Anda di halaman 1dari 16

PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN: STUDI KASUS PROYEK KPBU


SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) UMBULAN
Teddy Kurniawan Bahar (25421001)
Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung, 40132
E-mail: 25421001@mahasiswa.itb.ac.id

Abstrak

Kemitraan dalam kelembagaan merupakan suatu fungsi yang mulai dibangkitkan oleh pemerintah
dalam memberikan peluang partisipasi yang lebih terbuka terhadap pembangunan kepada seluruh lapian
masyarakat. Dengan peran aktif dari berbagai aktor dalam proses pengambilan keputusan dan proses
pelaksanaan, diharapkan dapat memunculkan gagasan yang lebih efektif dalam melayani kebutuhan
masyarakat. PPP merupakan suatu upaya tersebut dimana berperan sebagai konsep kerjasama antara
pihak pemerintah dengan dengan pihak investor atau swasta dalam mekanisme pembiayaan alternatif
dalam pengadaan pelayanan publik untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur demi
mensejahterakan masyarakat. Proyek KPBU SPAM Umbulan merupakan salah satu kisah sukses dalam
pelaksanaan praktik PPP di Indonesia. Meskipun telah beroperasi pada tahun 2021, namun proyek
tersebut menyisakan berbagai masalah yang perlu untuk menjadi evaluasi dalam praktik KPBU di masa
depan. Permasalah yang dimaksud antara lain seperti konflik kepentingan dan jangka waktu persiapan
dan transaksi yang cukup lama.

Kata Kunci : Kelembagaan, Kemitraan, Sistem Penyediaan Air Minum, Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha

I. PENDAHULUAN
Permasalahan pada penataan kota akan selalu berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah
populasi dan karakteristik kegiatan masyarakat pada suatu kota. Kelembagaan pun menjadi salah
satu aspek yang sulit untuk dipisahkan dengan praktik perencanaan saat ini. Manajemen administrasi
dan pelayanan publik menjadi poin penting yang perlu untuk dievaluasi dan ditinjau untuk
meningkatkan perencanaan tata ruang yang lebih efektif dan efisien. Kemitraan merupakan suatu
metode yang perlu diaplikasikan pada sistem pemerintahan modern, terlebih lagi dengan semakin
berkembangnya kapitalisasi dan jumlah badan usaha di berbagai belahan dunia. Hal ini menjadi
suatu bentuk kontrarian terhadap paradigma lama dari manajemen publik yang mendasarkan dirinya
pada proses birokrasi dan sistem struktur organisasi yang rigid. New Institutionalism merupakan
gerakan yang menjadi fondasi untuk hal tersebut, yang melahirkan banyak revolusi dan perubahan
dari aspek-aspek kelembagaan di aspek perencanaan dari pemerintah (Teitz, 2007).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fungsi kemitraan mulai dibangkitkan oleh pemerintah
untuk memberikan peluang partisipasi yang lebih terbuka kepada masyarakat, badan usaha, maupun
pemerintah luar negeri. Kemitraan merupakan salah satu opsi yang dapat digunakan untuk
mendorong peran aktif berbagai aktor dalam proses pengambilan kebijakan. Namun kemitraan tidak
seharusnya ditempatkan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan bersama diantara para
aktor yang terlibat. Sebagai sebuah gagasan, kemitraan memiliki potensi dan tantangan dalam
berbagai konteks yang beragam.

Munculnya kemitraan dalam kelembagaan perencanaan diawali sekitar tahun 1990 di Benua Eropa.
Pada masa tersebut, terjadi fragmentasi dan diferensiasi bentuk urban government di negara-negara

1
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

Eropa. Hal ini dipicu oleh kebijakan desentralisasi yang di satu sisi memberikan kebebasan lebih
besar pada pemerintah daerah, namun di sisi lain harus menjalankan kontrol pengelolaan keuangan
yang lebih ketat sehingga mendorong terjadi permasalahan finansial. Reaksi pemerintah daerah
adalah dengan cara menggunakan sumber daya keuangannya secara lebih efisien dan bertindak
seperti halnya sektor privat. Perubahan ini juga dipicu oleh inisiatif gerakan dalam skala global yaitu
Konferensi Bumi di Rio de Jeneiro tahun 1992 serta Konferensi Habitat II Istanbul tahun 1996.
Semangat pada konferensi bumi di Rio de Jeneiro adalah semangat kemitraan global yang dipicu
oleh isu global terkait dengan penipisan sumberdaya alam, degradasi lingkungan dan perubahan
iklim. Kedua konferensi tersebut telah berhasil menyebarkan pendekatan kemitraan untuk menjawab
tantangan keberlanjutan dalam arti yang sangat luas (Elander, 2002).

Kemitraan dalam sudut pandang perkotaan terbagi ke dalam dua argument utama mengenai pluralis
dan elitis. Keduanya memperdebatkan gagasan bahwa kekuasaan merupakan permasalahan domansi
sosial dan kontrol. Kedua pendapat ini akhirnya ditentang dengan pandangan rezim perkotaan
seharusnya memikirkan kebutuhan untuk melihat kemungkinan dan keterbatasan dari kemitraan
dalam kelembagaan tata perkotaan. Kemitraan dapat digunakan sebagai instrument untuk mencapai
tujuan otoritas lokal untuk mengoptimalisasi pengaruh dalam pemanfaatan sumber daya dan
anggaran yang terbatas, namun dapat memperoleh hasil yang maksimal. Bank Dunia
meluncurkan kemitraan perkotaan yang bertujuan untuk menyediakan kerangka bahwa kota yang
sukses tidak boleh hanya satu dimensi, tetapi harus mencakup semua elemen kelayakan hidup,
produktivitas, daya saing, dan tata kelola. untuk pertumbuhan jangka panjang. Sedangkan kemitraan
dalam konteks Habitat II memiliki cakupan yang sangat luas, mencakup program dukungan
internasional serta program peningkatan kapasitas di tingkat nasional dan sub-nasional. Kerangka
ini menuntut desentralisasi tanggung jawab kepada otoritas lokal, melalui kerjasama dan kemitraan
dengan banyak pihak dan juga memastikan peran aktif serta partisipasi semua anggota masyarakat
dalam pengambilan kebijakan.

