Anda di halaman 1dari 79

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HIV AIDS

1. Pengertian (definisi) HIV ( Human ImmunodeficiencyVirus 0 adalah virus


yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
dapat menimbulkan AIDS. AIDS ( acquired immuno
deficiency syndrome ) adalah kumpulan gejala /
sindroma akibat menurunnya kekbalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV

2. Anamnesis Keluhan ineksi HIV tidak akanlangsung


memperlihatkan gejala / keluhan. Pasien datang dapat
dengan keluhan :
1. Demam ( suhu >37,5 ) terus menerus /
intermiten lebih dari satu bulan
2. Diare yang terus menerus /intermiten lebih dari
satu bulan
3. Keluhan disetai kehilangan berta badan > 10%
dari berat badan dasar
4. Keluhan lain tergantung dari penyakit yang
menyertainya
Faktor resiko :
1. Penjaja seks laki-laki / perempuan
2. Pengguna napza suntik
3. Laki-laki yang berhubungan seks dengan
sesama laki-laki dan transgender
4. Hubungan seksual yang beresiko / tidak aman
5. Pernah / sedang mengidap penyakit infeksi
menular seksual ( IMS )
6. Pernah mendapatkan transfusi darah
7. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam
yang tercemar HIV
8. Bayi dari ibu dengan HIV AIDS
9. Pasangan serodiskordan / salah satu pasangan
positif HIV
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum
 Bb turun
 Demam
2. Kulit
 Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV
misalnya kulit kering dan dermatitis
seboroik
 Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster
atau jaringan parut bekas herpes zoster
4. Pembesaran kelenjar getah bening
5. Mulut : kandidiasis oris,oral hairy leukoplakia
6. Dada : daat dijumpai ronki basah akibat infeksi
paru
7. Abdomen : hepatosplenomegali, nyeri atau ada

1
massa
8. Anogenital : tanda- tanda herpes simpleks, duh
tubuh vagina / uretra
9. Neurologi : tanda neuropati dan kelemahan
neurologis

10. Kriteria Diagnosis Diagnosis untuk HIV AIDS bisa dilakukan dengan
melihat kriteria mayor dan minor dan dilanjtkan dengan
melakukan test HIV
Untuk dewasa ( > 12 tahun ) dikatakan mengidap AIDS
apabila : tes HIV ( + )dan ditemukan 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor.
Untuk anak-anak ( < 12 tahun ) dikatakan mengidap
AIDS apabila : lebih dari 18 bulan tes HIV ( + ) dan
ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
Jika usia kurang dari 18 bulan dikatakan mengidap
AIDS jika ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dan dengan ibu yang HIV ( + )

Gejala mayor :
 Bb turun >10% dalam 1 bulan
 Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1
bulan
 Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
 Penurunan kesadaran dan gangguan
neurologis
 Demensia/HIV ensefalopati

Gejala minor :
 Batuk menetap lebih dari 1 bulan
 Dermatitis generalisata
 Adanya herpes zoster multisegmental dan
herpes zoster berulang
 Kandidiasis orofaringeal
 Herpes simpleks kronis progresif
 Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita
 Retinitis virus sitomegalo
11. Diagnosis Kerja 1. Diagnosis HIV
2. Diagnosis komplikasi HIV
3. Diagnosis penyakit penyerta
4. Pemantauan pengendalian HIV
12. Diagnosis Banding 1. Penyakit gangguan auto imun
13. PemeriksaanPenunjang 1. Laboratorium
 Tes Hiv menggunakan srategi 3 yaitu
menggunakan 3 macam tes dengan titik
tangkap berbeda ( Rapid test )
 Sebelum melakukan tes HIV perlu
dilakukan konseling sebelumnya. Terdapat
2 macam pendekata tes HIV, yaitu VCT dan
PITC
14. Terapi 1. Tatalaksana HIV di layanan primer dapat
dimulai apabila penderita HIV sudah dipastikan
tidak memiliki komplikasi atau infeksi
oportunustik yang dapat memicu terjadinya
sindrom pulih imun.evaluasi ada tidaknya
infeksi oportunisyik dapat dengan merujuk ke

2
layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih
lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita
HIV sering tidak spesifik.
2. Mulai terapi ARV tanpa melihat jumlah CD4
Terapi ARV :
 Dewasa dan anak : AZT atau TDF + 3TC
( atau FTC ) + EVF atau NVP
 Bumul : AZT + 3TC + EFV atau NVP
 Ko-infeksi HIV/TB : AZT atau TDF + 3TC
( FTC ) + EFV atau NVP

Rencana tindak lanjut

1. Pemantauan pasien dalam terapi ARV


dilakukan pada minggu ke 2,4,8,dan 12 sejak
memulai terapi ARV dan kemudian setiap 6
bulan bila pasien telah mencapai keadaan
stabil
2. Pasien yang akan memulai terapi AZT maka
dilakukan pengukuran kadar Hb dan pada
minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi ARV
3. Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk
pasien yang mendapat TDF

15. Edukasi 1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi


menular seksual ( IMS ) dan kelompok resiko
tinggi beserta pasangan seksualnya
2. Pemakain kondom pada pasangan beresiko
3. Memberikan informasi pada pasien dan
keluarga tentang penyakit HIV AIDS.
Menyarankan kepada pasien untuk bergabung
dengan kelompok penanggulangan HIV AIDS
untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi
pengobatan
16. Prognosis Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat
datang dan pengobatan. Terapi hingga saat ini adalah
untuk menekan jumlah virus bukan untuk mematikan
virus/menyembuhkan,sehingga prognosis pada
umumnya dubia ad malam.
1. Tingkat Evidens I / II / III / IV
2. Tingkat Rekomendasi A/B/C
3. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Nurlya Novianty Novianty

4. Indikator Medis 1. Terdeteksi HIV


2. Intervensi sesuai kondisi pasien, diet, obat, dan
pola hidup
3. Tidak terjadi penularan kepada orang lain /
pasangan
5. Kepustakaan Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Pedoman nasional
tatalaksana infeksi HIV dan trapi Antiretroviral pada
orang dewasa, Jakarta : Kemenkes , 2011
( kementrian Kesehatan Republik Indonesia )

3
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
VULNUS APPERTUM (ICD10: T14.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah kerusakan anatomi karena hilangnya
kontinuitas jaringan oleh sebab dari luar yang terbuka
dengan tepi beraturan maupun tidak beraturan.
2. Anamnesis Adanya luka terbuka yang disebabkan oleh adanya
trauma.
3. Pemeriksaan Fisik - Adanya luka terbuka
- Adanya perdarahan pada luka.
- Luka dapat bervariasi berdasarkan kedalaman dan
luasnya luka:
 Stadium I: luka superficial, yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
 Stadium II: luka “partial thickness”, yaitu
hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
dan bagian atas dari dermis, merupakan luka
superficial dengan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
 Stadium III: luka full thickness, yaitu hilangnya
kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai luka bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fascia
tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitar.
 Stadium IV: luka full thicknes yang telah
mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
4
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis Kerja Vulnus appertum
6. Diagnosis Banding -
7. PemeriksaanPenunjang -
8. Terapi  Lakukan perawatan luka.
 Pemberian analgetik asam mefenamat 3x500 mg.
 Pemberian antibiotic profilaksis amoksisilin 3x500
mg
9. Edukasi Informasikan kepada pasien untuk menjaga
kebersihan luka dan control setiap 2 hari sekali
pada poliklinik Kulit dan Kelamin.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis  Perdarahan pada luka berhenti.


 Terjadinya perbaikan luka setiap 2 hari kontrol.
15. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 – 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
ASMA AKUT BERAT (ICD 10: J45.9 )
1. Pengertian (definisi) Suatu keadaan darurat medik berupa serangan
sesak nafas berat yang kemudian bertambah berat
dan refrakter bila setelah 1 – 2 jam pemberian obat
tidak ada perbaikan atau malah memburuk.
2. Anamnesis 1. Sesak nafas mendadak & bertambah berat
2. Sudah minum obat sesak tapi tidak membaik
3. Riwayat menderita asma yang lama
4. Pernah mengalami serangan asma sejenis
sebelumnya
5. Riwayat menggunakan terapi steroid jangka
panjang
3. Pemeriksaan Fisik Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa:
1. Sesak nafas berat disertai bising mengi
2. Sesak nafas hingga tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dalam sekali nafas
3. Terlihat retraksi otot bantu nafas
4. Frekwensi nafas > 25 x / menit
5. Takikardi ( > 110 x / menit )
6. Pulsus paradoksus ( penurunan tek. darah
sistolik pada saat inspirasi > 10 mmHg )
7. APE < 50 % dari nilai dugaan
Asma akut berat yang sudah mengancam jiwa:
1. Suara nafas melemah (silent chest)
2. Sianosis
3. Bradikardi / Hipotensi
4. Kelelahan, bingung, gelisah, kesadaran menurun
5. APE < 33 % dari nilai terbaik

6
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesak nafas berat disertai bising mengi
2. Tidak bisa menyelesaikan kalimat dalam 1 kali
nafas
3. RR > 25x / mnt, takikardi (>110x / mnt)
4. Retraksi otot-otot bantu nafas
5. Riwayat gejala berulang
5. Diagnosis Kerja Asma akut berat / status asmatikus
6. Diagnosis Banding 1. Bronkitis Kronis
2. Emfisema Paru
3. Emboli Paru
4. Gagal Jantung Kiri Akut
7. PemeriksaanPenunjang 1. Analisis gas darah arteri
2. APE / Flowmeter
3. Foto thorax
4. EKG
8. Terapi 1. O2 dosis tinggi 4-6 lt / mnt untuk mencegah
hipoksemia
2. Bronkodilator (disesuaikan dengan obat yang
ada)
a. Inhalasi agonis β2 dosis tinggi, seperti
Salbutamol 2,5-5 mg / Terbutalin 2,5-5 mg
secara nebulisasi, dapat diulang @ 20 menit
dalam 1 jam.
b. Injeksi Adrenalin 1/1000, subcutan 0,2-0,5
cc, dapat diulang sampai 2-3X dengan
interval 30-60 menit, harus diberikan dengan
sangat hati-hati , kecuali ada kontra indikasi
terhadap obat ini ( penderita hipertensi,
hipertiroid, kelainan jantung, usia lanjut > 40
thn).
c. Aminopilin injeksi 5-6 mg / kgBB diencerkan
dalam Dext 5% sama banyak, secara
intravena, bolus perlahan dalam 10-15 mnt
atau dalam infus 100 cc DExt 5% NaCl 0,9%
dalam waktu 20 menit.
d. Antikolinergik : Ipatropium bromid dapat
digunakan sendiri atau kombinasi dengan
agonis β2 melalui inhalasi dengan nebulisasi.
Penambahan ini tidak diperlukan bila respon
dengan agonis β2 sudah cukup baik.
3. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi harus segera
diberikan pada serangan asma berat yaitu
Hidrokortison 200 mg iv atau metil prednisolon
injeksi / tablet 30-60 mg, atau keduanya.
4. Setelah dilakukan pengobatan awal dengan
bronkodilator dan steroid, dilakukan evaluasi @
15 menit terhadap klinis penderita. Setelah 30
menit evaluasi, jika tidak membaik, maka
penderita dirujuk ke RS. Tapi bila membaik,
penderita dapat dipulangkan dengan pemberian
obat oral (Salbutamol 4 mg 3x1, dan metil
prednisolon 4 mg 3x1).

9. Edukasi 1. Penderita dianjurkan untuk control ke poliklinik


( pada pasien yang dipulangkan).
2. Penderita sebaiknya menghindari allergen yang
dapat memicu timbulnya asma (serbuk sari
bunga, anjing, kucing, debu rumah, udara dingin,
asap rokok, dll).
3. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat yang
normal termasuk dalam melakukan exercise.
7
4. Menghindari efek samping obat asma untuk
mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel.

10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam


Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Sesak nafas berkurang.


2. Respiratory Rate kembali normal.
3. Retraksi dinding dada berkurang.
15. Kepustakaan 1. Bakta, I Made, dkk. Gawat Darurat di Bidang
Penyakit Dalam. Buku Kedokteran ECG. 1998.

