Anda di halaman 1dari 114

SKRIPSI

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN


TERHADAP TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN GINJAL
KRONIK DI RS BHAYANGKARA SETUKPA
KOTA SUKABUMI

OLEH :

ENENG INTAN FATIMAH MAULIDA

NIM. 181030100331

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
SKRIPSI

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN


TERHADAP TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN GINJAL
KRONIK DI RS BHAYANGKARA SETUKPA
KOTA SUKABUMI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :
ENENG INTAN FATIMAH MAULIDA
NIM. 181030100331

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN TERHADAP


TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN GINJAL KRONIK DI RS
BHAYANGKARA SETUKPA KOTA SUKABUMI

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Program Studi
S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang, Agustus 2022

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ns. Riris Andriati, S. Kep., M. Kep. Gita Ayuningtyas, SKG., M.H.Kes.


NIDN. 0417108201 NIDN. 0418018403

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns. Dewi Fitriani, S. Kep., M. Kep.


NIDN. 0317107603

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi Yang Berjudul :

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN TERHADAP


TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN GINJAL KRONIK DI RS
BHAYANGKARA SETUKPA KOTA SUKABUMI

Telah dilakukan Ujian Sidang Skripsi dan Perbaikan sesuai dengan


Saran Dewan Penguji serta diperiksa oleh Tim Pembimbing Skripsi
STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang, 12 Agustus 2022


Penguji I, Penguji II,

Ns. Dewi Fitriani, S. Kep., M. Kep. Gita Ayuningtyas, SKG., M.H.Kes.


NIDN. 0317107603 NIDN. 0418018403

Mengetahui
Ketua STIKes Widya Dharma Husada Tangerang,

Ns. Riris Andriati, S. Kep., M. Kep.


NIDN. 0417108201

iii
JURUSAN S1 KEPERAWATAN STIkes WIDYA DHARMA HUSADA
SKRIPSI, TAHUN 2022

ENENG INTAN FATIMAH MAULIDA


181030100331

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN TERHADAP TERJADINYA


EDEMA PADA PASIEN GINJAL KRONIK DI RS BHAYANGKARA SETUKPA KOTA
SUKABUMI
VI Bab+ 115halaman+ 11tabel+ 2bagan+ 13lampiran

ABSTRAK

Words World Health Organization (WHO) penderita gagal ginjal pada tahun 2017 sebanyak
3.200.000 orang sedangkan tahun 2016 sebanyak 2.786.000. Negara yang paling tinggi
peningkatan penderita gagal ginjal adalah Amerika Serikat, kejadian dan jumlah keseluruhan
penderita gagal ginjal, menunjukkan setiap tahunnya adalah 200.000 orang Amerika menjalani
hemodialisis karena gangguan ginjal kronis. Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia tahun 2009
yang menjalani hemodialisa terdapat 10 ribu orang, dengan data tersebut gagal ginjal menjadi
permasalahan srius bagi Indonesia. Kemenkes RI.Untuk mengetahui hubungan kepatuhan
pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangka Setukpa
Kota Sukabumi.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. . Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
kuesioner.populasi diambil dari pasien PGK yang menjalani HD rutin pada bulan Mei 2022 adalah
sebanyak 50 orang.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pembatasan cairan
pada pasien gagal ginjal kronik sebagian besar adalah kurang patuh yaitu 34 responden (59,6%),
dan sebagian kecil adalah patuh yaitu 5 responden (8,8%). Untuk menguji reliabilitas intrumen,
peneliti menggunakan reliability analysis dengan program kimputer SPSS for windows. Soal di
katakan reliabel bila nilai alpa cronbach’s r kriteria (0,60) setelah di lakukan uji rehabilitas dengan
bantuan SPSS versi 16.0 di dapatkan nilai 0,811 0,6 sehingga intrumen di katakan
reliabel.Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square didapatkan hasil uji
statistik hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema diperoleh nilai pvalue
0.000, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima artinya ada hubungan kepatuhan
pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada pasien ginjal kronik di RS Bhayangkra Setukpa
Sukabumi kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pembatasan cairan dengan
terjadinya edema pada pasien ginjal kronik di di RS Bhayangkara Setupa Kota Sukabumi

Kata kunci: kepatuhan pembatasan cairan, edema pada pasien ginjal kronik
Kepustakaan: (2011-2021)

iv
NURSING DEPARTEMENT STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
THESES, YEAR 2022

ENENG INTAN FATIMAH MAULIDA


181030100331

RELATIONSHIP OF FLUID LIMITATION COMPLIANCE WITH THE OCCURRING OF


EDEMA IN CHRONIC KIDNEY PATIENTS IN BHAYANGKARA SETUKPA HOSPITAL
SUKABUMI

VI Chapter+115pages+11tables+2 charts+13attachments

ABSTRACT

Words World Health Organization (WHO) patients with kidney failure in 2017 as many as
3,200,000 people while in 2016 there were 2,786,000. The country with the highest increase in
patients with kidney failure is the United States, the incidence and the total number of patients
with kidney failure, shows that every year 200,000 Americans undergo hemodialysis due to
chronic kidney disorders. The number of patients with kidney failure in Indonesia in 2009 who
underwent hemodialysis was 10 thousand people, with these data kidney failure is a serious
problem for Indonesia. The Ministry of Health of the Republic of Indonesia. To determine the
relationship between adherence to fluid restriction and the occurrence of edema in hemodialysis
patients at Bhayangka Setukpa Hospital, Sukabumi City. The research method used in this study
was quantitative with a cross sectional approach. . The data collection technique in this study used
a questionnaire. The population was taken from CKD patients who underwent routine HD in May
2022 as many as 50 people. ,6%), and a small part is obedient, namely 5 respondents (8.8%). To
test the reliability of the instrument, the researcher used reliability analysis with the SPSS for
windows computer program. The question is said to be reliable if the alpha value of Cronbach's r
criterion (0.60) after the rehabilitation test with the help of SPSS version 16.0 gets a value of
0.811 0.6 so that the instrument is said to be reliable. Based on the results of the analysis using the
chi-square test, the test results are obtained The statistical relationship between adherence to fluid
restriction and the occurrence of edema was obtained with a p-value of 0.000, so it can be
concluded that Ha is accepted, meaning that there is a relationship between adherence to fluid
restriction and the occurrence of edema in chronic kidney patients at Bhayangkra Setukpa
Hospital, Sukabumi. Chronic kidney patient at Bhayangkara Setupa Hospital, Sukabumi City

Keywords: compliance with fluid restriction, edema in chronic kidney patients


References: (2011-2021)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas segala kuasa dan karunia

yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan terhadap Terjadinya Edema pada

Pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi”. Skripsi ini

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

Keperawatan pada Jurusan S1 Ilmu Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada

Tangerang.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak mendapat

bantuan berupa bimbingan, arahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr (HC) Drs. H. Darsono selaku Ketua Yayasan Widya Dharma Husada

Tangerang.

2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang sekaligus selaku Pembimbing I

yang sudah membimbing dan memberi arahan terkait penyusunan Skripsi ini.

3. Dr. Much Sofwan, Sp.OT(K), selaku Direktur RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi.

4. M. Dzulfikal Adha, SKM., M.KL., selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

5. Siti Novy Romlah, SST., M.Epid., selaku Wakil Ketua II Bidang

Administrasi dan Keuangan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

vi
6. Ida Listiana. SST., M.Kes., selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

7. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Jurusan S1 Keperawatan

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang sekaligus penguji I.

8. Gita Ayuningtyas, SKG., M.H.Kes., selaku penguji II sekaligus Pembimbing

II yang sudah membimbing dan memberi arahan terkait penyusunan Skripsi

ini.

9. Seluruh dosen dan staf tata usaha STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan serta fasilitas dalam

mengikuti pendidikan hingga penyelesaian Skripsi ini.

10. Kedua Orang tua tercinta mamah Memi melia dan bapak U.Z Arifin

terimakasih banyak yang telah memberikan apapun yang putrinya butuhkan

walaupun dalam keadaan sulit tetap di usahan untuk keinginanya, dan yang

sudah mendukung serta mendo’akan dan support dalam segala hal.

11. Terimakasih kepada diriku yang sudah selalu tangguh dan sabar menjalani

segalanya lika liku perjalanan menyusun skripsi ini.

12. Terimkasih kepada my boyfriend mas bondan yang selalu setia

mendengarkan keluh kesah diriku setiap waktunya dan selalu mensupport

serta mendoakan.

13. Serta teman-teman terdekat ( aul, susur, dindut, agen, dwi, ajeng, citra, fajar,

deploy) yang telah memberikan canda tawa dan bantu kasih solusi dan

support lainnya.

vii
Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan Skripsi ini, penulis menerima

kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan Skripsi ini. Akhir kata

semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan profesi keperawatan khususnya.

Pamulang, Agustus 2022

Eneng Intan Fatimah Maulida

viii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………..…ii

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………..……..…iii

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………….iv

ABSTRAK…………………………………………..……………………………v

ABSTRACT........…………………………………………………………....…...vi

KATA
PENGANTAR……………………………………………………………….....viii

DAFTAR ISI………………………………………………………..………..….ix

DAFTAR BAGAN…………………………………….……………………….xii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………...…xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….….….xiv

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan masalah...................................................................................... 4

C. Pertanyaan penelitian ................................................................................ 5

D. Tujuan penelitian ....................................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II ................................................................................................................ 8

TUJUAN PUSTAKA ......................................................................................... 8


ix
A. Konsep Teori ............................................................................................... 8

1. Konsep Penyakit Ginjal Kronik .................................................................... 8

2. Konsep Hemodialisis ........................................................................... 15

3. Konsep Perilaku ................................................................................... 17

4. Konsep Kepatuhan ............................................................................... 21

6. Konsep Edema ..................................................................................... 26

B. Penelitian Terkait ....................................................................................... 32

C. Kerangka Teori Penelitian .......................................................................... 37

BAB III ............................................................................................................. 38

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 38

A. Kerangka Konsep .................................................................................... 38

B. Definisi Operasional ................................................................................ 39

C. Hipotesis .................................................................................................... 40

BAB IV ............................................................................................................. 42

METODE PENELITIAN ................................................................................ 42

A. Desain Penelitian ....................................................................................... 42

B. Lokasi dan waktu penelitian ....................................................................... 42

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ..................................................... 44

E. Pengolahan dan Analisa Data ..................................................................... 48

F. Etika Penelitian .......................................................................................... 51

G. Keterbatasan penelitian .............................................................................. 53

BAB V............................................................................................................... 54

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 54

C. Hasil Penelitian ....................................................................................... 54


x
A. Pembahasan ............................................................................................ 59

BAB VI ............................................................................................................. 74

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 74

B. Kesimpulan ............................................................................................. 74

C. Saran ....................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 76

LAMPIRAN ..................................................................................................... 81

xi
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 kerangka teori penelitian……………………………………………39

Bagan 3.1 kerangka konsep ………………………………………………...46

xii
DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1 definisi oprasional…………………………………………….….39

Tabel 4.1 hasil output uji validitas………………………………………….46

Tabel 4.2 hasil rebility………………………………………………………47

Tabel 4.3 tabel interprestasi data……………………………………………50

Tabel 5.1 distribusi berdasarkan usia…………………………………….…54

Tabel 5.2 distribusi berdasarkan jenis kelamin…………………………..…55

Tabel 5.3 distribusi berdasarkan pekerjaan………………………………....55

Tabel 5.4 distribusi berdasarkan pendidikan……………………………..…56

Tabel 5.5 kepatuhan pembatasan cairan…………………………………….57

Tabel 5.6 derajat edema ……………………………………………………..57

Tabel 5.7 hubungan kepatuhan pembat……………………………………..58

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 surat izin studi pendahuluan ………………………………….83

Lampiran 2 surat balasan studi pendahuluan………………………………84

Lampiran 3surat izin penelitian ……………………………………….…..85

Lampiran 4 surat balasan izin penelitian ……………………………….…86

Lampiran 5 surat permohonan menjadi responden………………………...87

Lampiran 6 surat pernyataan kesediaan menjadi responden……………....88

Lampiran 7 kuesioner……………………………………………….…...…89

Lampiran 8 kartu bimbingan penguji I…………………………….…….....93

Lampiran 9 kartu bimbingan penguji I I………………………………..…..94

Lampiran 10 hasil penelitian Univariat……………………………….……95

Lampiran 11 hasil penelitian Bivariat………………………..………....…97

Lampiran 12 dokumnetasi studi pendahuluan ………………….…………98

Lampiran 13 dokumentasi penelitian ………………………………..….…99

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang persentasenya dan jumlahnya terus meningkat

setiap tahunya adalah penyakit ginjal. Menurut World Health Organization

(WHO) penderita gagal ginjal pada tahun 2017 sebanyak 3.200.000 orang

sedangkan tahun 2016 sebanyak 2.786.000. Negara yang paling tinggi

peningkatan penderita gagal ginjal adalah Amerika Serikat, kejadian dan

jumlah keseluruhan penderita gagal ginjal, menunjukkan setiap tahunnya

adalah 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan

ginjal kronis. (Widyastuti, R, 2014)

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi pada organism yang

menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan terjadinya gagal

ginjal. untuk menanganinya pasien yang mengalami gagal ginjal

memerlukan terapi yang harus di lakukan dengan rutin, yaitu dialysis atau

untuk menggantikan organ yang rusak atau tak berfungsi pada ginjal.

