Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ETIKA DAN KERJASAMA PUBLIK DAN SWASTA


(Kerjasama Pemerintah Swasta : Pembangunan MRT Jakarta)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Administrasi Publik

Oleh :
Kelompok 8

1. Farhan Aziz Alpharizki 165030100111028


2. Adhan Zulhilmi 165030100111035
3. Wahyu Dio Pratama 165030101111034
4. Novianty Ayu Permatasari 165030107111050
5. Muhammad Aji Nuril Huda 165030107111076

Kelas C

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN PUBLIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan makin hari makin menjadi sebuah kebutuhan paling


penting dalam mencapai sebuah kesejahteraan masyarakat. Pembangunan
infrastruktur terutama bidang transportasi merupakan kebutuhan primer dalam
mendukung kegiatan ekonomi suatu Negara.Ketersediaan infrastruktur sangat
menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Jakarta sebagai
kota megapolitan sudah seharusnya mempunyai sistem transportasi yang dapat
memenuhi kebutuhan warganya. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
baik pusat atau daerah adalah dengan Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).

Menyadari bahwa penataan kota yang tak memungkinkan untuk


menambah armada di jalan tanah, pemerintah merencanakan untuk membangun
MRT (Mass Rapid Transit) di sepanjang Jakarta. Rencananya akan dimulai dari
Lebak Bulus dan akan terus berkembang hingga menjangkau seluruh kota.
Pembangunan ini diharapkan akan membantu masyarakat dan pengembangan
kota. Dalam perjalanan pembangunannya sendiri terdapat sebuah pro dan kontra
yang sangat pelik. Terutama pada pembiayaan untuk pembangunannya yang
tidak main-main banyaknya.
Kerjasama antar pemerintah dengan pihak luar pemerintahan sangat
diperlukan untuk menyuntikkan dana pembangunan mega proyek tersebut.
Sebuah inovasi yang disebut dengan Public Private Partnership menjadi sebuah
jalan untuk menciptakan mega proyek tersebut. Skema tentang kerjasama ini
telah diterapkan dalam beberapa negara dan hasilnya cukup bagus. MRT
merupakan salah satu kerjasama Joint Venture yang merupakan kerjasama yang
terjadi dalam proyek-proyek yang membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak
dengan latar belakang yang berbeda.
Dalam sebuah kerjasama public swasta sendiri, etika pemerintahan juga
harus selalu disoroti. Etika merupakan suatu aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang buruk. Perilaku pemerintah terhadap kerjasamanya dengan
swasta ini sangat menentukan sebuah perjanjian yang terjadi diantara kedua
pihak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penyebab utama kendala yang terjadi dalam pembangunan MRT
Jakarta?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam mewujudkan mega proyek MRT yang
terkendala dengan beberapa masalah?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat memahami apa yang sebenarnya yang terjadi dalam
pembangunan MRT Jakarta.
2. Dapat memahami upaya-upaya inovasi yang dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan proyek MRT tersebut.
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Etika

Kata Etika yang berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu Ethikos yang
berarti “timbul dari kebiasaan” atau juga perkataan Etika atau lazim juga disebut
etik yang berasala dari kata Yunani yaiut Ethos yang berarti “watak,
keasusialaan atau adat kebiasaan manusia”. Etika adalah sebuah sesuatu yang
dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai dan
kualitas yang menjadi studi untuk penilaian moral. Ada juga menurut para ahli
yaitu

1. Drs. O.P. SIMORANGKIR, etika atau etik sebagai pandangan


manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori
tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
3. Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku
manusia dalam hidupnya.

Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli bahwa etika adalah
suatu aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya
dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.