8
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016 – 2020
KABUPATEN SIDOARJO

STATUS KONVULSI / EPILEPTIKUS (ICD 10: G41.9) )


1. Pengertian (definisi) Status konvulsi adalah keadaan dimana terjadinya
dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya
pemulihan kesadaran diantara kejang, atau
serangan yang berlangsung terus menerus selama
30 menit atau lebih.
2. Anamnesis  Lama kejang
 Sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
 Tingkat kesadaran diantara kejang
 Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam
keluarga
 Riwayat epilepsi, dan pengobatannya
 Panas, trauma kepala
 Riwayat persalinan, tumbuh kembang
 Penyakit yang sedang diderita
3. Pemeriksaan Fisik  Tingkat kesadaran
 Pupil
 Refleks fisiologis dan patologi
 Ubun-ubun besar
 Tanda-tanda perdarahan
 Lateralisasi.
 Aktivitas susunan saraf simpatis: takikardi,
hipertensi, keringat berlebihan, hipersalivasi.
 Papilledema, tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
 Fitur neurologis juga tampak seperti tonus yang
9
meningkat dan refleks asimetris.
4. Kriteria Diagnosis  dua atau lebih rangkaian kejang yang berurutan
 dimana tidak ada pemulihan kesadaran diantara
kejang
 atau aktivitas kejang yang terus-menerus
 selama lebih dari 30 menit.
5. Diagnosis Kerja Status Konvulsi/Epileptikus
6. Diagnosis Banding 1. Ensefalitis
2. Heat stroke
3. Gangguan elektrolit (Hipernatremi, Hipokalsemi,
Hipoglikemi
4. Sindrom Neuroleptik Maligna
7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar obat antikonvulsan
b. Lumbal Punksi
c. Kimia darah rutin
2. EEG
3. Brain Imaging
Brain imaging dengan menggunakan CT Scan dapat
menentukan tempat lesi di otak. Jika pemeriksaan
CT menunjukkan keadaan yang normal, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan MRI untuk lebih
mengkonfirmasi adanya lesi di otak.
8. Terapi Stadium I (0-10 menit):
- Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
- Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen,
resusitasi
Stadium II (0-60 menit):
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil 50-100 cc darah untuk
pemeriksaan lab
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-
20 mg iv (kecepatan pemberian < 2-5
mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menit
kemudian.
- Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau
tanpa thiamin 250 mg intravena.
- Menangani asidosis
Stadium III (0-60 - 90 menit):
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus 30 menit
setelah pemberian diazepam pertama, beri
phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan
kecepatan 50 mg/menit
- Memulai terapi dengan vasopresor bila
diperlukan
- Mengoreksi komplikasi
9. Edukasi -
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto
5. dr. Nurlya Novianty
10
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Tingkat kesadaran membaik


2. Kejang berhenti
3. Tanda-tanda vital membaik.
15. Kepustakaan 1. Standar Pelayanan Medik PERDOSSI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
LUKA BAKAR (ICD 10: T20-32.0-3 )
1. Pengertian (definisi) Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang
menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat
yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat)
2. Anamnesis Adanya riwayat sentuhan/paparan dengan benda-
benda yang menghasilkan panas atau zat-zat yang
bersifat membakar disertai tanda-tanda luka bakar
pada permukaan tubuh
3. Pemeriksaan Fisik 3. Keadaan umum biasanya bervariasi, dari baik
hingga buruk
4. Adanya tanda-tanda luka bakar dapat disertai
benda, zat atau bahan yang menyebabkan luka
bakar pada permukaan tubuh
5. Derajat luka bakar ditentukan oleh kedalaman luka
bakar. Beratnya luka bakar bergantung pada
dalam, luas, dan daerah luka. Umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya mempengaruhi
prognosis
4. Kriteria Diagnosis Luka bakar dinyatakan dengan derajat
- Derajat I : Hanya mengenai lapisan luar epidermis.
Kulit merah,sedikit edema dan nyeri.Tanpa terapi
sembuh dalam 2-7 hari
- Derajat II : Mengenai epidermis dan sebagian
dermis.Terbentuk bullae, edema dan nyeri hebat.
Bila bullae pecah tampak daerah merah yang
banyak mengandung eksudat. Sembuh dalam 3-4
minggu

11
- Derajat III : Mengenai seluruh lapisan kulit dan
mungkin subkutis atau lapisan yang lebih dalam.
Tampak lesi pucat kecoklatan dengan permukaan
lebih rendah daripada bagian yang tidak terbakar.
Bila akibat kontak langsung dengan nyala api
terbentuk lesi yang kering denga gambaran
koagulasi seperti lilin dipermukaan kulit. Tak ada
rasa nyeri. Akan sembuh dalam 3 – 5 bulan
dengan sikatrik

Luas luka bakar : berdasarkan rumus Lund dan


Browder untuk anak-anak sedangkan dewasa dihitung
menurut rumus Rule of Nine

Derajat luka bakar :


A.Ringan:
- Luka bakar derajat I
- Luka bakar derajat II dengan luas < 15 %
- Luka bakar derajat III dengan luas < 2 %
B.Sedang
- Luka bakar derajat II dengan luas 10 - 15%
- Luka bakar derajat III denga luas 5 – 10 %
C. Berat
- Luka bakar derajat II dengan luas > 20 %
- Luka bakar derajat II yang mengenai wajah,
tangan, kaki dan alat kelamin atau persendian
sekitar ketiak
- Luka bakar derajat III dengan luas > 10 %
- Luka bakar akibat listrik dengan tegangan > 1000
volt
- Luka bakar dengan komplikasi patah tulang,
kerusakan luas jaringan, lunak atau gangguan
jalan nafas

5. Diagnosis Kerja Combustio


6. Diagnosis Banding --
7. PemeriksaanPenunjang --
8. Terapi A. Pertolongan pertama
- Matikan api dengan memutuskan hubungan
(suplai) dengan oksigen dengan menutup tubuh
penderita dengan selimut, handuk, sprei dan lain-
lain
- Lakukan pendinginan (untuk kejadian sebelum 1
jam) dengan merendam dalam air dingin (20 - 30
C) atau air yang mengalir selama 20 – 30 menit.
Untuk daerah wajah cukup dikompres dengan air
B. Untuk luka bakar derajat ringan, yaitu :
- Luka bakar derajat I
- Luka bakar derajat II dengan luas < 15 %
- Luka bakar derajat III dengan luas < 2 %
Dapat diterapi / dirawat sebagai berikut : bila ada
bullae dapat dipecahkan dengan membuat
sayatan tetapi tidak dibulektomi sealnjutnya
diberikan antiseptik (dermazin) dan luka ditutup
dengan verban / kain bersih dan tidak melekat
pada luka. Perawatan dirumah diberikan antiseptik
dan kalau perlu diberikan analgetik dan antibiotik
untuk mencegah infeksi. Selanjutnya pasien
dipulangkan dan bisa kontrol di UGD
PUSKESMAS TAMAN.
C. Untuk luka bakar derajat sedang dan berat dirujuk
12
ke RS dengan tindakan Life Saving bila
diperlukan
9. Edukasi 1. Monitoring tanda-tanda nyeri dan keadaan umum
penderita pada luka bakar derajat ringan yang
dipulangkan dan dapat kontrol di PUSKESMAS
TAMAN
2. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum
.
14. Indikator Medis 1. Nyeri berkurang
2. Tidak adanya penyulit yang timbul terutama tanda-
tanda vital
15. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016 - 2020
KABUPATEN SIDOARJO
SYOK ANAFILAKTIK (ICD 10: T78.2)
1. Pengertian (definisi) Syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
I,segera atau sampai 30 menit setelah terjadi kontak
dengan allergen
2. Anamnesis 1. Riwayat alergi obat,makanan,dan lainnya.
2. Riwayat pemakaian obat-obatan terutama injeksi.
3. Terdapat gejala umum: lesu,lemah,rasa tak enak di
dada dan perut,rasa gatal di hidung dan palatum,
Pernafasan:hidung:hidung
gatal,bersin,tersumbat,laring :rasa tercekik,suara
serak,bronkus :batuk, sesak,
kardio :pingsan ,gastrointestinal :mual,muntah,diar
e,mata;gatal,SSP: gelisah,kejang
4. Pemeriksaan Fisik 1. Tingkat kesadaran
2. Vital sign:TD:hipotensi,N:Takikardi,RR:Nafas
cepat
3. Laring:stridor,edema,spasme,Lidah :Edema,
4. Bronkus:Mengi,spasme,
5. kardio:takikardi,hipotensi,aritmia,
6. Gastrointestinal :peristaltik meninggi,
7. Kulit: Urtikaria,angioedema
dibibir,muka,ekstremitas
8. Mata:lakrimasi, SS
5. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis
2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang
14
6. Diagnosis Kerja Syok Anafilaktik
7. Diagnosis Banding 1. Reaksi Vasovagal
2. Infark Miokard
3.Reaksi Hipoglikemik
4.Asma Bronkiale
5. Rhinitis Alergika
8. PemeriksaanPenunjang 1.AGD (Analisis Gas Darah)
2.Tes Gula Darah
3.Tes Fungsi Ginjal
4.EKG
5. Rontgen thorax
9. Terapi 1. Menghentikan allergen yang dicurigai segera
2. Menempatkan penderita pada posisi syok
(kedua tungkai diangkat ke atas
3. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian
oksigen 100%
4. Memperbaiki volume darah,pasang
infuse,gunakan cairan kristaloid (Nacl
0.9%,RL),Koloid (HES,Albumin)
5. Memberikan epinefrin 0.25 mg SC setiap 15
menit sesuai beratnya gejala,penderita
mengalami presyok atau syok dapat diberikan
dosis 0.3-0.5 mg pada dewasa (pengencer
1:1000),dapat diulang setiap 15 menit hingga
tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg
6. Terapi sekunder
- antihistamin :difenhidramin 1-2 mg/kgbb
- aminofilin loading dose 7-9 mg/kgbb
diberikan dalam 20-30 menit
7. Edukasi 1. Catat obat penderita yang menyebabkan alergi
2.Menghindari obat yang menyebabkan syok
anafilaktik
8. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
9. Tingkat Evidens IV
10. Tingkat Rekomendasi A/B/C
11. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

12. Indikator Medis - Kesadaran membaik.


- Tanda-tanda vital membaik.
13. Kepustakaan 1. Bakta, I Made, dkk. Gawat Darurat di Bidang
Penyakit Dalam. Buku Kedokteran ECG. 1998.

15
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
PUSKESMAS TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO 2016 - 2020

COLIC ABDOMEN (ICD 10: R10.4) )

1. Pengertian (definisi) Otot polos saluran cerna atau saluran kencing


mengalami spasme hilang timbul sehingga
penderita merasakan sakit perut hilang timbul

2. Anamnesis 1. Bagaimana sifat nyeri


2. Lokasi nyeri: menyebar / tidak ? Bagaimana
menyebarnya?
3. Apakah disertai muntah? Disertai demam?
4. Apakah disertai sesak nafas?
5. Apakah disertai debar-debar?
6. Adakah tanda-tanda kehamilan (untuk KET)
7. Adakah riwayat gastritis/dispepsia?
8. Bagaimana BAK, dan bagaimana BAB?
Apakah bisa kentut?

