Anda di halaman 1dari 3

VIDEO KB 2 JUDUL: METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QUR’AN

1.Tulislah 3 konsep dan deskripsinya yang Bapak dan Ibu temukan di dalam bahan
ajar yang Bapak dan Ibu Pilih (video/jurnal/jurnal 2) !

1. Monogami
a. Dari ta’rif tersebut dapat dipahami bahwa seorang suami yang beristerikan satu isteri
saja tidak dua atau tiga maka suami itu menganut monogami.
b. Azas monogami telah ditetapkan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu sebagai
salah satu asas perkawinan dalam Islam. Tujuannya untuk memberikan landasan dan
modal utama dalam pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Oleh karena itu hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami.
c. Pada asalnya hukum Islam menetapkan kepada laki-laki untuk beristeri satu saja.
Isyarat al-Qur’an untuk bermonogami bagi laki-laki dapat kita pahami dari berbagai
ayat al-Qur’an yang memerintahkan kepada laki-laki untuk menikah jika sudah
mampu, sikap membujang berkepanjangan tanpa alasan adalah sikap yang tidak
dibenarkan karena dalam nikah banyak terdapat kebaikan. Hal ini dapat dilihat dalam
al-Qur’an antara lain:
Artinya:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) Lagi Maha Mengetahui”. (QS. An- Nur 32).
2. Poligami
a. Di masyarakat seperti sekarang ini, sikap berpoligami bagi sebagian laki-laki seakan
menjadi sesuatu yang dianggap mudah untuk dilakukan karena hanya semata
mengikuti nafsu biologis dan tidak mengikuti aturan yang sebenarnya. Memang Pada
asalnya hukum poligami itu diperbolehkan jika seseorang suami tidak dikhawatirkan
berbuat zhalim terhadap isteri-isterinya. Jika dipastikan akan berlaku zhalim, maka
seorang suami lebih baik untuk beristeri satu saja.
b. Islam diperuntukan untuk semua jenis dan golongan manusia serta memelihara
kepentingan dan kemashlahatan yang bersifat pribadi dan umum. Nampaknya
kebolehan poligami karena untuk mewujudkan kemashlahatan bagi manusia agar tidak
berlaku zina dan tidak terjatuh ke dalam pintu kemaksiatan.
c. Nafkah itu ada yang bersifat lahiriyah, yaitu nafkah yang bersifat materi dan immateri
(batiniyah). Sehubungan dengan pembagian nafkah tersebut maka keadilan pun terbagi
mejadi dua yaitu keadilan dalam memberikan nafkah lahiriyah dan keadilan dalam
memberikan nafkah batiniyah. Pada keadilan bentuk pertama, seorang suami dituntut
untuk berlaku adil terhadap isteri-isterinya dalam memberikan makan, minum, pakaian,
rumah, serta waktu giliran.

3. Hukum Nikah Mut’ah


a. Nikah mut’ah pada zaman Nabi pernah diperbolehkan namun tidak berlaku untuk
semua orang hanya untuk orang tertentu dikarenakan terdapat suatu kondisi yang
sangat mendesak.
b. Kebolehan hukum nikah mut’ah itu telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh
keharamnnya. Dengan demikian hukum yang berlaku sejak terjadinya penghapusan
sampai sekarang dan seterusnya adalah keharaman nikah mut’ah.
c. Di kalangan sahabat orang yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah adalah
Umar bin Khattab, dengan lantang beliau melarang nikah mut’ah serta mengancam
hukuman bagi pelakunya
2. Lakukan Kontekstualisasi atas pemaparan materi dalam bahan ajar yang dipilih
dengan realitas sosial !
a. Fakta di lapangan menunjukan bahwa masih banyak manusia yang hidup dengan
idealismenya. Dia tidak akan melangsungkan pernikahan sebelum mencapai
kesempurnaan hidup yaitu kemapanan. Ketika ditanyakan kepadanya kapan anda akan
menikah, lalu dia menjawab nanti kalau saya sudah mapan. Begitulah jawaban dari
mereka yang bersikeras dengan idealismenya.
b. Alhasil, hidupnya dihabiskan untuk mengejar hasrat dan ambisinya guna mencapai
kemapanan. Yang ada di benaknya adalah harus segera memiliki pekerjaan dengan
penghasilan besar, rumah pribadi, kendaraan pribadi dan lain sebagainya. Semua itu
memang tidak salah dan realistis. Akan tetapi, tanpa disadari olehnya bahwa untuk
mendapatkan semua itu tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan butuh
waktu yang tidak sebentar. Apalagi godaan di zaman sekarang begitu hebat ditambah
teknologi yang semakin maju dan tiada batasan.
c. Karena tradisi yang berkembang begitu memberatkan para lajang yang ingin menikah
muda. Bayangkan saja, bagaimana tidak sulit, pola pikir mereka sudah terbentuk dan
dibebani dengan banyak hal berupa kemapanan dan status sosial. Makanya tak heran,
banyak dari mereka yang menikah di saat usianya sudah memasuki kepala empat.
Bahkan masih banyak yang sudah tua tapi belum juga menikah lantaran terbebani
dengan tradisi yang membelenggu.