2.2 Kerjasama

Kerjasama adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan usaha


bersama yang dikerjakan oleh antara orang perorangan atau kelompok untuk
mencapai tujuan kelompok atau target yang sebelumnya direncanakan dan
disepakati bersama. Kerjasama dapat berlangsung apabila individu-individu
yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran
untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan mereka tersebut. Terdapat 5
bentuk kerjasama yaitu:

a. Kerukunan. Bentuk kerjasama ini berbentuk gotong royong dan


tolong menolong antar individu.
b. Bargaining. Bentuk kerjasama ini merupakan perjanjian pertukaran
barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih.
c. Kooptasi. Bentuk kerjasama ini merupakan proses penerimaan hal-
hal baru dalam kepemimpinan dan pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi agar menjadi lebih seimbang.
d. Koalisis. Bentuk kerjasama ini merupakan perpaduan antara dua
organisasi atau lebih yan mempunyai tujuan yang sama.
e. Joint Venture. Bentuk kerjasama ini terjadi dalam proyek-proyek
besar utnuk menyukseskan suatu tujuan yang membutuhkan
kerjasama dari berbagai pihak dengan latar belakang yang berbeda.

2.3 Kerjasama Pemerintah & swasta

Kerjasama Pemerintah & Swasta yaitu biasa di sebut dalam bahasa


Inggri yaitu “PPP” Public Private Partnership adalah suatu kerjasama dalam
penyediaan infrasturktur (seperti halnya penyediaan jalan tol, energi listrik, air
minum, tempat wisata dllnya yang mencakup sektor publik atau masyarakat
umum) antara pemerintah, baik itu pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah
dengan bekera sama dengan badan usaha swasta, baik badan usaha dalam negeri
atau badan usaha asing. Kerjasama Publik & Swasta ini berupaya untuk
membangun, meningkatkan kemampuan pengelolaan, pemeliharaan
infrastruktur dalam rangkan meningkatkan kuantitas serta kualitas pelayanan
publik. Bentuk /Skema kerjasama dalam PPP dapat berupa :
1. BOT (Build, Operate, Transfer), Swasta membangun, mengoperasikan
fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa
konsesi/kontrak berakhir.
2. BTO (Build, Transfer, Operate), Swasta membangun, menyerahkan
asetnya ke pemerintah dan mengoperasikan fasilitas sampai masa
konsesi/kontrak berakhir.
3. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer), Swasta memperbaiki,
mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah
masa konsesi/kontrak berakhir.
4. BOO (Build, Own, Operate), Swasta membangun, swasta merupakan
pemilik fasilitas dan mengoperasikannya.
5. O&M (Operation and Maintenance), Untuk kasus khusus, pemerintah
membangun, swasta mengoperasikan dan memelihara. Untuk bentuk
BOT dan BTO, ada masa kontraknya dan jika masa kontrak telah
berakhir maka proyek harus diserahkan ke pemerintah dan selanjutnya
pemerintah bisa mengelola sendiri atau ditenderkan lagi.
Dalam PPP, meskipun aktor swasta seringkali memiliki tanggung jawab
utama untuk melakukan manajemen operasional sehari-hari, sektor publik terus
berperan pada pengelolaan korporasi dan tingkat manajemen harian. Dalam
melakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan
pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.
Sinergi tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Terdapat manfaat dari PPP tersebut, diantaranya :

 Penghematan biaya
 Pembagian risiko (risk sharing)
 Perbaikan atau mempertahankan tingkat pelayanan
 Peningkatan pendapatan dari layanan
 Pelaksanaan yang lebih efisien
 Manfaat ekonomi yang lebih luas (efek pengganda, penciptaan lapangan
kerja)

Lalu, terdapat pula resiko akibat dari di terapkannya PPP, yaitu :

 Hilangnya kontrol pemerintah


 Penambahan biaya (jika tidak tepat penetapan tarif dan biaya sosial lain)
 Risiko finansial berupa arus kas dalam pelaksanaan
 Risiko politis berupa instabilitas
 Tingkat akuntabilitas yang tidak bisa diterima
 Pelayanan yang kurang prima
 Ketidakmampuan memanfaatkan kompetisi yang disediakan
 Berkurangnya kualitas/efisiensi pelayanan
 Bias dalam proses seleksi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara
pemerintah dan swasta antara lain adalah (Kurniawan dkk, 2009):

 Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan
tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan.
 Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat
diperlukan keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan
dengan dicapainya hasil yang saling menguntungkan.
 Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah
Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan dll.
 Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten.
 Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat
Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/Kota).
 Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan
konsisten.
 Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam
penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan.