3. Pemeriksaan Fisik 1. Tensi, nadi, pernafasan, suhu.


2. Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri, adakah
nyeri tekan / nyeri lepas ? Adakah
pembesaran hati, apakah teraba massa?
Distensi abdomen?, suara usus hiperaktif?
3. Pemeriksaan rektal : lokasi nyeri pada jam
berapa, adakah faeces, adakah darah?
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa :Nyeri perut berupa kram (kolik)
pada abdomen,kadang muntah
2. Pemeriksaan fisik : Adanya distensi
abdomen,adanya nyeri tekan pada abdomen,
Peningkatan bising usus
5. Diagnosis Kerja Colic abdomen

6. Diagnosis Banding Kanan Atas:

 Kolesistitis akut
 Pankreasitis akut
 Perforasi tukak peptik
 Hepatitis akut
 Abses hati
 Kongestif hepatomegali akut
 Pneumonia dengan reaksi pleura

Kiri Atas:

 Perforasi lambung

16
 Pankreasitis akut
 Perforasi kolon
 Pneumonia dengan reaksi pleura
 Infark Miokard
 Pielonefritis akut

Peri Umbilikal:

 Obstruksi
 Apendiksitis
 Pankreasitis akut
 Hernia strangulasi
 Divertikulitis

Kanan Bawah:

 Apendiksitis
 Adneksitis
 Endometriosis
 KET (kehamilan ektopik terganggu
 Divertikulitis
 Perforasi caecum
 Batu ureter
 Hernia
 Abses psoas

Kiri Bawah:

 Divertikulitis
 Adneksitis / Endometriosis
 Perforasi kolon / sigmoid
 Batu ureter
 Hernia
 Abses psoas

7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan darah seperti Leukosit , Hb


2. Pemeriksaan urin
3. Pemeriksaan feses
4. Radiologi
8. Terapi 1. Berikan anti nyeri per oral dan anti nyeri
intermuskular / anti nyeri supositori .
2. Untuk colic internal dan nyata peristaltic
meningkat bisa diberi injeksi buscopan.
3. Bila nyeri hilang berikan resep obat oral anti
nyeri dan spasmalitik
4. Evaluasi 15-30 menit bila tidak ada perubahan
penderita di rujuk ke RS tanpa ambulance
dengan ambulance bila ada tindakan live
saving.
9. Edukasi 1. Istirahat yang cukup
2. Pertahankan lingkungan yang tenang
3. Cukup makan dan minum
4. Menjaga personal higien yang baik
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

17
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Berkurangnya kram atau kolik setelah


pemberian anti nyeri /anti spasmalitik baik
dengan anti nyeri oral atau intramuscular.
2. Pasien terlihat tidak gelisah
15. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 – 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
CORPUS ALIENUM MATA (ICD 10: H15.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah masuknya benda asing kedalam bola mata.

2. Anamnesis 1. Mata terasa mengganjal dan ngeres.


2. Mendadak merasa tidak enak jika mengedikan
18
mata.
3. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat.
4. Fototobia dan epifora.
5. Gangguan gerak bola mata dan lain-lain

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.


2. Pemeriksaan slit lamp, tampak adanya corpus
alienum.

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Corpus alienum mata

6. Diagnosis Banding -

7. PemeriksaanPenunjang 1. Fluoresin test.

8. Terapi 1. Anestesi local tetes mata ( pantokain 2%).


2. Ekstraksi korpal dengan menggunakan lidi
kapas/needle G.25/ spuit 1cc.
3. Lakukan fluoresin test untuk mengetahui adanya
erosi kornea.
4. Bebat tekan dengan salep mata gentamisin
selama 6 jam.
5. Tetes mata antibiotic ( cendo ulcori) 6 x 1 tetes
pada mata yang sakit.
6. Tetes mata penyegar ( cendo eyefresh/cendo
lyteers ) 6 x 1 tetes pada mata yang sakit.
7. Analgetik oral ( asam mefenamat 500 mg) 3x1
tablet.
8. C
9. Kontrol poliklinik 3 hari setelah tindakan.

9. Edukasi 1. Sarankan kepada pasien untuk mengenakan


pelindung mata bila sedang bekerja.

2. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam


Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
3. Tingkat Evidens IV
4. Tingkat Rekomendasi C
5. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum

6. Indikator Medis - Korpus alienum terangkat.


- Keadaan mata membaik.
7. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI
1993

19
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
HEMATOME PALPEBRA (ICD 10:S00.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah dibawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh
darah palpebra yang disebabkan oleh adanya trauma
tumpul pada mata.
2. Anamnesis
 Proses terjadinya trauma
 Benda apa yang mengenai mata tersebut
 Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan, samping
atas, samping bawah, atau dari arah lain)
 Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata
 Berapa besar benda yang mengenai mata
 Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
 Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.

20
2. Pemeriksaan fisik mata, meliputi:
 Keadaan kelopak mata
 Kornea
 Bilik mata depan
 Pupil
 Lensa dan fundus
 Gerakkan bola mata
 Tekanan bola mata

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Hematoma Palpebra.

6. Diagnosis Banding Brill Hematome (hematome kacamata).

7. PemeriksaanPenunjang 1. Foto polos orbita.


2. USG Orbita.
3. CT-Scan
4. TIO

9. Terapi 1. Kompres dingin 2x24 jam pertama untuk


menghentikan proses perdarahan.
2. Kompres hangat pada hari ke 3 hingga hematoma
menghilang.
3. Analgetik (asam mefenamat 500 mg) 3x1 tablet bila
perlu.
4. Bila terdapat hematoma kacamata (brill hematoma)
dan terdapat tanda-tanda fraktur basis cranii segera
rujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut.
5. Kontrol poliklinik mata 5 hari setelah pengobatan.
10. Edukasi 1. Sarankan kepada penderita untuk mengobservasi
tajam penglihatan. Bila terjadi penurunan tajam
penglihatan, segera hubungi petugas kesehatan.
11. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat Rekomendasi C
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum
15. Indikator Medis - Nyeri berkurang.
- Hematoma berkurang.

16. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.


5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI
1993

21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SUBCONJUNCTIVAL BLEEDING (SCB) (ICD 10: H11.3)
1. Pengertian (definisi) Adalah suatu kelainan pada konjungtiva yang terjadi
akibat akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri
konjungtiva dan arteri episklera oleh karena trauma
tumpul pada mata.

2. Anamnesis
 Proses terjadinya trauma
 Benda apa yang mengenai mata tersebut
 Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan, samping
atas, samping bawah, atau dari arah lain)
 Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata
 Berapa besar benda yang mengenai mata
 Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
 Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp di dapatka pada konjungtiva terdapat adanya
kemerahan yang tidak hilang dengan penekanan.
3. Pemeriksaan TIO.

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Subconjunctival Bleeding.

6. Diagnosis Banding -

7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan TIO.


2. Funduskopi.

8. Terapi 1. Kompres dingin 2x24 jam pertama untuk


menghentikan proses perdarahan.
2. Kompres hangat pada hari ke 3 hingga SCB
menghilang.
3. Analgetik (asam mefenamat 500 mg) 3x1 tablet bila
22
perlu.
4. Kontrol poliklinik mata 5 hari setelah pengobatan.
11. Edukasi 1. Informasikan kepada pasien bahwa SCB akan
menghilang dalam waktu 2-3 minggu tanpa
pengobatan.
2. Bila dalam perjalanannya terjadi penurunan tajam
penglihatan segera hubungi sarana kesehatan..

12. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam


Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
13. Tingkat Evidens IV
14. Tingkat Rekomendasi C
15. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

16. Indikator Medis - SCB menghilang.


- Keadaan mata membaik.
17. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI
1993

23
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
EROSI KORNEA NON TRAUMATIK (ICD 10: H16.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea tanpa adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
 Nyeri pada mata.
 Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
 Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Erosi kornea.

6. Diagnosis Banding -

7. PemeriksaanPenunjang 1. Fluoresin test.


8. Terapi 1. Tetes mata antibiotika murni seperti spektrum luas
neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid tetes
mata 6x sehari 1 tetes.
2. Tetes mata penyegar 6x sehari 1 tetes.
3. Bebat mata dengan salep mata selama 6 jam.
4. Analgetik 3x sehari 1 tablet bila perlu.
5. Roboronsia untuk mempercepat proses
penyembuhan 1x sehari.
6. Control poliklinik mata 3 hari setelah penanganan
awal di UGD.
7. Edukasi 1. Informasikan kepada pasien untuk tidak mengucek
mata dan menghindari mata dari debu.

10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam


Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis - Nyeri menghilang.


- Keadaan mata membaik.
15. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
24
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI
1993

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2014-2016

PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
EROSI KORNEA TRAUMATIK (ICD 10: HS05.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea dengan adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
 Nyeri pada mata.
25
 Riwayat trauma pada mata.
 Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
 Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Erosi kornea.

6. Diagnosis Banding -

7. PemeriksaanPenunjang 1. Fluoresin test.


8. Terapi 1. Tetes mata antibiotika murni seperti spektrum
luas neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid
tetes mata 6x sehari 1 tetes.
2. Tetes mata penyegar 6x sehari 1 tetes.
3. Bebat mata dengan salep mata selama 6 jam.
4. Analgetik 3x sehari 1 tablet bila perlu.
5. Roboronsia untuk mempercepat proses
penyembuhan 1x sehari.
6. Control poliklinik mata 3 hari setelah penanganan
awal di UGD.
9. Edukasi Informasikan kepada pasien untuk tidak mengucek
mata dan menghindari mata dari debu.

10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam


Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum
14. Indikator Medis - Nyeri menghilang.
- Keadaan mata membaik.
15. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke
VI 1993

26
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
CIDERA KEPALA (ICD 10: S09.0)
1. Pengertian (definisi) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala
2. Anamnesis
 Mekanisme kejadian?
 Riwayat tidak sadar setelah kejadian?
 Riwayat mual/muntah?
 Riwayat pengaruh alcohol?
 Riwayat penyakit terdahulu.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Nilai tanda-tanda vital ( Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu axilla).
2. Nilai kesadaran pasien.
3. Inspeksi visual dan palpasi kepala: tanda-tanda
trauma, jejas, hematoma, vulnus pada kepala atau
region maksilofasial.
4. Inspeksi tanda-tanda fraktur basis kranii:
- Racoon’s eyes: periorbital ecchymosis.
- Battle’s sign: postauricular ecchymosis.
- CSF rhinorrhea/otorrhea.
- Hemotympanum atau laserasi kanalis
auditus eksternus.
5. Tanda-tanda lateralisasi (pupil anisokor,

27
hemiparesa).
4. Kriteria Diagnosis 1. Cidera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15)
2. Cidera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-12)
3. Cidera kepala berat (CKB dengan GCS ≤ 8)
5. Diagnosis Kerja Cidera kepala.

6. Diagnosis Banding 1. Stroke


2. Tumor Otak
7. PemeriksaanPenunjang 1. Foto polos kepala.
2. CT-Scan
9. Terapi 1. Stabilisasikan pasien:

PRIMARY SURVEY (PERTOLONGAN PERTAMA)


A (Airway):
 Look/Listen/Feel
 Bebaskan jalan nafas (posisikan pasien,
bersihkan jalan nafas dari
muntahan/lendir/benda asing)
 C-Spine control dengan memasang collar brace
untuk mencegah gerakan hiperekstensi dan
rotasi
 Bila pasien tidak sadar, selalu anggap bahwa
terdapat cidera tulang leher.

B (Breathing):
 Perhatikan suara nafas, apakah terdapat suara
nafas tambahan atau tidak, gerak dada baik
(dinilai apakah perlu nafas buatan?)
 Masker oksigen/nasal

C (Circulation):
 Perhatikan Perfusi, Nadi, Tensi
 Bila terdapat tanda-tanda Shock -> RL dan cari
sumber perdarahan. (Ingat luka di kepala
hampir tidak pernah menyebabkan shock).
 Tensi < 90 nadi < 90 -> kemungkinn spinal
shock! Batasi cairan
 Hentikan perdarahan dari luka terbuka

D (Disability):
 Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
 Nilai pupil (diameter, simetris, RC)

E (Exposure):
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher)

SECONDARY SURVEY

Untuk menentukan kelainan bedah saraf

Anamnesa:
 Kejadian?
 Sadar sesudah kejadian?
 Mabuk?
 Penyakit lain: epilepsi, DM, kelainan mata,
darah, riwayat jatuh?

28
Pemeriksaan:
 GCS
 Pupil
 Motorik (parese/plegi)
 Sensorik / rangsang nyeri
 Periksa teliti: wajah, kepala, leher, tulang
punggung
2. Observasi di RS selama 1-2 jam.
3. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Orientasi baik
2. Tidak ada gangguan fokal neurologis
3. Tidak ada muntah/sakit kepala.
4. Tidak ada tanda-tanda fraktur basis crania
(otore, rinore, ekimosis periorbita)
5. Ada yg mengawasi di rmh
6. Tmpt tgl dlm kota
Pasien dipulangkan dengan KIE.
4. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Gangguan kesadaran (GCS<15)
2. Gagguan fokal neurologis (+) [hemiparese,
anisokor, kejang]
3. Nyeri kepala/muntah-muntah yg menetap
4. Terdapat tanda-tanda fraktur tulang
kepala/basis crania.
5. Luka tusuk/luka tembak (corpus alienum)
6. Tidak ada yg mengawasi d rmh
7. Tinggal d luar kota
8. Ada mabuk/epilepsi
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala.
5. Bila terdapat indikasi sebagai berikut:
Indikasi x-foto kepala:
1. Jejas > 5 cm (hematom/vulnus)
2. Luka tusuk/clurit/tembak (Corpus alienum)
3. Fraktur terbuka
4. Deformitas kepala
5. Nyeri kepala menetap
6. Gangguan fokal nurologis
7. Gangguan kesadaran
Indikasi ct-scan kepala:
1. Luka tusuk/tembak (corpus alienum)
2. Nyeri kepala menetap/muntah menetap
3. Kejang-kejang
4. Penurunan GCS > 1 poin
5. Lateralisasi (anisokor+hemiparese)
6. GCS < 15 & slm terapi konservatif tidak
membaik
7. Bradikardi yang menyertai salah satu gejala
di atas
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala

10. Edukasi Bila pasien dipulangkan, informasikan kepada


keluarga pasien bila terdapat tanda-tanda: muntah
makin sering, Nyeri kepala/vertigo memberat,
Gelisah/kesadaran menurun, Kejang, untuk segera
membawa pasien ke pusat pelayanan kesehatan
yang memiliki fasilitas untuk penanganan cidera

29
kepala.

11. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam


Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat Rekomendasi C
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

15. Indikator Medis - Kesadaran membaik.


- Tanda-tanda vital membaik
- Keadaan umum membaik.
16. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN (ICD 10:S39.9)
1. Pengertian (definisi) Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen.
2. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat
seperti:
 Trauma pada abdomen akibat benturan benda
tumpul
 Jatuh dari ketinggian
 Tindakan kekerasan atau penganiayaan
 Cedera akibat hiburan atau wisata 6.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang
harus ditanyakan dalam anamnesis pasien:
 A llergies
 M edications
 P ast medical history
 L ast meal or other intake
 E vents leading to presentation6
3. Pemeriksaan Fisik  Inspeksi
 Perhatikan abdomen pasien untuk melihat
adanya tanda-tanda luka luar, seperti abrasi
dan atau ekimosis.
 Perhatikan pola luka yang ada untuk
menduga adanya trauma intra abdominal.(
lap belt abrasions, steering wheel–shaped
contusions).
 Observasi pernapasan pasien, karena
pernapasan abdominal mengindikasikan
adanya trauma pada sistem spinal.
Perhatikan juga adanya tanda-tanda distensi
dan perubahan warna pada daerah abdomen.
 Cullen sign (periumbilical ecchymosis)
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal,
namun biasanya tanda ini tidak langsung
positif. Jika ditemukan memar dan bengkak
pada daerah panggul kita harus curiga kearah
trauma retroperitoneal.
 Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk
melihat adanya luka, perdarahan, dan
hematom pada jaringan ikat longgar6.
 Auskultasi
 Bising usus bisa normal, menurun, atau
hilang.
 Abdominal bruit menandakan adanya
penyakit sistem vaskuler yang mendasari
atau adanya traumatic arteriovenous fistula.
 Bradikardia mengindikasikan adanya cairan
bebas intraperitoneal pada pasien dengan
31
trauma abdomen6.
 Palpasi
 Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan
hati-hati sambil melihat respon dari pasien.
Perhatikan adanya massa abnormal,
tenderness , dan deformitas.
 Konsistensi yang padat dan pucat dapat
menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.
 Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga
thoraks bagian bawah mengindikasikan
kemungkinan adanya cedera lien atau hepar
yang berhubungan dengan cedera costa
bawah.
 Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya
luka pada traktus urinarius bagian bawah,
seperti juga pada pelvic dan hematom
retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga
mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius bagian bawah cedera serta
hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur
pelvis terbuka juga berhubungan dengan
angka mortalitas yang melebihi 50 %.
 Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis
vagina untuk mengidentifikasi kemungkinan
perdarahan atau cedera.
 Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan
abdomen untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai
dengan akurat dari abdomen melalui
berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
 Distensi abdomen dapat merupakan akibat
dari dilatasi sekunder gaster yang
berhubungan dengan ventilasi atau menelan
udara
 Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera
memberi kesan adanya kebocoran isi usus.
Peritonitis karena perdarahan intraabdominal
dapat berkembang setelah beberapa jam6.
 Perkusi
 Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa
normal, redup, atau timpani.
 Pekak hati bisa positif maupun negatip.
 Nyeri ketok dinding abdomen.
 Tes undulasi atau shifting dullness bisa
positip maupun negatip6.

4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis


2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Trauma tumpul abdomen

6. Diagnosis Banding -

7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan laboratorium ( glukosa darah,


complete blood count (CBC), kimia darah, amylase
serum, urinalisis, pemeriksaan koagulasi, tipe
golongan darah, etanol darah, analisa gas darah,
32
dan tes kehamilan (untuk wanita-wanita usia
reproduksi)).
2. Pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen, DPL,
USG, CT-Scan.
8. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien
dapat bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
 Chin lift/ Jaw thrust
 Suction
 Guedel Airway
 Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
 Beri oksigen
c. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
 Hentikan perdarahan external bila ada
 Segera pasang dua jalur infus dgn jarum
besar (14-16G)
 Beri infus cairan.
B. Secondary survey.
a. Disability
 Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
 Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
b. Exposure
Periksa bagian tubuh lain secara cepat
(nyeri/jejas di dada, perut, tungkai, panggul,
leher).
C. Bila kondisi pasien telah stabil, persiapkan pasien
untuk di rujuk ke RS yang memiliki fasilitas untuk
menangani kasus trauma abdomen (pemeriksaan
penunjang maupun manajemen pasien
selanjutnya).
9. Edukasi Informasikan kepada pasien dan keluarga pasien,
bahwa pada kasus trauma tumpul abdomen
membutuhkan pemeriksaan penunjang, maka dari itu
pasien harus dirujuk untuk pemeriksaan penunjang
tersebut dan penanganan lebih lanjut.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis - Keadaan pasien membaik.


15. Kepustakaan 1. AGD 118 Jakarta, Basic Trauma and Cardiac Life
Support, 2004
2. Emergency nursing Asociation. Trauma Nursing
Care Course (4th).
3. Pedoman Pelayanan Gadar di Rumah Sakit Dir.
Kep. Medik Dirjen Bidang Pelayanan Medik
Jakarta.

33
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020

PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
GLAUKOMA AKUT (ICD 10:H40.2 )
1. Pengertian (definisi) Suatu peningkatan tekanan bola mata yang mendadak
akibat tertutupnya sudut bilik mata depan oleh cairan
humor aquos / vitreus.

2. Anamnesis 1. Penglihatan kabur mendadak


2. Nyeri hebat pada mata sampai ke kepala
3. Mual, muntah, pusing
4. Kadang melihat halo / pelangi di sekitar obyek

3. Pemeriksaan Fisik 1. Visus sangat menurun


2. TIO meningkat / tinggi (60-80 mmHG), pada
perabaan bola mata terasa keras.
3. Mata merah (injeksi silier)
4. Kornea odem dan keruh
5. Pupil lebar dan kurang bereaksi terhadap sinar
6. COA dangkal
7 . Diskus optikus terlihat merah dan bengkak

4. Kriteria Diagnosis 1. Nyeri hebat pada mata


2. Visus menurun mendadak
3. TIO tinggi (60-80 mmHG)
4. Pupil lebar
34
5. Kornea odem / keruh

5. Diagnosis Kerja Glaucoma akut

6. Diagnosis Banding 1. Keratitis


2. Uveitis
3. Ulkus kornea

7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan funduskopi.


2. Pemeriksaan TIO.

8. Terapi 1. Pasien diobservasi bila perlu opname


2. Segera berikan obat Acetazolamid 500 mg (2
tablet) sekaligus kemudian lanjutkan 1 tablet @ 6
jam
3. Gliserin AA (1 cc / kgBB dicampur air sama
banyak diminum sekaligus) perhari selama 3 hari
4. Apabila obat diatas tidak menolong, dapat
diberikan Manitol 10-20 mg / kgBB, iv atau
perinfus 60 tts / mnt. Dapat pula diberikan
Morphin injeksi.
5. Untuk local dapat diberikan Pilocarpin 2-4% TM
diberikan tiap 30 mnt selama 6 jam kemudian
dilanjutkan 6x sehari.
6. Apabila tekanan bola mata menurun sampai 30
mmHG segera lakukan operasi filtrasi di kamar
operasi oleh dokter spesialis mata. (Perifer
iridektomi, iridenclisis, trabekulektomi).

9. Edukasi 1. Pasien dianjurkan untuk control secara teratur


setiap 6 bulan sekali untuk menilai tekanan bola
mata dan lapang pandang..

10. Prognosis Ad bonam jika segera ditangani, Ad vitam jika tidak


segera tertangani.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis - Nyeri pada mata berkurang.


- TIO menurun..
15. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke
VI 1993

35
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HYPHEMA TRAUMATICA (ICD 10:S05.1)
1. Pengertian (definisi) Perdarahan pada bilik mata depan (COA) yang berasal
dari iris atau badan siliar akibat trauma tumpul mata
yang dapat menyebabkan penurunan penglihatan /
kebutaan.

2. Anamnesis 1. Ada riwayat trauma tumpul


2. Nyeri pada mata disertai berair / epifora
3. Penglihatan kabur / menurun

3. Pemeriksaan Fisik 1. Adanya perdarahan di COA bisa sebagian /


penuh
2. Visus menurun
3. Tekanan bola mata bisa meningkat
4. Blefarospasme (klpk mata berkedip tak
terkendali)
5. Odem palpebra
6. Kadang iridoplegi (pupil midriasis), pupil
anisokor, iridodialisis.

4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya perdarahan di COA


2. Penurunan visus
3. Riwayat trauma tumpul

5. Diagnosis Kerja Hyfema


6. Diagnosis Banding 1. Hyphema karena trauma tumpul.
2. Hyphema post operatif.
3. Hyphema dengan penyulit (glaucoma sekunder,
uveitis, hemosiderosis).
7. PemeriksaanPenunjang 1. Slit lamp biomicroscopy
2. Tonometri
3. Opthalmoscopy
4. USG mata
5. CT-Scan Orbita
6. Pemeriksaan lapang pandang

8. Terapi 1. Pasien diopname


2. Tirah baring dengan posisi kepala lebih tinggi
36
30
3. Istirahatkan mata dengan bebat mata
4. Bila perlu pada anak-anak diberikan obat
penenang
5. Antibiotika tetes mata bila ada tanda infeksi,
Acetacolamid bila terjadi peningkatan TIO.
6. Tindakan operatif (Parasintesa) atau
pengeluaran darah dari bilik mata depan
dikerjakan bila:
- Ada tanda-tanda kenaikan TIO
- Hyfema yg tetap (tidak berkurang > 5 hari)
- Hyfema penuh dengan berwarna hitam
- Hemosiderosis pada endotel kornea
7. Operasi parasintesa ini dikerjakan oleh dokter
spesialis mata di kamar operasi.

1. Tirah baring
9. Edukasi 2. Tidak menyentuh, menggosok, menekan mata
karena bisa terjadi infeksi
3. Jangan oleskan obat / salep mata
4. Hindari penggunaan obat Aspirin, Ibuprofen,
NSAID karena dapat mengencerkan darah.
5. Kompres dingin untuk mengurangi sakit /
pembengkakan.
10. Prognosis Dubius Ad Bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis Perdarahan hilang / berkurang, visus membaik, TIO


normal.
15. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke
VI 1993

37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
TRAUMA KIMIA PADA KORNEA (ICD 10:S05.8)
1. Pengertian (definisi) Trauma yang diakibatkan oleh zat kimia yang bersifat
asam / basa yang berbahaya, dapat berbentuk cair,
gas, atau padat.

