Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN MAKALAH

ANALISIS BIDANG STUDI PPKN DITINJAU DARI PERSPEKTIF


FILSAFAT ILMU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang diampu
oleh:

Bapak Dr. Jawatir Pardosi, M.Si

DI SUSUN OLEH :
Novita Amelia Putri
2105056039

PRODI S1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ANALISIS BI-
DANG STUDI PPKN DITINJAU DARI PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak Dr. Jawatir Pardosi, M.Si pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Analisis pada bidang studi PPKn ditin-
jau dari perspektif Filsafat Ilmu bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Jawatir Pardosi, M.Si, selaku
Dosen pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya
menyadari, makalah yang Saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda, 18 November 2021

Novita Amelia Putri

ii
DAFTAR ISI

LAPORAN MAKALAH ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I ............................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 3
BAB II .............................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4

2.1 Asal muasal Sejarah PPKn ............................................................................. 4


2.2 Definisi PPKn ................................................................................................. 10
2.3 Ruang Lingkup PPKn ................................................................................... 12
2.4 Objek PPKn.................................................................................................... 14
2.4.1 Objek Materi : Filsafat,Filsafat Ilmu, PPKn ....................................... 14
2.4.2 Objek Forma : Filsafat,Filsafat Ilmu, PPKn ....................................... 15
2.5 Metode PPKn ................................................................................................. 17
2.6 Kekuatan dan Kelemahan PPKn, Serta Upaya Perbaikan ....................... 20
2.7 Kedudukan PPKn .......................................................................................... 22
2.7.1 Hubungan PKn Dengan Ilmu Lainnya (Hubungan yang paling dekat)
23
2.7.2 Hubungan PKn Dengan Ilmu Lainnya (Hubungan yang paling jauh)
24
2.8 Metode Pengembangan PPKn ...................................................................... 25
2.9 Manfaat PPKn dan Etika Kewarganegaraan ............................................. 27
2.10 Tanggung Jawab Ilmuwan PPKn ................................................................ 29

iii
2.11 Peran Mahasiswa Mengembangkan PPKn ................................................. 31
BAB III .......................................................................................................................... 33

PENUTUP ..................................................................................................................... 33

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 33


3.2 Saran ............................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan nasional merupakan media pencerdasan kehidupan bangsa. Hal tersebut ter-
maktub dalam pembukaan konstitusi Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat dan pasal 31 “Tiap–tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran”. Pelaksanaan pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
secara instrumental terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 37 dijelaskan bahwa “…pendidikan kewarganegaraan di-
maksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air”. (Fauzi & Roza, 2019)

Sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa, Pancasila didesain sebagai
rujukan bagi para penyelenggara negara dan segenap warga negara dalam melaksanakan ak-
tivitas kehidupannya dalam berbagai bidang dan aspeknya. Namun realitas menunjukkan
pemaknaan nilai-nilai Pancasila semakin jauh dimiliki oleh setiap warga negara, Pancasila se-
makin marjinal dalam kehidupan kebangsaan dewasa ini. Sebagai pandangan hidup bangsa,
Pancasila merupakan arena yang terbuka terhadap pemaknaan politik. Pemaknaan terhadap
Pancasila terus berkembang dan berubah sesuai dengan konteks historis pada suatu masa ter-
tentu, bahkan Pancasila diinterpretasi dan dimanipulasi sesuai dengan kepentingan penguasa.
Akibatnya Pancasila tidak dapat terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta
pelecehan terhadap kredibilitasnya sebagai dasar negara ataupun sebagai pandangan hidup
bangsa. Dan kini, untuk tidak mengatakan hilang sama sekali, istilah dan makna Pancasila se-
makin asing di telinga warga negara muda Indonesia. Artinya perlu ada pelembagaan dan pem-
budayaan kembali Pancasila di kalangan warga negara muda, sebab merekalah yang akan
melanjutkan proses pembangunan bangsa ini ke depan. (Ariif, 2011)

Pendidikan Kewarganegaraan, sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-Undang


Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa tujuan
keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk “membekali peserta didik dengan penge-
tahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan peran warga negara serta substansi bela
negara, sehingga mampu menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa Indonesia”.

1
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu pembelajaran yang berfokus dalam memben-
tuk warga negara Indonesia yang baik dan cerdas. Dengan tujuan mulia tersebut serta untuk
menjawab kebutuhan zaman, membuat Pendidikan Kewarganegaraan menjadi keilmuan yang
memiliki pendekatan interdispiliner multidispliner, bahkan transdisipliner. (Nanggala, 2020)

Pendidikan kewarganegaraan apabila ditinjau dari perspektif Filsafat Ilmu merupakan


Pendidikan yang berwawasan Universal dan global, serta untuk mengatasi kemajuan zaman,
maka kurikulumnya perlu bersifat interdisipliner, multidispliner, serta transdisipliner”. Tidak
bisa dimungkiri berbagai potensi ancaman baik yang bersifat internal maupun eksternal, turut
membuat kajian perkembangan ilmu dan pengetahuan di Indonesia, khususnya yang berorien-
tasi pada pembentukan karakter warga negara, semakin dinamis dan kompleks, karena sebagai
bentuk sumbangsihnya dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa serta meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat di simpulkan ru-
musan masalah yang akan di sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Asal muasal Sejarah PPKn ?


2. Bagaimana Definisi PPKn menurut para ahli ?
3. Apa saja Ruang lingkup dalam PPKn ?
4. Apa saja yang masuk dalam Objek Materi dan Objek Forma ; Filsafat ,Filsafat Ilmu dan
PPKn ?
5. Bagaimana Metode PPKn yang mencakup Metode filsafat,Filsafat Ilmu,Metode PPKn?
6. Apa saja Kekuatan dan Kelemahan serta upaya perbaikan PPKn ?
7. Menjelaskan Bagaimana Kedudukan PPkn dalam pohon Ilmu Pengetahuan ; Hubungan
PPKn dengan Ilmu terdekat,dan ilmu yang jauh ?
8. Apa saja Metode pengembangan PPKn ?
9. Apa saja Manfaat PPKn dan Etika Kewarganegaraan ?
10. Apa saja Tanggung jawab ilmuwan PPKn ?
11. Apa peran yang Anda lakukan utk pengembangan PPKn ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis susun, maka tujuan dari penulisan
laporan ini dapat dikatakan sebagai berikut:

2
1. Untuk mengetahui Bagaimana Asal muasal Sejarah PPKn
2. Untuk mengetahui Bagaimana Definisi PPKn menurut para ahli
3. Untuk mengetahui Apa saja Ruang lingkup dalam PPKn
4. Untuk mengetahui Apa saja yang masuk dalam Objek Materi dan Objek Forma ; Fil-
safat ,Filsafat Ilmu dan PPKn
5. Untuk mengetahui Bagaimana Metode PPKn yang mencakup Metode filsafat,Filsafat
Ilmu,Metode PPKn
6. Untuk mengetahui Apa saja Kekuatan dan Kelemahan serta upaya perbaikan PPKn
7. Untuk mengetahui Bagaimana Kedudukan PPkn dalam pohon Ilmu Pengetahuan ; Hub-
ungan PPKn dengan Ilmu terdekat,dan ilmu yang jauh
8. Untuk mengetahui Apa saja Metode pengembangan PPKn
9. Untuk mengetahui Apa saja Manfaat PPKn dan Etika Kewarganegaraan
10. Untuk mengetahui Apa saja Tanggung jawab ilmuwan PPKn
11. Untuk mengetahui Apa peran yang Anda lakukan utk pengembangan PPKn

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan laporan makalah ini dapat diuraikan se-
bagai berikut :

1. Dapat menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Bidang Studi PPKn dalam
Perspektif Filsafat
2. Dapat memahami wawasan dan memperdalam wawasan mengenai PPKn dalam kajian
Filsafat Ilmu, dan mensosialisasikan kepada pembaca serta dapat digunakan sebagai
referensi dan bahan untuk menunjang pengetahuan PPKN dimasa sekarang maupun
dimasa yang akan datang.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal muasal Sejarah PPKn


Secara bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah
“Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Ed-
ucation) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education
pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh
Winataputra dkk dari Tim CICED (Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCE (2005:
6).Dari definisi etimologis tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan diru-
muskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran
dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk
di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara ter-
sebut.Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai "...the foundational course work in
school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult
lives", maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mem-
persiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyara-
katnya.

Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan


Kewarganegaraan adalah: Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran
kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling men-
jamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat
begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan
mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas
(2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NKRI
1945. Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan
dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang

4
yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara.

Dalam sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami berbagai perubahan isi


dan sekaligus penekanan fungsi Pancasila. (1) Pada awal kemerdekaan, ada mata pelajaran
Civics (sekitar 1957-1958), kemudian berganti nama menjadi kewarganegaraan (sekitar tahun
1962). (2) Pada awal Orde Baru mata pelajaran kewarganegaraan berubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) (1968). (3) Pada tahun 1975 dalam kurikulum yang dikenal kuriku-
lum 1974 mata pelajaran PKn berganti nama dengan Pendidikan Moral Pancasila. Nama ini
merujuk kepada Tap MPR No. IV Tahun 1973 tentang GBHN. (4) Kemudian sejak ada Tap
MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), ma-
teri P-4 masuk kedalam mata pelajaran PMP. Sejak tahun 1989 dengan adanya Undang-Un-
dang Sistem Pendidikan Nasional muncul kurikulum baru yang mewajibkan setiap jenjang dan
jenis pendidikan wajib ada mata pelajaran Pancasila, Kewarganegaraan dan Agama. Berdasar-
kan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060 dan 061/U/1993 tanggal 25
Februari 1993, disekolah dasar dan menengah wajib ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian dengan munculnya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional yang baru yaitu UU Nomor 20 tahun 2003 mata pelajaran Pendidikan
Pancasila hilang dari kurikulum pendidikan nasional, yang ada tinggal Pendidikan Kewarga-
negaraan.

Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami


perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat
dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan
kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganega-
raan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pela-
jaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata
pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang di-
gali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presi-
den, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (So-
mantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun
1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP
dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum
1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan

5
mengenai pemerintahan.. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap
dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan
dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pe-
doman dalam berprilaku sehari-hari.

Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun


2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi ta-
hun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Ta-
hun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara
substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum
yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969

Istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (inter-
changeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan
Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indone-
sia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara).
Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan
sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945.

2. Dalam tahun 1973/1974

Pendidikan Kewiraan dimulai tahun 1973/1974, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan na-
sional, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan pada tanah air dalam bentuk PPBN yang
dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan kepada peserta didik SD sampai
sekolah menengah dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan kepramukaan, se-
dangkan PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan.

3. Dalam Kurikulum tahun 1975

Istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang
berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengama-
lan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh
Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD,
SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan

6
4. Kurikulum PPKn 1994

Kurikulum ini mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-
butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya
yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development
(Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya un-
tuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.

5. Dalam tahun 2004

Dengan diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,


diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun
2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan.

6. Pada Tahun 2006

Namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi


tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang dis-
erahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diu-


raikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang
sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya
krisis operasional kurikuler.

Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn tidak bisa diisolasi


dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia dimana pun ia berada.
Dalam konteks globalisasi ini beberapa ahli memberikan penekanan pada fungsi peran Pen-
didikan Kewarganegaraan dalam membangun warganya. Sabatini, Bevis, dan Finkel (1998)
menekankan pentingnya pada program Pendidikan Kewarganegaraan yang memfokuskan pada
tema-tema yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendidikan Kewarganega-
raan hendaknya mengembangkan warga negara yang memiliki ciri-ciri utama, yaitu jati diri,
kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban, tingkat minat dan
keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Karakteris-
tik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang berorientasi pada konsep dalam nuansa lokal, nasional, dan global
(Cheng, 1999). Hal ini sejalan dengan teori multi kecerdasan dari Gardner (1983) yang

7
dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih objektif dalam menggali dan mengem-
bangkan kemampuan setiap individu siswa sesuai dengan potensi atau kecerdasan orisinilnya.

Pendidikan Kewiraan dimulai tahun 1973/1974, sebagai bagian dari kurikulum pen-
didikan nasional, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan pada tanah air dalam bentuk
PPBN yang dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan kepada peserta
didik SD sampai sekolah menengah dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan
kepramukaan, sedangkan PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan
kewiraan. Pada awal penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan sebagai cikal bakal dari PKn ber-
dasarkan surat keputusan bersama Mendikbud dan Menhankam tahun 1973, merupakan real-
isasi pembelaan negara melalui jalur pengajaran khusus di Perguruan Tinggi, di dalam surat
keputusan itu dipolakan penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Ca-
dangan di Perguruan Tinggi.

Perkembangan kurikulum dan materi Pendidikan Kewarganegaraan.

a) Pada awal penyelenggaraan pendidikan kewiraan sebagai cikal bakal darai PKn ber-
dasarkan SK bersama Mendikbud dan Menhankam tahun 1973, merupakan realisasi
pembelaan negara melalui jalur pengajaran khusus di PT, di dalam SK itu dipolakan
penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di PT.
b) Berdasarkan UU No. 20 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Pertahanan
dan Keamanan Negara ditentukan bahwa:
1. Pendidikan Kewiraan adalah PPBN tahap lanjutan pada tingkat PT, merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional.
2. Wajib diikuti seluruh mahasiswa (setiap warga negara).
c) Berdasarkan UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa:
a. Pendidikan Kewiraan bagi PT adalah bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan
b. Termasuk isi kurikulum pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
d) SK Dirjen Dikti tahun 1993 menentukan bahwa Pendidikan Kewiraan termasuk dalam
kurikulum MKDU bersama-sama dengan Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila,
ISD, IAD, dan IBD sifatnya wajib.
e) Kep. Mendikbud tahun 1994, menentukan:
a. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan MKU bersama-sama dengan Pen-
didikan Agama, dan Pendidikan Pancasila

8
b. Merupakan kurikulum nasional wajib diikuti seluruh mahasiswa
f) Kep. Dirjen Dikti No. 19/Dikti/1997 menentukan antara lain: Pendidikan Kewiraan ter-
masuk dalam muatan PKn, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari kelompok MKU dalam susunan kurikulum intiPendidikan Kewiraan
adalah mata kuliah wajib untuk ditempuh setiap mahasiswa pada PT.
g) Kep. Dirjen Dikti No. 151/Dikti/Kep/2000 tanggal 15 Mei 2000 tentang Penyem-
purnaan Kurikulum Inti MPK, menentukan:
a. Pendidikan Kewiraan termasuk dalam muatan PKn, merupakan salah satu kom-
ponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok MPK dalam susunan kuriku-
lum inti PT di Indonesia.
b. Pendidikan Kewiraan adalah mata kuliah wajib untuk ditempuh setiap maha-
siswa pada PT untuk program diploma III, dan strata 1.
h) Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus, menentukan antara lain:
a. Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari MPK
b. MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia. Kuliah PKn ada-
lah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program Di-
ploma/Politeknik, dan Program Sarjana.
i) Kep. Mendiknas No. 232/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa menen-
tukan antara lain:
a) Kurikulum inti Program sarjana dan Program diploma, terdiri atas:
· Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).
· Kelompok Mata kUliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK)
· Kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
· Kelompok Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
· Kelompok Mata Kuliah Kehidupan Bermasyarakat (MKB)
b) MPK adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan
manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan ber-
budi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
c) Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus
dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang
berlaku secara nasional.
9
d) MPK pada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap pro-
gram studi/kelompok program studi terdiri dari bahasa Indonesia, Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
e) MPK untuk PT berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan.