PPP unit atau Badan yang bertugas secara aktif untuk memfasilitasi
Kerjasama pemerintah dan swasta saat ini adalah BAPPENAS, direktorat
Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS). Adapun
peraturanperaturan yang mendasari KPS dapat dilihat di PP No. 1 Tahun 2008
tentang Investasi Pemerintah, juga terutama di Perpres No. 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur. Perpres ini telah diperbaiki menjadi Perpres No. 13 Tahun 2010.
Salah satu aspek penting dalam perpres ini adalah apresiasi terhadap ide atau
inovasi dari pihak swasta dalam proposal yang diajukan, dalam bentuk nilai atau
score tambahan bila proposal tersebut dilelangkan. Hal ini tentunya juga perlu
direspons sebelumnya dengan siapnya grand strategy dari pemerintah agar ide-
ide yang akan dilaksanakan tidak menyimpang dari grand strategy. U
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

3.1 Penyajian Data

Pembangunan infrastruktur terutama bidang transportasi merupakan


kebutuhan primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu
Negara.Ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan
efektivitas kegiatan ekonomi. Jakarta sebagai kota megapolitan sudah
seharusnya mempunyai sistem transportasi yang dapat memenuhi kebutuhan
warganya. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat atau
daerah adalah dengan Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).

Proyek MRT merupakan salah satu mega proyek yang digagas langsung
oleh Joko Widodo yang kala itu merupakan Gubernur DKI Jakarta. Proyek MRT
ini atau yang lebih dikenal dengan masyarakat dengan sebutan mono rail di
bangun di sekitaran daerah Ibukota Jakarta . PT. MRT J didirikan berdasarkan
Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan BUMN PT. MRT
Jakarta (Perda 3/2008). Berdasakan Perda  3/2008, ruang lingkup PT. MRT
Jakarta adalah penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretapaian umum
perkotaan, yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan dan
pengusahaan prasarana dan sarana MRT. Kewenangan PT. MRT Jakarta untuk
mengembangkan proyek MRT didapatkan berdasarkan atribusi dari Perda
3/2008. Sejalan dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian (UU
23/2007), yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan prasarana dan sarana
perkerataapian umum dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, badan hukum
Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian, pemerintah atau
pemerintah daerah. Perda 3/2008 dan UU 23/2007 dengan demikian dapat
dianggap memberikan kewenangan secara atribusi kepada PT. MRT Jakarta
untuk melakukan tindakan terkait pembangunan prasarana dan sarana MRT dan
menandatangani kontrak kontruksi untuk dan atas namanya sendiri.
Pembangunan proyek MRT tersebut terdiri atas 3 tahap, yaitu: Tahap I –
(Lebakbulus-Dukuhatas), Tahap II - (Dukuhatas-Kota), dan Tahap III (Balaraja–
Cikarang). Saat ini, proyek pembangunan yang berjalan adalah Tahap I dengan
rute Lebakbulus-Dukuhatas yang diperkirakan akan selesai pada tahun
2016.Rencana dibangunnya MRT tersebut diharapkan untuk mengurangi
kemacetan yang terjadi di DKI jakarta,MRT Jakarta adalah salah satu program
Pemprov DKI dalam mengatasi kemacetan yang tertuang dalam Pola
Transportasi Makro (PTM). Beberapa strategi untuk menanggulangi kemacetan
yait yang tertuang dalam PTM ini adalah : (1) Pembangunan angkutan umum
massal, (2) Peningkatan jaringan jalan dan (3) Pembatasan lalu lintas dan
penggunaan kendaraan pribadi. Dengan hadirnya MRT sebagai transportasi
umum yang baik, masyarakat DKI lebih banyak yang menggunakan MRT dari
pada kendaraan pribadi seperti yang terjadi sekarang, sehingga kemacetan pun
akan terataasi dengan adanya MRT ini. Melihat dampak positif itulah yang
membuat gubernur DKI ingin membangun MRT, tetapi selain dampak
positifnya didalam pembangunan MRT ini ada juga dampak negatifnya,
kususnya pada dana pembangunan yang terhitung sangat mahal. Dan disini
merupakan sebuah permasalahan karena disini terlihat adanya kesenjangan
antara keadaan yang seharusnya dan keadaan yang sebenarnya.