Suwita. (2014)

Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia tahun 2009 yang menjalani

hemodialisa terdapat 10 ribu orang, dengan data tersebut gagal ginjal

menjadi permasalahan serius bagi Indonesia. Kemenkes RI. (2018)

1
2

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2018 tentang jumlah

penderita penyakit ginjal di Indonesia menempati urutan ke-dua setelah

penyakit jantung, penderita gagal ginjal di Indonesia sekitar 2,74% dari

255,1 juta penduduk dan yang menjalani hemodialisis 14,3% dari 70.000

penderita, (Riskesdas, 2018)

Sedangkan di Provinsi Banten penyakit gagal ginjal kronis lebih rendah dari

jumlah keseluruhan secara nasional yaitu 0,3%. Pada tahun 2017 kematian

yang disebabkan karena gagal ginjal kronis. Dinas kesehatan banten (2018)

Hemodialisa atau terapi pengganti ginjal yang berfungsi untuk pengeluaran

zat sisa penguraian nutrisi dari makanan dan zat beracun lainnya, dengan

mengalirkan darah lewat alat yang dinamakan dializer, untuk mencegah

kematian. cuci darah tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal

akibat hilangnya penguraian nutrisi dari makanan menjadi energi yang

dibutuhkan oleh tubuh. yang di lakukan ginjal. Kemenkes RI (2014)

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi pengganti ginjal perlu

mendapatkan bimbingan dan arahan tentang pembatasan cairan. Perawat

dapat memberikan bimbingan tentang pembatasan cairan sehingga pasien

hemodialisa mengerti patuh dan memahami resiko dari pembatasan cairan

tubuh Sinaga., W & Lady (2016)

Kelebihan cairan merupakan faktor risiko utama kesakitan dan kematian

pasien hemodialisa Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akibat


3

kelebihan masukan cairan dan makanan sehingga naiknya berat badan

pasien dapat mengakibatkan kematian, kelebihan cairan pada pasien

hemodialisa dapat menyebabkan terjadinya munculnya penyakit secara

bersamaan seperti penyakit gagal jantung, dan darah tinggi. Moissl, U et al.

(2013).

Pasien gagal ginjal kronik, sering mengalami rasa haus yang berlebihan

tetapi pasien gagal ginjal kronik tidak boleh minum yang berklebihan saat

haus. Rasa haus disebabkan oleh berbagai faktor diantaraya masukan kadar

garam, yang tinggi, penurunan kadar kalium, angiotensin II, peningkatan

urea dalam plasma darah, urea plasma yang mengalami peningkatan,

kelebihan volume cairan dalam tubuh setelah terapi cuci darah dan faktor

kejiwaan. Kemenkes RI (2014)

Ketidakpatuhan pasien dalam pembatasan asupan cairan dapat

mengakibatkan peningkatan volume cairan yang dengan peningkatan berat

badan atau Interdialytic Body Weight Gains (IDWG) berlebih. Penambahan

IDWG dapat mengakibatkan tekanan darah rendah, kram otot, sesak nafas,

mual dan muntah. Zafria A (2016)

Apabila peningkatan jumlah cairan Apabila peningkatan jumlah cairan

dengan peningkatan berat badan atau Interdyalitic Weight Gain (IDWG)

melebihi 5,7% dapat menyebabkan sesak nafas, edema, kaki bengkak,


4

terjadinya peningkatan uremia, dan dapat menyebabkan bertambahnya

penyakit yang baru, penyakit jantung dan memiliki resiko kematian. Kondisi

uremik dan pembatasan diet yang berlebihan (terutama protein) tanpa

disertai jumlah energi yang cukup setelah terapi dialisis dapat

mengakibatkan gizi tidak seimbang yang dapat memperburuk fungsi ginjal

yang dapat mengakibatkan resiko kematian. Rustiawati. (2012)

Tingginya persentasi pasien yang tidak patuh mengakibatkan kerugian

jangka panjang yaitu kerusakan sistem kardiovaskuler, gagal jantung,

hipertensi dan edema paru serta kerugian jangka pendek yaitu edema, nyeri

tulang dan sesak napas (Jonh, Anggela, Masterson & Rosemary. 2012).

Penelitian menyatakan bahwa mereka yang mengalami tingkat haus yang

lebih menunjukan ketidakpatuhan daripada mereka yang melaporkan tidak

merasa haus.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada

hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada

pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi.

B. Rumusan masalah

Hemodialisis saat ini adalah pilihan terbanyak untuk menggantikan peran

dan fungsi ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Permasalahan pada

banyak pasien ginjal kronik salah satunya adalah ketidakpatuhan pasien


5

dalam pembatasan intake cairan. Ketidakpatuhan pasien dalam membatasi

intake cairan ini dapat menyebabkan kelebihan volume cairan dalam tubuh

yang berefek pada terjadinya komplikasi penyakit gagal ginjal kronik.

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversible, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal. Masalah yang mengakibatkan

kegagalan pada terapi hemodialisa adalah kepatuhan klien. Berdasarkan

uraian pada latar belakang diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

adalah adakah hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya

edema pada pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi?

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaiman gambaran karakteristik responden (berdasarkan umur, jenis

kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan) di RS Bhayangkara Setukpa

Kota Sukabumi?

2. Bagaimana tingkat kepatuhan pembatasan cairan pada pasien

hemodialisa di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi?

3. Bagaimana kejadian edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangkara

Setukpa Kota Sukabumi?


6

4. Adakah hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya

edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi?

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap

terjadinya edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangka Setukpa

Kota Sukabumi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien hemodialisa

(berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan) di

RS Bhayangka Setukpa Kota Sukabumi.

b. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pembatasan cairan pada pasien

hemodialisa di RS Bhayangka Setukpa Kota Sukabumi.

c. Mengidentifikasi kejadian edema pada pasien hemodialisa di RS

Bhayangka Setukpa Kota Sukabumi.

d. Mengidentifikasi hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap

terjadinya edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangka Setukpa

Kota Sukabumi.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi STIKes Widya Dharma Husada


7

Hasil penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi, wawasan dan ilmu pengetahuan, serta menambah referensi

bagi mahasiswa/mahasiswi STIKes Widya Dharna Husada.

2. Bagi Masyarakat

Hasil peneltian ini dapat dijadikan manfaat sebagai sumber informasi

mengenai kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada

pasien hemodialisa di RS Bhayangka Setukpa Kota Sukabumi

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar maupun tambahan

untuk peneliti lebih lanjut berkaitan kepatuhan pembatasan cairan

terhadap terjadinya edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangka

Setukpa Kota Sukabumi.


BAB II
TUJUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Penyakit Ginjal Kronik

a. Pengertian PGK

Ginjal merupakan organ tubuh manusia yang berfungsi dalam sistem

ekskresi atau pembuangan. Ginjal merupakan salah satu organ yang

harus selalu dijaga agar tetap berfungsi dengan normal. Mengalami

gangguan ginjal berarti berpotensi untuk terkena penyakit lainnya.

Penyakit ginjal dapat terjadi karena adanya gangguan pada sistem

penyaringan organ ginjal, di mana ginjal sudah tidak berfungsi

sebagian organ penyaring racun sehingga terjadi penumpukan racun

pada glomerulus. Penumpukan inilah yang akhirnya mengakibatkan

kerusakan pada ginjal (Ariani, 2016).

Gagal ginjal merupakan sebuah gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversible, dimana fungsi ginjal mengalami penurunan dalam

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit,

sehingga terjadi uremia. Gagal ginjal biasanya berakibat akhir dari

kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Pada umumnya

penyakit ini baru dapat di deteksi melalui tes urine darah. Gejalanya

8
9

yang bersifat umum membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak

menyadari gejalanya hingga mencapai stadium lanjut (Ariani, 2016).

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah

metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang

biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat

gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin

metabolik, cairan, elektrolit serta asam basa.Gagal ginjal adalah suatu

kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak

mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolism tubuh dan

menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di

dalam darah atau urin.Penyakit ini terus berkembang secara perlahan

hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan

fungsinya (Hutagaol, 2017).

b. Etiologi

Penyakit gagal ginjal disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau

hipertensi dan diabetes yaitu sebagai berikut (Ariani, 2016).

1. Gangguan ginjal pada diabetes

Diabetes merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyakit

gagal ginjal. Jika glukosa dalam darah terlalu tinggi, ini dapat

mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring kotoran dalam

darah dengan merusak system penyaringan ginjal. Maka dari itu

sangat penting bagi penderita diabetes untuk menjaga tingkat


10

glukosa mereka melalui pola makan yang sehat dan mengkonsumsi

obat-obat anti diabetes sesuai aturan dokter.

2. Gangguan ginjal pada hipertensi

Tekanan darah adalah ukuran tekanan saat jantung memompa darah

ke pembuluh arteri dalam setiap denyut nadi. Tekanan darah kerap

diasosiasikan dengan penyakit ginjal, karena tekanan darah yang

berlebihan dapat merusak organ tubuh. Hipertensi menghambat

proses penyaringan dalam ginjal. Kondisi ini mreusak ginjal

dengan menekan pembuluh darah kecil dalam organ tersebut.

Meski Sembilan dari sepuluh penyebab kasus tekanan darah tinggi

tidak diketahui, namun ada kaitan antara kondisi tersebut dengan

kesehatan tubuh seseorang secara menyeluruh, termasuk pola

makan dan gaya hidup. Orang yang memiliki kebiasaan tertentu

seperti kurang berolahraga, kebiasaan merokok, stress, obesitas,

mengonsumsi minuman keras berlebihan, terlalu banyak garam dan

lemak dalam makanan yang dikonsumsi, serta kurang potassium

dan vitamin D, maka orang tersebut akan memiliki risiko mengidap

penyakit hipertensi lebih tinggi.

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti

glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistis,

obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin, dan penyakit

sistemik, seperti diabetes militus, hipertensi, lupus eritematous,

poliartritis, penyakit sel sabit, amiloidosis (Hetagoul, 2017).


11

c. Tanda Dan Gejala

Ada beberapa gejala atau tanda-tanda sesorang mengalami penyakit

ginjal diantaranya sebagai berikut (Ariani, 2016) :

1. Lebih ingin sering buang air kecil, terutama di malam hari

2. Kulit terasa gatal

3. Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes

urine

4. Mengalami kram otot

5. Barat badan turun atau kehilangan berat badan

6. Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun

7. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada

pergelangan kaki, kaki, dan tangan

8. Nyeri pada dada, akibat cairan menumpuk di sekitar jantung

9. Mengalami kejang pada otot

10. Mengalami gangguan pernafasan atau sesak napas

11. Mengalami mual dan muntah

12. Mengalami gangguan tidur atau susah tidur

d. Patofisiologi

Patofisiologis penyakit gagal ginjal kronik berbeda- beda tergantung

pada penyakit awal yang mendasarinya. Pada perkembangan

selanjutnya proses patofisiologisnya sama. Terjadinya pengurangan

massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional


12

nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses

adaptasi ini berlangsung singkat dan diikuti oleh proses maladaptasi

berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti

dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit

dasarnya tidak aktif lagi. Beberapa hal yang diperkirakan berperan

terhadap terjadinya progresifitas penyakit gagal ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Suwitra, Ketut.

2014).

Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi

kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana

basal LFG masih normal atau mungkin meningkat yang perlahan tapi

pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Saat sampai LFG

sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan seperti

asimtomatik, tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Saat sampai keadaan LFG 30%, mulai terjadi keluhan seperti

nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% terlihat gejala dan tanda

uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah,

dan lain sebagainya. Pasien akan rentan terkena infeksi, contohnya

infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, dan infeksi saluran cerna.
13

Pasien juga rentah mengalami gangguan keseimbangan air seperti

hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain

natrium dan kalium. Pada keadaan LFG di bawah 15% akan terjadi

gejala dan komplikasi yang lebih serius sehingga pasien sudah

membutuhkan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)

antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien

dikatakan sudah sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, Ketut.

2014).

1) Manifestasi Klinis Kelebihan Intake Cairan (Pelt A van, 2015)

a) Sistem neurologi: gangguan tidur

b) Sistem gastrointestinal: distensi abdomen

c) Sistem hematopoietik: trombositopenia

d) Sistem pernapasan: takipnea, pernapasan kussmaul, edema paru

e) Sistem kardiovaskular: hipervolemia, hipertensi, takikardi,

disritmia.

f) Sistem perkemihan: proteinuria, fragmen dan sel dalam urin,

hiponatremia

g) Sistem metabolik: edema kaki dan pergelangan tangan, serta

edema di sekeliling mata teritama pada pagi hari.

2) Klarifikasi penyakit ginjal kronis

Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal kronis digolongkan

menjadi 5 stadium yang ditentukan berdasarkan nilai Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) atau Glomerulo Filtration Rate (GFR).


14

Penderita dengan GFR lebih dari 60 cc/mnt tergolong GGK

stadium 1 dan 2, menandakan kerusakan ginjal masih ringan dan

belum ada komplikasi. Namun apabila penyakit dasar yang menjadi

penyebabnya tidak dikelola dengan baik maka dalam waktu sekitar

5 tahun akan berkembang menjadi GGK stadium 3 dan 4 atau GFR

antara 15-59 cc/m2. Selanjutnya jika GGK stadium 4 ini tidak

dikelola dengan baik, dalam waktu sekitar 10 tahun kemudian,

akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal. Kadar GFR

kurang dari 15 cc/m2 tergolong GGK stadium 5, dalam waktu

kurang dari 5 tahun diperkirakan selanjutnya akan membutuhkan

dialisis (Melinah Hidayat, 2018)

3) Penatalaksanaan PGK menurut Widayati (2017) dilakukan sebagi

berikut :

a) Konservatif

(1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin

(2) Observasi balance cairan

(3) Observasi adanya odema

(4) Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

(1) Peritoneal dialysis, biasanya dilakukan pada kasus - kasus

emergency.
15

(2) Sedangkan dialyisis yang bisa dilakukan dimana saja yang

tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori

Peritonial Dialysis).