2. Anamnesis 1. Mata merah, perih, sakit, dan berair


2. Ada riwayat terpapar zat kimia (asam / basa)
3. Penglihatan kabur

3. Pemeriksaan Fisik 1. Hiperemi konjungtiva


2. Kornea keruh
3. Lensa keruh
4. Tekanan bola mata bisa meningkat
5. Hipotoni bila ada kerusakan pada badan silier
6. Mata kering akibat kerusakan kelenjar air mata
7. Terdapat nekrosis & iskemi ringan pada
konjungtiva dan kornea
8. Tukak kornea
9. Visus menurun

4. Kriteria Diagnosis 1. Ada riwayat terkena zat kimia pada mata


2. Hiperemi konjungtiva
3. Kornea keruh / erosi

5. Diagnosis Kerja Trauma kimia pada mata


6. Diagnosis Banding 1. Konjungtivitis
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Keratokonjungtivitis Sicca
4. Ulkus kornea

7. PemeriksaanPenunjang 1. Slit lamp


2. Opthalmoscop
3. Tonometri

8. Terapi 1. Anamnesa singkat untuk menentukan jenis zat


yang terpapar
2. Teteskan anastesi topical TM 2% (Pantokain TM)
yang bisa diulang tiap menit selama 5 menit.
3. Lakukan tindakan irigasi cairan fisiologis pada
permukaan kornea, konjungtiva bulbi, fornik
superior & inferior. Untuk trauma asam, irigasi
bisa sampai 30 menit, sedangkan trauma basa
bisa sampai 1 jam ( cairan 1-2 lt) atau sampai
tercapai PH normal.
4. Tes kertas lakmus secara berkala, dilakukan
diantara tindakan irigasi untuk mengetahui
apakah Ph permukaan bola mata sudah normal.
5. Setelah irigasi dianggap cukup, berikan tetes
mata siklopegik jangka panjang “Atropin 2%” dan
tetes mata antibiotika. Untuk trauma basa bisa
diberikan tambahan steroid tetes mata karena zat
basa lebih bersifat korosif.
38
6. Selanjutnya pemeriksaan & pengobatan difinitif
dilakukan oleh dokter spesialis mata termasuk
adanya indikasi rawat inap atau pasien
disarankan untuk control ke poli mata.

1. Informasikan pada pasien, bila terkena cairan


9. Edukasi kimia segera membasuh mata dengan air
mengalir.
2. Hindari mata dari debu.
3. Bila terdapat perburukan pada mata setelah
pengobatan awal, segera menghubungi sarana
kesehatan.
4. Kontrol poliklinik mata.
10. Prognosis Dubius ad bonam bila penanganan segera dilakukan.

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis Tercapai PH normal pada mata


15. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke
VI 1993

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
APPENDISITIS AKUT (ICD 10:K35.8)
1. Pengertian (definisi) suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendiks dan merupakan salah satu kasus akut
abdomen yang paling sering ditemui
2. Anamnesis 1. Nyeri epigastrium atau regio umbilicus disertai

39
mual dan anorexia.
2. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5
- 38,5C.
3. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler.
4. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri
kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik
- .Kembung sering terlihat pada komplikasi
perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada
pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
3. Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi
usus.
4. Auskultasi
- Biasanya normal.
- Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
5. Rectal Toucher
- Tonus musculus sfingter ani baik.
- Ampula kolaps.
- Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12.
- Terdapat massa yang menekan rectum
(jika ada abses).

6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di
m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks

8. Indeks Alvarado

Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1

40
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10

Interpretasi:
1. Skor >8 : Kemungkinan besar menderita
apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa
pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang
untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos abdomen
ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini
menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien
dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

4. Kriteria Diagnosis 1. Ada riwayat nyeri epigatrium yang berpindah ke


region kanan bawah (Mc Burney sign).
2. Nyeri perut kanan bawah pada pemeriksaan fisik.
3. Alvarado score > 7 poin

5. Diagnosis Kerja Appendicitis akut


6. Diagnosis Banding 1. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
2. PID
3. Ulcus pepticum.
4. Dyspepsia.

7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan laboratorium.


2. Foto polos abdomen.
3. USG Abdomen.

9. Terapi 1. Stabilisasi keadaan umum pasien.


2. Setelah pasien dalam keadaan stabil, persiapkan
pasien untuk di rujuk ke RS yang memiliki
fasilitas untuk menangani pasien dengan
appendicitis akut.

1. Informasikan kepada keluarga pasien bahwa


10. Edukasi pasien dengan appendicitis akut butuh
penanganan segera untuk mencegah terjadinya
perforasi.
11. Prognosis Dubius ad bonam bila penanganan segera dilakukan.

12. Tingkat Evidens IV


13. Tingkat Rekomendasi C

41
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

15. Indikator Medis Nyeri pada pasien menghilang.


16. Kepustakaan 1. Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute.
Diakses dari www.emedicine.com, tanggal 4 Juli
2014.
2. Katz S Michael, Tucker Jeffry. Appendicitis.
Diakses dari: www.emedicine.com, tanggal 4
NJuli 2014.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
SINDROM STEVENS - JOHNSON (ICD 10: L51.1 )
1. Pengertian (definisi) Sindrome Stevens-Johnson merupakan sindrome yang
mengenai kulit, selaput lendir di orifisium mulut dan
anogenital, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
ringan sampai berat yang disebabkan karena reaksi
hipersensitifitas baik karena obat mapun infeksi
2. Anamnesis Adanya riwayat menggunakan obat secara sistemik atau
kontak obat pada kulit yang terbuka pada jangka waktu
penggunaan obat yang tidak terlalu lama.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum biasanya bervariasi, dari baik hingga
buruk
2. Adanya kelainan kulit antara lain : eritema, vesikel, papul,
erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura dan
kelainan selaput lendir terutama orifisium mulut dan
anogenital serta kelainan mata.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis berdasarkan keadaan klinis dan histopatologis
umtuk menegakkan diagnosa dan faktor penyebabnya
5. Diagnosis Kerja Sindroma Stevens-Johnson
6. Diagnosis Banding Nekrolisis Epidermal Toksik
7. Pemeriksaan 1. Darah rutin : Bila leukositosis penyebabnya kemungkinan
Penunjang infeksi, bila eosinofilia kemungkinan karena alergi
2. Pemeriksaan imunogik : IgG dan IgM dapat meninggi

42
3. Biopsi kulit : untuk pemeriksaan histopatologis dengan
gambaran eritema multiforme yang bervariasi
4. Pemeriksaan elektolit, glukosa, dan bikarbonate untuk
menentukan tingkat keparahan dan level dehidrasi
8. Terapi Non Medikamentosa :
1. Pasien diminta menghentikan obat yang dicurigai
2. Berikan kartu alergi bila pasien sembuh dari gejala
yang diderita
3. Berikan daftar jenis obat yang harus dihindari pasien
Medikamentosa :
1. Hentikan obat
2. Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh
cukup diobati dengan prednison 30-40 mg perhari
3. Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk
life saving pada penekanan airway, breathing dan
sirkulasi. Penderita harus dirawat inapkan untuk life
saving, pencegahan infeksi, dan pengaturan
keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi
4. Penatalaksanaan multidisiplin terutama bila dicurigai
terdapat kelainan sistemik dan komplikasi dan bila
terdapat gambaran seperti luka bakar yang
menyeluruh perlu untuk dirujuk ke rumah sakit yang
mempunyai burn center
9. Edukasi 1. Memberitahukan pada pasien tentang obat-obatan
yang dapat membuat alergi pada diri pasien.
2. Kontrol kembali bila keluhan semakin memberat atau
kontrol luka bila sudah dipulangkan dalam keadaan
baik.
3. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik


2. Tanda – tanda lesi lama mengalami involusi dan tidak
timbul lesi baru
3. Tidak adanya penyulit yang timbul terutama tanda-tanda
vital
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga.
2. www.patient.co.uk/doctor/stevens-johnson syndrome.
3. www.merckmanuals.com/home/skin_disorders/hyper-
sensitivity_and_inflamantory_skin_disorders/stevens-
johnson_syndrome_sjs_and toxic_epidermal_necrolysis.
html

43
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
SYOK HYPOVOLEMIK (ICD 10:R57.1 )
1. Pengertian (definisi) Syok hipovolemik adalah salah satu jenis syok yang
disebabkan oleh inadekuatnya volume intravaskuler
dengan volume darah di vaskuler
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan
perdarahan, misalnya trauma thorax, dan trauma
abdomen.
2. Adanya riwayat kehamilan ektopik terganggu,
3. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan fraktur
pada tulang besar, misalnya fraktur femur dan fraktur
humerus.
4. Adanya luka bakar luas.
5. Adanya riwayat gangguan gastrointestinal, misalnya
pada peritonitis dan gastroenteritis.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat
penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan
kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk
resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang
pada syok hipovolemik. Oligouria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30
ml/jam.

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa (riwayat trauma).


2. Tanda-tanda dehidrasi.
3. Takikardia.
4. Hipotensi.
5. Oliguria.
5. Diagnosis Kerja Syok hypovolemik.
44
6. Diagnosis Banding 1. Syok kardiogenik.
2. Syok septic.
3. Syok neurogenik.
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Penunjang
8. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
 Chin lift/ Jaw thrust
 Suction
 Guedel Airway
 Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
 Beri oksigen
c. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
 Hentikan perdarahan external bila ada
 Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar
(14-16G)
 Beri infus cairan.
B. Secondary survey.
d. Disability
 Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
 Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
e. Exposure
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas
di dada, perut, tungkai, panggul, leher).
C. Bila kondisi pasien telah stabil, persiapkan pasien
untuk di rujuk ke RS yang memiliki fasilitas untuk
menangani kasus syok hypovolemik (pemeriksaan
penunjang maupun manajemen pasien selanjutnya).
9. Edukasi Informasikan kepada keluarga pasien bahwa keadaan syok
hypovolemeik merupakan keadaan yang emergency dan
harus segera di rujuk ke pusat pelayanan yang lebih
memadai.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik


2. Tanda-tanda syok menghilang.
15. Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO 2016-2020
SYOK SEPTIK (ICD 10:R57.2)
1. Pengertian (definisi) Adalah sindrom klinik yang dicetuskan oleh masuk dan
menyebarnya produk organism ke dalam system
vascular, sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi
yang tidak membaik dengan resusitasi cairan, kegagalan
pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi jaringan dan
gangguan metabolism seluler.
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat fokal infeksi.
2. Adanya riwayat demam.
3. Adanya riwayat di rawat di RS dalam jangka waktu yang
lama.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Febris dengan suhu >39oC.
2. Takipnea dengan alkalosis respiratorik.
3. Tanda-tanda syok.
5. Kriteria Diagnosis 1. Adanya tanda-tanda syok.
2. Tanda-tanda sepsis:
 Suhu: febris > 38oC atau hipotermia < 36oC.
 Denyut jantung > 90 denyutan/menit.
 Respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2<32mmHg.
 Leukosit >12.000/µl atau >10% bentuk sel muda
(band form).
3. Gejala dan tanda menetap walaupiun telah dilakukan
terapi cairan yang adekuat.
6. Diagnosis Kerja Syok septik.
7. Diagnosis Banding 1. Syok hypovolemik
2. Syok neurogenik.
3. Syok kardiogenik.
8. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Penunjang
9. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
 Chin lift/ Jaw thrust
 Suction
 Guedel Airway
 Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
 Beri oksigen
c. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
 Hentikan perdarahan external bila ada
 Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar
(14-16G)
 Beri infus cairan.
B. Secondary survey.
d. Disability
 Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
 Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
e. Exposure
46
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher).
C. Bila kondisi pasien telah stabil, persiapkan pasien untuk
di rujuk ke RS yang memiliki fasilitas untuk menangani
kasus syok septik (pemeriksaan penunjang maupun
manajemen pasien selanjutnya).
10. Edukasi Informasikan kepada keluarga pasien bahwa keadaan syok
septik merupakan keadaan yang emergency dan harus
segera di rujuk ke pusat pelayanan yang lebih memadai.
11. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat C
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

15. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik


2. Tanda-tanda syok menghilang.
16. Kepustakaan 1. Bakta, I Made, dkk. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Buku Kedokteran ECG. 1998.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO 2016-2020
KEJANG DEMAM (ICD 10:R56.0 )
1. Pengertian (definisi) Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38 oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
2. Anamnesis 1. Lamanya kejang?
2. Bentuk kejang?
3. Suhu sebelum kejang?
4. Riwayat kejang sebelumnya?
47
5. Riwayat keluarga yang mengalami kejang demam?
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran.
2. Suhu tubuh.
3. Tanda rangsang meningkat.
4. Tanda peningkatan tekanan intracranial, seperti:
kesadaran menurun, muntah proyektil, fontanel
anterior menonjol, papil edema.
5. Tanda infeksi di luar SSP misalnya otitis media
akut, tonsillitis, bronchitis, furunkulosis, dll.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kejang didahului oleh febris (suhu rectal > 38oC).
2. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan-5 tahun.
3. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.
4. Kejang disertai demam pada bayi berumur < 1
bulan tidak termasuk kejang demam.
5. Diagnosis Kerja Kejang demam.
6. Diagnosis Banding 1. Epilepsy.
2. Status konvulsi.
3. Meningitis.
3. Gangguan elektrolit (Hipernatremi, Hipokalsemi,
Hipoglikemi)