Biaya pembangunan MRT yang sangat mahal merupakan masalah yang


paling utama. Alokasi dana sebesar Rp 17 triliun untuk pembangunan konstruksi
satu koridor mass rapid transit rute Lebak Bulus-Stasiun Dukuh Atas dianggap
terlalu mahal. Nilai itu setara dengan Rp 940 miliar per kilometer atau hampir
dua kali lipat biaya yang dibutuhkan untuk proyek yang sama di Singapura, jika
dihitung dengan kurs dolar AS terhadap rupiah saat ini yang merupakan angka
yang sangat fantastis untuk mengatasi permasalahan terhadap kendaraan umum
yang mampu mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. Ini bertentangan dengan
pasal 20 UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyebutkan “(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas
Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: (a). asas kepastian hukum;
(b.) asas tertib penyelenggara negara; (c.) asas kepentingan umum; (d.) asas
keterbukaan; (e.) asas proporsionalitas; (f.) asas profesionalitas; (g.) asas
akuntabilitas; (h.) asas efisiensi; dan  (i.) asas efektivitas.” Asas-asas tersebut
merupakan asas yang terdapat didalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme, yang lebih dikenal dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik
(AAUPB) yang ditambah dengan asas efisiensi dan efektivitas. Asas efisiensi
dan asas efektivitas lah yang menjadi permasalahan didalam pembangunan MRT
ini. Pertama, asas efisiensi merupakan asas yang dimana pekerjaan yang
dilakukan oleh pemerintah haruslah dilakukan dengan biaya yang serendah-
rendahnya tetapi menghasilkan produktifitas yang setinggi-tingginya. Didalam
pembangunan MRT ini memakai biaya sekitar Rp. 17  Triliun untuk
pembangunan koridor 1 untuk pembangunan konstruksi satu koridor mass rapid
transit rute Lebak Bulus-Stasiun Dukuh Atas.

