = (5,78 kg ∙ 2,1387 ) + (4,22 kg ∙ 5,6141 ) = 36,07
kg ∙ K kg ∙ K K
Tingkat keadaan akhir (2) ditentukan dengan analisa hukum pertama. Karena
sistem diisolasi, balans energi menghasilkan:
𝑈2 = 𝑈1 dan 𝑉2 = 𝑉1
Jika seluruh sistem berada dalam kesetimbangan pada akhir proses, dengan
Mtot = 4,22 + 5,78 = 10 kg. Oleh karena itu energi dalam dan volume dapat
dipakai untuk menentukan tingkat keadaan 2. Energi dalam spesifik dan
volume spesifik pada tingkat keadaan akhir menjadi:
𝑈2 15.140 kJ kJ
𝑢2 = = = 1.514
Mtot 10 kg kg
𝑉2 0,0826 m3 m3
𝜐2 = = = 0,00826
Mtot 10 kg kg
Sekarang 𝑢2 dan 𝜐2 telah menetapkan tingkat keadaan akhir. Harga 𝑢2 adalah
sedemikian sehingga dapat dipastikan bahwa tingkat keadaan akhir adalah
campuran cairan uap, yang seimbang pada suatu tekanan yang berada di
88
antara 10 dan 1 MPa. Dengan mencoba berbagai tekanan diperoleh tekanan
akhir adalah 𝑝akhir = 6 MPa, sebagai berikut:
𝜐𝑓 = 1,3187 × 10−3 m3 ⁄kg 𝜐𝑔 = 0,03244 m3 ⁄kg
𝑢𝑓 = 1.205,4 kJ⁄kg 𝑢𝑔 = 2.589,7 kJ⁄kg
𝑠𝑓 = 3,0267 kJ⁄(kg ∙ K) 𝑠𝑔 = 5,8892 kJ⁄(kg ∙ K)
dari 𝜐2 dihitung kualitas akhir:
m3 m3
(1 − 𝑥)(1,3187 × 10−3 ) + 𝑥(0,03244) = 0,00826
kg kg
𝑥 = 0,223
pada kualitas ini energi dalam adalah:
kJ kJ kJ
𝑢 = 0,777 ∙ 1.205,4 + 0,223 ∙ 2.589 = 1.514
kg kg kg
dan terlihat bahwa harga ini sama besar dengan 𝑢2 . Jadi tingkat keadaan
akhirn adalah:
𝑥 = 0,223 𝑝 = 6 MPa
Entropi sistem pada tingkat keadaan ini adalah:
kJ kJ kJ
𝑆2 = 10 kg ∙ (0,777 ∙ 3,0267 + 0,223 ∙ 5,8892 ) = 36,66
(kg ∙ K) (kg ∙ K) K
Karena sistem diisolasi sedemikian sehingga tidak ada perpindahan entropy
menembus batas sistem, sehingga produksi entropi sama dengan
pertambahan dari kandungan entropi. Sehingga:
𝒫𝑆 = 𝑆2 − 𝑆1
produksi entropi pertambahan entropi
89
Gambar 5.6 Pembekuan suatu zat cair
Untuk mendapat jawabannya, perlu ditinjau kedua sistem pembekuan
dan lingkungan, ke mana perpindahan energi yang berasal dari cairan
tersebut. Secara sederhana, bayangkan lingkungan sebagai zat padat lain yang
berasal dari titik leburnya. Kemudian sewaktu energi berpindah dari zat
pertama untuk masuk ke zat kedua, zat pertama membeku dan seiring dengan
ini peleburan terjadi dalam zat kedua. Jadi, sewaktu zat pertama menjadi lebih
terorganisasi secara mikroskopik serta menurun entropinya, berbagai melekul
zat kedua menjadi lebih tak terorganisasi dan meningkat entropinya. Kondisi
yang dituntut hukum kedua hanyalah agar entropi total sistem yang diisolasi
lebih meningkat, untuk kasus ini, turunnya entropi suatu bagian diiringi oleh
naiknya entropi bagian lain, sedangkan entropi total meningkat.
Perilaku serupa diamati pada proses evaporasi (penguapan) dan
kondensasi (pengem-bunan). Evaporasi memerlukan masukan energi dalam
bentuk panas dan entropi meningkat selama proses. Umpamanya, air pada
100oC, dari Tabel T-2, diperoleh harga entropi spesifik cairan dan uap berikut.
𝑠𝑓 = 1,3071 kJ⁄(kg ∙ K) 𝑠𝑔 = 7,3557 kJ⁄(kg ∙ K)
Terlihat behawa benar 𝑠𝑔 lebih besar dari 𝑠𝑓 . Tetapi uap juga dapat
dikondensasikan menjadi air dengan pendinginan, dengan demikian
entropinya menciut dari 𝑠𝑔 ke 𝑠𝑓 . Energi yang berpindah ke tempat lain
menimbulkan penurunan entropi ini akan menghasilkan kenaikan entropi di
sana sehingga kenaikan entropi total akan berharga positif.
Kini uraian kembali kepada persoalan perubahan entropi dari suatu
sistem yang tidak diisolasi. Dari contoh yang telah dikemukakan jelas bahwa
pendinginan menurunkan entropi dari sistem yang didinginkan dan seiring
dengan kejadian ini entropi sekeliling sistema tersebut meningkat. Berbagai
perpindahan entropi selalu terkait dengan perpindahan energi sebagai panas.
Bagaimanapun juga, panas adalah proses perpindahan energi yang tak
terorganisasi, dengan demikian pastilah dapat diharapkan adanya
disorganisasi yang ikut mengalir dengan energi sebagai panas. Dalam berbagai
90
analisa rekayasa berbagai kemudahan akan dapat diperoleh melalui
penggunaan konsep perpindahan entropi dengan panas yang diuraikan tadi.
Bagaimana halnya dengan perpindahan entropi yang dikaitkan dengan
perpindahan energi sebagai kerja? Kerja adalah perpindahan energi yang
secara mikroskopik terorganisasi, dan oleh karena itu bahwa kerja tidak ada
kaitannya dengan perpindahan entropi. Bayangkan suatu sistem yang
memberikan kerja kepada sistem pully (gbr. 5.7), di mana energi disimpan
dalam bentuk yang sepenuhnya dapat diperoleh kembali pada sistem kopling.
Dengan adanya masukan kerja melalui crankshaft yang berputar dihubungkan
dengan sistem belt dalam pola yang terorganisasi sempurna, dan tidak ada
kenaikan entropi yang terjadi pada sistem.
91
Pada tingkat keadaan keseimbangan, entropi adalah sifat termodinamik
zat, dan dari postulasi tingkat keadaan diketahui bahwa entropi adalah fungsi
dari hanya beberapa sifat mikroskopik. Umpamanya, entropi keseimbangan
sejumlah zat kompresibel sederhana adalah suatu fungsi dari energi dan
volume,
𝑆=
𝑆(𝑈, 𝑉) (5.7)
Hal yang ingin dicapai adalah menemukan cara makroskopik untuk
menentukan fungs-fungsi ini.
Seperti halnya pentabulasian energi dalam melalui penggunaan energi
per satuan massa, berbagai kemudahan dapat pula dicapai dengan
mengintensifkan entropi. Sebagai contoh, untuk zat kompresibel sederhana
dapat digunakan entropi spesifik, atau entropi per satuan massa. Simbol 𝑠
digunakan untuk entropi yang diintensifkan, sedangkan 𝑆 digunakan untuk
entropi total (ekstensif).
𝑆
𝑠≡
𝑚
Jadi, untuk zat kompresibel sederhana,
𝑠 = 𝑠(𝑢, 𝑣) (5.8)
Dimensi entropi adalah energi/temperatur, dengan satuan J⁄K atau cal⁄K.
Dengan demikian, dimensi 𝑠 adalah energi/temperatur ∙ massa, dengan satuan
J⁄(kg ∙ K) atau cal⁄(kg ∙ K). Entropi spesifik suatu campuran cairan-uap dapat
dinyatakan dengan menggunakan kualitas 𝑥 dari entropi spesifik cairan dan
uap,
𝑠 = (1 − 𝑥) ∙ 𝑠𝑓 + 𝑥 ∙
𝑠𝑔 (5.9)
Dalam penjelasan selanjutnya akan diteliti hakekat dari berbagai hubungan
fungsional di antara entropi, energi dan volume bagi zat kompresibel
sederhana.
92
aspek energi, atau hukum pertama, perspektif dan efisiensi termal dari siklus
daya dan COP untuk pendinginan dan siklus pompa kalor.
93
Gambar 5.8 Efisiensi Carnot terhadap 𝑇H pada 𝑇C = 298 K
Asumsi:
1. Sistem yang ditunjukkan pada gbr. 5.2S menjalankan siklus daya.
2. Setiap transfer energi positif dalam arah panah.
94
Analisis: Efisiensi termal maksimum untuk setiap siklus daya yang
beroperasi antara dua reservoir termal diberikan oleh pers. 5.10. Dengan
temperatur yang ditentukan:
𝑇C 400 K
𝜂max = 1 − = 1− = 0,8 (80%)
𝑇H 2.000 K
(a) Efisiensi termal yang diberikan adalah 𝜂 = 60%. Karena 𝜂 < 𝜂maz , siklus
beroperasi ireversibel ⊲
(b) Menggunakan data 𝑄H = 1000 kJ, 𝑊siklus = 850 kJ, efisiensi termal
adalah:
𝑊siklus 850 kJ
𝜂= = = 0,85 (85%)
𝑄H 1000 kJ
Karena 𝜂 > 𝜂max , siklus daya tidak mungkin ⊲
(c) Menerapkan kesetimbangan energi dengan data yang diberikan:
𝑊siklus = 𝑄H − 𝑄C = 1000 kJ − 200 kJ = 800 kJ
Efisiensi termal menjadi:
𝑊siklus 800 kJ
𝜂= = = 0,8 (80%)
𝑄H 1000 kJ
Karena 𝜂 = 𝜂max , siklus daya beroperasi reversibel ⊲
𝑄C 𝑄C
COPref = = (5.11)
𝑊siklus 𝑄H − 𝑄C
dan, koefisien kinerja sistem siklus refrigerasi reversibel saat beroperasi
maksimum (COPmax ) antara dua reservoir adalah:
𝑇C
COPref max = (5.12)
𝑇H − 𝑇C
Demikian pula, ekspresi untuk koefisien kinerja sistem apa pun yang
menjalani siklus pompa kalor reversibel yang beroperasi di antara dua
reservoir adalah:
𝑄H
COPHP =
𝑊siklus
𝑄H
= (5.13)
𝑄H − 𝑄C
95
dan, koefisien kinerja sistem siklus pompa reversibel saat beroperasi
maksimum (𝛾max ) di antara dua reservoir adalah:
𝑇H
COPHP max = (5.14)
𝑇H − 𝑇C
Perlu diingat, temperatur yang digunakan untuk menentukan COPref ,
COPref max , COPHP dan COPHP harus temperatur absolut dalam skala Kelvin (K).
Dari pembahasan pada bagian 5.6.1, maka pers. (5.12 dan (5.14) adalah
maksimum koefisien kinerja yang dapat dimiliki oleh setiap siklus
pendinginan dan pompa kalor saat beroperasi di antara dua reservoir pada
temperatur 𝑇H dan 𝑇C . Adapun kasus efisiensi Carnot, dapat digunakan sebagai
standar pembanding untuk aktual mesin pendingin dan pompa kalor. Dalam
contoh berikut, dilakukan evaluasi koefisien kinerja lemari es dan
dibandingkan dengan nilai teoretis maksimum, yang menggambarkan
penggunaan persamaan tersebut implikasi dari pernyataan hukum kedua
termodinamika.
Contoh Soal 5.3
Refrigeran bersirkulasi secara steady pada temperatur rendah melalui saluran
di dinding kompartemen freezer, di mana mesin pendingin mempertahankan
kompartemen freezer pada -5oC ketika udara di sekitar mesin pendingin
berada pada 22oC. Laju perpindahan panas dari kompartemen freezer ke
refrigeran adalah 8000 kJ/h dan input daya yang diperlukan untuk
mengoperasikan mesin pendingin adalah 3200 kJ/h. Tentukan koefisien
kinerja mesin pendingin dan bandingkan dengan koefisien dengan kinerja
siklus refrigerasi reversibel yang beroperasi di antara reservoir pada dua
temperatur yang sama.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.3S.
Diketahui: Refrigerasi menjaga kompartemen freezer pada −5℃(268 K).
Laju perpindahan panas dari ruang mesin pendingin 8000 kJ/h, daya input
3200 kJ/h, dan temperatur udara lingkungan 22℃(295 K).
Asumsi:
(1) Sistem bekerja dalam keadaan steady,
(2) Kompartemen freezer dan udara luar dianggap sebagai reservoir dingin
dan panas,
(3) Perpindahan energi dianggap positif dalam arah panas yang ditunjukkan
pada skematis diagram.
96
Gambar 5.3S Skematis diagram contoh soal 5.3
Analisis: masukkan nilai-nilai data operasional yang diberikan ke dalam pers.
5.11, maka koefisien kinerja mesin pendingin adalah:
𝑄̇C 8000 kJ/h
COPref = = = 2,5 ⊲
𝑊̇siklus 3200 kJ/h
Substitusikan nilai ke dalam pers. 5.11, memberikan nilai koefisien kinerja
maksimum siklus mesin pendingin yang beroperasi di antara temperatur
reservoir 𝑇C = −5℃(268 K) dan 𝑇H = 22℃(295 K)
𝑇C 268 K
COPref max = = = 9,9 ⊲
𝑇H − 𝑇C (295 K − 268 K)
Karena koefisien kinerja mesin pendingin (COPref ) lebih kecil daripada nilai
koefisien kinerja maksimum siklus mesin pendingin (COPref max ) yang bekerja
pada dua temperatur resevoir yang sama, maka siklus mesin pendingin
beroperasi ireversibel ⊲
97
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.4S.
98
Input kerja teoritis minimum untuk satu hari operasi adalah
37.714,29 kJ⁄hari.
(b) Menggunakan data hasil di (a), dari harga biaya per kW ∙ h, maka:
harga / hari kJ 1 hari 2,78 × 10−4 ∙ kW ∙ 24 h
[ teoritis ] = (37.714,29 )∙( )| |
hari 24 h kJ⁄jam
minimum
Rp 1.444,70
∙( ) = Rp 15.147,06 ⊲
kW ∙ h
5.7 Siklus Carnot
Siklus Carnot adalah siklus reversible yang didefinisikan oleh dua
proses isotermal dan dua proses isentropik (gbr. 5.9). Karena proses isentropik
reversibel adalah adiabatik, perpindahan energi sebagai panas ke atau dari zat
yang mengalami suatu siklus Carnot berlangsung hanya selama berbagai
proses isothermal. Siklus Carnot merupakan suatu mesin 2T reversible, jadi
perbandingan di antara berbagai perpindahan energi sebagai panas, seperti
yang didefinisikan dalam gbr. 5.9, dinyatakan oleh:
𝑄H 𝑇H
=
𝑄C 𝑇C
99
diinginkan adalah agar ini sekecil mungkin. Hal ini menyarankan bahwa harga
𝑇H yang dekat dengan harga 𝑇C sangat diinginkan. Suatu daur refrigerasi dinilai
dengan menggunakan koefisien kinerja sistem (coefficient of performance of
Carnot, disingkat cop):
coprefrigerasi
𝑄C
= (5.16)
𝑊
Untuk refrigerator Carnot,
𝑄𝐶
cop =
𝑄H − 𝑄C
𝑇C
= (5.17)
𝑇H − 𝑇C
𝑄H 𝑇H
cop = = (5.19)
𝑄H − 𝑄C 𝑇H − 𝑇C
Siklus Carnot sangat berguna untuk memperkirakan berbagai limit
efisiensi bagi temperatur-temperatur kerja yang diberikan. Tidak suatu sistem
riel pun, yang bekerja di antara temperatur-temperatur yang sama dapat
menandingi performansi siklus Carnot, karena efisiensi dari sembarang mesin
2𝑇 yang reversibel adalah lebih kecil dari efisiensi siklus Carnot. Sayang sangat
100
sukar untuk membuat suatu perangkat riel yang bekerja dengan siklus Carnot,
dan nilai utama dari siklus Carnot adalah sebagai standar pembanding untuk
berbagai sistem konversi energi dan refrigerator riel.
Contoh Soal 5.5
Seorang penemu (inventor) mengaku telah mengembangkan siklus daya yang
mampu menghasilkan kerja netto 410 kJ untuk input energi dengan
perpindahan panas 1000 kJ. Sistem mengalami siklus yang menerima
perpindahan panas dari gas pada temperatur 500 K dan mengeluarkan energi
dengan perpindahan panas ke atmosfer pada 300 K. Evaluasikan pengakuan
inventor tersebut.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 5.5S.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Mengapa diperlukan hukum kedua termodinamika?
101
2. Sifat konseptual dasar apa yang mendasari hukum kedua?
3. Apakah hukum pertama memustahilkan kemungkinan penguraian air
secara spontan menjadi hidrogen dan oksigen di dalam sebuah wadah
yang diisolasi?
4. Apakah entropi dari sesuatu pernah akan menciut?
5. Apakah entropi berpindah dengan panas? Dengan massa? Dengan kerja?
6. Aapakah entropi itu sebuah sifat yang intensif atau ekstensif?
7. Dapatkah entropi suatu sistem berkurang?
8. Apa hubungan konsep ketidakpastian dengan termodinamika?
9. Apakah proses reversibel itu? Apakah proses ireversibel itu?
10. Sebuah mesin reversibel 2𝑇 menggunakan air raksa sebagai fluida kerja,
dan mesin lain menggunakan uap (steam). Apabila kedua mesin bekerja
di antara dua temperatur yang sama, bagaimanakah efisiensi-efisiensinya
akan berbeda?
Soal-Soal
1. Seorang inventor mengaku telah mengembangkan suatu sistem siklus
daya yang menerima energi dari reservoir panas 1000 oC dan
mengeluarkan ke reservoir lainnya pada 300oC. Efisiensi termal
dianggap 65% untuk siklus ini. Evaluasi pengakuan ini.
2. Suatu proposal siklus menerima energi dari perpindahan panas uap jenuh
pada tekanan 1 atmosfer dan mengeluarkan energi dengan perpindahan
panas ke dekat sungai pada temperatur 21oC. Mungkinkah siklus ini
mencapai efisiensi termal 30%?
3. Pada keadaan steady, suatu instalasi pembangkit tenaga uap
membangkitkan laju energi listrik 106 kW. Temperatur rata-rata uap
meninggalkan boiler 600 K, dan temperatur rata-rata air pendingin
meninggalkan kondensor 300 K. Tentukan laju teoritis minimum energi
yang dipindahkan ke air pendingin, dalam kW. Apa konsekuensi yang bisa
diakibatkan dari perpindahan energi ini ke lingkungan?
4. Pada keadaan steady, suatu siklus daya dengan efisiensi termal 38%
membangkitkan daya 100 MW listrik sambil mengeluarkan energi
dengan perpindahan panas ke air pendingin pada temperatur rata-rata
21oC. Temperatur rata-rata uap meninggalkan boiler adalah 482 oC.
Tentukan:
(a) Laju perpindahan energi yang dipindahkan ke air pendingin, dalam
kW.
(b) Laju teoritis minimum energi yang bisa dibuang air pendingin,
dalam kW. Bandingkan hasilnya dengan laju aktual.
5. Sebuah aplikasi paten menggambarkan suatu mesin pendingin
(refrigerator) yang dapat menjaga ruang pendingin pada temperatur −7℃
102
sambil beroperasi pada temperatur lingkungan 24℃. Koefisien kinerja
sistem dinyatakan 9,0. Apakah koefisien kinerja sistem ini bisa
dilakukan?
6. Suatu pompa kalor dengan koefisien kinerja sistem 3,5 memberikan
energi rata-rata 70.000 kJ/h untuk menjaga temperatur bangunan pada
20℃ pada saat temperatur lingkungan −5℃. Jika harga energi listrik
adalah Rp 1.444,70 per kW ∙ h, tentukan:
(a) Biaya operasi aktual dan biaya operasi teoritis mínimum, dalam
Rp/hari.
(b) Bandingkan hasil bagian (a) dengan biaya jika menggunakan energi
listrik.
7. Air di dalam silinder-piston bekerja sebagai siklus daya Carnot. Selama
ekspansi isotermal, air dipanaskan dari keadaan cair jenuh ke uap jenuh
pada tekanan 15 bar. Uap kemudian berekspansi secara adibatis pada
tekanan 1 bar dan kualitas uap 84,9%. Untuk setiap 1 kg air:
(a) Tunjukkan siklus pada diagram 𝑝-𝑣,
(b) Tentukan panas dan kerja untuk setiap proses, dalam kJ.
8. Suatu siklus refrigerasi dengan koefisien kinerja sistem 75%, bekerja pada
di antara temperatur reservoir dingin −5℃ dan reservoir panas 40℃.
Pada keadaan operasional steady, tentukan daya input, dalam kW per kW
pendinginan, yang diperlukan untuk:
(a) Siklus refrigerasi actual, dan
(b) siklus refrigerasi reversibel. Bandingkan hasilnya.
9. Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 5.6S, suatu pompa kalor
memindahkan energi dengan perpindahan panas ke air yang menguap
dari cair jenuh (saturated liquid) ke uap jenuh (saturated vapor) pada
tekanan 2 bar dan laju alir massa 0,05 kg/s. Pompa kalor menerima
dengan perpindahan panas dari sungai pada 16℃. Ini adalah satu-
satunya transfer panas yang signifikan. Efek energi kinetik dan potensial
dapat diabaikan. Lembar data (name plate) yang pudar dan sulit dibaca
menunjukkan daya yang dibutuhkan oleh pompa kalor pada keadaan
tunak adalah 35 kW. Bisakah nilai menjadi benar? Jelaskan.
103
Gambar 5.6S Skematis diagram soal no. 9
10. Sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 5.7S, suatu siklus daya menerima
750 kJ perpindahan panas pada temperatur 1500 K dan mengeluarkan
energi pada 100 kJ sebagai perpindahan panas pada 500 K. Perpindahan
panas lain dari sistem terjadi pada temperatur 1000 K. Tentukan efisiensi
termal sistem.
104
BAB VI
SISTEM TENAGA UAP
105
prinsip kekekalan energi mengharuskan kerja netto yang dihasilkan oleh
siklus tenaga sebanding dengan kalor yang ditambahkan. Satu hal penting
yang dapat dideduksi dari hukum kedua termodinamika adalah bahwa
efisiensi termal, yang mengindikasikan seberapa banyak kalor yang
ditambahkan terkonversi menjadi keluaran kerja netto, harus lebih kecil
dari 100%. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan
efisiensi termodinamika terjadi bersamaan dengan pengurangan
ireversibilitas. Akan tetapi, seberapa jauh ireversibilitas dapat dikurangi
dalam sistem pembangkit tenaga tergantung dari faktor termodinamika,
ekonomi dan faktor-faktor lainnya.
106
6.2 Analisis Sistem Tenaga Uap
Dasar-dasar yang diperlukan untuk melakukan analisis termodina-
mika dari sistem pembangkit uap mencakup prinsip kekekalan massa dan
energi, hukum kedua, dan data termodinamika. Prinsip-prinsip ini berlaku
untuk setiap komponen pembangkit tenaga uap seperti turbin, pompa, dan
alat penukar kalor, dan juga pada seluruh pembangkit tenaga yang lain.
Tujuan dari sub-bab ini adalah untuk memperkenalkan siklus Rankine,
yang merupakan suatu siklus termodinamika yang memodelkan sub -
sistem A pada gbr. 6.1. Pembahasan akan dimulai dengan analisis
termodinamika dari sub-sistem ini.
107
Gambar 6.2 Analisis subsistem A
Kondensor. Dalam kondensor terjadi perpindahan panas dari uap ke
air pendingin yang mengalir dalam aliran yang terpisah. Uap terkondensasi
dan dan temperatur air pendingin meningkat. Pada kondisi steady,
kesetimbangan laju massa dan energi untuk volume atur yang melingkupi bagian
kondensasi dari penukar kalor adalah:
𝑄̇𝑜𝑢𝑡
= ℎ2 − ℎ3 (6.2)
𝑚̇
dengan 𝑄̇𝑜𝑢𝑡 ⁄𝑚̇ merupakan laju perpindahan energi dari fluida kerja ke air
pendi-ngin per satuan massa fluida kerja yang melalui kondensor.
Perpindahan energi ini bernilai positif ke arah tanda panah seperti
diperlihatkan pada gbr. 6.2.
Pompa. Kondensat cair yang meninggalkan kondensor di kondisi 3
dipompa dari kondensor ke dalam boiler yang bertekanan lebih tinggi.
Dengan menggunakan volume atur di sekitar pompa dan mengasumsikan
tidak ada perpindahan panas dengan sekitarnya, kesetimbangan laju massa
dan energi adalah:
𝑊̇𝑝
= ℎ4 − ℎ3 (6.3)
𝑚̇
dengan 𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇ adalah tenaga masuk per satuan massa yang melalui pompa.
Perpindahan energi adalah positif searah dengan tanda panah pada gbr.
6.2.
Boiler. Fluida kerja menyelesaikan siklus ketika cairan yang mening-
galkan pompa pada kondisi 4 yang disebut air pengisian (feeding water),
dipanaskan sampai jenuh dan diuapkan di dalam boiler. Dengan
menggunakan volume atur yang melingkupi tabung boiler dan drum yang
mengalirkan air pengisian dari kondisi 4 ke kondisi 1, kesetimbangan laju
massa dan energi menghasilkan:
108
𝑄̇𝑖𝑛
= ℎ1 − ℎ4 (6.4)
𝑚̇
dengan 𝑄̇𝑖𝑛 ⁄𝑚̇ adalah laju perpindahan panas dari sumber energi ke dalam
fluida kerja per satuan massa yang melalui boiler.
Parameter Kinerja.
Efisiensi termal mengukur seberapa banyak energi yang masuk ke
dalam fluida kerja melalui boiler yang dikonversi menjadi ke luaran kerja
netto. Efisiensi termal dari siklus tenaga pada gbr. 6.2 adalah:
Jika kondisi 1 sampai dengan 4 tidak berubah, pers. 6.1 hingga 6.6
dapat diaplikasikan untuk menentukan kinerja termodinamika pembangkit
109
tenaga uap sederhana. Karena persamaan-persamaan ini diperoleh dari
kesetimbangan laju massa dan energi, persamaan-persamaan ini berlaku
untuk kinerja aktual yang memiliki ireversibilitas maupun kinerja ideal.
Bisa diperkirakan bahwa ireversibilitas dari berbagai komponen
pembangkit tenaga akan mempengaruhi kinerja keseluruhan. Walaupun
demikian, sangat disarankan untuk tetap memperhatikan siklus ideal di
mana ireversibilitas tidak terjadi, karena siklus semacam itu menjadi limit
atas bagi kinerja siklus Rankine. Siklus ideal juga memberikan kemudahan
dalam mempelajari berbagai aspek kinerja pembangkit tenaga uap.
110
Siklus Rankine ideal juga mencakup kemungkinan melakukan
pemanasan lanjut pada uap, seperti siklus l'−2'−3−4−1'. Pentingnya
pemanasan lanjut akan dibicarakan dalam sub-bab 6.3.
Karena pompa diidealisasikan beroperasi tanpa ireversibilitas, maka
untuk mengevaluasi kerja pompa menggunakan persamaan:
𝑊̇𝑝
( )
𝑚̇ int
rev
4
= ∫ 𝜈 𝑑𝑝 (6.7a)
3
dengan subskrip ”int rev” menunjukkan bahwa persamaan ini terbatas
untuk suatu proses yang reversibel secara internal melalui pompa.
Penyelesaian integral dalam pers. 6.7a memerlukan suatu hubungan antara
volume spesifik dan tekanan pada proses yang dimaksud. Karena volume
spesifik dari cairan biasanya berubah hanya sedikit ketika cairan mengalir
dari bagian masuk ke bagian ke luar pompa, nilai dari integral tersebut
dapat diperkirakan dengan cukup baik dengan menggunakan nilai volume
spesifik, 𝜈3 , di bagian masuk pompa sebagai nilai yang konstan selama
proses berlangsung. Maka:
𝑊̇𝑝
( ) = 𝜈3 (𝑝4
𝑚̇ int
rev
− 𝑝3 ) (6.7b)
Contoh berikut mengilustrasikan analisis siklus Rankine ideal.
Perhatikan bahwa dalam contoh ini dan beberapa contoh selanjutnya
terdapat sedikit penyimpangan dari metodologi pemecahan masalah yang
biasanya dilakukan. Pada bagian analisis dalam prosedur penyelesaian,
awalnya perhatian difokuskan pada perhitungan sistematis terhadap
entalpi spesifik dan nilai properti lain yang dibutuhkan pada setiap kondisi
yang diberi nomor sesuai dalam siklus. Ini menghilangkan keperluan
menginterupsi proses penyelesaian berulangkali untuk menghitung
properti dan memperkuat apa yang diketahui tentang proses di setiap
komponen, karena informasi dan asumsi yang diberikan biasanya
diperlukan untuk menetapkan kondisi-kondisi tersebut.
Contoh Soal 6.1
Uap merupakan fluida kerja dalam sebuah siklus Rankine ideal. Uap jenuh
masuk ke dalam turbin pada 8,0 MPa dan cairan jenuh ke luar dari
kondensor pada tekanan 0,008 MPa. Keluaran kerja netto siklus adalah
100 MW. Tentukanlah untuk siklus tersebut: (a) efisiensi termal, (b) nisbah
kerja balik, (c) laju aliran massa uap, dalam kg/ h, (d) laju perpindahan
panas, 𝑄̇in , ke dalam fluida kerja sewaktu mengalir melalui boiler, dalam
MW, (e) laju perpindahan panas, 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika melewati
111
kondensor, dalam MW, (f) laju aliran massa air pendingin kondensor,
dalam kg/h, jika air pendingin masuk kondensor pada 15°C dan ke luar
pada 35°C.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.1S.
𝑠2 − 𝑠𝑓 5,7432 − 0,5926
𝑥2 = = = 0,6745
𝑠𝑔 − 𝑠𝑓 7,6361
Maka entalpi menjadi:
112
ℎ2 = ℎ𝑓 + 𝑥2 ℎ𝑓𝑔 = 173,88 + (0,6745) ∙ 2403,1 = 1794,8 kJ/kg
Kondisi 3 adalah cairan jenuh pada 0,008 MPa, sehingga ℎ2 =
173,88 kJ/kg.
Kondisi 4 ditetapkan oleh tekanan boiler 𝑝4 dan entropi spesifik 𝑠4 =
𝑠3 . Entalpi spesifik ℎ4 , dapat dihitung melalui interpolasi dalam tabel
cairan hasil kompresi. Akan tetapi, karena data cairan hasil kompresi relatif
jarang dijumpai, dapat digunakan pers. 8.3 untuk mendapatkan ℎ4 , dan
menggunakan pers. 8.7b untuk memperkirakan kerja pompa. Dengan
memakai pendekatan ini:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇𝑝 ⁄𝑚̇ = ℎ3 + 𝜈3 (𝑝4 − 𝑝3 )
Dengan memasukkan nilai dari Tabel T-3:
ℎ4 = 173,88 kJ⁄kg
+ (1,008 × 10−3 m3 ⁄kg)(8,0
106 N⁄m2 1 kJ
− 0,008)MPa | || 3 |
1 MPa 10 N ∙ m
= 173,88 + 8,06 = 181,94 kJ⁄kg
a. Kerja netto yang dihasilkan oleh siklus ini adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p
Kesetimbangan laju massa dan energi untuk volume atur di sekeliling
turbin dan pompa masing-masing menghasilkan:
𝑊̇t 𝑊̇p
= ℎ1 − ℎ2 dan = ℎ4 − ℎ3
𝑚̇ 𝑚̇
di mana 𝑚̇ adalah laju aliran massa uap. Laju perpindahan panas ke
fluida kerja ketika melewati boiler ditentukan dengan menggunakan
kesetimbangan laju massa dan energi untuk mendapatkan:
𝑄̇in
= ℎ1 − ℎ4
𝑚̇
Efisiensi termalnya adalah:
𝑊̇t − 𝑊̇p (ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
𝜂= =
𝑄̇in ℎ1 − ℎ4
(2758,0 − 1794,8) − (181,94 − 173,88) kJ⁄kg
=
(2758,0 − 181,94) kJ⁄kg
= 0,371 (37,1%) ⊲
113
8,06
= = 8,37 × 10−3 (0,84%) ⊲
963,2
c. Laju aliran massa uap diperoleh dari persamaan untuk kerja netto yang
diperoleh pada bagian (a). Jadi:
𝑊̇siklus
𝑚̇ =
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
(100 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
=
(963,2 − 8,06) kJ⁄kg
= 3,77 × 105 kg⁄h ⊲
d. Dengan menggunakan pers. 𝑄̇in dari bagian (a) dan nilai entalpi spesifik
yang telah dihitung sebelumnya:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
(3,77 × 105 kg⁄h)(2758,0 − 181,94) kJ⁄kg
=
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
= 269,77 MW ⊲
e. Kesetimbangan laju massa dan energi yang diterapkan pada volume atur
yang mengelilingi sisi uap dari kondensor memberikan:
𝑄̇out = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
(3,77 × 105 kg⁄h)(1794,8 − 173,88) kJ⁄kg
=
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
= 169,75 MW ⊲
Perhatikan bahwa rasio 𝑄̇out terhadap 𝑄̇in adalah 0,629 (62,9%).
Sebagai alternatif, 𝑄̇out dapat ditentukan dari kesetimbangan laju energi
terhadap instalasi pembangkit tenaga uap keseluruhan. Pada kondisi
steady, daya netto yang dihasilkan sebanding dengan perpmdahan kalor
ke pembangkit:
𝑊̇siklus = 𝑄̇in − 𝑄̇out
Dengan menyusun ulang persamaan ini dan memasukkan nilai-nilai
yang diketahui:
𝑄̇out = 𝑄̇in − 𝑊̇siklus = 269,77 MW − 100 MW = 169,77 MW
Perbedaan tipis pada nilai di atas jika dibandingkan dengan nilai
sebelumnya disebabkan oleh pembulatan.
114
Pembilang dalam persamaan di atas telah dihitung di bagian (e). Untuk
air pendingin, ℎ ≈ ℎ𝑓 (𝑇), jadi dengan nilai entalpi cairan jenuh dari
Tabel T-2 pada temperatur masuk dan ke luar dari air pendingin:
(169,75 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
𝑚̇cw = = 7,3 × 106 kg⁄h ⊲
(146,68 − 62,99) kJ⁄kg
115
berlaku juga untuk siklus ideal lainnya yang dibahas pada bab ini dan
berikutnya.
Persamaan 6.8 digunakan untuk mempelajari pengaruh perubahan
dalam tekanan boiler dan kondensor terhadap efisiensi siklus. Walaupun
kesimpulan ini diperoleh berdasarkan siklus Rankine ideal, kesimpulan ini
secara kualitatif berlaku juga untuk kondisi instalasi pembangkit tenaga
uap yang aktual. Gambar 6.4a menunjukkan dua siklus ideal yang memiliki
tekanan kondensor yang sama tapi tekanan boiler yang berbeda. Melalui
pengamatan, temperatur rata-rata penambahan kalor terlihat lebih besar
untuk siklus l'-2'-3'-4'- l' yang memiliki tekanan lebih besar dibandingkan
siklus 1-2-3-4-1. Dapat disimpulkan bahwa pening-katan tekanan boiler
pada siklus Rankine ideal cenderung meningkatkan efisiensi termal.
Gambar 6.4b memperlihatkan dua siklus dengan tekanan boiler yang
sama tetapi tekanan kondensor yang berbeda. Satu kondensor beroperasi
pada tekanan atmosfer dan lainnya pada tekanan di bawah tekanan
atmosfer. Temperatur pelepasan kalor pada siklus 1-2-3-4-1 yang
berkondensasi pada tekanan atmosfer adalah 100°C. Temperatur
pelepasan kalor pada siklus l-2"-3"-4"-l yang bertekanan lebih rendah
adalah lebih rendah, sehingga siklus ini memiliki efisiensi termal yang lebih
besar. Dapat disimpulkan bahwa penurunan tekanan kondensor cenderung
meningkatkan efisiensi termal.
(a) (b)
(a) Pengaruh tekanan boiler (b) Pengaruh tekanan kondensor
Gambar 6.4 Pengaruh variasi tekanan operasi pada siklus Rankine ideal.
116
dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan, sehingga menghasilkan
peningkatan yang signifikan pada kerja netto dan efisiensi termal.
Penambahan kondensor memungkinkan fluida kerja untuk mengalir dalam
siklus tertutup. Pengaturan ini memungkinkan sirkulasi kontinu oleh
fluida kerja, sehingga air murni yang tingkat korosinya lebih rendah
daripada air ledeng dapat dimanfaatkan.
117
Gambar 6.5 Perbandingan siklus Rankine ideal dengan siklus Carnot
Jauh lebih mudah untuk mengkondensasi uap seluruhnya dan hanya
menangani cairan dalam pompa, seperti yang dilakukan dalam siklus
Rankine. Pemompaan dari kondisi 3 ke 4 dan pemanasan pada tekanan
konstan tanpa kerja dari 4 ke 4' merupakan proses yang cukup mudah
untuk dicapai dalam praktik.
118
isentropik dari daerah masuk turbin ke tekanan ke luar turbin.
Ireversibilitas dalam turbin menyebabkan penurunan yang cukup
signifikan dalam keluaran daya netto dari pembangkit tenaga.
119
energi ke air pendingin ketika fluida kerja mengalami kondensasi.
Walaupun cukup banyak energi yang dibawa pergi oleh air pendingin,
ternyata pemanfaatannya terbatas. Untuk kondensor di mana uap
berkondensasi dekat dengan temperatur ambien, air pendingin mengalami
peningkatan hanya beberapa derajat lebih tinggi dari temperatur ambien
ketika melalui kondensor sehingga memiliki kegunaan yang terbatas. Oleh
karena itu, signifikansi dari rugi ini jauh lebih kecil daripada yang diduga
dari besarnya energi yang dipindahkan ke air pendingin. Pemanfaatan
kondensor air pendingin dibicarakan lebih jauh di sub-bab 6.6 dengan
menggunakan konsep exergi.
Selain yang sudah disebutkan sejauh ini, terdapat beberapa sumber
ketidakidealan lainnya. Sebagai contoh, perpindahan panas ”liar” dari
permukaan-permukaan luar komponen pembangkit tenaga uap memiliki
efek yang merugikan kinerja, karena rugi-rugi tersebut mengurangi
keefektifan konversi dari masukan kalor menjadi keluaran kerja. Pengaruh
gesekan yang mengakibatkan penurunan tekanan merupakan sumber
ireversibilitas internal ketika fluida kerja mengalir melalui boiler,
kondensor, dan pipa-pipa yang menghubungkan berbagai komponen.
Analisis termodinamika yang terperinci akan memperhitungkan efek-efek
ini. Akan tetapi, untuk memudahkan pembahasan, efek-efek tersebut akan
diabaikan dalam diskusi-diskusi selanjutnya. Jadi, gbr. 6.3 tidak menun-
jukkan adanya penurunan tekanan dalam aliran yang melalui boiler dan
kondensor atau antara komponen-komponen pembangkit lainnya. Hal lain
yang mempengaruhi kinerja dapat dilihat dari peletakan kondisi 3 pada
gbr. 6.3. Pada kondisi ini, temperatur fluida kerja yang ke luar dari
kondensor memiliki nilai yang lebih rendah daripada temperatur jenuh
yang berkaitan dengan tekanan kondensor. Hal ini merugikan karena
diperlukan perpindahan panas yang lebih besar di dalam boiler untuk
mengubah air ke kondisi jenuh. Pada contoh berikut, siklus Rankine ideal
dalam Contoh 6.2 dimodifikasi untuk memperhitungkan pengaruh
ireversibilitas dalam turbin dan pompa.
Contoh Soal 6.2
Ulangi lagi analisis terhadap siklus tenaga uap pada Contoh 6.1, tapi kali ini
turbin dan pompa masing-masing memiliki efisiensi isentropik sebesar
85%. Tentukanlah untuk siklus yang dimodifikasi ini (a) efisiensi termal,
(b) laju aliran massa uap, kg/h, untuk keluaran daya netto sebesar 100 MW,
(c) laju perpindahan panas, 𝑄̇in ke dalam fluida kerja ketika melalui boiler,
dalam MW, (d) nilai perpindahan panas, 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika
melalui kondensor, dalam MW, (e) laju aliran massa air pendingin
kondensor, kg/h, jika air pendingin masuk ke kondensor pada 15°C dan ke
luar pada 35°C. Jelaskan pengaruh ireversibilitas di dalam turbin dan
pompa terhadap siklus uap tersebut.
120
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.1S dan diagram 𝑇 − 𝑠 ditunjukkan
pada gbr. 6.2S.
di mana ℎ2𝑠 adalah entalpi spesifik pada kondisi 2s dalam diagram T−s.
Dari penyelesaian Contoh 6.1, ℎ2𝑠 = 1794,8 kJ/kg. Menyelesaikan ℎ2 dan
memasukkan nilai yang diketahui:
ℎ2 = ℎ1 − 𝜂𝑡 (ℎ1 − ℎ2𝑠 )
= 2758 − 0,85(2758 − 1794,8) = 1939,3 kJ/kg
Kondisi 3 sama dengan Contoh 6.1, jadi ℎ3 = 173,88 kJ/kg.