Kemitraan yang dilakukan oleh beberapa negara tentunya memiliki tujuan masing-masing yang
dimaksudkan untuk kebutuhan negaranya. Dalam memahami setiap praktik, perlu dilakukan studi
secara mendalam terhadap kelembagaan dan kebijakan politik yang telah dikeluarkan. Dalam kasus
kemitraan regenerasi di Inggris, institusi yang ada relatif tertutup dimana pemangku kepentingan
yang dominan berkolaborasi untuk mencapai definisi parsial dari kepentingan publik. Bailey, et al.
(1995) memberikan bukti absennya masyarakat umum pada partisipasi akibat pengaruh kepentingan
politik lokal. Partisapasi dalam konteks Inggris hanya menjadi jargon/ buzzword. Beberapa negara
seperti Spanyol dan Yunani memiliki motif tersendiri untuk bergabung dengan Uni Eropa (EU) yaitu
terbukanya akses terhadap dana regional. Antusiasme kemitraan dalam kebijakan regional UE harus
dilihat dalam kaitannya dengan fakta bahwa pengangguran, kemiskinan, dan permasalahan sosial
adalah fenomena yang tidak merata, terkonsentrasi di wilayah, komunitas, dan lingkungan tertentu.
Pendekatan yang digunakan melibatkan berbagai aktor, termasuk Uni Eropa, pemerintah nasional,
regional dan lokal, LSM, komunitas lokal, dan kelompok-kelompok yang dikecualikan seperti
imigran, pengangguran, dan kaum difabel. Pendekatan kemitraan dapat berkontribusi pada erosi
kedaulatan negara-bangsa, dan fragmentasi kebijakan sosial dan pemerintahan di Eropa (Leibfried
& Pierson 1995).

Pada akhirnya, kemitraan menjadi suatu bentuk yang umum di negara-negara benua Eropa. Hal ini
juga dipicu oleh urbanisasi masif yang merupakan dampak dari masa peperangan di awal abad 20.
Meningkatnya urbanisasi mendorong permintaan akses perpindahan transportasi masal yang
meningkat secara drastis. Ketidakstabilan politik dan ekonomi pemerintahan membuat pemerintah
kesulitan dalam mengatasi konsekuensi pasca peperangan tersebut. Hal ini mendorong strategi

2
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

kemitraan baik dengan kolektif masyarakat (dipengaruhi dari ideologi komunisme) dan berbagai
perusahaan untuk mengadakan kontrak kerjasama berkonsesi dalam membiayai pembangunan
infrastruktur publik, terutama di bidang transportasi. Ini merupakan salah satu inisiasi praktik konsep
Public Private Partnership (PPP) untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur publik yang telah
dilakukan pada abad 19-20.

PPP merupakan suatu konsep kerjasama antara pihak pemerintah dengan dengan pihak investor atau
swasta dalam mekanisme pembiayaan alternatif dalam pengadaan pelayanan publik untuk
mewujudkan pembangunan infrastruktur demi mensejahterakan masyarakat. PPP diikat dalam suatu
hubungan berbasis kontrak yang menentukan secara rinci mengenai tanggung jawab dan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh masing-masing mitra. Keterlibatan pihak swasta dalam proyek pemeinrtah
merupakan bentuk kemitraan dalam bentuk kontrak yang diinisiasi oleh pemerintah. Hal ini
diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam alokasi investasi serta meningkatkan kualitas
pelayanan.

Seiring dengan perkembangan industrialisasi dan globalisasi, gerakan liberasisasi dan privatisasi
terus berkembanga pada tahun 1980 hingga 1990. Dekade pertama pada tahun 2000 telah diadakan
berbagai konsolidasi untuk pelaksanaan program PPP di pasar Asia. Pada tahun 1992, United
Kingdom membentuk Private Finance Initiative (PFI) yang telah bertanggung jawab pada 14%
investasi publik ke proyek pembangunan infrastruktur. Proyek PPP pada umumnya didominasi oleh
pembangunan jalan yang menghubungkan akses ke negara-negara di Eropa.

Di indonesia PPP dikenal dengan istilah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
KPBU didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur yang bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, yang
sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko di antara para pihak. Kerjasama Pemerintah dengan swasta sebenarnya telah
dikenal sejak masa Orde Baru seperti pada jalan tol dan ketenagalistrikan, namun mulai
dikembangkan tahun 1998 pasca krisis moneter. Setelah didahului dengan beberapa peraturan
pendukung KPBU, maka untuk menyesuaikan PPP terkini dunia, Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur. Sejak Perpres ini diluncurkan kerjasama yang sebelumnya dikenal
dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) selanjutnya disebut KPBU.

Salah satu cerita sukses proyek KPBU yang telah terlaksana di Indonesia adalah pengadaan Sistem
Penyediaan Air Minum Umbulan di Provinsi Jawa Timur. Proyek ini dilatarbelakangi oleh
kewajiban pemerintah untuk menyediakan Air Minum bagi masyarakat. Keberadaan Proyek
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan tidak
terlepas dari adanya kebutuhan yang cukup tinggi terhadap sumber Air yang berkualitas bagi
masyarakat Jawa Timur, khususnya di wilayah Kabupaten dan Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo,
Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Mata air Umbulan yg terletak di Kota Pasuruan merupakan
salah satu sumber air yang berkualitas di dunia. Pemanfaatan mata air ini sudah dimulai sejak
Pemerintahan Hindia Belanda dan kembali dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun
1988. Pada tahun 2000, Proyek ini mulai disiapkan melalui skema KPS (KPBU) dan ditetapkan
menjadi showcase project KPS (KPBU) pada tahun 2010 dengan nama Proyek SPAM Umbulan.

KPBU sebagai bentuk kemitraan dalam praktik kelembagaan tata perkotaan di Indonesia menjadi
sebuah kasus yang menarik untuk dibahas secara mendalam. Saat ini proyek KPBU yang telah
dilakukan penandatangan kontrak kedua belah pihak dan memulai konstruksi masih minim.

3
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

Banyaknya proyek KPBU yang masih on hold menjadi suatu permasalahan agar praktik KPBU dapat
lebih dioptimalkan di Indonesia. Melalui makalah ini, penulis akan membahas mekanisme
pelaksanaan KPBU di SPAM Umbulan dan mengkomparasikannya dengan kasus lain serta teori dan
gagasan yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya.

II. KAJIAN LITERATUR


2.1 SEJARAH PPP
Awal mula Kerjasama yang dilakukan oleh sektor publik dan swasta dapat dilihat mulai dari masa
Kerajaan Roman 2 abad yang lalu di Benua Eropa. Suatu jaringan stasiun pos/paket mulai
dikembangkan untuk mengakomodasi ekspansi sistem transportasi di pasukan Roman. Stasiun pos
yang sebenarnya terdiri atas suatu komunitas kecil yang memiliki banyak kendang kuda, Gudang,
loka karya, penginapan, dan barak militer dibangun dan dikelola oleh mitra swasta dalam periode
antara 5 tahun. Kerjasama tersebut diatur dalam suatu kontrak bernama “manceps” yang diadakan
oleh otoritas lokal dalam suatu pelelangan. Hal ini juga dilakukan dalam pembangunan dan
pengelolaan pelabuhan dan dermaga.

Akan tetapi, prosedur ini lenyap bersamaan dengan runtuhnnya Kerajaan Roman dan muncul
kembali pada abad pertengahan untuk pembangunan kota benteng dan pengadaan lahan baru di
bagian Perancis Barat daya pada abad ke 12 hingga 13. Kontrak disepakati secara emfitetutik oleh
masyarakat yang menempati kota benteng sebagai syarat tinggal untuk ikut mengembangkan dan
membangun penguatan wilayah kota tersebut. Selain itu, praktik konsesi ini menjadi suatu bentuk
monopoli terhadap kegiatan masyarakat seperti penarikan tarif jembatan dan jalan, atau
pembayaran Sebagian penghasilan kepada otoritas untuk membiayai infrastruktur baru yang akan
dibangun di kota tersebut.