(3) Hemodialisis, Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan

melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.

c) Oprasi

(1) Pengambilan batu

(2) Transpaltasi ginjal

2. Konsep Hemodialisis

a. Pengertian

Hemodialisa berasal dari kata “hemo” (darah) dan “dialysis”

(pemisahan) atau filtrasi zat-zat terlarut. Hemodialisis adalah suatu

metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan

produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara

progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. (Dosen

Keperawatan Medikal Bedah Indonesia, 2017).

b. Tujuan

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang

toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. (Toto

& Abdul, 2017).


16

c. Prinsip

Prinsip hemodialisa yakni mengambil melalui proses ultrafiltrasi sisa-

sisa metabolisme, kelebihan elektrolit atau peninggian volume darah

yang tidak dapat dilaksanakan oleh ginjal melalui proses filtrasi.

Pemindahan cairan dari darah ke dialisa dapat dilakukan baik melalui

difusif maupun konvektif. Clearance difusif didapat dari konsentrasi

cairan yang dipindahkan melalui membran semipermeabel. Disamping

itu terdapat juga pemindahan cairan secara konventif yang bergantung

kepada ultrafiltarsi dan kecepatan aliran. Zat dengan berbagai berat

molekul terbagi rata melalui membran difusi dan mengalami clearance

secara konvektif bergantung kepada daya difusi bahan-bahan ini

sendiri pada membran dialisa (dependency). Dalam hal ini molekul

yang kecil seperti kalium dan urea dasar pemindahannya adalah

konveksi sedangkan molekul besar seperti vitamin B12 dan beta2-

mikroglobulin dasar pemindahannya adalah ultrafiltrasi.

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa

yaitu :

1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya

perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke

dialisat.

2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga

kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat


17

3) Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat

Luas permukaan membran dan daya saring membran memengaruhi

jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser

dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk

mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi misalnya: emboli

udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi,

kram, muntah), perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi

terbentuknya pirau atau fistula. (Arif Mutaqqin, 2014).

d. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada masa awal hemodialisa adalah

perdarahan, hipotensi, kejang, reaksi alergi. Dalam waktu yang lama

dapat pula terjadi ensepalopati dan osteodistrofi. Pada paru dapat

terjadi edema paru, pneumonitis uremik, efusi pleura, pneumonia.

Komplikasi akut yang paling umum selama perawatan hemodialisa

adalah hipotensi (20-30%), kram otot (5-20%), mual muntah (5-15%),

sakit kepala (5%), febris sampai menggigil (kurang dari 1%). (Dosen

Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2017)

3. Konsep Perilaku

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku merupakan

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.


18

Terdapat teori perilaku yaitu Teori Lawrence Greeteori ini

mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor: (Kamus

Besar Bahasa Indonesia 2016).

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya

perilaku pembatasan cairan pada pasien PGK seperti pengetahuan

yang diperoleh melalui informasi. Selain itu, sikap pasien PGK

terhadap pembatasan cairan yang akan dilakukan, kepercayaan dan

keyakinan bahwa pembatasan cairan akan berdampak baik untuk

kesehatannya.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung merupakan faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi perilaku berupa sarana dan prasarana berupa informasi.

Informasi diterima oleh pasien PGK tentang diet cairan yang harus

dipatuhi. Penerimaan infomasi dapat diperoleh dari pengalaman

sebelumnya, membaca, dan mendapatkan penyuluhan

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong terjadinya perilaku

berupa dorongan dari luar seperti lingkungan dan orang lain.

Dukungan keluarga menjadi salah satu faktor pasien PGK melakukan

perilaku pembatasan cairan. Semakin tinggi dukungan yang diberikan

oleh keluarga maka semakin tinggi pembatasan cairan yang dilakukan

oleh pasien PGK.


19

Selain dari tiga faktor di atas, berdasarkan pembagian domain oleh

Bloom, perilaku terbentuk melalui tiga tahap yaitu pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice). Seseorang yang

mempunyai pengetahuan tentang obyek atau materi sebagai stimulus

yang menimbulkan respon berupa sikap. Selanjutnya, stimulus yaitu

objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan

menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan.

Tindakan inilah yang terbentuk sebagai perilaku (Notoadmojo, 2013)

Pengetahuan mencakup apa yang diketahui oleh pasien PGK terhadap

cara-cara memelihara kesehatan. Kemudian, sikap merupakan

pendapat atau penilaian pasien PGK tentang pemeliharaan

kesehatannya. Sedangkan perilaku merupakan kegiatan atau aktivitas

pasien PGK dalam rangka memelihara kondisi kesehatannya. Adapun

aplikasi dari ketiga domain adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang penyakitnya seperti jenis

atau tahap PGK, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan

komplikasi, cara mengatasi dan menangani sementara.

2) Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang faktor-faktor yang terkait

berupa hal-hal yang mempengaruhi kondisi kesehatannya seperti

gizi makanan, aktivitas fisik, kondisi lingkungan yang optimal, dan

gaya hidup yang sesuai dengan kondisi sakitnya.


20

3) Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang fasilitas pelayanan

kesehatan.

4) Pengetahuan, sikap, dan perilaku untuk menghindari kecelakaan

dan kegawatan.

Perilaku pembatasan cairan pada pasien PGK dapat membantu untuk

merasa nyaman pada saat sebelum, selama atau setelah melakukan

hemodialisis. Walaupun hemodialisis menghilangkan kelebihan cairan

dan sisa metabolisme tubuh, proses ekskresi tersebut tidak seefektif

kinerja organ ginjal yang sehat. Adapun perilaku pembatasan cairan

yang dapat dilakukan oleh pasien PGK adalah sebagai berikut

(Notoadmojo, 2013).

1) Minum sedikit-sedikit namun sering untuk meminimalisir rasa haus

dengan jumlah yang sudah dianjurkan oleh petugas kesehatan.

2) Menyadari cairan yang tersembunyi dalam makanan. Makanan

dengan kadar air tinggi seperti gelatin, semangka, sup, saus, dan

eskrim.

3) Membatasi jumlah natrium dan makanan pedas, karena natrium

bersifat menyerap air.

4) Minum cairan dingin seperti es atau jus buah yang dibekukan.

5) Meminimalisir mulut kering dengan menggunakan obat kumur atau

menyikat gigi.

6) Menghisap irisan lemon atau jeruk nipis.


21

7) Jika mempunyai diabetes, maka jaga kadar glukosa agar tetap

normal, karena kadar glukosa yang tinggi akan meningkatkan rasa

haus.

4. Konsep Kepatuhan

a. Pengertian

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan

ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditenukan kesehatan

mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan

pengobatan yang ditentukan. Kepatuhan pada program kesehatan

merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu

dapat langsung diukur yang dicapai pada program. (Arditawati,

2013)

Kepatuhan merupakan sebuah sikap menerima instruksi baik dari

atasan maupun intruksi yang diberikan oleh orang yang

berwenang, seperti intruksi terapi yang diberikan oleh dokter.

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan sesuatu

aturan dan perilaku yang disarankan. (Notoadmojo, 2013).

b. Cara Mencegah Ketidakpatuhan

1) Satu syarat untuk menimbulkan kepatuhan adalah

mengembangkan tujuan kepatuhan.

2) Perilaku sehat dipengaruhi oleh kebiasaan. Oleh karena itu


22

perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk

mengubah perilaku namun untuk mempertahankan perubahan

tersebut.

3) Pengontrolan sering sekali tidak cukup untuk mengubah

perilaku itu sendiri.

4) Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari

anggota keluarga yang lain, teman, dan uang merupakan faktor

terpenting dalam kepatuhan. Dukungan dari profesi tenaga

kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

kesehatan.

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

1) Pendidikan

Penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan

pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah

yang dihadapi, mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana.

2) Jenis kelamin

Perempuan cenderung tidak patuh dalam pemenuhan nutrisi.

Pengaruh hormon estrogen dan progesterone pada wanita

berubah setiap bulannya sehingga mempengaruhi kebutuhan

hidrasi, didukung toleransi tubuh terhadap panas lebih rendah

dan perempuan mudah lemah.


23

3) Keterlibatan tenaga kesehatan

Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien

dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan

informasi bagi pasien dan keluarga serta rencana pengobatan

selanjutnya. Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan

dengan pasien misalnya informasi dengan pengawasan yang

kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan kepatuhan

pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi ketaatan pada

pasien

4) Keterlibatan keluarga pasien

Keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk

hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan

aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Perilaku

kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam

penyakit, dan program pengobatan.

5) Konsep diri pasien

Penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada

kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek

permasalahan yang sedang, ini dikarenakan individu memiliki

faktor internal yang lebih domain seperti tingkatpendidikan

yang tinggi, pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri

yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil

keputusan yang tepat dalam mengambil tindakan.


24

6) Pengetahuan pasien

Penderita mempunyai pengetahuan yang lebih luas

memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam

mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan

yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah

mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan,

akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu

individu tersebut dalam membuat keputusan.

7) Manajemen diri pasien

Manajemen diri meliputi ketrampilan pencegahan masalah,

pengambilan keputusan dalam menanggapi tanda dan gejala,

mengalami tindakan contohnya kemampuan untuk

menggunakan ketrampilan dan pengetahuan.

5. Konsep Pembatasan Cairan

Pembatasan cairan diberikan bagi pasien gagal ginjal kronik tahap

akhir yang menjalani hemodialisa sebagai pencegahan dan

merupakan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Jumlah cairan yang ditentukan setiap

harinya bagi pasien juga tergantung dari fungsi ginjal, adanya

edema, dan haluaran urine pasien (Istanti, 2014).

Pada pasien gagal ginjal kronik, pengkajian status cairan yang

berkelanjutan sangat lah penting, yang meliputi melakukan


25

pembatasan asupan dan pengukuran haluaran cairan yang akurat,

menimbang berat badan setiap hari dan memantau adanya

komplikasi cairan. Bila tidak melakukan pengukuran asupan dan

haluaran cairan akan mengakibatkan edema, hipertensi, edema paru,

gagal jantung, dan distensi vena jugularis, kecuali akan dilakukan

terapi dialisis. (Morton, 2014).

Pentingnya pencegahan kelebihan cairan karena jika asupan terlalu

bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan

intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan

dehidrasi, hipotensi dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan untuk

asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam ditambah 500 ml

mencerminkan keluaran cairan yang tidak disadari. (Haryanti, Nisa,

2015).

Mengontrol asupan cairan merupakan salah satu masalah bagi pasien

yang mendapatkan terapi dialisis, karena dalam kondisi normal

manusia tidak dapat bertahan lebih lama tanpa asupan cairan

dibandingkan dengan makanan. Namun bagi penderita penyakit

gagal ginjal kronik harus melakukan pembatasan asupan cairan

untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Ginjal sehat melakukan

tugasnya menyaring dan membuang limbah dan racun di tubuh kita

dalam bentuk urin 24 jam, apabila fungsi ginjal terganggu maka

terapi HD yang menggantikan tugas tersebut. (Arif, 2014)


26

6. Konsep Edema

a. Pengertian

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-

sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering

dijumpai pada praktik klinik sehari-hari akibat dari

ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan

cairan tubuh antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler

yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta

berpindahnya air atau cairan dari intravaskular ke interstitium.

Secara umum cairan edema dikelompokkan menjadi edema

peradangan atau eksudat dan edema non radang atau transudat.

Eksudat muncul selama proses peradangan dan mempunyai berat

jenis besar (> 1,2), cairan ini mengandung protein tinggi.

Sedangkan transudat mempunyai berat jenis rendah (<1,15) dan

mengandung sedikit protein (Effendi, Ian., dan Restu Pasaribu.

2014).

b. Patofisiologi

Edema terjadi pada kondisi terjadinya peningkatan tekanan

hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler atau

peningkatan tekanan osmotik interstisial, atau terjadinya

penurunan tekanan osmotik plasma. Ginjal mempunyai peran

sentral dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh dengan


27

kontrol volume cairan ekstraselular melalui pengaturan ekskresi

natrium dan air. Hormon antidiuretik disekresikan sebagai

respons terhadap perubahan dalam volume darah, tonisitas, dan

tekanan darah untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh

Pertambahan berat beberapa kilogram biasanya mendahului

manifestasi edema yang nyata (Effendi, Ian., dan Restu Pasaribu.

2014).

Penambahan berat badan ini dapat diperhitungkan saat pre dan

post hemodialisa. Penurunan berat badan yang serupa sebagai

akibat dari dieresis yang dapat ditimbulkan pada pasien agak

edema sebelum “berat kering” tercapai (Cahyaningsih, Niken D.

2011).

c. Berat kering

Berat kering adalah berat tubuh tanpa adanya kelebihan cairan

yang menumpuk diantara terapi dialisis. Berat kering dapat

diartikan dengan berat badan seseorang dengan ginjal yang sehat

setelah buang air kecil. Berat kering merupakan berat terendah

yang dapat ditoleransi oleh pasien saat terapi dialsis tanpa

menyebabkan timbulnya gejala turunnya tekanan darah, kram,

atau gejala lainnya yang termasuk indikasi terlalu banyak cairan

yang dibuang.

Berat badan kering adalah berat badan ideal dimana kondisi


28

pasien normotensive, tidak mengalami kelebihan cairan (edema)

atau dehidrasi. Berat badan ideal ini adalah berat badan yang

harus dicapai pasien di akhir dialisis (Cahyaningsih, Niken D.

2011). Terapi dialisis biasanya tidak dapat membuang limbah

cairan secara efektif melebihi fungsi kerja ginjal yang sehat

selama 24 jam sehari. Terapi dialisis dilakukan hanya dua kali

seminggu dengan rata-rata durasi dialisis 4-5 jam per tindakan.

