1
massa
8. Anogenital : tanda- tanda herpes simpleks, duh
tubuh vagina / uretra
9. Neurologi : tanda neuropati dan kelemahan
neurologis
10. Kriteria Diagnosis Diagnosis untuk HIV AIDS bisa dilakukan dengan
melihat kriteria mayor dan minor dan dilanjtkan dengan
melakukan test HIV
Untuk dewasa ( > 12 tahun ) dikatakan mengidap AIDS
apabila : tes HIV ( + )dan ditemukan 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor.
Untuk anak-anak ( < 12 tahun ) dikatakan mengidap
AIDS apabila : lebih dari 18 bulan tes HIV ( + ) dan
ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
Jika usia kurang dari 18 bulan dikatakan mengidap
AIDS jika ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dan dengan ibu yang HIV ( + )
Gejala mayor :
Bb turun >10% dalam 1 bulan
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1
bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan
neurologis
Demensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Adanya herpes zoster multisegmental dan
herpes zoster berulang
Kandidiasis orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita
Retinitis virus sitomegalo
11. Diagnosis Kerja 1. Diagnosis HIV
2. Diagnosis komplikasi HIV
3. Diagnosis penyakit penyerta
4. Pemantauan pengendalian HIV
12. Diagnosis Banding 1. Penyakit gangguan auto imun
13. PemeriksaanPenunjang 1. Laboratorium
Tes Hiv menggunakan srategi 3 yaitu
menggunakan 3 macam tes dengan titik
tangkap berbeda ( Rapid test )
Sebelum melakukan tes HIV perlu
dilakukan konseling sebelumnya. Terdapat
2 macam pendekata tes HIV, yaitu VCT dan
PITC
14. Terapi 1. Tatalaksana HIV di layanan primer dapat
dimulai apabila penderita HIV sudah dipastikan
tidak memiliki komplikasi atau infeksi
oportunustik yang dapat memicu terjadinya
sindrom pulih imun.evaluasi ada tidaknya
infeksi oportunisyik dapat dengan merujuk ke
2
layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih
lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita
HIV sering tidak spesifik.
2. Mulai terapi ARV tanpa melihat jumlah CD4
Terapi ARV :
Dewasa dan anak : AZT atau TDF + 3TC
( atau FTC ) + EVF atau NVP
Bumul : AZT + 3TC + EFV atau NVP
Ko-infeksi HIV/TB : AZT atau TDF + 3TC
( FTC ) + EFV atau NVP
3
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
VULNUS APPERTUM (ICD10: T14.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah kerusakan anatomi karena hilangnya
kontinuitas jaringan oleh sebab dari luar yang terbuka
dengan tepi beraturan maupun tidak beraturan.
2. Anamnesis Adanya luka terbuka yang disebabkan oleh adanya
trauma.
3. Pemeriksaan Fisik - Adanya luka terbuka
- Adanya perdarahan pada luka.
- Luka dapat bervariasi berdasarkan kedalaman dan
luasnya luka:
Stadium I: luka superficial, yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II: luka “partial thickness”, yaitu
hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
dan bagian atas dari dermis, merupakan luka
superficial dengan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III: luka full thickness, yaitu hilangnya
kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai luka bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fascia
tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitar.
Stadium IV: luka full thicknes yang telah
mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
4
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis Kerja Vulnus appertum
6. Diagnosis Banding -
7. PemeriksaanPenunjang -
8. Terapi Lakukan perawatan luka.
Pemberian analgetik asam mefenamat 3x500 mg.
Pemberian antibiotic profilaksis amoksisilin 3x500
mg
9. Edukasi Informasikan kepada pasien untuk menjaga
kebersihan luka dan control setiap 2 hari sekali
pada poliklinik Kulit dan Kelamin.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum
5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 – 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
ASMA AKUT BERAT (ICD 10: J45.9 )
1. Pengertian (definisi) Suatu keadaan darurat medik berupa serangan
sesak nafas berat yang kemudian bertambah berat
dan refrakter bila setelah 1 – 2 jam pemberian obat
tidak ada perbaikan atau malah memburuk.
