Anda di halaman 1dari 70

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN


JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI
DESA AIR SULAU WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU
KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2022

Oleh :
ALZA YOLANDA NURSYAHFIRA
NIM : P05160019055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIII SANITASI
TAHUN 2022
HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN
JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI
DESA AIR SULAU WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU
KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2022

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan
(A.Md.Kes)

Oleh :
ALZA YOLANDA NURSYAHFIRA
NIM : P05160019055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIII SANITASI
TAHUN 2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN


DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA AIR SULAU
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU KABUPATEN BENGKULU
SELATAN TAHUN 2022

Oleh :

ALZA YOLANDA NURSYAHFIRA


NIM P0 5160019 055

Karya Tulis Ilmiah Telah Disetujui dan Siap Diujikan


Pada : Juli 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Agus Widada, SKM.,M.Kes Andriana Marwanto, SKM.,M.Kes


NIP. 197109091995011001 NIP. 198503182010121002

ii
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA AIR SULAU
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU KABUPATEN BENGKULU
SELATAN TAHUN 2022

OLEH

ALZA YOLANDA NURSYAHFIRA


NIM P0 5160019 055

Telah diuji dan dipertahankan Dihadapan Tim Penguji


Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu
Pada Tanggal …. Bulan Juli Tahun 2022
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Ketua Dewan Penguji Anggota Penguji 1

Mely Gustina, SKM.,M.Kes Yusmidiarti, S.KM.,M.P.H


NIP. 197708292001122002 NIP. 196905111989122001
Anggota Penguji 2 Anggota Penguji 3

Agus Widada, SKM.,M.Kes Andriana Marwanto, SKM.,M.Kes


NIP. 197109091995011001 NIP. 198503182010121002

Bengkulu, Juli 2022


Mengetahui,
Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan

Yusmidiarti, SKM, MPH


NIP. 196905111989122001

iii
ABSTRAK

HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN


DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA AIR SULAU
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU KABUPATEN BENGKULU
SELATAN TAHUN 2022

Jurusan Kesehatan Lingkungan


(xii+46 halaman+13 lampiran)
Alza Yolanda Nursyahfira, Agus Widada, Andriana Marwanto

Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan
atau tanpa darah atau lendir. Tujuan penelitian adalah di ketahui Bagaimana
hubungan sarana air bersih dan kepemilikian jamban dengan kejadian diare pada
balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu
Selatan Tahun 2022. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analitif dengan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian
adalah 88 balita. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi kejadian diare 45 balita
dari 88 responden di desa Air Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan mengalami
diare(51,1%). Hasil analisis univariat Sarana Air Bersih sebanyak 28 rumah yang
memenuhi syarat(31,8%), yang tidak memenuhi syarat 60 (68,2%), dan untuk
jamban yang memenuhi syarat 34 (38,6%), tidak memenuhi syarat 54 ( 61,4%).
Hasil analisis bivariate tidak ada hubungan sarana air ersih dengan kejadian diare
didapatkan hasil pengujian signifikasi ρ value 0,197 < 0,05, dengan OR = 2,021
(CI =95% 0,810 – 5,042). Dan ada hubungan jamban ddengan kejadian diare
didapatkan hasil pengujian signifikasi ρ value = 0,032 < 0,05, dengan OR = 2,881
(CI = 1,182 – 7,023). Saran Diharapkan masyarakat unutk selalu menjaga dan
merawat sumur serta jamban agar dapat memenuhi kriteria sehat dan memenuhi
syarat.
Kata Kunci : Sarana Air Bersih, Jamban, Diare
Daftar Pustaka : 2012 - 2020

ABSTRACT

iv
THERE LATIONSHIP OF CLEAN WATER FACILITIES AND
OWNERSHIP OF LATRINES WITH THE INCIDENCE OF DIARRHEA IN
TODDLERS IN SULAU WATER VILLAGE, SULAU PUSKESMAS
WORKING AREA, SELATAN BENGKULU REGENCY IN 2022

Environmental Health Department


(xii+46 pages+13 attachments)
Alza Yolanda Nursyahfira, Agus Widada, Andriana Marwanto
Diarrhea is a disease characterized by an increase in the frequency of defecation
more than usual (> 3 times / day) accompanied by changes in the consistency of
the stool (to be liquid), with or without blood or mucus. The purpose of the study
was to find out how the relationship between clean water facilities and ownership
of latrines with the incidence of diarrhea in children under five in Air Sulau
Village, Sulau Health Center Work Area, South Bengkulu Regency in 2022. The
research method used in this study was analytical descriptive with a cross
sectional design. The sample required is 88 toddlers. Based on the results of the
distribution of the frequency of diarrhea, 45 children under five from 88
respondents in Air Sulau village, South Bengkulu Regency experienced diarrhea
(51.1%). The results of the univariate analysis of clean water facilities were 28
houses that met the requirements (31.8%), those that did not meet the
requirements were 60 (68.2%), and for latrines that met the requirements 34
(38.6%), did not meet the requirements 54 ( 61.4%). The results of the bivariate
analysis showed that there was no relationship between clean water facilities and
the incidence of diarrhea. The results of the significance test were value 0.197
<0.05, with OR = 2.021 (CI = 95% 0.810 – 5.042). And there is a relationship
between latrines and the incidence of diarrhea, the results of the test of
significance value = 0.032 <0.05, with OR = 2.881 (CI = 1.182 - 7.023).
Suggestion It is hoped that the community will always maintain and care for the
wells and latrines in order to meet the healthy criteria and meet the requirements.
Keywords: Clean Water Facilities, Latrine, Diarrhea
Bibliography : 2012 – 2020

KATA PENGANTAR

v
Puji syukur saya ucapkan Kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-nya, sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul

“HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH DAN KEPEMILIKAN JAMBAN

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA AIR SULAU

WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU KABUPATEN BENGKULU

SELATAN TAHUN 2022 ” sehingga karya tulis ilmiah ini dapat di selesaikan

dengan baik.

Karya Tulis Ilmiah ini dapat terwujud atas bantuan dari berbagai pihak, yang

tidak bisa disebutkan satu persatu. Pada kesempatan kali ini, penulis

menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Ibu Eliana ,SKM,MPH selaku Direktur Politeknik Kesahatan Kemenkes

Bengkulu.

2. Ibu Yusmidiarti,SKM.,MPH selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan

Politeknik Kemenkes Bengkulu.

3. Ibu Mely Gustina, SKM.M.Kes sebagai Ketua Dewan Penguji yang telah

memberi masukan dan saran untuk menyempurnakan penelitian ini.

4. Ibu Yusmidiarti ,SKM.,MPH selaku Anggota Dewan Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan penelitian ini.

5. Bapak Agus Widada.,SKM.M.Kes selaku pembimbing I yang telah

memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

vi
6. Bapak Andriana Marwanto, SKM.,M.Kes pembimbing II yang telah

memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

7. Para Dosen dan Staff karyawan jurusan Kesehatan Lingkungan

Poltekkes Kemenkes Bengkulu yang telah membantu menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini..

8. Ibu dan Adik tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat baik

secara moral dan materi yang tidak terbatas.

9. Teman-teman yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang

telah memberikan semangat, dukungan dan membantu dalam penyelesaian

Karya Tulis Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak terdapat

kekurangan baik dari segi materi maupun teknis penulisan, sehingga

penulis mengharapkan rekomendasi dari pembaca untuk memperbaiki dan

menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.

Bengkulu, Juli 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
ABSTRAK..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 7
E. Keaslian Penelitian............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare................................................................................................... 10
B. Air Bersih........................................................................................... 14
C. Kepemilikan Jamban.......................................................................... 25
D. Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Diare................................. 34
E. Hubungan Sarana Air Bersih Dengan Diare...................................... 35
F. Kerangka Teori................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian................................................................ 39
B. Kerangka Konsep Penelitian.............................................................. 39
C. Definisi Operasional........................................................................... 40
D. Populasi dan Sampel.......................................................................... 41
E. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 42
F. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 42
G. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 42
H. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data....................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Jalannya Penelitian............................................................................. 45
B. Hasil Penelitian................................................................................... 46
C. Pembahasan........................................................................................ 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................. 59
B. Saran................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian...................................................................................8


Tabel 3.1 Definisi Operasional..............................................................................40
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sarana Air Bersih.................................................46
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jamban..................................................................46
Tabel 4.3 Hubungan Sarana Air Bersih dengan Diare.........................................47
Tabel 4.4 Hubungan Jamban Dengan Diare..........................................................48

ix
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


BAB : Buang Air Besar
SAB : Sarana Air Bersih
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

x
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut data

WHO (2017) pada tahun 2018 diperoleh hampir 1,7 miliar terdapat kasus

diare yang terjadi pada anak - anak. Perolehan angka kematian sekitar 525.000

pada anak balita pada setiap tahunnya (Aolina et al., 2020)

Permasalahan penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan

dunia terutama di negara berkembang diare merupakan salah satu penyebab

angka kematian dan kesakitan pada anak berumur kurang dari 5 tahun

(balita). (Andrean Dikky, dkk 2017). Dari semua kematian pada anak-anak

dibawah usia 5 tahun yaitu sama dengan 1,5 juta kematian pertahun.