Tubuhlah yang harus menangung limbah cairan dan racun sampai

dengan waktu dialisis selanjutnya. Pada waktu terapi dialisis

selanjutnya, pasien dikembalikan kembali pada kondisi berat

tubuh kering yang ideal dimana pasien merasa nyaman dan tidak

merasa haus Jumlah asupan cairan ditentukan oleh penambahan

berat badan diantara waktu dialisis. Hal ini lah yang menjadi

alasan atau sebab mengapa pasien dengan hemodialisa melakukan

penimbangan badan sebelum terapi hemodialisa. Asupan cairan

yang berlebih diantara dua waktu hemodialisis akan membuat

kesulitan bagi pasien dialsis dalam mencapai target berat

keringnya dan menimbulkann ketidaknyamanan pada saat terapi

dialisis (Nenna, Zelda Fajria. 2012).

d. Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Interdialytic Weight Gain (IDWG) adalah kondisi dimana terjadi

peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan

peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui


29

jumlah cairan yang masuk pada periode interdialitik. Pasien gagal

ginjal kronik dengan hemodialisa rutin akan diukur berat

badannya sebelum dan sesudah hemodialisa untuk mengetahui

kondisi cairan dalam tubuh, kemudian IDWG dihitung

berdasarkan berat badan kering post hemodialisa. Peningkatan

IDWG yang lebih dari 5% dari berat badan kering dapat

menyebabkan berbagai komplikasi seperti contohnya hipertensi,

hipotensi intradialisis, gagal jantung kongestif, dan bahkan dapat

menyebabkan kematian. Kenaikan berat badan pasien sebanyak 1

kilogram setara dengan satu liter air yang dikonsumsi. Kenaikan

berat badan diantara waktu hemodialisa dianjurkan antara 2,5%

sampai 3,5% dari berat kering atau 1,0 sampai 1,5 kilogram untuk

mencegah risiko terjadinya masalah kardiovaskuler (Lindberg.

2011).

Faktor kepatuhan pasien dalam hal mentaati konsumsi asupan

cairan menentukan tercapainya berat badan kering yang optimal

dan menjadi faktor penting yang mempengaruhi IDWG. Terdapat

faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan meningkatnya IDWG

antara lain adekuasi hemodialisa, lama hemodialisa, kecepatan

aliran hemodialisa, ultrafiltrasi, dan cairan dialisat yang

digunakan (Lindberg. 2011).

e. Keseimbangan cairan dan elektrolit

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi


30

prematur jumlah cairan sebesar 80% dari berat badan; bayi

normal sebesar 70-75% dari berat badan; sebelum pubertas

sebesar 65- 70% dari berat badan; dan orang dewasa sebesar 50-

60% dari berat badan. Cairan dalam tubuh dibagi menjadi dua

kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan intrasel. Volume

cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total atau sebesar

36% dari berat badan orang dewasa. Volume cairan ekstrasel

sebesar 40% dari cairan tubuh total atau 24% dari berat badan

pada orang dewasa. Cairan ekstrasel terbagi lagi menjadi dua

subkompartemen yaitu cairan interstisium dan cairan

intravaskular (plasma). Cairan interstisium volumenya sebesar

30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan orang

dewasa sedangkan cairan intravaskular (plasma) sebesar 10% dari

cairan tubuh total atau 6% dari berat badan pada orang dewasa.

Cairan ekstrasel dan cairan intrasel dibatasi oleh membran sel

(lipid-soluble), yang merupakan membran semipermeabel yang

bebas dilewati oleh air tetapi tidak bebas dilewati oleh solut yang

ada di kedua kompartemen kecuali urea. Cairan interstisum dan

intravaskular dibatasi oleh membran permeabel yang bebas

dilewati oleh air dan solut kecuali Albumin. Albumin hanya

terdapat di intravaskular (Siregar, Parlindungan. 2014)

Dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut berupa kation

dan anion (elektrolit) yang berperan penting dalam keseimbangan


31

cairan dan fungsi sel. Terdapat dua kation yang penting yaitu

natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik

cairan ekstrasel dan intrasel kemudian langsung berhubungan

dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium

(kation utama), kalium, kalsium, dan magnesium. Untuk menjaga

netralitas (elektronetal) di dalam cairan ekstrasel terdapat anion-

anion yang berperan juga, seperti klorida, bikarbonat, dan

albumin. Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan

anoin utamanya adalah fosfat (Siregar, Parlindungan. 2014)

Gangguan keseimbangan air meliputi ketidakseimbangan antara

cairan intrasel dan ekstrasel serta ketidakseimbangan antara cairan

interstisium dan intravaskular contohnya pada keadaan dehidrasi,

hipovolemia, hipervolemia, dan edema. Ketidakseimbangan

antara intra dan ekstra sel atau antara interstisium dan

intravaskular dipengaruhi oleh osmolalitas efektif atau tekanan

osmotik (tonisitasi). Osmolalitas adalah perbandingan antara

jumlah solut dan air. Solut-solut yang mempengaruhi osmolalitas

antara lain natrium, kalium glukosa, dan urea. Natrium, kalium

dan glukosa disebut sebagai solut atau osmol yang efektif karena

mempengaruhi tekanan osmotik, sehingga makin tinggi

osmolalitas solut efektif maka tekanan osmotik makin tinggi.

Urea mempengaruhi osmolalitas tetap tidak mempengaruhi

tekanan osmotik. Oleh karena itu urea mempunyai kemampuan


32

menembus membran sel dan dapat berpindah dari intrasel ke

ekstrasel atau sebaliknya. Sehingga urea disebut sebagai solut

tidak efektif (Siregar, Parlindungan. 2014)

Berpindahnya air dari intrasel ke ekstrasel maupun sebaliknya

dipengaruhi oleh perbedaan tekanan osmotik. Air akan berpindah

dari daerah dengan tekanan osmotik rendah ke tinggi. Dalam

keadaan normal omolalitas cairan intrasel sama dengan osmlalitas

cairan ekstrasel. Kandungan air di intrasel lebih bayak karena

jumlah kalium total dalam tubuh lebih besar daripada jumlah

natrium total. Natrium, kalium, dan glukosa bebas berpindah antar

interstisium dan intravaskular (plasma) sehingga ketiga osmol ini

tidak berpengaruh terhadap perpindahan air dari interstisium ke

intravaskular atau sebaliknya. Protein dalam plasma yaitu

albumin tidak mudah berpindah dari intravaskular ke interstisium

sehingga albumin adalah osmol utama yang mempengaruhi

tekanan osmotik di intravaskuler (Siregar, Parlindungan. 2014)

Itulah mengapa albumin erat kaitannya dengan keseimbangan

cairan dalam tubuh.

B. Penelitian Terkait

Dalam penelitian ini, penulis terinspirasi dan mereferensi dari penelitian-

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar belakang masalah

pada proposal penelitian ini. Berikut penelitian yang berhubungan


33

dengan skripsi ini antara lain:

1. Hasil penelitian Melianna & Wiarsih, (2019) yang berjudul “Hubungan

Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap Terjadinya Overload Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik Post Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati”. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi,

menggunakan sampel pasien GGK yang mengikuti hemodialisa di RS

Fatmawati sebesar 84 responden. Hasil univariat menunjukkan,

responden tidak patuh terhadap pembatasan cairan sebesar 76%,

responden mengalami overload sebesar 53,6%. Hasil bivariat (Chi-

Square) dengan α=0,05, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara kepatuhan pembatasan cairan dengan overload (p=0,35). Semakin

besar klien patuh pada pembatasan cairan maka akan semakin kecil

terjadi overload.

2. Hasil penelitian dari Herlina & Rosaline, (2021) dengan judul

“Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien Hemodialisis” Penelitian ini

menggunakan metode survei analitik, dengan pendekatan Cross

Sectional. Penelitian dilakukan pada 38 responden yang menjalani

hemodialisis di RSUD Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang Provinsi

Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor faktor

yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien hemodialisis

terhadap pembatasan cairan. Metode Penelitian ini adalah dengan

pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel


34

yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pembatasan cairan adalah

usia dengan nilai P value 0,048 dan OR terbesar dibandingkan dengan

variabel lain, sehingga memiliki hubungan paling kuat terhadap

kepatuhan pembatasan cairan 1,190 kali setelah dikontrol dengan

variabel status pernikahan, pekerjaan, IMT, lama hemodialisis, durasi

HD, perilaku, sikap.

3. Hasil penelitian dari Mochammad Faqih Fatchur, Sulastyawati, Lingling

Marinda Palupi (2020), menunjukkan rerata kedalaman edema sebelum

dilakukan intervensi kombinasi ankle pumping exercise dan contrast bath

adalah 5,55 mm. Peneliti berpendapat bahwa edema terjadi karena

penyakit GGK yang menyebabkan beragam faktor kompleks

mempengaruhi peningkatan cairan intrasel, sehingga menyebabkan

kebocoran intrasel yang mengakibatkan air dan pembuluh kapiler masuk

ke dalam jaringan dan menyebabkan edema. Beberapa faktor resiko

penyebab edema meliputi usia, jenis kelamin, dan stadium gagal ginjal

kronik. Selain itu, semua rerata usia sampel diatas 49,55 tahun wajar jika

terjadi peningkatan kedalaman edema, karena usia berpengaruh terhadap

diameter vena, diameter vena yang kecil meningkatkan resistensi aliran

darah semakin cepat tetapi membutuhkan waktu yang lama dalam

menurunkan edema.
35

3. Hasil penelitian Lia Iswara (2021) yang berjudul “Hubungan Kepatuhan

yang Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronik Mejalani Hemodialisis”. Penelitian ini menggunakan metode

literature review terhadap hasil penelitian dari tahun 2014 sampai 2020

yang berhubungan dengan kepatuhan menjalani terapi hemodialisa dan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Data dianalisis dengan proses:

compare, contrast, criticize, synthesize, dan summarize. Hasil ulasan

literature menunjukkan bahwa kepatuhan menjalani terapi hemodialisa

berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Pasien

yang tidak patuh mayoritas mempunyai kualitas hidup kurang karena

alasan pasien merasa bosan, durasi waktu yang cukup lama dan

kurangnya dukungan dari keluarga sehingga membuat pasien tidak

termotivasi menjalani terapi hemodialisa.

4. Hasil penelitian Slamet Suparno (2021) dengan judul “Hubungan

Kepatuhan Pembatasan Cairan terhadap Terjadinya Edema Post

Hemodialisa pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Aminah

Kota Tangerang”. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan

kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema post HD Pasien

GGK di Rumah Sakit Aminah Kota Tangerang tahun 2021, terdapat 68

orang dan pasien post HD berpartisipasi dalam penelitian ini dengan

menggunakan teknik Random Sampling. Untuk instrumen kepatuhan

pembatasan cairan post HD yang digunakan dalam penelitian ini adalah


36

kuisioner baku berdasarkan kuisioner kepatuhan morisky (MMAS),

sedangkan untuk instrumen edema pada pasien gagal ginjal kronik

peneliti menggunakan tehnik observasi, yaitu pengukuran berat badan

menggunakan alat ukur timbangan berat badan serta menggunakan data

rekam medis pasien. Uji statistik menggunakan uji statistik Spearman

Rank. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dengan nilai p = 0,000

atau <0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan

antara kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya Edema Post

Hemodialisa dengan nilai r = 935.


37

C. Kerangka Teori Penelitian

Bagan 2.1 kerangka teori


Penyakit Ginjal Kronik

Manifestasi klinis tanda dan gejala


Etiologi
 Sistem neurologi : gangguan tidur  Lebih ingin sering buang air kecil, terutama di malam
 Gangguan ginjal
pada diabetes  sistem gastrointestinal : distensi hari
abdomen  Kulit terasa gata
 Gangguan ginjal  Sistem hematopoietik:trombositopenia
 Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi
pada hipertensi saat tes urine
 Sistem pernapasan: takipnea pernapas  Mengalami kram otot
kussmaul, edema paru  Barat badan turun atau kehilangan berat badan
 sistem kardiovaskuler : hipervolumia,  Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
hipertensi,  Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan
 sistem metabolik : edema kaki, pada pergelangan kaki, kaki, dan tangan
pergelangan tangan,  Nyeri pada dada, akibat cairan menumpuk di sekitar
jantung
 Mengalami kejang pada otot
 .Mengalami gangguan pernafasan atau sesak napas
 Mengalami mual dan munta
hemodialisis  Mengalami gangguan tidur atau susah tidur

perilaku Kepatuhan

 Faktor prediposisi  Pendidikan


 Factor pendukung  Jenis kelamin
 Factor penguat  Keterlibatan tenaga kesehatan
 Konsep diri pasien
 Pengetahuan pasien
 Manajemen diri pasien
Pembatasan cairan 

Edema

Pembatasan cairan diberikan bagi pasien gagal


ginjal kronik tahap akhir yang menjalani
hemodialisa sebagai pencegahan dan merupakan Penimbunan cairan secara belebihan di
terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat anatara sel-sel tubuh atau didalam berbagai
memperburuk keadaan pasien rongga tubuh
Sumber : (Meilani & Andriani, 2017), (Robinson, 2014), (Pelt A Van, 2015), (, (Natoadmojo,
2013), (Ghea, 2019).
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Menurut Hidayat,(2013), mengatakan bahwa kerangka konsep merupakan

justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberlandasan

kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi msalahnya.

Kerangka teori yang kuat serta ditunjang oleh informasi yang bersumber

pada berbagai laporan ilmiah, hasil penelitian jurnal penelitian. Kerangka

konsep adalah suatu uraian dan vasualisasi hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan teori yang telah diuraikan dibab sebelumnya, maka yang

menjadi variabel independen (variabel bebas) adalah Kepatuhan pembatasan

cairan, sedangkan yang menjadi variabel dependen (variabel terikat) adalah

edema pada pasien hemodialisa. Maka digunakan kerangka konsep sebagai

berikut:

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepatuhan pembatasan Edema pada pasien ginjal


cairan kronik

Ket:

= yang di teliti

38
39

= yang di hubungkan

B. Definisi Operasional

Depinisi operasional mendefinisikan variable secara opraional dan

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat suatu objek atau

fenomena. Hal ini dapat menentukan parameter yang di jadikan ukuran

dalam penelitian (Hidayat, 2013).