2. Anamnesis 1. Sesak nafas mendadak & bertambah berat
2. Sudah minum obat sesak tapi tidak membaik
3. Riwayat menderita asma yang lama
4. Pernah mengalami serangan asma sejenis
sebelumnya
5. Riwayat menggunakan terapi steroid jangka
panjang
3. Pemeriksaan Fisik Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa:
1. Sesak nafas berat disertai bising mengi
2. Sesak nafas hingga tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dalam sekali nafas
3. Terlihat retraksi otot bantu nafas
4. Frekwensi nafas > 25 x / menit
5. Takikardi ( > 110 x / menit )
6. Pulsus paradoksus ( penurunan tek. darah
sistolik pada saat inspirasi > 10 mmHg )
7. APE < 50 % dari nilai dugaan
Asma akut berat yang sudah mengancam jiwa:
1. Suara nafas melemah (silent chest)
2. Sianosis
3. Bradikardi / Hipotensi
4. Kelelahan, bingung, gelisah, kesadaran menurun
5. APE < 33 % dari nilai terbaik
6
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesak nafas berat disertai bising mengi
2. Tidak bisa menyelesaikan kalimat dalam 1 kali
nafas
3. RR > 25x / mnt, takikardi (>110x / mnt)
4. Retraksi otot-otot bantu nafas
5. Riwayat gejala berulang
5. Diagnosis Kerja Asma akut berat / status asmatikus
6. Diagnosis Banding 1. Bronkitis Kronis
2. Emfisema Paru
3. Emboli Paru
4. Gagal Jantung Kiri Akut
7. PemeriksaanPenunjang 1. Analisis gas darah arteri
2. APE / Flowmeter
3. Foto thorax
4. EKG
8. Terapi 1. O2 dosis tinggi 4-6 lt / mnt untuk mencegah
hipoksemia
2. Bronkodilator (disesuaikan dengan obat yang
ada)
a. Inhalasi agonis β2 dosis tinggi, seperti
Salbutamol 2,5-5 mg / Terbutalin 2,5-5 mg
secara nebulisasi, dapat diulang @ 20 menit
dalam 1 jam.
b. Injeksi Adrenalin 1/1000, subcutan 0,2-0,5
cc, dapat diulang sampai 2-3X dengan
interval 30-60 menit, harus diberikan dengan
sangat hati-hati , kecuali ada kontra indikasi
terhadap obat ini ( penderita hipertensi,
hipertiroid, kelainan jantung, usia lanjut > 40
thn).
c. Aminopilin injeksi 5-6 mg / kgBB diencerkan
dalam Dext 5% sama banyak, secara
intravena, bolus perlahan dalam 10-15 mnt
atau dalam infus 100 cc DExt 5% NaCl 0,9%
dalam waktu 20 menit.
d. Antikolinergik : Ipatropium bromid dapat
digunakan sendiri atau kombinasi dengan
agonis β2 melalui inhalasi dengan nebulisasi.
Penambahan ini tidak diperlukan bila respon
dengan agonis β2 sudah cukup baik.
3. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi harus segera
diberikan pada serangan asma berat yaitu
Hidrokortison 200 mg iv atau metil prednisolon
injeksi / tablet 30-60 mg, atau keduanya.
4. Setelah dilakukan pengobatan awal dengan
bronkodilator dan steroid, dilakukan evaluasi @
15 menit terhadap klinis penderita. Setelah 30
menit evaluasi, jika tidak membaik, maka
penderita dirujuk ke RS. Tapi bila membaik,
penderita dapat dipulangkan dengan pemberian
obat oral (Salbutamol 4 mg 3x1, dan metil
prednisolon 4 mg 3x1).
8
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016 – 2020
KABUPATEN SIDOARJO
11
- Derajat III : Mengenai seluruh lapisan kulit dan
mungkin subkutis atau lapisan yang lebih dalam.
Tampak lesi pucat kecoklatan dengan permukaan
lebih rendah daripada bagian yang tidak terbakar.
Bila akibat kontak langsung dengan nyala api
terbentuk lesi yang kering denga gambaran
koagulasi seperti lilin dipermukaan kulit. Tak ada
rasa nyeri. Akan sembuh dalam 3 – 5 bulan
dengan sikatrik
13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016 - 2020
KABUPATEN SIDOARJO
SYOK ANAFILAKTIK (ICD 10: T78.2)
1. Pengertian (definisi) Syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
I,segera atau sampai 30 menit setelah terjadi kontak
dengan allergen
2. Anamnesis 1. Riwayat alergi obat,makanan,dan lainnya.
2. Riwayat pemakaian obat-obatan terutama injeksi.
3. Terdapat gejala umum: lesu,lemah,rasa tak enak di
dada dan perut,rasa gatal di hidung dan palatum,
Pernafasan:hidung:hidung
gatal,bersin,tersumbat,laring :rasa tercekik,suara
serak,bronkus :batuk, sesak,
kardio :pingsan ,gastrointestinal :mual,muntah,diar
e,mata;gatal,SSP: gelisah,kejang
4. Pemeriksaan Fisik 1. Tingkat kesadaran
2. Vital sign:TD:hipotensi,N:Takikardi,RR:Nafas
cepat
3. Laring:stridor,edema,spasme,Lidah :Edema,
4. Bronkus:Mengi,spasme,
5. kardio:takikardi,hipotensi,aritmia,
6. Gastrointestinal :peristaltik meninggi,
7. Kulit: Urtikaria,angioedema
dibibir,muka,ekstremitas
8. Mata:lakrimasi, SS
5. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis
2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang
14
6. Diagnosis Kerja Syok Anafilaktik
7. Diagnosis Banding 1. Reaksi Vasovagal
2. Infark Miokard
3.Reaksi Hipoglikemik
4.Asma Bronkiale
5. Rhinitis Alergika
8. PemeriksaanPenunjang 1.AGD (Analisis Gas Darah)
2.Tes Gula Darah
3.Tes Fungsi Ginjal
4.EKG
5. Rontgen thorax
9. Terapi 1. Menghentikan allergen yang dicurigai segera
2. Menempatkan penderita pada posisi syok
(kedua tungkai diangkat ke atas
3. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian
oksigen 100%
4. Memperbaiki volume darah,pasang
infuse,gunakan cairan kristaloid (Nacl
0.9%,RL),Koloid (HES,Albumin)
5. Memberikan epinefrin 0.25 mg SC setiap 15
menit sesuai beratnya gejala,penderita
mengalami presyok atau syok dapat diberikan
dosis 0.3-0.5 mg pada dewasa (pengencer
1:1000),dapat diulang setiap 15 menit hingga
tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg
6. Terapi sekunder
- antihistamin :difenhidramin 1-2 mg/kgbb
- aminofilin loading dose 7-9 mg/kgbb
diberikan dalam 20-30 menit
7. Edukasi 1. Catat obat penderita yang menyebabkan alergi
2.Menghindari obat yang menyebabkan syok
anafilaktik
8. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
9. Tingkat Evidens IV
10. Tingkat Rekomendasi A/B/C
11. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.