Dari semua kematian anak –anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Asia

Afrika dan Asia Tenggara, Angka kematian anak balita akibat diare di

Indonesia juga masih tergolong 362 tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia,

selanjutnya 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki

rangking ke-6 tertinggi setelah Singapura. (Influence et al., 2017)

1
2

Pemenuhan kebutuhan air bersih di lingkungan hunian merupakan

prioritas utama. Penyediaan air bersih di kota dikelola oleh Perusahaan Daerah

Air Minum (PDAM) dengan memanfaatkan air baku. Air baku bersumber dari air

tanah, air permukaan, air hujan, dan mata air. Pemanfaatan air tanah sebagai

suplai air bersih terutama di daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan jaringan

induk PDAM Kota. Akan tetapi, tidak semua daerah memiliki potensi air tanah

yang layak. Potensi Air tanah di suatu wilayah dapat diketahui dari survei 10 buah

sumur dapat mewakili potensi air tanah di wilayah tersebut dan berdasarkan

informasi instansi yang terkait tentang jenis tanah/batuan, kualitas dan kuantitas

air, dan kedalaman air tanah (Putra et al., 2020)

Minimnya ketersediaan air bersih dan keterbatasan sarana untuk

mendapatkannya membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan air

bersih (Ismillayli et al., 2018). Dimungkinkan bahan kimia dan hasil

peruraianya akibat proses leaching terbawa aliran air kemudian meresap ke

dalam tanah dan masuk ke dalam sumber air tak terlindungi (Sukri Ramdhani

& Husaini, 2019)

Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat adalah

penyediaan fasilitas sanitasi dasar berupa jamban. Jamban berguna untuk

membuang kotoran manusia sehingga bakteri dalam kotoran manusia tidak

mencemari lingkungan. Jamban keluarga adalah suatu tempat yang digunakan

untuk membuang kotoran anggota keluarga yang lazim disebut dengan WC/

Kakus. Bagi keluarga yang belum memiliki jamban, hampir dapat dipastikan
3

mereka akan memanfaatkan sungai, parit, kebun, semak-semak, kolam atau

tempat lainnya untuk buang air besar (BAB) (Yosinta et al., 2018)

Dengan masih adanya kebiasaan masyarakat BAB disembarang

tempat, maka wilayah tersebut terancam penyakit berbasis lingkungan,

seperti: diare, cholera, cacing, thypoid, parathypoid, hepatitis A dan E,

malnutrisi dan penyakit lainnya (Mukherjee, 2011). Selain itu kebiasaan BAB

disembarang tempat dapat menimbulkan pencemaran air, bau busuk dan

mengurangi estetika. Semakin besar prosentase masyarakat yang BAB di

sembarang tempat, maka ancaman penyakit berbasis lingkungan juga

semakin besar. Masalah kesehatan lingkungan muncul akibat rendahnya

kesadaran masyarakat tentang sanitasi lingkungan. Kondisi ini seperti boom

waktu yang suatu saat bisa terjadi ledakan penyakit akibat lingkungan yang

kurang bersih. Sebaliknya apabila setiap keluarga memiliki jamban sehat dan

terbiasa BAB dijamban, maka wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit

berbasis lingkungan (Yosinta et al., 2018)

Diare adalah sebuah penyakit disaat tinja atau feses berubah menjadi

lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam.

Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh

kedua bayi di bawah lima tahun (balita), Salah satu faktor risiko yang sering

diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi,

jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan

kondisi rumah (National & Pillars, 2018)


4

Faktor resiko terjadinya diare antara lain kondisi lingkungan yang buruk

(tidak memenuhi syarat kesehatan) misalnya tidak tersedia sarana air bersih dan

jamban/WC, buang air besar sembarangan (BABs), tidak merebus air minum

sampai mendidih, tidak membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum

menjamah makanan, dan botol susu atau dot yang tidak bersih. Selain itu, faktor

hygiene perorangan yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya diare

(Novita et al., 2019)

Air bersih merupakan salah satu komponen penting untuk kebutuhan

hidup manusia. Air bersih digunakan untuk air minum, memasak, mandi maupun

mencuci. Di Indonesia, untuk kebutuhan rumah tangga penduduk di pedesaan

memerlukan air sebanyak 60-100 liter/hari/jiwa, sedangkan penduduk di

perkotaan menggunakan air yang lebih banyak lagi, yaitu 100 s/d 150

liter/hari/jiwa. Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan air pun semakin

bertambah. Sayangnya pemenuhan kebutuhan air bersih saat ini sudah mulai

berkurang, karena penurunan kualitas maupun kuantitas air bersih di

lingkungannya. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh adanya pencemaran

air. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air menjadi masalah yang besar.

Dampak dari pencemaran air yakni degradasi air bersih, baik air tanah, air sungai,

maupun air laut (Achmad, 2004).

Cakupan penemuan diare di Kabupaten Bengkulu Selatan Puskesmas

Sulau merupakan salah satu wilayah jumlah penderita diarenya mengalami

peningkatan dari tahun 2020-2021 yaitu sebanyak 32 orang menjadi 111 orang.

Berdasarkan data Puskesmas Sulau, jumlah penderita diare pada balita di desa air
5

sulau tahun 2021 sebanyak 46 balita . Puskesmas Sulau mempunyai wilayah Desa

sebanyak 12 desa, dari 12 desa, desa air sulau mempunyai kasus diare yang paling

tinggi.

Survey pendahuluan dilakukan pada bulan Januari 2021, Masyarakat di

Desa Air Sulau masih banyak yang mempunyai jamban terbuka dan tidak

memenuhi persyaratan, sarana air bersih yang belum layak, dari 10 rumah terdapat

6 rumah yang belum memiliki jamban keluarga,sarana air bersih yang belum

layak. Dari 10 rumah warga ada 2 rumah yang memiliki jamban tetapi masih

membuang ke sungai / kali, Sedangkan sarana air bersih yang digunakan yaitu

sumur gali dan masih belum layak, karena masih berdekatan dengan septic tank

dan belum memenuhi syarat lainnya.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

hubungan sarana air bersih dan kepemilikan jamaban di desa air sulau yang masih

termasuk wilayah kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan kualitas sarana air bersih dan kepemilikian jamban dengan

kejadian diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan kualitas sarana air bersih dan kepemilikian jamban dengan

kejadian diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kualitas sarana air bersih di desa Air Sulau

Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

b. Diketahui distribusi frekuensi kepemilikan jamban di desa Air Sulau

Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

c. Diketahui Hubungan antara kualitas sarana air bersih dengan kejadian

diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

d. Diketahui Hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare

pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten

Bengkulu Selatan Tahun 2022


7

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

dari perkuliahan dan menjadi pengalaman yang nyata dalam melaksanakan

penelitian.

2. Bagi Masyarakat

Menambahkan pengetahuan tentang hubungan kualitas sarana air bersih, dan

kepemilikian jamban dengan kejadian penyakit diare sehingga masyarakat dapat

lebih meningkatkan sanitasi lingkungannya.