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variable Definisi Indikator Alat ukur Cara Ukur Skala


independen Operasional Ukur
Variable independen
1. Kepatuhan Tingkat 1. jumlah Kuisioner 1. patuh (21-40) Ordinal
pembatasan kepatuhan dan minum sesuai Skor untuk 2. tidak patuh (≤
cairan kedisiplinan intake-output pertanyaan 21)
melakukan 2. menghindari favorable
pembatasan makanan yang Tidak pernah = 0 (Y.K.Sari &
Detrisa, 2021)
cairan dalam 24 bekuah, Jarang = 1

jam makanan Kadang-kadang=
instan, 2
makanan yang Sering = 3
mengandung Selalu = 4
pengawet, Skor untuk
makanan yang pertanyaan
dapat unfavorable :
meningkatkan Tidak pernah = 4
kadar natrium Jarang =3
(kuning telur, Kadang-kadang =
kacang – 2
kacangan, Sering = 1
sayur berdaun Selalu = 0
hijau dll) Setelah di
tetapkan kriteria
di atas maka
responden
40

mendapatkan
skor <21= tidak
patuh
21-43= kurang
>43 = patuh

Variabel dependen
2. Edema pada Suatu keadaan 1. terjadi edema Lembar Penilaian Ordinal
pasien ginjal dimana kaki kaki observasi kedalaman
kronik bengkak 2. penambahan edema
dikarenakan berat badan 1. derajat 1 =
penimbunan apabila
cairan pada kedalaman 1-3
pasien ginjal mm waktu
kronik kembali 3
detik
2. derajat II =
jika kedalaman
3-5 mm waktu
kembali lagi 5
detik
3. derajat III =
jika
kedalamannya
5-7 mm
kembali lagi 7
detik
4. derajat IV =
jika kedalaman
7 mm kembali
lagi 7 detik

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena akan

memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis, dan interpretasi.

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


41

Ha = Ada hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya

edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi

H0 = Tidak ada hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya

edema pada pasien hemodialisa di RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada satu waktu dan satu

kali untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

kuesioner. Keseluruhan metode dan pengumpulan data digunakan untuk

mengetahui hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya

edema pada pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota

Sukabumi.

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di unit hemodialisa RS Bhayangkara Setukpa Jl.

Aminta Azmali Trip no. 59 A, Sriwidari, Kec. Gunungpuyuh, Kota

Sukabumi, Jawa Barat.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di mulai bulan Juni – Juli 2022.

42
43

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari subyek atau obyek penelitian

atau objek yang di teliti yang mempunyai karakteristik tertentu sebagai

bagian dari penelitian (Natotadmojo, 2018). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakanteknik Nonprobability Sampling dengan metode Total

Sampling/sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel apabila

semua populasi digunakan sebagai sampel. Teknik ini sering dilakukan

apabila jumlah populasinya relatif kecil, kurang dari 100 orang. Jadi

sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 50 orang pada

pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisis rutin

di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi Karakteristik pada bulan

juni 2022.

2. Sampel

Menurut sugiono (2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. sehingga dapat

dipergunakan sebagai subyek penelitian. Kriteria sampel pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis

2) Pasien yang berada di RS Bhayangkara Setukpa

3) Pasien yang sadar dan mampu untuk membaca


44

b. Kriteria eksklusi

1) Menderita penyakit berat

2) Pasien tidak menjalani hemodialisa

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian kepatuhan pasien dalam melakukan

hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup pasien ginjal kronik ini

menggunakan intrumen daftar pertanyaan wawancara (kuisioner)

memandu wawancara. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data

yang di lakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis

pada responden untuk di jawab (Sugiono, 2017).

Instrumen yang digunakan ini berupa kuisioner yang terdiri dari dua

bagian yaitu :

a. Dalam instrumen ini, peneliti mengumpulkan data secara formal dari

subjek untuk menjawab pernyataan secara tertulis. Jenis kuesioner

yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu yang sudah

disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal

membutuhkan tanda check-list () pada kolom yang tersedia.

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data umum

(demografi) pasien gagal ginjal kronik, dan data khusus berupa

kuesioner. pernyataan tentang kepatuhan pembatasan cairan dengan

menggunakan skala Likert. Kuesioner pembatasan cairan berisi 16

pernyataan yang terdiri dari pernyataan favorable berjumlah 7


45

pernyataan dan pernyataan unfavorable berjumlah 9 pernyataan.

Untuk menghitung pengukuran kepatuhan pembatasan cairan dimana

pasien menjawab selalu diberi skor “4”, sering diberi skor “3”,

kadang-kadang diberi skor “2”, jarang diberi skor “1”, dan tidak

pernah diberi skor “0”.

b. Untuk kejadian edema digunakan lembar observasi yaitu dengan cara

melihat ada pembengkakan di kaki atau tidak, serta dibagian kaki di

tekan, jika bekas tekanan kembali ke semula makan bukan edema, dan

jika bekas tekanan tidak kembali kesemula maka itu edema.

2. Uji Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengukur nilai variabel yang di

teliti guna memperoleh data pendukung dan melakukan suatu penelitian

jumlah instrumen yang akan di gunakan untuk penelitian tergantung pada

jumlah variabel yang akan diteliti. Intrumen penelitian yang lazim

digunakan dalam penelitian adalah beberapa daftar pertanyaan kuisioner

yang diberikan kepada masing-masing responden yang menjadi sempel

dan penelitian.

a. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menujukan tingkat keabsahan

untuk intrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang di inginkan dan dapat di ungkapkan data variabel

yang di teliti secara tepat (Arikunto, 2013).


46

Suatu pertanyaan dikatan valid dan dapat mengukur variabel

penelitian yang di maksud jika nilai koefisien score dan skala ordinal

(Tingkatan) di gunakan teknik product moment untuk a = 0,05 dan

deajat kebebasan (df =n-2) maka kaidah keputusan yaitu:

Valid : jika r hitung ≥ r tabel

Tidak valid : jika r hitung < r tabel

1) Kuesioner kepatuhan

Tabel 4.1 Hasil output uji validitas

Pertanyaan r Hasil Interpretasi

Pertanyaan 1 0.583 Valid

Pertanyaan 2 0.579 Valid

Pertanyaan 3 0.883 Valid

Pertanyaan 4 0.871 Valid

Pertanyaan 5 0.562 Valid

Pertanyaan 6 0.844 Valid

b. Uji reliabilitas

Untuk menguji reliabilitas intrumen, peneliti menggunakan reliability

analysis dengan program kimputer SPSS for windows. Soal di katakan


47

reliabel bila nilai alpa cronbach’s > r kriteria (0,60) setelah di lakukan

uji rehabilitas dengan bantuan SPSS versi 16.0 di dapatkan nilai 0,811

>0,6 sehingga intrumen di katakan reliabel (Ghazali, 2005)

Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan pada pasien PGK sudah diuji

validitasnya oleh peneliti fauziah (2016). Peneliti sebelumnya menguji

25 pertanyaan dengan hasil 20 pertanyaan valid dimana nilai r tabel

dengan Alpha 0.05 adalah 0.514, sedangkan 5 pertanyaan tidak valid

dimana nilai r product moment pada setiap pernyataan memiliki

nilai diatas 0.541 maka pertanyaan tersebut dibuang. Kuesioner yang

digunakan pada penelitian ini adalah 20 item pertanyaan yang valid.

Peneliti melakukan uji validitas konstruk dan reliabilitas pada

kuesioner ini untuk menguji kevalidan kuesoner apabila digunakan di

daerah banten Uji validitas dilakukan di RSUD Cilegon tahun 2021

Tabel 4.2 Hasil Reability

Variabel Cronbach’s Nilai Keterangan

alpha pembanding

Kepatuhan 0.775 0.60 Reability

3. Alat penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuesioner.


48

E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data di buat dengan tujuan untuk menyederhakan data ke

dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterprestasikan. peneliti

melakuan analisa data secara manual dan komputerisasi, setelah data

terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya dilakukan

pengolahan data dengan tahapan meliputi

b. Editing data (penegecekan data).

Editing dilakukan pengecekan isian formulir atau kuisioner, apakah

jawaban yang di kuisioner sudah lengkap dan jelas, relavan dan

konsisten.

c. Coding data (pemberian kode).

Tahap ini dilakukan dengan pemberian kode atau jawaban pertanyaan

dalma kuisioner, kegunaan koding adalah untuk mempermudah

analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

d. Processing (pemerosesan).

Setelah isian kuisioner semua terisi penuh dan benar juga sudah

melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah

memperoses data agar dapat dianalisis. Pengolahan data dilakukan

dengan cara memasukan kuisioner ke paket program computer dengan

program SPSS

d. Cleaning (pembersihan data).


49

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah data ada ada kesalahan atau tidak. Kesalah tersebut di

mungkinkan terjadi pada saat memasukan data ke computer.

1. Analisa Data

Analisa data dibagi tuga macam yaitu analisis anivariat, analisis bivariate

dan multivariat. Dalam penelitian hanya dilakukan dua analisis data yaitu

analisis anivariat dan bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisa anivariat yang dilakukan terhadap setiap variabel dan hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menggunakan

distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Analisis anivariat

dimaksudkan untuk mendiskripsikan karakteristik dari masing-masing

variabel bebas (Sugiono 2015)

∑𝐹
𝑃= 𝜒100%
𝑁

Keterangan P = Presentase

F = Frekuensi tiap katgori

N = Jumlah sempel
50

Table 4.3 Tabel Interprestasi Data

No % Keterangan
1. 0% Tidak ada
2. 1-5 % Hampir tidak ada
3. 6-25% Sebagian kecil
4. 26-49% Hamper setengahnya
5. 50% Setengahnya
6. 51-74% Lebih dari setengahnya
7. 75-94% Sebagian besar
8. 95-99% Hampir seluruhnya
9. 100% Seluruhnya
Sumber : Arikunto (2016)

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan taau bertoleransi. Adapun dalm analisa ini digunakan

tabulasi siang atau uji statistic Chi aquae (X²) Sehingga diketahui ada

atau tidaknya hubungan yang bermakna secara statistic (sugiono,

2015)

(𝑓𝑜 − 𝑓ℎ)²
𝑥2
𝑓ℎ

Keterangan

𝑥 2 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶ℎ𝑖 𝑆𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒

Fo =frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris)

Fh = frekuensi yang di harapkan


51

Interval estimasi pada tingkat kepercayaan 95% apabila nilai p < a

maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau Ho gagal tolak.

2. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsug dari sumber aslinya yang berupa wawancara, jejak pendapat

dari inividu atau kelompok (orang) maupun hasil obsevasi dari suatu

objek kejadian atau hasil penguji (benda). Dengan kata lain peneliti

membutuhkan pengumpulan data dengan cara menjawab pertanyaan

riset (metode suvery) atau penelitian benda metode observasi

(Sugiono, 2015)

b. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang di peroleh media

perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti

yang telah ada atau arsip baik dipublikasi maupun tidak

dipublikasikan, pusat kajian pusat arsip atau membaca buku yang

berhubungan dengan penelitian (Sugiono, 2015).

F. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018) dalam Lita (2021), mengatakan bahwa etika

yang harus dipenuhi oleh seorang peneliti sebagai berikut:


52

1. Justice

Perinsif keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian, untuk itu, lingkungan

penelitian dikondisikan seperti saat responden mengisi kuesioner, tidak

ada orang lain yang melihat jawaban responden kecuali peneliti

kemudian peneliti menjelaskan prosedur penelitian dan menjamin

bahwa semua subjek peneliti memperoleh perlakukan dan keuntungan

yang sama, tanpa membedakan jender, agama dan etnis.

2. Anonimity

Peneliti tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar kuesioner dan hanya menulis kode pada lembar kuesioner atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Beneficence

Penelitian ini memberikan manfaat pada responden mengenai stigma

terhadap orang dengan gangguan jiwa, semakin baik pengetahuan dan

tindakan masyrakat maka makin meningkat kualitas hidup penderita

gangguan jiwa.

4. Cofidentiality

Pada penelitian ini, peneliti merahasiakan data-data yang sudah

dikumpulkan. Peneliti menjamin segala kerahasiaan jawaban yang

telah diberikan oleh responden. Jawaban diolah menggunakan kode,

sehingga kerahasiaan jawaban dan responden tidak disebar ke public

(Lita, 2021).
53

G. Keterbatasan penelitian

Pada penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan.

Didapatkan beberapa faktor yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan hanya untuk mengetahui apakah ada hubungan

kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada pasien

ginjal kronik di RS Bhayangkra Setupa Kota Sukabumi, dan diharapkan

peneliti selanjutnya bisa mengembangkan penelitian dengan variabel

lainnya yang terkait seperti factor – factor yang yang mempengaruhi

edema .

2. Peneliti tidak mampu mengendalikan faktor pemicu seperti lingkungan

Rumah sakit dan sugesti pasien terhadap perawat karena faktor tersebut

merupakan faktor psikologis.