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium hematologi


Penunjang 2. Pemeriksaan lumbal pungsi.
3. Radiologi (foto polos kepala, ST-Scan).
4. EEG.
8. Terapi Penanganan kejang demam meliputi penanganan pada
saat kejang dan pencegahan kejang.
1. Penanganan saat kejang.
a. Menghentikan kejang.
Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis IV
(perlahan-lahan) atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis
Rectal suppositoria. Bila kejang masih belum
teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20
menit kemudian.
b. Turunkan demam.
Antipiretika: Parasetamol 10mg/KgBB/dosis PO
atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO,
keduanya diberikan 3-4 kali perhari. Kompres
suhu > 39oC: air hangat; suhu >38oC air biasa.
c. Pengobatan penyebab.
Antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan
penyakit dasarnya.
d. Penanganan supportif lainnya, meliputi:
 Bebaskan jalan nafas.
 Pemberian oksigen.
 Menjaga keseimbangan air dan elektrolit.
 Pertahankan keseimbangan tekanan
darah.
2. Pencagahan kejang.
a. Pencegahan berkala (intermiten).
Untuk kejang demam sederhana dengan diazepam
0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai dengan
demam.
b. Pencegahan kontinu.
Utuk kejang dema, komplikata dengan asam

48
valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3
dosis.
9. Edukasi Informasikan kepada keluarga mengenai pencegahan
kejang dan penanganan demam pada anak di rumah.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik


2. Kejang menghilang.
15. Kepustakaan 1. Melda deliana. Tata Laksana Kejang Demam Pada
Anak. Sari pediatric, vol.4, No 2, September 2002, hal.
59-62.
2. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI
3. Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2009

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO 2016-2020
EPISTAKSIS (ICD 10: R04.0 )
1. Pengertian (definisi) Adalah suatu keadaan perdarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada
rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di
tempat lain dari tubuh.
2. Anamnesis 1. Onset perdarahan.
2. Riwayat trauma local pada hidung
3. Adanya penyakit sistemik (misalnya: hipertensi, leukemia,
anemia, dll).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum pasien.
2. Pemeriksaan rhinoskopi anterior, didapat adanya
bleeding aktif.
3. Adanya ekskoriasi pada hidung.
4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya perdarahan pada hidung.
2. Adanya riwayat trauma.
3. Adanya penyakit sistemik yang mendasari.
5. Diagnosis Kerja Epistaksis.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium hematologi

49
Penunjang 2. Pemeriksaan foto water’s.
8. Terapi 1. Memijat hidung pada ala nasi selama 10 menit.
2. Tampon adrenalin 0,1% dan dibiarkan selama 24 jam.
3. Pemberiasn asan tranexamat tablet 3x1 tablet.
4. Pemberian antibiotic oral missal amoxicillin 3x1 tablet (bila
perlu).
5. kontrol poliklinik THT.
6. Pada pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung ,
pemberian adrenalin merupakan kontraindikasi.Pada kasus
ini dapat dipasang tampon anterior padat yang telah
diperas dan sebelumnya telah direndam pada air suhu
dingin.
7. Bila tampon anterior tidak berhasil ,rujuk pasien ke Rs
Sanglah dengan tampon anterior tetap terpasang
9. Edukasi 1. Informasikan kepada keluarga tentang cara penanganan
epistaksis dirumah.
2. Bila perdarahan berlanjut, segera ke unit gawat darurat
untuk pemeriksaan penunjang.
3. Informasikan kepada pasien untuk tidak mengorek-korek
hidung dan membuang ingus jangan terlalu keras.

10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.


Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik


2. Perdarahan berhenti
15. Kepustakaan 1. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung
dan tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran
universitas udayana, RSUP denpasar, 1992.
2. Epistaksis, Dalam Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran.
3. Syamsuhidajat R, Wim de Jong. Epistaksis. Dalam Buku
ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran. EGC, 2004.

50
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
BENDA ASING PADA JALAN NAFAS (ICD 10: T17.8 )
1. Pengertian (definisi) Adanya benda atau benda asing di saluran jalan nafas
(laring,trakea,bronkus)

2. Anamnesis 1. Nampak batuk medadak hebat dan bertubi tubi

2. Sesak kadang sampai sianosis

3. Pasien tidak dapat bicara, bernafas, bersuara


4. Menunjukkan sikap tercekik

3. Pemeriksaan Fisik  Kadang-kadang tidak dapat diternukan gejala yang


jelas
 Bila ada penyumbatan jalan napas atas, tampak:
 Gelisah
 Sesak
 stridor inspirasi
 Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial,
supra steroal biru (sianosis)
 Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang
bronkus:
 Gerak nafas satu sisi berkurang
 Suara nafas satu sisi berkurang
 Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut
di atas tidak ada.

4. Kriteria Diagnosis 1 Dengan anamnesis seperti nampak batuk medadak


hebat dan bertubi tubi Sesak kadang sampai sianosis.
Pasien tidak dapat bicara, bernafas, bersuara.

51
Menunjukkan sikap tercekik
2 Pemeriksaan Fisik dengan ada penyumbatan jalan napas
atas, tampak:

 Gelisah
 Sesak
 stridor inspirasi
 Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial,
supra steroal biru (sianosis)
 Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang
bronkus:
- Gerak nafas satu sisi berkurang
- Suara nafas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut
di atas tidak ada.

5. Diagnosis Kerja Benda Asing Pada Jalan Nafas

6. Diagnosis Banding 1.Asma bronkial

2.Laringitis akut.

3.Trakeitis

4.Bronkitis

5.Pneumoni
7. Pemeriksaan 1. X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus
Penunjang tertentu, karena bila masih baru dan bendanya non radio
opaqe, sering tidak tampak kelainan.

8. Terapi 1. Bila pasien sadar dan belum menunjukan tanda tanda


hipoksia ,tenangkan pasien dan berikan oksigen 2 liter
/menit

2. Pasien segera dirujuk dengan dokter dan perawat

3. Jika dalam perjalanan terjadi sianosis dan kehilangan


kesadaran sembari mencari posisi ternyaman untuk
pasien , maka lakukan tindakan back blow atau Heimlich
Maneuver. JIka masih dalam keadaan sadar , kedua
tindakan itu dapat dilakukan dalam posisi berdiri. Pada
pasien tidak sadar dapat dilakukan posisi terlentang.

4. Jika tidak berhasil dengan tindakan diatas dapat


dilakukan insersi needle dengan ukuran terbesar pada
kartilago cricoid

5. Jika pasien dating dengan kesadaran menurun atau


pasien menunjukkan tanda-tanda hipoksia berikan
oksigen ,segera lakukan prosedur nomer 3 dan jika perlu
lakukan prosedur nomer Pasien dipersiapkan untuk di

52
rujuk ke RS Sanglah.

9. Edukasi 1. Untuk anak-anak jaga makanan/mainan yang berukuran


kecil/keras seperti kacang, agar jauh dari jangkauan anak
di bawah 3 tahun

2. Untuk pasien tua pastikan gigi/gigi palsu baik

3. Disarankan Jangan mengobrol dan tertawa saat


mengunyah

10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam

Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam

Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Benda Asing dari saluran nafas dapat dikeluarkan

2. Tidak ada komplikasi yang terjadi seperti sianosis atau


penurunan kesadaran

15. Kepustakaan 1. Tamin S. Benda asing saluran napas dan cerna. Satelit
simposium penanganan mutakhir kasus telinga hidung
tenggorok.

2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok,


Kepala & Leher (Edisi 7), Penulis: Tim FKUI, Penerbit:
Balai Penerbit FKUI,

3. Panduan BCLS Indonesia edisi 2011.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
53
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
BENDA ASING PADA LIANG TELINGA (ICD 10: T16 ).
1. Pengertian (definisi) Adalah adanya benda asing pada liang telinga Benda
asing bisa berupa biji-bijian, kapas, manik-manik dan
serangga
2. Anamnesis 1. Riwayat memasukkan benda asing ke liang telinga
(biasanya pada pasien anak-anak).
2. Telinga terasa penuh.
3. Adanya rasa nyeri dan gerakan serangga di liang telinga
pada pasien dengan riwayat kemasukkan serangga.
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan adanya benda asing pada telinga.
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat kemasukkan benda asing pada anamnesis.
2. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya benda asing pada
telinga.
5. Diagnosis Kerja Benda asing pada liang telinga.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang -
8. Terapi 1. Benda mati: benda diambil dengan kaitan pada benda
yang berbentuk bulat dan dengan pinset bayonet bila
bentuk benda gepeng.
2. Benda hidup: serangga dibunuh dengan cairan karbol
gliserin 10% dan dikeluarkan dengan pinset bayonet
atau kaitan.
9. Edukasi 1. Informasikan pada keluarga pasien untuk
memperhatikan mainan yang dibawa oleh anak-anaknya
(misalnya manic-manik, ataupun biji-bijian).
2. Selalu memeriksa cotton bud yang digunakan untuk
membersihkan telinga apakah mudah terlepas atau
tidak.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
14. Indikator Medis 1. Benda asing terangkat.
2. Keluhan membaik.
15. Kepustakaan Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung
dan tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran
universitas udayana, RSUP denpasar, 1992

54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
BENDA ASING PADA HIDUNG (ICD 10: T17.1 ).
1. Pengertian (definisi) Adalah adanya benda asing pada hidung. Benda asing
bisa berupa biji-bijian, kapas, manik-manik, dan lain-
lain
2. Anamnesis 1. Riwayat memasukkan benda asing ke dalam hidung
(biasanya pada pasien anak-anak).
2. Hidung berair.
3. Hidung berbau bila benda asing sudah lama di dalam
rongga hidung.
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan adanya benda asing hidung.
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat kemasukkan benda asing pada anamnesis.
2. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya benda asing pada
hidung.
5. Diagnosis Kerja Benda asing pada hidung.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto water’s
8. Terapi 1. Ekstraksi korpal dengan menggunakan pinset bayonet
pada benda yang berbentuk pipih ataupun
menggunakan kaitan pada benda yang berbentik bulat.
9. Edukasi 1. Informasikan pada keluarga pasien untuk
55
memperhatikan mainan yang dibawa oleh anak-anaknya
(misalnya manic-manik, ataupun biji-bijian).
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum
14. Indikator Medis 1. Benda asing terangkat.
2. Keluhan membaik.
15. Kepustakaan Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung
dan tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran
universitas udayana, RSUP denpasar, 1992

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PUSKESMAS TAMAN 2016-2020
KABUPATEN SIDOARJO
BENDA ASING PADA TONSIL (ICD 10: T17.2 )
1. Pengertian (definisi) Adalah adanya benda asing pada tonsil, Benda asing
bisa berupa tulang ikan, dan lain-lain
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat makan ikan laut.
2. Adanya rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Adanya benda asing pada tonsil.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis.
2. Adanya rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
3. Ditemukan adanya benda asing pada tonsil.
5. Diagnosis Kerja Benda asing pada tonsil.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan 1. Foto cervical.
Penunjang
8. Terapi 1. Ekstraksi korpal dengan menggunakan pinset bayonet.
9. Edukasi Informasikan pada pasien untuk memperhatikan makanan
yang dimakan, terutama bila makan ikan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Benda asing terangkat.