15
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
PUSKESMAS TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO 2016 - 2020
Kolesistitis akut
Pankreasitis akut
Perforasi tukak peptik
Hepatitis akut
Abses hati
Kongestif hepatomegali akut
Pneumonia dengan reaksi pleura
Kiri Atas:
Perforasi lambung
16
Pankreasitis akut
Perforasi kolon
Pneumonia dengan reaksi pleura
Infark Miokard
Pielonefritis akut
Peri Umbilikal:
Obstruksi
Apendiksitis
Pankreasitis akut
Hernia strangulasi
Divertikulitis
Kanan Bawah:
Apendiksitis
Adneksitis
Endometriosis
KET (kehamilan ektopik terganggu
Divertikulitis
Perforasi caecum
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
Kiri Bawah:
Divertikulitis
Adneksitis / Endometriosis
Perforasi kolon / sigmoid
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
17
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum
6. Diagnosis Banding -
19
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
HEMATOME PALPEBRA (ICD 10:S00.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah dibawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh
darah palpebra yang disebabkan oleh adanya trauma
tumpul pada mata.
2. Anamnesis
Proses terjadinya trauma
Benda apa yang mengenai mata tersebut
Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan, samping
atas, samping bawah, atau dari arah lain)
Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata
Berapa besar benda yang mengenai mata
Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
20
2. Pemeriksaan fisik mata, meliputi:
Keadaan kelopak mata
Kornea
Bilik mata depan
Pupil
Lensa dan fundus
Gerakkan bola mata
Tekanan bola mata
21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SUBCONJUNCTIVAL BLEEDING (SCB) (ICD 10: H11.3)
1. Pengertian (definisi) Adalah suatu kelainan pada konjungtiva yang terjadi
akibat akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri
konjungtiva dan arteri episklera oleh karena trauma
tumpul pada mata.
2. Anamnesis
Proses terjadinya trauma
Benda apa yang mengenai mata tersebut
Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan, samping
atas, samping bawah, atau dari arah lain)
Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata
Berapa besar benda yang mengenai mata
Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp di dapatka pada konjungtiva terdapat adanya
kemerahan yang tidak hilang dengan penekanan.
3. Pemeriksaan TIO.
6. Diagnosis Banding -
23
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
EROSI KORNEA NON TRAUMATIK (ICD 10: H16.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea tanpa adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
Nyeri pada mata.
Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
EROSI KORNEA TRAUMATIK (ICD 10: HS05.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea dengan adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
Nyeri pada mata.
25
Riwayat trauma pada mata.
Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
26
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
CIDERA KEPALA (ICD 10: S09.0)
1. Pengertian (definisi) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala
2. Anamnesis
Mekanisme kejadian?
Riwayat tidak sadar setelah kejadian?
Riwayat mual/muntah?
Riwayat pengaruh alcohol?
Riwayat penyakit terdahulu.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Nilai tanda-tanda vital ( Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu axilla).
2. Nilai kesadaran pasien.
3. Inspeksi visual dan palpasi kepala: tanda-tanda
trauma, jejas, hematoma, vulnus pada kepala atau
region maksilofasial.
4. Inspeksi tanda-tanda fraktur basis kranii:
- Racoon’s eyes: periorbital ecchymosis.
- Battle’s sign: postauricular ecchymosis.
- CSF rhinorrhea/otorrhea.
- Hemotympanum atau laserasi kanalis
auditus eksternus.
5. Tanda-tanda lateralisasi (pupil anisokor,
27
hemiparesa).
4. Kriteria Diagnosis 1. Cidera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15)
2. Cidera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-12)
3. Cidera kepala berat (CKB dengan GCS ≤ 8)
5. Diagnosis Kerja Cidera kepala.
B (Breathing):
Perhatikan suara nafas, apakah terdapat suara
nafas tambahan atau tidak, gerak dada baik
(dinilai apakah perlu nafas buatan?)
Masker oksigen/nasal
C (Circulation):
Perhatikan Perfusi, Nadi, Tensi
Bila terdapat tanda-tanda Shock -> RL dan cari
sumber perdarahan. (Ingat luka di kepala
hampir tidak pernah menyebabkan shock).