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengenai Hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap

terjadinya edema pada pasien ginjal kronik di RS Bhayangkra Setupa Kota

Sukabumi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2022, dengan jumlah

responden sebanyak 50 Pasien. Hasil penelitian ini berupa hasil analisis

univariat dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat, yaitu analisa yang menggambarkan secara tunggal

variable-variabel dependen dan independen dalam bentuk distribusi

frekuensi. Analisa univariat yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik, variabel independen dan

variabel dependen di RS bhayangkara setukpa yang berjumlah 50

Karakteristik Responden.

a. Karakteristik Responden

1) Usia

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Pasien Ginjal


Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi (n=50)
Usia Frekuensi Presentase (%)
Lansia awal 46-55 38 76. 0
Lansia akhir 56-65 11 22.0
Manula 65 1 2.0
Total 50 100.0

54
55

Berdasarkan tabel 5.1 frekuensi responden berdasarkan usia dari 50

responden didapatkan hasil sebagian besar berusia 46-55 tahun

yaitu 38 responden dengan presentase 76%, sebagian kecil berusia

56-65 tahun yaitu 11 responden dengan presentase 22%, hampir

tidak ada berusia 65 tahun yaitu 1 responden dengan presentase

2%.

2) Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin


Pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota
Sukabumi (n=50)
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Pria 6 12%
Wanita 44 88%
Total 50 100%

Berdasarkan tabel 5.2 frekuensi responden berdasarkan jenis

kelamin dari 50 responden didapatkan hasil sebagian kecil 6

responden dengan presentase (12%) berjenis kelamin pria, dan

hampir seluruhnya yaitu 44 responden dengan presentase (88%)

berjenis kelamin wanita.

3) Pekerjaan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pasien


Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi
(n=50)
Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
PNS 3 6%
Karyawan swasta 6 12%
IRT 41 82%
Total 50 100%
56

Berdasarkan tabel 5.3 frekuensi responden berdasarkan pekerjaan

dari 50 responden didapatkan sebagian kecil 3 responden dengan

presentase 6%, yang memiliki pekerjaan sebagai PNS, Sebagian

kecil 6 responden dengan presentase 12% memiliki pekerjaan

karyawan swasta, dan sebagian besar yaitu 41 responden dengan

presentase 82% memiliki pekerjaan IRT.

4) Pendidikan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Pasien


Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi
(n=50)
Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
SMP 6 12%
SMA 41 82%
S1 3 6%
Total 50 100%

Berdasarkan tabel 5.4 frekuensi responden berdasarkan pekerjaan

dari 50 responden didapatkan sebagian kecil 6 responden dengan

presentase 12% yang memiliki pendidikan sebagai SMP, lebih dari

setengahnya 41 responden memiliki pendidikan SMA dengan

presentase 82% dan hampir tidak ada memiliki pendidikan yaitu 3

responden dengan presentase 6% memiliki pendidikan S1.


57

b. Kepatuhan Pembatasan Cairan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan


Pembatasan Cairan Pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara
Setukpa Kota Sukabumi (n=50)

Kepatuhan Frekuensi Presentase (%)


Patuh 21 42%
Tidak patuh 29 58%
Total 50 100%

Berdasarkan tabel 5.5 frekuensi responden berdasarkan

Kepatuhan dari 50 responden didapatkan hampir setengahnya 21

responden (42%), yang patuh terhadap pembatsan cairan, lebih

dari setengahnya 29 responden (58%) tidak patuh terhadap

pembatsan cairan.

c. Derajat Edema

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Derajat Edema


Pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota
Sukabumi (n=50)
Derajat Edema Frekuensi Presentase (%)
Derajat 1 17 36%
Derajat 2 16 32%
Derajat 3 16 32%
Total 50 100%

Berdasarkan tabel 5.5 frekuensi responden berdasarkan derajat

edema dari 50 responden didapatkan hampir setengahnya 17

responden (36%) dengan derajat 1, hampir setengahnya 16

responden (32%) dengan derajat 2. Dan hampir setengahnya 16

responden (32%) dengan derajat 3.

2. Analisis Bivariate
58

Analisis bivariat adalah analisis yang akan menjelaskan adakah

hubungan kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada

pasien ginjal kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi dengan

jumlah responden sebanyak 50 Pasien

Tabel 5.7 Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap


Terjadinya Edema Pada Pasien Ginjal Kronik di RS Bhayangkra
Setukpa Kota Sukabumi (n=50)

Kepatuhan Edema Total P-


pembatasan Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Valu
cairan e
N % N % N % N %
Patuh 9 18% 15 30% 5 10% 29 58% 0,004
Tidak patuh 8 16% 2 4% 11 22% 21 42%
TOTAL 17 34% 17 34% 16 32% 50 100%

Sumber : Data primer 2022


SU

Berdasarkan tabel 5.6 yaitu analisis hubungan kepatuhan pembatasan

cairan terhadap terjadinya edema pada pasien ginjal kronik sebagian kecil

patuh memiliki derajat 1 sebanyak 9 responden, dan hampir setengahnya

patuh yang memiliki derajat 2 sebanyak 15, sedangkan sebagian kecil

patuh memiliki derajat 3 sebanyak 5 responden. Sedangkan sebagian

kecil tidak patuh memiliki derajat 1 sebanyak 8 responden, sedangkan

hampir tidak ada derajat 2 sebanyak 2 responden, sedangkan sebagian

kecil derajat 3 sebanyak 11 responden.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square

didapatkan hasil uji statistik hubungan kepatuhan pembatasan cairan


59

terhadap terjadinya edema diperoleh nilai pvalue = 0.004, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima artinya ada hubungan

kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada pasien

ginjal kronik di RS Bhayangkra Setukpa Sukabumi.

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik resposponden

1) Usia

Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan

usia dari 50 responden didapatkan hasil sebagian besar berusia 46-55

tahun yaitu 38 responden dengan presentase (76%).

Gambaran usia demikian menunjukkan bahwa mayoritas pasien berada

pada kelompok usia tua. Usia dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya penyakit tertentu, dimana sel maupun organ tubuh akan

mengalami penurunan fungsi seiring dengan pertambahan umur

seseorang. Menurut beberapa literatur usia merupakan salah satu faktor

resiko yang tidak dapat dimodifikasi dari CKD dan menurut para peneliti

di Amerika telah menemukan bahwa usia tua merupakan salah satu dari

delapan faktor resiko terjadinya CKD (Sahabat Ginjal, 2009).

Penelitian ini dalam penelitian Melianna dan Wiarsih (2019), dengan

judul “Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap Terjadinya

Overload Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Post Hemodialisa di Rumah


60

Sakit Umum Pusat Fatmawati” menjelaskan bahwa proporsi responden

yang tidak patuh lebih banyak pada usia dewasa awal yaitu 84,6% (11

orang) sementara proporsi yang patuh banyak terjadi pada usia dewasa

akhir yaitu 37,8% (14 orang). Rerata umur responden adalah 49,9 tahun,

dengan median 51,00 tahun, dimana usia termuda adalah 12 tahun dan

tertua 80 tahun. Gambaran usia menunjukkan bahwa mayoritas pasien

berada pada kelompok usia dewasa. Menurut Melianna dan Wiarsih

(2019),

Penelittian ini dalam penelitian Dharma (2015), dengan judul "

menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronik semakin banyak

menyerang pada usia dewasa. Menurut Dharma (2015), mengatakan

bahwa hal ini dikarenakan pola hidup yang tidak sehat seperti banyaknya

mengkonsumsi makanan cepat saji, kesibukan yang membuat stress,

duduk seharian dikantor, sering minum kopi, minuman berenergi, jarang

mengkonsumsi air putih. Kebiasaan kurang baik tersebut menjadi faktor

resiko kerusakan pada ginjal.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Nita (2011) bahwa usia ≤ 65

tahun lebih banyak yang tidak patuh (83,4%) dari pada usia > 65 tahun

(16,6%). Hasil penelitian ini juga mendukung studi DOPPS (The Dialysis

Outcomes and Practice Patterns Study) yang menemukan bahwa

prediktor peluang ketidakpatuhan lebih tinggi mengenai usia yang lebih

muda (Saran et al, 2003 dalam Nita Syamsiah 2011).


61

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa diketahui

prediktor ketidakpatuhan pada usia adalah bahwa usia muda beresiko

untuk tidak patuh dibandingkan usia yang lebih tua. hal ini dikarenakan

pola hidup yang tidak sehat seperti banyaknya mengkonsumsi makanan

cepat saji, kesibukan yang membuat stress, duduk seharian dikantor,

sering minum kopi, minuman berenergi, jarang mengkonsumsi air putih.

Kebiasaan kurang baik tersebut menjadi faktor resiko kerusakan pada

ginjal.

2) Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dari 50

responden didapatkan hasil sebagian kecil 6 responden dengan presentase

(12%) berjenis kelamin pria, dan hampir seluruhnya yaitu 44 responden

dengan presentase (88%) berjenis kelamin wanita.

Gilligan,(1993) dalam Potter dan Perry (2015) menyatakan bahwa

perkembangan intelektual dan moral antara laki- laki dan perempuan

berbeda. Wanita berjuang dalam soal merawat dan tanggung jawab,

sementara laki- laki di pandang sebagai pemberi nafkah dan penunjang

utama dalam keluarga. Akan tetapi banyak wanita dan menjadi sukses

dalam memasuki dunia kerja dan mengejar karier, sehingga kemungkinan

laki-laki dan perempuan akan beresiko tidak patuh.

Perbesaran prostat pada laki-laki dapat menyebabkan terjadinya obstruksi

dan infeksi yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Selain itu,
62

pembentukan batu renal lebih banyak diderita oleh laki-laki karena

saluran kemih pada laki-laki lebih panjang sehingga pengendapan zat

pembentuk batu lebih banyak pada laki- laki daripada perempuan. Laki-

laki juga lebih banyak mempunyai kebiasaan yang dapat mempengaruhi

kesehatan seperti merokok, minum kopi, alkohol, dan minuman

suplemen yang dapat memicu terjadinya penyakit sistemik yang dapat

menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Black & Hawks, 2009).

Hasil analisis status kepatuhan dari Melianna dan Winarsih (2019)

berdasarkan jenis kelamin diperoleh responden laki-laki yang tidak patuh

terhadap pembatasan cairan sebanyak 70,8% dan yang patuh sebanyak

29,2%. Responden perempuan yang tidak patuh terhadap pembatasan

cairan sebanyak 63,9% dan yang patuh sebanyak 36,1%.

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi diatas bahwa lebih

banyak perempuan yang patuh dari pada laki-laki karena saluran kemih

pada laki-laki lebih panjang sehingga pengendapan zat pembentuk batu

lebih banyak pada laki- laki daripada perempuan. Laki-laki juga lebih

banyak mempunyai kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan

seperti merokok, minum kopi, alkohol,


63

3) Pekerjaan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan dari 50 responden

didapatkan sebagian kecil 3 responden dengan presentase (6%), yang

memiliki pekerjaan sebagai PNS, Sebagian kecil 6 responden dengan

presentase (12%) memiliki pekerjaan karyawan swasta, dan sebagian

besar yaitu 41 responden dengan presentase (82%) memiliki pekerjaan

IRT.

Individu yang harus menjalani terapi hemodialisis sering merasa

khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan

gangguan dalam kehidupannya dan ini biasanya pasien dapat mengalami

masalah finansial dan kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan

(Smeltzer & Bare, 2011).

Penelitian yang dilakukan Asri dkk (2011) mengatakan bahwa dua

pertiga dari pasien yang mendapat terapi dialisis tidak pernah kembali

pada aktivitas atau pekerjaan seperti sedia kala sehingga banyak pasien

kehilangan pekerjaannya.

Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden

sebagai petani. Pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan yang

banyak menguras tenaga, selain itu pekerjaan ini juga lebih sering

terpapar langsung oleh sinar matahari sehingga akan mempengaruhi

timbulnya rasa haus. Pada suhu yang panas, kehilangan cairan melalui

keringat akan meningkat 1,5 sampai 2 liter/jam, sehingga dapat


64

menyebabkan berkurangnya cairan tubuh dengan cepat dan memicu

untuk mengkonsumsi air minum sebanyak-banyaknya. Hal ini terkait

dengan tingginya tingkat kesulitan untuk mengikuti rekomendasi

pengobatan, pedoman membatasi asupan cairan dan diet.

Pada penelitian ini responden yang masih aktif bekerja adalah Pegawai

Negeri Sipil sedangkan responden yang bekerja di sektor swasta

kebanyakan mengundurkan diri dari pekerjaannya setelah didiagnosa

gagal ginjal dan harus rutin terapi hemodialisis. Responden yang bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil cenderung berperilaku patuh terhadap

pembatasan asupan cairan dikarenakan pekerjaan mereka sebagian besar

berada diruangan yang tidak bersuhu panas sehingga proses kehilangan

cairan melalui keringat dan rasa haus dapat diminimalisir. Sedangkan

responden yang bekerja di sektor swasta yang sudah mengundurkan diri

cenderung berprilaku patuh terhadap pembatasan asupan cairan

dikarenakan mereka banyak menghabiskan kegiatan sehari-hari dirumah

dan tidak banyak melakukan aktivitas yang berat. (Heniyati, 2012).

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa pekerjaan IRT

lebih tidak patuh karna mereka banyak menghabiskan kegiatan sehari-

hari dirumah dan tidak banyak melakukan aktivitas yang berat,

sedangkan PNS/Pekerja kantor lebih kepatuh karna cairan dikarenakan

pekerjaan mereka sebagian besar berada diruangan yang tidak bersuhu


65

panas sehingga proses kehilangan cairan melalui keringat dan rasa haus

dapat diminimalisir

3. Pendidikan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan dari 50 responden

responden didapatkan sebagian kecil 6 responden dengan presentase 12%

yang memiliki pendidikan sebagai SMP, lebih dari setengahnya 41

responden memiliki pendidikan SMA dengan presentase 82% dan hampir

tidak ada memiliki pendidikan yaitu 3 responden dengan presentase 6%

memiliki pendidikan S1.