Selama abad 16 dan 17, Prancis mulai melakukan ekspansi program konsesi pekerjaan publik di
sektor kanal, perkerasan jalan, pengumpulan sampah, penerangan jalan, sistem pengiriman surat,
dan transportasi umum. Industrialisasi akhirnya berkembang dan pada abad ke 19, Eropa
mengalami urbanisasi secara masif sehingga mengakibatkan ekspansi dalam pembangunan
jaringan transportasi, SPAM, drainase, dan energi. Ekspansi ini Sebagian besar mendapatkan
bantuan dari pengusaha swasta, yang akhirnya menjadi awal dari abad konsesi di Eropa.
Pembangunan rel kereta dibangun dalam ikatan konsesi di Sebagian besar negara Eropa. Di utara
dan selatan, ideologi liberal yang diinisiasi dalam revolusi Perancis memainkan peran besar dalam
pengambilan keputusan secara sistematis dalam perjanjian konsesi. Memang pada masa tersebut
dapat dikatakan bahwa salah satu abad dimana struktur administrasi di beberapa bidang masih
memiliki banyak kelemahan dalam praktiknya.

Perang Eropa pada abad ke 20 memutarbalikkan tren yang telah terjadi. Peran pemerintah telah
meningkat selama masa peperangan, baik dalam persiapan maupun usaha antisipasi konsekuensi
dampak pasca perang. Disrupsi negara terhadap ekonomi dan kontrak jangka Panjang dirasakan
dengan kuat di seluruh negara Eropa, yang mengakibatkan banyak proyek kemitraan mengalami
kegagalan. Inflasi pada tahun 1914 akhirnya memberikan dampak besar terhadap kontrak yang
dilaksanakan pada masa depresi di tahun 1929.

Sebagai dampak dari guncangan ekonomi dan penundaan pembangunan berbasis kontrak konsesi
pada masa peperangan, banyak pembangunan kemitraan yang dibatalkan dan dihapus dari
perencanaan. Kondisi ini melahirkan gagasan untuk melahirkan perusahaan milik pemerintah
untuk menghindari kegagalan finansial yang berpotensi terjadi pada kontrak konsesi berjangka
panjang. Gerakan ini tumbuh di negara-negara Eropa pada masa pasca peperangan yang sekaligus
meningkatkan lingkup sektor pelayanan publik secara signifikan. Ditambah lagi melalui pengaruh

4
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

ideologi komunis, kolektivisme dianggap sebagai suatu metode pembiayaan yang layak dan dapat
menjadi suatu alternatif dalam prinsip pasar bebas.

Setelah Perang Dunia I berakhir, infrastruktur public baru mayoritas didesain, dibangun, dan
dibiayai dari anggaran public hingga tahun 1982 dimana pembiayaan swasta mulai berkurang pada
negara transisi dan berkembang. Namun, proyek pembangunan jalan tol di Prancis dan Spanyol
pada tahun 1960 masih dibiayai oleh pihak swasta yang berasal dari kontraktor dan perbankan.
Akan tetapi, krisis minyak pada tahun 1970 mengakibatkan kesulitan finansial bagi banyak
perusahaan yang telah mengadakan perjanjian konsesi. Terdapat 5 dari 12 perusahaan Spanyol dan
3 dari 4 perusahaan Peracis yang terpaksa untuk membatalkan konsesi tersebut.

Di Amerika, PPP memiliki peran yang lebih minor dalam pengembangan infrastruktur transportasi.
Meskipun investor swasta telah turut berpartisipasi dalam pembangunan kanal dan jalur rel yang
telah mengubah sistem transportasi negara pada abad ke 19, jalan tol modern yang dibangun pada
tahun 1930 hingga 1940 dibangun oleh perusahaan milik pemerintah pusat maupun lokal. Tarif
jalan menjadi lebih sering digunakan oleh negara-negara bagian timur, sedangkan negara barat
lebih memililh untuk menggunakan pendapatan pajak dari bahan bakar untuk membiayai
konstruksi dan pengelolaan jalan tol. Pada tahun 1950, pengadaan dana wali untuk jalan tol yang
bersumber dari pajak bahan bakar nasional menjadi skema pembiayaan yang digunakan dalam
konstruksi jalan tol antar kota di Amerika.

Berbagai metode dan gerakan telah diinisiasi untuk maksud liberalisasi dan privatisasi kegiatan
pembangunan infrastrkutr dari tahun 1980 hingga 1990. Dekade pertama pada tahun 2000 telah
melihat suatu bentuk konsolidasi dari suatu program PPP modern, yang dibangun untuk
menyesuaikan dengan kondisi pasar baru terutama di Benua Asia. Beberapa negara berkembang
telah mulai berpartisipasi dalam praktik PPP. Negara-negara yang menguasai pasar seperti Brazil,
Chile, China, Hungaria, dan India telah melakukan Langkah lebih lanjut dengan memperkenalkan
sektor privat dalam pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dibandingkan negara industri
lainnya. Secara bersamaan, inisiatif ini bertujuan untuk mengambil fungsi manajemen dan
pengelolaan yang dimiliki badan usaha swasta untuk dapat diimplementasi dalam pengadaan
pelayanan publik di Benua Afrika, Asia, hingga Latin Amerika.

Di Indonesia, pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mulai serius untuk menerapkan konsep
Public Private Partnership (PPP) atau dulu yang biasa disebut dengan Kerjasama Pemerintah
Swasta (KPS). Diawali dengan penyelenggaraan Indonesia Infrastructure Summit I pada
pertengahan Januari 2005. Pada saat itu, terdapat 91 proyek pemerintah yang ditawarkan
pemerintah kepada investor untuk dijadikan proyek PPP. Namum pada kenyataannya penerapan
PPP tersebut, masih banyak kendala dalam pelaksanaannya salah satu contoh adalah pengadaan
tanah

Kebutuhan akan akses infrastruktur terus meningkat sehingga memerluka investasi yang besar.
Untuk tahun 2010-2014 kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia adalah senilai Rp. 1.429
triliun rupiah.Sedangkan kapasitas pembiayaan yang mampu ditanggung oleh pemerintah adalah
sebesar Rp451 triliun atau sama dengan 31% dari total pembiayaan. Sedangkan kesenjangan
kebutuhan pembiayaan adalah sebesar Rp. 978 triliun, dimana hal tersebut harus ditutupi dengan
sumber pembiayaan lain Pemerintah selalu berupaya menyediakan barang dan pelayanan yang
baik untuk warganya terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur
merupakan tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya karena infrastruktur tidak hanya
dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods, oleh karena itu, pemerintah

5
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

memiliki kepentingan untuk membangun infrastruktur yang penting bagi masyarakat.