56
2. Keluhan membaik.
15. Kepustakaan Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung dan
tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran universitas
udayana, RSUP denpasar, 1992

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016-2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HYPERPIREXIA (ICD 10: R50.9 )
1. Pengertian (definisi) Adalah suatu keadaan demam dengan kenaikan suhu
tubuh diatas 41oC.
2. Anamnesis 1. Adanya demam (onset demam, pola demam).
2. Riwayat imunisasi.
3. Adanya riwayat penyakit yang mendasari misalnya tifoid,
influenza dsb.
4. Adanya riwayat keluarga dengan keluhan yang sama.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan suhu tubuh menunjukkan suhu tubuh
diatas 41oC.
2. Pemeriksaan status kesadaran.
3. Pada pemeriksaan status general biasanya dalam
batas normal.
4. Tanda-tanda penyakit yang mendasari.
4. Kriteria Diagnosis Adanya peningkatan suhu tubuh diatas 41oC.
5. Diagnosis Kerja Hyperpyrexia
6. Diagnosis Banding 1. Hipertermia.
2. Dengue fever.
3. Malaria.
4. Varicella.
5. Keganasan.
6. Proses peradangan, dll.
7. Pemeriksaan Pemeriksaan hematologi rutin.
Penunjang
8. Terapi Pada penanganan awal dapat diberikan parasetamol dengan
dosis 10-15 mg/KgBB/kali (dapat diberikan secara oral atau
rectal), dapat juga diberikan ibuprofen dengan dosis 5-10
mg/KgBB/kali (dapat secara oral maupun rectal.
9. Edukasi Informasikan pada pasien/keluarga pasien untuk:
1. Membatasi aktifitas penderita dengan tujuan untuk
menghemat energy dan menurunkan kebutuhan
oksigen.
2. Cegah dehidrasi (kekurangan cairan) dengan
memberikan banyak minum pada pasien.
3. Ganti baju yang basah akibat keringat, gunakan baju
tipis dan menyerap keringat ketika demam dan bila klien
menggigil atau merasa kedinginan selimuti klien tetapi
57
bila menggigil telah hilang gunakan kembali baju tipis
dan lepas selimut.
4. Berikan kompres air biasa selama 5 menit di bagian
dahi, leher, ketiak, selangkangan dan bawah lutut.
Lakukan berulang bila suhu kembali panas.
5. Atur suhu ruangan lebih dingin.
6. Informasikan pasien/keluarga pasien untuk melakukan
pemeriksaan darah bila panas menetap.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty.
6. dr. Hetty Puspitaningrum

14. Indikator Medis 1. Panas menghilang.


2. Pasien merasa lebih nyaman.
15. Kepustakaan 1. Penanganan Terkini Hipertermia dan
Hiperpireksia.Dokter Anak
Indonesia.http//www.dokteranakonline.com. Diunduh 10
Juli 2014
2. Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2009
3. Artikel “Penatalaksanaan Demam Pada Anak” oleh
dr.Nia Kania, Sp.A, M.Kes

58
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
BRONKIOLITIS
1. Pengertian (definisi) Bronkiolitis adalah penyakit infeksi pernafasan
akut bagian bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus
2. Anamnesis Anak < 2 thn didahului infeksi saluran nafas akut
bagian atas dengan gejala :
1. Batuk
2. Pilek
3. Demam sub febris
4. Sesak nafas makin hebat dengan nafas
dangkal dan cepat
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam
2. Dispnea dengan expiratory effort
3. Retraksi dinding dada
4. Nafas cepat dangkal dengan nafas cuping
hidung
5. Sianosis sekitar hiudng dan mulut,gelisah
6. Auskultasi: Ronkhi basah halus nyaring pada
akhir atau awal inspirasi
7. Perkusi : hipersonor
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria anamnesa diatas
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Kerja BRONKIOLITIS
6. Diagnosis Banding 1. Asma bronkial
2. Aspirasi benda asing
3. Bronkopneumonia
4. Gagal jantung
5. Miokarditis
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah lengkap
2. Analisa Gas Darah
3. Foto Dada
8. Terapi 1. Oksigenasi
2. IVFD, sesuai berat badan, peningkatan suhu
dan status hidrasi
3. Koreksi terhadap gagngguan elektroli yang
mungkin timbul
4. Antibiotik pada keadaan umu yang kurang baik,
curiga infeksi sekunder.
5. Kortikosteroid : dexamethason 0,5 mg/kgbb
dibagi 3-4 dosis.
6. Nebulisasi β agonis : salbutamol 0,1
mg/kgBB/dosis sehari 4- 6 kali diencerkan dgn
Normal Saline.

9. Edukasi 1. Penjelasan perlanan penyakit


59
2. Penjelasan perawatan dirumah
10. Prognosis 1. Ad vitam : dubia ad bonam/malam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
3. Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang: perbaikan klinis


2. Indikator :80 % pasien pulang dalam waktu 7
hari tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF
Anak RSUP Manado. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Unsrat Manado
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr Soetomo Surabaya
Edisi !!! 2008
3. Buku Ajar Respirologi Anak IDAI edisi Pertama
2008

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
PNEUMONIA
1. Pengertian (definisi) Pneumonia adalah penyakit peradangan yang
mengenai parenchim paru.Sebagian besar
disebabkan oleh mikro organisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil oleh hal lain ( aspirasi, radiasi )
60
dll
2. Anamnesis 1. Di awali infeksi saluran nafas akut bagian atas.
2. Batuk.
3. Demam tinggi terus menerus.
4. Sesak nafas
5. Kebiruan disekitar mulut.
6. Menggigil ( pada anak )
7. Kejang ( pada bayi )
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam, suhu > 39 C
2. Dispnea
3. Takipnea
4. Retraksi dinding dada (chest indrawing)
5. Nafas cuping hidung, sianosis
6. Gerakan dinding dada dapat berkurang pada
daerah yang terkena.
7. Ronkhi basah halus di lapangan paru yang
terkena
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria Anamnesa diatas
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Kerja PNEMONIA
6. Diagnosis Banding 1. Bronkiolitis
2. Payah jantung
3. Aspirasi benda asing
4. Abcess paru
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah Lengkap
2. Urine Lengkap
3. Foto Dada
4. Elektrolit ( Na< K< Cl
8. Terapi 1. IVFD: sesuai umur dan berat badan.
2. Pemberian O ksigen 1 – 2 liter/menit
3. Obat-obatan: < 3bln : Ampisilin 100
mg/kgBB/24 jam dalam 4 dosis ditambah
Gentamisin 5mg/kgbb/24 jam dalam 2 dosis.
4. > 3bln: Sakit tidak berat : Ampisilin, 100
mg/kgBB/24 jam dalam 4 dosis atau
Amoksisilin 50 – 100 mg/kgBB dlm 3 dosis atau
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/ dalam 4 dosis.
5. Sakit berat ( chest indrawing ) diberikan
Sefalosporin 100 mg/kgBB/24 jam dalam 2
dosis.
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang perbaikan klinis

61
2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7
hari tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF
Anak RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Unsrat Manado
2. Pedoman Diagnosia dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya
Edisi III 2008

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
DEMAM TIFOID
1. Pengertian (definisi) Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut
disebabkan oleh kuman garm negatif Salmonella
typhi, menyerang saluran pencernaan dengan
gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

2. Anamnesis 1. Demam berlangsung 1- 2 minggu.


2. Gangguan saluran cerna; mual
muntah.obstipasi, diare.
3. Gangguan kesadaran berupa delirium,
apatis,somnolen, sopor bahkan koma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam
2. Bibir kering dan pecah-pecah
3. Lidah tertutup selapout kotor, ujung dan tepinya
kemerahan.
4. Perut kembung disertai pembesaran hati dan
limfa yang nyeri tekan.

62
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria anamnesis diatas
2. Tanda klinis diatas
3. Laboratoris : Lekopenia,anesonofilia, Ig M
Salmonela positip
5. Diagnosis Kerja DEMAM TIFOID

6. Diagnosis Banding 1. Infiluenza


2. Bronkitis
3. Bronkopneumonia
4. Gastroenteritis
5. Tuberkulosa
6. Malaria
7. Sepsis
8. ISK
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah lengkap
2. Urine lengkap
3. Feses lengkap
4. Ig M Salmonela
8. Terapi 1. IVFD sesuai umur dan berat badan
2. Diet tinggi kalori dan protein, lunak dan mudah
dicerna.
3. Obat-obatan: Pilihan pertama:Kloramfenikol 50
mg/kgBB/hari ,terbagi dalam 3-4 dosis, oral
atau iv selama 14 hari,Bila terdapat kontra
indikasi pemberian kloramfenikol, dapat diberi
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4
dosis selama 21 hari. Atau Amoksisilin 100
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis.
Pemberian oral /intravena selam 21 hari atau
4. Kotrimoksasol dengan dosis TMP 8
mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian
oral selam 14 hari
5. Obat pilihan kedua adalah Cephalosporin
generasi III.
6. Obat pilihan ketiga adalah Meropenem.
7. Pada kasus berat, dapat diberi Ceftriaxone
dengan dosis 50 mg/kgBB/kali dan diberikan 2
kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari sekali sehari,
intra vena selama 5- 7 hari
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan dirumah
3. Menjaga higine sanitasi lingkungan tempat
tinggal.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
5. dr. Nurlya Novianty
6. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang :perbaikan klinis


63
2. Indikator : 80% pasien pulang dalm waktu 7
hari tanpa komplikasi.
16. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di
UPF Anak RSUP Manado Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unsrat Manado 1992
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo
Surabaya Edisi III, 2008
3. Buku Ajar Respirologi Anak IDAI edisi Pertama
2008

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian (definisi) Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah
peningkatan kadar bilirubin serum pada
neonatus,sehingga kulit (terutama) dan atau
sklera bayi tampak kekuningan.
2. Anamnesis 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-
obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra
uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan /
komplikasi.
3. Riwayat ikterus/ terapi sinar/ tranfusi tukar pada
bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5. Riwayat keluarga yang menderita anemia,
pembesaran hepar dan limfa.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Umum : keadaan umum (gangguan nafas,
apnea, instabilitas suhu)
2. Khusus: dengan cara menekan kulit secara
ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan sub
kutan.
3. Berdasarkan Kramer dibagi :
a. Kepala dan leher 5,0 mg%
b. Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0
mg%
c. Sampai badan bawah (di bawah umbilikus)
Hingga tungkai atas 11,4 mg/dl
d. sampai lengan,tungkai Bawah lutut. 12,4
mg/dl
e. Sampai telapak tangan dan kaki 16 mg/dl

64
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamneis
2. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium.
3. Beberapa faktor resiko terjadinya
hiperbilirubinemia berat :
a. Ikterus yg timbul dlm 24 jam pertama.
b. Inkompatibilitas gol darah ( Coombs test
positip )
c. Usia kehamilan < 38 minggu
d. Penyakit hemolitik
e. Ikterus/terapisinar/tranfusi tukar pada bayi
sebelumnya
f. Hematoma sefal, bruising.
g. ASI eksklusif (bila BB turun > 12% BB lahir )
h. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki,usia
Ibu <25 thn.
i. Ikterus sebelum bayi dipulangkan
j. Infant Diabetic Mother, Makrosomia
b. Polisitemia
5. Diagnosis Kerja HIPERBILIRUBINEMIA
6. Diagnosis Banding SEPSIS NEONATORUM
7. PemeriksaanPenunjang 1. Bilrubin Total ( Direk dan Indirek )
2. Golongan darah bayi dan tipe Rh-nya
2. Golongan darah Ibu dan tipe Rh-nya
3. Uji Coomb direk pada bayi
4. Hemoglobin/pemeriksaan darah lengkap
5. Sediaan hapusan darah
6. Hitung reikulosit
7. 8. G6PD
8. Terapi 1. Hidrasi – pemberiaan asupan
2. Foto terapi( lihat lampiran )
2. 3. Tranfusi tukar ( lihat lampiran )
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang : perbaikan klinis


2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7
hari tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak
no 34 Desember 2004 hal 97-108.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo
Surabaya Edisi III 2008
65
3. Materi Pelatihan Penatalaksanaan BBLR
PERINASIA, Jakarta 2011

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO

1. Pengertian (definisi)

2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja

6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

66
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SEPSIS NEONATORUM
1. Pengertian (definisi) Sepsis neonatorum merupakan sustu sinroma
respons inflamasi janin disertai gejala klinis infeksi
yang diakibatkan adanya kuman dalam darah pada
neonatus.
2. Anamnesis 1. Suhu tidak stabil.
2. Letargi
3. intoleransi minum
4. intoleransi glukosa: hiperglikemi atau hipoglikemia
5. Adanya faktor resiko:
a. faktor resiko ibu
• demam intrapartum > 38º C
• persalinan kurang bulan
• ketubah pecah dini > 18 jam
• asfiksia antenatal atau intra partum
• infeksi saluran kemih ibu.
b. faktor resiko neonatal
• Kelahiran kurang bulan
• Neonatusdgn selang endotrakea,akses vena
sentral, kateter infus
• Neonatus yang minum susu formula
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tidak spesifik dan sering kali subtle.
2. Gawat nafas: apnea,takipnea dan sianosis.
3. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, distensi
abdomen, ileus dan sulit minum
4. Hippotermia (paling sering) atau hipertermia
5. Hepatomegali
6. Ikterus
7. Letargi
8. Irritability
9. Kejang
10. Fontanela menonjol atau penuh
4. Kriteria Diagnosis Pedoman untuk menegakkan diagnosis sepsis
neonatorum dgn menggunakan kriteria sbb:
1. Keadaan umum
• Menurun (not doing well) malas minum (poor
feeding),
hiperttermia/hipotermia,sklerema,edema.