3. Refleksikan hasil kontekstualisasi materi bahan ajar dalam pembelajaran


bermakna !
a. Pada umumnya, seseorang yang bisa mencapai ambisinya sudah tidak lagi dalam usia
yang relatif muda. Padahal kalau mau kita renungkan,
1) Kita hidup tidak untuk diri sendiri!
2) Ada istri yang membutuhkan keromantisan nantinya!
3) Dan ada anak-anak yang sangat butuh perhatian di saat mereka tumbuh
dewasa, butuh canda tawa dan keharmonisan dari seorang panutan keluarga!
b. Adapun mereka yang menikah di usia tua, secara otomatis jarak antara buah cinta
(baca: anak) dengannya menjadi terlampau jauh. Belum lagi jika kita bicara tentang
takdir, kita tidak tahu kapan pastinya akan diwafatkan oleh Allah Ta’ala. Bisa saja,
mereka yang hidup dengan idealisme mendapatkan segala hasratnya. Tapi di sisi lain,
mereka juga tidak tahu kapan ajal menjemputnya. Di saat baru saja menikah ternyata
ajal menjemput dirinya, misalnya. Itu artinya, sebelum dia mempunyai keturunan,
Allah Ta’ala sudah menakdirkan lain di luar perhitungannya. Ini artinya, segala usaha
yang dia bangun untuk keluarga barunya menjadi sirna karena dia belum
mendapatkan keturunan dan merasakan kebahagian bersama pasangannya. Padahal
yang dicari adalah membangun kebahagian bersama anak dan istrinya kelak
sebagaimana yang dia perkirakan saat masih hidup.
c. Karena sejatinya, Allah Ta’ala yang memberikan rezeki kepada seluruh makhluk
yang ada di langit dan bumi termasuk anak dan istri kita. Jadi, tidak perlu kawatir.
1) Kita tidak perlu kawatir akan nasib keturunan.
2) Selama manusia berusaha dengan bekerja keras
3) Bukan menjadi pribadi-pribadi yang malas dan lebih sering duduk termenung
serta berdiam diri memikirkan nasib.
4) Bukankah Allah Ta’ala tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka
berusaha dengan sungguh-sungguh dan merubahnya sendiri?

4. Petakan kisi-kisi UP dengan materi yang ada di modul al-Qur'an Hadis KB 1 !


1. Disajikan deskripsi konseptual tentang nikah dalam Islam menurut pandangan para
ulama fikih, mahasiswa dapat menyimpulkan nikah dalam Islam
Contoh Soal Sesuai Kisi-kisi No. 1
Jupri seorang pemuda yang sudah bekerja,dia mempunyai cita-cita ingin menjadi orang
sukses, keluarganya menginginkan Jupri untuk segera menikah tetapi Jupri tidak mau, maka
hukum nikah berdasarkan ilat tersebut adalah...
a. Haram
b. Sunnah
c. Wajib
d. Mubah
e. Makruh

Jawaban: (B)
Pembahasan:
Kelayakan manusia untuk menerima syariat nikah paling tidak diperkuat oleh tiga argumen.
a. Manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan
menjalankan syariat dengan baik.
b. Di antara syariat tersebut adalah pernikahan, yang pengertiannya menurut ulama Syafi’iyah,
sebagai: “Akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan hubungan kelamin dengan sebab
lafaz nikah atau tajwiz”
c. Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-laki dan perempuan sebagaimana
dijelaskan oleh Allah SWT dalam Quran Surat Yasin ayat 36.
d. Pernikahan dalam Islam disebut sebagai perilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai
salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Rasulullah saw bersabda “empat fitrah yang dimiliki oleh manusia, yaitu memakai pacar, wangi-
wangian, bersiwak (gosok gigi), dan nikah”.
Untuk dijadikan sebuah perbandingan, nampaknya perlu diungkap
tentang Pernikahan sebelum Islam (Jahiliyah) di antaranya

Anda mungkin juga menyukai