121
Untuk menentukan entalpi spesifik pada bagian ke luar pompa,
kondisi 4, lakukan penyederhanaan terhadap kesetimbangan laju massa
dan energi untuk volume atur di sekeliling pompa untuk memperoleh
𝑊̇p ⁄𝑚̇ = ℎ4 − ℎ3 . Setelah disusun ulang, entalpi spesifik pada kondisi 4
adalah:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇p ⁄𝑚̇
Untuk menentukan ℎ4 dari persamaan ini diperlukan kerja pompa, yang
dapat diperoleh dari efisiensi pompa, 𝜂p , sebagai berikut. Berdasarkan
definisi:
(𝑊̇p ⁄𝑚̇)
s
𝜂p =
(𝑊̇p ⁄𝑚̇)
Suku (𝑊̇p ⁄𝑚̇) dapat dievaluasi dengan menggunakan pers. 6.7b. Maka
s
penyelesaian terhadap (𝑊̇p ⁄𝑚̇) menghasilkan:
𝑊̇p 𝑣3 (𝑝4 − 𝑝3 )
=
𝑚̇ 𝜂p
Pembilang dari persamaan di atas telah ditentukan pada penyelesaian
Contoh 6.1, maka:
𝑊̇p 8,06 kJ⁄kg
= = 9,48 kJ⁄kg
𝑚̇ 0,85
Maka entalpi spesifik pada bagian ke luar pompa adalah:
ℎ4 = ℎ3 + 𝑊̇p ⁄𝑚̇ = 173,88 + 9,48 = 183,36 kJ⁄kg
a. Daya netto yang dihasilkan oleh siklus adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p = 𝑚̇[(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )]
Laju perpindahan panas ke fluida kerja ketika melalui boiler adalah:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
Jadi, efisiensi termal adalah:
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
𝜂=
(ℎ1 − ℎ4 )
Dengan memasukkan nilai yang diketahui:
(2758 − 1939,3) − 9,48
𝜂= = 0,314 (31,4%) ⊲
(2758 − 183,36)
b. Dengan menggunakan persamaan untuk daya netto dalam bagian (a),
laju aliran massa uap adalah:
𝑊̇siklus
𝑚̇ =
(ℎ1 − ℎ2 ) − (ℎ4 − ℎ3 )
(100 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
= = 4,449 × 105 kg⁄h ⊲
(818,7 − 9,48) kJ⁄kg
122
c. Dengan menggunakan persamaan untuk 𝑄̇in dari bagian (a) dan nilai-
nilai entalpi spesifik yang dihitung sebelumnya:
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 )
(4,449 × 105 kg⁄h)(2758 − 183,36) kJ⁄kg
= = 318,2 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
d. Laju perpindahan panas dari uap kondensasi ke air pendingin adalah:
𝑄̇out = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
(4,449 × 105 kg⁄h)(1939,3 − 173,88) kJ⁄kg
= = 218,2 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
e. Laju aliran massa air pendingin dapat ditentukan dari:
𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇cw =
(ℎcw,out − ℎcw,in )
(218,2 MW)|103 kW⁄MW||3600 s⁄h|
= = 9,39 × 106 kg⁄h ⊲
(146,68 − 62,99) kJ⁄kg
123
superheater. Kombinasi boiler dan superheater dikenal sebagai generator
uap. Gambar 6.3 menunjukkan siklus Rankine ideal dengan uap panas
lanjut di bagian masuk turbin: siklus l'−2'−3−4−l'. Siklus dengan pemanas
lanjut memiliki temperatur rata-rata yang lebih tinggi karena ada
penambahan panas dibandingkan dengan siklus tanpa ada superheater
(siklus 1−2−3−4−1), sehingga efisiensi termalnya pun lebih tinggi. Selain
itu, kualitas pada bagian ke luar turbin kondisi 2' lebih besar daripada pada
kondisi 2, yang adalah kondisi bagian ke luar turbin tanpa superheater.
Oleh sebab itu, superheater juga memiliki kecenderungan menghilangkan
masalah kualitas uap yang rendah pada bagian ke luar turbin. Dengan
pemanasan lanjut yang memadai, kondisi bagian ke luar turbin dapat
mencapai daerah uap panas lanjut.
Pemanasan ulang. Modifikasi lebih lanjut yang umum dipakai di
dalam instalasi pembangkit tenaga uap adalah penambahan pemanas ulang
(reheater). Dengan pemanasan ulang, suatu instalasi pembangkit tenaga
uap dapat memanfaatkan peningkatan efisiensi yang dihasilkan dari
tekanan boiler yang lebih tinggi sekaligus menghindari kualitas rendah uap
pada bagian ke luar turbin. Dalam siklus pemanasan ulang ideal pada gbr.
6.7, uap berekspansi hingga mencapai tekanan kondensor tidak dalam satu
tingkat saja. Uap berekspansi melalui turbin tingkat-pertama (proses 1−2)
ke suatu nilai tekanan di antara tekanan generator uap dan kondenser. Uap
kemudian dipanaskan kembali di dalam generator uap (proses 2−3).
Idealnya, tidak terjadi penurunan tekanan ketika uap dipanaskan ulang.
Setelah pemanasan ulang, uap berekspansi di dalam turbin tingkat -kedua
hingga mencapai tekanan kondenser (proses 3−4). Keuntungan utama dari
pemanasan ulang adalah untuk meningkatkan kualitas uap di bagian keluar
turbin. Hal ini bisa dilihat dari diagram T−s pada gbr. 6.7 dengan
membandingkan kondisi 4 dengan 4', kondisi bagian keluar turbin tanpa
pemanasan ulang. Ketika menghitung efisiensi termal dari suatu siklus
pemanasan ulang, perlu dilakukan perhitungan keluaran kerja dari kedua
tingkatan turbin dan juga penambahan kalor total yang terjadi di dalam
proses penguapan/pemanasan lanjut dan pemanasan ulang. Perhitungan
ini diilustrasikan pada contoh soal 6.3.
124
Gambar 6.7 Siklus pemanasan ulang ideal
Contoh soal 6.3
Uap dipakai sebagai sebagai fluida kerja dalam siklus Rankine ideal dengan
pemanasan lanjut dan ulang. Uap memasuki turbin tingkat-pertama pada
8,0 MPa, 480°C, dan berekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan
ulang ke 440°C sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi
hingga tekanan kondenser 0,008MPa. Keluaran daya netto adalah 100
MW. Tentukan (a) efisiensi termal siklus, (b) laju aliran massa uap, dalam
kg/h, (c) laju perpindahan panas 𝑄̇out dari uap kondensasi ketika melalui
kondenser, dalam MW, dan (d) jelaskan pengaruh pemanasan ulang pada
siklus tenaga uap.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.3S.
Diketahui : Suatu siklus pemanasan ulang ideal beroperasi dengan uap
sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur operasi diketahui dan
keluaran daya netto diberikan.
125
Gambar 6.3S Skematis diagram soal dari data yang diketahui
Ditanyakan : efisiensi termal, laju aliran massa uap, dalam kg/h, laju
perpindahan panas dari uap kondensasi ketika melalui kondenser, dalam
MW, dan pengaruh pemanasan ulang pada siklus tenaga uap.
Asumsi :
(1) Setiap komponen dalam siklus dianalisis sebagai sebuah volume atur
pada kondisi steady. Volume atur diperlihatkan pada gambar dengan
garis putus-putus;
(2) Seluruh proses yang dialami fluida kerja bersifat ireversibel secara
internal;
(3) Turbin dan pompa beroperasi secara adiabatik;
(4) Kondensat ke luar dari kondenser sebagai cairan jenuh; dan
(5) Efek energi potensial dan kinetik dapat diabaikan.
Analisis: Sebagai langkah awal, akan ditetapkan kondisi-kondisi utama.
Dimulai dari bagian masuk turbin tingkat-pertama, tekanannya adalah 8,0
MPa dan temperatur 480°C, jadi uap berada dalain kondisi uap panas lanjut.
Dari Tabel T-4, ℎ1 = 3348,4 kJ/kg, dan 𝑠1 = 6,6586 kJ/kg ∙ K.
Kondisi 2 ditetapkan oleh 𝑝2 = 0,7 MPa dan 𝑠2 = 𝑠1 untuk ekspansi
isentropik melaiui turbin tingkat-pertama. Dengan menggunakan data
cairan jenuh dan uap jenuh dari Tabel T-3, kualitas pada kondisi 2 adalah:
𝑠2 − 𝑠f 6,6586 − 1,9922
𝑥2 = = = 0,9895
𝑠g − 𝑠f 6,708 − 1,9922
Entalpi spesifik adalah:
ℎ2 = ℎ𝑓 + 𝑥2 ℎ𝑓𝑔
= 697,22 + (0,9895)2066,3 = 2741,8 kJ/kg
Kondisi 3 adalah uap pemanasan lanjut dengan 𝑝3 = 0,7 MPa dan 𝑇3 =
440°C, jadi dari Tabel T-4, ℎ3 = 3353,3 kJ/kg dan 𝑠3 = 7,7571 kJ/kg ∙ K.
126
Untuk menentukan kondisi 4, gunakan 𝑝4 = 0,008 MPa dan 𝑠4 = 𝑠3
untuk ekspansi isentropik melaiui turbin tingkat-kedua. Dengan data dari
Tabel T-3, kualitas kondisi 4 adalah:
𝑠4 − 𝑠f 7,7571 − 0,5926
𝑥4 = = = 0,9382
𝑠g − 𝑠f 8,2287 − 0,5926
Entalpi spesifik adalah:
ℎ2 = 173,88 + (0,9382)2403,1 = 2428,5 kJ/kg
Kondisi 5 adalah cairan jenuh pada 0,008 MPa, jadi ℎ𝑠 = 173,88 kJ/kg.
Akhirnya, kondisi pada bagian ke luar pompa sama dengan Contoh 6.1, jadi
ℎ6 = 181,94 kJ/kg.
a. Daya netto yang dihasilkan oleh siklus adalah:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t1 + 𝑊̇t2 + 𝑊̇t3
Kesetimbangan laju massa dan energi untuk kedua tingkat turbin dan
pompa masing-masing disederhanakan menjadi:
Turbin 1: 𝑊̇t1 ⁄𝑚̇ = ℎ1 − ℎ2
Turbin 2: 𝑊̇t2⁄𝑚̇ = ℎ3 − ℎ4
Pompa: 𝑊̇p ⁄𝑚̇ = ℎ6 − ℎ5
dengan 𝑚̇ adalah laju aliran massa uap.
Laju perpindahan panas total ke fluida kerja ketika melalui boiler
super-heater dan reheater adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ6 ) + (ℎ3 − ℎ2 )
𝑚̇
Menggunakan persamaan ini, efisiensi termal adalah:
127
2,363 × 105 kg/h(2428,5 − 173,88) kJ/kg
= = 148 MW ⊲
|3600 s⁄h||103 kW⁄MW|
Untuk melihat pengaruh pemanasan ulang, bandingkan nilai-nilai
pada contoh ini dengan nilai-nilai pada Contoh 6.1. Dengan pemanasan
lanjut dan ulang, efisiensi termal meningkat melebihi siklus pada Contoh 6.1.
Untuk daya netto yang diberikan (100 MW), efisiensi termal yang lebih besar
berarti laju aliran uap yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Selain itu,
dengan efisiensi termal yang lebih besar, laju perpindahan panas ke air
pendingin juga menjadi berkurang, sehingga kebutuhan akan air pendingin
juga berkurang. Dengan pemanasan ulang, kualitas uap pada bagian ke luar
turbin secara substantif meningkat melebihi nilai siklus pada contoh soal 6.1.
Contoh berikut memberikan ilustrasi akan pengaruh ireversibilitas
turbin pada siklus pemanasan ulang ideal pada contoh soal 6.3.
Contoh soal 6.4
Perhatikan lagi siklus pemanasan ulang pada contoh soal 6.3, tapi kali ini
setiap turbin memiliki efisiensi isentropik 𝜂𝑡 = 85%, tentukan efisiensi
termalnya.
Penyelesaian
Diketahui : Suatu siklus pemanasan ulang dioperasikan dengan
menggunakan uap sebagai fluida kerjanya. Tekanan dan temperatur
pegoperasian diberikan. Setiap tingkat turbin memiliki efisiensi isentropik
yang sama.
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.4S
128
(5) Efek energi potensial dan kinetik dapat diabaikan.
Analisis: dari penyelesaian pada Contoh 6.3, nilai-nilai entalpi berikut
diketahui, dalam kJ/kg: ℎ1 = 3348,4; ℎ2s = 2741,8; ℎ3 = 3353,3; ℎ4s = 2428,5;
ℎ5 = 173,88; dan ℎ6 = 181,94.
Entalpi spesifik di bagian keluar turbin tingkat pertama, ℎ2 , dapat
ditentukan dengan menyelesaikan persamaan efisiensi turbin sehingga
diperoleh:
ℎ2 = ℎ1 − 𝜂𝑡 (ℎ1 − ℎ2s )
= 3348,4 − 0,85(3348,4 − 2741,8) = 2832,8 kJ/kg
Entalpi spesifik di bagian keluar turbin tingkat kedua dapat diperoleh
dengan cara yang sama:
ℎ4 = ℎ3 − 𝜂𝑡 (ℎ3 − ℎ4s )
= 3353,3 − 0,85(3353,3 − 2428,5) = 2567,2 kJ/kg
Dengan demikian efisiensi termalnya adalah:
(ℎ1 − ℎ2 ) + (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ6 − ℎ5 )
𝜂=
(ℎ1 − ℎ6 ) + (ℎ3 − ℎ2 )
(3348,4 − 2832,8) + (3353,3 − 2567,2) − (181,94 − 173,88)
=
(3348,4 − 181,94) + (3353,3 − 2832,8
1293,6
= = 0,351 (35,1%) ⊲
3687,0
Siklus Superkritis. Temperatur dari uap yang masuk ke turbin
dibatasi oleh limitasi metalurgi yang dimiliki oleh oleh bahan yang
digunakan untuk membuat superheater, reheater, dan turbin. Tekanan
tinggi dalam generator uap (boiler) memerlukan pipa yang mampu
menahan tegangan-tegangan besar pada temperatur-temperatur tinggi.
Walaupun faktor-faktor ini membatasi keuntungan yang dapat diperoleh
melalui pemanasan lanjut dan pemanasan ulang, kemajuan dalam
teknologi bahan dan metode fabrikasi selama bertahun-tahun telah
memungkinkan dinaikkannya batas maksimum untuk temperatur siklus
dan tekanan generator uap, sehingga menghasilkan peningkatan efisiensi
termal. Kemajuan yang dicapai sudah sedemikian jauh halnya sehingga
pembangkit tenaga uap dapat didesain untuk beroperasi dengan tekanan
generator uap yang melebihi tekanan kritis air (22,1 MPa) dan temperatur
masuk turbin yang melebihi 600°C. Gambar 6.8 memperlihatkan suatu
siklus pemanasan ulang ideal dengan tekanan generator uap superkritis.
Perhatikan bahwa tidak terdapat perubahan fase selama proses
penambahan kalor dari 6 ke 1.
129
Gambar 6.8 Siklus pemanasan ulang ideal superkritis
130
pada kondisi 6. Untuk kasus yang diperlihatkan pada gbr. 6.9, laju aliran
massa dari aliran yang memasuki pemanas air pengisian dipilih sedemikian
sehingga aliran yang keluar dari pemanas air pengisian berupa cairan jenuh
pada tekanan ekstraksi. Cairan pada kondisi 6 kemudian dipompa hingga
mencapai tekanan generator uap dan memasuki generator uap pada kondisi
7. Akhirnya, fluida kerja dipanaskan dari kondisi 7 ke kondisi 1 di dalam
generator uap.
Mengacu kepada diagram T−s dari siklus tersebut, perhatikan bahwa
penambahan kalor terjadi dari kondisi 7 ke kondisi 1, dan bukan dari kondisi
a ke kondisi 1, sebagaimana di dalam kasus tanpa regenerasi. Oleh sebab itu,
jumlah energi yang harus dipasok dari pembakaran bahan bakar fosil, atau
sumber lainnya, untuk penguapan dan pemanasan lanjut akan berkurang.
Ini adalah hasil yang ingin dicapai. Akan tetapi, hanya sebagian dari aliran
total mengalami ekspansi melalui turbin tingkat kedua (Proses 2-3),
sehingga kerja yang dihasilkan juga lebih kecil. Dalam praktiknya, kondisi
operasi dipilih sedemikian sehingga pengurangan pasokan kalor terjadi lebih
cepat dibandingkan penurunan kerja netto yang dihasilkan, sehingga
menghasilkan peningkatan efisiensi termal dalam pembangkit tenaga
regeneratif.
Analisis Siklus. Perhatikan analisis termodinamika dari siklus
regeneratif yang diilustrasikan pada gbr. 6.9. Langkah awal yang penting
dalam menganalisis siklus uap regeneratif adalah evaluasi terhadap laju
aliran massa yang melalui setiap komponen. Dengan menggunakan satu
volume atur yang melingkupi kedua tingkat turbin, kesetimbangan laju
massa pada kondisi steady adalah:
𝑚̇2 + 𝑚̇3 = 𝑚̇1
dengan 𝑚̇1 adalah laju massa yang masuk ke dalam turbin tingkat pertama
pada kondisi 1, 𝑚̇2 adalah laju massa yang diekstrak dan keluar pada kondisi
2, dan 𝑚̇3 adalah laju massa yang keluar dari turbin tingkat kedua pada
kondisi 3. Jika dibagi dengan 𝑚̇1; akan diperoleh nilai berdasarkan satuan
massa yang melewati turbin tingkat-pertama:
𝑚̇2 𝑚̇3
+ =1
𝑚̇1 𝑚̇1
131
Gambar 6.9 Siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian terbuka
Jika fraksi dari aliran total yang diekstraksi pada kondisi 2 diwakili oleh
variabel 𝑦(𝑦 = 𝑚̇2 /𝑚̇1 ), fraksi dari aliran total yang melewati turbin tingkat
kedua adalah:
𝑚̇3
𝑚̇1
= 1−𝑦 (6.11)
Fraksi 𝑦 dapat dihitung dengan menerapkan prinsip-prinsip
kekekalan massa dan kekekalan energi rada volume atur di sekeliling
pemanas air pengisian. Jika tidak terjadi perpindahan panas antara pemanas
air pengisian dan lingkungan sekitarnya serta efek energi kinetik dan
potensial dapat diabaikan, kesetimbangan laju massa dan energi pada
kondisi steady akan menghasilkan:
0 = 𝑦ℎ2 + (1 − 𝑦)(ℎ5 − ℎ6 )
Menyelesaikan 𝑦:
𝑦
ℎ6 − ℎ5
= (6.12)
ℎ2 − ℎ5
Persamaan 6.12 memungkinkan fraksi 𝑦 dihitung jika kondisi 2, 5, dan 6
telah ditentukan. Fraksi dari aliran total pada berbagai lokasi seperti
diperlihatkan oleh gbr. 6.9.
Persamaan untuk kerja utama dan perpindahan panas dari siklus
regeneratif dapat ditentukan dengan menerapkan kesetimbangan laju massa
dan energi pada volume atur yang melingkupi setiap komponen. Dimulai
dari turbin, kerja total adalah jumlah kerja yang dihasilkan oleh setiap
132
tingkat turbin. Dengan mengabaikan efek energi kinetik dan potensial dan
mengasumsikan tidak terjadi perpindahan panas dengan lingkungan
sekitarnya, dapat dituliskan kerja total turbin berdasarkan basis satuan
massa yang melewati turbin tingkat-pertama sebagai:
𝑊̇t
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦)(ℎ2
𝑚̇1
− ℎ3 ) (6.13)
Kerja total pompa adalah jumlah kerja yang dibutuhkan untuk mengo-
perasikan setiap pompa secara independen. Berdasarkan basis satuan massa
yang melewati turbin tingkat-pertama, kerja total pompa adalah:
𝑊̇p
= (ℎ7 − ℎ6 ) + (1 − 𝑦)(ℎ5
𝑚̇1
− ℎ4 ) (6.14)
Energi yang ditambahkan melalui perpindahan panas ke fluida kerja yang
melewati generator uap, per satuan massa yang berekspansi melalui turbin
tingkat pertama, adalah:
𝑄̇in
𝑚̇1
= (ℎ1 − ℎ7 ) (6.15)
dan energi yang dibuang melalui perpindahan panas ke air pendingin adalah:
𝑄̇out
= (1 − 𝑦)(ℎ3 − ℎ4 )
𝑚̇1
Contoh berikut memberikan ilustrasi tentang analisis terhadap siklus
regeneratif yang memiliki satu pemanas air pengisian terbuka, termasuk
perhitungan properti-properti pada titik-titik kondisi di seputar siklus dan
penentuan fraksi aliran total di berbagai lokasi.
Contoh soal 6.5
Perhatikan sebuah siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian terbuka. Uap metnasuki turbin pada 8,0 MPa, 480°C dan
berekspansi ke 0,7 MPa, di mana sebagian dari uap tersebut diekstraksi dan
dialihkan ke pemanas air pengisian terbuka yang dioperasikan pada 0,7 MPa.
Uap yang tersisa berekspansi melalui turbin tingkat-kedua hingga mencapai
tekanan kondenser 0,008 MPa. Cairan jenuh keluar dari pemanas air-
peagisian terbuka pada 0,7 MPa. Efisiensi isentropik dari setiap tingkat
turbin adalah 85% dan setiap pompa dioperasikan secara isentropik. Jika
keluaran daya netto dari siklus tersebut adalah 100 MW, tentukanlah (a)
efisiensi termalnya dan (b) laju aliran massa dari uap yang memasuki turbin
tingkat pertama, dalam kg/h.
133
Penyelesaian:
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 6.5S.