Tensi < 90 nadi < 90 -> kemungkinn spinal
shock! Batasi cairan
Hentikan perdarahan dari luka terbuka
D (Disability):
Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
E (Exposure):
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher)
SECONDARY SURVEY
Anamnesa:
Kejadian?
Sadar sesudah kejadian?
Mabuk?
Penyakit lain: epilepsi, DM, kelainan mata,
darah, riwayat jatuh?
28
Pemeriksaan:
GCS
Pupil
Motorik (parese/plegi)
Sensorik / rangsang nyeri
Periksa teliti: wajah, kepala, leher, tulang
punggung
2. Observasi di RS selama 1-2 jam.
3. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Orientasi baik
2. Tidak ada gangguan fokal neurologis
3. Tidak ada muntah/sakit kepala.
4. Tidak ada tanda-tanda fraktur basis crania
(otore, rinore, ekimosis periorbita)
5. Ada yg mengawasi di rmh
6. Tmpt tgl dlm kota
Pasien dipulangkan dengan KIE.
4. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Gangguan kesadaran (GCS<15)
2. Gagguan fokal neurologis (+) [hemiparese,
anisokor, kejang]
3. Nyeri kepala/muntah-muntah yg menetap
4. Terdapat tanda-tanda fraktur tulang
kepala/basis crania.
5. Luka tusuk/luka tembak (corpus alienum)
6. Tidak ada yg mengawasi d rmh
7. Tinggal d luar kota
8. Ada mabuk/epilepsi
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala.
5. Bila terdapat indikasi sebagai berikut:
Indikasi x-foto kepala:
1. Jejas > 5 cm (hematom/vulnus)
2. Luka tusuk/clurit/tembak (Corpus alienum)
3. Fraktur terbuka
4. Deformitas kepala
5. Nyeri kepala menetap
6. Gangguan fokal nurologis
7. Gangguan kesadaran
Indikasi ct-scan kepala:
1. Luka tusuk/tembak (corpus alienum)
2. Nyeri kepala menetap/muntah menetap
3. Kejang-kejang
4. Penurunan GCS > 1 poin
5. Lateralisasi (anisokor+hemiparese)
6. GCS < 15 & slm terapi konservatif tidak
membaik
7. Bradikardi yang menyertai salah satu gejala
di atas
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala
29
kepala.
30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN (ICD 10:S39.9)
1. Pengertian (definisi) Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen.
2. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat
seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda
tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata 6.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang
harus ditanyakan dalam anamnesis pasien:
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation6
3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat
adanya tanda-tanda luka luar, seperti abrasi
dan atau ekimosis.
Perhatikan pola luka yang ada untuk
menduga adanya trauma intra abdominal.(
lap belt abrasions, steering wheel–shaped
contusions).
Observasi pernapasan pasien, karena
pernapasan abdominal mengindikasikan
adanya trauma pada sistem spinal.
Perhatikan juga adanya tanda-tanda distensi
dan perubahan warna pada daerah abdomen.
Cullen sign (periumbilical ecchymosis)
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal,
namun biasanya tanda ini tidak langsung
positif. Jika ditemukan memar dan bengkak
pada daerah panggul kita harus curiga kearah
trauma retroperitoneal.
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk
melihat adanya luka, perdarahan, dan
hematom pada jaringan ikat longgar6.
Auskultasi
Bising usus bisa normal, menurun, atau
hilang.
Abdominal bruit menandakan adanya
penyakit sistem vaskuler yang mendasari
atau adanya traumatic arteriovenous fistula.
Bradikardia mengindikasikan adanya cairan
bebas intraperitoneal pada pasien dengan
31
trauma abdomen6.
Palpasi
Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan
hati-hati sambil melihat respon dari pasien.
Perhatikan adanya massa abnormal,
tenderness , dan deformitas.
Konsistensi yang padat dan pucat dapat
menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.
Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga
thoraks bagian bawah mengindikasikan
kemungkinan adanya cedera lien atau hepar
yang berhubungan dengan cedera costa
bawah.
Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya
luka pada traktus urinarius bagian bawah,
seperti juga pada pelvic dan hematom
retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga
mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius bagian bawah cedera serta
hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur
pelvis terbuka juga berhubungan dengan
angka mortalitas yang melebihi 50 %.
Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis
vagina untuk mengidentifikasi kemungkinan
perdarahan atau cedera.
Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan
abdomen untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai
dengan akurat dari abdomen melalui
berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
Distensi abdomen dapat merupakan akibat
dari dilatasi sekunder gaster yang
berhubungan dengan ventilasi atau menelan
udara
Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera
memberi kesan adanya kebocoran isi usus.
Peritonitis karena perdarahan intraabdominal
dapat berkembang setelah beberapa jam6.
Perkusi
Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa
normal, redup, atau timpani.
Pekak hati bisa positif maupun negatip.
Nyeri ketok dinding abdomen.
Tes undulasi atau shifting dullness bisa
positip maupun negatip6.