3. Bagi Intitusi Terkait

Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan tentang hubungan antara

kualitas sarana air bersih dan kepemilikian jamban dengan kejadian penyakit diare

sehingga dapat meningkatkan penyuluhan dan pembinaan terhadap masyarakat

luas
8

E. Keaslian Penelitian

Adapun penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh

No Judul Penelitian Nama Penelitian Tahun Hasil Penelitian Perbedaan

1. Hubungan sarana Fajrul Wahyudi 2020 Berdasarkan hasil uji statistik Perbedaannya
ketersediaan air fisher exact test diperoleh nilai adalah
bersih, perilaku p-value = 0,015 dimana hasil ini variable,tempat
ibu, kepemilikan lebih kecil dari nilai α (0,1) dan waktu
jamban dengan sehingga dapat disimpulkan penelitian
diare pada balita bahwa ada hubungan antara
di wilayah kerja sarana ketersediaan air bersih
puskesmas dengan diare pada balita di
Tamiang Layang wilayah Puskesmas Tamiang
Tahun 2020 Layang. Hasil Odds Ratio
sebesar 11,8 yang artinya
tersedianya air bersih yang
memenuhi syarat mempunyai
kemungkinan 11,8 kali lebih
besar tidak mengalami diare
pada balita dibandingkan
dengan tidak tersedia air bersih
yang memenuhi syarat.
2. Hubungan antara Abdi Rosianur 2020 Dari 61 responden diketahui Perbedaannya
ketersediaan air Rahman jumlah balita yang diare sebesar adalah tempat dan
bersih, 31 (50,8%) dan Yang tidak waktu penelitian
kepemilikan diare sebesar 30 (49,2%). Dari
jamban krluarga 61 responden terdapat 36
dengan kejadian (59,0%) responden dengan
diare pada balita ketersediaan air bersihnya
di kelurahan memenuhi syarat kesehatan dan
gambut barat terdapat 25 (41,0%)
tahun 2020 ketersediaan air bersihnya tidak
memenuhi syarat kesehatan.
Dari 61 responden diketahui
bahwa terdapat 30 (49,2%)
responden memiliki jamban
keluarga dan terdapat 31
(50,8%) tidak memiliki jamban
keluarga.
3. Hubungan antara Sintia salmawati 2021 Balita yang mengalami diare Perbedaannya
sarana air bersih yantu dengan tingkat risiko adalah tempat dan
dan jamban pencemaran tinggi untuk waktu penelitian
keluarga dengan sanitasi sarana air bersih
kejadian diare sebanyak 29,7% balita.
pada balitan di Sedangkan untuk risiko
desa waleure pencemaran rendah 20,3%
9

balita.dan Hasil analisis statistik


yang dilakukan pada variabel
sanitasi jamban keluarga dengan
kejadian diare pada balita di
desa Waleure didapati bahwa
kedua variabel tersebut tidak
memiliki hubungan dalam
penelitian ini. Jika dilihat dari
kejadian diare selama 3 bulan
terakhir dengan risiko tingkat
pencemaran pada jamban
keluarga diketahui bahwa dari
32 balita yang mengalami diare
3 bulan terakhir 19 diantaranya
berada pada risiko tingkat
pencemaran yang rendah.

Table 1.1 Keaslian Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare
1. Pengertian diare

Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi

lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).

Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau

lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi

dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono,

2008).

2. Klasifikasi diare

Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya

kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi

merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri

adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan

terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

metabolisme.

1
11

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan

diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,

gangguan gizi atau penyakit lainnya.

3. Etiologi diare

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:

a. Virus: Rotavirus.

b. Bakteri: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.

c. Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.

d. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak,

sayuran mentah dan kurang matang).

e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.

f. Alergi: makanan, susu sapi.

g. Imunodefisiensi.

4. Gejala diare

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun

meninggi.

b. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

d. Anusnya lecet.

e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

f. Muntah sebelum atau sesudah diare.

g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).


12

h. Dehidrasi.

5. Epidemiologi diare

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005).

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui

fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja

dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang

dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko

terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara

penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,

menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum

yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air

besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau

menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa

faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan

lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi,

campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak

terjadi pada golongan balita.

c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu

penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana

air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi

dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat
13

pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan

kejadian diare.

6. Penularan diare

Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan

bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fekal oral yang terjadi

karena:

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar

selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat

disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak

tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat

mengambil air dari tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung

virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh

binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka

makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya

(Widoyono, 2008).

Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare

biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau

minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja

penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman

enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak memberikan

ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,

menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,


14

menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan

sabun sesudah buang air besar, tidak mencuci tangan sesudah membuang

tinja anak, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan

tidak membuang tinja termasuk tinja bayi dengan benar

B. Air Bersih

1. Pengertian Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai

batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem

penyediaan airminum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah

persyaratan dari segikualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi

dan radiologis, sehinggaapabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek

samping (Ketentuan Umum Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990 Air

yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber

yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman

tersebut antara lain:

a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

c. Tidak berasa dan tidak berbau

d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah

tangga

e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau

Departemen Kesehatan RI.


15

Minimnya ketersediaan air bersih dan keterbatasan sarana untuk

mendapatkannya membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan

air bersih (Sukri Ramdhani & Husaini, 2019)

2. Sumber-sumber Air

Sutrisno (2004) menyatakan bahwa sumber-sumber air terdiri dari:

a. Air laut Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCI.

Kadar garam NaCI dalam air laut adalah 3 %, dengan keadaan ini maka air

laut tidak memenuhi syarat untuk air bersih (air minum).

b. Air atmosfir Dalam keadaan murni air ini sangat bersih, karena ada

pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran industri atau debu. Maka

untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada saat

menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan turun, karena masih

banyak kotoran. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama pada

pipa penyalur maupun bak penampung reservoir yang dapat mempercepat

terjadinya korosi. Air hujan juga mempunyai sifat lunak sehingga akan

boros terhadap pemakaian sabun.

c. Air permukaan Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir di

permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat

pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang kayu,

daun-daun dan kotoran industri. Keadaan pengotoran masing-masing air

permukaan akan berbeda-beda tergantung pada keadaan daerah aliran

permukaan tersebut. Jenis pengotoran sering di jumpai adalah pengotoran

fisik, kimia, dan bakteriologi.


16

d. Air tanah Air tanah dibagi atas tiga bagian yakni:

a) Air tanah dangkal Terjadi karena ada proses peresapan air dari

permukaan tanah. Air tanah dangkal dapat diperoleh pada kedalaman 15

meter. Sebagai sumber air minum air tanah di tinjau dari segi

kualitasnya agak baik. Kuantitas air tanah kurang cukup karena

tergantung tergantung dari musim.

b) Air tanah dalam Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk

pengambilan menggunakan bor dan memasukkan pipa hingga

kedalaman 100-300 meter. Jika tekanan air ini besar maka air dapat

menyembur keluar dan dalam keadaan ini sumur dapat disebut dengan

sumur artesis. Jika air tidak dapat keluar sendiri maka diperlukan

pompa intuk mengeluarkan air tanah dalam ini. Kualitas pada air tanah

dalam ini pada umumnya mencukupi dan sedikit terpengaruh oleh

perubahan musim.

c) Mata air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke

permukaan tanah. Mata air yang keluar dengan sendirinya ke

permukaan tanah hampir tidak sedikit terpengaruh oleh musim dan

kuantitas serta kualitasnya sama dengan sama dengan air tanah dalam.

3. Kualitas Air Bersih

Air baku air minum (air bersih) yang dikonsumsi masyarakat di

upayakan harus memenuhi syarat kesehatan, bebas dari mikroorganisme

dan 10 bahan beracun atau bahan kimia yang berbahaya yang dapat
17

menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan maupun ganggguan yang

lain.

1. Syarat Kuantitatif Artinya bahwa air tersebut telah mencukupi suatu

kebutuhan sehari-hari dalam hal ini adalah banyaknya air yang ditentukan

atau sejalan dengan tingkat kehidupan masyarakat tersebut. Untuk

masyarakat Indonesia di daerah perkotaan maka kebutuhan air ± 100 liter

per hari per orang sudah mencukupi sedangkan untuk daerah pedesaan

kebutuhan akan air ± 60 liter per orang per hari sudah dianggap

memenuhi.

2. Syarat Kualitatif Artinya selain jumlah yang cukup maka dari segi kualitas

juga perlu di pertimbangkan yang meliputi :

a. Syarat fisik adalah air bersih yang idealnya jernih tidak berasa, tidak

berbau, tidak keruh.

a) Warna Air bersih seharusnya tidak berwarna untuk alasan estetis

dan untuk mencegah keracunan dari zat kimia maupun

mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan karena

adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah dari

air rawa berwarna kuning mudah menyerupai urine yang 11

karenanya orang tidak mau menggunkannya. Warna air biasanya

dikelompokkan menjadi 2 yaitu warna sesungguhnya (truecolor)

dan warna tampak. Warna yang sesungguhnya adalah warna yang

hanya disebabkan oleh bahan kimia terlarut. Sedangkan warna


18

tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan

terlarut tetapi juga oleh bahan tersuspensi.

b) Bau Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya

disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk,

tipe-tipe tertentu organisme mikriskopik, serta

persenyawaanpersenyawaan kimia seperti phenol. Bahan-bahan

yang menyebabkan bau dan rasa ini tergantung pada reaksi

individu maka hasil yang dilaporkan tidak murtlak.

c) Kekeruhan Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung

begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga

memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang

menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,

bahanbahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang

tersuspensi. Tingkat kekeruhan dapat diketahui melalui

pemeriksaan laboratorium dengan metode turbidimeter.