134
= 174,6 kJ/kg
ℎ7 = ℎ6 + 𝑣6 (𝑝7 − 𝑝6 )
= 697,22 + (1,1080 × 10−3 )(8,0 − 0,7)|103 |
= 705,3 kJ/kg
Dengan menerapkan kesetimbangan laju massa dan energi pada
volume atur yang melingkupi pemanas terbuka, diperoleh fraksi y dari aliran
yang diekstraksi pada kondisi 2 melalui:
ℎ6 − ℎ5 697,22 − 174,6
𝑦= = = 0,1966
ℎ2 − ℎ5 2832,8 − 174,6
a. Berdasarkan basis satuan massa yang melalui tutbin tingkat pertama,
keluaran kerja total turbin adalah:
𝑊̇t
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦)(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 2832,8) + (0,8034)(2832,8 − 2249,3)
= 984,4 kJ/kg ⊲
Kerja total pompa per satuan massa yang melalui turbia tingkat-pertama
adalah:
𝑊̇p
= (ℎ7 − ℎ6 ) + (1 − 𝑦)(ℎ5 − ℎ4 )
𝑚̇1
= (705,3 − 697,22) + (0,8034)(174,6 − 173,88)
= 8,7 kJ/kg ⊲
Penambahan kalor dalam generator uap per satuan massa yang melewati
turbin tingkat pertama adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ7 ) = 3348,4 − 705,3 = 2643,1 kJ/kg
𝑚̇1
Efisiensi termalnya adalah:
𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p ⁄𝑚̇1 984,4 − 8,7
𝜂= = = 0,369 (36,9%) ⊲
𝑄̇in ⁄𝑚̇1 2643,1
b. Laju aliran massa dari uap yang memasuki turbin, 𝑚̇1 , dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai yang diberikan untuk keluaran daya netto,
100 MW. Karena:
𝑊̇siklus = 𝑊̇t − 𝑊̇p
dan
𝑊̇t kJ 𝑊̇p kJ
= 984,4 dan = 8,7
𝑚̇1 kg 𝑚̇1 kg
maka
(100 MW)|3600 s/h| 103 kJ/s
𝑚̇1 = | | = 3,69 × 105 kg/h ⊲
(984,4 − 8,7) kJ/kg 1 MW
135
6.7.2 Pemanas air pengisian tertutup.
Pemanasan air regeneratif juga dapat dilakukan dengan menggunakan
pemanas air pengisian tertutup. Pemanas tertutup adalah jenis di mana
temperatur air meningkat dengan terjadinya kondensasi uap di bagian luar
dari pipa-pipa yang mengalirkan air. Kedua aliran tersebut tidak bercampur
sehingga dapat memiliki tekanan yang berbeda. Diagram pada gbr. 6.10
menunjukkan dua skema berbeda untuk mengeluarkan kondensat dari
pemanas air pengisian tertutup. Pada gbr. 6.10a, ini dilakukan dengan
menggunakan pompa yang berfungsi memompa kondensat ke depan hingga
mencapai titik di dalam siklus dengan tekanan yang lebih tinggi. Pada gbr.
6.10b, kondensat dialirkan melalui sebuah steam trap ke dalam pemanas air
yang dioperasikan pada tekanan yang lebih rendah atau ke dalam kondenser.
Steam trap sejenis valve (katup) yang mengalirkan cairan hanya ke daerah
yang bertekanan lebih rendah.
136
air mengalami kenaikan ketika melewati pemanas air pengisian. Air
kemudian keluar pada kondisi 6. Siklus ini menjadi lengkap setelah fluida
kerja dipanaskan di dalam generator uap pada tekanan konstan dari kondisi
6 ke kondisi 1. Walaupun pemanas tertutup yang diperlihatkan pada gambar
ini dioperasikan tanpa terjadi penurunan tekanan di kedua cabang aliran,
terdapat juga sumber ireversibilitas yang disebabkan oleh perbedaan
temperatur di antara cabang-cabang aliran.
Gambar 6.11 Siklus tenaga uap regeneratif dengan satu pemanas air
pengisian tertutup
Analisis Siklus. Gambar skema dari siklus yang diperlihatkan pada
gbr. 6.11 yang dilengkapi dengan nilai fraksi dari aliran total di berbagai
lokasi. Informasi ini sangat berguna di dalam melakukan analisis terhadap
siklus-siklus semacam ini. Fraksi dari aliran total yang diekstraksi, y, dapat
ditentukan dengan menerapkan prinsip-prinsip kekekalan massa dan energi
pada volume atur di sekeliling pemanas tertutup. Dengan mengasumsikan
tidak terjadi perpindahan panas antara pemanas air pengisian dan
lingkungan sekelilingnya dan mengabaikan efek energi kinetik dan potensial,
kesetimbangan laju massa dan energi pada kondisi steady dapat
disederhanakan menjadi:
0 = 𝑦(ℎ2 − ℎ7 ) + (ℎ5 − ℎ6 )
Menyelesaikan y
𝑦
ℎ6 − ℎ5
= (6.17)
ℎ2 − ℎ7
Kerja utama dan perpindahan panas dapat dihitung seperti dalam
pembahasan sebelumnya.
137
6.7.3 Pemanas air pengisian bertingkat.
Efisiensi termal dari siklus regeneratif dapat ditingkatkan dengan
memanfaatkan beberapa pemanas air-pengisian pada tekanan yang sesuai.
Jumlah pemanas air-pengisian yang digunakan ditentukan oleh
pertimbangan ekonomis, karena peningkatan efisiensi termal yang diperoleh
dengan setiap penambahan pemanas haras sepadan dengan biaya tambahan
yang dikeluarkan (pemanas, sambungan-sambungan pipa, pompa, dll.).
Desainer instalasi pembangkit tenaga menggunakan program komputer
untuk membantu mereka menentukan jumlah pemanas yang akan
digunakan, jenis pemanas, dan tekanan pengoperasiannya.
Gambar 6.12 menunjukkan tata letak suatu pembangkit tenaga dengan
tiga pemanas air pengisian tertutup dan satu pemanas air pengisian terbuka.
Pembangkit tenaga dengan pemanas air pengisian bertingkat umumnya
memiliki paling tidak satu pemanas air pengisian terbuka yang dioperasikan
pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer sehingga oksigen dan
gas-gas lain yang tercampur dapat dikeluarkan dari siklus. Prosedur ini, yang
disebut deaeration, diperlukan untuk menjaga kemurnian fluida kerja
sehingga mencegah terjadinya korosi. Pembangkit-pembangkit tenaga saat
ini memiliki banyak fitur-fitur dasar seperti diperlihatkan pada gbr. 6.12.
Dalam melakukan analisis terhadap siklus tenaga uap regenaratif
dengan pemanas air pengisian bertingkat, disarankan untuk mendasarkan
analisis pada satuan massa yang memasuki turbin tingkat pertama. Untuk
memastikan jumlah materi yang mengalir melalui berbagai komponen
pembangkit, nilai-nilai fraksi dari aliran total yang diambil di setiap titik
ekstraksi dan nilai fraksi dari aliran total yang tersisa di setiap titik kondisi
di dalam siklus harus diberi tanda pada gambar skema siklus tersebut. Fraksi
yang diekstrak ditentukan dari kesetimbangan laju massa dan energi untuk
volume atur di sekeliling setiap pemanas air pengisian, dimulai dari pemanas
dengan tekanan tertinggi dan berlanjut kepada pemanas dengan tekanan
yang lebih rendah. Prosedur ini digunakan pada contoh berikut yang
melibatkan siklus tenaga uap regeneratif, reheater dengan dua pemanas air
pengisian, yaitu satu heater untuk air pengisian terbuka dan satu heater
untuk air pengisian tertutup.
138
Gambar 6.12 Instalasi pembangkit uap pemanas bertingkat
Contoh soal 6.6
Perhatikan sebuah siklus tenaga uap regeneratif-reheater dengan dua
pemanas air-pengisiaan, satu pemanas air-pengisian tertutup dan satu
pemanas air-pengisian terbuka. Uap memasuki turbin pertama pada 8,0
MPa, 480°C dan berekspansi hingga 0,7 MPa. Uap dipanaskan hingga 440°C
sebelum memasuki turbin kedua, di mana terjadi ekspansi hingga tekanan
kondenser sebesar 0,008 MPa. Uap diekstraksi dari turbin pertama pada 2
MPa dan dialirkan ke pemanas air-pengisian tertutup. Air meninggalkan
pemanas tertutup pada 205°C dan 8,0 MPa, dan kondensat ke luar sebagai
cairan jenuh pada 2 Mpa. Kondensat terperangkap ke dalam pemanas air-
pengisian terbuka. Uap diekstraksi dari turbin kedua pada 0,3 MPa dan
dialirkan juga ke pemanas air-pengisian terbuka, yang dioperasikan pada 0,3
MPa. Aliran yang keluar dari pemanas air-pengisian terbuka berupa cairan
jenuh pada 0,3 MPa. Keluaran daya netto dari siklus adalah 100 MW. Tidak
terjadi perpindahan panas "liar" dari komponen manapun ke lingkungan
sekitarnya. Jika fluida kerja tidak mengalami ireversibilitas ketika melewati
turbin, pompa, generator uap, pemanas ulang, dan kondenser, tentukanlah
(a) efisiensi tetmalnya, (b) laju aliran massa dari aliran yang memasuki
turbin pertama, dalam kg/h.
Penyelesaian
Diketahui : Sebuah siklus tenaga uap regeneratif-reheater dioperasikan
dengan meng-gunakan uap sebagai fluida kerja. Tekanan dan temperatur
pengoperasian diketahui, dan keluaran daya netto juga diberikan.
139
Ditanyakan : efisiensi termal dan laju aliran massa yang masuk ke turbin,
dalam kg/h.
Asumsi :
1. Setiap komponen dalam siklus dianalisis sebagai volume atur pada
kondisi steady. Volume atur diperlihatkan pada gambar dengan garis
putus-putus;
2. Tidak terjadi perpindahan panas ”liar” dari komponen manapun ke
lingkungan sekitarnya;
3. Fluida kerja mengalami proses reversibel secata internal ketika melewati
turbin, pompa, generator uap, pemanas ulang, dan kondenser;
4. Ekspansi melewati trap (penjebak) merupakan proses trotel (throttling
process);
5. Efek energi kinetik dan potensial dapat diabaikan; dan
6. Kondensat keluar dari pemanas tertntup sebagai cairan jenuh pada 2
MPa. Air keluar dari heater terbuka sebagai cairan jenuh pada 0,3 MPa.
Kondensat keluar dari kondenser sebagai cairan jenuh.
140
adalah sama dengan pada bagian keluar turbin pertama pada Contoh 6.3,
jadi ℎ3 = 2741,8 kJ/kg.
Kondisi 4 adalah uap panas lanjut (superheated steam) pada 0,7 MPa,
440°C. Dari Tabel T-4, ℎ4 = 3353,3 kJ/kg dan 𝑠4 = 7,7571 kJ/kg ∙ K. Dengan
melakukan interpolasi dalam Tabel T-4 pada 𝑝5 = 0,3 MPa dan 𝑠5 = 𝑠4 =
7,7571 kJ/kg ∙ K, entalpi pada kondisi 5 adalah ℎ5 = 3101,5 kJ/kg.
Dengan menggunakan 𝑠6 = 𝑠4 , kualitas pada kondisi 6 diperoleh
sebesar 𝑥6 = 0,9382. Sehingga:
ℎ6 = ℎ𝑓 + 𝑥6 ℎ𝑓𝑔
= 173,88 + (1,9382)2403,1 = 2428,5 kJ/kg
Pada lubang ke luar kondenser, ℎ7 = 173,88 kJ/kg. Entalpi spesifik pada
bagian ke-luar pompa pertama adalah:
ℎ8 = ℎ7 + 𝑣7 (𝑝8 − 𝑝7 )
= 173,88 + (1,0084)(0,3 − 0,008) = 174,17 kJ/kg
Cairan yang meninggalkan heater air pengisian terbuka pada kondisi
9 adalah cairan jenuh pada 0,3 MPa. Entalpi spesifiknya adalah ℎ9 =
561,47 kJ/kg. Entalpi spesifik di bagian keluar pompa kedua adalah:
ℎ10 = ℎ9 + 𝑣9 (𝑝10 − 𝑝9 )
= 561,47 + (1,0732)(8,0 − 0,3) = 569,73 kJ/kg
Kondensat yang meninggalkan heater tertutup berada pada kondisi
jenuh sebesar 2 MPa. Dari Tabel T-3, ℎ12 = 908,79 kJ/kg. Fluida yang
melewati perangkap (trap) mengalami proses trotel, sehingga ℎ13 =
908,79 kJ/kg.
Entalpi spesifik dari air yang keluar dari heater tertutup pada 8,0 MPa
dan 205°C diperoleh dengan menggunakan persamaan:
ℎ11 = ℎ𝑓 + 𝑣𝑓 (𝑝11 − 𝑝sat )
= 875,1 + (1,1646)(8,0 − 1,73) = 882,4 kJ/kg
dengan ℎ𝑓 and 𝑣𝑓 adalah masing-masing entalpi spesifik dan volume spesifik
cairan jenuh pada 205°C, dan 𝑝sat adalah tekanan jenuh dalam MPa pada
temperatur ini.
Gambar skema siklus disertai dengan informasi nilai fraksi dari aliran
total ke dalam turbin yang tersisa ditunjukkan pada gbr. 6.6S. Fraksi dari
aliran total yang dialihkan ke heater tertutup dan heater terbuka, masing-
masing adalah 𝑦 ′ = 𝑚̇2 ⁄𝑚̇1 dan 𝑦 ′′ = 𝑚̇5⁄𝑚̇1 , dengan 𝑚̇1 menyatakan laju
aliran massa yang memasuki turbin pertama.
Fraksi 𝑦 ′ dapat ditentukan melalui penerapan kesetimbangan laju
massa dan energi pada volume atur yang melingkupi heater tertutup.
Hasilnya adalah:
ℎ11 − ℎ10 882,3 − 569,73
𝑦′ = = = 0,1522
ℎ2 − ℎ12 2963,5 − 908,79
141
Fraksi 𝑦 ′′ dapat ditentukan melalui penerapan kesetimbangan laju
massa dan energi pada volume atur yang melingkupi heater terbuka,
sehingga menghasilkan:
0 = 𝑦 ′′ ℎ5 + (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )ℎ8 + 𝑦 ′ ℎ13 − ℎ9
Sehingga diperoleh nilai 𝑦 ′′ :
(1 − 𝑦 ′ )ℎ8 + 𝑦 ′ ℎ13 − ℎ9
𝑦 ′′ =
ℎ8 − ℎ5
(0,8478)174,17 + (0,1522)908,79 − 561,47
= = 0,0941
174,17 − 3101,5
a. Nilai kerja dan perpindahan panas dinyatakan berdasarkan satuan massa
yang masuk ke dalam turbin pertama. Kerja yang dihasilkan turbin
pertama per satuan massa yang masuk adalah:
𝑊̇t1
= (ℎ1 − ℎ2 ) + (1 − 𝑦 ′ )(ℎ2 − ℎ3 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 2963,5) + (0,8478)(2963,5 − 2741,8)
= 572,9 kJ/kg
Demikian juga, untuk turbin kedua:
𝑊̇t2
= (1 − 𝑦 ′ )(ℎ4 − ℎ5 ) + (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )(ℎ5 − ℎ6 )
𝑚̇1
= (0,8478)(3353,3 − 3101,5) + (0,7537)(3101,5 − 2428,5)
= 720,7 kJ/kg
Untuk pompa pertama:
𝑊̇p1
= (1 − 𝑦 ′ − 𝑦 ′′ )(ℎ8 − ℎ7 )
𝑚̇1
= (0,7537)(174,17 − 173,88) = 0,22 kJ/kg
dan untuk pompa kedua:
𝑊̇p2
= (ℎ10 − ℎ9 )
𝑚̇1
= 569,73 − 561,47 = 8,26 kJ/kg
Total kalor yang ditambahkan adalah jumlah dari energi yang
ditambahkan melaiui perpindahan panas selama pemanasan lanjut dan
pemanasan ulang. Jika diekspresikan berdasarkan satuan massa yang
masuk ke dalam turbin pertama, nilai ini adalah:
𝑄̇in
= (ℎ1 − ℎ11 ) + (1 − 𝑦 ′ )(ℎ4 − ℎ63 )
𝑚̇1
= (3348,4 − 882,4) + (0,8478)(3353,3 − 2741,8)
= 2984,4 kJ/kg
Dengan menggunakan nilai -nilai di atas, efisiensi termal adalah:
142
𝑊̇t1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇t2 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇p2 ⁄𝑚̇1
𝜂=
𝑄̇in ⁄𝑚̇1
572,9 + 720,7 − 0,22 − 8,26
= = 0,431 (43,1%)
2984,4
b. Laju aliran massa yang masuk ke turbin pertama dapat ditentukan
dengan meaggunakan nilai yang diberikan untuk keluaran daya netto.
Jadi:
𝑊̇siklus
𝑚̇1 =
𝑊̇t1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇t2 ⁄𝑚̇1 − 𝑊̇p1 ⁄𝑚̇1 + 𝑊̇p2 ⁄𝑚̇1
(100 MW)|3600 s/h||103 kW/MW|
= = 2,8 × 105 kg/h
1285,1 kJ/kg
Jadi, dibandingkan dengan nilai yang diperoleh untuk siklus Rankine
sederhana pada contoh soal 6.1, efisiensi termal dari siklus regeneratif pada
contoh ini lebih besar dan laju aliran massanya lebih kecil.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Apakah makna luas di bawah suatu garis pada bidang diagram 𝑇 − 𝑠?
2. Jelaskan efisiensi siklus Carnot dari berbagai perspektif yang diketahui.
3. Apakah proses isentropik itu? Proses-proses mana saja yang dengan baik
dapat diideali-sasikan sebagai isentropik?
4. Apakah efisiensi isentropik itu?
5. Untuk zat manakah batas pernyataan proses pada siklus Carnot yang
merupakan suatu mesin 2𝑇 reversibel berlaku?
6. Apakah alasan penggunaan pemanasan lanjut dan pemanasan ulang
dalam daur Rankine?
7. Bagaimana pengaruh ireversibilitas pada siklus Rankine?
8. Untuk tujuan apa siklus Rankine regeneratif itu dilaksanakan? Dari 3
siklus pemanasan air (terbuka, tertutup, dan bertingkat), manakah yang
paling baik efisiensi termalnya? Manakah yang paling mudah
dilaksanakan?
9. Selama proses regeneratif, sebagian uap diekstraksikan dari turbin dan
digunakan untuk memanaskan air ke luar pompa. Cara ini sepertinya
bukan cara yang ”cerdas” karena uap ekstraksi dapat menghasilkan kerja
lebih dari turbin. Bagaimana saudara melihat hal ini?
10. Kenapa kandungan uap air tidak disukai ada dalam uap yang menuju
turbin uap? Berapa kandungan uap air yang diijinkan ada dalam uap
menuju turbin uap?
143
Soal-Soal
1. Air menjadi fluida kerja di siklus tenaga uap Carnot. Cairan jenuh
memasuki boiler pada tekanan 70 bar, dan uap jenuh masuk ke turbin.
Tekanan kondenser adalah 8 kPa. Tentukan: (a) Efisiensi termalnya; (b)
Nisbah kerja baliknya, (c) kerja siklus per satuan massa air yang
mengalir, dalam kJ/kg; (d) perpindahan panas dari fluida kerja per
satuan massa yang melalui kondenser, dalam kJ/kg.
2. Air menjadi fluida kerja di sebuah siklus Rankine ideal. Uap panas lanjut
menuju turbin pada 60 bar, 600 oC. Tekanan kondenser 0,1 bar. Laju
aliran massa uap 45000 kg/h. Tentukan: (a) Laju perpindahan panas
kepada fluida yang melalui boiler, dalam kW; (b) Daya yang dibangki-
tkan, dalam MW; dan (c) Efisiensi termalnya.
3. Suatu instalasi pembangkit daya uap beroperasi dengan kondisi uap
menuju turbin pada 17 MPa, 540 oC, dan tekanan kondenser 0,07 bar.
Turbin dan pompa beroperasi dengan efisiensi isentropik masing-
masing 82% dan 77%. Tentukan: (a) Kerja turbin, kJ/kg aliran uap; (b)
Efisiensi termal; (c) Perpindahan kalor ke air pendingin pada konden-
ser, dalam kJ/kg.
4. Suatu instalasi pembangkit daya berdasarkan siklus Rankine dirancang
menghasilkan daya 10 MW (gbr. 6.7S). Solar collector digunakan
sebagai generator uap pada 300 oC dan 2 MPa untuk ekspansi melalui
turbin. Air pendingin tersedia pada 20 oC. Tekanan kondenser 0,08 bar,
efisiensi turbin dan pompa masing-masing adalah 80% dan 70%.
Tentukan: (a) efisiensi termal, (b) laju aliran massa uap, dalam kg/h,
dan (c) laju aliran air pendingin, dalam kg/h.
5. Pada desain awal instalasi daya uap, siklus ideal Rankine superkritis
bekerja pada tekanan boiler 24 MPa dan tekanan kondenser 7 kPa.
Temperatur maksimum siklus tidak boleh mencapai 600 oC. (a) Jika
hanya menggunakan turbin tahap I, tentukan kualitas uap yang
meninggalkan turbin, (b) Jika uap turbin tahap I berekspansi ke tekanan
2,07 MPa, yang dipanaskan ulang ke 600 oC sebelum berekspasi ke
turbin tingkat II, tentukan kualitas uap yang meninggalkan turbin
tingkat II.
144
Gambar 6.7S Skematis diagram soal no. 4
6. Uap pada 10MPa, 600 oC menunju turbin tahap I suatu siklus Rankine
dengan pemanasan ulang (reheat). Uap menuju turbin tahap II setelah
dipanaskan ulang ke 500 oC. Uap jenuh keluar dari turbin tahap II.