Berikut beberapa tokoh tokoh yang berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pendidi-
kan Kewarganegaraan yang mana tokoh tersebut antara lain adalah:

1. Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan
tinggi.
2. Winataputra dkk seorang yang mewakili Penggunaan istilah “Pendidikan Kewarga-
negaraan” dari Tim CICED (Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCE (2005:
6) sebagai ilmu yang mempelajari di bidang kewarganegaraan.
3. Lemhannas dan Dirjen Dikti,sebagai penyusun dan penyempurnaan kurikulum
mengenai PKN

2.2 Definisi PPKn


Pendidikan kewarganegaraan pada mulanya berkembang di Amerika Serikat sekitar ta-
hun 1790. Pendidikan kewaganegaraan atau civic memiliki tujuan untuk lebih mengenal
bangsa sendiri, dan pertama kali diperkenalkan oleh Henry Rendall Waite di Amerika Serikat.
Di Indonesia sendiri, istilah civic atau civic education mulai dikenal luas pada tahun 1957. Dan
pada tahun 1962, lantas diterjemahkan kembali dalam bahasa Indonesia yang kemudian dikenal
dengan kewarganegaraan, lalu pada tahun 1968 menjadi pendidikan kewarganegaraan.

Berikut Beberapa Definisi PPKn menurut Para ahli terkemuka serta menurut beberapa
kelompok yang telah di uraikan dibawah ini:

1. Menurut Soedijarto, Soedijarto berpendapat bahwa pengertian pendidikan kewarga-


negaraan ialah pendidikan politik yang bertujuan demi membantu peserta didik agar
mejadi seorang warga negara yang memiliki pengetahuan politik secara dewasa serta
mampu berpartisipasi dalam membangun sistem politik yang demokratis.
2. Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan adalah: Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan

10
warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas me-
nanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan
masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu
learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsun-
gan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demo-
krasi.
3. Menurut Azis Wahab dan Cholishin, Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan seperti
penuturan Azis Wahab ialah sebuah sarana untuk meng-Indonesiakan para warga
negara khususnya melalui siswa di sekolah dengan sadar, cerdas, serta penuh tanggung
jawab. Dan Cholishin berpendapat (200:18) bahwa pendidikan kewarganegaraan meru-
pakan sebuah program yang berisi beberapa konsep secara umum mengenai ketatanega-
raan, politik serta hukum negara, maupun teori umum lainnya berkenaan dengan kewar-
ganegaraan.
4. Menurut Permendikbud, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendikbud) No.
22 Tahun 2006 mengenai standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berfokus untuk memben-
tuk warga negara supaya lebih memahami serta dapat melaksanakan segala hak dan
kewajiban sebagai seorang warga negara. Demi menjadi seorang warga negara yang
berkarakter, memiliki kecerdasan, keterampilan, sebagai mana berdasar pada
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.
5. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pemben-
tukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban
untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang dia-
manatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2006:49).
6. Menurut (Cholisin, 2000:18), Program PKn tersebut didalamnya memuat sebuah kon-
sep-konsep umum tentang atau mengenai ketatanegaraan, politik serta juga hukum
negara, dan juga teori umum yang lain yang cocok dengan target tersebut.

Berdasarkan pernyataan di atas Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan ialah un-


tuk membentuk perilaku seseorang dan juga membekali seseorang dengan budi pekerti, penge-
tahuan kemampuan dasar yang diandalkan oleh bangsa serta negara.

11
2.3 Ruang Lingkup PPKn
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian interdisipliner,
artinya materi keilmuan kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain
ilmu politik, ilmu Negara, ilmu tata Negara, hukum sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat. Ru-
ang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Permendiknas No. 22 Ta-
hun 2006 tentang Standar Isi meliputi aspek-aspek Dalam asas kewarganegaraan, yang terma-
suk ruang lingkup PPKN ini, antara lain adalah sebagai berikut;

1. Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia yang meliputi, toleransi di dalam sebuah
perbedaan, cinta lingkungan dana nah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indo-
nesia, berpartisipasi dalam pembelaan Negara.
2. Norma, hukum dan peraturan meliputi, Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di
sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-
norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hhukum dan peradilan na-
sional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia yang meliputi, hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia,
Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlin-
dungan HAM.
4. Kebutuhan warga Negara yang meliputi, memiliki kebebasan dalam berorganisasi,
memiliki harga diri sebagai warga masyarakat, memiliki kebabasan menyampaikan
atau mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Persamaan kedudukan
sebagai warga Negara.
5. Konstitusi Negara yang meliputi, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indo-
nesia, Hubungan dasar Negara dengan konstitusi.
6. Kekuasaan Politik, meliputi, Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah
dan otonomi, Pemerintahan pusat, Demikrasi dan sistem politik, Budaya Politik, Bu-
daya Demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem Pemerintahan, Pers dalam
masyarakat demokrasi.
7. Pancasila yang meliputi, Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai
ideologi terbuka.
8. Globalisasi yang meliputi, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak
globalisasi, Hubungan internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

12
Menurut Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 59 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah terkait ruang lingkup
Pendidikan Kewarganegaraan, meliputi:

1. Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan pandangan hidup bangsa; 2) Undang-Un-
dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang
menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyara berbangsa dan bernegara;
2. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final bentuk Negara Re-
publik Indonesia;
3. Bhinneka Tunggal Ika sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan me-
warnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ruang ling-
kup Pendidikan Kewarganegaran tersebut pada dasarnya mencakup empat pilar ke-
bangsan yaitu meliputi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonsia dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ter-
sebut dijelaskan lebih rinci ke dalam materi PPKn sebagaimana tercantum dalam Lam-
piran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan No. 21 Tahun 2016 Tentang
Standart Isi untuk Satuan Pendidikan

Dalam memahami ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan maka dapat dikaji dari
ontologi Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Budimansyah dan Suryadi,menjelaskan
bahwa ontologi PKn meliputi dua hal, yaitu:

1. Objek telaah pendidikan kewarganegaraan, terdiri atas, aspek idiil, instrumental, dan
praktis. Aspek idiil adalah landasan dan kerangka filosofis yang menjadi titik tolak dan
muara dari pendidikan kewarganegaraan yaitu pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, dan
Undang-Undang lainnya yang relevan. Aspek instrumental adalah sarana programatik
kependidikan yang sengaja dibangun dan dikembangkan untuk menjabarkan subtansi
aspek aspek idiil. Aspek instrumental meliputi kurikulum, bahan ajar, guru, media,
sumber belajar, alat penilaian belajar, ruang belajar dan lingkungan. Aspek praktis
adalah interaksi belajar di kelas atau di luar kelas dan pergaulan sosial budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Objek pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan adalah ranah sosial-psikologis pe-
serta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang secara prag-
matik diupayakan untuk ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya melalui pendidikan.