Berapa rupiahkah dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah DKI


Jakarta untuk membangun semua koridor MRT agar bisa menjangkau seluruh
wilayah DKI Jakarta?, diperkirakan dananya akan menyentuh Rp 100 Triliun
dan selain itu ditambah lagi dengan biaya yang dikeluarkan untuk membangun
MRT sangat mahal apabila dibandingkan dengan di Singapura.Di Jakarta, biaya
konstruksinya US$ 98 juta per kilometer, sedangkan di Singapura hanya US$
54,5 juta per kilometer. Ini jelas pemerintah DKI Jakarta tidaklah efisien
didalam menggunakan uang untuk pembangunan MRT di DKI Jakarta, dan juga
bertentangan dengan asas efisiensi. Kedua asas efektifitas adalah asas yang
dimana setiap pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah mencapai
terget yang ingin dicapai. Dalam hal ini menjadi sebuah pertanyaan apakah
dengan adanya MRT di DKI Jakarta akan menghilangkan atau setidaknya
mengurangi kemacetan yang ada di DKI Jakarta?, dan apakah dengan melihat
dana yang begitu besar tersebut proyek MRT ini akan dapat diselesaikan
sepenuhnya oleh pemerintah ataukah hanya mengerjakannyaa setengahnya saja?.
Mungkin semua pertanyaan ini masih merupakan bayang-bayang yang tidak
jelas jawabannya. Dapat ditarik kesimpulan ini bertentangan dengan asas
efektivitas.
Banyaknya pro dan kontra dalam pembangunan MRT ini mengakibatkan
timbulnya banyak asumi, dari mana pemerintah mendapatkan uang sebanyak
itu? Apa APBD mencukupi untuk mendanai pembangunan MRT tersebut?
Bagaimana dengan pembebasan lahan yang digunakan untuk pembangunan
tersebut?. Proyek MRT ini sudah digagas sejak zaman Presiden Soeharto namun
baru bisa dilaksanakan pada saat Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Dengan banyaknya biaya yang cukup banyak, pemerintah perlu berhati-
hati dalam pengambilan keputusannya terhadap pembangunan mega proyek ini
dan perlunya peran dari sector lain utamanya yaitu sector swasta dalam
pembangunan serta pengelolahan MRT dimasa mendatang berupa investasi.

3.2 Analisis Data

Pembangunan Infrastruktur sangat dibutuhkan untuk mempercepat


pertumbuhan ekonomi serta pelayanan public yang baik nantinya. MRT
merupakan suatu program pemerintah dalam program pembangunan
infrastruktur yang baik untuk kemajuan Indonesia. Dalam hal ini, banyak sekali
pro dan kontra dalam pembangunan mega proyek ini karen memerlukan biaya
yang cukup banyak. APBD kota Jakarta yang sangat jauh dari anggaran untuk
pembangunan MRT tersebut.

Banyak inovasi-inovasi yang di buat oleh pemerintah untuk memenuhi


kebutuhan infrstrutur yang kian hari makin membutuhkan sebuah pembangunan
secara nyata, diantaranya berupa skema dalam pengadaan infrastruktur, terdapat
3 skema yang dikembangkan oleh pemerintah, yang pertama adalah pengadaaan
konvensional. Kedua, penugasan BUMN atau BUMD, dan yang ketiga adalah
pengadaan dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha. Proyek MRT
ini masuk ke skema nomer 3 yang dikembangkan oleh pemerintah. KPBU
(Kerjasama Pemerintah Badan Usaha) atau KPS merupakan sebuah kerjasama
yang dijalin pemerintah dengan swasta.
Dalam kasus pembangunan MRT ini, pemerintah tidak bisa mendanai
dengan sendirinya mega proyek tersebut, harus ada suatu kerjasama yang baik
dari luar pemerintahan yang baik yaitu berupa kerjasama dengan swasta karen
yang sudah dijelaskan sebelumnya pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan
APBN ataupun APBD. Public Private Partnership (PPP) atau yang disebut juga
dengan Kerjasama Pemerintah Swasta merupakan suatu jalan untuk memenuhi
kebutuhan infrastruktur yang di perlukan negara. Proyek pembangunan MRT ini
membutuhkan investasi yang cukup besar sehingga perlu adanya skema
kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Sektor swasta sangat mengambil
peran penting dalam pembangunan MRT ini.

Pemerintah disini bertugas menawarkan tentang mega proyek MRT ini


kepada para investor agar para investor tersebut mau memberikan investasinya
terhadap proyek MRT ini. Kerjasama proyek MRT ini termasuk ke kerjasama
Joint Venture, bentuk kerjasama ini terjadi dalam proyek-proyek besar utnuk
menyukseskan suatu tujuan yang membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak
dengan latar belakang yang berbeda. Pemerintah dan swasta memiliki latar
belakang yang berbeda, pemerintah berfokus penuh pada pelayanan public
sedangkan untuk swasta mereka berfokus kepada modal dan keuntungan.