Tekanan kondenser 6 kPa. Setiap hap turbin beroperasi dengan efi-
siensi isentropik 85%. Tentukan efisiensi termal siklus.
7. Air sebagai fluida kerja dalam siklus daya uap dengan superheat dan
reheat. Uap memasuki turbin tingkat pertama pada 8 MPa, 480°C, dan
ekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan ulang ke 480°C
sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi hingga
tekanan kondenser 8 kPa. Laju alir massa uap masuk turbin tingkat
pertama 2,63 x 105 kg/h. Setiap tahap turbin beroperasi pada efisiensi
isentropik 88%. Pompa beroperasi pada efisiensi 80%. Tentukan (a)
daya yang dibangkitkan, (b) efi-siensi termal, (c) laju perpindahan
panas ke air pendingin yang melalui kondenser, dalam kW.
8. Air sebagai fluida kerja dalam siklus daya uap dengan superheat dan
reheat. Uap memasuki turbin tingkat pertama pada 8 MPa, 480°C, dan
ekspansi ke 0,7 MPa. Uap kemudian dipanaskan ulang ke 480°C
sebelum memasuki turbin tingkat-kedua, dan berekspansi hingga
tekanan kondenser 8 kPa. Laju alir massa uap masuk turbin tingkat
pertama 2,63 x 105 kg/h. Setiap tahap turbin beroperasi pada efisiensi
isentropik 88%. Pompa beroperasi pada efisiensi 80%.
9. Siklus daya uap regeneratif memi-liki tiga tahap turbin. Uap menuju
turbin tahap pertama pada 172 bar, 540 oC. Siklus memiliki dua
pemanas air pengisi, satu pemanas tertutup menggunakan ekstraksi
uap pada 41 bar dan yang lain pemanas air pengisi terbuka pada 4 bar.
Kondensat cair jenuh me-ngalir dari pemanas tertutup pada 41 bar dan
mengalir melalui trap ke dalam pemanas terbuka. Air pengisi
meninggalkan pemanas tertutup pada 172 bar, 248 oC. Cair jenuh
145
meninggalkan pemanas terbuka pada 4 bar, dan tekanan kondenser
0,07 bar. Pada operasional turbin dan pompa, tentukan efisiensi
termal siklus.
10. Perhatikan instalasi cogeneration pada gbr. 6.8S. Uap menuju turbin
pada 7 MPa dan 500oC. Sebagian uap diektraksikan dari turbin pada 500
kPa untuk proses pemanasan. Sisa uap kemudian berekspansi ke 5 kPa.
Uap kemudian dikondensasikan pada tekanan konstan dan dipompa ke
boiler pada 7 MPa. Pada saat kebutuhan tinggi untuk process heater,
sebagian uap meninggalkan boiler yang di throttling ke 500 kPa dan
dimasukkan ke pemanas sistem. Bagian ekstraksi diatur sedemikian
sehingga uap meninggalkan process heater sebagai cairan jenuh pada
500 kPa, kemudian dipompa ke 7 MPa. Laju alir massa uap ke luar boiler
15 kg/h. Dengan mengabaikan pressure drop dan kerugaian panas di
dalam pemipaan dan anggap turbin dan pompa isentropik, tentukan: (a)
laju maksimum proses panas yang dihasilkan, (b) daya yang dihasilkan
dengan asumsi tidak ada proses panas yang dihasilkan, (c) laju panas
yang dihasilkan jika 10% uap diekstraksi sebelum menuju turbin dan 70%
uap diektraksi dari turbin pada 500 kPa untuk proses pemanasan.
146
BAB VII
SISTEM TENAGA GAS
147
sedang kavitasi tidak menjadi masalah di dalam kompresor. Berbagai tekanan
dapat relatif rendah, oleh karena itu pemipaan yang berat tidak diperlukan.
Oleh karena itu berbagai sistem turbin gas cenderung berbentuk kompak dan
mempunyai rasio daya terhadap berat yang lebih tinggi dari berbagai pusat
tenaga uap, dan sebagai konsekuen-sinya berharga lebih murah dan dapat
dipasang dengan lebih cepat. Berbagai perusahaan utilitas listrik
menggunakan tenaga turbin gas pada beban puncak. Berbagai keunggulan
praktisnya akan menjadi berbagai sistem tenaga turbin gas yang makin
penting dalam dasawarsa berikut ini, terutama untuk berbagai pemakaian
sebagai penggerak mula.
Berbagai masalah pencemaran atmosferik akan mempengaruhi hakekat
berbagai sistem penggerak mula yang digunakan, terutama untuk berbagai
mode transportasi, misal mobil dan truk. Di dalam berbagai motor busi
konvensional, gabungan dari terjadinya tempera-tur tinggi yang seketika
dengan pemadaman segera oleh ekspansi gas buang ’membekukan’ berbagai
hidrogen oksida dan karbon monoksida yang berbahaya dalam luaran gas
buang. Hal ini ditambah dengan adanya berbagai hidrokarbon yang tidak
terbakar akibat operasional dengan campuran kaya (bahan bakar berlebih)
diperkirakan menjadi penyebab timbulnya kabut di berbagai kota besar di
Indonesia. Berbagai siklus yang bekerja dengan campuran bahar bakar miskin
(udara berlebih) dan beroperasi pada berbagai temperatur puncak dapat
mengurangi masalah kabut di berbagai daerah tersebut.
148
Volume menekan ke luar piston saat bergerak dari titik mati atas ke titik mati
bawah posisinya disebut volume perpindahan (displacement volume). Rasio
kompresi 𝑟 didefinisikan sebagai volume pada titik mati bawah dibagi dengan
volume pada titik mati atas. Gerakan bolak-balik piston diubah untuk gerakan
putar dengan mekanisme engkol (crank mechanism).
149
4. Langkah buang (exhaust stroke), setelah terjadi pembakaran piston
kembali bergerak dari titik mati bawah ke titik mati atas. Pada langkah ini
secara bersamaan terjadi pembukaan katup buang dan gas sisa
pembakaran akan ke luar melalui katup buang.
Setelah langkah buang, siklus kerja mesin 4 langkah akan kembali
diulang lagi ke langkah hisap. Katup buang akan menutup dan katup hisap
akan kembali terbuka saat piston turun ke titik mati bawah dan seterusnya.
Mesin yang lebih kecil beroperasi pada siklus dua langkah. Pada mesin dua
langkah, langkah hisap, kompresi, tenaga, dan buang tercapai dalam satu
putaran poros engkol.
150
penyederhanaan. Salah satu prosedurnya adalah dengan menggunakan
analisis udara standar.
151
Gambar 7.3 Siklus Otto standar dan diagram 𝑝 − 𝑣
Pernyataan untuk perpindahan energi pada siklus Otto diperoleh dari
kesetimbangan energi dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan
potensial. Hasilnya adalah:
𝑊12 𝑊34
= 𝑢2 − 𝑢1 = 𝑢3 − 𝑢4
𝑚 𝑚
𝑄23 𝑄41
= 𝑢3 − 𝑢2 = 𝑢4 − 𝑢1 (7.2)
𝑚 𝑚
Kerja netto siklus dinyatakan sebagai:
𝑊siklus 𝑊34 𝑊12
= − = (𝑢3 − 𝑢4 ) − (𝑢2 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
Alternatifnya, kerja netto dapat dievaluasi sebagai panas yang ditambahkan:
𝑊siklus 𝑄23 𝑄41
= − = (𝑢3 − 𝑢2 ) − (𝑢4 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
Efisiensi termal adalah perbandingan kerja netto siklus terhadap kalor yang
ditambahkan:
(𝑢3 − 𝑢2 ) − (𝑢4 − 𝑢1 )
𝜂=
(𝑢3 − 𝑢2 )
(𝑢4 − 𝑢1 )
= 1− (7.3)
(𝑢3 − 𝑢2 )
152
Jika data tabel udara digunakan untuk melakukan analisis pada siklus
Otto udara standar, nilai-nilai energi dalam spesifik diperlukan pada pers.
(7.3) yang didapatkan dari Tabel T-8. Hubungan berikut diberikan pada proses
isentropik 1-2 dan 3-4,
𝑉2 𝜐𝑟1
𝜐𝑟2 = 𝜐𝑟1 ( ) = (7.4)
𝑉1 𝑟
𝑉4
𝜐𝑟4 = 𝜐𝑟3 ( ) = 𝑟𝜐𝑟3 (7.5)
𝑉3
dengan 𝑟 menunjukkan perbandingan kompresi. Dari diagram 𝑝 − 𝑣 pada gbr.
7.3, nampak bahwa 𝑉3 = 𝑉2 dan 𝑉4 = 𝑉1 , 𝑟 = 𝑉1 ⁄𝑉2 = 𝑉4 ⁄𝑉3 . Parameter 𝜐𝑟
ditabulasikan terhadap temperatur untuk udara pada Tabel T-8.
Jika siklus Otto dianalisa pada basis udara standar dingin, persamaan-
persamaan berikut digunakan dalam proses isentropik di dalam pers. 7.4 dan
7.5, yaitu:
𝑇2 𝑉1 𝑘−1
=( ) = 𝑟 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.6)
𝑇1 𝑉2
𝑇4 𝑉3 𝑘−1 1
=( ) = 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.7)
𝑇3 𝑉4 𝑟
dengan 𝑘 adalah perbandingan kalor spesifik, 𝑘 = 𝑐𝑝 ⁄𝑐𝑣 .
Pengaruh perbandingan kompresi pada unjuk kerja siklus
Otto. Dengan mengacu diagram 𝑇 − 𝑠 pada gbr. 7.4, dapat disimpulkan bahwa
efisiensi termal siklus Otto meningkat dengan peningkatan perbandingan
kompresi. Suatu peningkatan perbandingan kompresi merubah siklus dari 1 −
2 − 3 − 4 − 1 ke 1 − 2’ − 3’ − 4 − 1. Karena temperatur rata-rata penambahan
kalor lebih besar pada siklus terakhir dan kedua siklus memiliki proses
pengeluaran kalor yang sama, siklus 1 − 2’ − 3’ − 4 − 1 akan memiliki efisiensi
termal yang lebih besar.
Peningkatan efisiensi termal dengan perbandingan kompresi, pada 𝑐𝑣
konstan, mengakibatkan pers. (7.3) menjadi:
𝑐𝑣 (𝑇4 − 𝑇1 )
𝜂 =1−
𝑐𝑣 (𝑇3 − 𝑇2 )
𝑇1 𝑇4 ⁄𝑇1 − 1
= 1− ( )
𝑇2 𝑇3 ⁄𝑇2 − 1
Dari pers. (7.6) dan (7.7), 𝑇4 ⁄𝑇1 = 𝑇3 ⁄𝑇2 , sehingga:
𝑇1
𝜂 =1− sehingga,
𝑇2
1
𝜂 = 1 − 𝑘−1 (𝑘 konstan) (7.8)
𝑟
153
Gambar 7.4 Diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 siklus Otto udara standar
Persamaan (7.8) menunjukkan bahwa efisiensi termal siklus Otto udara
standar dingin adalah fungsi dari perbandingan kompresi dan kalor spesifik.
Contoh Soal 7.1
Temperatur pada awal proses kompresi siklus Otto udara standar dengan
perbandingan kompresi 8 adalah 300K, tekanan 1 atm, dan volume silinder
566 cm3. Temperatur maksimum selama siklus adalah 2000K. Tentukan
(a) temperatur dan tekanan pada akhir setiap proses dari siklus, (b)
efisiensi termal, (c) mep, dalam atm.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.1S.
Asumsi:
1. Udara di dalam susunan silinder-piston merupakan sistem tertutup;
2. Proses kompresi dan ekspansi adalah adibatik reversibel (isentropik);
3. Udara dimodelkan sebagai gas ideal;
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis:
154
a. Pertama, menentukan temperatur, tekanan, dan energi dalam spesifik pada
setiap keadaan dari siklus Otto. Pada 𝑇1 = 300K, diperoleh dari Tabel T-8,
bahwa 𝑢1 = 214,07 kJ⁄kg dan 𝜐𝑟1 = 621,2.
Kompresi isentropik proses 1 − 2:
𝑉2 𝜐𝑟1 621,2
𝜐𝑟2 = 𝜐𝑟1 = = = 77,65
𝑉1 𝑟 8
Dengan menggunakan data 𝜐𝑟2 = 77,65, interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 78,61 dan pada 𝜐𝑟 = 75,50 diperoleh:
𝜐𝑟 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(K)
78,61 488,81 670
77,65 𝑢2 𝑇2
75,50 496,62 680
𝑇2 𝑉1 673,09K
𝑝2 = 𝑝1 ∙ = (1 atm) ∙ ( ) ∙ 8 = 17,95 atm ⊲
𝑇1 𝑉2 300K
Karena proses 2 − 3 terjadi pada volume konstan, persamaan keadaan gas
ideal memberikan:
𝑇3 2000K
𝑝3 = 𝑝2 = (38,53 atm) ( ) = 53,33 atm ⊲
𝑇2 1.444,94K
155
Pada 𝑇3 = 2.000K, dari Tabel T-8, diketahui 𝑢3 = 1.678,7 kJ⁄kg dan 𝜐𝑟3 =
2,776
Untuk proses ekspansi isentropik proses 3 − 4:
𝑉4 𝑉1
𝜐𝑟4 = 𝜐𝑟3 = 𝜐𝑟3 = 2,776(8) = 22,21
𝑉3 𝑉2
Dengan menggunakan data 𝜐𝑟4 = 22,21, interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 22,39 dan pada 𝜐𝑟 = 21,14 diperoleh:
𝜐𝑟 𝑢 (kJ⁄kg) 𝑇(K)
22,39 793,36 1.040
22,21 𝑢4 𝑇4
21,14 810,62 1.060
𝑇4 1.042,88K
𝑝4 = 𝑝1 = (1 atm) ∙ ( ) = 3,48 atm ⊲
𝑇1 300K
b. Efisiensi termal adalah:
𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂 =1− =1−
𝑄23 ⁄𝑚 𝑢3 − 𝑢2
(795,85 − 214,07) kJ⁄kg
= 1− = 0,51 (51%) ⊲
(1.678,7 − 491,22) kJ⁄kg
156
c. Untuk menentukan tekanan efektif rata-rata (mean effective pressure, atau
mep) memerlukan data kerja netto per siklus, yaitu:
𝑊siklus = 𝑚 ∙ [(𝑢3 − 𝑢4 ) − (𝑢2 − 𝑢1 )]
157
Gambar 7.5 Diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 siklus Diesel udara standar
Analisis siklus Diesel. Pada siklus Diesel penambahan kalor terjadi pada
tekanan konstan. Dengan demikian pada proses 2 − 3, meliputi kerja dan
kalor. Kerja dinyatakan dengan:
3
𝑊23
= ∫ 𝑝 ∙ 𝑑𝑣 = 𝑝2 (𝑣3
𝑚 2
− 𝑣2 ) (7.9)
Kalor yang ditambahkan pada proses 2−3 dapat diperoleh dengan menerapkan
kesetimbangan energi sistem tertutup:
𝑚(𝑢3 − 𝑢2 ) = 𝑄23 − 𝑊23
Menggabungkannya dengan pers. (7.9), dan menyelesaikannya untuk
perpindahan panas,
𝑄23
= (𝑢3 − 𝑢2 ) + 𝑝(𝑣3 − 𝑣2 ) = (𝑢3 + 𝑝𝑣3 ) − (𝑢2 + 𝑝𝑣2 )
𝑚
= ℎ3 − ℎ2 (7.10)
dengan ℎ adalah entalpy spesifik.
Pengeluaran panas pada proses 4 − 1 dinyatakan dengan:
𝑄41
= 𝑢4 − 𝑢1
𝑚
Efisiensi termal siklus Diesel adalah perbandingan antara kerja netto
siklus terhadap kalor yang ditambahkan. Sehinga efisiensi termal dinyatakan
dengan:
𝑊siklus ⁄𝑚 𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂= =1− = 1− (7.11)
𝑄23 ⁄𝑚 𝑄23 ⁄𝑚 ℎ3 − ℎ2
Sebagaimana siklus Otto, efisiensi termal siklus Diesel meningkat dengan
peningkatan perbandingan kompresi. Untuk evaluasi efisiensi termal dari
pers. (7.11) diperlukan nilai-nilai 𝑢1 , 𝑢4 , ℎ2 dan ℎ3 atau ekuivalensi temperatur
pada keadaan utama siklus. Untuk temperatur awal yang diberikan 𝑇1 dan
158
perbandingan kompresi 𝑟, temperatur pada keadaan 2 dapat dipero-leh
menggunakan hubungan isentropik dan data 𝜈𝑟 ,
𝑉2 1
𝜈𝑟2 = 𝜈𝑟1 = 𝜈𝑟1
𝑉1 𝑟
Untuk menentukan 𝑇3 dengan menerapkan eprsamaan gas ideal dengan
memperha-tikan bahwa 𝑝3 = 𝑝2 , sehingga:
𝑉3
𝑇3 = 𝑇2 = 𝑟𝑐 𝑇2
𝑉2
dengan 𝑟𝑐 = 𝑉3 ⁄𝑉2 , yang disebut nisbah pancung (cutoff ratio, 𝑟𝑐 ).
Karena 𝑉4 = 𝑉1 , perbandingan volume untuk proses isentropik 3 − 4
dapat dinyata-kan sebagai:
𝑉4 𝑉4 𝑉2 𝑉1 𝑉2 𝑟
= ∙ = ∙ = (7.12)
𝑉3 𝑉2 𝑉3 𝑉2 𝑉3 𝑟𝑐
Menggunakan pers. (7.12) bersama dengan 𝜈𝑟3 pada 𝑇3 , temperatura 𝑇4 dapat
ditentukan dengan interpolasi sekali 𝜈𝑟4 diperoleh dari hubungan isentropik,
𝑉4 𝑟
𝜈𝑟4 = 𝜈𝑟3 = 𝜈𝑟3
𝑉3 𝑟𝑐
Pada analisis udara standar, pernyataan yang tepat untuk evaluasi 𝑇2
dinyatakan dengan,
𝑇2 𝑉1 𝑘−1
=( ) = 𝑟 𝑘−1 (k konstan)
𝑇1 𝑉2
Temperatur 𝑇4 didapatkan dengan cara yang sama dari,
𝑇4 𝑉3 𝑘−1 𝑟𝑐 𝑘−1
=( ) =( ) (k konstan)
𝑇3 𝑉4 𝑟
Pengaruh perbandingan kompresi pada unjuk kerja. Sebagaimana pada
siklus Otto, efisiensi termal siklus Diesel meningkat dengan peningkatan
perbandingan kompresi. Hal ini dapat dilakukan secara sederhana
menggunakan analisis udara standar dingin. Pada basis udara standar dingin,
efisiensi termal siklus Diesel dapat dinyatakan sebagai,
1 𝑟𝑐𝑘 − 1
𝜂 =1− 𝑘−1
[ ] (k konstan) (7.13)
𝑟 𝑘(𝑟𝑐 − 1)
dengan 𝑟 adalah perbandingan kompresi dan 𝑟𝑐 adalah nisbah pancung.
Contoh Soal 7.2
Pada awal proses kompresi suatun siklus Diesel udara estándar yang
beroperasi dengan perbandingan kompresi 18, temperaturnya adalah 300K
dan tekanan 0,1 MPa. Nisbah pancung (cutoff ratio) siklus adalah 2.
Tentukan (a) temperatur dan tekanan pada akhir setiap proses siklus, (b)
efisiensi termal, (c) mep, dalam MPa.
159
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.2S.