13
2.4 Objek PPKn
Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidak kajian yang bersifat multifaset dehgan
konteks lintas bidang keilmuan yang berdifat interdisipliner/mulitidisipliner/multidimensional.
Namun secara filsafat keilmuan bidang studi ini memiliki objek kajian pokok ilmu politik khu-
susnya konsep demokrasi politik (political democracy) untuk aspek hak dan kewajiban (duties
and rights of citizen). (Abdul Aziz Wahab dan Sapriya 2011, hlm 316) Somantri (sebagaimana
dikutip Abdul Aziz Wahab dan Sapriya 2011, hlm. 316) menyatakan bahwa objek studi civic
dan civic education adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyara-
katan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan dan negara. Dengan melihat pendapat dari dua alhi
berpendapat mengenai objek kajian pendidikan kewarganegaraan bahwa fokus kajian diara-
hkan pada bidang telaahannya, maka sebenarnya objek kajian pendidikan kewarganegaraan itu
adalah warga negara. Perlu disadari bahwa warga negara itu sangat kontekstual sehingga bi-
dang kajian ini merupakan konteks dimana warga negara itu hidup dan berada.

2.4.1 Objek Materi : Filsafat,Filsafat Ilmu, PPKn


Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh
suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret ataupun hal yang
abstrak.

1. Objek Materi Filsafat


Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang
ada dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Terma-
suk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek
filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material fil-
safat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak
tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Ada yang tampak adalah
dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof
membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.

2. Objek Materi Filsafat Ilmu

14
Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung-
jawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu
manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang
alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup
beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi,
sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu
pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Obyek material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik ma-
teri konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-
logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada.
Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang
sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada
yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat
atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada
dalam kemungkinan.

3. Objek Materi PPKn

Objek material adalah area target yang dibahas dan dipelajari oleh bidang atau cabang
ilmu pengetahuan. Objek material dari Undang-Undang ini adalah segala sesuatu yang berkai-
tan dengan warga negara baik empiris maupun non-empiris, yang mencakup visi, sikap, dan
perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan bangsa.

2.4.2 Objek Forma : Filsafat,Filsafat Ilmu, PPKn


Objek formal, yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot. Objek formal
suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama mem-
bedakannya dari bidang-bidang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Misalnya, objek materialnya ada-
lah ’’manusia’’ dan manusia ini ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada
beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan
sebagainya

15
1. Objek Forma Filsafat

Objek formal filsafat, yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum sehingga
dapat mencapai hakikat dari objek materialnya. (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hlm. 6). Oleh ka-
rena itu, yang membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain terletak dalam objek material
dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri, sedangkan
pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya membahas objek materialnya
itu sampai ke hakikat atau esensi dari yang dihadapinya.

2. Objek Forma Filsafat Ilmu

Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek
materialnya. Misalnya objeknya “manusia” yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang,
di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. Objek formal filsafat ilmu ada-
lah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara mem-
peroleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicara-
kan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis
dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada
bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material
itu di sorot. Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja,
melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.

3. Objek Forma PPKn

Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek mate-
rial. Objek formal PKN adalah hubungan antara warga negara dan negara dan Pendidikan
Lanjutan Nasional

Objek pembahasan PKN menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/Kep./ 2000 meliputi
pohon bahasa sebagai berikut:

1. Pengenalan PKn
a. Hak dan kewajiban warga negara
b. Kemajuan Pendidikan Membela Negara c. Demokrasi Indonesia d. Hak Asasi
Manusia
2. Visi Nusantara
3. Ketahanan Nasional

16
4. Politik dan Strategi Nasional

2.5 Metode PPKn


Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (ialah
menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (ialah jalan, perialanan, cara, arah)
kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah.
Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Anton Bakker, 1984, hlm. 10)

1. Metode Filsafat

Metode filsafat ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu berdasarkan objek
formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran khas untuk berfilsafat. Metode
filsafat terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan filsafatnya itu sendiri.
Meskipun disebut perkembangan, bukan berarti penemuan terbaru adalah metode yang terbaik,
nyatanya dalam dunia filsafat yang spekulatif, tidak ada metode terbaik. Yang ada ialah metode
tepat guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau kembali kepada efektifitas filosofnya
sendiri dalam menggunakan metode tersebut. Nah berikut ini ada beberapa metode filsafat ber-
dasarkan urutan kronologi sejarah zamannya. Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama
banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri. Karena metode ini adalah suatu alat
pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri.

Lantaran banyaknya metode ini, Runes dalam Dictionary of Philosophy bagaimana


dikutip oleh Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan
sejumlah metode-metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting dapat
disusun menurut garis historis sedikitnya ada 10 metode, yaitu sebagai berikut:

a. Metode Kritis: Socrates, Plato, Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupa-
kan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan perten-
tangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, me-
nyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
b. Metode intuitif: Plotinus, Bergson, Dengan jalan instrospeksi intuitif, dan
dengan pemakaian symbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (ber-
sama dengan persucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
Bergson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan,
tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.

17
c. Metode skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prin-
sip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
d. Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya, Melalui analisis
mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat ‘sederhana'
(ide terang dan berbeda dari yang lain), dan hakikat hakikat itu dideduksikan
secara matematis segala pengertian lainnya.
e. Metode Empiris: Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume, Hanya pengalaman-
lah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian (ide-ide) dalam intro-
speksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun
bersama secara geometris.
f. Metode Transendental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik, Bertitik tolak dari te-
patnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori
bagi pengertian sedemikian.
g. Metode Fenomenologis: Husserl, Eksistensialisme,Dengan jalan beberapa
pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas fenomin dalam kesadaran men-
capai penglihatan hakikat-hakikat murni.
h. Metode Dialektis: Hegel, Marx, Dengan jalan mengikuti dina-
mik pemikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai
hakikat kenyataan.
i. Metode Neo-positivistis, Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan
mempergunakan aturan-aturan seperti berlakunya pada ilmu pengetahuan posi-
tif (eksakta)
j. Metode Analitika Bahasa: Wittgenstein, Dengan jalan analisa pemakaian ba-
hasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan ucapan filosofis. (Anton
Bakker, 1984, hlm., 21-22)

Dari sepuluh metode tersebut hanya beberapa metode yang khas bagi filsafat yang di-
anggap paling penting dan berpengaruh sepanjang sejarah filsafat. Sedangkan metode neo-pos-
itivistis tidak diuraikannya karena sebenarnya bukanlah metode yang khas filsafat, tetapi hanya
metode-metode ilmu eksakta sendiri, dan metode linguistik.