b. Syarat kimia 12 Air bersih seharusnya tidak mengandung bahan kimia

yang dapat membahayakan fungsi tubuh yang tidak dapat diterima

secara estematis serta tidak merugikan secara ekonomis, seperti mangan

dan besi. Komponen kimia dalam air yang termasuk bahan berbahaya

beracun adalah Hg, Pb, Cu, Nitrit, Nitrat dan deterjen.

c. Syarat bakteriologis adalah: Air tidak boleh mengandung suatu bibit

penyakit. Penyakit yang sering menular karena dengan perantara air

adalah penyakit yang tergolong dalam waterborne disease. Karena bibit


19

penyakit keluar bersama feases penderita, maka disyaratkan air rumah

tangga tidak boleh dikotori feases manusia. Sebagai petunjuk bahwa air

telah dikotori feases manusia adalah adanya bakteri Escherechia coli

karena bakteri ini selalu berada dalam kotoran manusia baik berasal dari

orang sakit maupun dari orang sehat. Air rumah tangga dikatakan

memenuhi syarat bakteriologis bila:

1) Tidak mengandung suatu bibit penyakit

2) Tidak mengandung bakteri Escherechia coli

4. Sarana Air Bersih

1. Sumur gali merupakan sarana air bersih yang paling umum dipergunakan

untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah

perorangan sebagai air minum. Sumur gali menyediakan air yang berasal

dari lapisan tanah yang relatif dekat dengan air permukaan oleh karena itu

dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan, kontaminasi yang

paling umum penampisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia

dan binatang.

2. Sumur pompa tangan Adalah sarana air bersih yang mengambil atau

memanfaatkan air dengan membuat lubang di tanah dengan menggunakan

alat bor. Berdasakan kedalaman sumur pompa tangan di bagi atas:

a. Sumur pompa tangan dangkal Sumur pompa tangan dangkal adalah

sumur bor yang pengambilan airnya dengan menggunakan pompa

dangkal. Pompa jenis ini mampu menaikan air sampai kedalaman

maksimum 7 meter.
20

b. Sumur pompa tangan dalam Sumur pompa tangan dalam adalah

sumur bor yang pengambilan airnya menggunakan pompa dalam.

Pompa jenis ini mampu menaikkan air dari kedalaman 15 meter

sampai kedalaman maksimum 30 meter.

3. Reservoir 14 Reservoir penyimpanan atau bak penampung biasanya

digunakan untuk menyimpan air untuk kebutuhan maksimal dalam suatu

sistem penyediaan air bersih. Reservoir macam ini banyak menjadi tempat

berkembangbiak mikroorganisme sebab perlindungan yang tidak baik

untuk melawan kontaminasi dari luar, serta pengotoran oleh manusia dan

binatang merupakan pemicu dari pertumbuhan mikroorganisme dalam air.

Setiap ujung pipa peluap, pipa udara, pipa penguras dibuat menghadap

kebawah untuk mencegah masuknya air hujan, disamping itu harus

dilengkapi dengan anyaman kawat kasa untuk mencegah masuknya

burung-burung, serangga atau tikus. Reservoir harus dilengkapi dengan

manhole atau lubang periksa dan pada bagian sudut harus melengkung

agar mudah dibersihkan.

4. Penampungan air hujan Penampungan air hujan adalah bangunan

penangkap air hujan terdiri dari suatu permukaan yang miring menuju

tangki reservoir. Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang

dimanfaatkan untuk pengadaan air untuk rumah tangga.

5. Perpipaan Sarana air bersih perpipaan adalah bangunan beserta peralatan

dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagikan

air minum untuk masyarakat melalui jaringan perpipaan atau distribusi.


21

Air yang dimanfaatkan adalah air tanah atau air permukaan dengan atau

tanpa diolah.

5. Persyaratan Kesehatan Sarana Air Bersih

Menurut Depkes RI (1995) persyaratan kesehatan sarana air bersih

meliputi:

1. Sumur gali

a. Lokasi Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur gali dan

diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur gali maka jarak

minimal sumur gali terhadap sumber pencemar adalah 11 meter. Jika

letak sumber pencemar sama atau lebih rendah dari sumur gali maka

jarak minimal sumur gali tersebut 9 meter.

b. Lantai Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari bibir sumur, tidak

retak, mudah dibersihkan dan tidak tergenang air (kemiringan 20 cm).

c. Saluran pembuangan air limbah Harus kedap air, tidak menimbulkan

genangan dan kemiringan 20 cm dari permukaan yang rata.

d. Bibir sumur Tinggi bibir sumur 80 cm dari lantai terbuat dari bahan

yang kuat dan rapat air.

e. Tutup sumur Jika pengambilan air dengan pompa maka harus di tutup

rapat.

f. Dinding sumur Dinding sumur harus minimal 3 meter dari permukaan

tanah harus dibuat dari bahan yang kedap air dan kuat.
22

g. Timba (Ember tali) Jika pengambilan air dengan timba maka harus ada

timba khusus, untuk menghindari pencemaran maka timba harus selalu

digantung dan tidak boleh diletakkan di lantai.

2. Sumur pompa tangan

a. Lokasi Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur gali dan

diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur gali maka jarak

minimal sumur gali terhadap sumber pencemar adalah 11 meter. jika

letak sumber pencemar sama atau lebih rendah dari sumur gali maka

jarak minimal sumur gali tersebut 9 meter.

b. Lantai Lantai harus kedap air minimal satu meter dari bibir sumur, tidak

retak, mudah dibersihkan dan tidak tergenang air (kemiringan 20 cm).

c. Sarana pembuangan air limbah Harus kedap air, tidak menimbulkan

genangan dan kemiringan minimal 20 cm.

d. Pipa saringan Ujung bawah pipa di pasang dop, bagian luar pipa

saringan di beri kerikil dengan diameter 2-3 cm.

e. Pompa Klep dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar tidak

memerlukan air pancingan.

f. Dudukan pompa Dudukan pompa harus kuat, rapat air dan tidak retak

dengan ketinggian 50-60 cm.

1. Reservoir

a. Bak terbuat dari bahan kedap air, tidak karat dan mudah

dibersihkan.

b. Bibir bak minimal 30 cm diatas muka air pada saat banjir.


23

c. Lubang tutup bak mempunyai bibir, terbuat dari bahan yang kuat,

kedap air dan diberi bahan pengaman.

d. Lantai kedap air mudah dibersihkan, kemiringan lantai

menghadap ke SPAL. e. SPAL terbuat rapat air dengan

kemiringan minimal 2 %, dialirkan ke sumur atau saluran resapan

atau saluran umum lainnya.

2. Penampungan air hujan

a. Talang air Talang air yang masuk ke penampungan air hujan

harus dapat diatur posisinya agar air hujan pada 5 menit pertama

tidak masuk ke penampungan.

b. Bak saringan Tinggi bak saringan minimal 40 cm (volume bak

saringan 0,6 x 0,4 m 2 supaya orang dapat masuk untuk

membersihkan), terbuat dari bahan yang kuat dan rapat nyamuk,

susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk.

c. Pipa peluap Pipa peluap atau (over flow) harus di pasang kawat

kasa rapat nyamuk.

d. Bak pengambilan air Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak

pengambilan berfungsi sebagai resapan dengan susunan batu,

pasir setebal minimal 0,6 meter dari lantai (volume 0,6 x 0,6 x 0,6

m3 ). e. Saringan pasir dan pengolahan sederhana Untuk

meningkatkan mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir,

dan untuk meningkatkan pH ditambahkan batu kapur.

5. Perpipaan
24

a. Sumber air atau air baku Air baku harus dilakukan pengolahan

terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan air minum sebelum

didistribusikan

b. Pipa

a) Pipa tang digunakan tidak boleh larut atau mengandung bahan

kimia yang dapat membahayakan kesehatan.

b) Tidak dibenarkan ada kebocoran pipa.

c) jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor.

c. Kran

a) Lantai harus kedap air, mudah dibersihkan, luas lantai minimal

1 m 2 , tidak tergenang air, kemiringan lantai 1-5 %.

b) Tinggi kran minimal 50-70 cm dari lantai.

c) Kran umum dilengkapi dengan SPAL rapat air kemiringan

minimal 2 %, air buangan dialirkan ke sumur/saluran resapan

atau sumur lainnya.

d. Hidran umum

1) Bak terbuat dari bahan kedap, tidak karat dan mudah

dibersihkan.

2) Bibir bak minimal 30 cm diatas muka air pada saat banjir.

3) Lubang tutup bak mempunyai bibir terbuat dari bahan yang

kuat, kedap air dan diberi bahan pengaman.