Asumsi:
1. Udara di dalam susunan silinder-piston merupakan sistem tertutup;
2. Proses kompresi dan ekspansi adalah adibatik reversibel (isentropik);
3. Udara dimodelkan sebagai gas ideal;
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
Analisis:
a. Pertama dengan menentukan sifat-sifat pada setiap keadaan utama dari
siklus. Pada 𝑇1 = 300K, dari Tabel T-8 diketahui 𝑢1 = 214,07 kJ⁄kg dan
𝜈𝑟1 = 621,2. Pada proses kompresi isentropik 1 − 2:
𝑉2 1 1
𝜈𝑟2 = 𝜈𝑟1 = 𝜈𝑟1 = ∙ 621,2 = 34,51
𝑉1 𝑟 18
Dengan menggunakan data 𝜐𝑟2 = 34,51; interpolasi dari Tabel T-8 pada
𝜐𝑟 = 36,61 dan pada 𝜐𝑟 = 34,31 diperoleh:
𝜐𝑟 ℎ (kJ⁄kg) 𝑇(K)
36,61 910,56 880
34,51 ℎ2 𝑇2
34,31 932,93 900
160
(900 − 880)K (𝑇2 − 880)K
=
(34,31 − 36,61) (34,51 − 36,61)
20K (𝑇2 − 670)K
=
−2,3 −2,1
−2,3 ∙ (𝑇2 − 880)K = −2,1 ∙ 20K
(−2,3 ∙ 𝑇2 + 2.024)K = −42K
−2,3 ∙ 𝑇2 = (−42 − 2.024)K
(−2.066)K
𝑇2 = = 898,3K ⊲
−2,3
Dari persamaan keadaan gas ideal, maka:
𝑇2 𝑉1 898,3K
𝑝2 = 𝑝1 ∙ = (0,1 MPa) ∙ ( ) ∙ 8 = 5,39 MPa ⊲
𝑇1 𝑉2 300K
Karena proses 2 − 3 terjadi pada tekanan konstan, dari persamaan keadaan
gas ideal:
𝑉3
𝑇3 = 𝑇2
𝑉2
= 𝑟𝑐 𝑇2 = 2 ∙ 898,3K = 1.796,6K
Interpolasi dari Tabel T-8, pada 𝑇 = 1.750K dan 𝑇 = 1.800K
𝑇(K) ℎ (kJ⁄kg) 𝜐𝑟
1.750 1.941,6 4,328
1.796,52 ℎ3 𝜐𝑟3
1.800 2.003,3 3,944
161
(198,53632)K
𝜐𝑟3 = = 3,97 ⊲
50K
Untuk ekspansi isentropik proses 3 − 4
𝑉4 𝑉4 𝑉2
𝜈𝑟4 = 𝜈𝑟3 = ∙ ∙ 𝜐𝑟3
𝑉3 𝑉2 𝑉3
162
b. Efisiensi termal diperoleh dengan menggunakan
𝑄41 ⁄𝑚 𝑢4 − 𝑢1
𝜂 =1− =1−
𝑄23 ⁄𝑚 ℎ3 − ℎ2
664,3 − 214,07
= 1− = 0,578 (57,8%) ⊲
1.999,1 − 930,98
c. Tekanan efektif rata-rata (mep) ditentukamn sebagai berikut:
𝑊siklus ⁄𝑚 𝑊siklus ⁄𝑚
mep = =
𝜈1 − 𝜈2 𝜈1 (1 − 1/𝑟)
Kerja netto siklus sama dengan kalor netto yang ditambahkan,
𝑊siklus 𝑄23 𝑄41
= − = (ℎ3 − ℎ2 ) − (𝑢1 − 𝑢1 )
𝑚 𝑚 𝑚
= (1.999,1 − 930,98) − (664,3 − 214,07)
= 617,9 kJ/kg
Volume spesifik pada keadaan 1 adalah:
8.314 N ∙ m
(𝑅̅ ⁄𝑀)𝑇1 (28,97 kg ∙ K) (300K)
𝜈1 = = = 0,861 m3 ⁄kg
𝑝1 105 N⁄m2
Masukkan nilai-nilainya, maka:
617,9 kJ/kg 103 N ∙ m 1 MPa
mep = | || 6 | = 0,76 MPa ⊲
1 1 kJ 10 N⁄m2
0,861 (1 − ) m3 ⁄kg
18
7.5 Instalasi Daya Turbin Gas
Turbin gas cenderung lebih ringan dan lebih kompak daripada
pembangkit listrik tenaga uap yang dipelajari di Bab 6. Output daya yang
menguntungkan rasio terhadap berat turbin gas membuat turbin gas sangat
cocok untuk aplikasi transportasi (penggerak pesawat, pembangkit listrik di
kapal laut, dan sebagainya). Turbin gas juga biasa digunakan untuk
pembangkit listrik stasioner.
Model pembangkit tenaga turbin gas. Pembangkit tenaga turbin gas
bisa beroperasi baik sistem terbuka maupun tertutup. Model sistem terbuka
ditunjukkan pada gbr. 7.6a, pada sistem ini udara atmosfer secara terus-
menerus dihisap ke dalam kompresor, yang kemudian dikompresikan hingga
tekanan tinggi. Udara kemudian menuju ruang bakar (combustion
chamber), yang kemudian dicampur dengan bahan bakar dan terjadi proses
pembakaran, menghasilkan produk-produk pembakaran pada suatu
temperatur tertentu. Produk-produk pembakaran berekspansi melalui
turbin dan selanjutnya dibuang ke lingkungan. Sebagian kerja turbin
digunakan untuk menggerakkan kompresor, sebagian untuk
membangkitkan energi listrik, menggerakkan kendaraan, atau untuk
maksud tujuan lainnya. Pada sistem tertutup gbr. 7.6b, fluida kerja
menerima input energi dengan perpindahan panas dari sumber luar. Gas ke
163
luar turbin dialirkan melalui penukar kalor (heat exchanger), yang
kemudian didinginkan sebelum masuk kembali ke kompresor.
(a) (b)
Gambar 7.6 Turbin gas sederhana
(a) sistem terbuka dan (b) sistem tertutup
164
Gambar 7.7 Siklus turbin gas udara standar
Sesudah interaksi dengan lingkungannya, setiap satuan massa udara
masuk kompresor dianggap bahwa udara yang melewati komponen turbin gas
mengalami siklus termodinamika. Suatu penyederhaan dari keadaan yang
dialami udara dari siklus dapat diturunkan dengan memperhatikan bahwa
udara ke luar turbin disimpan ke komponen pada keadaan masuk yang
melewati suatu penukar kalor (heat exchanger) di mana terjadi pembuangan
kalor ke lingkungannya. Siklus yang terjadi dengan idealisasi ini selanjutnya
disebut siklus Brayton udara standar.
165
𝑄̇in
= ℎ3 − ℎ2 (7.16)
𝑚̇
Kalor yang dikeluarkan per satuan massa adalah:
𝑄̇out
= ℎ4 − ℎ1 (7.17)
𝑚̇
Efisiensi siklus Brayton udara standar yang dinyatakan dari gbr. 7.7 adalah:
𝑊̇t ⁄𝑚̇ − 𝑊̇c ⁄𝑚̇ (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= = (7.18)
̇
𝑄in ⁄𝑚̇ ℎ3 − ℎ2
Nisbah kerja balik (back work ratio), atau bwr siklus Brayton udara
standar adalah:
𝑊̇c ⁄𝑚̇ ℎ2 − ℎ1
bwr = = (7.19)
̇ ⁄
𝑊t 𝑚̇ ℎ3 − ℎ4
Untuk kenaikan tekanan yang sama, suatu kompresor turbin gas akan
memerlukan masukan kerja yang lebih besar per satuan aliran massa daripada
pemompaan uap dari siklus tenaga uap karena volume spesifik gas yang
mengalir melalui kompresor akan jauh lebih besar daripada cairan yang
mengalir melalui pompa. Oleh karena itu relatif lebih besar kerja yang
dibutuhkan oleh turbin gas untuk menggerakkan kompresor. Pada umumnya,
bwr suatu turbin gas bervariasi antara 40 hingga 80% dibandingkan dengan
bwr suatu instalasi tenaga uap yang berkisar hanya 1 atau 2%.
Jika temperatur pada nomor keadaan siklus Brayton udara standar
diketahui, dibutuhkan nilai-nilai enthalpi spesifik yang ditunjukkan pada
Tabel T-8. Sebagaimana ditunjukkan pada mesin pembakaran dalam
sebelumnya, kemudahan utama dari asumsi kalor spesifik konstan adalah
penyederhanaan pernyataan kuantitas efisiensi termal. Karena persamaan
7.14 hingga 7.19 telah dikembangkan dari laju kesetimbangan massa dan
energi dengan mengabaikan adanya ireversibilitas. Meskipun ireversibiltas
dan kerugian (losses) terjadi di dalam beberapa instalasi komponen tenaga
yang mempengaruhi unjuk kerja sistem secara keseluruhan, pada pembahasan
awal hal ini diabaikan. Hal ini untuk menentukan batas atas unjuk kerja siklus
Brayton udara standar. Namun, pengaruh ireversibilitas dan kerugian-
kerugian pada beberapa komponen akan dibahas pada sub-sub bab
berikutnya.
166
Luasan pada diagram 𝑝 − 𝑣 dan 𝑇 − 𝑠 gbr. 7.8 dapat diinterpretasikan
sebagai kalor dan kerja per satuan aliran massa. Pada diagram 𝑇 − 𝑠, luasan
2−3−a−b−2 menunjukkan kalor yang ditambahkan, luasan 1−2−a−b−1
menunjukkan kerja input kompresor, dan luasan 3−4−b−a−3 adalah kerja
output turbin semuanya adalah per satuan massa. Luasan di dalam gambar
dapat diinterpretasikan sebagai kerja output netto dan panas netto yang
ditambahkan. Jika data tabel udara digunakan dalam analisis siklus ideal
Brayton, persamaan-persamaan berikut dapat digunakan pada proses
isentropik 1−2 dan 3−4:
𝑝r2
𝑝2
= 𝑝r1 (7.20)
𝑝1
𝑝4
𝑝r4 = 𝑝r3
𝑝3
𝑝1
= 𝑝r3 (7.21)
𝑝2
Karena udara yang mengalir melalui penukar kalor siklus ideal dianggap
terjadi pada tekanan konstan, sehingga 𝑝4 ⁄𝑝3 = 𝑝1 ⁄𝑝2 . Hubungan ini telah
dinyatakan pada pers. 7.21.
Jika siklus Brayton ideal dianalisa pada basis udara standar dingin,
kalor spesifik dianggap konstan. Persamaan tekanan pada pers. 7.20 dan 7.21
dapat diberlakukan juga pada temperatur, sehingga persamaan temperatur
dapat dinyatakan dengan:
𝑝2 (𝑘−1)⁄𝑘
𝑇2 = 𝑇1 ( ) (7.22)
𝑝1
𝑝4 (𝑘−1)⁄𝑘
𝑇4 = 𝑇3 ( )
𝑝3
𝑝1 (𝑘−1)⁄𝑘
= 𝑇3 ( ) (7.23)
𝑝2
dengan 𝑘 adalah perbandingan kalor spesifik, 𝑘 = 𝑐𝑝 ⁄𝑐𝑣 .
167
Contoh Soal 7.3
Udara menuju kompresor pada suatu siklus Brayton udara standar pada
100 kPa, 300K, dengan laju alir volumetrik 5 m 3/s. Perbandingan tekanan
kompresor adalah 10. Temperatur inlet turbin adalah 1400 K. Tentukan (a)
efisiensi termal siklus, (b) bwr, dan (c) daya netto yang dihasilkan, dalam
kW.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.3S.
168
(586,04 − 575,59) kJ⁄kg (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg
=
(14,38 − 13,50) (13,86 − 13,50)
10,3745 kJ⁄kg (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg
=
0,88 0,36
0,88 ∙ (ℎ2 − 575,59) kJ⁄kg = 0,36 ∙ 10,3745 kJ⁄kg
(0,88 ∙ ℎ2 − 506,5192) kJ⁄kg = 3,73482 kJ⁄kg
0,88 ∙ ℎ2 = (3,73482 + 506,5192) kJ⁄kg
(510,2574) kJ⁄kg
ℎ2 = = 579,84 kJ⁄kg ⊲
0,88
Temperatur pada keadaan 3 diketahui 𝑇3 = 1.400K. Pada temperatura ini,
enthalpi spesifik pada keadaan 3 dari Tabel 8 adalah ℎ3 = 1.515,42 kJ⁄kg dan
𝑝𝑟3 = 450,5.
Enthalpi spesifik pada keadaan 4 diperoleh dari hubungan isentropik,
𝑝4 1
𝑝𝑟4 = 𝑝𝑟3 = (450,5) ( ) = 45,05
𝑝3 10
Interpolasi linier dari Tabel T-8 diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
43,35 800,03
45,05 ℎ4
45,55 810,99
169
= 0,3956(39,56%) ⊲
c. Daya netto yang dihasilkan adalah:
𝑊̇siklus = 𝑚̇ [(ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )]
Untuk menentukan daya netto memerlukan data laju alir massa 𝑚̇, yang
dapat ditentukan dari laju alir volumetrik dan volume spesifik masuk
kompresor, yaitu:
(𝐴𝑉)1 𝑝1 (5 m3 ⁄s)(100 × 103 N⁄m2 )
𝑚̇ = = = 5,807 kg⁄s
(𝑅̅ ⁄𝑀 )𝑇1 (
8.314 N ∙ m
) (300 K)
28,97 kg ∙ K
Sehingga,
kg kJ
𝑊̇siklus = (5,807 ) ∙ [(1.515,42 − 808,5) − (579,84 − 300,19) ]
s kg
kg kJ 1 kW
= (5,807 ) (706,92 − 279,65) | | = 2.481,16 𝑘𝑊 ⊲
s kg 1 kJ⁄s
(a) (b)
Gambar 7.9 Pengaruh ireversibilitas pada turbin gas udara standar
170
Pengaruh ireversibilitas di dalam turbin dan kompresor menjadi lebih
kentara, kerja yang dihasilkan oleh turbin menurun dan kerja input ke
kompresor meningkat, akibatnya ditandai menurunnya kerja netto instalasi
daya. Dengan demikian, pada suatu jumlah kerja netto tinggi yang ingin
dihasilkan, dibutuhkan efisiensi turbin dan kompresor relatif tinggi. Setelah
beberap[a dekade upaya pengembangan, efisiensi 80 hingga 90% saat ini
telah dapat dicapai pada turbin dan kompresor di dalam suatu instalasi daya
turbin gas. Dinyatakan keadaan pada gbr. 7.9b, efisiensi isentropik turbin
dan kompresor:
(𝑊̇t⁄𝑚̇)
𝜂t =
(𝑊̇t⁄𝑚̇)s
ℎ3 − ℎ4
= (7.24)
ℎ3 − ℎ4s
(𝑊̇c ⁄𝑚̇)s ℎ2s − ℎ1
𝜂c = = (7.25)
(𝑊̇c ⁄𝑚̇) ℎ2 − ℎ1
171
2. Kompresor dan turbin dianggap adibatis.
3. Tidak ada penurunan tekanan aliran melalui penukar kalor.
4. Pengaruh energi kinetik dan potensial diabaikan.
5. Fluida kerja adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal.
Analisis:
a. Efisiensi termal dinyatakan dengan:
𝑊̇t ⁄𝑚̇ − 𝑊̇c ⁄𝑚̇
𝜂=
𝑄̇in ⁄𝑚̇
Bentuk kerja pada pernyataan ini dievaluasi menggunakan nilai-nilai
efisiensi isentropik turbin dan kompresor yang diberikan:
Kerja turbin per satuan massa adalah:
𝑊̇𝑡 𝑊̇𝑡
= 𝜂𝑡 ( )
𝑚̇ 𝑚̇ 𝑠
dengan 𝜂t adalah efisiensi turbin. Nilai (𝑊̇ t ⁄𝑚̇)s ditentukan dari
penyelesaian pada contoh 7.3 yaitu = 706,9 kJ/kg, sehingga:
𝑊̇𝑡
= 0,8(706,9 𝑘𝐽/𝑘𝑔) = 565,5 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇
Enthalpi spesifik ke luar turbin, ℎ4 , ditentukan sebagai berikut:
ℎ4 = ℎ3 − (𝑊̇t⁄𝑚̇) = 1.515,4 − 565,5 = 949,5 kJ⁄kg
Kerja kompresor per satuan massa adalah:
𝑊̇𝑐 (𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇)𝑠
=
𝑚̇ 𝜂𝑐
dengan 𝜂c adalah efisiensi kompresor. Nilai ((𝑊̇c ⁄𝑚̇)s ) ditentukan dari
penyelesaian pada contoh 7.3 yaitu = 279,7 kJ/kg, sehingga:
𝑊̇𝑐 279,7 𝑘𝐽/𝑘𝑔
= = 349,6 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇ 0,8
Enthalpi spesifik keluar kompresor, ℎ2 , ditentukan sebagai berikut:
𝑊̇𝑐
= ℎ2 − ℎ1
𝑚̇
ℎ2 = ℎ1 + 𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇ = (300,19 + 349,6) 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔 = 649,8 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
Perpindahan panas ke fluida kerja per satuan aliran massa adalah:
𝑄̇𝑖𝑛
= ℎ3 − ℎ2 = 1.515,4 − 649,8 = 865,6 𝑘𝐽⁄𝑘𝑔
𝑚̇
di mana ℎ3 diperoleh dari penyelesaian contoh 7.3.
Sehingga, efisiensi termal adalah:
565,5 − 349,6
𝜂= = 0,249 (24,9%) ⊲
865,6
172
173
b. Nisbah kerja balik (bwr) adalah:
𝑊̇𝑐 ⁄𝑚̇ 349,6
𝑏𝑤𝑟 = = = 0,618 (61,8%) ⊲
𝑊̇𝑡 ⁄𝑚̇ 565,5
c. Laju alir massa sama sebagaimana telah dihitung pada contoh 7.3. Kerja
netto yang dihasilkan oleh siklus menjadi:
𝑊̇𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 = 𝑚̇[(ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )]
𝑘𝑔 𝑘𝐽
= (5,807 ) ∙ [(1.515,42 − 949,5 ) − (649,8 − 300,19) ]
𝑠 𝑘𝑔
kg kJ 1 kW
= (5,807 ) (565,92 − 349,61) | | = 1.256,1 𝑘𝑊 ⊲
s kg 1 kJ⁄s
174
Gambar 7.10 Siklus turbin gas udara standar regeneratif
Keefektifan regenerator (regenerator effectiveness). Dari pers. (7.26),
dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas eksternal dibutuhkan oleh
instalasi daya turbin gas untuk menurunkan enthalpi spesifik ℎx dan
temperatur 𝑇x . Nampak ada insentif dalam bentuk bahan bakar yang dihemat
dengan penggunaan regenerator akibat peningkatan temperatur ini. Untuk
mengetahui nilai teoritis maksimum 𝑇x , perhatikan gbr. 7.11a, yang
menunjukkan variasi temperatur aliran panas dan dingin suatu penukar kalor
aliran tak searah. Karena beda hingga temperatur di antara aliran dibutuhkan
agar terjadi perpindahan panas, temperatur aliran dingin pada suatu titik
lokasi, dinotasikan dengan koordinat 𝑧, harus lebih kecil daripada aliran
panas. Jika luas perpindahan panas diperbesar, menyebabkan laju
perpindahan panas di antara dua aliran semakin besar. Sebagaimana
ditunjukkan pada gbr. 7.11b, hal ini menyebabkan beda temperatur di antara
dua aliran akan sangat kecil. Pada keadaan ini, temperatur ke luar aliran
dingin akan mendekati temperatur masuk aliran panas, dan perpindahan
panas kemudian menjadi reversibel.
175
(a) (b)
Gambar 7.11 Distribusi temperatur penukar kalor aliran tak searah
(a) aktual, (b) reversibel
176
Contoh Soal 7.5
Suatu regenerator ditambahkan dalam siklus padav contoh 7.3. (a)
Tentukan efisiensi termal pada kefektifan regenerator 80%. (b) Plot
efisiensi termal terhadap keefektifan regenerator pada rentang antara 0
hingga 80%.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 7.5S.
177
(𝑊̇t⁄𝑚̇) − (𝑊̇c ⁄𝑚̇) (ℎ3 − ℎ4 ) − (ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= =
(𝑄̇in ⁄𝑚̇) (ℎ1 − ℎx )
(1.515,4 − 808,5) − (579,9 − 300,19)
= = 0,568 (56,8%) ⊲
(1.515,4 − 762,8)
b. plot efisiensi termal terhadap keefektifan regenerator:
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Bagaimanakah perbandingan nisbah kerja balik (back work ratio, bwr)
antara siklus Otto, Diesel dan Brayton?
2. Bagaimana penjelasannya bahwa efisiensi termal siklus Otto ideal
berubah dengan perbandingan kompresi mesin dan perbandingan kalor
spesifik fluida kerja? Mengapa perbandingan kompresi tinggi tidak
digunakan motor bakar pengapian busi?
3. Jelaskan perbedaan di antara siklus Otto ideal, skiklus Diesel ideal, dan
siklus Brayton ideal?
4. Apakah pengertian nisbah pancung (cutoff ratio)? Bagaimana
pengaruhnya pada efisiensi termal siklus Diesel?
5. Sebut dan jelaskan empat proses pada siklus Brayton ideal. Kenapa
nisbah kerja balik (bwr) relatif lebih tinggi pada siklus Brayton ideal
dibandingkan siklus Otto dan Diesel ideal?
6. Untuk temperatur minimum dan maksimum yang tetap, apa pengaruh
perbandingan tekanan terhadap (a) efisiensi termal-nya dan (b) keluaran
kerja netto siklus Brayton ideal?
178
Soal-Soal
1. Suatu siklus Otto udara standar memiliki perbandingan kompresi 8,5.
Pada langkah awal kompresi, 𝑝1 = 100 kPa dan 𝑇1 = 300 K. Penambahan
kalor per satuan massa udara 1400 kJ/kg. Tentukan:
(a) kerja netto, dalam kJ per kg udara,
(b) efisiensi termal siklus,
(c) tekanan efektif rata-rata (mep), dalam kPa,
(d) temperatur maksimum siklus, dalam K.
2. Pada awal proses kompresi siklus Otto udara standar, 𝑝1 = 1,0 bar, 𝑇1 =
290 K, 𝑉1 = 400 cm3 . Temperatur maksimum 2.200 K dan perbadningan
kompresi 8. Tentukan:
(a) kalor yang ditambahkan, dalam kJ.
(b) kerja netto, dalam kJ,
(c) Efisiensi termal
(d) tekanan efektif rata, mep, dalam bar.
3. Suatu mesin pembakaran dalam dengan empat silinder dan empat
langkah beroperasi pada 2.800 rpm. Proses di dalam setiap silinder
dimodelkan sebagai siklus Otto udara standar dengan tekanan 1 atm,
temperatur 300K, dan volume 555 cm3. Tentukan dengan menggunakan
analisis udara dingin dengan 𝑘 = 1,4, daya yang dihasilkan mesin dalam
hp, dan mep dalam kPa.
