Disusun Oleh :
DEWI SAFITRI S.
60800120031
T. PWK B
TAHUN 2023
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bergulirnya orde reformasi pada tahun 1998 yang ditandai dengan berakhirnya orde
baru membuat perubahan disegala sektor kehidupan di Indonesia. Dampak yang timbul sangat
juga mendorong daerah untuk menuntut pelimpahan kewenangan yang lebih besar
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang lebih dikenal dengan otonomi daerah.
pengganti UU No. 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengelola sendiri urusan daerah menurut asas otonomi dan tugas
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan
daya saing daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dapat mengembangkan
kerjasama melalui program kemitraan baik dengan pemerintah daerah lainnya atau dengan
pihak swasta dan pihak ketiga. Kerjasama dengan pemerintah daerah lain terutama daerah
yang pelaksanaannya dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama yang diatur dengan
keputusan bersama.
pembangunan terus meningkat dengan cepat. Hal ini tentunya tidak mungkin dipenuhi hanya
oleh pemerintah, terutama karena keterbatasan dana. Karena itu keikutsertaan sektor swasta
dalam pembangunan melalui pola kemitraan sangat membantu usaha menanggapi permintaan
jasa khususnya bidang infrastruktur. Sebagai salah satu contohnya Frisian Flag Indonesia
2
melakukan penjajakan kerja sama usaha peningkatan gizi bagi masyarakat Nusa Tenggara
Dari uraian diatas maka, penulis akan membahas permasalahan tentang kerjasama
telekomunikasi, dan air bersih meningkat dengan pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Untuk memenuhi permintaan jasa infrastruktur yang meningkat dengan cepat ini tidak mungkin
dipenuhi hanya oleh pemerintah, terutama karena keterbatasan dana. Kontribusi PAD yang
kecil terhadap total pendapatan, besaran belanja pegawai yang pasti dan semakin menigkat
turut membuat pihak pemerintah mengalami kesulitan dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat khususnya dalam hal infrastruktur. Karena itu keikutsertaan sektor swasta dalam
kemudian direvisi melalui Perpres 13/2010 dan Perpres 56/2011 tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Ini merupakan peraturan pemilihan
badan usaha pembangunan infrastruktur yang kompetitif, terbuka, dan transparan. Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) akan digunakan sebagai alternatif
sumber pembiayaan pada kegiatan pemberian layanan dengan karakteristik layak secara
keuangan dan memberikan dampak ekonomi tinggi dan memerlukan dukungan dan jaminan
pemerintah yang minimum. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan kerjasama
pemerintah dengan swasta dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: desain dan
3
sumber pendanaan yang bisa dialokasikan oleh pemerintah. Berdasarkan latar belakang
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
1.3 Tujuan
suatu daerah.”
1.4 Manfaat
pembangunan ekonomi maka, pembaca akan mendapatkan suatu gambaran yang dimana
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Jika mengacu pada teori barang publik, maka pada dasarnya pelayanan public
sektor swastalah yang menyediakan. Namun dalam kenyataannya terdapat beberapa barang
campuran, yaitu barang semi publik (quasi public goods) dan semi privat (quasi private goods).
Pelayanan publik meliputi penyediaan barang public murni, semi publik, dan semi privat.
Untuk kategori barang campuran ini, baik sector publik maupun swasta dapat sama-sama
menyediakan. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik,
pemerintah daerah dapat melakukan program kemitraan dengan sector swasta (public private
partnership) atau bisa juga bekerjasama dengan sektor ketiga yaitu dengan organisasi nonprofit
dan LSM (Mardiasmo, 2002 dalam Mahmudi, 2007). Kemitraan Pemerintah-Swasta (Public
Private Partnership) merupakan suatu model kemitraan yang didasarkan pada rerangka
penyedia terbaik (Best Sourcing). Dengan rerangka Best Sourcing tersebut pemerintah dapat
mendorong sektor swasta untuk terlibat dalam memberikan pelayanan publik tertentu yang
mana hal itu akan lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan (value for money)
dan memberikan win-win solution baik bagi pemerintah maupun pihak swasta. Bentuk
kerjasama pemerintah dengan swasta bisa berupa kontrak kerja, tender penyediaan barang atau
jasa, atau bisa juga berupa Business Process Outsourcing (OECD, 1997, Sciulli, 1998 dalam
5
5. Bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own, and Transfer)
6. Konsesi (concession)
disampaikan oleh David Osborne dan Peter Plastrik dalam Mustopadidjaja, AR (2003) yaitu
a. Strategi Inti (Centre Strategy), yakni menata kembali secara jelas mengenai tujuan,
d. Strategi Kendali (Control Strategy), yaitu merubah lokasi dan bentuk kendali di dalam
pelaksanaan atau masyarakat. Kendali organisasi dibentuk berdasarkan visi, dan misi
e. Strategi Budaya (Cultural Strategy), yakni merubah budaya kerja organisasi yang
masyarakat terhadap budaya organisasi publik inipun berubah (tidak lagi memandang
rendah).