6. Diagnosis Banding -
33
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
GLAUKOMA AKUT (ICD 10:H40.2 )
1. Pengertian (definisi) Suatu peningkatan tekanan bola mata yang mendadak
akibat tertutupnya sudut bilik mata depan oleh cairan
humor aquos / vitreus.
35
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HYPHEMA TRAUMATICA (ICD 10:S05.1)
1. Pengertian (definisi) Perdarahan pada bilik mata depan (COA) yang berasal
dari iris atau badan siliar akibat trauma tumpul mata
yang dapat menyebabkan penurunan penglihatan /
kebutaan.
1. Tirah baring
9. Edukasi 2. Tidak menyentuh, menggosok, menekan mata
karena bisa terjadi infeksi
3. Jangan oleskan obat / salep mata
4. Hindari penggunaan obat Aspirin, Ibuprofen,
NSAID karena dapat mengencerkan darah.
5. Kompres dingin untuk mengurangi sakit /
pembengkakan.
10. Prognosis Dubius Ad Bonam
37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
TRAUMA KIMIA PADA KORNEA (ICD 10:S05.8)
1. Pengertian (definisi) Trauma yang diakibatkan oleh zat kimia yang bersifat
asam / basa yang berbahaya, dapat berbentuk cair,
gas, atau padat.
39
mual dan anorexia.
2. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5
- 38,5C.
3. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler.
4. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri
kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik
- .Kembung sering terlihat pada komplikasi
perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada
pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
3. Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi
usus.
4. Auskultasi
- Biasanya normal.
- Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
5. Rectal Toucher
- Tonus musculus sfingter ani baik.
- Ampula kolaps.
- Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12.
- Terdapat massa yang menekan rectum
(jika ada abses).
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di
m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks
8. Indeks Alvarado
Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1
40
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Interpretasi:
1. Skor >8 : Kemungkinan besar menderita
apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa
pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang
untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos abdomen
ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini
menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien
dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.
41
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
42
3. Biopsi kulit : untuk pemeriksaan histopatologis dengan
gambaran eritema multiforme yang bervariasi
4. Pemeriksaan elektolit, glukosa, dan bikarbonate untuk
menentukan tingkat keparahan dan level dehidrasi
8. Terapi Non Medikamentosa :
1. Pasien diminta menghentikan obat yang dicurigai
2. Berikan kartu alergi bila pasien sembuh dari gejala
yang diderita
3. Berikan daftar jenis obat yang harus dihindari pasien
Medikamentosa :
1. Hentikan obat
2. Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh
cukup diobati dengan prednison 30-40 mg perhari
3. Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk
life saving pada penekanan airway, breathing dan
sirkulasi. Penderita harus dirawat inapkan untuk life
saving, pencegahan infeksi, dan pengaturan
keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi
4. Penatalaksanaan multidisiplin terutama bila dicurigai
terdapat kelainan sistemik dan komplikasi dan bila
terdapat gambaran seperti luka bakar yang
menyeluruh perlu untuk dirujuk ke rumah sakit yang
mempunyai burn center
9. Edukasi 1. Memberitahukan pada pasien tentang obat-obatan
yang dapat membuat alergi pada diri pasien.
2. Kontrol kembali bila keluhan semakin memberat atau
kontrol luka bila sudah dipulangkan dalam keadaan
baik.
3. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
43
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
SYOK HYPOVOLEMIK (ICD 10:R57.1 )
1. Pengertian (definisi) Syok hipovolemik adalah salah satu jenis syok yang
disebabkan oleh inadekuatnya volume intravaskuler
dengan volume darah di vaskuler
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan
perdarahan, misalnya trauma thorax, dan trauma
abdomen.
2. Adanya riwayat kehamilan ektopik terganggu,
3. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan fraktur
pada tulang besar, misalnya fraktur femur dan fraktur
humerus.
4. Adanya luka bakar luas.
5. Adanya riwayat gangguan gastrointestinal, misalnya
pada peritonitis dan gastroenteritis.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat
penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan
kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk
resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang
pada syok hipovolemik. Oligouria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30
ml/jam.
45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO 2016-2020
SYOK SEPTIK (ICD 10:R57.2)
1. Pengertian (definisi) Adalah sindrom klinik yang dicetuskan oleh masuk dan
menyebarnya produk organism ke dalam system
vascular, sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi
yang tidak membaik dengan resusitasi cairan, kegagalan
pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi jaringan dan
gangguan metabolism seluler.
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat fokal infeksi.
2. Adanya riwayat demam.
3. Adanya riwayat di rawat di RS dalam jangka waktu yang
lama.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Febris dengan suhu >39oC.
2. Takipnea dengan alkalosis respiratorik.
3. Tanda-tanda syok.
5. Kriteria Diagnosis 1. Adanya tanda-tanda syok.
2. Tanda-tanda sepsis:
Suhu: febris > 38oC atau hipotermia < 36oC.
Denyut jantung > 90 denyutan/menit.
Respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2<32mmHg.
Leukosit >12.000/µl atau >10% bentuk sel muda
(band form).