4. Suatu siklus Diesel udara standar memiliki perbandingan kompresi 18
dan nisbah pancung (cutoff ratio) 2,5. Keadaan pada awal kompresi pada
𝑝1 = 0,9 bar dan 𝑇1 = 300 K. Tentukan:
(a) kerja netto per satuan massa udara, dalam kJ/kg.
(b) efisiensi termal.
(c) tekanan maksimum siklus, dalam kPa,
(d) tekanan efektif rata-rata, mep, dalam kPa.
(e) ulangi soal (a) hingga (d) pada basis udara standar dingin dengan
panas spesifik pada 300K.
5. Suatu siklus Diesel udara standar memiliki perbandingan kompresi 15
dan nisbah pancung (cutoff ratio) 1,1. Keadaan pada awal kompresi pada
𝑝1 = 1 atm dan 𝑡1 = 27 ℃. Tekanan menjadi dua Kali selama Tentukan:
(a) kerja netto per satuan massa udara, dalam kJ/kg.
(b) efisiensi termal.
(c) tekanan maksimum siklus, dalam kPa,
(d) tekanan efektif rata-rata (mep), dalam kPa.
(e) ulangi soal (a) hingga (d) pada basis udara standar dingin dengan
panas spesifik pada 300K.
6. Pada awal proses kompresi siklus modifikasi (dual) udara standar (gbr.
7.7S) dengan perbandingan kompresi 18, temperatur 300 K, dan tekanan
0,1 MPa. Perbandingan tekanan pada volume konstan proses pemanasan
179
15:1. Perbandingan volume pada bagian tekanan konstan proses
pemanasan adalah 12:1. Tentukan (a) efisiensi termal dan (b) tekanan
efektif rata-rata (mep), dalam MPa.
180
500oC. Tentukan (a) efisiensi isentropik kompresor, (b) daya output
netto, (c) bwr, dan (d) efisiensi termal.
181
Halaman kosong
182
BAB VIII
SIKLUS REFRIGERASI
183
8.2 Refrigerator dan Pompa Kalor
Diketahui dari pengalaman bahwa kalor mengalir dalam arah
temperatur yang lebih rendah, yaitu, dari daerah bertemperatur lebih tinggi ke
temperatur yang lebih rendah. Proses perpindahan panas ini terjadi secara
alamiah tanpa memerlukan suatu alat. Proses sebaliknya, dengan demikian,
tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Perpindahan panas dari daerah
bertemperatur rendah ke daerah bertemperatur lebih tinggi memerlukan alat
khusus yang disebut refrigerator (mesin pendingin). Refrigerator adalah
perangkat siklik, dan fluida kerja yang digunakan di dalam siklus refrigerasi
disebut refrigerant.
Suatu refrigerator ditunjukkan secara skematis pada gbr. 8.11a. Di sini,
𝑄L adalah besaran kalor yang dikeluarkan dari ruang pendingin pada
temperatrur 𝑇L , 𝑄H adalah besaran kalor yang dikeluarkan ke daerah hangat
pada temperatur 𝑇H , dan 𝑊net,in adalah input kerja netto ke refrigerator. Alat
lain yang memindahkan kalor dari daerah bertemperatur rendah ke daerah
bertemperatur tinggi adalah pompa kalor (heat pump). Refrigeratror dan
pompa kalor pada dasarnya adalah alat yang sama, yang berbeda hanya dalam
fungsinya. Tujuan refrigerator adalah untuk menjaga ruang refrigerator pada
temperatur rendah dengan mengeluarkan kalor dari dalamnya pada
lingkunmgan yang hangat. Sedangkan tujuan pompa kalor adalah untuk
menjaga temperatur ruangan tetap hangat dengan menyerap kalor di dalam
ruangan dan mengeluarkannya pada temperatur lingkungan lebih dingin (gbr.
8.1b).
Unjuk kerja refrigerator dan pompa kalor dinyatakan dalam bentuk
koefisien unjuk kerja (coefficient of performance, COP), yang didefinisikan
sebagai:
Output yang diinginkan efek pendinginan 𝑄L
COPR = = = (8.1)
Input yang diperlukan Input kerja 𝑊net,in
Output yang diinginkan efek pemanasan
COPHP = =
Input yang diperlukan Input kerja
𝑄H
= (8.2)
𝑊net,in
184
sebanyak yang dikonsumsi. Dalam kenyataannya, 𝑄H adalah bagian yang
hilang ke udara lingkungan melalui sistem perpipaan dan peralatan lainnya,
dan COPHP bisa turun di bawah satu jika temperatur udara luar sangat rendah.
Jika hal ini terjadi, sistem normalnya akan berganti menggunakan bahan
bakar (gas alam, propana, minyak, dan sebagainya). Kapasitas pendinginan
dari sistem refrigerasi adalah laju pengeluaran kalor dari ruang pendinginan,
sering dinyatakan dalam bentuk ton refrigerasi (ton of refrigeration, TOR).
Kapasitas suatu sistem refrigerasi yang dapat membekukan 1 ton air dalam
fase cair pada 0℃ hingga berubah fase menjadi es pada 0℃ selama 24 jam
dikatakan 1 ton. Satu TOR sama dengan 211 kJ/min.
185
Gambar 8.2 Diagram skematis dan T−s siklus refrigerasi kompresi uap
Pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal, refrigerant menuju
kompresor pada keadaan 1 sebagai uap jenuh dan dikompresikan secara
isentropik ke tekanan kondensor. Temperatur refrigerant meningkat selama
proses kompresi isentropik ini di atas temperatur lingkungan (menengah).
Refrigerant kemudian menuju kondensor sebagai uap panas lanjut pada
keadaan 2 dan ke udara luar pada keadaan 3 sebagai hasil pengeluaran panas
ke lingkungan. Refrigerant cair jenuh pada keadaan 3 diturunkan tekanan
kondensasinya yang melewati katup ekspansi atau pipa-pipa kapiler.
Temperatur refrigerant turun di bawah temperatur ruang berpendingin
selama proses ini. Refrigerant menuju evaporator pada keadaan 4 sebagai
campuran jenuh kualitas rendah, dan kemudian menguap dengan menyerap
kalor dari ruang berpendingin. Refrigerant meninggalkan evaporator sebagai
uap jenuh dan menuju kembali kompresor untuk melenmgkapi siklus.
Luasan di bawah kurva proses pada diagram T−s (gbr. 8.2b) menun-
jukkan perpindahan panas pada proses reversibel internal. Area di bawah
kurva 4−1 menunjukkan kalor yang diserap oleh refrigerant di dalam
evaporator, dan luasan di bawah kurva proses 2−3 menunjukkan kalor yang
dibuang di dalam kondensor. Aturan praktis menunjukkan bahwa COP
meningkat sebesar 2 hingga 4% pada setiap oC temperatur penguapan yang
dinaikkan atau temperatur kondensasi yang diturunkan.
Di dalam refrigerator rumahan, pipa-pipa dan kompartemen freezer di
mana kalor diserap oleh refrigerant berfungsi sebagai evaporator. Koil-koil di
belakang refrigerator, di mana kalor dibuang ke udara di dalam dapur
berfungsi sebagai kondensor (gbr. 8.3).
186
Gambar 8.3 Refrigerator rumahan
Diagram lain yang seringkali digunakan di dalam analisas siklus
refrigerasi uap adalah diagram p−h . sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 8.4.
Pada diagram ini, tiga dari empat proses nampak sebagai garis lurus, dan
perpindahan panas di dalam kondensor sebanding dengan panjang
proporsional kurva proses yang bersesuaian. Tidak seperti diklus ideal yang
dijelaskan sebelumnya, siklus refrigerasi kompresi uap ideal tidaklah siklus
reversibel internal karena siklus ini terdiri dari suatu proses ireversibiltas
(yaitu di dalam proses penurunan tekanan kondensasi di dalam katup
ekspansi). Proses ini dilakukan di dalam siklus untuk membuat modelnya
lebih realistik pada siklus refrigerasi kompresi uap aktual. Jika peralatan
penurun tekanan digantikan dengan turbin isentropik, refrigerant akan
menuju evaporator pada keadaan 4′ menggantikan keadaan 4. Sebagai
hasilnya, kapasitas refrigerasi akan meningkat (dengan luasan di bawah kurva
proses 4′ −4 pada gbr. 8.2) dan input kerja netto akan berkurang (dengan
jumlah output kerja turbin). Mengganti katup ekspansi dengan sebuah turbin
tidaklah praktis karena tambahan keuntungan tidaklah sebanding dengan
biaya yang dikeluarkan dan adanya kompleksitas proses yang terjadi.
Keempat komponen yang berhubungan dengan siklus refrigerasi
kompresi uap adalah peralatan aliran steady dan dengan demikian keempat
proses siklus dapat dibuat analisanya sebagai proses aliran steady. Perubahan
energi kinetik dan potensial refrigerant umumnya relatif kecil terhadap kerja
dan perpindahan panas yang terjadi sehingga dapat diabaikan. Persamaan
energi aliran steady berdasarkan satuan massa dinyatakan sebagai:
187
(𝑞in − 𝑞out ) + (𝑤in − 𝑤out ) = ℎ𝑒 −
ℎ𝑖 (8.4)
188
5. Refrigerant pada keadaan uap jenuh menuju kompresor dan meninggalkan
kondensor pada cair jenuh.
Gambar 8.1S Skematis dan diagram T−s siklus refrigerasi soal 8.1
189
penurunan tekanan kondensasi (throttling process) dari asumsi 2, sehingga
ℎ4 = ℎ3 = 93,42 kJ⁄kg.
a. Laju penyerapan kalor dari ruang berpendingin (refrigerated space):
kg kJ
𝑄̇L = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 ) = (0,05 ) (236,04 − 93,42) = 7,13 kW ⊲
s kg
b. Daya input kompresor:
kg kJ
𝑊̇in = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ1 ) = (0,05 ) (267,82 − 236,04) = 1,59 kW ⊲
s kg
c. Laju pembuangan kalor dari refrigerant ke lingkungan:
kg kJ
𝑄̇H = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ3 ) = (0,05 ) (267,82 − 93,42) = 8,72 kW ⊲
s kg
d. Kapasitas refrigerasi yaitu laju perpindahan panas terhadap refrigerant
yang mengalir melalui evaporator, yang dinyatakan dengan:
kg 60 s kJ 1 ton
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4 ) = (0,05 ) | | (236,04 − 93,42) | |
s 1 min kg 211 kJ⁄min
= 2,03 ton ⊲
e. koefisien unjuk kerja refrigerator, COP refrigerator:
𝑄̇L 7,13 kW
𝐶𝑂𝑃𝑅 = = = 4,48
̇
𝑊in 1,59 kW
Ini berarti refrigerator mengeluarkan hampir lima kali energi termal dari
ruang berpendingin untuk setiap satuan energi listrik yang dikonsumsi.
190
meningkatkan daya input yang dibutuhkan oleh kompresor karena kerja
aliran steady sebanding dengan volume spesifik.
191
mungkin satu sama lain sehingga penurunan tekanan di dalam pipa hubung
menjadi kecil.
Contoh Soal 8.2
Refrigerant-134a menuju kompresor suatu refrigerator sebagai uap panas
lanjut pada 0,14 MPa dan −10oC pada laju 0,05 kg/s dan ke luar pada 0,8
MPa dan 50 oC. Refrigerant dikondensasikan pada kondensor pada 26 oC
dan 0,72 MPa dan diekspansikan ke 0,15 MPa. Dengan mengabaikan
perpindahan panas dan penurunan tekanan di dalam pipa-pipa hubung di
antara komponen, tentukan (a) laju pengeluaran kalor dari ruang
berpendingin, (b) daya input kompresor, (c) efisiensi isentropik
kompresor, dan (d) koefisien unjuk kerja refrigerator.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.2S.
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
192
b. Daya input kompresor:
𝑘𝑔 𝑘𝐽
𝑊̇𝑖𝑛 = 𝑚̇(ℎ2 − ℎ1 ) = (0,05 ) (284,39 − 243,40) = 2,05 𝑘𝑊 ⊲
𝑠 𝑘𝑔
c. Efisiensi isentropik kompresor, ditentukan dari:
ℎ2𝑠 − ℎ1
𝜂𝐶 =
ℎ2 − ℎ1
dengan enthalpi pada keadaan 2s, yaitu pada 𝑝2𝑠 = 0,8 MPa dan 𝑠2𝑠 =
𝑠1 = 0,9606 kJ⁄kg ∙ K ditentukan dengan interpolasi linier dari Tabel T-7:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9374 273,66
0,9606 ℎ2𝑠
0,9711 284,39
𝑄̇L 7,83 kW
𝐶𝑂𝑃𝑅 = = = 3,82 ⊲
𝑊̇in 2,05 kW
193
8.5.1 Sistem refrigerasi cascade
Beberapa industri memerlukan temperatur yang cukup rendah, dan
rentang temperatur yang terlibat mungkin menjadi terlalu besar sehingga
siklus refrigerasi kompresi uap tunggal menjadi tidak praktis. Pada rentang
temperatur yang tinggi berarti rentang tekanan tinggi pula pada siklus dan
sulit dicapai unjuk kerja pada kompresor bolak-balik (reciprocating
compressor). Salah satu cara menghadapi kendala ini adalah dengan dua atau
lebih siklus refrigerasi yang betroperasi secara seri. Sistem refrigerasi ini
disebut siklus refrigerasi cascade.
Siklus refrigerasi cascade dua tingkat ditunjukkan pada gbr. 8.6. Dua
siklus dihubungkan melalui penukar kalor di tengah, yang berfungsi sebagai
evaporator pada siklus atas (siklus A) dan kondensor pada siklus bawah (siklus
B). Diasumsikan bahwa penukar kalor diisolasi sempurna dan perubahan
energi kinetik dan potensial diabaikan, perpindahan panas dari fluida siklus
bawah sama dengan perpindahan panas dari fluida siklus atas. Sehingga,
perbandingan laju alir massa melalui setiap siklus menjadi:
𝑚̇A ℎ2 − ℎ3
𝑚̇A (ℎ5 − ℎ8 ) = 𝑚̇B (ℎ2 − ℎ3 ) ⟶ = (8.7)
𝑚̇B ℎ5 − ℎ8
dan
𝑄L 𝑚̇B (ℎ1 − ℎ4 )
COPR,cascade = = (8.8)
𝑊net,in 𝑚̇A (ℎ6 − ℎ5 ) + 𝑚̇B (ℎ2 − ℎ1 )
Di dalam sistem cascade ( gbr. 8.6), refrigerant pada kedua siklus
dianggap sama. namun ini juga tidak selalu karena tidak ada pencampuran
yang terjadi di dalam penukar kalor. Refrigerant dengan karateristik yang
lebih diinginkan dapat digunakan pada setiap siklus. Pada kasus ini, akan ada
pemisahan kubah jenuh (saturation dome) pada setiap fluida, dan diagram
T−s untuk satu siklus dapat berbeda. Juga, di dalam sistem refrigerasi cascade
dua siklus bisa saja saling tumpang-tindih karena adanya beda temperatur di
antara dua fluida. Nampak dari diagram T−s bahwa kerja kompresor
berkurang dan jumlah kalor yang diserap dari ruang berpendingin meningkat
sebagai akibat cascade. Selanjutnya, cascade meningkatkan COP sistem
refrigerasi. Beberapa sistem refrigerasi menggunakan tiga atau empat tingkat
cascade.
194
Gambar 8.6 Sistem refrigerasi cascade dua tingkat
Contoh Soal 8.3
Sistem refrigerasi cascade dua tingakt beroperasi di antara batas tekanan
0,8 dan 0,14 MPa. Setiap tingkat beroperasi pada siklus refrigerasi
kompresi uap ideal dengan refrigerant-134a sebagai fluida kerja.
Pengeluaran kalor dari siklus bawah ke siklus atas terjadi di dalam penukar
kalor aliran tak searah adibatik di mana ke dua aliran terjadi pada 0,32
MPa. Jika laju alir massa refrigerant melalui siklus atas 0,05 kg/s, tentukan
(a) laju alir massa refrigerant melalui siklus bawah, (b) laju pengeluaran
kalor dari ruang berpendingin, (c) daya input kompresor, dan (d) COP
refrigerator cascade.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.3S.
195
Gambar 8.3S Diagram T-s siklus refrigerasi cascade contoh soal 3
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
3. Penukar kalor adalah adiabatik.
Analisis: Diagram T−s siklus refrigerasi sistem cascade ditunjukkan pada
gbr. 8.3S.
196
𝑠3 = 𝑠𝑓@0,32 MPa = 0,2089 kJ⁄kg ∙ K
𝑝4 = 0,14 MPa ⟶ 𝑠4 = 𝑠3 = 0,2089 kJ⁄kg ∙ K
ℎ4 ≅ ℎ3 = 53,31 kJ⁄kg
𝑝5 = 0,32 MPa ⟶ ℎ5 = ℎ𝑔@0,32 MPa = 248,66 kJ⁄kg
𝑠5 = 𝑠𝑔@0,32 MPa = 0,9177 kJ⁄kg ∙ K
𝑝6 = 0,8 MPa ⟶ 𝑠6 = 𝑠5 = 0,9177 kJ⁄kg ∙ K
Interpolasi linier dari Tabel T-6:
𝑠𝑔 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9066 264,15
0,9177 ℎ6
0,9374 273,66
c. Daya input kompresor siklus cascade adalah jumlah daya input semua
kompresor:
197
𝑊̇in = 𝑊̇comp1,in + 𝑊̇comp2,in = 𝑚̇𝐴 (ℎ6 − ℎ5 ) + 𝑚̇𝐵 (ℎ2 − ℎ1 )
kg kJ
= (0,05 ) [(267,58 − 248,66) ]
s kg
kg kJ
+ (0,0389 ) [(252,71 − 236,04) ]
s kg
kJ 1 kW
= (0,946 + 0,648) | | = 1,59 kW ⊲
s 1 kJ⁄s
d. COP sistem refrigerasir cascade adalah perbandingan laju refrigerasi
terhadap daya input netto:
𝑄̇L 7,11 kW
COPR = = = 4,47 ⊲
𝑊̇in 1,59 kW
198
proses ini. Uap jenuh ini (keadaan 3) dicampur dengan uap panas lanjut dari
kompresor tekanan rendah (keadaan 2), dan campuran ini menuju kompresor
tekanan tinggi pada keadaan 9. Ini dilakukan melalui suatu proses regeneratif.
Cair jenuh (keadaan 7) berekspansi melalui katup ekspansi ke dua ke dalam
evaporator, yang membawa panas dari ruang berpendingin. Proses kompresi
dalam sistem ini menyerupai kompresi dua tahap dengan pendinginan antara
(intercooling), sehingga kerja kompresor berkurang. Perhatian perlu
diberikan di dalam menginterpretasikan luasan pada diagram T−s di dalam
sistem refrigerasi kompresi dua tingkat dengan ruang pencampur karena laju
alir massa berbeda di dalam setiap komponen siklus.
Contoh Soal 8.4
Sistem refrigerasi kompresi dua tingkat beroperasi di antara batas tekanan
0,8 dan 0,14 MPa. Fluida kerja yang digunakan adalah refrigerant -134a.
Refrigerant ke luar meninggal-kan kondensor sebagai cair jenuh dan
tekanannya diturunkan sehingga terjadi kondensasi (throttling process) ke
ruang pencampur (flashing chamber) pada 0,32 MPa. Sebagian refrigerant
menguap selama proses flashing, dan uap ini dicampur dengan refrigerant
yang meninggalkan kompresor tekanan rendah. Campuran kemudian
dikompresikan hingga tekanan kondensor oleh kompresor tekanan tinggi.
Cairan di dalam ruang pencampur diturunkan tekanannya ke tekanan
evaporator dan mendinginkan raung berpendinmgin (refrigerated chamber)
sebagai penguapan di dalam evaporator. Asumsikan refrigerant yang
meninggalkan evaporator sebagai uap jenuh dan kedua kompresor adalah
isentropik, tentukan (a) fraksi refrigerant yang menguap dan dikondensasikan
di dalam ruamng pencampur, (b) jumlah kalor yang dikeluarkan dari ruang
berpendingin, (c) kerja kompresor per satuan massa refrigerant yang mengalir
ke kondensor, (d) koefisien unjuk kerja, COP.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.4S.
Asumsi:
1. Kondisi operasi keadaan steady.
2. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
3. Ruang pencampur (flash chamber) adalah adiabatik.
199
Gambar 8.4S Diagram T−s siklus refrigerasi kompresi dua tingkat
200
𝐸out = 𝐸in
ℎ9 = 𝑥6 ℎ3 + (1 − 𝑥6 )ℎ2
𝑠 (kJ⁄kg ∙ K) ℎ (kJ⁄kg)
0,9217 271,25
0,9288 ℎ4
0,9566 282,34
201
𝑤in = (1 − 0,235)[(252,71 − 236,04) kJ⁄kg + (273,51 − 251,76) kJ⁄kg]
= 29,39 kJ/kg
d. Koefisien unjuk kerja, COP:
𝑞L 139,79 kJ⁄kg
COPR = = = 4,76 ⊲
𝑤in 29,39 kJ/kg
202
Gambar 8.8 Siklus refrigerasi gas sederhana
Meskipun COP-nya relatif rendah, siklus refrigerasi gas memiliki dua
karakteristik yang diinginkan, yaitu: operasionalnya sederhana, komponen-
komponennya ringan yang membuatnya sesuai untuk penggunaan di pesawat
udara, dan siklus ini bisa dibuat regeneratif yang membuatnya sesuai untuk
pencairan gas serta penerapan di bidang cryogenic. Suatu sistem pendinginan
pesawat udara siklus terbuka ditunjukkan pada gbr. 8.9. Udara atmosfer
dikompresikan oleh kompresor, didinginkan dengan udara lingkungan, dan
diekspansikan di dalam turbin. Udara dingin meninggalkan turbin dan
kemudian secara langsung dialirkan ke dalam kabin.