Terkait dengan kerjasama kemitraan strategis terdapat beberapa konsep dan model yang
telah dikembangkan antara lain adalah : (1) kerjasama antar daerah Propinsi dan
6
Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga; (2) kerjasama kemitraan strategis; (3) kerjasama
kemitraan dalam bentuk aliansi strategis; dan (4) kerjasama kemitraan terpadu (KKT).
2.3 Konsep dan Model Kerjasama Antar Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
kapasitas daerah dilakukan melalui berbagai kajian otonomi daerah, dan identifikasi
kewenangan daerah. Langkah-langkah ini diarahkan untuk mengurangi kesenjangan yang ada
potensi dan kapasitas daerah perlu dilakukan melalui kerjasama kemitraan lintas sector yang
bertujuan menciptakan iklim yang kondusif antar Pemerintah Daerah dengan memanfaatkan
peluang nasional, regional dan global guna kepentingan daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan amanat konstitusi Negara Undang-
Sebagai landasan dalam rangka mewujudkan peningkatan potensi dan kapasitas daerah
BUMD, swasta dan masyarakat telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, Pasal 195 dan 196 yang menyatakan bahwa : (1) Dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain
yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, senergi dan
saling menguntungkan; (2) Kerjasama dimaksud dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerja
sama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama; (3) Dalam penyediaan pelayanan
publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga; (4) Kerja sama antar daerah dan
kerjasama dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan
persetujuan DPRD.
7
Selanjutnya Pasal 196 UU 32 tahun 2004 menyatakan bahwa : (1) Pelaksanaan urusan
pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait;
(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama
dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat; (3) Untuk pengelolaan kerjasama
dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dan untuk
menciptakan efisiensi dalam pengelolaan pelayanan publik daerah dapat membentuk badan
kerja sama.
Terkait dengan pengembangan kerjasama antara pemerintah daerah, BUMD dan pihak
ketiga, sebenarnya sudah diatur sejak tahun 1986, yaitu sejak dikeluarkannya
PERMENDAGRI Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyertaan Modal Daerah, dimana terdapat 5
2) Kerjasama produksi,
3) Kerjasama manajemen,
membangun kerjasama antar daerah pemerintah daerah dengan pihak swasta, swastanisasi dan
keterlibatan sector swasta dalam kegiatan pemerintahan dan kegiatan yang dikembangkan
pemerintah daerah, membeli saham dalam suatu perusahaan perseroan terbatas yang ada (PT),
Sebagai tindak lanjut Kepmendagri No. 3 tahun 1986, Menteri Dalam Negeri lebih
lanjut mengeluarkan PERMENDAGRI No. 4 Tahun 1990, tentang pedoman bagi kerjasama
8
swasta), untuk : 1) membentuk perusahaan patungan, operasi bersama, saham keuntungan
manajemen, kontrak produksi, pembagian kontrak produksi, dan pembagian kontrak lapangan;
Bentuk kerjasama yang bersifat kemitraan strategis antara pemerintah daerah dengan
pihak ketiga (swasta), The Kian Wie (1992) dalam Mahmudi 2007, dalam dialog kemitraan
dan keterkaitan antara usaha besar dan kecil, menyatakan bahwa “ agar pelaksanaan kerjasama
kemitraan dapat berkelanjutan (sustainable) antara satu pihak dengan pihak lain, maka harus
berdasarkan pada tiga azas Kerjasama yaitu: (1) saling membutuhkan dengan unsur: motivasi
hubungan kerjasama, jenis/ bidang kerjasama dan sistem pengelolaan kerjasama; (2) saling
memperkuat dengan unsur: jenis dan syarat kerjasama, dampak dari kerjasama; (3) saling
dengan pihak ketiga yang selama ini telah dikembangkan antara lain :
BOLT). Merupakan bentuk Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Pihak Kedua
yang memberikan hak kepada pihak kedua untuk membangun suatu infrastuktur atau
dengan menyewakan kepada pihak lain. Sebagai imbalan Pemerintah Daerah menerima
bagian dari hasil sewa dengan jumlah yang disepakati bersama pihak kedua.