3. Gejala dan tanda menetap walaupiun telah dilakukan
terapi cairan yang adekuat.
6. Diagnosis Kerja Syok septik.
7. Diagnosis Banding 1. Syok hypovolemik
2. Syok neurogenik.
3. Syok kardiogenik.
8. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Penunjang
9. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
c. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar
(14-16G)
Beri infus cairan.
B. Secondary survey.
d. Disability
Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
e. Exposure
46
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher).
C. Bila kondisi pasien telah stabil, persiapkan pasien untuk
di rujuk ke RS yang memiliki fasilitas untuk menangani
kasus syok septik (pemeriksaan penunjang maupun
manajemen pasien selanjutnya).
10. Edukasi Informasikan kepada keluarga pasien bahwa keadaan syok
septik merupakan keadaan yang emergency dan harus
segera di rujuk ke pusat pelayanan yang lebih memadai.
11. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat C
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
48
valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3
dosis.
9. Edukasi Informasikan kepada keluarga mengenai pencegahan
kejang dan penanganan demam pada anak di rumah.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
49
Penunjang 2. Pemeriksaan foto water’s.
8. Terapi 1. Memijat hidung pada ala nasi selama 10 menit.
2. Tampon adrenalin 0,1% dan dibiarkan selama 24 jam.
3. Pemberiasn asan tranexamat tablet 3x1 tablet.
4. Pemberian antibiotic oral missal amoxicillin 3x1 tablet (bila
perlu).
5. kontrol poliklinik THT.
6. Pada pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung ,
pemberian adrenalin merupakan kontraindikasi.Pada kasus
ini dapat dipasang tampon anterior padat yang telah
diperas dan sebelumnya telah direndam pada air suhu
dingin.
7. Bila tampon anterior tidak berhasil ,rujuk pasien ke Rs
Sanglah dengan tampon anterior tetap terpasang
9. Edukasi 1. Informasikan kepada keluarga tentang cara penanganan
epistaksis dirumah.
2. Bila perdarahan berlanjut, segera ke unit gawat darurat
untuk pemeriksaan penunjang.
3. Informasikan kepada pasien untuk tidak mengorek-korek
hidung dan membuang ingus jangan terlalu keras.
50
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
BENDA ASING PADA JALAN NAFAS (ICD 10: T17.8 )
1. Pengertian (definisi) Adanya benda atau benda asing di saluran jalan nafas
(laring,trakea,bronkus)
51
Menunjukkan sikap tercekik
2 Pemeriksaan Fisik dengan ada penyumbatan jalan napas
atas, tampak:
Gelisah
Sesak
stridor inspirasi
Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial,
supra steroal biru (sianosis)
Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang
bronkus:
- Gerak nafas satu sisi berkurang
- Suara nafas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut
di atas tidak ada.
2.Laringitis akut.
3.Trakeitis
4.Bronkitis
5.Pneumoni
7. Pemeriksaan 1. X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus
Penunjang tertentu, karena bila masih baru dan bendanya non radio
opaqe, sering tidak tampak kelainan.
52
rujuk ke RS Sanglah.
14. Indikator Medis 1. Benda Asing dari saluran nafas dapat dikeluarkan
15. Kepustakaan 1. Tamin S. Benda asing saluran napas dan cerna. Satelit
simposium penanganan mutakhir kasus telinga hidung
tenggorok.
54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
BENDA ASING PADA HIDUNG (ICD 10: T17.1 ).
1. Pengertian (definisi) Adalah adanya benda asing pada hidung. Benda asing
bisa berupa biji-bijian, kapas, manik-manik, dan lain-
lain
2. Anamnesis 1. Riwayat memasukkan benda asing ke dalam hidung
(biasanya pada pasien anak-anak).
2. Hidung berair.
3. Hidung berbau bila benda asing sudah lama di dalam
rongga hidung.
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan adanya benda asing hidung.
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat kemasukkan benda asing pada anamnesis.
2. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya benda asing pada
hidung.
5. Diagnosis Kerja Benda asing pada hidung.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto water’s
8. Terapi 1. Ekstraksi korpal dengan menggunakan pinset bayonet
pada benda yang berbentuk pipih ataupun
menggunakan kaitan pada benda yang berbentik bulat.
9. Edukasi 1. Informasikan pada keluarga pasien untuk
55
memperhatikan mainan yang dibawa oleh anak-anaknya
(misalnya manic-manik, ataupun biji-bijian).