Pembangunan infrastruktur sendiri dapat dilakukan dengan berbagai pola antara lain:

a. Proyek Pemerintah Pusat/Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD. Pembangunannya


dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/swasta. Sumber dananya bisa melalui:
b. Rupiah murni, atau
c. Pinjaman/hibah luar negeri (lembaga multilateral/ bilateral/kredit ekspor), biasanya disertai
dengan rupiah pendamping
d. Proyek BUMN/BUMD, yang dibiayai oleh anggaran perusahaan sesuai dengan RKAP yang
disetujui oleh Meneg BUMN/Pemda
e. Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (Konsesi), yang dibiayai oleh modal investor swasta,
pinjaman perbankan/pasar modal domestik dan luar negeri. Peran Pemerintah hanya
memberikan dukungan untuk proyek yang kurang menarik minat swasta, tetapi mempunyai
kelayakan ekonomi yang tinggi

Munculnya kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan swasta dalam pembangunan


infrastruktur memunculkan banyaknya kerjasama antara pemerintah dengan swasta, muculnya
kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan swasta seperti : Design dan Bangun (DB);
Desain Bangun dan Operasikan (DBO); Bangun, Operasikan dan Transfer (BOT); Bangun, Sewa
dan Transfer (BLT); Merancang, Bangun, Keuangan dan Operasikan / Pertahankan (DBFO / M);
Membangun, Memiliki dan Mengoperasikan (BOO); dan Beli, Bangun dan Operasikan (BBO).

Untuk pembangunan infrastruktur model kerjasama yang sering digunakan adalah model Build
Operate Transfer (BOT). Kerjasama dengan menggunakan model BOT merupakan model
kontrak kerjasama yang melibatkan dua pihak yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. Dimana
pada umumnya penngguna jasa adalah sektor public, sedang untuk penyediaan jasa adalah sektor
swasta. Case studies on Build Operate Transfer, Netherlans menjelaskan bahwa Build Operate
Transfer (BOT) merupakan salah satu model kontrak perjanjian yang digunakan pemerintah
untuk pengalihan proyek pemerintahan ke sektor private dengan jangka waktu tertentu. Dimana
sektor private dapat mendesain, membangun dan mengoprasikan fasilitas yang telah dibangun
tersebut, dan setelah masa konsesi habis segala fasilitas yang telah dibangun tersebut akan
dialihkan atau di transferkan kepada pemerintah.

Proyek infrastruktur dengan menggunakan model BOT ini dianggap paling efektif. Karena
dengan minimnya dana yang dimiliki pemerintah, pelaksanaan pembangunan tetap berjalan
dengan bantuan investor yaitu pihak swasta tanpa kehilangan aset daerah. Pasalnya aset daerah
yang digunakan investor untuk membangun infrastruktur nantiya akan kembali lagi kepada
pemerintah. Peraturan kerjasama atau kemitraan di Indonesia sendiri diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan, yang menjelaskan bahwa keitraan
merupakan kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menegah dan atau dengan usaha
besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menegah dan atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat saling menguntungkan .

Kerjasama dengan menggunakan model BOT juga telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah Nomer 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah, yang
menjelaskan bahwa BOT atau Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Negara atau daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sara berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang disepakati, untuk
selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana fasilitas setelah berakhir
jangka waktu . Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah

6
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur menyebutkan bahwa aturan main yang fair
bagi para pihak yang terlibat kerjasama dalam membagi hak dan kewajibannya secara
proposional akan mendukung iklim berbisnis yang kondusif.

Pengguna jasa sektor public memberikan kewenangan kepada penyedia jasa atau sektor swasta
untuk mendesain, membangun infarstruktur dan mengprasikanya selama waktu tertentu dan
penyedia jasa akan menyerahkan kepada pengguna jasa bila waktu kontraknya sudah habis. Oleh
sebab itu BOT dapat dimaknai sebagai model kontrak kerjasama untuk mengembangkan proyek-
proyek infrastrutur yang meliputi sarana dan prasarana yang berfungsi untuk kepentingan
mayarakat dengan menggunakan perencanan dan pendanaan dari swasta.

Akan tetapi pada kenyataan dalam pelaksanaan dengan menggunakan kontrak tidak semudah
yang ada dalam paparan. Seringkali permasalahan-permasalah muncul pada perjanjian kerjasama
yang menggunakan model BOT .maka dari itu perlu adanya perlu perencanaan yang matang agar
proyek tersebut dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan keuntungan kepada masing-
masing pihak. Prediksi untuk kemungkinan adanya kendala-kendala maupun kerugian harus
dipersiapkan dengan strategi khusus.

2.2 PPP DALAM KEBIJAKAN NEGARA


Langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengimplementasikan PPP ialah dengan
menyusun kebijakan mengenai PPP. Kebijakan PPP digunakan untuk berbagai keperluan di
berbagai negara, salah satunya dengan mendefinisikannya sebagai referensi pedoman untuk
menginterpretasikan maksud pemerintah dalam menyatakan PPP sebagai suatu aksi dalam
pengadaan pelayanan publik. Kebijakan yang dimaksud akan mengandung:

• Tujuan PPP – Mengapa pemerintah memerlukan program PPP?


• Lingkup Program PPP – Tipe proyek apa saja yang akan termasuk dalam lingkup PPP?
• Prinsip Implementasi dan Pengaturan Kelembagaan – Bagaimana proyek PPP akan
diimplementasikan? Hal ini untuk memastikan program akan mencapai tujuan yang telah
ditentukan

Banyak pemerintahan yang menggunakan dokumen kebijakan PPP untuk mengkomunikasikan


maksud implementasi PPP kepada pegawai negeri, masyarakat umum, dan calon investor.
Kebijakan PPP juga akan mendeskripsikan bagaimana PPP akan dipraktikkan.

Laporan OECD mengenai investasi pada pembangunan infrastruktur di tahun 2015 menyatakan
pentingnya stabilitas posisi pemerintahan dalam partisipasi swasta. Kebijakan tersebut akan
bermanfaat dalam penyusunan kerangka investasi infrastruktur yang lebih komprehensif di masa
depan. Di bawah ini merupakan beberapa kebijakan yang telah disusun oleh beberapa pemerintah
negara-negara yang tergabung dalam OECD.

• AU. 2016b. National Public Private Partnership – Policy Framework. Canberra:


Commonwealth of Australia
• ID. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005. Jakarta:
President of the Republic of Indonesia.
• SP. 2004a. Lei No. 11.688 de 19 de maio de 2004. São Paulo: Governo do Estado de São
Paulo.
• MX. 2012. Ley de Asociaciones Público Privadas. Mexico City: Gobierno de México,
Cámara de Diputados.