kerjasama ini pihak kedua membangun infrastruktur di atas tanah Pemerintah Daerah,
9
dan setelah selesai ia menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah. Bentuk Kerjasama
yang belum banyak dilakukan oleh pemerintah pusat maupun Daerah ini dapat
ini hampir sama dengan BTL, bedanya hanyalah dalam BRT pihak kedua dapat
pembangunan.
pendekatan BOT, perusahaan swasta yang memenangkan konsensi proyek BOO tetap
memiliki hak terhadap proyek tersebut setelah masa konsensi usai. Bentuk kerjasama
ini biasanya dilakukan terhadap obyek yang output-nya berkaitan dengan hajat hidup
f. Kerjasama Bangun-Serah (Build and Tranfer = BT). Dalam kerjasama ini Pemerintah
Daerah meminta kepada pihak kedua untuk membangun prasarana di atas tanah milik
Pemerintah Daerah. Pihak kedua membangun dan membiayai sampai dengan selesai,
dan setelah pembangunan selesai pihak kedua menyerahkan kepada Pemda. Sebagai
pihak swasta membangun suatu fasilitas infrastruktur di atas tanah miliki Pemerintah
terbangun.
10
h. Kerjasama Rehabilitasi-Guna-Serah (Renovate, Operate and Transfer = ROT). Dalam
kerjasama ini pihak kedua menyediakan modal dan melakukan renovasi atas bangunan
atau fasilitas lain yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah hingga nilainya meningkat.
Obyek kerjasama ini biasanya dapat dilakukan terhadap pembangunan hotel, pusat
perbelanjaan dsb.
= ROLT). Berbeda dengan bentuk Kerjasama ROT, Pihak kedua merenovasi bangunan
atau bentuk fasilitas lain yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah namun untuk
j. Kerjasama Sewa-Tambah dan Guna (Contract, Add and Operate = CAO). Dalam
kerjasama ini pihak kedua menyewa dan menambah bangunan dan atau mening-katkan
kualitas bangunan dan mengelolanya. Nilai sewa bangunan setiap 2 tahun ditinjau
k. Kerjasama Bantuan teknis atau Dana. Dalam kerjasama ini Pemerintah Daerah meminta
bantuan berupa tenaga ahli/alih teknologi atau bantuan dana/pembiayaan dari pihak
kedua. Kerjasama ini dilakukan untuk bidang usaha yang memerlukan teknologi atau
managerial skill dan know how khusus yang tidak dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
l. Kontrak Pelayanan (service contract). Dalam pola ini perusahaan swasta menangani
suatu pelayanan atau terhadap infrastruktur yang dimiliki pemerintah daerah. Contoh
yang dapat dilakukan oleh swasta melalui kontrak pelayanan ini adalah pengumpul-an
limbah sampah di kota-kota, pemeliharaan fasilitas air minum dan tenaga listrik,
11
BAB III
PEMBAHASAN
Untuk memahami dan melaksanakan kerjasama antara pihak pemerintah dan swasta
maka perlu dipahami mengenai prinsip dasar dalam KPS. Prinsip Dasar KPS antaralain :
Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis
risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya, Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak
di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaanny a a
(revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge), Kewajiban penyediaan layanan kepada
masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan
(sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih. Pelaksanaan kerjasama antara pihak swasta
dan pemerintah tentunya harus memiliki tujuan yang pasti sehingga pelaksanaannya akan lebih
terarah dan akan memberikan manfaat yang maksimal. Tujuan pelaksanaan KPS yaitu :
Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dal am hal
lebih cepat, Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah, Infrastruktur yang
dapat disediakan semakin banyak, Kinerja layanan masyarakat semakin baik, Akuntabilitas
manajerial. Pola pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan
anggaran Pemerintah sehingga pada kondisi anggaran Pemerintah yang terbatas, pola pikir
12
tersebut berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi
perekonomian yang berkembang pesat. Saat ini telah didorong pola pikir yang lebih maju
dalam penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) atau
Public-Private Partnership (PPP). Dengan adanya KPS, maka Pemerintah dapat memfokuskan
diri untuk membangun infrastruktur yang tidak bersifat komersial namun sangat diperlukan
oleh masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur perdesaan, jalan arteri, drainase, dan
sebagainya. Peran pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang
memberi insentif bagi dunia usaha untuk memberikan layanan infrastruktur tersebut. Insentif
tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan
ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha.