2. Metode Filsafat Ilmu

Berikut beberapa metode filsafat ilmu yang telah di rangkum menjadi satu yaitu adalah :

18
a. Metode Kritis : Socrates dan plato,Metode ini bersifat analisis istilah dan pen-
dapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang. Merupakan hermeneutika,
yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan
bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak
yang akhirnya di temukan hakikat.
b. Metode Intuitif : Plotinus dan bergson,Dengan jalan metode intropeksi intuitif
dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan intelektual
(bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan
pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran dan
proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
c. Metode Skolastik : aristoteles, thomas aquinas, filsafat abad pertenga-
han.Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari defenisi-de-
fenisi atau prindip prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-
kesimpulan.
d. Metode Geometris : rene descartes dan pengikutnya Melalui analisis mengenai
hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang
dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara ma-
tematis segala pengertian lainnya.
e. Metode Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume,Hanya pengalamanlah
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide ) dalam intro-
peksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun
bersama secara geometris.
f. Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik,Metode ini bertitik
tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-
syarat apriori bagi pengertian demikian.
g. Metode fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme,Yakni dengan jalan be-
berapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam
kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah
suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan
diri, atau yang membicarakan gejala. Hakikat segala sesuatu adalah reduksi
atau penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu: a. reduksi
fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar
mendapat fenomena semurni-murninya. b. Reduksi eidetis. c. Reduksi tran-
sendental
19
h. Metode Dialektis : Hegel dan Mark,Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran
atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di capai hakikat ken-
yataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian
yang bertentangan kemudian di damaikan (tesis-antitesis-sintesis).
i. Metode Non-positivistis,Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan
jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan
positif (eksakta).
j. Metode analitika bahasa : Wittgenstein Dengan jalan analisa pemakaian bahasa
sehari hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di
nilai cukup netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat.
Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa di dasar-
kan kepada penelitian bahasa yang logis.

3. Metode PPKn

Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2007: 5.52) Dalam pembelajaran PKn, kemampuan
menguasai metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dimiliki
guru. Metode yang dipilih dalam pembelajaran PKn harus disesuaikan dengan karakteristik
tujuan pembelajaran PKn, karakteristik materi pembelajaran PKn, situasi dan lingkungan bela-
jar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu yang tersedia dan kebu-
tuhan siswa itu sendiri.

Veldhuis (1998) dalam Udin S. Winataputra, dkk (2007:21) mengemukakan bahwa da-
lam proses pendidikan kewarganegaraan, kita harus membedakan antara aspek-aspek penge-
tahuan (knowledge), sikap dan pendapat (attitudes and opinions), keterampilan intelektual (in-
tellectual skills), dan keterampilan partisipasi (participatory skills).

2.6 Kekuatan dan Kelemahan PPKn, Serta Upaya Perbaikan


1. Kekuatan /Kelebihan

Banyak yang kita peroleh dari mempelajari PKn, yaitu diantaranya :

1) Menambah wawasan nusantara.


2) Dapat menanamkan Nilai Nilai Luhur pancasila

20
3) Memilki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
4) Dapat terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokra-
tis,
5) Memiliki masyarakat yang berkualitas, sehingga mampu bekerjasama serta bersaing
dalam era global.

2. Kelemahan/ Kekurangan

Adapun Kekurangan dari pendidikan Kewarganegaraan tersebut,diantaranya:

1) Praktek di lapangan tidak sesuai dengan kenyataannya, PKn mempelajari tentang ke-
hidupan bermasyarakat yang menyangkut pendidikan moral, sopan santun, dan lain se-
bagainya. Tapi mengapa dalam praktiknya di dalam masyarakat tidak sesuai denga ken-
yataan (praktiknya nol). Dalam artian Ilmu PKn sebagian besar hanya berfokus kepada
materi namun prakteknya tidak ada (kurang).
2) Minat Terhadap PKn Kurang, Pada kenyataannya peminat terhadap ilmu pendidikan
Kewarganegaraan sangat kecil,itu terbukti jika di bandingkan dengan ilmu lainnya yang
mana mendapat peminat yang tinggi di atas pendidikan kewarganegaraan,tidak usah
jauh jauh dari penerimaan mahasiswa baru pendidikan tinggi unmul misalnya,peminat
PKn dengan ilmu lainnya seperti penjas, bahasa dll, PKn berada di tingkat bawah.
3) Kurangnya Pengalokasian Waktu, Alokasi waktu merupakan hal yang utama mengapa
PKn hanya berfokus ke materi dan prakteknya NOL misalnya di SMA, SMP, SD pela-
jaran PKn hanya terdapat 1 kali seminggu 2 jam(1 jam 40 Menit)di bandingkan pelaja-
ran bahasa indonesia,bahasa inggeris,matematika yang bisa mencapai 2 kali pertemuan
dalam seminggu 3 jam(1 jam 40 menit)padahal pendidikan kewarganegaraan sangat
penting untuk membentuk Moral yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.

3. Upaya Perbaikan
a) Menerapkan PKN dilapangan(praktek di dalam masyarakat), Ibarat botol jika di isi
terus menerus akan tumpah berhamburan(sia-sia)begitu juga dalam Ilmu pkn,jika di isi
dengan materi saja maka akan sia sia jika praktek di lapangannya NOL.seharusnya
dalam Ilmu pkn di imbangi dengan adanya peraktek lapangan seperti dari segi keaga-
maan(sesuai dengan sila 1”sila ketuhanan”)dari segi menyampaikan aspirasi (Demo-
krasi)dari segi Hak dan kewajiban dan sebagainya.

21
b) Menumbuhkan Sikap(minat)untuk Belajar Pkn, Menumbuhkab sikap(minat)terhadap
pelajaran PKN,bahwa Ilmu PKN itu sangat berguna dan bermanfaat dalam kehidupan
bernegara yang mana ilmu PKN tersebut dapat mencetak orang orang yang bermoral
luhur dan berbudi pekerti baik sesuai dengan nilai nilai pancasila sebagai dasar Negara
Indonesia. Berdasarkan pengalaman didalam lingkungan sekolah kebanyakan siswa
belajar PKn dituntut keaktifan dalam belajar, hal ini dikarenakan siswa harus lebih
banyak melakukan kegiatan yang bersifat menyangkut dengan Pkn seperti mentaati
segala peraturan yang ada yang telah diajarkan dalam PKn dan ditetapkan oleh undang-
undang yang ada, karena siapa lagi yang memulai kalau bukan kita, dengan begitu
lambat laun satu dua orang atau lebih akan ada yang mengikuti sikap yang saya lakukan
tersebut.

Selanjutnya jika nanti telah menjadi pengajar saya akan menberi peserta didik bukan
hanya ilmu pengetahuan yang luas tentang materi pokok PKn yang meliputi politik, hukum,
dan moral, tetapi juga memberikan keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik,
hukum, moral, dan terampil menggunakan hak dan kewajibannya.

2.7 Kedudukan PPKn


Pendidikan Kewarganegaraan atau sekarang di sebut PKn sebagai cabang dari pendidi-
kan Filsafat Ilmu secara substantif didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas
serta mempunyai intelektual yang di dasari oleh nilai nilai pancasila baik untuk seluruh jalur
dan jenjang pendidikan.Yang mana hingga saat ini PKn memiliki kedudukan di dalam pen-
didikan nasional indonesia sebagai ilmu pengetahuan yang mana terdiri dalam lima status yaitu
diantaranya:

1. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah


2. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi
3. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan filsafat ilmu pengetahuan sosial dalam
4. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau sejenisnya yang pernah dikelola
oleh Pemerintah sebagai suatu crash program
5. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok
pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai
pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

22
a. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Program Pendidikan Filsafat Ilmu
Sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran pendidikan kewarga-
negaraan. Secara Umum Pendidikan Kewarganegaraan PKn mempunyai
kedudukan sebagai cabang dari ilmu filsafat lewat ilmu sosial yang mana ilmu
PKn mempelajari mengenai Pemerintahan,Negara,Rule of
law(Hukum),HAM,Demokasi dan Nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Yang mana jika di gambar kan lewat skala ilmu Filsafat, PKN berada di dalam
cabang ilmu pengetahuan Sosial yang yang menyangkut dalam ilmu pendidi-
kan.