Dalam hal ini, pemerintah sendiri haruslah memiliki etika yang baik
terhadap pihak swasta, memberi kepercayaan kepada pihak swasta dan tidak
menaruh curiga terhadap swasta karena apabila pemerintah tidak memiliki
keterbukaan berupa kepercayaan terhadap pihak swasta, maka sebuah tujuan
tersebut tidak akan berhasil untuk dicapai. Pemerintah juga harus adil dalam
pembagian resiko yang akan ditimbulkan dari MRT ini kepada pihak swasta, dan
pemerintah juga harus tidak lepas tanggung jawab begitu saja terhadap proyek
MRT dan tanggung jawab itu diberikan kepada swasta dengan sepenuhnya.

Meskipun banyak pro dan kontra tentang pembangunan proyek ini,


pemerintah memiliki tekad yang kuat dalam pembangunan ini dengan
ditunjukkan pada banyaknya investor-investor yang ingin menanamkan modal.
Proyek MRT ini. Jepang telah menginvestasikan dana yang tidak main-main
banyaknya untuk terealisasikannya proyek MRT ini, lalu dari berita pada akhir-
akhir ini juga mengatakan bahwa Amerika Serikat juga ingin menginvestasikan
untuk pembangunan MRT tahap II. Menteri keuangan Indionesia sendiri, juga
mengatakan bahwa pemerintah sendiri harus memberikan itikad baik terhadap
swasta yang telah memberikan investasinya untuk pembangunan infrastruktur
ini utamanya ini dengan memberikan kepastian dalam bentuk pengembalian
karena dana investasi yang diberikan oleh Jepang sendiri untuk MRT berupa
pinjaman yang harus dikembalikan pada jangka waktu yang telah ditentukan.
Dalam hal ini PPP merupakan suatu inovasi dari sebuah kerjasama public
dengan swasta yang memberikan suatu kejelasan dalam perealisasian
pembangunan infrastruktur untuk kepentingan public service.

Dengan awal yang penuh pro kontra akibat biaya yang sangat banyak,
MRT merupakan sebuah realisasi dari pemerintah dalam kerjasamanya dengan
sector public. Etika pemerintah sangat diperlukan komitmennya dalam
menjalankan kerjasama dengan swasta ini. Apabila pemerintah sendiri tidak
memiliki etika yang baik terhadap sector swasta yang menangani pembangunan
MRT ini maka jelas sudah mega proyek ini akan mangkrak.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

MRT merupakan sebuah mega proyek yang digagas untuk mengurangi


kemacetan yang terjadi di Ibukota Jakarta. Dengan MRT diharapkan gaya hidup
masyarakat ibukota memiliki perubahan yang lebih memanfaatnya transportasi
masal public bukan transportasi pribadi. Banyak dampak positif yang akan
ditimbulkan dari MRT ini, namun dalam perealisasiannya, MRT memiliki
banyak pro dan kontra diantaranya adalah masalah biaya untuk
pembangunannya yang sangat besar.

Pemerintah sendiri tidak akan sanggup apabila dalam pemerintah hanya


mengandalkan dana APBN ataupun dana APBD Ibukota Jakarta. Public Private
Partnership atau Kerjasama Pemerintah Swasta merupakan sebuah inovasi
skema pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah untuk
merealisasikan pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia. MRT
merupakan salah satu proyek yang menggabungkan kerjasama antara pemerintah
dengan sector swasta. Dengan adanya kerjasama pemerintah swasta, maka
proyek MRT yang memiliki biaya yang sangat fantastis ini dapat terealisasikan.
Investasi yang dilakukan pihak swasta bukan hanya diberikan secara cuma-
cuma.