25

4) Lantai kedap air mudah dibersihkan, kemiringan lantai

menghadap ke SPAL.

5) SPAL dibuat rapat air dengan kemiringan minimal 20 cm,

dialirkan ke sumur atau saluran resapan atau saluran umum lainnya

C. Kepemilikan Jamban

1. Pengertian Jamban

Jamban adalah fasilitas pembuatan tinja. Jamban sehat harus dibangun,

dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam

rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit

(Permenkes No.3 Tahun 2014).

Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban

terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau

tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan

kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban

keluarga adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga

(Depkes RI, 2009). Pengunaan jamban adalah Tindakan atau perbuatan

nyata keluarga untuk menggunakan jamban sebagai sarana pembuangan

tinja. Abdullah, (2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008

tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban

sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian


26

kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh

tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus

dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2

(Notoatmodjo, 2010).

2. Jenis-Jenis Jamban

Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan

konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

a. Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana.

Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya

diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari

bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton.

Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya Tinja

Air Tanggan Lalat Tanah Makanan Minuman Pejamu Sakit Mati.

b. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat

jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat

pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat

persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini

sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena

baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin

c. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan

kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah

bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm.

Jamba n bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan


27

sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah

perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah

d. Angsatrine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini

ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa

yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran

yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena

terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.

Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran

e. Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas balong (yang

kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang

tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di

daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan

kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut

dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

a) Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi

b) Balong tersebut tidak boleh kering

c) Balong hendaknya cukup luas

d) Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh

di air

e) Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f) Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak

15 meter

g) Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air


28

f. Jamban Septic Tank Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti

pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam

pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman

pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak

atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur

sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau

tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor

di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses

penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga

macam lapisan yaitu:

a) Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat

b) Lapisan cair

c) Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di

Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara

pembuangan kotorannya yaitu :

a. .Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah

b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan

kotorannya yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl

langsung di atas galian penampungan kotoran


29

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak

berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun

terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam

lubang galian penampungan kotoran (Warsito, 2001).

3. Syarat-Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak

10- 15 meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna

6. Cukup penerangan

7. Lantai kedap air

8. Ventilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004).

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang

memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

1. Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung

pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi


30

kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan

keadaan tingkat ekonomi rumah tangga

2. Lantai jamban berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat

pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan

serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan

bentuk rumah jamban

3. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

4. Closet (lubang tempat feces masuk)

5. Pit (sumur penampungan feces) adalah rangkaian dari sarana

pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan

kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa

lubang tanah saja

6. Bidang resapan adalah sarana terakhir dari suatu sistem

pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan

meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja. 2.5 Manfaat dan

Fungsi Jamban Keluarga Jamban berfungsi sebagai pengisolasi

tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat

kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Melindungi masyarakat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang

aman
31

3. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan

(Azwar, 2000).

4. Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa

5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

7. Bila ada bagian yang rusak harus segara diperbaiki (Depkes RI, 2004).

(Nurmallawati, 2016)

D. Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Diare

Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari

kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangbiaknya

berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak

dikelola dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja tidak baik dan

sembarangan dapat mengakibatkan

kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan

mendatangkan bahaya bagi kesehatan. Ketersediaan jamban keluarga


32

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap

penyakit diare, serta keluarga yang tidak mempunyai jamban yang

memiliki balita maka lebih beresiko mendapatkan penyakit diare. Setiap

keluarga seharusnya memiliki jamban sendiri, agar tidak membuang tinja

disembarang tempat. Bila tinja dibuang disembarang tempat dengan

demikian serangga dapat membawa kuman dan hinggap pada makanan,

sehingga dapat menularkan penyakit seperti diare.

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada

pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan

yang perlu mendapatkan prioritas. Penyedianan saraa pembuangan tinja

masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena

menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya

dengan perilaku, tingkat, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan (Dya

Candra MS Putranti 2009)

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Budiyono dan

waryono (2007) tentang hubungan praktis penggunaan fasilitas sanitasi

dan praktik personal hygiene dengan kejadian diare pada balita

menyimpulkan bahwa kepemilikan jamban dan pemakaian jamban ada

hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita. Hal ini

berarti bahwa kepemilikan jamban sangat berpengaruh dalam mencegah

terjadinya diare pada bayi dan balita.

Pada dasarnya kepemilikan jamban seseorang dan menggunakan

jamban dengan baik dapat mencegah timbulnya penularan diare yang


33

dibawa oleh vektor penyakit yang membawa bakteri secara tidak

langsung. (rahmawati, 2012)

E. Hubungan Sarana Air Bersih Dengan Diare

Sanitasi lingkungan dalam penelitian ini meliputi sarana air bersih,

jamban dan cuci tangan pakai sabun yang di observasi pada rumah rumah
responden.

1. Sarana Kondisi Fisik Air Bersih


Menurut Santoso (2010) air yang berkualitas harus memenuhi

persyaratan fisik sebagai berikut :

a. Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna

berarti mengandung bahan bahan koloid dan bahan bahn yang

terlarut dalam air yang berbahaya bagi kesehatan.

b. Tidak berasa

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam,

pahit dan asin menunjukan air tersebut tidak aik, Air yang biasanya

berbau, dan berasa terjadi akibat adanya dekomposisi bahan

organic didalam air. Rasa asin disebabkan adanya garam – garam

tertentu yang larut dalam air. Sedangkan rasa asam diakibatkan

adanya asam organic maupun asam anorganik.

c. Tidak berbau

Air yang memenuhi standar kualitas harus bebas dari bau, air yang

berbau biasanya disebabkan oleh bahan bahan organic sedang


34

mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Air

merupakanhl yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya

dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestic dan

pemanfaatannya ( minum, masak, mandi, dll). Promosi yang

meningkat dari penyakit - penyakit infeksi yang bisa mematikan

maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang sudah

tercemar. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air yang

bersifat menular.

F. Kerangka Teori

Kerangka konsep adalah kerangka antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian (Setiadi, 2013). Adapun kerangka

konsep dari penelitian ini dapat diterangkan dengan skema pada gambar

di bawah ini:

Penyebab diare : Faktor Resiko


A.
Faktor infeksi Komplikasi diare :
terjadinya diare :
Faktor malabsorbsi
Faktor makanan 1. lingkungan a. Dehidrasi
Faktor psikologis b. Renjatan hipovolemik
2. perilaku c. Hipokalemia
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder
Diare f. Kejang, terjadi pada
dehidhari hipertonik

Jamban Air Bersih Cuci Tangan Pembarian


Pakai Sabun ASI
35

Keterangan :
= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti.

Gambar 3.1 : Kerangka Teori


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rencangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitif, dengan desain

Cross Sectional, Cross Sectional adalah suatu penelitian dimana variabel

sebab akibat yang terjadi pada objek penelitian dikumpulkan sekaligus

pada waktu yang sama ( Notoatmojo, 2018).

B. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Sarana Air Bersih


2. Jamban Keluarga Diare

Gambar 3.1 Rancangan Konsep

1
40

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 : Definisi Operasional

Variabel Definisi AlatUkur Cara Ukur Hasil ukur Skala ukur

Independen 0-2 = resiko


Sarana Air Air bersih Ceklis Observasi rendah (R) Ordinal
Bersih adalah air 3-5 = resiko
yang sedang (S)
digunakan 6-8 = resiko
untuk tinggi (T)
keperluan 9-12 = resiko
sehari hari amat tinggi
yang (AT)
kualitasnya
memenuhi
syarat
kesehatan
dapat
diminum
apabila telah
dimasak
( Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 416
Tahun 1990).
Kepemilikan Jamban Ceklis Observasi 0 = resiko Ordinal
jamban Keluarga rendah (R)
keluarga adalah suatu 1-4 = resiko
fasilitas sedang (S)
pembuangan 5-7 = resiko
tinja manusia. tinggi (T)
Dependen
Diare pada Penderita Kuesioner Melihat 0 = tidak positif Ordinal
penderita yang rekam menderita diare
mengalami medis di 1 = Positif
buang air Puskesmas menderita diare
besar lembek Sulau
dan cair atau
dapat berupa
air saja yang
frekuensinya
lebih sering
dari biasanya
( 3 kali atau
lebih dalam
sehari) dan
41

telah
terdiagnosis

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang akan diteliti dan

memenuhi karakteristik yang ditentukan (Notoadmojo 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah warga Desa Air Sulau s ebanyak 88 kk

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan

diambil. Sampel pada penelitian ini adalah warga Desa Air Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menjadi sampel atau responden

penelitian. Teknik Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik total sampling.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitan

Tempat penelitian ini akan dilakukan di desa Air Sulau Wilayah Kerja

Puskesmas Sulau Desa Air Sulau

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni 2022

F. Teknik Pengumpulan data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu dengan


42

melakukan pengambilan data secara langsung kepada warga Desa Air

Sulau dengan menggunakan ceklis dan kuesioner.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam peneltian ini adalah observsi, Ceklist, dan

Kuesioner.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

adalah Ceklist dan Kuesioner.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yang diperoleh penelitian adalah melalui ceklits jamban

sehat dan sumur gali.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari register, atau catatan

medic. Data sekunder yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Bengkulu Selatan, Kantor desa air sulau dan Puskesmas

Air Sulau.