Tidak semua kegiatan pemberian layanan di bidang infrastruktur melalui skema KPS
memberikan tingkat pengembalian yang wajar (cost recovery atau financially viable). Untuk
pemberian dukungan pemerintah. Pemberian dukungan pemerintah pada saat ini dilakukan
dalam bentuk penyediaan lahan dan pembangunan sebagian konstruksi. Dalam rangka
menjamin efisiensi dan efektifitas dalam penyediaan infrastruktur, risiko dikelola berdasarkan
prinsip alokasi risiko antara pemerintah dan badan usaha secara memadai dengan
mengalokasikan risiko kepada pihak yang paling mampu mengendalikan risiko serta dilakukan
APBN/APBD.
pemerintah suatu daerah, khususnya daera otonomi sudah seharusnya lebih menekankan upaya
13
Keberhasilan kerjasama pemerintah-swasta hanya dapat diraih dengan adanya pengertian
antara pihak swasta dan pemerintah. Untuk mencapai hal tersebut, maka upaya awal yang harus
dilakukan pemerintah adalah dengan menarik perhatian (minat) pihak swasta untuk
berperanserta mengembangkan sarana prasarana kota. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
yang memiliki akses dengan pihak swasta seperti Dinas Perindustrian dan
b. Memanfaatkan event berskala local, regional atau nasional, seperti hut suatu
Kedua upaya tersebut perlu didukung dengan terlebih dahulu menyiapkan prosedur (panduan)
Secara garis besar terdapat empat tahapan yang harus dilakukan pemerintah daerah
untuk tercapainya kesepakatan kerja sama antara pemerintah dan swasta, yaitu :
1. Persiapan proyek
14
Merupakan tahapan awal dari rencana pelaksanaan kerjasama pemerintah-swasta.
1. Identifikasi pelayanan sarana prasarana daerah : Apakah cukup baik atau buruk
a. Kepemilikan asset yang ada termasuk sarana prasarana daerah, modal dan tariff
2. Penentuan tujuan: adanya kejelasan tujuan yang hendak dicapai apakah perbaikan
diajukan pihakswasta, baik dari segi teknologi yang akan digunakasn, struktur
pembiayaan, aspek social, politik, maupun hukum dan perundangan (aspek teknis,
Pada tahapan ini, kegiatan yang harus dilakukan oleh pihak swasta, berupa :
a. Menilai kelayakan usulan / proposal kerjasama yang diajukan oleh pihak swasta,
berupa :
15
5. Tantangan dan hambatan dalam kerjasama pemerintah-swasta
Pemerintah sebagai provider harus cermat memilih system kerjasama apa yang akan
digunakan dengan segala pertimbangan. Salah satu pertimbangan adalah ketersediaan dana
yang ada pada pemerintah, artinya dengan dana yang ada, fasilitas apa yang dapat disediakan
dan seberapa besar jangkauan pelayanannya. Selain itu, pemerintah harus menetapkan pula
b. Membuka dialog dengan beberapa patner swasta yang berminat bekerjasama serta
c. Menentukan perlu atau tidaknya, keikutsertaan pihak ketiga sebagai katalis atau
2. Negosiasi langsung
Apapun bentuk prosedur yang dipilih, proses ini harus dapat menjamin bahwa
keikutsertaan swasta dapat meningkatkan kondisi sarana prasarana suatu daerah dan
pelayanannya, menghasilkan suatu inovasi dan kreatifitas yang berharga serta terlepas dari
korupsi.
16
Kerjasama pemerintah-swasta yang kuat dan berkelanjutan, merupaka kunci bagi
pembangunan yang berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka diperlukan kesiapan
berupa :
stakeholder khususnya untuk kaum miskin, dan harus dituangkan dalam proyek
a. Konsumen akan dikenakan biaya sesuai dengan biaya yang disepakati bersama.
memiliki tujuan untuk membuat tingkat kehidupan penduduk akan lebih, khususnya
pemerintah. Untuk itu diperlukan jaminan yang tercantum dalam seluruh perjanjian
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
keuangan untuk dapat mengola dengan optimal seluruh sarana prasarana yang
dibutuhkan masyarakta.
2. Masih banyak sarana prasarana daerah baik yang sudah dikelola maupun belum
4.2 Saran
maka perlu dilakukan kajian detail untuk mendapatkan gambaran yang sesungguhnya dari
potensi, peluang dan hambatan dari setiap upaya keterlibatan sector sasta dalam pengembangan
sarana prasarana perkotaan. Berdasarkan hasil kajian diharapkan diperoleh profil investasi,
18
a. Penentuan sarana prasarana daerah atau pelayanan public, yang hendak
kerjasama pemerintah-swasta.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://slideshare.net/antonirfanilham/pengembangan-kerjasama-pemerintah-swasta.html
http://marsono-manajemenpublik.blogspot.com/2008/10/konsep-dan-model-kerjasama-
kemitraan.html
http://makalainet.blogspot.com/2013/10/kerjasama-antar-daerah.html
Indonesia
20