2.7.1 Hubungan PKn Dengan Ilmu Lainnya (Hubungan yang paling


dekat)
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan,terdapat beberapa ilmu yang hubungannya sangat
dekat ataupun sangat jauh yang mana sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain,berikut
beberpa ilmu yang sangat dekat dan jauh hubungannnya dengan ilmu pendidikan
kewarganegaraaan. Hubungan yang paling dekat:

1. Pendidikan Agama, Interksi Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Agama


sangat dekat dan erat, karena dalam studi PKn banyak pembahasan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Ketuhanan dimana studi tentang Ketuhanan itu masuk dalam ilmu
agama. Seperti yang terdapat dalam sila pertama, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

23
2. Ilmu Sejarah, Memang Benar Pendidikan Kewarganegaraan bukan merupakan bagian
dari ilmu sejarah, namun sejarah mempunyai hubungan yang berkaitan dengan
Pendidikan Kewarganegaraan, ibarat tidak ada masa depan kalau tidak ada masa
lalu (sejarah) begitu juga ilmu PKN.tidak mungkin lahir Ilmu PKn jika tidak ada sebab
dan akibat (sejarah) dalam hal ini PKn membahas mengenai kewarganegaraan,yang
mana menyangkut dengan Negara dan munculnya suatu negara berhubungan dengan
sejarah.oleh karena itu sejarah mempunyai hubungan terhadap ilmu PKn.
3. Ilmu Politik, Inti dari politik adalah Kekuasaan,dan kekuasaan pasti berhubungan
dengan organisasi,yang mana negara juga termasuk dalam sebuah organisasi
dunia. PKn mempelajari mengenai kewarganegaraan dalam arti luas mempelajari
mengenai Warga(rakyat)dan Negara.dalam kasus ini ilmu politik mempuyai hubungan
dengan PKn yang mana politik dengan kekuasaannya memimpin suatu organisasi yang
bernama Negara dan warga(rakyat)lah yang menjadi tujuan dan sumber di bentuknya
suatu Negara tersebut.
4. Ilmu Hukum, Ilmu Hukum secara spesifikasi di maksudkan adalah Hukum
Pidana,Hukum Acara,Hukum Adat,Hukum Perkawinan,Hukum Agraria yang manainti
dari Hukum tersebut adalah sangsi(Hukuman).yang mana dalam PKN yang
mempelajari sebuah Negara dan negara juga pasti terbentuk dengan bermodalkan
aturan aturan yang berbentuk HUKUM sebagai landasan Negaranya.oleh karena itu
PKN berhubungan dengan Ilmu hukum yang mana PKN sebagai Bentuk Negaranya
dan Ilmu Hukum sebagai aturan nya.
5. Sosiologi, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar
manusia di dalamnya.Didalam PKN juga mempelajari mengenai warga
masyarakat(rakyat)yang mana rakyat menjadi salah satu unsur terbentuknya suatu
negara dan rakyatlah yang menjalankan HAM.dalam hal ini sosiologi mempelajari
hubungan antar masyarakat satu dengan yang lain dari segi masyarakat sebagai
komponen Negara atau sebagai warga Negara.

2.7.2 Hubungan PKn Dengan Ilmu Lainnya (Hubungan yang paling


jauh)
Hubungan yang paling jauh bukan berrti tidak ada hubungan atau tidak ada
kaitannya,melaikan ada hubungannya tetapi hubungan tersebut sangat jauh atau tidak ada

24
sangkut pautnya,yang mana di dalam ilmu sosial juga terdapat ilmu yang mempunyai hubungan
yang jauh dengan ilmu Kewarganegaraan PKn.

1. Ekonomi, Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan
dalam masyarakat di dalam PKn juga mempelajari mengenai Warganegara /masyarakat
yang mana tentunya masyarakat tersebut terkait dengan faktor ekonomi dalam
menjalankan kehidupan sehari hari,oleh karena itu ekonomi dan PKn mempunyai
hubungan tetapi hubungan yang sangat jauh sebatas hubungan antara ekonomi dan
rakyat saja
2. Psikologi, Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
masyarakat.di dalm PKn masyarakat /warganegara merupakan obyek kajian PKn yang
mana psikologis juga mempelajari tingkah laku ataupun mental
warganegara/masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Bahasa Indonesia, Bahasa indonesia jelas ilmu yang mempelajari menganai bahasa
indonesia yang benar dan salah nya,dalam hal ini bahasa indonesia identik dengan
Negara indonesia yang mana sebagai bahasa pemersatu bangsa,sedangkan PKn sebagai
ilmu kewarganegaraan juga identik dengan negara indonesia yang mana lewat nilai nilai
yang terkandung di dalam pancasila sebagai dasar negara indonesia. PKn dan bahasa
indonesia mempunyai ke identikan yang sama yaitu mempelajari ilmu yang
berhubungan dengan negara indonesia,kedua ilmu tersebut mempunyai hubingan tetapi
hubungan tersebut sangat jauh.

2.8 Metode Pengembangan PPKn


Penggunaan model atau metode dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
(PKn) dalam menyampaikan pelajaran secara tepat masih belum memenuhi harapan. Untuk
itulah diperlukan model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai solusi, yaitu
menggunakan model pembelajaran berbasis portofolio (portofolio based learning) yang di-
harapkan mampu melibatkan seluruh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta
secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki
suatu kebebasan berfikir, berpendapat, aktif dan kreatif.

Menurut Sanjaya (2007:145) “Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimple-
mentasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung

25
pada cara guru menggunakan metode pembelajaran tersebut, karena suatu strategi pembelaja-
ran harus diimplementasikan salah satunya dengan melalui metode pembelajaran.

Pembelajaran dapat dilakukan dengan pola langsung (direct) atau tidak langsung (non-
direct). Direct dimaksudkan bahwa pembelajaran dikemas oleh dan sampai/ dilakukan lang-
sung oleh guru sedangkan non-direct merupakan pembelajaran yang dikemas oleh guru ber-
sama sama siswa yang kecenderungannya proses pembelajaran secara aktif dilakukan oleh
siswa. Dua pola ini akan sangat berhubungan dengan pemahaman sejumlah jenis metode pem-
belajaran.

Model pembelajaran portofolio dapat membangkitkan minat pemahaman nilai-nilai ke-


mampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab. Alasan
penggunaan model pembelajaran portofolio dalam pembelajaran PKn mengacu pada pendeka-
tan sistem Contextual Teaching Learning (CTL), model kegiatan sosial dan PKn, metode ber-
cerita, model pembelajaran induktif, dan model pembelajaran deduktif.

1. Model Contextual Teaching Learning (CTL), Model CTL disebut juga REACT, yaitu
relating (belajar dalam kehidupan nyata), experiencing (belajar dalam konteks ek-
splorasi, penemuan dan penciptaan), applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan
untuk kegunaannya), cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan
transferring (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru atau konteks
lain).
2. Model Kegiatan Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan, Model yang dipelopori oleh
Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana memengaruhi ke-
bijakan umum. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba memperbaiki kehidupan
siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi
lingkungan dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki
tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini men-
dorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial dalam
masyarakat.
3. Metode Bercerita, Menciptakan pembelajaran PKn yang menyenangkan dengan
metode bercerita,
4. Model Pembelajaran Induktif, Model ini dikembangkan oleh filsuf Francis Bacon yang
menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak
mungkin. Semakin banyak fakta semakin mendukung kesimpulan.