Menurut Melianna dan Winarsih (2019), status kepatuhan berdasarkan

pendidikan diperoleh responden dengan pendidikan SD sebanyak 90%

tidak patuh dan yang patuh 10%, SMP sebanyak 80% tidak patuh dan

yang patuh 20%, SMA sebanyak 69,4% tidak patuh dan yang patuh

sebanyak 30,6%, sedangkan responden dengan pendidikan perguruan

tinggi sebanyak 47,8% tidak patuh dan yang patuh sebanyak 52,2%. Dari

hasil diatas terlihat bahwa perguruan tinggi lebih patuh (52,2%) dan

SMA lebih tinggi tidak patuh sebesar (69,4%).

Menurut Azwar (2012) Seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih

matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah

menerima pengaruh luar yang positif, objektif, dan terbuka terhadap

berbagai informasi tentang kesehatan. semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka ia akan cenderung berperilaku positif karena pendidikan


66

yang diperoleh dapat meletakkan dasar-dasar pengertian dalam diri

seseorang.

Menurut Penelitian Nita (2011) Hasil analisis status kepatuhan

berdasarkan pendidikan diperoleh responden dengan pendidikan SD

sebanyak 90% tidak patuh dan yang patuh 10%, SMP sebanyak 80%

tidak patuh dan yang patuh 20%, SMA sebanyak 69,4% tidak patuh dan

yang patuh sebanyak 30,6%, sedangkan responden dengan pendidikan

perguruan tinggi sebanyak 47,8% tidak patuh dan yang patuh sebanyak

52,2%. Dari hasil diatas terlihat bahwa perguruan tinggi lebih patuh

(52,2%) dan SMA lebih tinggi tidak patuh sebesar (69,4%). menyatakan

bahwa responden mayoritas pendidikan SMA sebanyak 49,9%, dan

status kepatuhan lebih besar pada pendidikan SD sebesar 80,8%.

Penelitian ini berbeda dengan Nita (2011) dimana kepatuhan lebih tinggi

pada pendidikan SD.

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi menyatakan bahwa

responden mayoritas pendidikan SMA lebih tinggi tidak patuh

disbanding SMP dan SD.


67

4. Tingkat Kepatuhan pembatasan cairan

Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan

kepatuhan pembatasan cairan dari 50 responden bahwa sebagian kecil

yaitu 17 responden dengan presentase (34%) dengan kepatuhan

pembatasan cairan tidak patuh, sebagian kecil yaitu 16 responden dengan

presentase (32%) dengan kepatuhan pembatasan cairan kurang, dan

sebagian kecil yaitu 17 responden dengan presentase (34%) dengan

kepatuhan pembatasan cairan patuh.

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan

terapi. Menurut Decision theory 1985, penderita adalah pengambil

keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan keputusan.

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,

dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal

adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti

ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Robinson, JM.

2013).

Hasil analisis yang peneliti dapatkan dari penelitian ini adalah

dikarenakan kebanyakan pasien tidak menjalankanya semua nasehat dan

penjelasan yang di berikan oleh dokter maupun perawat, dengan alasan

jenuh, mencoba coba di saat lengah dari pengawasan anggota keluarga

lainya dan tidak tahan menahan rasa haus, tingginya kurang kepatuhan
68

tersebut juga di sebabkan oleh kurangnya keyakinan terhadap

keberhasilan terapi pembatasan cairan. Menurut Kemenkes, terapi

hemodialisa mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya

adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme

yang lain, menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh

yang seharusnya dikeluarkan sebagai kencing atau urun, menggantikan

fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain

(Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa Hal ini

menunjukkan masih rendahnya kepatuhan pasien hemodilisis dalam

menjalani pembatasan cairan. Banyak faktor yang mempengaruhi

kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan pembatasan

konsumsi cairan diantaranya adalah berdasarkan karakteristik responden

maupun dari faktor pengetahuan, sikap, perilaku dan dukungan keluarga.

5. Tingkat Edema Pada Pasien Ginjal Kronik

Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan

kepatuhan pembatasan cairan dari 50 responden bahwa sebagian kecil

yaitu 18 responden dengan presentase (36%) edema derajat 1, dan

sebagian kecil yaitu 16 responden dengan presentase (32%) edema drajat


69

2, dan sebagian kecil 16 responden dengan prsentase (32%) edema

derajat 3.

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel

tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai

pada praktik klinik sehari- hari akibat dari ketidakseimbangan faktor-

faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh antara lain gangguan

hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air,

penyakit ginjal serta berpindahnya air atau cairan dari intravaskular ke

interstitium. Secara umum cairan edema dikelompokkan menjadi edema

peradangan atau eksudat dan edema non radang atau transudat. Eksudat

muncul selama proses peradangan dan mempunyai berat jenis besar

(>1,2), cairan ini mengandung protein tinggi. Sedangkan transudat

mempunyai berat jenis rendah (<1,15) dan mengandung sedikit protein

(Rustiawati, 2012).

Perkembangan teknologi dan pembangunan berdampak pada perubahan

pola hidup dan pola makan yang menyebabkan peningkatan beban

metabolik sehingga terjadi peningkatan beban ginjal. Bila ginjal

terganggu akan terjadi gangguan ekskresi metabolisme dan zat-zat toksik

tidak dapat dikeluarkan, akibatnya terjadi penurunan fungsi ginjal dan

bila terus-menerus akan terjadi kegagalan ginjal yang bersifat kronik atau

menahun. Pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) sering kita jumpai

kondisi edema, edema pada GGK disebabkan oleh kadar albumin


70

(protein dalam darah) lebih rendah dari normal yang dapat

mempengaruhi sistem pernafasan yaitu adanya respon asidosis metabolic,

efusi pleura, dan edema paru (Sari, 2016; Cherynasari, 2014)

Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa terjadinya

edema pada pasien ginjal kronik disebabkan oleh kurang patuhnya

pasien post HD dalam melaksanakan pembatasan cairan, kurang

pemahaman terkait pengelolaan status cairan tersebut seperti halnya

dalam menentukan ukuran asupan cairan setiap harinya. Pasien hanya

mengetahui bahwa pembatasan cairan memang diperlukan namun pasien

tidak mengetahui batasan ukuran yang ditentukan

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap terjadinya

Edema Pada Pasien Ginjal Kronik

Berdasarkan analisis Hubungan kepatuhan pembatasan cairan dengan

terjadinya edema pada pasien ginjal kronik di RS Bhayangkara

Setukpa Kota sukabumi, Hasil diperoleh hampir setengahnya 21

responden (42%), yang patuh terhadap pembatsan cairan, lebih dari

setengahnya 29 responden (58%) tidak patuh terhadap pembatsan

cairan. Sedangkan untuk responden derajat edema hampir setengahnya

17 responden (36%) dengan derajat 1, hampir setengahnya 16


71

responden (32%) dengan derajat 2. Dan hampir setengahnya 16

responden (32%) dengan derajat 3.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square

didapatkan hasil uji statistik hubungan kepatuhan pembatasan cairan

terhadap terjadinya edema diperoleh nilai pvalue = 0.004, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima artinya ada hubungan

antara kepatuhan pembatasan cairan dengan terjadinya edema pada

pasien ginjal kronik di RS Bhayangkara Setukpa.

Ketidak patuhan pasien dalam pembatasan asupan cairan dapat

mengakibatkan peningkatan volume cairan yang dengan peningkatan

berat badan atau Interdialytic Body Weight Gains (IDWG) berlebih.

Penambahan IDWG dapat mengakibatkan tekanan darah rendah, kram

otot, sesak nafas, mual dan muntah

Kelebihan cairan merupakan faktor risiko utama kesakitan dan

kematian pasien hemodialisa Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

akibat kelebihan masukan cairan dan makanan sehingga naiknya berat

badan pasien dapat mengakibatkan kematian, kelebihan cairan pada

pasien hemodialisa dapat menyebabkan terjadinya munculnya

penyakit secara bersamaan seperti penyakit gagal jantung, dan darah

tinggi (Moissl, U. et al. 2013).

Pasien gagal ginjal kronik, sering mengalami rasa haus yang

berlebihan tetapi pasien gagal ginjal kronik tidak boleh minum yang
72

berklebihan saat haus. Rasa haus disebabkan oleh berbagai faktor

diantaraya masukan kadar garam, yang tinggi, penurunan kadar

kalium, angiotensin II, peningkatan urea dalam plasma darah, urea

plasma yang mengalami peningkatan, kelebihan volume cairan dalam

tubuh setelah terapi cuci darah dan faktor kejiwaan

Menurut Suwitra. (2014).

Hasil analisis yang peneliti dapatkan dari penelitian ini adalah

dikarenakan kebanyakan pasien tidak menjalankanya semua nasehat

dan penjelasan yang di berikan oleh dokter maupun perawat, dengan

alasan jenuh, mencoba coba di saat lengah dari pengawasan anggota

keluarga lainya dan tidak tahan menahan rasa haus, tingginya kurang

kepatuhan tersebut juga di sebabkan oleh kurangnya keyakinan

terhadap keberhasilan terapi pembatasan cairan

Hasil penelitian Rustiawati. (2012). menunjukan bahwa terjadinya

Edema Post Hermodialisa pada pasien di Rumah Sakit Aminah

Tangerang Tahun 2021, adalah Berat Pertambahan BB > 6% sebanyak

28 orang (41,2%), hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara

sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering

dijumpai pada praktik klinik sehari- hari akibat dari

ketidakseimbangan faktor- faktor yang mengontrol perpindahan cairan

tubuh antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang

menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta


73

berpindahnya air atau cairan dari intravaskular ke interstitium. Secara

umum cairan edema dikelompokkan menjadi edema peradangan atau

eksudat dan edema non radang atau transudat. Eksudat muncul selama

proses peradangan dan mempunyai berat jenis besar (>1,2), cairan ini

mengandung protein tinggi. Sedangkan transudat mempunyai berat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu

keluarga berperan penting dalam keberhasilan terapi hemodialisis baik

saat pre hemodialisis maupun saat proses dialisis karena dukungan

dari keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku pasien dan tingkah

laku ini memberi hasil kesehatan seperti yang diinginkan. Selama

menjalani terapi hemodialisis pasien merasakan dukungan yang

diberikan keluarga mampu menghilangkan stres dan beban psikologis.

Tanpa adanya keluarga mustahil program terapi hemodialisis dapat

dilaksanakan sesuai jadwal (Nurkhayati. 2005)

Berdasarkan hal di atas peneliti berasumsi bahwa ada hubungan

kepatuhan pembatasan cairan dengan terjadinya edema pada pasien

hemodialisa, karna semakin patuh untuk membatasi cairannya maka

semakin rendah resiko terjadinya edema.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan sajikan pada bab

sebelumnya maka dapat di ambil kesimpulan mengenai hubungan

kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada pasien ginjal

kronik di RS Bhayangkara Setukpa Kota Sukabumi yang dilakukan pada

bulan Juni-Juli 2022 dengan jumlah responden sebanyak 50 pasien maka

kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teridentifikasi karakteristik responden dari usia terbanyak yaitu lansia

awal 46-55 tahun yaitu 38 reponden dengan presentase 76%, jenis

kelamin terbanyak yaitu perempuan 44 responden dengan presentase

88%, pekerjaan terbanyak yaitu ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 41

responden dengan presentase 82%, dan pendidikan terbanyak SMA 41

responden dengan presentase 82%.

2. Teridentifikasi karakteristik responden dari kepatuhan terbanyak yaitu

patuh yaitu sebanyak 17 responden dengan presentase 34%.

3. Teridentifikasi karakteristik responden dari edema yaitu derajat 1

sebanyak 18 responden dengan presentase 36%.

4. Teranalisis berdasarkan uji statistik chi-square antara kepatuhan

pembatasan cairan terhadap terjadinya edema hasil yang didapatkan

pvalue 0,00 nilai tersebut lebih kecil dari nilai alpha 0,05, maka dapat

74
75

ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan

pembatasan cairan dengan terjadinya edema pada pasien ginjal kronik di

di RS Bhayangkara Setupa Kota Sukabumi.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi, wawasan dan ilmu pengetahuan, serta menambah referensi

bagi mahasiswa/mahasiswi STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

2. Bagi masyarakat

Hasil peneltian ini dapat dijadikan manfaat sebagai sumber informasi

mengenai kepatuhan pembatasan cairan terhadap terjadinya edema pada

pasien hemodialisa.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dalam

peningkatan pengetahuan dan informasi serta dapat menjadi acuan bagi

peneliti untuk penelitian selanjutnya, sehingga dapat meningkatkan ilmu

pengetahuan yang terkait kepatuhan pembatasan cairan terhadap

terjadinya edema pada pasien hemodialisa.


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, S. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan-Gangguan Ginjal Lainnya:


Seputar Ginjal dan Ragam Jenis Lainnya. Jogjakarta: Wirogunan

Black, J.M., Hawks, J.H. 2014. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba
Medika.

Badariah., Farida, H, D, K., Novita, D. 2017. Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal


Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Kabupaten Kotabaru.
Nursing News

Cahyaningsih, Niken D. 2011. Hemodialisis (Cuci Darah) Panduan Praktis


Perawatan Gagal Ginjal. Mitra Cendikia: Yogyakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2012. Rencana asuhan


keperawatan. Jakarta: EGC.

Effendi, Ian., dan Restu Pasaribu. 2014. Edema Patofisiologi dan Penanganan.
dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 6. Setiati, Siti., dkk. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fahmi, F. Y., Hidayati, Titiek. 2016. Gambaran Self Care Status Cairan Pada
Pasien Hemodialisa (Literatur Review). Care: Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan. 4(2):53-62.

Handayani, Sri. 2014. Kepatuhan Intake Cairan Pada Pasien Hemodialisis


Ditinjau Dukungan Keluarga. MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan. 9(18):43-
49.

Hutagaol, E. 2017. Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal


Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Melalui Psychologikal Intervention Di
Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan. Jurnal Jumantik, Vol. 2 No. 1.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/down;oad/968/775.