2. Teknik pengolahan data

Pengumpulan data didapatkan melalui observasi dan pengisian ceklist

yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa

3. Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data digunakan pada penelitian ini adalah ceklist jamban


43

sehat dan sumur gali yang berhubungan dengan penyakit diare di Desa

Air Sulau.

H. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1) Teknik Pengumpulan data

a. Editing

Langkah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali kelengkapan

data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan

pengelompokan dan penyusunan data.

b. Coding

Memberikan kode angka pada variable untuk memudahkan dalam

analisis data sebelum dilakukan Prossessing.

c. Tabulating

Membuat table table yang berisi data data yang telah diberi kode

sesuai analisis yang dibutuhkan

d. Entry

Memasukkan data setelah dilakukan editing dan coding kedalam

computer.

e. Cleaning

Melakukan proses pembersihan data. Data data yang sudah dimasukkan

ke program computer diperiksa kembali kebenarannya.

2) Analisi Data

a. Analisis Univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi variable yang diteliti, yaitu variable independen ( Sarana Air


44

Bersih dan Jamban Keluarga) dan variable dependen ( penyakit diare)

yang di sajikan dalam tabel frekuensi ( Notoadmojo,2010)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariate yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variable

independen ( Sarana Air Bersih dan Jamban Keluarga) dengan variable

depende ( penyakit diare) dengan menggunakan analisis uji Chi Square

dengan tingkat kepercayaan 95% dan dengan α= 5%. Bila nilai ρ value

≤ 0,05 maka perhitungan statistic bermakna ( signifikan), ini berarti

ada hubungan variable independen ( Sarana Air Bersih dan

Kepemilikan Jamban ). Bila nilai ρ value > 0,05 maka hasil perhitungan

statistic tidak bermakna ( tidak signifikan), ini berarti tidak ada

hubungan variable independen ( Sarana Air Bersih dan Kepemilikan

Jamban ) dengan variable dependen ( penyakit diare).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir

Bengkulu Selatan untuk mengetahui Hubungan Sarana Air Bersih dan

Kepemilikan Jamban Dengan Kejadia Diare di Desa Air Sulau Kabupaten

Bengkulu Selatan Tahun 2022. Pengambilan Data dilakukan dengan

menggunakan lembar koesiuner dan ceklis di Desa Air Sulau Kabupaten

Bengkulu Selatan.

Penelitian ini diawali dengan pengurusan surat izin instalasi

pendidikan yaitu Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Dinas Penanam Modal dan

PTSP Kabupaten Bengkulu Selatan, Puskesmas Air Sulau. Setelah

mendapatkan surat izin langsung menghadap Kepala Puskesmas Air Sulau

untuk menyerahkan surat izin untuk melakukan Penelitian di Desa.

Selama pelaksanaan penelitian ini tidak ditemukan hambatan yang

berarti, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koesiuner dan ceklis

yang ditanyakan kepada anggota keluarga yang mempunyai balita di Desa Air

Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan pada tanggal 20 Juni – 3 Juli.

Pengambilan data di Desa Air Sulau menggunakan kuesiuner dan

ceklis dengan mengunjungi rumah warga sebanyak 88 rumah yang berada di

Desa Air Sulau. Kemudian untuk mencari alamat dan mengisi data saa

dibantu oleh pengurus desa.

1
46

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Analisi Univariat diketahui gambaran distribusi Frekuensi yang

diteliti dari variable bebas (Sarana Air Bersih dan Kepemilikan Jamban)

maupun variable terikat (Diare).

a. Sarana Air Bersih

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare di
Desa Air Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan.

Kondisi Sarana Air Bersih Frekuensi Persentase (%)

Resiko Rendah (R) 28 31,8%


Resiko Sedang (S) 13 14,8%
Resiko Tinggi (T) 28 31,8%
Resiko Amat Tinggi (AT) 19 21,6%
Total 88 100%

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 88 rumah

(31,8%) 28 rumah memiliki sarana air bersih yang memiliki resiko tinggi.

b. Jamban Keluarga

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Diare
di Desa Air Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan.

Kondisi Jamban Frekuensi Persentase (%)

Resiko Rendah (R) 5 5,7%


Resiko Sedang (S) 32 36,4%
47

Resiko Tinggi (T) 51 58,0%


Total 88 100%

Berdasarkan table 4.2 dapat diketahui bahwa dari 88 rumah (58,0%) 51

rumah memiliki jamban yang memiliki resiko tinggi.

2. Analisi Bivariat

Analisis Bivariat menggunakan uji chi square digunakan untuk

menggambarkan hubungan antara satu variable bebas dan variable terikat

dan seberapa kuat hubungan tersebut yang digambarkan dalam sebuah

table sebagai berikut :

a. Hubungan Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare

Analisis Bivariat diketahui hubungan antara variable bebas dengan

variable terikat yaitu sarana air bersih dengan kejadian diare, Hasil Uji chi

square didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.3 : Hubungan Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare

SAB Diare Total ρValue OR CI

Sehat Sakit N 95%

N % N %

R 17 39,5 11 24,4 28 0.296

S 4 9,4 9 10,2 13

T 14 32,6 14 31,1 28

AT 8 18,6 11 24,4 19
48

Total 43 100 45 100 88

Dari table 4.3 didapatkan hasil uji bivariat nilai ρ value 0,296 >

0,05 berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sarana air bersih

dengan kehadian diare.

b. Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Diare

Analisis bivariate diketahui hubungan antara variable bebas dengan

variable terikat yaitu jamban dengan kejadian diare. Hasil uji chi square

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.4 : Hubungan Kepemlikan Jamban dengan Kejadian Diare

Kepemilikan Jamban Diare Total ρValue OR CI

Sehat Sakit N 95%

N % N %

R 3 3,4 2 2,3 5 0,010

S 22 51,2 33 73,3 32

T 18 41,9 33 73,3 51

Total 43 100 45 100 88

Dari table 4.4 didapatkanhasil uji bivariate nilai ρ value 0,010 <

0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara jamban dengan kejadian

diare.
49

C. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Sarana Air Bersih

Hasil Analisis Univariat menunjukan bahwa kondisi sarana

air bersih yang memenuhi syarat (31,8%) dan yang tidak memenuhi

syarat (68,2%). Dari 88 responden terdapat 35 respoden memiliki jarak

sumur dan jamban kurang dari 10 m, 10 responden sumur ada retakan

pada lantai beton.

Air yang digunakan harus memenuhi syarat kesehatan

secara kualitas maupun kuantitas. Syarat lualitas yang harus dimiliki

adalah bebas dari mkroorganisme dan bebas dari bahan kimiaa yang

dapat membahayakan kesehatan, tidak keruh, tidak berbau, tidak berasa

dan tidak berwarna. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

mikrobiologi air sumur gali diantaranya : jarak jamban, sumber

pencemar lainnya, genangan air dalam jarak 2 meter sekitar sumur,

genangan air diatas lantai, ember dan tali timba, biir sumur tidak

sempurna dan dinding semen sedalam 3 meter.

Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih yang

digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kualitas air bersih harus memenuhi syarat mikrobiologis. Jika sarana

air bersih tidak memiliki syarat itu akan mempunyai resiko pencemaran
50

mikrobiologis yang akan menyebabkan factor resiko terjadinya

penyakit diare (Lilik & Budiono, 2021).

Hasil dari lembar ceklist untuk sarana air bersih sebagian

besar memang tidak memenuhi syarat, terdapat lebar lantai sumur yang

yang kurang dari 1m, sumur yang ada retakan pada lantai beton yang

menyebabkan air mengalir ke dalam sumur, terdapat retakan pada

dinding sumur,dan bagian dinding sumur berada 3 m dibawah tanah

yang tidak tertutup rapat.