7
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

• BR. 2004. Lei No. 11.079 de 30 de dezembro de 2004. Brasília: Presidência da República,
Casa Civil
• CL. 2010b. Ley y Reglamento de Concesiones de Obras Públicas: Decreto Supremo MOP
Nº 900. Santiago: Gobierno de Chile, Ministerio de Obras Públicas
• CO. 2012a. Ley 1508 de 10 de enero de 2012. Bogotá: Congreso de Colombia.
• SG. 2012. Public Private Partnership Handbook. Version 2. Singapore: Government of
Singapore, Ministry of Finance.
• PE. 2014. Ley No. 30167: Ley que Modifica el Decreto Legislativo 1012. Lima: Presidente
de la Republica del Peru.
• KAR. 2015. Proceedings of the Government of Karnataka: Amendments to the
Karnataka Infrastructure Policy 2007. Bengaluru, India: Government of Karnataka.
• SN. 2015. Loi Relative aux Contrats de Partenariat (PPP) et Decret d'Application. Loi
2014-09 du 20/02/2014 et Décret 2015-386 du 20/03/2015. Dakar: Gouvernement du
Sénégal.

Kerangka kerja hukum PPP tidak hanya mengandung dokumen regulasi yang spesifik membahas
PPP, melainkan seluruh dokumen legal yang bersinggungan dalam proses pengambilan keputusan
dan implementasi PPP. Dalam negara hukum, kontrak PPP berada dalam naungan hukum
administrasi, yang meliputi fungsi dan proses pengambilan keputusan dari organisasi pemerintah.
Dokumen hukum tersebut dapat memberikan hak legal dan obligasi kepada pihak pemerintah dan
privat sesuai dengan apa yang telah dinyatakan di dalam kontrak. Perlindungan kepada operator
juga telah diatur ke dalam hukum, seperti kewajiban untuk mempertahakan stabilitas finansial
apabila terjadi suatu kondisi tertentu yang telah dispesifikasikan ke dalam dokumen kontrak.
Hukum administrasi juga akan mendefinisikan proses dan peran institusi yang relevan terhadap
pelaksanaan PPP. Dalam juridiksi hukum umum dan sipil, terdapat pula regulasi spesifik yang
mengatur proses PPP secara khusus,

Beberapa negara telah merumuskan beberapa peraturan mengenai PPP yang dimaksudkan apabila
kebijakan hukum yang telah dirumuskan masih dirasa belum menjelaskan aturan secara rinci.
Peraturan khusus PPP dapat meningkatkan profil serta mendemonstrasikan komitmen politik
terhadap program PPP. Peraturan dapat membangun prinsip untuk program, proses, dan tanggung
jawab institutsi (seleksi proyek, pelelangan, dan penyelesaian konflik), dan peraturan manajemen
finansial mengenai PPP. Peraturan khusus yang didesain dengan baik akan memberikan prinsip-
prinsip yang akan dibantu oleh regulasi lain yang lebih detail. Hal ini agar pelaksanaan PPP lebih
kuat secara politis dan dapat beradaptasi dengan perkembangan waktu.

Di Indonesia, saat ini terdapat tiga regulasi yang secara khusus mengatur mengenai pelaksanaan
PPP pada pembangunan infrastruktur menggunakan skema pembiayaan KPBU. Regulasi tersebut
telah disahkan dan menjadi dasar hukum yang berlaku dalam setiap pelaksanaan proyek KPBU di
Indonesia.

1. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
2. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 2 Tahun
2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
3. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 29 Tahun
2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Penyediaan

8
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

Infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atas Prakarsa


Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.

2.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM


Di dalam UU No. 7 tahun 2004 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air
yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air
yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
bantuan dibawah permukaan tanah.

Pemanfaatan air untuk keperluan sehari-hari telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 32
tahun 2017 yang menjelaskan mengenai Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat
berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut
digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk
keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain itu Air untuk keperluan higienis
dan sanitasi dapat digunakan sebagai air baku dan air minum

Permintaan air minum adalah volume dari air yang dibutuhkan untuk mensuplai pelanggan dalam
satu periode waktu tertentu. Volume yang dimaksud termasuk untuk kebutuhan rumah tangga,
industri, komersial, fasilitas publik, dan potensi water loss. Dalam perencanaan infrastruktur ke
depan, perlu untuk dilakukan peramalan permintaan air minum agar didapatkan penyediaan yang
akurat berdasarkan kebutuhan masyarakat di masa mendatang. (Billing and Jones, 2008)

Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM adalah serangkaian kegiatan dalam
melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sarana dan prasarana yang mengikuti proses dasar
manajemen untuk penyediaan Air Minum kepada masyarakat. Apabila dibutuhkan, SPAM akan
dikembangkan berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana SPAM dalam rangka memenuhi
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas Air Minum yang meliputi pembangunan baru,
peningkatan, dan perluasan. Penyelenggaraan SPAM telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR
No. 27 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum.

SPAM secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu komponen dalam sistem
penyediaan air bersih serta bentuk dan teknik dari sistem penyediaan air bersih. Komponen dalam
sistem penyediaan air bersih dapat dibagi menjadi tiga komponen utama.
Komposisi dari suatu sistem penyediaan air bersih dapat terdiri dari sebagian atau
keseluruhan dari ketiga komponen tersebut. Tiga komponen utama tersebut ialah:

a. Sistem Sumber
Sumber dapat terdiri dari sumber dan sistem pengambilan / pengumpulan (collection works)
saja ataupun dapat pula dilengkapi dengan suatu sistem pengolahan air (purification /
treatment works). Sumber-sumber yang dapat digunakan yaitu air permukaan, air tanah, air
laut, dan air hujan
b. Sistem Transmisi
Dimulai dari sistem pengumpulan sampai bangunan pengolahan air bersih atau dimulai dari
bangunan pengolahan air bersih sampai reservoir (tempat penampungan). Cara
pengangkutannya bisa dengan cara gravitasi atau pemompaan dan kapasitas yang akan
diangkut
c. Sistem Distribusi
Merupakan sistem penyaluran air bersih dari reservoir sampai ke daerah-daerah pelayanannya

9
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

III. PEMBAHASAN
3.1 GAMBARAN UMUM STUDI KASUS\
Keberadaan Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan tidak terlepas dari adanya
kebutuhan yang cukup tinggi terhadap sumber Air yang berkualitas bagi masyarakat Jawa Timur,
khususnya di wilayah Kabupaten dan Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya dan
Kabupaten Gresik. Di sisi lain, terdapat sumber Air yang berkualitas yang sangat layak untuk dijadikan
sumber Air Minum yang memenuhi kriteria Air Minum yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan,
dengan Debit Air yang melimpah, yang mencapai 5.000 liter/ detik.

Gambar 1 Peta Transmisi Pipa SPAM Umbulan


Sumber: Pemprov Jatim, 2015

Dengan Kualitas Air yang sangat baik, Mata Air Umbulan direncanakan dapat dimanfaatkan sebanyak
± 4.000 liter/ detik dan mampu menyediakan Air Minum berkualitas kepada lebih dari 1,3 Juta Jiwa
Penduduk (260 ribu sambungan air minum) di lima wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, yaitu:
Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Untuk
pemanfaatan tersebut diperlukan pembangunan Sistem Produksi di lokasi Mata Air Umbulan, Sistem
Jaringan Pipa Transmisi sepanjang kurang lebih 97 km dan Sistem Offtake sebanyak 16 titik, yang
terbentang dari mata air Umbulan di wilayah Kabupaten Pasuruan sampai wilayah Kabupaten Gresik
dan melintasi Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. Jika semua kondisi ini terpenuhi
dan masing-masing PDAM di wilayah penerima mampu mendistribusikan secara baik, maka
masyarakat di wilayah tersebut yang dilayani oleh Proyek SPAM Umbulan dapat menikmati Air Minum
dengan kualitas yang baik dan dapat mengalir terus-menerus selama 24 jam.