203
Tanpa regenerasi, temperatur masuk turbin terendah adalah 𝑇0 , temperatur
lingkungan atau media pendingin lainnya. Dengan regenerasi, gas tekanan
tinggi selanjutnya didinginkan ke 𝑇4 sebelum berekspansi di dalam turbin.
Rendahnya temperatur inlet turbin secara otomatis temperatur ke luat turbin
menjadi lebih rendah, yang berarti temperatur siklus menjadi lebih rendah.
Artinya, temp[eratur rendah dapat dicapai dengan mengulang siklus ini.
Contoh Soal 8.5
Udara menuju kompresor siklus refrigerasi gas pada 1 atm, 270K, dengan
laju alir volumetrik 1,5 m 3/s. Jika perbandingan tekanan kompresor 3 dan
temperatur inlet turbin 300K, tentukan (a) input daya netto, dalam kW, (b)
kapasitas refrigerasi, dalam kW, dan (c) koefisien unjuk kerja.
Penyelesaian
Skematis diagram ditunjukkan pada gbr. 8.5S.
204
𝑝2
𝑝𝑟2 = 𝑝 = (3)(0,9590) = 2,877
𝑝1 𝑟1
Interpolasi linier dari Tabel T-8, diperoleh:
𝑝𝑟 ℎ (kJ⁄kg)
2,626 360,58
2,877 ℎ2𝑠
2,892 370,67
205
Ini memerlukan laju alir massa 𝑚̇, yang dapat ditentukan dari alju alir
volumetrik dan volume spesifik pada inlet kompresor:
𝑝1 𝑉1̇ 101.325 N⁄m2 ∙ 1,5 m3 ⁄s
𝑚̇ = = = 1,961 kg⁄s
(𝑅̅ ⁄𝑀 ) ∙ 𝑇1 8.314 × 103 N ∙ m
( ) ∙ (270K)
28,97 kg ∙ K
Substitusikan nilai-nilainya untuk menentukan input daya netto
kompresor:
kg kJ
𝑊̇in = (1,961 ) [(370,10 − 270,11) − (300,19 − 218,97) ]
s kg
= 36,81 kW
b. Kapasitas refrigerasi,
kg kJ
𝑄̇in = 𝑚̇(ℎ1 − ℎ4s ) = (1,961 ) (270,11 − 218,97)
s kg
= 100,29 kW ⊲
c. Koefisien unjuk kerja,
𝑄̇in 100,29 kW
COPR = = = 2,72 ⊲
𝑊̇in 36,81 kW
206
temperatur rendah di bidang industri farmasi dan proses-proses industri
lainnya.
Pada awal-awal penggunaan refrigerant di sektor industri kecil,
mengenah dan rumah tangga seperti misalnya sulfur dioxide, ethyl chloride,
dan methyl chloride sangatlah beracun. Publisitas yang luas dari beberapa
contoh kebocoran yang mengakibatkan penyakit serius dan kematian pada
tahun 1920-an menyebabkan seruan publik untuk melarang atau membatasi
penggunaan refrigeran ini, menciptakan kebutuhan untuk pengembangan
suatu refrigerant yang aman untuk penggunaan rumah tangga. Atas desakan
ini maka lembaga riset Frigidaire Corporation dan General Motors
mengembangkan R−21, yang merupakan kelompok CFC pertama pada 1928.
Beberapa CFCs yang menghasilkan R−12 sebagai refrigerant yang lebih sesuai
untuk maksud tujuan komersial dan memberikan nama merk dagang ”Freon”.
Produksi komersial R−11 dan R−12 telah dimulai pada 1931 oleh suatu
perusahaan yang dibentuk secara bersama antara General Motors and E. I. du
Pont de Nemours and Co., Inc. Fleksibilitas dan harganya yang murah
menjadikan Freon sebagai refrigerant pilihan. CFCs telah digunakan secara
luas dalam aerosol, isolasi busa, dan industri elektronik sebagai pelarut
(solvent) untuk membersihkan chip-chip komputer.
R−11 digunakan terutama pada pendingin air (water chiller) dalam
system pengkondi-sian udara di dalam Gedung-gedung bertingkat. R−12
digunakan dalam refrigerator rumahan dan freezer, dan juga pengkondisian
udara (AC) di dalam mobil. R−22 digunakan pada AC window, pompa kalor,
AC pada gedung komersil, dan sistema refrigerasi industri besar yang
menyebabkannya mampu bersaing dengan ammonia. R−502 (campuran
R−115 dan R−22) menjadi refrigerant dominal dalam pemanfaatannya pada
sistem refrigerasi komersial seperti supermarket karena memungkinkan
temperatur rendah di evaporator pada saat beroperasi pada kompresi satu
tingkat.
Krisis ozone telah menimbulkan kegelisahan yang ditimbulkan industri
refrigerasi dan telah memicu perdebatan kritis atas penggunaan refrigerant.
Disadari pada pertengahan 1970-an bahwa CFC memungkinkan lebih banyak
radiasi ultraviolet ke atmosfer bumi dengan merusak lapisan pelindung ozone
dan dengan demikian berkontribusi pada efek rumah kaca yang menyebabkan
pemanasan global. Akibatnya, penggunaan beberapa CFCs dilarang dengan
perjanjian Internasional. CFC terhalogenasi penuh (seperti R−11, R−12, dan
R−115) paling merusak lapisan ozon. Refrigeran yang tidak sepenuhnya
terhalogenasi seperti R−22 memiliki sekitar 5% dari kemampuan penipisan
ozon dibandingkan R−12. Refrigeran yang ramah terhadap lapisan ozone yang
melindungi bumi dari sinar ultraviolet yang berbahaya telah dikembangkan.
Refrigeran R−12 yang dulu populer sebagian besar telah telah digantikan oleh
R−134a yang bebas klorin telah dikembangkan baru-baru ini.
207
Dua parameter penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan suatu
refrigeran adalah temperatur dari dua media (ruang didinginkan dan
lingkungan) di mana refrigeran bertukar panas. Untuk memiliki perpindahan
panas pada tingkat yang wajar, perbedaan temperatur 5 − 10°C harus dijaga
antara refrigeran dan media yang bertukar panas. Jika ruang berpendingin
harus dipertahankan pada 10°C, misalnya, temperatur zat pendingin harus
tetap pada sekitar 20oC sementara menyerap panas di evaporator. Tekanan
terendah dalam siklus refrigerasi terjadi di evaporator, dan tekanan ini harus
dijaga di atas tekanan atmosfer untuk mencegah kebocoran ke udara dalam
sistem refrigerasi. Oleh karena itu, refrigerant harus memiliki tekanan jenuh 1
atm atau lebih tinggi pada 20oC dalam kasus khusus ini. Ammonia dan R−134a
adalah dua zat tersebut.
Temperatur (dan dengan demikian tekanan) refrigerant pada sisi
kondensor tergantung pada media panas yang dikeluarkan. Temperatur yang
lebih rendah di kondensor (dengan demikian COP yang lebih tinggi) dapat
dipertahankan jika refrigeran didinginkan oleh air cair bukan udara.
Penggunaan pendingin air tidaklah dibenarkan secara ekonomi, kecuali dalam
sistem refrigerasi industri skala besar. Temperatur refrigerant di kondensor
tidak dapat jatuh di bawah temperatur media pendingin (sekitar 20oC untuk
penerapan kulkas di rumah tangga), dan tekanan jenuh zat pendingin pada
temperatur ini harus jauh di bawah tekanan kritisnya jika pengeluaran proses
panasnya secara isotermal. Jika tidak ada satu refrigeran yang dapat
memenuhi persyaratan temperatur, digunakan dua atau lebih siklus
refrigerasi dengan refrigerant berbeda yang digunakan secara seri. Sistem
refrigerasi seperti ini disebut sistem cascade telah dibahas pada bab ini.
Karakteristik lain yang diinginkan dari refrigerant adalah tidak beracun, tidak
korosif, tidak mudah terbakar, dan stabil secara kimia, memiliki entalpi
penguapan tinggi (yang meminimalkan laju aliran massa), dan tersedia
dengan biaya rendah.
Pertanyaan-Pertanyaan
1. Berdasarkan fungsinya ada dua jenis sistem refrigerasi, yaitu untuk:
pengawetan bahan makanan (preservation of food) dan pengkondisian
udara (air conditioning). Jelaskan kedua fungsi tersebut.
2. Saat memilih refrigerant untuk suatu aplikasi tertentu, apa pertimbangan
yang harus dilakukan?
3. Pada bidang apa saja aplikasi teknik refrigerasi yang ada, jelaskan apa
fungsinya.
4. Kenapa sistem refrigerasi dapat menghambat atau menyebabkan
kematian sebagian besar mikroorganisme penyebab pembusukan
makakan. Jelaskan.
208
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah berikut: (a) kerja dan energi,
(b) proses gas ideal, dan (c) proses isentropik yang digunakan dalam
teknik refrigerasi.
Soal-Soal
1. Refrigerant−134a menuju kompresor suatu sistem refrigerasi kompresi
uap ideal sebagai uap jenuh pada −16℃ dengan laju volumetrik
1 m3 ⁄min. Refrigerant meninggalkan kondensor pada 36℃, 18 bar.
Tentukan (a) daya kompersor, dalam kW, (b) kapasitas refrigerasi, dalam
ton, dan (c) COP siklus.
2. Sistem refrigerasi kompresi uap mensirkulasikan refrigerant−134a pada
laju 6 kg/min. Refrigerant menuju kompresor pada −20℃, 1,5 bar, dan ke
luar pada 12 bar dengan efisiensi isentropik kompresor 67%. Tidak terjadi
penurunan tekanan (pressure drop) aliran refrigerant melalui kondensor
dan evaporator. Refrigerant ke luar kondensor sebagai cair jenuh pada 12
bar. Abaikan eprpindahan panas antara kompresor dan lingkungannya,
tentukan (a) COP siklus, (b) kapasitas refrigerasi, dalam ton, (c) laju
ireversibilitas kompresor dan katup ekspansi, masing-masing dalam kW,
(d) perubahan aliran refrigerant yang mengalir melalui evaporator dan
kondensor, masing-masing dalam kJ/kg dengan mengasumsikan 𝑇0 =
21℃ dan 𝑝0 = 1 bar.
3. Sistem refrigerasi kompresi uap menggunakan R−134a sebagai fluida
kerja, dengan tekanan evaporator 1,4 bar dan tekanan kondensor 12 bar.
R−134a melewati setiap penukar kalor dengan mengabaikan penurunan
tekanan. Pada sisi masuk dan sisi ke luar kompresor temperaturnya
adalah masing-masing −10℃ dan 80℃. Laju perpiundahan panas dari
fluida kerja yang memngalir melewati kondensor adalah 15 kW, dan cair
jenuh ke luar pada 12 bar. Kompersor beroperasi secara adibatis,
tentukan (a) daya input kompresor, dalam kw, dan (b) COP siklus.
4. Udara menuju kompresor suatu siklus refrigerasi gas pada 1 bar, 280K,
dengan laju alir volumetrik 1,2 m3/s. Temperatur pada inlet turbin adalah
320K. Perbandingan tekanan di dalam kompresor adalah 3,5. Tentukan
(a) daya input netto, dalam kW, (b) kapasitas refrigerasi, dalam kW, dan
(c) COP siklus.
5. Suatu refrigerator komersial (gbr. 8.6S) dengan R−134a sebagai fluida
digunakan untuk menjaga ruang berpendingin pada temperatur −30℃
dengan mengeluarkan kalor ke pendingin air (cooling water) yang
menuju kondensor pada 18℃ pada laju 0,25 kg⁄s dan ke luar pada 26℃.
Refrigerant menuju kondensor pada 1,2 MPa dan 65℃ dan ke luar pada
42℃. Keadaan masuk kompresor adalah 60 kPa dan −34℃ dan
kompresor diperkirakan mendapat kalor netto 450 kW dari lingkungan.
209
Tentukan (a) kualitas refrigerant masuk evaporator, (b) beban refrigerasi,
dan (c) COP refrigerator.
6. Suatu refrigerator (gbr. 8.7S) menggunakan refrigerant−134a sebagai
fluida kerja dan beroperasi pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal.
Refrigerant menuju evaporator pada 120 kPa dengan kualitas 30% dan
meninggalkan kompresor pada 60℃. Jika daya input kompresor 450 kW,
tentukan (a) laju alir massa refrigerant, (b) tekanan kondensor, dan (c)
COP refrigerator.
210
DAFTAR PUSTAKA
211
R. A. Harmon. “The Keys to Cogeneration and Combined Cycles.” Mechanical
Engineering, February 1988, pp. 64–73.
R. L. Bannister and G. J. Silvestri. “The Evolution of Central Station Steam
Turbines.” Mechanical Engineering, February 1989, pp. 70–78.
R. L. Bannister, G. J. Silvestri, A. Hizume, and T. Fujikawa. “High
Temperature Supercritical Steam Turbines.” Mechanical Engineering,
February 1987, pp. 60–65.
S. W. Angrist. Direct Energy Conversion. 4th ed. Boston: Allyn and Bacon,
1982.
Steam, Its Generation and Use. 39th ed. New York: Babcock and Wilcox Co.,
1978.
Turbomachinery 28, no. 2 (March/April 1987). Norwalk, CT: Business
Journals, Inc.
W. F. E. Feller. Air Compressors: Their Installation, Operation, and
Maintenance. New York: McGraw-Hill, 1944.
W. F. Stoecker and J. W. Jones. Refrigeration and Air Conditioning. 2nd ed.
New York: McGraw-Hill, 1982.
W. F. Stoecker. “Growing Opportunities for Ammonia Refrigeration.”
Proceedings of the Meeting of the International Institute of Ammonia
Refrigeration, Austin, Texas, 1989.
W. Pulkrabek, Engineering Fundamentals of the Internal Combustion
Engine, 2nd ed., Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, 2004.
W. Z. Black and J. G. Hartley. Thermodynamics. New York: Harper & Row,
1985.
Y. A. . Çengel and J. M. Cimbala, Fluid Mechanics: Fundamentals and
Applications. New York: McGraw-Hill, 2006.
Y. Çerci, Y. A. Çengel, and R. H. Turner, “Reducing the Cost of Compressed Air
in Industrial Facilities.” International Mechanical Engineering
Congress and Exposition, San Francisco, California, November 12–17,
1995.
212
Tabel T−1 Sifat-sifat elemen dan senyawa tertentu
213
Tabel T−2 Sifat-sifat air jenuh (cair-uap): Tabel temperatur
214
Tabel T-2 (sambungan)
215
Tabel T-3 (sambungan)
216
Tabel T−4 Sifat-sifat uap air panas lanjut
217
Tabel T-4 (sambungan)
218
Tabel T-4 (sambungan)
219
Tabel T−5 Sifat-sifat Refrigerant-134a (cair-uap): Tabel temperatur
220
Tabel T−6 Sifat-sifat Refrigerant-134a jenuh (cair-uap): Tabel tekanan
221
Tabel T−7 Sifat-sifat Refrigerant-134a uap panas lanjut
222
Tabel T-7 (sambungan)
223
Tabel T−8 Sifat-sifat gas ideal udara
224
Tabel T-8 (sambungan)
225
INDEKS
226
LAMPIRAN:
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
227
3 Mahasiswa mampu mengetahui, menjelaskan, dan meng- CPL 5
analisa energi pada kondisi steady pada berbagai bidang CPL 6
permesinan (pompa, kompresor, turbin, boiler, penukar
kalor), menentukan enthalpi sebagai fungsi keadaan dan
temperatur.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, menjelaskan, dan meng- CPL 7
analisa produksi tenaga dari panas (sistem tenaga uap dan CPL 8
gas) serta proses refrigerasi dengan berbagai modifikasi
sistem yang terlibat di dalamnya.
CPL 3 : mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
termodinamika secara logis, kritis, sistematis, dan inovatif untuk peningkatan aspek
kognitif.
CPL 4 : mampu melakukan evaluasi, dokumentasi, dan publikasi hasil pemikiran dalam bidang
termodinamika.
CPL 5 : mampu melakukan analisa, perancangan, penerapan, dan pengujian alat-alat permesi-
nan yang lebih berkualitas.
CPL 6 : mampu melakukan perancangan, pengembangan, dan visualisasi aplikasi alat-alat
permesinan yang edukatif dengan aplikasi perangkat lunak MathCAD.
CPL 7 : mampu menerapkan dan mengoptimalkan beragam metode analisis dan pengolahan
data untuk berbagai kebutuhan pemenuhan energi.
CPL 8 : mampu merancang, mengimplementasikan, mengevaluasi serta menginvestigasi sistem
energi menggunakan beragam metode yang relevan.
228
3 Pokok Bahasan 3: Tingkat Mahasiswa mampu mengenal,
Keadaan Berbagai Zat (konsep menjelaskan dan menganalisis
sifat dan tingkat keadaan, kese- diagram p-v-T untuk persamaan
imbangan berbagai sifat termodi- gas ideal, aplikasi persamaan
namik, sifat tekanan dan tempe- tingkat keadaan generalized
ratur, tingkat keadaan intensif correlation untuk fluida (gas dan
dan ekstensif, dan postulasi cairan) di dalam system termodi-
tingkat keadaan). mika tertutup.
4 Pokok Bahasan 4: Analisa Energi Mahasiswa mampu mengenal,
(metodologi umum, karakteristik menjelaskan dan menganalisis
zat sederhana, berbagai sifat energi dengan prinsip-prinsip
campuran, analisa energi massa hukum kekekalan massa dan
dan volume atur, kekekalan energi pada berbagai peralatan
energi pada kondisi steady). agar unjuk kerja yang optimum.
5 Pokok Bahasan 5: Entropi dan Mahasiswa mampu mengenal,
Hukum Kedua (pernyataan hu- menjelaskan dan menganalisis
kum kedua, proses reversibel dan entropi sebagai karakteristik in-
ireversibel, perpindahan & peru- tensif zat serta dapat menentu-
bahan entropi, ukuiran kinerja kan proses reversibel & reversi-
maksimum siklus dengan siklus bel suatu proses berlangsung &
Carnot). kinerja maksimum siklus.
6 Pokok Bahasan 6: Sistem Tenaga Mahasiswa mampu mengenal,
Uap (model dan analisis sistem menjelaskan dan menganalisis
tenaga uap, evaluasi unjuk kerja siklus Rankine dengan fluida
& perpindahan panas, analisis kerja air serta berbagai cara
siklus Rankine dengan berbagai untuk meningkatkan kinerja dan
modifikasinya untuk meningkat- efisiensi siklus.
kan efisiensi termis siklus).
7 Pokok Bahasan 7: Sistem Tenaga Mahasiswa mampu mengenal,
Gas (siklus Otto, Diesel, Brayton menjelaskan dan menganalisis
– udara standar, ireversibilitas siklus tenaga gas dengan berba-
dan kerugian pada komponen gai jenisnya, melakukan perhitu-
siklus tenaga gas, dan analisa ngan efisiensi & upaya mening-
turbin gas regeneratif). katkan unjuk kerjanya.
8 Pokok Bahasan 8: Siklus Mahasiswa mampu mengenal,
Refrigerasi (fungsi refrigerasi, menjelaskan dan menganalisis
refrigerator & pompa kalor, siklus refrigerasis dengan berba-
siklus refrigerasi kompresi uap, gai jenis dan modifikasinya dan
siklus refrigerasi cascade, siklus melakukan perhitungan efisiensi
refrigerasi gas, dan pemilihan & upaya meningkatkan unjuk
refrigerant). kerjanya.
229
IV RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER
Perte Bahan Kajian/ Bentuk dan Metode
muan Pokok Bahasan Pembelajaran
1 Tinjauan Pengantar Ceramah, diskusi
2 Energi dan Hukum I Ceramah, diskusi, latihan soal
3 Tingkat Keadaan Berbagai Zat Ceramah, diskusi, latihan soal
4 QUIZ I
5 Analisa Energi Ceramah, diskusi, latihan soal
6 Analisa Massa & Volume Atur Ceramah, diskusi, latihan soal
7 Entropi dan Hukum II Ceramah, diskusi, latihan soal
8 QUIZ II
9 Sistem Tenaga Uap Ceramah, diskusi, latihan soal
10 Siklus Rankine ideal Ceramah, diskusi, latihan soal
11 Siklus modifikasi Rankine Ceramah, diskusi, latihan soal
12 QUIZ III
13 Sistem Tenaga Gas Ceramah, diskusi, latihan soal
14 Siklus Otto, Diesel, Brayton Ceramah, diskusi, latihan soal
15 Sistem Refrigerasi Ceramah, diskusi, latihan soal
16 Inovasi Sistem refrigerasi Ceramah, diskusi, latihan soal
17 Ujian Akhir Semester (UAS)
230