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
14. Indikator Medis 1. Benda asing terangkat.
2. Keluhan membaik.
15. Kepustakaan Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung
dan tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran
universitas udayana, RSUP denpasar, 1992
58
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
BRONKIOLITIS
1. Pengertian (definisi) Bronkiolitis adalah penyakit infeksi pernafasan
akut bagian bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus
2. Anamnesis Anak < 2 thn didahului infeksi saluran nafas akut
bagian atas dengan gejala :
1. Batuk
2. Pilek
3. Demam sub febris
4. Sesak nafas makin hebat dengan nafas
dangkal dan cepat
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam
2. Dispnea dengan expiratory effort
3. Retraksi dinding dada
4. Nafas cepat dangkal dengan nafas cuping
hidung
5. Sianosis sekitar hiudng dan mulut,gelisah
6. Auskultasi: Ronkhi basah halus nyaring pada
akhir atau awal inspirasi
7. Perkusi : hipersonor
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria anamnesa diatas
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Kerja BRONKIOLITIS
6. Diagnosis Banding 1. Asma bronkial
2. Aspirasi benda asing
3. Bronkopneumonia
4. Gagal jantung
5. Miokarditis
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah lengkap
2. Analisa Gas Darah
3. Foto Dada
8. Terapi 1. Oksigenasi
2. IVFD, sesuai berat badan, peningkatan suhu
dan status hidrasi
3. Koreksi terhadap gagngguan elektroli yang
mungkin timbul
4. Antibiotik pada keadaan umu yang kurang baik,
curiga infeksi sekunder.
5. Kortikosteroid : dexamethason 0,5 mg/kgbb
dibagi 3-4 dosis.
6. Nebulisasi β agonis : salbutamol 0,1
mg/kgBB/dosis sehari 4- 6 kali diencerkan dgn
Normal Saline.
61
2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7
hari tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF
Anak RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Unsrat Manado
2. Pedoman Diagnosia dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya
Edisi III 2008
62
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria anamnesis diatas
2. Tanda klinis diatas
3. Laboratoris : Lekopenia,anesonofilia, Ig M
Salmonela positip
5. Diagnosis Kerja DEMAM TIFOID
64
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamneis
2. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium.
3. Beberapa faktor resiko terjadinya
hiperbilirubinemia berat :
a. Ikterus yg timbul dlm 24 jam pertama.
b. Inkompatibilitas gol darah ( Coombs test
positip )
c. Usia kehamilan < 38 minggu
d. Penyakit hemolitik
e. Ikterus/terapisinar/tranfusi tukar pada bayi
sebelumnya
f. Hematoma sefal, bruising.
g. ASI eksklusif (bila BB turun > 12% BB lahir )
h. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki,usia
Ibu <25 thn.
i. Ikterus sebelum bayi dipulangkan
j. Infant Diabetic Mother, Makrosomia
b. Polisitemia
5. Diagnosis Kerja HIPERBILIRUBINEMIA
6. Diagnosis Banding SEPSIS NEONATORUM
7. PemeriksaanPenunjang 1. Bilrubin Total ( Direk dan Indirek )
2. Golongan darah bayi dan tipe Rh-nya
2. Golongan darah Ibu dan tipe Rh-nya
3. Uji Coomb direk pada bayi
4. Hemoglobin/pemeriksaan darah lengkap
5. Sediaan hapusan darah
6. Hitung reikulosit
7. 8. G6PD
8. Terapi 1. Hidrasi – pemberiaan asupan
2. Foto terapi( lihat lampiran )
2. 3. Tranfusi tukar ( lihat lampiran )
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
66
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SEPSIS NEONATORUM
1. Pengertian (definisi) Sepsis neonatorum merupakan sustu sinroma
respons inflamasi janin disertai gejala klinis infeksi
yang diakibatkan adanya kuman dalam darah pada
neonatus.
2. Anamnesis 1. Suhu tidak stabil.
2. Letargi
3. intoleransi minum
4. intoleransi glukosa: hiperglikemi atau hipoglikemia
5. Adanya faktor resiko:
a. faktor resiko ibu
• demam intrapartum > 38º C
• persalinan kurang bulan
• ketubah pecah dini > 18 jam
• asfiksia antenatal atau intra partum
• infeksi saluran kemih ibu.
b. faktor resiko neonatal
• Kelahiran kurang bulan
• Neonatusdgn selang endotrakea,akses vena
sentral, kateter infus
• Neonatus yang minum susu formula
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tidak spesifik dan sering kali subtle.
2. Gawat nafas: apnea,takipnea dan sianosis.
3. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, distensi
abdomen, ileus dan sulit minum
4. Hippotermia (paling sering) atau hipertermia
5. Hepatomegali
6. Ikterus
7. Letargi
8. Irritability
9. Kejang
10. Fontanela menonjol atau penuh
4. Kriteria Diagnosis Pedoman untuk menegakkan diagnosis sepsis
neonatorum dgn menggunakan kriteria sbb:
1. Keadaan umum
• Menurun (not doing well) malas minum (poor
feeding),
hiperttermia/hipotermia,sklerema,edema.
67
• Sistem susunan saraf pusat
• Hipotoni,iritale,kejang,letergi,tremor,fontanela
cembung, high pitch cry.Sistem saluran
pernafasan
• Pernafasan tidak teratur,apnea,takipnea
(>60/menit),sesak,sianosis.
2. Sistem kardiovaskuler
• Takikardia (> 160x/menit),bradikardia (<
100x/menit),akral dingin,syok.