76
Istanti, Y. P. 2014. Hubungan antara masukan cairan dengan Interdialytic Weight
Gain (IDWG) pada Pasien Chronic Kidney Disease di Unit Hemodialisa RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Profesi (Profesional Islam): Media
Publikasi Penelitian.

Iswara, L., Muflihatin, Siti. 2021. Hubungan Kepatuhan Menjalani Terapi


Hemodialisa dengan Kualitas Hidup pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis: Literature Review. Borneo Student Research.
2(2):958-967.

Istanti, Y, P., 2011. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Interdialytic


Weight Gains pada Pasien Chronic Kidney Diseases yang Menjalani
Hemodialisa. Mutiara Medika, 11(2), 118-130

Ipema, K, J, R., Johanna, K., Ralf, W., Carlo, A,J,M,G., Cees, P,van der, S., Wim,
P,K., Casper F,M,F., 2016. Causes and Consequences of Interdialytic
weight gain. Kidney and Blood Pressure Research, 710-720

Kowalak. Welsh. Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia.

Kemenkes RI. (2018). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Penyakit Ginjal Tahap Akhir. Jakarta

Lee JJ, Hwang SJ, Hung CC, Chen HC. 2016. Hyponatremia is Associated with
Fluid Imbalance and Adverse Renal Outcome in Chronic Kidney Disease
Patients Treated with Diuretics. Sci Rep. 14(6):36817.

Lindberg. 2011. Eccesive Fluid Overload Among Haemodialysis Patient:


Prevalence, Individual Characteristic And Self Regulation Fluid Intake.
Universitas Upsaliensis Uppsala 9-73.

Mardjun F, Yusuf Z.K., Aswad, A. 2014. Faktor yang berhubungan dengan


kepatuhan pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang

77
Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi.
Universitas Negeri Gorontalo.

Melianna, Rita, Wiarsih, Wiwin. 2019. Hubungan Kepatuhan Pembatasan

Cairan Terhadap Terjadinya Overload Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Post Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. JIKO (Jurnal

Ilmiah Keperawatan Orthopedi). 3(1):37-46. .

Muttaqin, A, Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.

Moissl, U. et al. (2013). Bioimpedance guided fluid management in


hemodialysis patients. Clin J Am Soc Nephrol. www. ncbi. nlm.nih. gov/
pubmed/ 23949235.

National Kidney Founation National Kidney Foundation [Internet] National


Kidney Foundation 2015 Available from: http://www.kidney.org

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


4th ed. Jakarta: Salemba Medika.

Nenna, Zelda Fajria. 2012. Pengaruh Asupan Cairan, Natrium, dan Kalium
terhadap Edema pada Penderita GGK dengan Hemodialisa Rutin di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. KTI. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Porth, C.M. 2011. Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health


States. 3rd ed. China: Wolters Klower Health.

Pranandari, R., Supadmi, W. 2015. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisa RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik. 11(2):316-
320.

Putri, Ranisti Setia. 2013. Hubungan Pendidikan dan Kepatuhan Diet teradap
Status Gizi pada Pasien Chronic Kidney Disease dengan Hemodialisa Rawat

78
Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. KTI.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Purwadi, I. K. A. H. (2015). Pengaruh Terapi Contrast Bath (Rendam Air Hangat


Dan Dingin) Terhadap Edema Kaki Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di
RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga, dan RSUD
Tugureji Provinsi Jawa Tengah. Diakses 21 Mei 2019, dari STIKES Ngudi
Waluyo Ungaran. (http://googlebook.com/home.url)

Rachmat, Mochamad. 2016. Metodologi Penelitian Gizi dan Kesehatan. Yudha,


Egi Komara. Jakarta: EGC

Rustiawati. (2012). Dietary intake monitoring application (DIMA) untuk evaluasi


asupan cairan dan diet bagi pasien hemodialisa. FIK-UI, Jakarta

Riskesdas. (2018). Riset kesehatan dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI Tahun 2018

Suparmo, S., Hasibuan, M. T. Daniel. 2021. Hubungan Kepatuhan Pembatasan


Cairan Terhadap Terjadinya Edema Post Hemodialisa Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Aminah Kota Tangerang. Indonesian Trust
Health Journal. 4(2):522-528

Syamsiah, Nita. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan


Pasien CKD yang Menjalani Hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan
Antariksa Halim Perdana Kusuma Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia.

Suwitra, Ketut. 2014. Penyakit Ginjal Kronik. dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi 6. Setiati, Siti., dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Siregar, Parlindungan. 2014. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit. dalam


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 6. Setiati, Siti., dkk. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

79
Sinaga, W., & Lady, D A. (2016). Pemberian nutrisi terkait perubahan
metabolisme pada pasien penyakit ginjal kronik derajat 5 dengan
hemodialisis rutin. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Tanujiarso, B. A., Ismonah, Supriyadi. 2014. Efektifitas Konseling Diet Cairan


Terhadap Pengontrolan Interdialytic Weight Gain (Idwg) Pasien
Hemodialisis Di Rs Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan. 6(1):602-613.

Tandi, M., Mogan, A., Manoppo, F. 2014. Hubungan antara derajat penyakit
ginjal kronik dengan nilai agregasi trombosit di RSUP Prof.Dr.RD Kandou
Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2.

USRDS. United States Renal Data System (USRDS) [Internet]. USRDS 2016
Available from: https://www.usrds.org/2016/view/Default.aspx

Van Pelt, A. 2015. Psychosocial Factors Related to Sodium Adherence Among


Patients with Chronic Kidney Disease. Theses. Leiden University.

Widyastuti, R., 2014. Korelasi lama menjalani hemodialisis dengan indeks massa
tubuh pasien gagal GGK di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal
Gizi, Volume 1.

Zafria, A. (2016). Hubungan tingkat kepatuhan manajemen masukan cairan


terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa di RS PKU Muhamadiyah Unit II Kota Yogyakarta

80
LAMPIRAN

81
82

Lampiran 1 surat izin studi pendahuluan


83

Lampiran 2 surat balasan izin studi pendahuluan


84

Lampiran 3 surat izin penelitian


85

Lampiran 4 surat balasan izin penelitian


86

Lampiran 5 surat permohonan menjadi responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada,
Yth, Responden
Dengan Hormat,

Saya Eneng Intan Fatimah Maulida mahasiswi jurusan S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang bermaksud
akan melakukan penelitian dengan judul “HUBUNGAN KEPATUHAN
PEMBATASAN CAIRAN TERHADAP TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN
GINJAL KRONIK DI RS BHAYANGKARA SETUKPA KOTA SUKABUMI”.
Saya mohon kesediaan saudara/saudari untuk turut berpartisipasi dalam
penelitian ini dengan ikut serta dalam kegiatan tersebut, perlu kami beritahukan
bahwa penelitian ini bersifat rahasia. Atas perhatian dan kesediaan
saudara/saudari, peneliti mengucapkan terimakasih.

Peneliti

(Eneng Intan Fatimah Maulida)


87

Lampiran 6 surat pernyatan kesediaan menjadi responden

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

PENELITIAN (Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ........................................................................................

Alamat: ........................................................................................

Menyatakan bahwa:

1. Telah mendapat penjelasan tentang penelitian “Hubungan kepatuhan pembatasan

cairan terhadap terjadinya edema pada pasien ginjal kronik”

2. Telah mengetahui tujuan dan dampak yang mungkin muncul dari penelitian

tersebut.

Berdasarkan petimbangan diatas, dengan ini saya memutuskan tanpa paksaan

daripihak manapun bahwa saya (bersedia/tidak bersedia*) berpasrtisipasi

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Peneliti Tanggerang 29 juni 2022


Yang membuat pernyatan

(Eneng intan Fatimah m) (…………………………)


88

Lampiran 7 kuesioner

KUESIONER

HUBUNGAN HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN


TERHADAP TERJADINYA EDEMA PADA PASIEN GINJAL KRONIK
DI RS BHAYANGKARA SETUKPA KOTA SUKABUMI

Petunjuk pengisian kuesioner :

1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pertanyaan-pertanyaan dalam


kuesioner ini.
2. Pilihlah jawaban yang sesuai menurut Anda dengan cara memberi tanda
ceklist ( ) pada kotak pilihan atau kolom yang tersedia.
3. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar.
Kode Responden (diisi oleh peneliti)

A. DATA UMUM
1. Umur : ....... tahun
2. Jenis kelamin :  Laki-laki
 Perempuan
3. Pendidikan terakhir :  SD  SMP  SMA  Perguruan tinggi
4. Pekerjaan :  PNS
 Petani/pekebun
 Swasta
 Wiraswasta
 IRT
5. Kapan anda diagnosa gagal ginjal? ...
6. Sejak kapan anda menjalani terapi hemodialisa? ...
7. Apakah anda memahami resiko jika tidak membatasi asupan cairan?
 YA  TIDAK
8. Apakah anggota keluarga memperhatikan/ mengingatkan selama anda
89

melakukan pembatasan cairan?  YA  TIDAK


KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN PADA PASIEN HEMODIALISA DI RS
BHAYANGKARA SETUKPA KOTA SUKABUMI

Tanggapilah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut ini, dengan cara memberi


tanda (√) pada kolom jawaban disebelah kanan sesuai dengan keadaan anda.
Terdapat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pertanyaan yaitu : Selalu;
Sering; Kadang-Kadang; Jarang; Tidak Pernah

No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


Kadang Pernah
1 Saya mengkonsumsi
asupan cairan sesuai yang
dianjurkan petugas
kesehatan.
2 Saya mengkonsumsi air
dalam jumlah banyak.
3 Saya mengkonsumsi
asupan cairan tidak lebih
dari 1000 cc dalam sehari
4 Saya menghitung jumlah
air yang diminum sehari-
hari
5 Saya mengukur jumlah air
kencing (urin) dalam
sehari
6 Saya mengkonsumsi
asupan air sebanyak
jumlah air kencing (urin)
dalam sehari ditambah
dengan ± 500 cc (2-3 gelas
belimbing)
7 Sebelum cuci
darah/hemodialisa, berat
badan saya bertambah dari
berat badan sebelumnya
90

8 Pada saat kebutuhan cairan


sudah mencapai batas,
untuk menghilangkan haus
biasanya saya mengulum
es batu atau sikat gigi dan
berkumur
9 Saya mengkonsumsi
makanan instan (contoh :
ikan kaleng, buah kaleng,
cornet, jamur kaleng, jus
kalengan, mie kuah, dll)
10 Selain asupan cairan yang
dianjurkan, saya
mengkonsumsi makanan
berkuah (sop, gule
kambing, soto, mie kuah,
sayur lodeh, dll)
11 Saya mengkonsumsi
bayam, daun pepaya, daun
singkong, dan sayuran
yang lain
12 Saya mengkonsumsi lebih
dari 1 butir telur dalam
sehari
13 Saya mengkonsumsi lebih
dari 4 potong tempe/tahu
dalam sehari
14 Pada saat ada jamuan
pesta/acara yang
menyuguhkan minuman
segar (es buah, es jeruk,
teh) saya akan
meminumnya
15 Saya mengikuti anjuran
untuk membatasi buah-
buahan dengan kandungan
tinggi air (seperti :
semangka, melon, pepaya,
pir, jeruk, dll)
16 Saat tubuh terasa lelah
saya minum minuman
penambah energi.
91

Lembar Observasi Drajat Edema

1. Persiapan pasien

• Persilahkan pasien untuk berbaring dan membebaskan kedua tungkai dari


pakaian/kaos kaki.
• Berikan informasi umum pada pasien tentang pemeriksaan fisik edema,
tujuan, dan manfaat
2. Lokasi pemeriksaan terjadinya edema
• Di atas tibia
• Pergelangan kaki
3. Langkah-langkah pemeriksaan
• Infesi daerah edema (apakah ada tanda-tanda peradangan)
• Palpasi ragio tibia diberi tekanan ringan dengan ibu jari selama kurang
dari 10 detik lalu lepaskan, pada pitting edema akan timbul identasi kulit
yang ditekan, danakan kembali secara perlahan-lahan. Pada non pitting 7.

Kode
Edema
responden
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.
92

Lampiran 8 kartu bimbingan pembimbing I


93

Lampiran 9 kartu bimbingan pembimbing II


94

Lampiran 10 hasil penelitian univariat

HASIL PENELITIAN

UNIVARIAT

USIA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid LANSIA AWAL "46-55" 38 76.0 76.0 76.0

LANSIA AKHIR "56-65" 11 22.0 22.0 98.0

MANULA 65 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

JENIS_KELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid LAKI LAKI 6 12.0 12.0 12.0

PEREMPUAN 44 88.0 88.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

PEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PNS 3 6.0 6.0 6.0

KARYAWAN SWASTA 6 12.0 12.0 18.0

IRT 41 82.0 82.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


95

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SMP 6 12.0 12.0 12.0

SMA 41 82.0 82.0 94.0

S1 3 6.0 6.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak patuh 17 34.0 34.0 34.0

Kurang 16 32.0 32.0 66.0

Patuh 17 34.0 34.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

DERAJAT EDEMA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid DERAJAT 1 18 36.0 36.0 36.0

DERAJAT 2 16 32.0 32.0 68.0

DERAJAT 3 16 32.0 32.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


96

Lampiran 11 hasil penelitian bivariat

BIVARIAT

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

derajat edema * kepatuhan 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

derajat edema * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tidak patuh patuh Total

derajat edema derajat 1 8 9 17

derajat 2 2 15 17

derajat 3 11 5 16

Total 21 29 50

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 11.258a 2 .004

Likelihood Ratio 12.331 2 .002

Linear-by-Linear Association 1.427 1 .232

N of Valid Cases 50
97

Lampiran 12 dokumntasi studi pendahuluan


98

Lampiran 13 dokumentasi penelitian


99

Anda mungkin juga menyukai