Tabel 1 Ikhtisar Proyek SPAM Umbulan

Status Proyek • Proyek Pemerintah dengan menggunakan Pola Kerjasama


Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU/PPP)
• Pemerintah menetapkan sebagai Proyek Showcase Nasional

10
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

Lokasi Desa Umbulan, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan


PJPK Gubernur Provinsi Jawa Timur
Debit Air yang tersedia ± 5.000 liter/detik
Kualitas Air Umbulan Sangat layak untuk air minum berdasarkan persyaratan dari
Kementerian Kesahatan
Pemanfaatan yang Sudah • 173 liter/detik oleh PDAM Kota Pasuruan
Ada • 100 liter/detik oleh PDAM Kota Surabaya
• Sebagian untuk irigasi dan penetasan ikan
• Sisanya terbuang ke laut melalui Sungai Rejoso
Rencana Pemanfaatan Untuk menyediakan air mium bagi masyarakat di Kabupaten
Pasuruan, Kota Pasuruan, Kaupaten SIdoarjo, Kota Surabaya, dan
Kabupaten Gresik
Rencana Debit Air 4.000 liter/detik
Target Pelayanan ± 1,3 juta jiwa (± 260 ribu sambungan)
Sistem yang Akan Dibangun Sistem Produksi di Mata Air Umbulan, Sistem Transmisi ± 97km
dan Sistem Offtake ke PDAM yang terdiri dari 16 Offtake di
Masing-masing wilayah ke lima Pemkab/Pemkot
Biaya Pembangunan SPAM ± Rp2 Triliun
Sumber Pembiayaan Swasta dan Dukungan Kelayakan Proyek (VGF) dari Kementerian
Keuangan Republik Indonesia
Masa Konsesi 25 tahun, setelah itu seluruh aset proyek KPS-SPAM Umbulan
diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Sumber: Pemprov Jatim, 2015

3.2 KPBU DALAM SPAM UMBULAN


Proyek Air Minum Umbulan direncanakan pada tahun 1986-1987 sebagai Proyek Pemerintah senilai ±
USD 120 Juta dengan pembiayaan dari Soft-Loan OECF Jepang oleh Departemen PU, namun
dibatalkan karena adanya perubahan skema pelaksanaan melalui keterlibatan swasta. Pelelangan proyek
Umbulan melalui keterlibatan swasta dengan menetapkan PT. Bimantara Siti Wisesa (BSW) sebagai
pemenang lelang, namun mengundurkan diri karena belum ada kesiapan pembangunan jaringan
distribusi di PDAM Kabupaten/Kota terkait pada tahun 1988-1990. PT. Bromo Consortium (BC)
sebagai pemenang kedua ditunjuk menggantikan PT. BSW, namun gagal karena adanya perbedaan tarif.
PT BC juga gagal mendapatkan Autonomus- Trade-Preference-Grant (ATP Grant) dari Inggris untuk
menurunkan tarif air curah yang diberikan hanya untuk negara persemakmuran pada tahun 1991-1995.
PT. Mandala Citra Umbulan (MCU) sebagai pemrakarsa mengajukan permohonan sebagai pelaksana
proyek Umbulan kepada Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) melalui mekanisme Instruksi Menteri
Dalam Negeri nomor 21 tahun 1996. Namun gagal karena tidak dapat menyediakan pembiayaan sampai
batas waktu Financial Close yang telah disepakati pada tahun 1997-1999.

Bappenas dan Departmen PU melakukan kajian skema pengadaan Proyek Umbulan, baik melalui
sistem Proyek Pemerintah, Swasta Penuh dan Kerjasama Pemerintah Swasta pada tahun 2000 - 2010.
Proyek Umbulan ditetapkan dengan sistem Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) berdasarkan Perpres
No,67 tahun 2005. Penyiapan Proyek Umbulan dilaksanakan oleh Indonesia Infrastruktur Initiative
(INDII) yang ditugaskan oleh Bappenas. Adapun dokumen yang telah disiapkan adalah Dokumen
Business Case, Draft Dokumen Kualifikasi, Draft Dokumen Lelang awal. Panitia lelang dibentuk pada
tahun 2011. Pemprov jatim melaksanakan Prakualifikasi badan usaha berdasarkan Perpres 67/2005 dan
menghasilkan 5 konsorsium yang lulus prakualifikasi:

11
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

1. Konsorsium Marubeni Corp., Nippon Koei Co. Ltd., Pt. Perkom Indah Murni;
2. Konsorsium China Harbour Eng. Co. Ltd., Sound Global Ltd., dan PT. Manggala Purnama Sakti;
3. Konsorsium Kukdong Eng. & Const. Co. Ltd., PT Brantas Abipraya, PT. Grundfos Pompa, PT.
Pralon;
4. Konsorsium PT. Amerta Bumi Capital, PT. Bakrieland Development Tbk., Beijing Enterprise
Water Group;
5. Konsorsium PT. Medco dan PT Bangun Cipta Kontraktor

Pemprov Jawa Timur melaksanakan kelanjutan proses lelang dengan menerbitkan dokumen lelang awal
pada bulan Februari 2012, dan 2 kali adendum dokumen lelang pada tahun 2012 dan 2013. Pemerintah
Provinsi Jawa Timur selanjutnya melaksanakan beberapa kali konsultasi dengan tiap konsorsium.
Namun proses lelang tidak dapat dilanjutkan karena menunggu persetujuan dukungan kelayakan VGF
terlebih dahulu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012, Dukungan Kelayakan Proyek atau
disebut Viability Gap Fund (VGF) merupakan kontribusi fiskal dari Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
akan diberikan dalam bentuk tunai (melalui Kementerian PU sebagai Kuasa Pengguna Anggaran)
terhadap Proyek KPBU SPAM Umbulan. Dukungan kelayakan Proyek ini tidak boleh mendominasi
total biaya pembangunan proyek KPBU SPAM Umbulan.