26
5. Model Pembelajaran Deduktif, Model pembelajaran deduktif merupakan pendekatan
yang menggunakan penalaran dari umum ke khusus.

2.9 Manfaat PPKn dan Etika Kewarganegaraan


1. Manfaat PPKn

Pendidikan Kewarganengaraan merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat penting bagi
warga negara didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan
kesepakatan para pakar dan akademisi PKn di Indonesia, PKn terdiri dari beberapa disiplin
ilmu, yaitu mencakup politik, hukum, moral dan juga terdapat unsur pendidikan didalamnya.
Dilihat dari disiplin ilmu yang dalam PKn, kita dapat mengambil manfaat dari Pkn.

Beberapa manfaat dari mempelajari pendidikan kewarganegaraan antaralain adalah :

1. Menjadi paham akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang akhirnya membuat
kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara.

2. Dapat memberikan motivasi kepada warga negaranya untuk memiliki sifat nasional-
isme dan patriotisme yang tinggi.

3. Untuk memunculkan kesadaran dan kemampuan awal warga negara dalam usaha bela
negara.

4. Dapat mengetahui berbagai landasan dan hukum2 yang benar secara hak asasi manusia
(HAM)

Dengan mempelajari Pkn kita akan mendapat manfaat yaitu kita akan mengetahui
bagaimana berpolitik yang baik, penerapan hukum yang baik dan batasan – batasan dalam poli-
tik dan hukum, guna menjadi warga negara yang baik. Jadi, Pkn merupakan pendidikan politik
yang mengajarkan kita mengenai peranan kita sebagai warga negara yang baik berupa hak dan
kewajiban, sehingga dapat melahirkan warga negara yang bertanggungjawab dalam peran-
annya.

2. Etika Kewarganegaraan

Dalam kamus studi kewarganegaraan kata etika di definisikan sebagai; Bertalian


dengan keputusan moral yang berakar dari kesadaran; sebagai ilmu pengetahuan atau teori,
etika merupakan cabang dari filosofi yang mengkaji moralitas dan pelbagai pemikiran tentnag
bagaimana perilaku manusia seharusnya dinilai. (Kalidjernih, 2010:39)

27
Sementara itu menurut seorang ahli filsafat dalam buku karangannya mendefinisikan
etika sebagai berikut ; Etika merupakan cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan
masalah predikat-predikat nilai “betul” (right) dan “salah” (wrong) dalam arti “susila” (moral)
dan “tidak susila” (immoral). (Kattsoff, 2004:341) Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa etika merupakan perilaku atau karakter manusia yang berhubungan dengan nilai baik
atau buruk, bermoral atau immoral, serta benar atau salah.

Bahwa warga negara ialah anggota komunitas politik disuatu negara yang telah
disahkan oleh undang-undang dan pada dirinya melekat hak dan kewajibannya sebagai anggota
komunitas politik tersebut. Etika sangat berhubungan erat dengan manusia karena mengatur
tingkah laku setiap manusia dalam berkehidupan, begitupula dengan warga negara yang
melaksanakan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di suatu negaranya. Warga
negara harus memiliki etika bernegara yang sesuai dengan aturan atau norma-norma yang ber-
laku di negaranya.

Dari pemaparan dan pendapat berbagai ahli diatas mengenai definisi etika dan warga
negara, maka etika warga negara dapat didefinisikan sebagai tingkah laku yang seharusnya
dilakukan anggota komunitas politik disuatu negara yang sesuai dengan norma yang berlaku
dengan memperhatikan hak dan kewajibannya.

Serta berikut merupakan beberapa Manfaat dari Etika Kewarganegaraan, Meliputi ;

1. Dapat menolong suatu pendirian dalam beragam suatu pandangan dan moral.
2. Dapat menyelesaikan mkasalah-masalah moralitas ataupun suatu sosial lainnya
yang membingungkan suatu masyarakat dengan suatu pemikiran yang sistematis dan
kritis.
3. Dapat membedakan yang mana yang tidak boleh dirubah dan yang mana yang
boleh dirubah.
4. Dapat menyelidiki suatu masalah sampai ke akar-akarnya bukan karena sekedar
ingin tahu tanpa memperdulikannya
5. Dapat menggunakan suatu nalar sebagai dasar pijak bukan dengan suatu perasaan
yang bikin merugikan banyak orang. Yaitu Berpikir dan bekerja secara sistematis dan
teratur ( step by step).

28
2.10 Tanggung Jawab Ilmuwan PPKn
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam ke-
hidupan manusia (A. Susanto, 2011: 183).Untuk menyelesaikan krisis moral yang diakibatkan
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan seorang ilmuwan yang baik sehingga segala
tindakan yang dilakukan akan selalu dipikirkan baik-buruknya menurut etika moral (A. Su-
santo, 2011: 196). Sikap ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan, yaitu:

1. golongan yang berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik
itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini, ilmuwan hanya menemukan
pengetahuan dan terserah orang lain untuk memanfaat-kan temuan itu. Golongan ini
ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu se-cara total, seperti pada masa Galileo;
2. golongan yang berpendapat bahwa kenetralan ilmu hanya terbatas pada metafisika
keilmuan, sedangkan pemanfaatannya harus berlandaskan pada nilai-nilai moral. Go-
longan ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan untuk kepentingan yang merusak oleh
manusia, buktinya adalah pecahnya dua perang dunia yang meman-faatkan
teknologi keilmuan.
b. Ilmu telah berkembang pesat dan makin esoterik sehingga para ilmuwan lebih
mengetahui tentang hal-hal yang mungkin terjadi bila ada penya-lahgunaan.
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa
ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling ha-kiki, seperti
pada kasus revolusi genetika.

Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang dimanfaatkan oleh ma-syarakat tidak
terlepas dari peran ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pa-da kepentingan pribadi dan
kepentingan umum yang akan membawanya pada per-soalan etika keilmuan. Fungsi ilmuwan
tidak berhenti pada penelaahan dan keil-muan secara individual, tetapi juga ikut bertanggung
jawab agar produk keilmuan-nya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan temuannya kepada


masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial se-orang ilmuwan ada-
lah memberikan pandangan yang benar mengenai untung-rugi dan baik-buruk suatu hal se-
hingga memungkinkan penyelesaian secara objektif.

Dengan kemampuan pengetahuannya, seorang ilmuwan harus dapat me-mengaruhi


opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang selayaknya mereka sadari. Dalam hal ini,

29
berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang eli-tis dan esoterik harus berbicara
dengan bahasa yang dapat dicerna oleh awam. Untuk itu, ilmuwan tidak hanya mengandalkan
pengetahuan dan daya analisisnya, tetapi juga integritas kepribadiannya.

Menurut A. Susanto (2011: 196), ada beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh ilmuwan,
antara lain:

1. Seorang ilmuwan harus bersikap selektif terhadap segala informasi dan realitas yang
dihadapinya;
2. Seorang ilmuwan sangat menghargai terhadap segala pendapat yang dikemu-kakan
oleh orang lain dan para ilmuwan lainnya, memiliki keyakinan yang kuat terhadap ken-
yataan maupun terhadap alat indera serta budi, adanya si-kap yang positif terhadap se-
tiap pendapat atau teori terdahulu yang telah memberikan inspirasi bagi terlaksananya
penelitian dan pengamatan lebih lanjut;
3. Selain adanya sikap positif, seorang ilmuwan juga memiliki rasa tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan sehingga ia terdorong untuk terus melakukan riset atau
penelitian;
4. Seorang ilmuwan harus memiliki akhlak atau sikap etis yang selalu berke-hendak untuk
mengembangkan ilmu guna kebahagiaan manusia, terutama untuk pembangunan
bangsa dan negara.