67
• Sistem susunan saraf pusat
• Hipotoni,iritale,kejang,letergi,tremor,fontanela
cembung, high pitch cry.Sistem saluran
pernafasan
• Pernafasan tidak teratur,apnea,takipnea
(>60/menit),sesak,sianosis.
2. Sistem kardiovaskuler
• Takikardia (> 160x/menit),bradikardia (<
100x/menit),akral dingin,syok.
3. Sistem saluran pencernaan
4. Retensi lambung,hepatomegali,
mencret,muntah,perut kembung
5. Sistem hematologi
6. Kuning, pucat, splenomegali, petekiae, purpura,
perdarahan.
a. Possible/suspect sepsis : bila terdapat 3 gejala
klinik dari 6 kelompok gejala klinik
b. Probable sepsis terdapat 3 gejala klinik dan
adanya kelainan laboratorium
c. Proven sepsis : terdapat 3 gejala klinik dan
kultur darah yang positif.
5. Diagnosis Kerja SEPSIS NEONATORUM
6. Diagnosis Banding Kelainan bawaan jantung, paru-paru dan organ organ
lain
7. PemeriksaanPenunjang 1. Darah lengkap
2. C Reaktive protein
3. Kultur darah,urine, feses (atas inikasi)
4. Urine lengkap
5. Feses lengkap
6. Foto dada
8. Terapi 1. Ampisilin 200 mg/kgBB/24 jam iv 2 dosis untuk
neonatus umur , 7 hari,untuk neonatus umur > 7
hari dibagi 3 dosis. Dan Aminoglikosida dosis 7,5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
2. Cefotaksim 50 mg /kgBB/dosis q 12 jam jika umur
< 7 hari, q 8 jam jika umur > 7 hari
3. Ceftazidime 30-50 mg/kgBB/dosis q 12 jam jika
umur < 7 hari, q 8jam jika umur > 7 hari
4. Bila gejala klinis memburuk dan hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka
diberikan Cefipime 100 mg/kgBB/hari dibeikan 2
68
dosis atau Meropenem 30-40 mg/kgBB/hari iv dan
Amikacin 15 mg/kgB perhari iv.
5. Suportif.
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang : perbaikan klinis


2. Indikator : 80% pasien pulang dalm waktu 14 hari
tanpa komplikasi
17. Kepustakaan 1. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dab Neonatal
Emergensi Komprehensif Protokol Asuhan
Neonatal hal 215 -219 JNPK_KR
2. Pedoman diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo Edisi III 2002
3. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Kapita
Selekta Ilmu Kesehatan Anak No 32 Oktober 2002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
HIPOGLIKEMIA
1. Pengertian (definisi) Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran
kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl.
2. Anamnesis 1. Riwayat bayi menderita
asfiksia,hipotermi,hipertermi,gangguan
pernafasan
2. Riwayat bayi prematur.
3. Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan.
(BMK)
4. Riwayat bayi kecil untuk Masa kehamilan
( KMK)
5. Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Melitus..

69
6. Faktor resiko hipoglikemia :
a. Neonatus puasa
b. Neonatus dgn polisitemia
c. Neonatus dgn eritroblastosis
7. Obat-obatan maternal misalnya steroid, beta
simpatomimetik dan beta bloker.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Jitteriness
2. Sianosis
3. Kejang atau termor
4. Letargi dan menyusui yang buruk
5. Apnea
6. Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
7. Hipotermia
8. Respiratory distress sindrom
4. Kriteria Diagnosis 1. Pementaun glukosa di tempat tidur merupakan
tindakan yang tepat untuk penapisan dan
deteksi awal.
2. Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai
serum dari laboratorium jika memungkinkan.
5. Diagnosis Kerja HIPOGLIKEMIA
6. Diagnosis Banding 1. Insufisiensi adrenal
2. Kelainan jantung
3. Gagal ginjal
4. Penyakit susunan saraf pusat
5. Sepsis
6. Asfiksia
7. PemeriksaanPenunjang 1. Analisa gula darah
8. Terapi 1. Monitor:
Pada hari pertama untuk bayi yg beresiko
(BBLR, BMK, bayi dgn ibu DM ):
o periksa kadar glukosa saat bayi datang /
umur 3 jam
o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau
sampai pemeriksaan glukosa normal dalam
2 x pemeriksaan
o kadar glukosa < 45 mg/dl atau gejala
ppositip tangani hipoglikemia

2. Penangan hipoglikemia dengan gejala:

70
• Bolus glukosa 10% 2 ml/kgBB pelan-pelan
dgn kecepatan 1ml/menit
• Pasang IV Dextrose 10% sesuai kebutuhan
(infus glukusa 6-8 mg/kg/menit).
• Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah
bolus dan tiap 3 jam.
• Bila kadar glukosa masih< 25 mg/dl,
dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas.
• Bila kadar glukosa > 45 mg/dl dalam 2 kali
pemeriksaan, maka:
 IV diteruskan
 Perksa kadar glukosa tiap 12 jam
 Bila kadar glukosa turun, ulangi
bolus dextrose 10% 2 ml/kgBB
 Bila bayi sudah tidak mendapat IV,
periksa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan kadar glukosa dalam batas
normal, pengukuran dihentikan.
3. Bila hipoglikemia persiten (hipoglikemia lebih
dari 7 hari)
• Kosultasi endokrin.
• Terpai kortikosteroid hydrokortison 5
mg/kg/hari atau prednison 2 mg/kg/hari per
oral
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis 1. Kriteria pulang : perbaikan klinis,


2. Indikator : 80% pasien pulnag dalam waktu 3
hari tanpa komplikasi
15. Kepustakaan 1. Materi Pelatihan Penatalaksanaan BBLR untuk
Pelayanan kesehatn Level I-II Perinasisa…
Jakarta 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo Surabaya
Edisi III 2008...

71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
SINDROMA KORONER AKUT

1. Pengertian (definisi) klinis perasaan tidak enak di dada atau gejala –


gejala lain sebagai akibat iskemia miokard :

Sindrom koroner akut mencakup:

1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST


2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pectoris tak stabil ( unstable angina
pectoris)

2. Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada


substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri
seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa
terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri,
mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang
dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak nyeri
dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi, udara
dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala
mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.

Enzim meningkat minimal 2 x nilai batas atas


normal
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis Elektrokardigram :
72
Angina pectoris tidak stabil : depresi segmen ST
dengan atau tanpa inverse gelombang T, kadang-
kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q.

Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi


segmen ST, gelombang Q inverse gelombang T

Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen


ST, inverse gelombang T dalam.

Petanda Biokimia :

CK, CKMB, Troponin-T, dll

5. Diagnosis Kerja SINDROMA KORONARIA AKUT


6. Diagnosis Banding Angina pectoris tak stabil : infark miokard akut

Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis


akut, emboli paru akut, penyakit dinding dada,
Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti
: hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme
atau rupture esophagus, kolesistitis akut, tukak
lambung, dan pankreatitis akut

7. PemeriksaanPenunjang EKG

Foto rontgen dada

Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB,


Troponin T, dll, profil lipid, gula darah, ureum
kreatinin.

Echocardiografi

Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark


miokard)

Angiografi koroner.
8. Terapi Tirah baring di ruang resusitasi

Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9 % atau


dekstrosa 5 %

Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam,


dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah (<
90 %).
73
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet
cair. Selanjutnya diet jantung.

Pasang monitor EKG secara kontinue.

Atasi nyeri dengan :

Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin
intravena titrasi (kontra indikasi bila TD sistolik <
90 % mmHg). Bradikardia, < 50 kali/menit),
takikardia.

Atau

Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang


tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau
petidine 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50
mg intravena.

Antitrombotik

Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau


intoleransi/tidak responsif diganti dengan
tiklopidin atau klopidogrel.

Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U


dalam 1 jam atau activator plasminogen jaringan
(t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,5
mg/kgBB (maksimal 50 mg)

Dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal


50 mg ) dalam 60 menit jika

Elevasi segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih


sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai
nyeri dada sampai tatalaksana < 12 jam, usia < 75
tahun. Blok cabang (BBB) dan anemnesis
dicurigai infark miokard akut.

Antikoagulan

Heparin direkomendasikan untuk pasien yang


menjalani revaskularisasi perkutan atau bedah,
pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli sistemik
seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi
atrial, riwayat emboli , atau diketahui ada
thrombus ventrikel kiri yang tidak ada
kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan
target aPTT 1,5 -2 kali kontrol. Pada angina
pectoris tak stabil h eparin 5000 unit bolus IV
dilanjutkan dengan drip 1000 unit/ jam sampai

74
angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT
1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard akut
yang ST elevasi > 12 jam diberikan hepatin bolus
IV 5000 unit dilanjutkan dengan infuse selama
rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5 -2
kali nilai kontrol.

Pada infark miokard anterior transmural luas


antikoagulan diberikan sampai saat pulang rawat.
Pada penderita dengan thrombus ventricular atau
dengan diskinesi yang luas di daerah apeks
ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara
tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa
hari sebelum heparin dihentikan.

Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya


3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3).

Atasi rasa takut atau cemas


Diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
Beta bloker diberikan bila tidak ada kontaindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan
terutama pada infark miokard akut yang luas, atau
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat
infark miokard.
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark
miokard non ST elevasi atau angina pectoris tak
stabil bila nyeri tidak teratasi.
Atasi komplikasi :
1. 1.Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan
gangguan hemodinamik berat atau iskemia
intraktabel
Digitalisasi cepat
Beta bloker
Diltiazem atau verapamil beta bloker dikontra
indikasikan Heparinisasi
2. 2.Fibrilasi ventrikel
DC shock unsynchronized dengan energi awal
200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360
J
3. 3.Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap ( > 30 detik) atau
menyebabkan gangguan hemodinamik : DC
Shock unsynchronized dengan energi awal 200
J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300J dan jika perlu shock ketiga 360 J
VT monomorfik yang menetap diikuti angina,
edema paru atau hipotensi harus ditata laksana
dengan DC shock synchronized energi awal 100
J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal
gagal.

75
4. Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan
gangguan.
VT monomorfik yang tidak disertai angina,
edema paru atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kgBB. Bolus tambahan
0,5 -0,75 mg/kgBB tiap 5-10 menit sampai dosis
loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian
loading dilanjutkan dengan infuse 2-4 mg/menit
(30-50 mg/kg/BB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mgkg/BB dalam 5-10
menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/BB/jam.
Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit
atau 5 ml/kgBB 20-60 menit dilanjutkan infuse
tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemelihar Atau

Kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis


50 J (anestesi sebelumnya).
5. 4.Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung
< 50 kali/menit disertai hipotensi, iskemia
aritmia ventrikel escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus
AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga
dengan ritme escape kompleks sempit).
Tata laksana dengan sulfas atropine 0,5-2 mg
Isoprotenol 0,5-4 mg/menit bila tropin gagal
sementara menunggu pacu jantung sementara.
5. Gagal jantung akut, edema paru, syok
kardiogenik di Tata laksana sesuai standar
pelayanan medis mengenai kasus ini.
6 6. Perikarditis
Aspirin (160-325 mg/hari)
Indometasin, Ibuprofen
Kortikosteroid
6. Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris. Rupture septum
ventrikel, rupture dinding ventrikel ditatalaksana
operasi
1. Angina pektoris tak stabil : payah jantung,
syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut ( dengan atau tanpa ST
elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik ,
rupture korda, ruptur hantaran , aritmia
gangguan , pembentukan rangsang,
perikarditis, sindrom dressier, emboli paru.

76
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO

1. Pengertian (definisi)

2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja

6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi

77
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO
2016 - 2020
PUSKESMAS TAMAN
KABUPATEN SIDOARJO

1. Pengertian (definisi)

2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja

6. Diagnosis Banding
7. PemeriksaanPenunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. M. Arif Hidayatulloh
2. dr. Erwin Berthaningrum
3. dr. Nurul Hidayah

78
4. dr. Rahmad Sudarto.
6. dr. Nurlya Novianty
7. dr. Hetty Puspitaningrum.

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

79

Anda mungkin juga menyukai