Dukungan Pemerintah Pusat juga diwujudkan melalui Bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum
yang turut memberikan bantuan berupa hibah kepada PDAM untuk membangun jaringan pipa kepada
masyarakat berpenghasilan rendah, dan memberikan bantuan teknis dan manajemen kepada PDAM
agar PDAM dapat menyerap air Umbulan dan menyalurkannya secara efektif kepada masyarakat.
Dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur beserta PDAB dalam Proyek KPS SPAM Umbulan
diwujudkan dalam bentuk pengadaan tanah, bantuan perijinan, pemantauan dan pengelolaan dampak
lingkungan dan dukungan lainnya untuk kelancaran pelaksanaan Proyek. Dukungan Pemerintah
Kabupaten/Kota beserta PDAM-PDAM dalam Proyek KPS SPAM Umbulan diwujudkan dalam bentuk
penyediaan jaringan distribusi, pelayanan air minum kepada masyarakat

Tabel 2 Skema Peran Pemerintah dan Swasta dalam proyek KPBU SPAM Umbulan

Pemangku Kepentingan
Peran dan Tanggung Jawab
Terlibat
Swasta • Merancang dan membangun (Design and Build) SPAM
Umbulan
• Membiayai (Finance) seluruh kegiatan
• Mengelola (Operate) seluruh sistem sepanjang masa Kerjasama
(25 tahun)
• Mengembalikan (Transfer) seluruh sistem setelah berakhirnya
masa Kerjasama
Pemerintah Pusat Kementerian Keuangan
• Menyediakan fasilitasi penyiapan proyek melalui PT SMI
• Memberikan Dukungan Kelayakan Proyek
• Menyediakan Penjaminan Infrastruktur melalui PT PII
Kementerian PU

12
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

• Bantuan pembangunan jaringan distribusi untuk Masyarakat


Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayah Kab/Kota terkait
• Bantuan SPAM IKK untuk Kabupaten Pasuruan
• Bantuan sistem pembangunan suplesi air baku
Pemerintah Provinsi Jatim • Memberikan ijin konsesi kepada swasta
• Menugaskan PDAM untuk menjalankan operasional
pendistribusian air curah kepada masing-masing PDAM dan
manajemen pembayaran tarif air curah
• Memberikan dukungan kepada proyek
• Melakukan pemantauan dan pengelolaan dampak lingkungan
proyek KPBU SPAM Umbulan
Pemkab/Kota dan PDAM • Menyepakati volume pasokan di wilayahnya masing-masing,
tarif air curah, serta formula penyesuaian tarif
• Menugaskan dan mendukung PDAM untuk menglola air curah
Umbulan kepada masyarakat
• Mendukung PDAM membangun sistem distribusi air minum
Sumber: Pemprov Jatim, 2015

Pada akhirnya, proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan senilai Rp 840 miliar akhirnya
dibiayai melalui sindikasi. Dalam Sindikasi ini, PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menjadi
mandated lead arranger dan bookrunner (MLAB) dengan pembiayaan Rp 550 miliar. Pemerintah pusat
memberikan dukungannya terhadap proyek yang menelan investasi Rp 2,3 triliun ini melalui dukungan
kelayakan proyek (Viability Gap Fund/VGF) Rp 818 miliar, dan juga memperoleh penjaminan dari PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Gambar 2 Struktur Proyek KPBU SPAM Umbulan


Sumber: PPP Book 2021

13
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

Sebagai salah satu proyek KPBU yang dinyatakan menjadi kisah sukses pada pembangunan
infrastruktur di Indonesia, Proyek SPAM Umbulan membutuhkan jangka waktu yang sangat lama
dalam proses penyiapannya. Sejak diinisasi pada tahun 2011, berbagai tahapan persiapan dari studi
kelayakan, uji kelayakan VGF, procurement, dsb. baru dapat diselesaikan pada tahun 2016. Konstruksi
dilakukan pada tahun 2017 dan pada tahun 2021 telah dinyatakan resmi beroperasi untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Pasuruan, dan Kota Pasuruan. Dengan masa konsesi 25 tahun, maka aset akan dikembalikan kepada
Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2042.

3.3 KPBU PADA KEMITRAAN DAN KELEMBAGAAN


Sejak pertama kali diimplementasikan pada era Kerajaan Roman, kemitraan dalam konteks
pembangunan infrastruktur pelayanan public selalu menyisakan permasalahan yang berkaitan dengan
akuntabilitas. Kemitraan yang dibangun untuk memberikan jembatan Kerjasama antara masyarakat dan
pemerintah dalam pembangunan hanya salah satu opsi dari aplikasi pendekatan bottom up dan top down
secara seimbang. Adanya kepentingan politis, sosial, dan ekonomi yang dibawa oleh masing-masing
pihak juga menjadi sebuah tantangan dalam aplikasi kemitraan baik di era sebelum industrialisasi
maupun setelahnya. Pada dasarnya ada beberapa hal penting yang menjadi poin utama yang perlu
diwaspadai dalam penerapan kemitraan dalam kelembagaan pembangunan, yaitu (Elander, 2002):

1. Kemitraan sebagai salah satu bentuk kelembagaan tidak akan menggantikan pemerintah, bahkan
harus menjadi bagian dalam politik demokrasi perwakilan
2. Kemitraan tidak seharusnya membangun tembok yang mengucilkan masyarakat marjinal yang
terpinggirkan dari sistem komunitas masyarakat
3. Kemitraan trans-nasional merupakan instrumen penting untuk melengkapi struktur politik
tradisional.

Praktik KPBU yang telah diimplementasikan dalam pembangunan proyek SPAM Umbulan merupakan
salah satu bentuk kemitraan yang diaplikasikan dalam pembangunan modern. Pembukaan peluang
kerjasama dengan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur tentunya memiliki tujuan dalam
membuka peluang investasi publik sekaligus membantu pengadaan infrastruktur publik untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Tantangan dalam melihat akuntabilitas dan mengantisipasi conflict of interest
yang telah menjadi tantangan kemitraan telah dijawab dalam aplikasi KPBU ini. Adanya uji kelayakan
dan proses procurement yang berlapis-lapis merupakan salah satu bentuk upaya dalam melihat
akuntabilitas mitra yang akan dikerjasamakan. PT PII sebagai pihak ketiga dalam perjanjian kontrak
berfungsi sebagai penjamin perjanjian yang dinyatakan oleh kedua belah pihak dalam memenuhi
kewajibannya dan memanfaatkan sebaik mungkin hak yang diberikan dalam proses kerjasama.
Pembentukan Special Purpose Company (SPC) yang dibentuk khusus untuk melaksanakan tanggung
jawab dalam pembangunan dan operasional proyek merupakan bentuk upaya dalam menghindari
potensi-potensi ketidakstabilan ekonomi dan finansial dari kedua belah pihak dapat mengganggu
jalannya proyek yang dilakukan. Secara garis besar, KPBU merupakan suatu praktik kemitraan yang
telah mengakomodir berbagai permasalahan yang seringkali ditemui dalam kemitraan kelembagaan
pemerintah kepada masyarakat.

Meskipun telah terdapat beberapa upaya dalam memenuhi tantangan akuntabilitas, KPBU tetap
memiliki berbagai kekurangan dalam praktiknya. Seperti yang telah disebutkan, banyaknya proses yang
perlu dilalui serta institusi yang belum matang dalam melaksanakan praktik KPBU menyebabkan
lamanya proses penyiapan dan transaksi yang harus dilalui. Hal ini lebih mengarah pada permasalahan
manajemen, akan tetapi melihat proyek Kerjasama ini berkaitan dengan pengadaan infrastruktur, maka

14
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

kecepatan pemerintah untuk segera mengantisipasi kebutuhan masyarakat perlu menjadi catatan yang
harus dipertimbangkan.