PKn sebagai pendidikan politik merupakan salah satu bentuk sosialisasi politik telah
memiliki teori yang sangat kuat dan jelas. Dikatakan kuat, sampai dewasa ini tampak belum
ada bantahan bahwa PKn (Civic Education/Citizenship Education) menganut system theory.
Bahkan diperkuat lagi dengan teori pemberdayaan warga negara (citizen empowerment) me-
lalui pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) dalam rangka mengembangkan
masyarakat kewargaan (civil society). Untuk kepentingan civil society juga telah dikem-
bangkan teori politik kewarganegaraan (citizenship politics).

Pada tahun 1960-an, timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikan,
yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam studi sosial yang dipelopori
oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Kedua kelompok ilmuwan tersebut terpikat oleh
“social studies”, antara lain karena pada saat itu pemerintah Federal menyediakan dana yang
sangat besar untuk pengembangan kurikulum. Dengan dukungan dana tersebut, para ahli dari
berbagai disiplin bekerja sama untuk mengembangkan proyek kurikulum dan memproduksi
bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Gerakan akademis

30
tersebut dikenal sebagai gerakan “era baru studi sosial (the new social studies)”. Namun
demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatkan the new social studies
ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus menerpa studi sosial sampai pada saat itu adalah
mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan pembelajaran yang saling bertentangan, dan
pertikaian mengenai isi pembelajaran.

2.11 Peran Mahasiswa Mengembangkan PPKn


Demi menutupi dan mengembangkan ilmu Kewarganegaraan ke arah yang lebih tinggi
lagi di perlukanbeberapa peran dari masing masing lembaga,baik pemerintah dan khususnya
adalah mahasiswa sebagai generasi muda yang mana peran mahasiswa tersebut dapat Berupa:

1. Peran Utama yaitu Menanamkan Nilai Nilai Luhur yang terkandung di pancasila
dengan cara menunjukkan sikap yang bermoral baik,berbudi pekerti luhur,cinta tanah
air dan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia,apalagi kita sebagai mahasiswa
PKn yang mana mahasiswa PKn sangat berpengaruh terhadap perkembangan Ilmu
PKn, mari tunjukkan bahwa PKN merupakan ilmu yang sangat berguna dan tidak kalah
dengan ilmu ilmu yang lain. Menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila Pancasila meru-
pakan ideologi landasan negara kita. Segala perbuatan yang kita lakukan, bahkan
hingga aturan perundang-undangan pun mengacu pada nilai dari Pancasila itu sendiri.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Pancasial merupakan salah satu lanasan pal-
ing luhur yang ada di Negara kita.
2. Memberikan pembelajaran tentang ketahanan nasional, sehingga sadar akan pentingnya
menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela negara, bangsa dan agama. ketahanan
nasional adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang berisikan keuletan dan
ketangguhan dalam menghadapi serta mengatasi segala bentuk ancaman, gangguan
ataupun hambatan dari dalam maupun luar negeri. Dapatkan informasi, inspirasi dan
insight di email kamu.
3. Memberikan masukan bagi para pendidik dalam rangka meningkatkan fungsi perannya.
Meningkatkan Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan .
4. Mampu mewujudkan nilai dasar kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerap-
kan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung ja-
wab kemanusiaan. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara mempunyai makna bahwa

31
individu yang hidup dan terikat dalam kaidah dan naungan di bawah Negara Kesatuan
RI harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang
dilandasasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan Bangsa dan Negara Indone-
sia.

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan
konteks lintas keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan, ia memiliki Ontologi pokok ilmu
politik khususnya konsep “political democracy” untuk aspek “duties and right citizens”
(Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep “Civics”, yang secara harf-
iah diambil dari bahasa latin yaitu “civicus” yang artinya warga negara pada masa yunani kuno,
yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya
di indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn). Saat ini tradisi itu su-
dah berkembang pesat menjadi suatu “Body of knowledge” yang dikenal memiliki paradigma
sistemik, yang didalamnya terdapat tiga domain “Citizenship education”, yakni domain akad-
emis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural

Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dikembangkan diseluruh dunia, meskipun da-


lam pelaksanaanya nama yang digunakan berbeda namun maksud dan tujuannya selalu sama
yaitu menegarakan Negara itu. Ilmu ini memiliki peran yang sangat penting dalam memper-
siapkan warga Negara yang penuh dengan tanggung-jawab dan rasa nasionalisme yang tinggi.
Berdasarkan rumusan civic international (1995) disepakati bahwa pendidikan demokrasi pent-
ing untuk pertumbuhan civic culture.

Tidak berbeda dengan ilmu pendidikan lainnya, ilmu pendidikan kewarganegaran juga
mempunyai objek yaitu materil dan formil. Dalam filsafat ilmu PKn dimana filsafat yang men-
jadi induk dalam ilmu pengetahuan, yang mana PKn merupakan ilmu yang berada di bagian
ilmu pengetahuan social dan kedudukan PKn sangat berpengaruh terhadap sikap dan mental
bangsa Indonesia karena di dalam PKn mengajarkan nilai-nilai pancasila yang sekaligus pan-
casila itu sebagai dasar dari Negara Indonesia dan mengembangkannya di dalam kehidupan
bermasyarakat.

Tidak berbeda dengan ilmu pendidikan yang lainnya Ilmu pendidikan Kewarganega-
raan juga mempunyai obyek material dan formal yang mna Objek material PKn adalah segala
hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik,
yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa
dan negara.sedangkan Obyek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan

33
Negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Dalam hal ini pembahasan Pendidi-
kan Kewarganegaraan terarah pada warga negara Indonesia dalam hubungannya dengan
negara Indonesia dan upaya pembelaan negara Indonesia.

3.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa PKn seharusnya lebih mencontohkan
sikap moralitas yang baik dan cinta tanah air kepada mahasiswa lainnya, karena di dalam ilmu
pendidikan kita kita lebih didik kepada moral dan rasa nasionalisme serta kita bias mempe-
raktekannya dalam kehidupan sehari-hari ditengah kehidupan bermasyarakat.

34
DAFTAR PUSTAKA
Ariif, D. B. (2011). Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila pada Warga Negara Muda Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan. Kongres Pancasila Ke-3.

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Fauzi, R., & Roza, P. (2019). Implementasi Nilai Kebajikan Warga Negara (Civic Virtues) di
Institut Teknologi Bandung. Journal of Moral and Civic Education, 3(2).
https://doi.org/10.24036/8851412322019194

Kalidjernih,FK. Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara
Press, 2009. Hal.54

Yuyus Kardiman dan Yasnita Yasin. Ilmu Kewarganegaraan, Jakarta: Laboraturium Sosial
Politik Press, 2010. Hal 17

Winataputra. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan


Demokrasi. Bandung: Progam Pascasarjana UPI,2006

Nanggala, A. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Multikultural. Jurnal


Soshum Insentif, 3(2). https://doi.org/10.36787/jsi.v3i2.354

Surajiyo. (2013). Filsafat Ilmu dan Perkembangannnya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

35

Anda mungkin juga menyukai