Faktor resiko cemaran tersebut akan berpotensi

meningkatkan mikrobiologi pada air. Air bersih harus memenuhi syarat

mikrobiologis supaya sehat, jika kualitasnya tidak memenuhi syarat

mikrobiologis itu akan meningkatkan resiko penyakit diare pada anak.

Hal ini sejalan dengan penelitian peneliti dari 88 responden didapatkan

data diare sebanyak (68,2%) yang tidak memenuhi syarat.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Pratama,

2013) berdasarkan hasil pengumpulkan sarana air bersih sebanyak 33

balita (41,3%) mengalami diare dan sebanyak 47 balita (58,8%) yang

tidak mengalami diare dengan OR = 2,516. .

b. Jamban Keluarga

Hasil analisis univariat menunjukan bahwa kondisi kepemilikan

jamabn yang memenuhi syarat (38,6%) dan yang tidak memenuhi syarat
51

(61,4%). Dari 88 responden terdapat jamban yang bermasalah yaitu 20 lantai

licin dan tidak mudha dibersihkan, 6 tidak memiliki jamban.

Jamban merupakan sarana yang digunakan massyarakat sebagai

tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja,

Jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai

gangguan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Gangguan tersebut dapat

berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatan (Notoatmojo 2011).

Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan

persyaratan sebagai berikut : tidak mengotori permukaan tanah

disekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,

tidak mengotori air tanah disekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh

serangga terutama lalat, kecoa, dan binatang binatang lainnya, tidak

menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya,

muraah, dan dapat diterima oleh pemakainya.

Dampak jamban yang buruk dapat menyebabkan berbagai kuman

ya ng dapat berkembang biak dengan subur dan mencemari air minum,

makanan, dan lainnya yang membuat anak rawan terkena penyakit.

Penyakit yang disebabkan dari jamban yang buruk yaitu diare dan tifus.

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui Fecal-oral

antara lain melalui makanan / minuman yang tercemar tinja dan atau

kontak langsung dengan tinja penderita. Perilaku buang air besar tidak

pada tempatnya dapat menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan

terjadinya diare (Putranti & Sulistyorini, 2013).


52

Terdapat hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian

diare dikarenakan seluruh baliat yang tidak memikili jamban sehat

mengalami diare, menunjukan bahwa kepemilikan jamabn dapat menjadi

factor resiko yang menyebabakn terjadinya diare pada balita (Putranti &

Sulistyorini, 2013).

Penelitian ini sejalan dengan (Wahyudi et al., 2020) Hasil

pengumpulan data bahwa responden jamban tidak memenuhi syarat

sebanyak 30 balita (33,3%) mengalami diare dan sebanyak 60 balita

(66,7%) yang tidak mengalami diare. Penelitian ini sejalan dengan (Di et

al., 2020) Hasil penelitian menunjukan bahwasanya dari 67 responden

terdapat 2 (3,0%) responden yang tidak memiliki dan 65 (97,0%)

Penelitian ini di perkuat oleh (Siti Hamijah, 2019) dari 81

responden terdapat 31 responden memiliki jamban dan terjadi diare lebih

besar sebanyak 19 responden (61,3%), dibandingkan dengan tanpa diare,

totalnya 12 responden, (38,7%). Hasil pengujian dengan Chi Square

menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≤ 0,05,. Hasil analisis nilai OR adalah

5,614 (CI 95% 297-15,031).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diiare di Desa Air

Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022.

Hasil table analisis bivariate untuk kondisi sarana air bersih pada

balita tidak diare yang memenuhi syarat (39,5%), dan yang tidak

memenuhi syarat (60,5%). Pada balita diare yang memenuhi syarat


53

(24,4%) dan yang tidak memenuhi syarat (75,6%). Artinya sebagian besar

kondisi sarana air bersih tidak memenuhi syarat.

Hasil analisis data diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara sarana air bersih dengan kejadian diare (ρ value 0,197 <

0,05), dengan OR =2,021 (CI = 95% 0,810 – 5,042) yang berarti keluarga

dengan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat resiko 2,021 kali

dibandingkan dengan keluarga yang memiliki sarana air bersih yang

memenuhi syarat.

Hasil observasi dilapangan menunjukan masih terdapat responden

yang mengonsumsi air minum dari sumur, kondisi sumur yang tidak

memenuhi syarat seperti ada jamban pada radius 10 meter disekitar sumur,

ada sumber penncemaran lain (kotoran hewan, sampah,dsb) dalam jarak

10 m dari sumur, dinding air disekita sumur retak atau terlalu rendah

sehingga air permukaan atau disekitar masuk kedalam suur, lantai beton

disekeliling sumur kurang dari 1 m, ada bagian dinding sumur berada 3 m

dibawah tanah yang tidak tertutup rapat, dan ada retakan pada lantai beton

disekililing sumur yang menyebabkan air mengalir ke dalam sumur.

Air yang digunakan harus memenuhi syarat kesehatan secara

kualitas. Syarat kualitas air yang harusdimiliki adalah bebas dari

mikroorganisme dan bebas dari bahan kimia yang dapat membahayakan

kesehatan, tidak keruh, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.

Beberapafaktor yang dapat mempengaruhi kualitas mikrobiologi air sumur

gali diantaranya : jarak jamban, sumber pencmar lainnya, genangan air


54

dalam jarak 2 meter sekitar sumur, genangan air diatas lantai, ember dan

tali tiba, bibir sumur tidak sempurna dan dinding semen sedalam 3 meter.

Sumur gali merupakan salah satu sarana penyediaan air bersih

yang banyak terdapat di daerah pedesaan karena mudah dalam

pembuatannya dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dengan

melakukan perawatan sederhana dan dengan biaya yang relative murah,

sumur gali yang dibuat oleh masyarakat dengan diameter 1-2 meter dengan

kedalaman biasanya sekitar 5 meter (maifrizal, 2019).

Hasil lembar ceklist untuk sarana air bersih sebagian besar pada

balita yang mengalami diare maupun tidak memang tidak memenuhi

syarat terdapat lebar lantai sumur yang kurang dari 1m, sumur yang ada

retakan pada lantai beton yang menyebabkan air mengalir kedalam sumur,

terdapat retakan pada dinding sumur, dan bagian dinding sumur berada 3m

dibawah tanah yang tidak tertutup rapat.

Faktor resiko cemaran tersebut akan berpotensi meningkatkan

mikrobiologis pada air. Air bersih harus memenuhi syarat mikrobiologis

supaya sehat, kalau kualitasnya tidak memenuhi syarat mikrobiologis itu

akan meningkatkan resiko penyakit diare pada anak. Hal ini sejalan

dengan penelitian saya dari 88 responden didapatkan data diare sebanyak

(31,8%) yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat (68,2%).

Sebagai akibat sarana air bersih tidak memenuhi syarat.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan (Pratama, 2013)

hubungan antara sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu dengan


55

kejadian diare pada balita di kelurahan sumurejo kecamatan gunung pati

kota semarang, berdasarkan hasil pengumpulkan sarana air bersih

sebanyak 33 balita (41,3%) mengalami diare dan sebanyak 47 balita

(58,8%) yang tidak mengalami diare.. Hasil analisi data dapat diketahui

bahwa Tidak terdapat hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian

diare pada balita (ρ value = 0, ,167). dengan OR = 2,516 (CI = 95% 1,915

– 3,307) yang berarti keluarga dengan sarana air bersih yang tidak sehat

memiliki resiko 2,516 kali lebih tinggi untuk memiliki balita diare

dibandingkan keluarga dengan sarana air bersih yang memenuhi syarat.

b. Hubungan Jamban Dengan Kejadian Diare di Desa Air Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022.

Hasil table analisis bivariate untuk kondisi jamban pada balita tidak

diare yang memenuhi syarat (51,2%), dan yang tidak memenuhi syarat

(48,8%). Pada balita diare yang memenuhi syarat (26,7%) dan yang tidak

memenuhi syarat (73,3%). Artinya sebagian besar kondisi sarana air bersih

tidak memenuhi syarat.

Hasil analisi data diketahui bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara jamban dengan kejadian diare (ρ value = 0,032 < 0,05 ).

Adanya hubungan tersebut tergambar dari persentase jumlah keluarga

yang memiliki jamban tidak memenuhi syarat (61,4%) dibandingkan

dengan keluarga yang memilki jamban yang memenuhi syarat (38,6%),

dengan OR = 2,881 (CI = 95% 1,182 – 7,023) yang berarti keluarga

dengan jamabn yang tidak memenuhi syarat resiko 2,881 kali


56

dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jamban yang memenuhi

syarat.