3. Sistem saluran pencernaan
4. Retensi lambung,hepatomegali,
mencret,muntah,perut kembung
5. Sistem hematologi
6. Kuning, pucat, splenomegali, petekiae, purpura,
perdarahan.
a. Possible/suspect sepsis : bila terdapat 3 gejala
klinik dari 6 kelompok gejala klinik
b. Probable sepsis terdapat 3 gejala klinik dan
adanya kelainan laboratorium
c. Proven sepsis : terdapat 3 gejala klinik dan
kultur darah yang positif.
5. Diagnosis Kerja SEPSIS NEONATORUM
6. Diagnosis Banding Kelainan bawaan jantung, paru-paru dan organ organ
lain
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah lengkap
2. C Reaktive protein
3. Kultur darah,urine, feses (atas inikasi)
4. Urine lengkap
5. Feses lengkap
6. Foto dada
8. Terapi 1. Ampisilin 200 mg/kgBB/24 jam iv 2 dosis untuk
neonatus umur , 7 hari,untuk neonatus umur > 7
hari dibagi 3 dosis. Dan Aminoglikosida dosis 7,5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
2. Cefotaksim 50 mg /kgBB/dosis q 12 jam jika umur
< 7 hari, q 8 jam jika umur > 7 hari
3. Ceftazidime 30-50 mg/kgBB/dosis q 12 jam jika
umur < 7 hari, q 8jam jika umur > 7 hari
4. Bila gejala klinis memburuk dan hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka
diberikan Cefipime 100 mg/kgBB/hari dibeikan 2
68
dosis atau Meropenem 30-40 mg/kgBB/hari iv dan
Amikacin 15 mg/kgB perhari iv.
5. Suportif.
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
69
6. Faktor resiko hipoglikemia :
a. Neonatus puasa
b. Neonatus dgn polisitemia
c. Neonatus dgn eritroblastosis
7. Obat-obatan maternal misalnya steroid, beta
simpatomimetik dan beta bloker.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Jitteriness
2. Sianosis
3. Kejang atau termor
4. Letargi dan menyusui yang buruk
5. Apnea
6. Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
7. Hipotermia
8. Respiratory distress sindrom
4. Kriteria Diagnosis 1. Pementaun glukosa di tempat tidur merupakan
tindakan yang tepat untuk penapisan dan
deteksi awal.
2. Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai
serum dari laboratorium jika memungkinkan.
5. Diagnosis Kerja HIPOGLIKEMIA
6. Diagnosis Banding 1. Insufisiensi adrenal
2. Kelainan jantung
3. Gagal ginjal
4. Penyakit susunan saraf pusat
5. Sepsis
6. Asfiksia
7. PemeriksaanPenunjang 1. Analisa gula darah
8. Terapi 1. Monitor:
Pada hari pertama untuk bayi yg beresiko
(BBLR, BMK, bayi dgn ibu DM ):
o periksa kadar glukosa saat bayi datang /
umur 3 jam
o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau
sampai pemeriksaan glukosa normal dalam
2 x pemeriksaan
o kadar glukosa < 45 mg/dl atau gejala
ppositip tangani hipoglikemia
70
• Bolus glukosa 10% 2 ml/kgBB pelan-pelan
dgn kecepatan 1ml/menit
• Pasang IV Dextrose 10% sesuai kebutuhan
(infus glukusa 6-8 mg/kg/menit).
• Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah
bolus dan tiap 3 jam.
• Bila kadar glukosa masih< 25 mg/dl,
dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas.
• Bila kadar glukosa > 45 mg/dl dalam 2 kali
pemeriksaan, maka:
IV diteruskan
Perksa kadar glukosa tiap 12 jam
Bila kadar glukosa turun, ulangi
bolus dextrose 10% 2 ml/kgBB
Bila bayi sudah tidak mendapat IV,
periksa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan kadar glukosa dalam batas
normal, pengukuran dihentikan.
3. Bila hipoglikemia persiten (hipoglikemia lebih
dari 7 hari)
• Kosultasi endokrin.
• Terpai kortikosteroid hydrokortison 5
mg/kg/hari atau prednison 2 mg/kg/hari per
oral
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SINDROMA KORONER AKUT
Petanda Biokimia :
7. PemeriksaanPenunjang EKG
Echocardiografi
Angiografi koroner.
8. Terapi Tirah baring di ruang resusitasi
Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin
intravena titrasi (kontra indikasi bila TD sistolik <
90 % mmHg). Bradikardia, < 50 kali/menit),
takikardia.
Atau
Antitrombotik
Antikoagulan
74
angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT
1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard akut
yang ST elevasi > 12 jam diberikan hepatin bolus
IV 5000 unit dilanjutkan dengan infuse selama
rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5 -2
kali nilai kontrol.
75
4. Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan
gangguan.
VT monomorfik yang tidak disertai angina,
edema paru atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kgBB. Bolus tambahan
0,5 -0,75 mg/kgBB tiap 5-10 menit sampai dosis
loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian
loading dilanjutkan dengan infuse 2-4 mg/menit
(30-50 mg/kg/BB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mgkg/BB dalam 5-10
menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/BB/jam.
Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit
atau 5 ml/kgBB 20-60 menit dilanjutkan infuse
tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemelihar Atau
76
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi
77
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
78
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.
79