Dalam hal ini, etika sangat berpengaruh untuk kelangsungan


pembangunan infrastruktur utamanya pembangunan MRT. Pemerintah dituntut
untuk memberikan kepercayaan terhadap swasta dan tidak menaruh curiga
terhadap swasta. Tanggung jawab penuh harus diemban oleh kedua belah pihak,
pemerintah tidak dapat seenaknya memberikan tanggung jawab dengan penuh
kepada swasta, apabila hal ini terjadi maka akan nantinya akan terjadi sebuah
pelayanan terhadap public yang tidak sesuai dengan tujuan bersama karena
swasta disini selalu mengedepankan kepada keuntungan atau hasil yang harus ia
dapatkan dengan sebanyak-banyaknya. Pemerintah sendiri juga harus
memberikan sebuah itikad baik berupa kepastian terhadap investor karena
investasi yang di berikan kepada swasta berupa pinjaman yang harus dibayar
sesuai dengan jangka waktu yang ada, apabila pemerintah memberikan kepastian
dan tidak melanggar janji yang telah ditulis dalam nota perjanjian dengan
investor, maka kemungkinan investor tersebut akan menaruh pandangan yang
baik terhadap pemerintah Indonesia dan seperti saat ini, Amerika Serikat juga
ingin menanamkan modalnya terhadap proyek MRT ini.
Daftar pustaka

Arinanto, Satya. 2014. Model Hukum Pembangunan Infrastruktur Transportasi Publik


(Studi Kasus MRT Jakarta). Internet. Diakses melalui:
<http://www.hukumonline.com/talks/baca/lt5424e7e5a81d0/model-hukum-
pembangunan-infrastruktur-transportasi-publik-studi-kasus-mrt-jakarta>
[Diakses pada : 5 November 2017]

Amutiara. 2015. Pengertian Etika. Internet. Diakses melalui:


<https://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/pengertian-etika/> [Diakses pada :
6 November 2017]

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. tt. Kondisi KPS di Indonesia Serta
Peran Pengawasannya. Internet. Diakses melalui:
<http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2287/14.065-Kondisi-KPS-Serta-
Peran-Pengawasannya-di-Indonesia> [Diakses pada: 6 November 2017]

Dawu, Leopod. tt. Kerjasama Pemerintah Swasta. Internet. Diakses melalui:


<https://www.academia.edu/12500027/KERJASAMA_PEMERINTAH_SWAS
TA_KPS_ > [Diakses pada: 7 November 2017]

Denendra, A. 2010. Kerjasama Pemerintah dan Swasta pada Sektor Infrastruktur.


Internet. Diakses melalui : <http://www.kppu.go.id/id/blog/2010/07/kerjasama-
pemerintah-dan-swasta-pada-sektor-infrastruktur/> [Diakses pada 6 November
2017]
Hari, Laksono. 2012. Kajian MRT Hak Publik. Internet. Diakses melalui:
<http://ekonomi.kompas.com/read/2012/12/06/04530185/kajian.mrt.hak.publik>
[Diakses pada: 6 November 2017]

Rihandono, Aditya. 2014. Permasalahan Dibalik Pembangunan MRT. Intertnet. Diakses


melalui: <http://pleads.fh.unpad.ac.id/?p=127> [Diakses pada 5 November
2017]
Rosyadi, Khalid. tt. Public Private Partnership. Internet. Diakses melalui:
<https://www.academia.edu/7347379/Public_Private_Partnership> [Diakses
pada: 6 November 2017]

Sari, Kurnia. 2012. Pro dan Kontra MRT di Jakarta. Internet. Diakses melalui:
<http://megapolitan.kompas.com/read/2012/11/20/16240049/Pro.dan.Kontra.M
RT.di.Jakarta> [Diakses pada: 5 November 2017]

Sandra, Thresa. 2017. MRT Jakarta Gandeng WIKA untuk Studi Kawasan TOD.
Internet. Diakses melalui: <https://www.jakartamrt.co.id/2017/06/06/mrt-
jakarta-gandeng-wika-untuk-studi-kawasan-tod/> [Diakses pada 7 November
2017]

Anda mungkin juga menyukai