Proyek SPAM Umbulan yang menunjuk Gubernur Provinsi Jatim sebagai PJPK juga menimbulkan
permasalahan konflik antara pusat dan daerah Konflik antara Pusat dan Daerah yang berwujud tarik
menarik kepentingan dalam pembangunan dan pengelolaan SPAM Umbulan terjadi karena muatan
politik dari kedua belah pihak, porsi kekuasaan dan besaran penanaman modal yang berbeda, serta
partisipasi masyarakat yang sangat minim dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Pemerintah Pusat
mendesak Bupati Pasuruan untuk segera memberikan persetujuan pembangunan proyek SPAM
Umbulan dengan dasar hukum Peraturan Presiden 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional, sehingga dalam kasus ini pemanfaatan sumber air minum yang berada di Kabupaten
Pasuruan bersifat instruktif dan tidak ada keleluasaan bagi Pemerintah Kabupaten Pasuruan untuk
menggunakan otoritasnya terhadap sumber daya alam yang ada di wilayahnya, dengan kata lain hanya
sebagai agen pelaksana kebijakan.

Pengelolaan SPAM Umbulan oleh Pemerintah Pusat diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa
Timur yang pada mulanya dalam proyek ini hanya berwenang untuk menyediakan lahan. Pemerintah
Pusat dalam proyek ini bukan hanya menginstruksikan pelaksanaannya, namun juga menentukan
nominal bagi hasil yang diterima masing-masing institusi. Tindakan tersebut melemahkan otoritas
Pemerintah Daerah, terlebih Kabupaten dan Kota Pasuruan sebagai pemilik sumber air minum harus
menerima bagi hasil dengan nominal terendah dibandingkan dengan Pusat, Pemprov Jatim, swasta, dan
ketiga daerah penerima manfaat lainnya. Lemahnya otoritas Pemerintah Kabupaten dan Kota Pasuruan
dalam penentuan bagi hasil juga dipengaruhi besaran investasi atau modal yang ditanamkan untuk
pembangunan dan pengelolaan proyek SPAM Umbulan.

Penolakan pelaksanaan proyek SPAM Umbulan oleh masyarakat Kabupaten Pasuruan juga disebabkan
karena aspirasi masyarakat yang tidak diperhatikan dengan baik. Dengan tidak adanya izin AMDAL
dalam pelaksanaan proyek ini maka proyek ini terkesan bukan untuk kebaikan masyarakat. Dengan
adanya proyek ini, masyarakat Kabupaten Pasuruan menjadi penerima kerugian terbesar. Wilayah di
sekitar pembangunan proyek menjadi rusak, sumber air minum yang terus menerus diambil dapat habis
dan akan sangat melumpuhkan produktivitas pertanian juga perikanan tambak.

Proyek SPAM memang proyek yang cukup rumit mempertimbangkan banyaknya institusi yang terlibat
dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan prosesnya. Pelaksanaan kemitraan seharusnya dapat
memberikan otoritas lebih kepada pihak pemerintah lokal dan non pemerintah dalam penentuan
keputusan, akan tetapi praktik KPBU SPAM Umbulan ini masih belum dapat mencapai hal tersebut.
Hal-hal tersebut akan menjadi tantangan yang masih harus dihadapi oleh pemerintah dalam
menyelenggarakan berbagai fungsi kemitraan di masa depan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan skema KPBU pada pembangunan Proyek SPAM Umbulan
merupaka bentuk kemitraan dalam kelembagaan. Terdapat berbagai upaya yang telah dikembangkan
untuk menghindari berbagai permasalahan yang sering terjadi dalam kemitraan pembangunan di masa
lalu, seperti proses persiapan dan transaksi yang ketat, pembentukan SPC sebagai pelaksana utama
proyek, serta penunjukan PT PII sebagai pihak ketiga perjanjian yang bertugas sebagai penjamin hak
dan kewajiban dari kedua pihak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama. Akan tetapi
secara praktiknya pelaksanaan KPBU masih menyisakan berbagai masalah seperti lamanya jangka
waktu penyiapan dan transaksi yang perlu dilakukan, serta ketimpangan kepentingan dan otoritas antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat.

15
PL5206 Kelembagaan Pembangunan – Makalah Ujian Akhir Semester

DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (n.d.). Profil Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem
Penyediaan Air Minum Umbulan Provinsi Jatim. Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 1–32.
https://adoc.pub/download/mengalirkan-air-umbulan-sejahterakan-masyarakat.html

Abbas, M. Y. (2018). Public Private Partnership Dalam Pembangunan Dan Pengelolaan Suncity Plaza
Sidoarjo (Model Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
dengan PT. Indraco). Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Departemen Admnistrasi, FISIP,
Universitas Airlangga, 2(3), 1–9.

Sohail, M., & Cavill, S. (2009). Public-private partnerships in the water and sanitation sector.
Proceedings of the Institution of Civil Engineers: Water Management, 162(4), 261–267.
https://doi.org/10.1680/wama.2009.163.4.261

Talomau, M. (2018). Faktor-Faktor Kesiapan Implementasi Skema Kerja Sama Pemerintah-Swasta


Untuk Penyediaan Infrastruktur Di Daerah. Jurnal Infrastruktur, 4(01), 73–81.

PPIAF. (2009). Overview of PPP experience. Toolkit for Public-Private Partnerships in Roads &
Highways, Module 1:(march), 34–37.

Elander, I. (2002). Partnerships and urban governance. International Social Science Journal, 54(172),
191–204. https://doi.org/10.1111/1468-2451.00371

Shatkin, G. (2008). The city and the bottom line: Urban megaprojects and the privatization of planning
in Southeast Asia. Environment and Planning A, 40(2), 383–401. https://doi.org/10.1068/a38439

Fahmi, F. (2019). Dominasi pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber mata air Umbulan. Jurnal
Ilmu Politik Unair, 1–12. http://repository.unair.ac.id/82220/3/JURNAL_Fis.P.30 19 Fir h.pdf

Kurniawan, F. (2020). Studi Kasus Kerjasama Pemerintah Badan Usaha Di Jawa Timur. Narotama
Jurnal Teknik Sipil, 4(1), 30–41. https://doi.org/10.31090/njts.v4i1.1225

Marin, P. (2009). Public-Private Partnerships for Urban Water Utilities. In Public-Private Partnerships
for Urban Water Utilities. https://doi.org/10.1596/978-0-8213-7956-1

Irwanugroho, H. (2019). PENJAMINAN PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN


BADAN USAHA MILIK NEGARA DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN. Jurnal Poros
Hukum Padjadjaran, 21, 32–54. http://dx.doi.org/10.23920/jphp.v1i1.286

Putra, A. P. (2021). MANAGEMENT OF DRINKING WATER SUPPLY SYSTEM (UMBULAN) IN


OPEN GOVERNMENT CONTEXT. Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 01(01), 6.

16

Anda mungkin juga menyukai