Hasil observasi dilapangan juga menunjukan konidis jamban

responden yang tidak memenuhi syarat seperti jarak cubluk / resapan

kurang dari 10 m dari sumur, lantai jamban tidak rapat, sehingga

memungkinkan serangga dan binatang penular penyakit dapat masuk

kedalam cubluk / resapan/ serta menimbulkan bau, lubang masuk kotoran

terbuka / bukan closet, jamban belum dilengkapi dengan rumah jamabn,

lantai licin dan tidak mudah dibersihkan, dan bagian yang terbuka

( ventilasi ) tidak terlindungi terhadap masuknya serangga / binatang.

Jamban adalah fasilitas pembuatan tinja. Jamban sehat harus

dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di

dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni

rumah. Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan

penyakit (Permenkes No.3 Tahun 2014).

Suatu jamban disebut sehat apabila memnuhi persyaratan-

persyaratan sebagai berikut :tidak mengotori air permukaan disekeliling

jamban tersebut, tidak mengotori tanah permukaan disekitarnya, tidak

mengotori air tanah disekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh serangga

terutama oleh lalat, kecoa, dan binatang lainnya, tidak menimbulkan bau,

mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya, murah, dan dapat

diterima oleh pemakainya.


57

Dampak jamban yang bujruk dapat menyebabkan berbagai kuman

berkembang biak dengan subur dan mencemari air minum, makanan, dan

lainnya yang membuat anak rawan terkena pnyakit, penyakit yang

disebabkan dari jamban yang buruk yaitu diare, tifus, dan polio.

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal-oral antara

lain melalui makanan / minuman yang tercemar tinja dan atau kontak

langsung dengan tinja penderita. Perilaku buang air esar tidak pada

tempatnya dapat menyebabkan penyebaran kuman enteric dan

meningkatkan terjadinya diare (Putranti & Sulistyorini, 2013).

Penelitian ini sejalan dengan (Wahyudi et al., 2020) Hubungan

sarana ketersediaan air bersih, perilaku ibu, kepemilikan jamban dengan

kejadian diare pada balita di wilayah puskesmas tamiang laying tahun

2020. berdasarkan hasil pengumpulkan jamban sebanyak 30 balita (33,3%)

mengalami diare dan sebanyak 60 balita (66,7%) yang tidak mengalami

diare.

Hasil uji statistik chi sq uare test diperoleh nilai p-value = 0,005

dimana hasil ini lebih kecil dari nilai α (0,1) sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare pada

balita di wilayah Puskesmas Tamiang Layang. Hasil Odds Ratio sebesar

5,04 yang artinya memiliki jamban yang memenuhi syarat mempunyai

kemungkinan 5,04 kali lebih besar tidak mengalami diare pada balita

dibandingkan dengan tidak memiliki jamban yang memenuhi syarat.


58

Hasil penelitian ini sejalan dengan (Siti Hamijah, 2019) dari 81

responden terdapat 31 responden memiliki jamban dan terjadi diare lebih

besar sebanyak 19 responden (61,3%), dibandingkan dengan tanpa diare,

totalnya 12 responden, (38,7%). Hasil pengujian dengan Chi Square

menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≤ 0,05, artinya ada hubungan antara

kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada balita. Hasil analisis nilai

OR adalah 5,614 (CI 95% 297-15,031), artinya responden yang memiliki

jamban 5.614 kali lebih mungkin melakukan tindakan pencegahan diare

dibandingkan responden yang tidak memiliki jamban.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 88 sampel

penelitian di desa air sulau Kabupaten Bengkulu Selatan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

a. Sarana air bersih yang memenuhi syarat sebagian besar 28 (31,8%)

b. Jamban yang memenuhi syarat sebagian besar 34 (38,6%)

c. Tidak ada hubungan sarana air bersish dengan kepemilikan jamabn

dengan kejadian diare didapatkan hasil pengujian tidak sinifikasi ρ value

0,197 < 0,05, dengan OR = 2,021 (CI = 95% 0,810 – 5,042 ).

d. Adanya hubungan jamban dengan kejadian diare didapatkan hasil p

engujian sidnifikais ρ value = 0,032 < 0,05, dengan OR = 2,881 (CI =

95% 1,182 – 7,023).

B. Saran

1. Bagi Akademik

Menambah sumber referensi bagi akademik Politeknik Kesehatan

Bengkulu Jurusan Kesehatan Lingkungan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang

bermanfaat bagi masyarakat mengenai sarana air bersih dan

1
61

kepemilikan jamabn yang memenuhi kriteria sehat dan memenuhi

syarat.

3. Bagi Puskesmas

Sebagian besar masyarakat yang diare, memiliki sarana air bersih

dan jamban yang tidak memnuhi syarat diharapkan untuk lintas sector,

puskesmas dapat melakukan penyukuhan kepada masyarakat tentang

sarana air bersih dan jamban yang sehat serta memenuhi syarat, Untuk

lintas Sector juga diharapkan dapat memberikan bantuan perbaikan

sarana air bersih agar memenuhi syarat dan memberikan stimuasi untuk

perbaikan jamban sehat.

4. Bagi Peneliti lain

Sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya yang ingin

mengembangkan serta melakukan penelitian lebih lanjut atau dilokasi

dan variable yang berbeda.


62

DAFTAR PUSTAKA

Aolina, D., Sriagustini, I., & Supriyani, T. (2020). Hubungan Antara Faktor
Lingkungan Dengan Kejadian Diare pada Masyarakat. Jurnal Penelitian Dan
P Engembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(1), 38–47.
Di, D., Murung, D., Kabupaten, K., Tahun, B., Masyarakat, K., Islam, U.,
Muhammad, K., & Al, A. (2020). 1 , 2 , 3.
Gali, S., Penutup, D., Khusus, C. D., Risiko, P., & Rekomendasi, D. (n.d.). I .
Gambar : Sumur Gali dengan Cincin Penutup Sebagian.
Influence, T. H. E., Toilet, O. F., With, O., & Incidence, T. H. E. (2017). ( Studi di
Desa Semambung Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro ) Nadya Nenva
Desy Budi Purwaningtyas LATAR BELAKANG Permasalahan penyakit diare
masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang
diare merupakan salah satu penyebab angka k. 1–5.
National, G., & Pillars, H. (2018). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者
における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. 1–3.
Novita, N., Hermawan, D., & N, D. D. (2019). Faktor Resiko Kejadian Diare
Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalirejo Kabupaten
Pesawaran Tahun 2018. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat)
Khatulistiwa, 6(4), 171. https://doi.org/10.29406/jkmk.v6i4.1991
Nurmallawati. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Jamban Oleh Masyarakat Di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat. 53(9), 1689–1699.
Pratama, R. N. (2013). Riki Nur Pratama. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan
Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, 2.
Putra, W. B., Dewi, N. I. K., & Busono, T. (2020). Penyediaan Air Bersih Sistem
Kolektif: Analisis Kebutuhan Air Bersih Domestik pada Perumahan Klaster.
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA, 1(2), 115–123.
https://doi.org/10.26760/terracotta.v1i2.4018
Putranti, D., & Sulistyorini, L. (2013). Hubungan antara Kepemilikan Jamban
dengan Kejadian Diare di Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), 54–63.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-keslingb03cb54364full.pdf
Siti Hamijah. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Diare
Pada Balit. Cahaya Mandalika, 2(1).
63

Sukri Ramdhani, F., & Husaini, R. R. (2019). PENYULINGAN AIR BERSIH


UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR Program Studi Teknik
Informatika , Fakultas Teknik , Universitas Abdurrab Program Studi Teknik
Sipil , Fakultas Teknik , Universitas Abdurrab Program Studi Analis
Kesehatan , Fakultas Kedokteran dan I. Jurnal Pengabdi Masyarakat
Multidisiplin, 3(1), 22–28.
Umum, I. D. (n.d.). Formulir inspeksi sanitasi jamban keluarga. 1–3.
Wahyudi, F., Indah, M. F., & Agustina, N. (2020). Hubungan Sarana
Ketersediaan Air Bersih, Perilaku Ibu, Kepemilikan Jamban dengan Diare
pada Balita di Wilayah Puskesmas Tamiyang Layang Tahun 2020. Jurnal
FKM Uniska, 42(13201), 1–10.
Yosinta, Suriah, & Rachmat, M. (2018). Health Education about Handling use
Soap (CTPS) with Comic Media in Students of Elementary School in Tana
Toraja Regency. Hasanuddin Journal of Public Health, 1(2), 101–109.
https://journal.unhas.ac.id/index.php/hjph/article/view/10254
Maifrizal, 2019, Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat, dibaca pada
tanggal 18 Juli 2019, maifrizal.blogspot.com>2018/05
(Umum, n.d.)
(Gali et al., n.d.)

Anda mungkin juga menyukai